ii. tinjauan pustaka 2.1. selai

13
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari buah segar yang dihaluskan menjadi bubur buah dan direbus dengan penambahan gula, pektin dan asam (Muuresan, dkk. 2014). Penampakan selai dapat dilihat pada Gambar 1. Selai terdiri dari 35% berat buah dan 65% adalah berat gula. Selanjutnya dipanaskan hingga menghasilkan total padatan terlarut sebanyak 65%. Selai sering digunakan untuk isian makanan maupun langsung dioleskan pada roti. Selai yang terdapat di pasaran umumnya berupa selai nanas, stroberi, coklat, kacang dan masih banyak lagi. Faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan selai selain kualitas bahan adalah proses pemanasan. Suhu pemanasan dan konsentrasi gula merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan selai. Proses pemanasan dalam pembuatan selai bertujuan untuk menghomogenkan campuran bahan serta menguapkan sebagian air sehingga terbentuk struktur gel. Pektin merupakan bahan pangan yang secara luas telah digunakan sebagai bahan pembentuk gel dan penstabil yang sering digunakan pada pembuatan selai. Kepadatan gel yang terbentuk ditentukan ditentukan konsentrasi pektin yang makin tinggi konsentrasinya maka makin padat gel yang dihasilkan (Mishacy, 2012). Keseimbangan dan konsentrasi pektin, gula dan asam sitrat akan mempengaruhi kualitas selai yang dihasilkan. Pemasakan berlebihan akan menyebabkan perubahan yang merusak kemampuan membentuk gel, terutama pada buah yang asam (Yulistyani, dkk.. 2013). Selain itu penambahan pektin, penambahan gula dan nilai pH yang tinggi dapat membantu pembentukan gel. Nilai pH optimum pembentukan gel oleh pektin berkisar pada rentang nilai 3.0 3.2 (Vibhakara dan Bawa, 2012).

Upload: others

Post on 03-Dec-2021

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Selai

Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari

buah segar yang dihaluskan menjadi bubur buah dan direbus dengan penambahan

gula, pektin dan asam (Muuresan, dkk. 2014). Penampakan selai dapat dilihat pada

Gambar 1. Selai terdiri dari 35% berat buah dan 65% adalah berat gula. Selanjutnya

dipanaskan hingga menghasilkan total padatan terlarut sebanyak 65%. Selai sering

digunakan untuk isian makanan maupun langsung dioleskan pada roti. Selai yang

terdapat di pasaran umumnya berupa selai nanas, stroberi, coklat, kacang dan masih

banyak lagi. Faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan selai selain kualitas

bahan adalah proses pemanasan. Suhu pemanasan dan konsentrasi gula merupakan

faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan selai. Proses pemanasan

dalam pembuatan selai bertujuan untuk menghomogenkan campuran bahan serta

menguapkan sebagian air sehingga terbentuk struktur gel.

Pektin merupakan bahan pangan yang secara luas telah digunakan sebagai

bahan pembentuk gel dan penstabil yang sering digunakan pada pembuatan selai.

Kepadatan gel yang terbentuk ditentukan ditentukan konsentrasi pektin yang makin

tinggi konsentrasinya maka makin padat gel yang dihasilkan (Mishacy, 2012).

Keseimbangan dan konsentrasi pektin, gula dan asam sitrat akan mempengaruhi

kualitas selai yang dihasilkan. Pemasakan berlebihan akan menyebabkan perubahan

yang merusak kemampuan membentuk gel, terutama pada buah yang asam

(Yulistyani, dkk.. 2013). Selain itu penambahan pektin, penambahan gula dan nilai

pH yang tinggi dapat membantu pembentukan gel. Nilai pH optimum pembentukan

gel oleh pektin berkisar pada rentang nilai 3.0 – 3.2 (Vibhakara dan Bawa, 2012).

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

5

Penambahan asam sitrat dan pektin pada pembuatan selai mampu mencegah

terjadinya reaksi pencoklatan dengan mempersingkat waktu pemasakan (Sundari

dan Komari, 2010). Penambahan asam sitrat pada selai akan mempengaruhi nilai

pH, semakin tinggi penambahan asam akan menghasilkan pH yang tinggi sehingga

akan mempengaruhi tekstur menjadi lebih keras, sebaliknya penambahan asam

yang sedikit akan menyebabkan pH rendah akan terjadi sinersis pada selai.

Gula berperan dalam mempengaruhi daya oles pada selai yang dihasilkan, gula

yang digunakan adalah gula pasir (Karseno dan Setyawati, 2013).

Gambar 1. Selai (Yulistyani,2013)

Penggunaan bahan tambahan bertujuan untuk menyempurnakan proses

pembuatan, sehingga menghasilkan selai dengan hasil akhir yang berkualitas baik.

Menurut Buckle, dkk. (2013) menyatakan stabilitas selai terhadap mikroorganisme

dikendalikan oleh sejumlah faktor yaitu sebagai berikut:

a. Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara 65-73%

b. Keasaman rendah biasanya dalam kisaran pH 3,1 – 3,5

c. Aw biasanya dalam kisaran 0,75 – 0,83

d. Suhu tinggi selama pemasakan (105 - 106°C)

Ketersediaan oksigen yang rendah (1 – 10%) selama penyimpanan.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

6

Sebagai acuan digunakan standar mutu dalam pembuatan selai. Syarat mutu

selai menurut BSN 01-3746-2008 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan Mutu Selai

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan : -

- Aroma - Normal

- Rasa - Normal

- Warna - Normal

Serat buah - Positif

Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65

Cemaran logam :

- Timah (Sn) mg/kg Maks. 250,0*

Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0

Cemaran mikroba

- ALT (angka lempeng

total)

Koloni/g

APM/g

Maks. 1 x 103

- Bakteri coliform Koloni/g <3

- Staphylococcus

aureus

Koloni/g Maks. 2 x 101

- Colostridum sp. Koloni/g <10

- Kapang/khamir

*dikemas dalam kaleng

Maks. 5 x 101

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

Menurut BSN (2008), adapun kriteria mutu selai dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2.Kriteria Mutu Selai

Syarat Mutu Standar

Kadar air Maksimum 35%

Kadar gula Minimum 55%

Kadar pektin Maksimum 0,7%

Padatan tak terlarut Minimum 0,5%

Serat buah Positif

Kadar bahan pengawet 50 mg/kg

Asam asetat Negatif

Logam berbahaya (Hg, Pb, As) Negatif

Rasa Normal

Bau Normal

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2008)

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

7

2.2. Bahan Pembuatan Selai

2.2.1. Wortel

Wortel (Daucus Carota L.) merupakan tanaman sayuran dengan jenis umbi

musiman. Menurut sejarahnya, tanaman wortel berasal dari Timur dekat Asia

Tengah. Tanaman ini ditemukan tumbuh sekitar 6.500 tahun yang lalu (Amiruddin,

2013). Tanaman wortel dapat tumbuh subur pada dataran tinggi dengan krtinggian

1000 – 1200 mdpl. Bagian pada wortel yang dapat dimakan adalah bagian umbi

atau akarnya. Wortel memiliki batang yang pendek. Menurut Tjitrosoepomo (2010)

sistematika taksonomi tumbuhan, kedudukan tanaman wortel sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Subdevisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Apiales

Family : Apiaceae

Genus : Daucus

Species : Daucus Carota L.

Wortel memiliki kandungan vitamin A dan vitamin K yang tinggi, selain itu

wortel juga mempunyai kandungan serat yang baik untuk kesehatan tubuh. Wortel

segar mempunyai kandungan air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi anti

kangker, pektin, mineral (kalsium, fosfor, zat besi dan natrium), vitamin

(βetakaroten, B1 dan C) serta asparagin. Vitamin C, vitamin B dan mineral terutama

kalsium dan fosfor yang terkandung dalam wortel merupakan sumber gizi yang baik

untuk pertumbuhan. Adapun kandungan zat gizi wortel yang terkandung pada tiap

100 gram bahan dapat dilihat pada pada Tabel 3.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

8

Tabel 3. Kandungan Zat Gizi Wortel per 100 gram

Komponen Zat Gizi Jumlah

Air (g) 88,29

Energi (kkal) 41

Protein (g) 0,93

Lemak (g) 0,24

Karbohidrat (g) 9,58

Serat (g) 2,8

Gula (g) 4,74

Kalsium (mg) 33

Besi (mg) 0,3

Fosfor (mg) 35

Kalium (mg) 320

Natrium (mg) 69

Zinc (mg) 0,24

Vitamin A (IU) 16706

Vitamin B1 (mg) 0,066

Vitamin B2 (mg) 0,058

Vitamin B3 (mg) 0,983

Vitamin B6 (mg) 0,138

Folat (μg) 19

Vitamin C (mg) 5,9

Vitamin E (mg) 0,66

Vitamin K (mg) 13,2

beta karoten (mg) 8285

Sumber: USDA Nutrient Database (2016)

Wortel (Daucus carota L.) merupakan sayuran yang kaya akan kandungan

gizi yang bermanfaat untuk tubuh. Menurut (Christiana, dkk. 2013) Kadar air

wortel cukup tinggi yaitu sebesar 88% yang menyebabkan wortel segar mudah

rusak sehingga penanganan pascapanen harus secara optimal. Wortel segar pada

Gambar 2. memiliki kandungan senyawa antioksidan yang berasal dari jenis non

enzimatik, terdiri dari mikronutrien yang berupa vitamin. Antioksidan yang tinggi

pada wortel berperan sebagai penangkat radikal bebas pada tubuh. Vitamin yang

terdapat pada wortel berfungsi sebagai antioksidan, antara lain asam askorbat yang

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

9

terdapat pada vitamin C, β- karoten yang terdapat pada vitamin A, serta tokoferol

dan α-tokoferol yang terdapat dalam vitamin E (Octaviani 2014).

Gambar 2. Wortel Segar (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Menurut Datt, dkk (2012), wortel memiliki senyawa bioaktif seperti

karotenoid serat pangan yang cukup untuk meningkatkan kesehatan secara

signifikan. Menurut Nurmawati, dkk. (2014). Wortel segar memiliki kandungan

karoten lebih tinggi, tetapi untuk absorbsi karoten lebih mudah jika wortel dimasak

terlebih dahulu. Menurut Putri (2017) yang sudah melakukan penelitian terdahulu,

mengenai selai wortel dengan penambahan pektin. Pada penelitian tersebut wortel

digunakan sebagai bahan baku utama yang ditambahkan sebanyak 150 gram pada

pembuatan selai. Hasil yang didapatkan yaitu kadar air sebesar 45,37% dan nilai

pH 3,7.

2.2.2 Tepung Maizena

Tepung maizena merupakan tepung yang diperoleh dari pati jagung, yang

sering digunakan sebagai bahan pengental pada makanan. Tepung maizena pada

Gambar 3. terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dalam air panas, yaitu fraksi

terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Semakin kecil

kandungan amilosa, semakin tinggi amilopektin akan menghasilkan kekentalan

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

10

yang tinggi. Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α-(1,4) dari unit

glukosa, yang membentuk rantai lurus, yang dikatakan sebagai linier dari pati.

Struktur ini mendasari terjadinya proses interaksi iodamilosa membentuk warna

biru (Pudjihastuti, 2010).

Gambar 3. Tepung Maizena (Pudjihastuti, 2010)

Amilopektin sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek α-(1,4)-6

D-glukosa dalam jumlah yang besar. Perbedaan terdapat pada tingkat percabangan

yang tinggi dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa dan bobot molekul yang besar Bila

amilosa direaksikan dengan larutan iod akan Pada pati kandungan lebih banyak

kandungan amilopektin dibandingkan amilosa. Tepung maizena mengandung 24 –

26% amilosa dan 74 - 76% amilopektin. Kondisi maizena yang sedemikian dapat

mengganti fungsi pektin sebagai agensia pengental, karena kemampuan maizena

membentuk gel. Menurut Asasia (2018) yang melakukan penelitian terdahulu,

dengan menggunakan penambahan tepung maizena (5%, 6%, 7%) pada pembuatan

selai mawar. Hasil yang didapatkan menunjukkan kadar air 39,40 – 44,48% dan

menghasil tekstur yang cenderung padat.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

11

Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN), SNI No 01-3727, 1995),

Persyaratan mutu tepung maizena dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Persyaratan Mutu Tepung Maizena

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan

1. Bau

2. Rasa

3. Warna

-

-

-

Normal

Normal

Normal

Benda – benda asing - Tidak boleh ada

Serangan dalam bentuk stadia - Tidak boleh ada

Jenis pati lain selain pati

jagung

- Tidak boleh ada

Kehalusan

1. Lolos ayakan 80 mesh

2. Lolos ayakan 60 mesh

%

%

Min. 70

Min. 99

Air % b/b Maks. 10

Abu % b/b Maks. 1.5

Silikat % b/b Mks. 0,1

Serat kasar % b/b Maks. 1,5

Derajat asam mlN.NaOh/100

gr

Maks. 4,0

Cemaran logam

1. Timbal (Pb)

2. Tembaga (Cu)

3. Seng (Zn)

4. Raksa (Hg)

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

Maks. 1,0

Maks 10,0

Maks. 40,0

Maks. 0,05

Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5

Cemaran mikroba

1. Angka lempeng total

2. E. Coli

3. Kapang

Koloni/gr

APM

Koloni/gr

Maks. 106

Maks. 10

Maks. 104

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (BSN), SNI No 01-3727 (1995).

Maizena dalam pembuatan selai digunakan sebagai gelling agent. Maizena

mudah tergelatinasi jika terkena panas, karena kandungan amilosa yang membuat

struktur produk menjadi lebih padat dan amilopektin menyebabkan produk menjadi

mengembang. Kondisi tepung maizena yang sedemikian dapat dijadikan sebagai

gelling agent sebagai pengganti pektin. Tepung maizena pada pembuatan selai

digunakan sebagai pengantur konsistensi gel dan pembentuk struktur. Bahan

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

12

pembentuk (Gelling agent) termasuk bahan tambahan pangan yang digunakan

untuk mengentalkan dan menstabilkan beberapa jenis makanan. Proses

pembentukan gel melibatkan penyatuan bagian-bagian polimer terlarut yang

membentuk ikatan tiga dimensi dan memerangkap pelarut (Bhattacharya 2010).

Karakteristik gelling agent harus sesuai dengan kebutuhannya karena semakin

tinggi konsentrasinya, semakin tinggi nilai viskositas dan semakin kuat struktur

yang dihasilkan. Gelling Agent dalam pembuatan selai berfungsi untuk membentuk

struktur gel pada selai. Pada pembentukan hidrokoloid, karakteristik gel

dipengaruhi konsentrasi gelling agent, pH medium, derajat polimerisasi/berat

molekul, suhu dan kualitas pelarut (Saini, 2018).

Adapun nutrisi yang terkandung pada 100 gram porsi tepung maizena pada

Tabel 4.

Tabel 5. Nutrisi Tepung Maizena Per 100 gram

Nutrisi Per 100 gram

Air 10,26 g

Energi 262 kcal

Protein 8,12 g

Total lemak 3,59 g

Karbohidrat 76,89 g

Serat 7,3 g

Ampas 1,13 g

Kalsium (Ca) 6 mg

Besi (Fe) 3,45

Magnesium (Mg) 127 mg

Phospor (P) 241 mg

Sumber : Asasia, 2017

2.2.3. Asam Sitrat

Asam sitrat adalah asam organic lemah yang dapat diperoleh dari daun dan

buah tanaman genus citrus (jeruk / yang memiliki tiga gugus karboksil). Secara

komersial asam sitrat dapat diproduksi dari bahan yang mengandung glukosa dan

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

13

sukrosa melalui proses fermentasi (Widyorini, dkk., 2012). Sekitar 70% dari asam

sitrat yang dihasilkan digunakan dalam industri makanan dan minuman untuk

berbagai keperluan, sedangkan 12% digunakan dalam industri obat-obatan dan

sekitar 18% digunakan pada industri lainnya (Kareem So dan Rahman, 2011).

Menurut Asasia (2017) menyatakan bahwa asam sitrat yang digunakan pada

pembuatan selai bertindak sebagai penegas rasa, warna atau menyelubungi “after

taste” yang tidak disukai. Asam sitrat sering digunakan pada produk makanan untuk

menghasilkan rasa asam. Pada pembuatan selai asam sitrat biasa digunakan untuk

mengatur kadar pH dan membantu penghambatan pengkristalan gula. Asam sitrat

yang ditemukan pada jenis jeruk diketahui lebih tinggi dibandingan pada sayur dan

buah yang lain. Selain memberikan rasa asam pada produk mkanan, asam sitrat juga

sebagai pengawet pada makanan, karena asam sitrat pada selai dapat menurunkan

nilai pH yang berfungsi mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Jika buah yang

digunakan memiliki keasaman yang rendah, biasanya dilakukan penambahan asam

sitrat (Sidhu 2012). Menurut Anggara (2017) yang melakukan penelitian terdahulu,

dengan menggunakan penambahan asam sitrat (0,2% dan 0,4%) pada pembuatan

selai kulit pisang candi. Hasil yang didapatkan menunjukkan kadar air 40,67 –

43,55%.

2.2.4. Gula Pasir

Gula pasir merupakan suatu karbohidrat sederhana yang terlarut pada air, terbuat

dari proses kristalisasi berbahan dasar dari sari tebu. Gula pasir berwarna putih dan

berbentuk Kristal dengan rasa manis. Gula pasir mengandung sukrosa 97,10%, gula

reduksi1,24%, senyawa organik bukan gula 0,7%, dan kadar air 0,65% (Ulilalbab,

2012). Gula sering digunakan sebagai pemanis untuk masakan minuman, kue

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

14

maupun panganan lain (Dewi, 2012). Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis,

melembutkan, menurunkan aktivitas air (Aw) dan mengikat air.

Selain memberikan rasa manis pada produk pangan yang ditambahkan, gula

akan mengakibatkan sebagian air bebas akan terikat sehingga menyebabkan

pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (Aw) menjadi terhambat. Hal itu

yang menjadikan gula sering juga digunakan sebagai bahan pengawet alami.

Mekanisme gula sebagai bahan pengawet yaitu dengan cara mengikat air bebas

pada proses pemasakan sehingga aktivitas mikroorganisme terhambat. Menurut

Rifqi (2016), menyatakan bahwa gula berfungsi mengikat aroma dan

mempertahankan warna volatile, flavor sehingga aroma yang dihasilkan terasa kuat.

2.4. Proses Pembuatan Selai

Menurut Hartati (2010) menjelaskan tahapan proses pembuatan selai wortel

sebagai berikut:

1. Persiapan bahan dan peralatan

Sebelum wortel diproses, dilakukan sortasi untuk mendapatkan wortel dengan

kualitas terbaik sebagai bahan bakku utama selai. Kulit wortel selanjutnya dikupas

menggunakan pisau. Setelah pengupsan dilakukan pencucian wortel menggunakan

air bersih untuk menghilangkan kotoran. Panci yang sudah di isi air digunakan

untuk mengkukus wortel. Selesai proses pengukusan dilakukan pemarutan wortel

untuk menghasilkan serat halus.

2. Proses pemasakan

Wortel yang sudah dihaluskan dimasukan ke dalam wajan, kemudian

ditambahkan gula dan asam sitrat serta diaduk secara merata. Pemasakan dilakukan

dengan api kecil pada suhu 100°C selama 10 menit dan diaduk hingga mengental.

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

15

Setelah selesai selai yang telah mengental lalu didiamkan hingga dingin, untuk

selanjutnya dimasukkan kedalam botol kaca yang sudah disterilisasi. Analisis

dilakukan setelah selai dibiarkan selama 48 jam hingga konsistensi gel telah stabil.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Selai

16