laporan kelompok 8

40
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara holtikultura sehingga dapat ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan seperti kacang-kacangan salah satunya adalah edamame. Produk ini banyak diminati oleh masyarakat dalam maupun luar negeri. Sesuai dengan pernyataan Benziger dan Shanmugasundaram (1995) yang mengemukkan bahwa salah satu negara pengimport edamame terbesar adalah Jepang. Pada tahun 2005 Indonesia mengekspor 665 ton edamame segar beku ke Jepang. Impor edamame ini mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga mencapai 60.000-70.000 ton/tahun (Soewanto 2007). Peningkatan ekspor ke Jepang setara dengan kebutuhan masyarakat Indonesia pada setiap tahunnya. Edamame merupakan suatu komoditi yang mengandung nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu 582 kkal/100 g, protein 11,4 g/100 g, karbohidrat 7,4 g/100 g, lemak 6,6 g/100 g vitamin A atau karotin 100 mg/100 g, B1 0,27 mg/100 g, B2 0,14 mg/100 g, B3 1 mg/100 g, dan vitamin C 27%, serta mineral seperti fosfor 140 mg/100 g, kalsium 70 mg/100 g, besi 1,7 mg/100 g, dan kalium 140 mg/100 g. (Johnson et al. 1999, Nguyen 2001). Edamame memiliki ukuran biji jauh lebih besar dari kedelai biasa, dalam 100 biji mencapai 30 g pada edamame sedangkan pada kedelai biasanya hanya 18 g (Balitkabi, 2008), jumlah biji per polong >2 (Shanmugasundaram et al. 1991). Kualitas edamame ditentukan oleh rasa (tingkat kemanisan), aroma, tekstur, bau langu (beany flavor), dan rasa pahit. Rasa manis disebabkan oleh kandungan sukrosa sedangkan rasa enak, 1

Upload: imroatul-hasanah

Post on 04-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kelompok 8

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara holtikultura sehingga dapat ditumbuhi oleh

berbagai macam tumbuhan seperti kacang-kacangan salah satunya adalah edamame.

Produk ini banyak diminati oleh masyarakat dalam maupun luar negeri. Sesuai dengan

pernyataan Benziger dan Shanmugasundaram (1995) yang mengemukkan bahwa

salah satu negara pengimport edamame terbesar adalah Jepang. Pada tahun 2005

Indonesia mengekspor 665 ton edamame segar beku ke Jepang. Impor edamame ini

mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga mencapai 60.000-70.000 ton/tahun

(Soewanto 2007). Peningkatan ekspor ke Jepang setara dengan kebutuhan

masyarakat Indonesia pada setiap tahunnya.

Edamame merupakan suatu komoditi yang mengandung nilai gizi yang cukup

tinggi, yaitu 582 kkal/100 g, protein 11,4 g/100 g, karbohidrat 7,4 g/100 g, lemak 6,6

g/100 g vitamin A atau karotin 100 mg/100 g, B1 0,27 mg/100 g, B2 0,14 mg/100 g, B3

1 mg/100 g, dan vitamin C 27%, serta mineral seperti fosfor 140 mg/100 g, kalsium 70

mg/100 g, besi 1,7 mg/100 g, dan kalium 140 mg/100 g. (Johnson et al. 1999, Nguyen

2001). Edamame memiliki ukuran biji jauh lebih besar dari kedelai biasa, dalam 100 biji

mencapai 30 g pada edamame sedangkan pada kedelai biasanya hanya 18 g

(Balitkabi, 2008), jumlah biji per polong >2 (Shanmugasundaram et al. 1991).

Kualitas edamame ditentukan oleh rasa (tingkat kemanisan), aroma, tekstur,

bau langu (beany flavor), dan rasa pahit. Rasa manis disebabkan oleh kandungan

sukrosa sedangkan rasa enak, lezat, atau gurih (savory) itu sendiri disebabkan oleh

kandungan asam amino seperti asam glutamat. Bau langu (beany flavor) berasal dari

oksidasi asam linolenik oleh enzim lipoksigenase, sedangkan rasa pahit oleh

kandungan enzim lipoksigenase sendiri (Masuda et al.1988, Rackis et al. 1972).

Kandungan nutrisi yang lengkap ini menyebabkan edamame disukai oleh mikroba

sebagai media pertumbuhan. Sehingga pelu penangan khusus agar kandungan gizi

yang dimiliki dapat dipertahankan. Kualitas edamame juga dipengaruhi oleh daya

simpannya, yang dipengaruhi oleh jenis kemasan suhu penyimpanan yang digunakan.

Jenis kemasan berpengaruh karena berkaitan dengan banyaknya udara dan uap air

yang masuk atau keluar dari pori kemasan. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas

metabolisme yang tejadi dan suhu optimum yang mempengaruhi kerja enzim pada

edamame.1

Page 2: laporan kelompok 8

Oleh karena itu, kami menggunakan judul “Daya Simpan Edamame (Glycine

Max L.) dengan Variasi Jenis Kemasan dan Suhu” agar kita dapat mengetahui jenis

kemasan dan suhu yang tepat digunakan dalam produksi edamame dan mengetahui

pengaruh penyimpanan dengan variasi jenis kemasan dan suhu berbeda terhadap

daya simpan edamame.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiman perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan 0, 2 dan 3 hari

dengan variasi suhu dan jenis kemasan yang berbeda;

2. Apakah jenis pemasan dan berapa suhu yang tepat untuk edamame?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari small project ini antara lain:

1. mengetahui perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan 0, 2 dan 3 hari

dengan variasi suhu dan jenis pemasan yang berbeda;

2. Menentukan jenis pengemasan dan suhu yang tepat untuk edamame.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari small project ini antara lain:

1. untuk perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan 0, 2 dan 3 hari dengan

variasi suhu dan jenis pemasan yang berbeda;

2. untuk menentukan jenis pengemasan dan suhu yang tepat untuk edamame.

2

Page 3: laporan kelompok 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Edamame (Glycin max (L) Merrill)

Edamame adalah tanaman tropis yang merupakan salah satu jenis sayuran

(green soybean vegetable). Tanaman edamame ini merupakan tanaman berupa

semak rendah, tubuh tegak, berdaun lebat, dengan beragam morfologi. Tinggi

tanaman berkisar antara 30 cm sampai lebih dari 50 cm, dapat bercabang sedikit atau

banyak tergantung kultivar lingkungan hidupnya. Tanaman edamame dapat

diklasifikasikan sebagai berikut;

Ordo : Polypetales

Famili : Leguminosae

Sub-famili : Popilionoideae

Genus : Glycine

Sub-genus : Soja

Species : Max

Tanaman edamame dapat tumbuh di daerah yang memiliki iklim tropis, seperti

Amerika yaitu di Negara Brazil dan Chile, serta Asia yaitu China, Thailand, Taiwan,

Vietnam termasuk di Indonesia (Samsu. 2003).

2.2 Karakteristik Edamame

Kandungan gizi edamame dalam 100 g edamame Tabel 1.

3

Page 4: laporan kelompok 8

Tabel 1. Kandungan gizi edamame dalam 100 g

Kandungan Berat (g)

Protein 11,4 g

Karbohidrat 7,4 g

Lemak 6,6 g

Vitamin A atau Karotin 100 mg

B1 0,27 mg

B2 0,14 mg

B3 1 mg

Vitamin C 27 g

Kalsium 140 mg

Fosfor 70 mg

Besi 1,7 mg

Kalium 140 mg

Sumber: Johnson et al. 1999, Nguyen 2001

Edamame memiliki ukuran biji jauh lebih besar dari kedelai biasa, bobot 100 biji

mencapai 30 g, jumlah biji per polong >2 (Shanmugasundaram et al. 1991). Kualitas

edamame ditentukan oleh rasa (tingkat kemanisan), aroma, tekstur, bau langu (beany

flavor), dan rasa pahit. Rasa manis disebabkan oleh kandungan sukrosa, rasa

enak/lezat/gurih (savory) disebabkan oleh kandungan asam amino seperti asam

glutamat. Bau langu (beany flavor) berasal dari oksidasi asam linolenik oleh enzim

lipoksigenase, sedangkan rasa pahit oleh kandungan enzim lipoksigenase sendiri

(Masuda et al.1988, Rackis et al. 1972).

Edamame yang baru dipanen harus segera dibawa ke pabrik, tenggang waktu

maksimal adalah empat jam. Jika lebih, kadar warnanya bisa memudar dan kualitas

buah akan menurun. Suhu edamame yang yang awalnya 20-27 °C diturunkan hingga

menjadi -18°C. Tujuannya agar edamame siap ekspor benar-benar segar tanpa

dicampuri bahan pegawet (Abbas, Akmadi dkk. 2010).

2.3 Pengertian Kemasan

Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang

menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai.

Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi

kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya

pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Di samping itu,

4

Page 5: laporan kelompok 8

pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk

industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan,

pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi wadah atau pembungkus berfungsi

sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi

dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya. Dalam perkembangannya di

bidang pascapanen, sudah banyak inovasi dalam bentuk maupun bahan pengemas

produk pertanian (M. Ali, Hikmah.2008).

Adapun fungsi kemasan yaitu (M. Ali, Hikmah.2008);

a. Kemampuan/daya membungkus yang baik untuk memudahkan dalam

penanganan, pengangkutan, distribusi, penyimpanan dan penyusunan/

penumpukan.

b. Kemampuan melindungi isinya dari berbagai risiko dari luar, misalnya

perlindungan dari udara panas/dingin, sinar/cahaya matahari, bau asing,

benturan/tekanan mekanis, kontaminasi mikroorganisme.

c. Kemampuan sebagai daya tarik terhadap konsumen. Dalam hal ini identifikasi,

informasi dan penampilan seperti bentuk, warna dan keindahan bahan

kemasan harus mendapatkan perhatian.

d. Persyaratan ekonomi, artinya kemampuan dalam memenuhi keinginan pasar,

sasaran masyarakat dan tempat tujuan pemesan.

e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar

yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.

Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut maka bahan kemasan

harus memiliki sifat-sifat (M. Ali, Hikmah.2008).;

1. Permeabel terhadap udara (oksigen dan gas lainnya).

2. Bersifat non-toksik dan inert (tidak bereaksi dan menyebabkan reaksi kimia)

sehingga dapat mempertahankan warna, aroma, dan cita rasa produk yang

dikemas.

3. Kedap air (mampu menahan air atau kelembaban udara sekitarnya).

4. Kuat dan tidak mudah bocor.

5. Relatif tahan terhadap panas.

6. Mudah dikerjakan secara massal dan harganya relatif murah.

2.4 Karakteristik Bahan Kemasan

2.4.1 Alumunium foil

5

Page 6: laporan kelompok 8

Jenis pengemas yang dilapisi dengan alumunium foil akan menunjukkan

peningkatan sifat bariernya. Hal ini disebabkan oleh karena lapisan alumunium

memiliki ketahanan yang tinggi terhadap gas dan uap air serta memiliki ketahanan

terhadap sinar ultra violet. Alumunium foil biasanya dipakai untuk produk snacks.

Produk makanan snack mengandung asam lemak tak jenuh yang berasal dari minyak

goreng yang dapat mudah mengalami oksidasi (Coles et al., 2003).

2.4.2 Plastik

Penggunaan kemasan plastik tak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari. Hal

ini dikarenakan plastik memiliki sifat unggul seperti ringan, tidak karatan dan bersifat

termoplastis serta dapat memberi warna. Kelemahan dari kemasan plastik adalah

adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain dari plastik yang melakukan migrasi ke

dalam bahan makanan yang dikemas (Winarno. 1993).

2.5 Pengaruh Jenis Kemasan

Produk awetan perlu diisolir dari (Suharto.1991);

a. Kontaminasi dengan udara luar atau angin ataupun air, sebab udara selain ada

kadar airnya bisa memindahkan mikroba, dan air bisa memindahkan maupun

menyuburkan pertumbuhannya.

b. Ikut campur tangannya insek atau serangga karena di samping pada tubuhnya

bisa terbawa bakteri, juga memakannya.

c. Sinar, terlebih-lebih ultraviolet yang bisa menimbulkan jamur atau menstimulasi

bahan mikroba.

d. Beban-beban luar dalam bentuk mekanis maupun panas, karena bisa

menghancurkan bahan, rusaknya bahan merupakan bahan untuk tumbuh

suburnya mikroba.

e. Asam-asam keras, serta garam-garaman racun karena selain bisa meracuni

pemakai, pada batas-batas tertentu justru bisa memacu pertumbuhan mikroba

Oleh karena itu, bahan kemasan awetan pangan mempunyai sifat:

a. Mempunyai kemampuan pengahantaran serta penyerapan atau penerus panas

atau listrik yang rendah (diidealisasikan = nol).

b. Mampu menangkal keluar masuknya uap air maupun udara (berarti harus rapat

dan tidak bocor).

c. Mempunyai kemampuan mengembalikan sinar yang datang dari luar.

6

Page 7: laporan kelompok 8

d. Mampu menangkal beban-beban mekanis (oleh karena getaran-getaran, mesin,

maupun manusia) misalnya diberikan bantalan-bantalan yang biasanya dari

bahan-bahan yang porrous (gubus, jerami, gas, kapas dan lain-lain)

(Suharto.1991)

2.6 Pengaruh suhu

Berlangsungnya metabolisme jaringan-jaringan hidup seperti buah-buahan dan

sayur-sayuran terbatas pada suhu tertentu. Suhu yang memungkinkan metabolisme

tersebut berlangsung dengan sempurna disebut suhu optimum. Pada suhu yang lebih

rendah atau lebih tinggi metabolisme akan berjalan lambat atau berhenti. Pada

umumnya proses respirasi berjalan terus setelah bahan dipanen. Respirasi ini

berlangsung sampai bahan membusuk (Winarno, 1993).

Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme. Setiap

penurunan susu 8oC membuat kecepatan reaksi berkurang menjadi kira-kira

setengahnya. Karena itu, penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat

memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Selain

penurunan keaktifan respirasi, pertumbuhan mikroorganisme juga diperlambat

sehingga kerusakan juga diperlambat (Winarno, 1993). Adapun suhu untuk

penyimpanan edamame adalah -18oC (Abbas, Akmadi dkk. 2010).

7

Page 8: laporan kelompok 8

BAB III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Tempat pelaksanaan Laboratorium Rekayasa Pengolahan Hasil Pertanian,

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember

dan PT. Mitra Tani, pada tanggal 18 sampai 28 April 2014

3.2 Rancangan Kerja

No Hari/

Tanggal

Kegiatan Anggota Keterangan

1 Rabu, 12

Februari

2013

Mencari literatur Semua anggota

2 Jumat, 14

Februari

2014

Penyusunan

Proposal

Semua anggota

3 Jumat, 13

Maret 2014

Pembuatan

proposal +

pembuatan ppt

Semua anggota

4 Jumat, 4

April 2014

Observasi Semua anggota PT Mitra Tani

5 Jumat, 18

April 2014

Praktikum proses

pengemasan

Semua anggota Lab Rekayasa

Hasil Pertanian

6 19 – 28 April

2014

Pengamatan

daya tahan

edamame

Semua anggota Lab rekayasa

hasil pertanian

9 Jumat, 2 Mei

2014

Pembuatan

laporan

Semua anggota

10 Senin, 5 Mei

2014

Pembuatan

laporan

Semua anggota

11 Jumat, 9

April 2014

Pembuatan

laporan

Semua anggota

11 Jumat, 16

April 2014

Perbaikan dan

pembuatan ppt

Semua anggota

8

Page 9: laporan kelompok 8

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

1. Freezer

2. Sealer

3. Kerdus

4. Neraca analitik

5. Oven

6. Eksikator

7. Rheotex

3.3.2 Bahan

1. Edamame

2. Alumunium foil

3. Plastik

4. NaOCl

9

Page 10: laporan kelompok 8

3.4 Skema Kerja

3.4.1 Diagram alir

1. Pasca panen

10

Edamame

Disortir

ditentukan grade edamame

Ekspor Afkir

Dicuci

direndam pada NaOCl

direbus T100oC

dipisahkan dengan kulit

direndam pada NaOCl

direbus T100oC

Pembekuan T -20oC

Pengemasan

Penyimpanan T -20oC

Page 11: laporan kelompok 8

2. Pengemasan dan penyimpanan

11

*Pengamatan : warna, tekstur, berat, aroma, kenampakan dan kadar air

200 g Edamame

Pengemasan

Alumunium foil

(100 g edamame)

Plastik

(100 g edamame)

Penutupan kemasan menggunakan sealer

Penyimpanan

suhu beku suhu ruang

Pengamatan*

Penutupan kemasan dengan pelipatan sisi

Page 12: laporan kelompok 8

3. Pengukuran Kadar Air

12

Botol

pengovenan 30 menit

masukkan pada eksikator 30 menit

timbang sebagai berat a

penambahan edamame 2 g yang telah dihaluskan

masukkan pada ekskator 30 menit

pengovenan T 110oC selama 24 jam

botol dikeluarkan

timbang sebagai berat b

timabang sebagai berat c

Page 13: laporan kelompok 8

Skema kerja

1. Pasca panen

Edamame yang berasal dari petani dicuci kemudian disortir dengan

pengukuran pengukuran organoleptik berupa warna dari kulit. Setelah itu edamame di

grading untuk membedakan kualitas ekspor dan nonekspor. Edamame kemudian di

blansing pada suhu 100oC dengan perebusan lam perebusan tergantung pada

permintaan pembeli. Setelah perebusan edamame kualitas ekspor dibekukan pada

suhu -20oC sedangkan kualitas non ekspor diambil kulitnya terlebih dahulu sebelum di

bekukan. Setelah pembekuan edamame kemudian dikemas dan disimpan pada suhu -

20oC.

2. Pengemasan dan penyimpanan

Pertama 200 gram edamame disiapkan untuk di kemas dengan menggunakan

plastik dan alumunium foil. Pada masing-masing kemasan ditambahkan edamame

sebanyak 100 gram. Kemudian dilakukan penutupan, plastik dengan menggunakan

sealer, dan alumunium foil dengan melipat sisi kemasan. Edamame kemudian

disimpan pada suhu yang berbeda yaitu pada suhu ruang dan pada suhu rendah

dengan penyimpanan pada suhu beku. Proses yang terakhir adalah pengmatan warna,

tekstur, rasa, aroma, kenampakan dan kadar air.

3. Perhitungan kadar air

Botol yang telah disiapkan dioven selama 30 menit kemudian dimasukkan pada

eksikator selama 15 menit dan ditimbang dengan neraca massa sebagai berta (a).

Setelah itu edamame sebanyak 2 gram dihaluskan dimasukkan pada botol yang telah

ditimbang dan dan sitimbang sebagai berat (b). Kemudian dimasukkan pada oven

selama 24 jam pada suhu 110oC. Setelah 24 jam botol dikeluarkan dari eksikator

selama 24 jam dan dimasukkan pada eksikator selama 15 menit. Bahan dan botol

kemudian ditimbang sebagai berat c.

13

Page 14: laporan kelompok 8

3.5 Pengamatan Parameter

3.5.1 Parameter Fisik

a) Tekstur

Pengukuran tekstur dapat menggunakan penetrometer. Alat ini umumnya

digunakan untuk menentukan nilai kekerasan atau kekenyalan suatu bahan.

Penetrometer digunakan pada sejumlah industri yang berbeda untuk mengukur

konsistensi dari sejumlah produk yang berbeda. Penentuan konsistensi suatu bahan

didapatkan dengan menekan sampel pada penetrometer dengan penekan standar

seperti kerucut, batang atau jarum yang ditenggelamkan ke dalam bahan sampel. Hasil

pengukurannya menunjukkan tingkat kekerasan atau kelunakan bahan serta

tergantung pada kondisi sampel seperti ukuran, berat penekan, geometri dan waktu.

Penekan penetrometer akan tenggelam ke dalam sampel semakin dalam jika sampel

semakin lunak, dan angka yang ditunjukkan penetrometer juga akan semakin besar

(Dwihapsari, Yanurita; dkk. 2010).

b) Berat

Pengukuran warna dapat diukur dengan menggunakan neraca analitik. Alat ini

umumnya digunakan untuk menentukan nilai berat bahan.

c) Kadar air

3.5.2 Organoleptik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

pengindraan. Adapun pengujuan organoleptik yang digunakan adalah pengujian

warna, kenampakan tekstur dan aroma. Pengujian ini, bersifat relative (subjective).

Karena tergantung pada tingkat kesukaan seseorang.

Pada pelaksanaan pengujian memerlukan pihak kedua agar dapat berjalan dan

memenuhi kaidah obyektivitas dan ketepatan. Pengamat yang melakukan uji

organoleptik harus mempunyai kemampuan meliputi kemampuan mendeteksi,

mengenali, membedakan, membandingkan dan kemampuan menyatakan suka atau

tidak suka. Pelaksanaan uji organoleptik memerlukan paling tidak dua pihak yang

bekerja sama, yaitu panel dan pelaksana kegiatan pengujian.

14

Page 15: laporan kelompok 8

BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN

4.1 Kunjungan Mitra Tani

PT. Mitra tani merupakan salah satu perusahaan besar di Jember yang

memproduksi edamame. Bibit unggul yang digunakan diambil dari edamame yang

berkualitas baik (ekspor). Bibit yang akan digunakan sebelumnya harus ditreatment

sehingga edamame yang dihasilkan berkualitas unggul. Produk tersebut

dibudidayakan secara mandiri oleh Mitra tani oleh banyak petani dan salah satu tempat

penanaman yang kemudian hasilnya digunakan sebagai bibit unggul adalah edamame

yang berasal dari bondowoso karena tempat tanaman ini dapat tumbuh dengan baik

pada dataran tinggi. Edamame yang dipanen kemudian didistribusikan ke Mitra tani.

Edamame yang berasal dari berbagai petani kemudian dicuci untuk dibersihkan

dari kotoran sehingga kerusakan dapat diminimalisir. Edamame kemudian disortir dan

dibedakan antara kualitas ekspor dan afkir. Setelah proses penyortiran selesai

kemudian dimasukkan pada NaOCl yang bertujuan untuk menonaktifkan enzim

sehingga edamame dapat awet. Proses pemberian bahan kimia ini dilakukan secara

bergantian dan terpisah antara bahan yang kualitas ekspor dan afkir.

Setelah proses blansing selesai dilakukan kemudian edamame masuk pada

tahap perebusan. Proses perebusan ini dilakukan pada suhu 100oC dan dihentikan

apabila telah mencapai keempukan tertentu. Parameter ini dilakukan sesuai dengan

keinginan konsumen.

Edamame yang berkualitas ekspor kemudian dibekukan pada suhu -20oC.

Sedangkan edamame yang berkualitas afkir dikembalikan lagi pada tahap penyortiran

untuk dilakukan proses pengulitan (mukimame). Produk mukimame tersebut kemudian

dibekukan pada suhu -20oC. Suhu tersebut digunakan untuk membekukan edamame

karena merupakan suhu optimum untuk membekukan edamame.

4.2 Warna

Adapun data perubahan warna yang dihasilkan berdasarkan perbedaan suhu

dan dan jenis kemasan adalah sebagai berikut:

15

Page 16: laporan kelompok 8

Pada perbandingan data hasil perlakuan yang berbeda penggunaan jenis

kemasan yang berbeda tidak terdapat perbedaan antara keduanya. Hal ini sesuai

dengan pernyataan L. Robertson (1992) yang menyatakan bahwa proses perubahan

warna dapat dipercepat oleh panas dan katalisis asam, maka tidak akan dipengaruhi

oleh pilihan packaging.

Pada perbandingan data hasil perlakuan dengan penggunaan suhu yang

berbeda terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya. Penyimpanan pada

freezer dapat mempertahankan warna edamame. Namun, pada penyimpanan suhu

ruang mengalami perubahan yang sigifikan. Sesuai penyataan Winarno (1993)

penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup

jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Selain penurunan keaktifan

respirasi, pertumbuhan mikroorganisme juga diperlambat sehingga kerusakan juga

diperlambat. Adapun suhu untuk penyimpanan edamame adalah -18oC (Abbas,

Akmadi dkk. 2010). Namun tidak demikian pada penyimpanan pada suhu ruang.

16

Page 17: laporan kelompok 8

4.3 Kenampakan

Pada pengamatan kenampakan semakin besar nilai yang diberikan maka

kenampakannya semakin baik. Derajat kenampakan yang digunakan berdasarkan

kecerahan yang dimiliki. Kenampakan yang dihasilkan oleh alumunium foil dan plastik

sama. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia yang

menghambat pertumbuhan mikroba sehingga kenampakan yang diperoleh sama dapat

mempertahankan warna cerah pada edamame (Juniasih, 1997). Dengan pendinginan

dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme. Oleh karena itu, dengan

penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-

jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses

respirasi yang menurun, tetapi juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba

penyebab kebusukan dan kerusakan (Winarno, 1980).

Perbedaan kenampakan yang dihasilkan dipengaruhi oleh perbedaan suhu

penyimpanan. Pada suhu penyimpanan dengan freezer, dari hari 0 hingga hari ke-2

tidak terdapat perubahan penurunan kenampakan. Karena pada suhu tersebut

metabolisme akan berjalan lambat atau berhenti. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Winarno (1993). Namun, pada suhu ruang kenampakan tidak dapat dipertahankan dan

mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan proses metabolisme dan respirasi yang

terjadi pada edamame.

17

Page 18: laporan kelompok 8

4.4 Tekstur

Pada pengamatan tekstur semakin tinggi nilai tekstur maka menunjukkan

tekstur semakin keras. Tekstur yang dihasilkan oleh penyimpanan pada alumunium foil

dan plastik sama yaitu menjadi keras. Hal ini dapat dikarenakan proses pembekuan

kandungan air karena proses pindah panas secara lambat pada edamame sehingga

menyebabkan tekstur yang dimiliki menjadi keras (W. Desrosier. 1988).

Perbedaan tekstur yang dihasilkan dipengaruhi oleh perbedaan suhu

penyimpanan memiliki perbedaan yang signifikan. Pada suhu penyimpanan dengan

freezer, dari hari 0 hingga hari ke-2 tidak terdapat perubahan peningkatan tekstur dan

tidak mengalami perubahan dari hari 2 hingga hari 3. Perubahan tekstur yang dimiliki

disebabkan oleh proses pembekuan kandungan air karena proses pindah panas

secara lambat pada edamame sehingga menyebabkan tekstur yang dimiliki menjadi

keras (W. Desrosier. 1988). Namun, pada suhu ruang kenampakan tidak dapat

dipertahankan dan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan proses respirasi dan

metabolisme pada edamame.

18

Page 19: laporan kelompok 8

4.5 Aroma

Pada pengamatan aroma yang dilakukan semakin banyak nilai (+) yang

diberikan, maka menunjukkan aroma bahan semakin edamame semakin baik. Aroma

yang dihasilkan oleh penyimpanan pada alumunium foil dan plastik dengan suhu

penyimpanan pada freezer adalah sama. Hal ini dikarenakan proses penurunan

keaktifan respirasi, pertumbuhan mikroorganisme juga diperlambat sehingga

kerusakan juga diperlambat (Winarno.1993). Namun, pada suhu ruang tidak demikian.

Perbedaan aroma yang dihasilkan perlakuan penyimpanan pada suhu ruang

dan penggunaan jenis kemasan yang berbeda mengalami perbedaan yang signifikan.

Pada alumium foil aroma yang dihasilkan lebih menyengat dan lebih berbau tengik. Hal

ini dikarenakan alumium foil merupakan jenis kemasan yang menyebabkan kondisi

didalamnya memiliki kondisi anaerob. Kondisi ini menyebabkan pengurangan

kanduangan oksigen dan peningkatan CO2 sehingga menyebabkan terjadinya proses

fermentasi anaerob dan menyebabkan bau tengik dan menyengat (syarif dan Hariyadi.

1993). Namun, pada penggunaan kemasan kemasan plastik tidak demikian karena

kondisi pada aerob. Penyebab perubahan aroma pada penggunaan bahan pengemas

plastik disebabkan oleh proses metabolisme dan respirasi.

19

Page 20: laporan kelompok 8

4.6 Berat

Pada pengamatan berat yang telah dilakukan pada sampel 1 sampai 4 dengan

perlakuan penyimpaan suhu ruang dan suhu tinggi. Pada penyimpanan suhu ruang

berat yang dimiliki bahan lebih besar daripada yang di suhu dingin. Pada sampel yang

disimpan pada suhu ruang terlihat sebagian besar perlakuan mengalami penurunan

berat. Perubahan berat ini berkaitan dengan perubahan kadar air selama

penyimpanan. Dimana selama penyimpanan edamame berusaha menyeimbangkan

kandungan airnya dengan udara sekitar, mengingat sifat edamame yang hidroskopis

mudah untuk menyerap atau mengeluarkan air dari atau ke udara sekitar ( Indartono,

2011). Pada penyimpanan suhu ruang dengan bahan kemasan platik berat mengalami

penurunan karena karakteristik plastik yang zat-zat monomer dan molekul kecil lain

dari plastik yang melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas sehingga

edamame dapat mengeluarkan kandungan air pada udara sekitar (Winarto. 2003).

Pada penyimpanan suhu ruang dengan pengemasan menggunakan alumunium foil

bahan mengalami peningkatan berat dikarenakan proses fermentasi anaerob.

Sedangkan pada sampel yang disimpan pada freezer menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan berat pada edamame selama proses penyimpanan. Edamame

yang diismpan pada suhu rendah mengalami kenaikan berat dikarenakan adanya

proses transpirasi dan respirasi yang berjalan lambat sehingga jumlah H2O yang hilang

relative kecil (Trenggono, 1992)

Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan

reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba

(Juniasih, 1997). Hal ini juga didukung oleh Trenggono dan Sutardi (1989) yang

menyatakan bahwa tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah

kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya

pembusukan. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi 20

Page 21: laporan kelompok 8

metabolism dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan

berkurang menjadi setengahnya. Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu

rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan

pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi

juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan

(Winarno, 1980).

4.7 Kadar Air

Pada pengamatan kadar air dengan perlakuan alumunium foil dan plastik dan

penyimpanan pada suhu kamar dan suhu rendah memberikan nilai yang tidak jauh

berbeda. Kadar air mula-mula edamame sebesar 58%. Pada perlakuan pengemasan

dengan alumunium foil dan disimpan pada freezer mengalami peningkatan menjdi 65%

dan pada suhu ruang menjadi 65.6%, sedangkan pada plastik dengan penyimpanan

pada freezer kadar air mengalami peningkatan menjadi 68% dan pada suhu kamar

69,3%. Pada penyimpanan kadar air alumunium foil lebih kecil dari edamame yang

dikemas dengan alumunium hal ini dikarenakan kemasan alumunium foil bersifat

kedap air dan gas sehingga kadar air didalam kemasan dapat dipertahankan.

Berdasarkan hasil pengamatan Michael dalam Chuansin et al. (2006), bahwa

alumunium foil memiliki sifat perlindungan terhadap air ( 0.0914 cc/m2/jam) lebih baik

dibanding polyetilen (0.2472 cc/m2/jam). Kadar air benih dalam kemasan plastik

polietilen tidak berbeda nyata dengan kemasan aluminium foil di kondisi ruang AC.

Kadar air benih dalam kemasan aluminium foil tidak berbeda nyata pada penyimpanan

dalam ruang AC dan kulkas (Rahayu dan Eny. 2007).

Kemasan aluminium foil dan plastik polietilen sebagai kemasan yang aman

untuk penyimpanan benih caisim dalam kondisi ruang AC dan kulkas karena dapat

21

Page 22: laporan kelompok 8

menjaga kadar air benih dengan baik karena kadar air benih masih 5.27 % - 5.99 %.

Sedangkan benih yang disimpan pada kemasan plastik polietilen mengalami

peningkatan kadar air yang nyata pada periode simpan 6 minggu dan benih yang

disimpan dalam kemasan aluminium foil mengalami peningkatan kadar air yang nyata

pada periode simpan 9 minggu (Rahayu dan Eny. 2007).

Meskipun mengalami kenaikan kadar air, benih yang disimpan dalam kemasan

aluminium foil menujukkan kadar air yang cenderung konstan dan mengalami

perubahan kandungan air yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan benih yang

disimpan dalam kemasan plastik polietilen. Penyimpanan dalam kemasan aluminium

foil selama periode simpan 15 minggu mampu mempertahankan kadar air lebih baik

dibandingkan penyimpanan benih dalam kemasan plastik polietilen. Penyimpanan

benih pada kondisi kamar memiliki kadar air rata-rata nyata lebih tinggi dibandingkan

dengan kondisi ruang AC dan kulkas. Hal ini karena pada kondisi kamar selama

penyimpanan menunjukkan suhu dan RH yang cukup tinggi (suhu 26.5-310C dan RH

64-80%) sedangkan pada kondisi ruang AC menunjukkan suhu dan RH yang rendah

(suhu 17.5-190C dan RH 53-58%) dan kondisi ruang simpan kulkas menunjukkan suhu

dan RH yang lebih rendah (suhu 1-40C dan RH 49-69%) (Rahayu dan Eny. 2007).

22

Page 23: laporan kelompok 8

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulakan bahwa:

1. Perlakuan dengan penyimpanan pada suhu dalam freezer dapat

mempertahankan kualitas edamame dengan sedikitnya perubahan yang terjadi,

baik dari segi kenampakan, aroma, tekstur dan warna. Hal ini dikarenakan tidak

terdapatnya suatu proses perlambatan reaksi metabolisme dan respirasi.

2. Penyimpanan edamame pada suhu ruang dapat dengan cepat mengalami

kerusakan dan penurunan kualitas dari segi warna, aroma, tekstur,

kenampakan, dan kadar air.

3. Penggunaan bahan alumunium foil dan plastik tidak mengalami perbedaan

pada penyimpanan dengan suhu dalam freezer.

4. Penggunaan bahan alumunium foil dan plastik mengalami perbedaan yang

signifikan pada penyimpanan pada suhu ruang.

5. Penggunaan alumunium foil lebih cepat mengalami kerusakan pada suhu ruang

karena bahan tersebut menyebabkan kondisi didalam kemasan menjadi

anaerob sehingga menyebabkan proses fermentasi secara tidak langsung dan

menyebabkan perubahan pada bahan.

6. Penggunaan bahan plastik sebagai bahan pengemas mengalami kerusakan.

Hal ini dikarenakan proses metabolisme dan respirasi yang terjadi.

7. Penggunaan suhu pada freezer lebih tepat digunakan pada proses

penyimpanan edamame. Penggunaan bahan kemasan yang digunakan pada

suhu tersebut tidak berpengaruh karena faktor suhu.

5.2 Saran

Penggunaan bahan praktikum dan penentuan judul sebaiknya lebih

dipertimbangkan terlebih dahulu.

23

Page 24: laporan kelompok 8

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Akmadi; Dadang Hidayat; Herdarwin M. Astro; Diki Nanang Surahman; Cahya

Edi Wahyu Anggara. 2010. Rancang bangun Prototipe Mesin Pelecet Kulit

Polong Kedelai Basah dalam Menunjang Proses Pengolahan Kedelai Sayur

Mukimame. Bogor: LIPI.

Allen, N. J. & Meyer. J. P. (1997), Commitment in The Workplace Theory Research

and Application. California: Sage Publications.

Benziger V Shanmugasundaram. 1995. Taiwan’s frozen vegetable soybean industry.

Shan Hua, Taiwan. AVRDC Tecnical Bul. 22, 15p. h.

Coles, R; D. M. Dowell; M. J. Kirwan. 2003. Food packaging technology. London:

CRC Press.

Chuansin, S., S. Vearasilp, S. Srichuwong, E.Pawelzik. 2006. Selection of packaging

materials for soybean seed storage. http://www. tropentag.de/2006/abstract/full/229.pdf

(24 Mei 2014).

Dwihapsari, Yanurita dan Darminto. 2010. Perancangan dan Pembuatan

Penetrometer untuk menentukan Konsistensi Tumor Otak. Surabaya:

Institut Teknologi Sepuluh November.

Rahayu, Esti dan Eny Widajati. 2007. Pengaruh Kemasan, Kondisi Ruang Simpan dan

Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Caisin Brassica chinensis L.). Bul.

Agron. (35) (3) 191 – 196 (2007).

Indartono. 2011. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan Dan Teknik Pengemasan

Terhadap Kualitas Benih Kedelai. Semarang: Program Diploma III Teknik

Mesin. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Johnson D., S. Wang, and A. Suzuki. 1999. Edamame vegetable soybean for

Colorado. In Janick, J. (Ed.). Perspectives on New Crops and New Uses.

ASHS Press, Alexandria.

24

Page 25: laporan kelompok 8

Justice, O. L. dan L, N. Bass. 2003. Prinsip dan Praktek Penyimpanna Benih

Terjemahan. Cetakan Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Juniasih, I.A.K. 1997. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap

Retensi Vitamin C, Total Asam dan pH Buah Stroberi. Program Studi Teknologi

Pertanian. Denpasar: Universitas Udayana.

L. Robertson, Gordon. 1992. Food packaging: Principles and Practice. New York:

Marcel Dekker, Inc.

M. Hikmah Ali. 2008. Modul Pembelajaran Berbasis SCL Mata Kuliah

Pengemasan, Pengepakan dan Labeling Produk Hasil Ternak. Makassar:

Universitas Hasanuddin.

Masuda, R., K. Hashizume, and K. Kaneko. 1988. Effect of holding time before

freezing on the constituents and the flavor of frozen green soybeans. Nihon

Shokuhin Kogyo Gakkaishi 35:763-770.

Pomeranz Y, Meloan CE. 1994. Food Analysis Theory and Practice 3rd ed. New York:

Chapman and Hall.

Shanmugasundaram S., S.T. Cheng, M.T. Huang, and M.R. Yan. 1991. Varietal

improvement of vegetable soybean in Taiwan. In Vegetable Soybean.

Research Needs for Production and Quality Improvement. AVRDC.

Samsu, Sigit H, 2003. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor: dari Kedelai

Jepang (Edamame) ke Sayur-mayur beku. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Syarief, Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Cetakan

pertama. Jakarta: ARCAN

Soewanto, Prasongko, Sumarno. 2007. Kedelai Teknik Produksi dan

Pengembangannya (Agribisnis Edamame untuk Ekspor). Bogor : Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Pangan.

25

Page 26: laporan kelompok 8

Suharto.1991. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta: Rineka Cipta

Sutopo, L., 2004. Teknologi Benih. Jakarta: Penerbit Rajawali.

Tatipata, A., Prapto Y., Aziz P., Woerjono P. 2004. Kajian Aspek dan Biokimia

Deteriorasi Benih Kedelai Dalam Penyimpanan. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 11

No. 2, 2004.

Trenggono. 1992. Fisiologi Lepas Pasca Panen. Fakultas Teknologi Pertanian.

Yogyakarta: UGM.

Trenggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta: UGM.

W. Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi ketiga. Jakarta:

Universitas Jakarta.

Winarno, F.G.,1993. Pangan Gizi, Teknologi, dan konsumen. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Winarno, F.G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.

26

Page 27: laporan kelompok 8

LAMPIRAN

Pengukuran Kadar Air

H

ari

ke

-

Perlakuan

Alumunium foil Plastik

Freezer Suhu ruang Freezer Suhu ruang

A B C A B C A B C A B C

0 10,4

10

12,0

84

11,0

881

10,4

10

12,0

84

11,0

881

10,4

10

12,0

84

11,0

881

10,4

10

12,0

84

11,0

881

3 9,84

9

11,7

04

10,4

95

10,4

21

12,2

6

10,9

86

12,3

3

14,2

93

12,9

52

22,1

30

24,0 22,7

87

27

Page 28: laporan kelompok 8

Susunan personalia:

Ketua : Imroatul hasanah (131710101116)

Anggota : Rian adi putra (131710101004)

Umi hanik (131710101016)

Yanuar rizaldi (131710101110)

Pembagian tugas :

Latar belakang dan pengetian edamame Yanuar rizaldi

Skema kerja dan karakteristik edamame Umi hanik

Tujuan dan pengertian pengemasan Rian adi putra

karakteristik kemasan, pengaruh jenis

kemasan dan faktor lingkungan terhadap

daya tahan

Imroatul Hasanah

28