laporan kasus ppok.docx

37
BAB I PENDAHULUAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti semakin banyaknya jumlah perokok pada usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. Data badan kesehatan dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di Cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, 1

Post on 26-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus PPOK.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit

tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya

pajanan faktor risiko, seperti semakin banyaknya jumlah perokok pada usia muda,

serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat

kerja.

Data badan kesehatan dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK

menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan

menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Diperkirakan

jumlah pasien PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta

pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di Cina

dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan

terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%.

Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. Pada

Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan

emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari

10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka

kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6

dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.

Seiring dengan majunya tingkat perekonomian dan industri otomotif,

jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Tujuh

puluh sampai delapan puluh persen pencemaran udara berasal dari gas buang

kendaraan bermotor, sedangkan pencemaran udara akibat industri 20-30%.

Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor risiko

terhadap PPOK, maka diduga jumlah penyakit tersebut juga akan meningkat.

1

Page 2: laporan kasus PPOK.docx

BAB II

ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas pasien

Nama : Tn.S

Umur : 57 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl.Prof M.Yamin

No.MR : 026690

Masuk RS : 12 Januari 2015

3.2 Anamnesis

Keluhan utama :

Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 hari SMRS

Riwayat penyakit sekarang :

Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu, sesak menciut,

sesak dirasakan terus-menerus, sesak semakin meningkat saat beraktivitas,

berkurang dengan posisi duduk, sesak tidak dipengaruhi oleh emosi, cuaca

maupun makanan. Riwayat sesak sejak 2 tahun yang lalu, sesak dirasakan

hilang timbul, sesak berkurang setelah minum obat salbutamol dan teosal,

namun 1 hari yang lalu keluhan sesak tidak berkurang setelah minum obat.

Batuk sejak 2 minggu yang lalu, batuk berdahak warna putih kehijauan.

Riwayat batuk sejak 2 tahun, batuk berdahak warna putih.

Batuk darah tidak ada, riwayat batuk ada tidak ada.

Nyeri dada tidak ada, riwayat nyeri dada tidak ada.

Demam sejak 2 minggu yang lalu, demam dirasakan naik turun, tidak

mengigil ataupun berkeringat malam hari.

Nyeri ulu hati sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk

sampai ke punggung, nyeri bertambah saat perut kosong dan berkurang

setelah makan. Riwayat mual dan muntah tidak ada.

2

Page 3: laporan kasus PPOK.docx

Riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat sesak 2 tahun

- Riwayat alergi hidung (+)

- Riwayat TB paru (-)

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat DM (-)

Riwayat penyakit keluarga :

- Riwayat asma (-)

- Riwayat alergi obat atau makanan (-)

- Riwayat TB paru (-)

Riwayat sosial dan ekonomi:

Pasien seorang pekerja trayek di jalan. Pasien merokok sejak umur 18 tahun dan

berhenti merokok saat umur 50 tahun, pasien merokok 3 bungkus/hari.

Indeks Brinkman: 32 tahun x 60 batang/hari = 1920 (berat)

3.3 Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmnetis cooperatif

Tanda vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 88x/menit

Pernafasan : 26x/menit

Suhu : 37,7oC

Keadaan gizi : baik

TB : 156 cm

BB : 46 kg

BMI : 18,9

b. Status generalisata

Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH2O

Thorax :

Paru, anterior : inspeksi : statis simetris kanan-kiri

3

Page 4: laporan kasus PPOK.docx

Dinamis simetris kanan-kiri

Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki -/-

Posterior : inspeksi : statis simetris kanan-kiri

Dinamis simetris kanan-kiri

Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing +/+, rhonki -/-

Jantung : inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 1 jari medial linea

midclavicularis sinistra

Perkusi : batas jantung:

Atas : SIC II

Kanan : linea parasternalis dextra

Kiri : 1 jari medial linea midclavicularis

sinistra

Bawah : SIC V

Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, bising jantung (-)

Abdomen : inspeksi : perut tampak datar, tidak ada scar

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan

lien tidak teraba

Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomen

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-

3.4 Pemeriksaan penunjang

a. Darah rutin

- Hb : 13,9 g/%

4

Page 5: laporan kasus PPOK.docx

- Ht : 41 %

- Leukosit : 13.000/mm3

- Trombosit : 249.000/mm3

- Kesan: leukositosis

b. Rontgen thorax

- Paru: corakan bronkovaskuler meningkat, infiltrat di paru kiri

- Jantung: CTR < 50%

- Diafragma: sudut costofrenikus lancip

- Kesan: bronkitis kronik

3.5 Resume

Tn.S 57 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin meningkat sejak

1 hari yang lalu, sesak meningkat saat beraktivitas. Batuk berdahak sejak 2

tahun. Demam, nyeri ulu hati. Pasien pekerja trayek dan memiliki kebiasaan

merokok 32 tahun sebanyak 1 bungkus/hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

ekspirasi memanjang, wheezing (+/+). Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan

leukositosis.

3.6 Diagnosis

5

Page 6: laporan kasus PPOK.docx

a. Diagnosa utama: PPOK eksaserbasi akut

b. Diagnosa tambahan: Dispepsia

3.7 Diagnosis banding

a. Asma

b. TB Paru

3.8 Rencana pemeriksaan

a. Spirometri

b. Analisis gas darah

c. Sputum BTA

3.9 Penatalaksanaan

O2 nasal kanul 2 liter/menit

Drip aminophylin 7,6 cc dalam D5% 16 tetes/menit

Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv

Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv

Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv

Nebulizer: Farbivent 2,5 ml 6 x 1

Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm

- Azitromisin 1 x 500 mg

- Paracetamol 3 x 500 mg

3.10 Follow Up

Tanggal S O A P13 Januari 2015

Sesak nafas (+), batuk berdahak (+) kehijauan

Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 88x/menitNafas: 30x/menitSuhu: 36,7oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paru

PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia

O2 2 liter/menit drip aminophylin 7,6 cc

dalam D5% 16 tetes/menit

Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv

Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv

Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv

Nebu Farbivent 2,5 ml 4 x 1

6

Page 7: laporan kasus PPOK.docx

A: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)

Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm

14 Januari 2015

Sesak nafas (+), batuk berdahak (+) kehijauan

Kes: composmnetisTD: 150/90 mmHgNadi: 80x/menitNafas: 24x/menitSuhu: 36,2oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)

PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia

O2 2 liter/menit drip aminophylin 7,6 cc

dalam D5% 16 tetes/menit

Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv

Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv

Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv

Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1

Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm

- Azitromisin 1 x 500 mg15 Januari 2015

Sesak nafas (+), batuk berdahak (+) kehijauan

Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 84x/menitNafas: 26x/menitSuhu: 36oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)

PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia

O2 2 liter/menit drip aminophylin 7,6 cc

dalam D5% 16 tetes/menit

Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv

Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv

Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv

Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1

Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm

- Azitromisin 1 x 500 mg16 Januari 2015

Sesak nafas (), batuk berdahak (+) kehijauan

Kes: composmnetisTD: 140/90 mmHgNadi: 80x/menitNafas: 22x/menitSuhu: 36,5oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (-/-)

PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia

drip aminophylin 7,6 cc dalam D5% 16 tetes/menit

Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv

Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv

Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv

Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1

Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm

- Azitromisin 1 x 500 mg

7

Page 8: laporan kasus PPOK.docx

17 Januari 2015

Sesak nafas (), batuk berdahak (+)

Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 88x/menitNafas: 22x/menitSuhu: 36,2oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)

PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia

Pemeriksaan BTA drip aminophylin 7,6 cc

dalam D5% 16 tetes/menit

Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv

Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv

Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv

Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1

Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm

- Azitromisin 1 x 500 mg18 Januari 2015

Sesak nafas (), batuk berdahak (+)

Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 80x/menitNafas: 22x/menitSuhu: 36,3oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)

PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia

drip aminophylin 7,6 cc dalam D5% 16 tetes/menit

Inj ceftriaxone 1 gram/12 jam/iv

Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv

Inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv

Nebu Farbivent 2,5 ml 6 x 1

Oral: - propepsa syr 3 x 1 sdm

- Azitromisin 1 x 500 mg

19 Januari 2015

Sesak nafas (+), batuk berdahak (+)

Kes: composmentisTD: 140/90 mmHgNadi: 82x/menitNafas: 20x/menitSuhu: 36oCThorax:I: statis simetris, dinamis simetrisP: vocal fremitus simetrisP: sonor seluruh lapang paruA: ekspirasi memanjang, wheezing (+/+)

PPOK eksaserbasi akut + Dispepsia

- Pasien dipulangkan- Obat oral:- Aminophylin 3 x 100

mg- Metilprednisolon 2 x 4

mg- Ranitidin 2 x 300 mg- Azitromisin 1 x 500 mg- Combivent 3 x 1

8

Page 9: laporan kasus PPOK.docx

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktrif Kronik (PPOK)

2.1.1 Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat

progresif non reversibel atau reversibel parsial dan berhubungan dengan

respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.

2.1.2 Epidemiologi

Data badan kesehatan dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990

PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia

dan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan

kanker. Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat di Asia

tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka

prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di Cina dengan angka kasus mencapai

38,160 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien

dengan prevalens 5,6%.

Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK.

Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis

kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab

kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI

1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan

emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian

di Indonesia.

Seiring dengan majunya tingkat perekonomian dan industri

otomotif, jumlah kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di

Indonesia. Tujuh puluh sampai delapan puluh persen pencemaran udara

berasal dari gas buang kendaraan bermotor, sedangkan pencemaran udara

akibat industri 20-30%. Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi

9

Page 10: laporan kasus PPOK.docx

udara sebagai faktor risiko terhadap PPOK, maka diduga jumlah penyakit

tersebut juga akan meningkat.

2.1.3 Faktor Resiko

Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara

lain:

1. Asap rokok

Asap rokok mempunyai prevalens yang tinggi sebagai penyebab

gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok

tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah

batang rokok perhari dan lamanya merokok (Indeks Brinkman).

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

a. Riwayat merokok

- Perokok aktif

- Perokok pasif

- Bekas perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian

jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok

dalam tahun :

- Ringan : 0-199

- Sedang : 200-599

- Berat : >600

2. Polusi udara

Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar

dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam

partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan

beratnya PPOK. Polusi udara terbagi menjadi:

a. Polusi di dalam ruangan

- Asap rokok

- Asap kompor

b. Polusi di luar ruangan

- Gas buang kendaraan bermotor10

Page 11: laporan kasus PPOK.docx

- Debu jalanan

c. Polusi di tempat kerja

- Bahan kimia

- Zat iritasi

- Gas beracun

3. Stres oksidatif

Paru setelah terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan

endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan

eksogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti

derivat elektron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme selular

signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang

berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika

keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk misalnya

ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres

oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada

paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi

paru.

4. Infeksi saluran napas bawah berulang

Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan

progresifitas PPOK. Kolonisasai bakteri menyebabkan inflamasi jalan

napas, berperan secara bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran

napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan

meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa. Pengaruh berat badan lahir

rendah akan meningkatkan infeksi viral yang juga merupakan faktor risiko

PPOK. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian emfisema.

Riwayat infeksi tuberkulosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas

pada usia lebih dari 40 tahun.

5. Sosial ekonomi

Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat,

nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial

11

Page 12: laporan kasus PPOK.docx

ekonomi kemungkinan sebagai faktor risiko PPOK. Malnutrisi dan

penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot

respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.

6. Tumbuh kembang paru

Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,

dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru

seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi menyatakan bahwa

berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.

7. Gen

Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan

-1 antitrypsin sebagai inhibitor dan protease serin. Sifat resesif ini jarang,

paling sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa Utara.

Ditemukan pada usia muda dengan kelainan enfisema panlobular dengan

penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok

dengan kekurangan -1 antitrypsin yang berat.

2.1.4 Klasifikasi

Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) PPOK

diklasifikasikan ke dalam (Gold 2010):1

Derajat Klinis Faal paruGejala klinis (batuk, produksi sputum)

normal

Derajat I: PPOK ringan

Gejala batuk kronik dan produksi aputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun

VEP1/KVP < 70%VEP1 80% prediksi

Derajat II: PPOK sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya

VEP1/KVP < 70%50% < VEP1 < 80% prediksi

Derajat III: PPOK berat

Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan

VEP1/KVP < 70%30% < VEP1 < 50% prediksi

12

Page 13: laporan kasus PPOK.docx

berdampak pada kualitas hidup pasien

Derajat IV: PPOK sangat berat

Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa

VEP1/KVP < 70%VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi disertai gagal napas kronik

2.1.5 Patogenesis

Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari

respons inflamasi normal akibat iritasi kronik seperti asap rokok. Inflamasi

paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan proteinase. Sel inflamasi

PPOK ditandai dengan pola peradangan yang melibatkan neutrofil,

makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan

berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran udara dan parenkim

paru-paru.

2.1.6 Patofisilogi

Mekanisme patofisiologi yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala

yang khas, misalnya penurunan VEP1 yang disebabkan peradangan dan

penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun terjadi

akibat kerusakan parenkim paru pada emfisema.

1) Keterbatasan aliran udara dan air trapping

13

Page 14: laporan kasus PPOK.docx

Tingkat peradangan, fibrosis, dan ciaran eksudat di lumen saluran

napas kecil berkolerasi dengan penuruna VEP1 dan rasio VEP1/KVP.

Penurunan VEP1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan

napas perifer menyebabkan udara terperangkap dan emngakibatkan

hiperinflasi. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti

peningkatan kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan, yang

terlihat sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan.

Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme

utama timbulnya sesak napas pada aktivitas.

2) Mekanisme pertukaran gas

Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan

hipoksemia dan hiperkapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme.

Secara umumpertukaran gas memburuk selama penyakit berlangsung.

Tingkat keparahan emfisema berkolerasi dengan PO2 arteri dan tanda lain

dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.

3) Hipersekresi

Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus

melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.

4) Gambaran sistemik

Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF- IL-6,

dan radikal bebas, dapat mengakibatkan peningkatan proses osteoporosis,

depresi dan anemia kronik. Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler,

berkolerasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP).

14

Page 15: laporan kasus PPOK.docx

5) Eksaserbasi

Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih lanjut respons inflamasi

dalam saluran napas pasien PPOK. Keadaan ini dipicu oleh infeksi bakteri

atau virus atau polusi lingkungan. Pada eksaserbasi ringan dan sedang

terdapat peningkatan neutrofil, beberapa studi juga menemukan eosinofil

dalam sputum dan dinding saluran napas. Pada eksaserbasi berat, salah

satu penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil pada dinding saluran

napas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama eksaserbasi terlihat

peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengann pengurangan

aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak napas.

Gejala eksaserbasi: sesak bertambah, produksi sputum meningkat,

perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen). Eksaserbasi akut

dibagi menjadi 3: tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala, tipe II

(eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala, tipe III (eksaserbasi ringan),

memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran napas atau lebih dari 5 hari,

demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau

peningkatan frekuensi pernapasan > 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi >

20% nilai dasar.

2.1.7 Diagnosis

1. Anamnesis

15

Page 16: laporan kasus PPOK.docx

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan

lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap

rokok dan polusi udara.

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

2. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis

leher dan edema tungkai.

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi

- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer

16

Page 17: laporan kasus PPOK.docx

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan

dan pernapasan pursed lips breathing.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,

terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral

dan perifer.

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan

ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh

untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh

untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

3. Pemeriksaan Rutin

1. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau

VEP1/KVP (%).

- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred.) < 80% VEP1%

(VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE

meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari

20%.

Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan

APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -

20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

17

Page 18: laporan kasus PPOK.docx

Darah rutin

- Hemoglobin

- Hematokrit

- Trombosit

- Leukosit

- Analisa gas darah

Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru

lain.

Pada emfisema terlihat gambaran:

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop

appearance)

Pada bronkitis kronik:

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

4. Pemeriksaan penunjang lanjutan

Faal paru lengkap

Uji latih kardiopulmoner

Uji provokasi bronkus

Analisa gas darah

Radiologi

EKG

Ekokardiografi

Bakteriologi

Kadar -1 antitripsin

2.1.8 Diagnosis banding

18

Page 19: laporan kasus PPOK.docx

1. Asma

- Onset awal sering pada anak

- Gejala bervariasi dari hari ke hari

- Gejala pada malam/menjelang pagi

- Disertai atopi, rinitis atau eksim

- Riwayat keluarga dengan asma

- Sebagian besar keterbatasan aliran udara

- Reversibel

2. Gagal jantung kongestif

- Auskultasi terdengar rhonki halus di bagian basal

- Foto thoraks tampak jantung membesar, edema paru

- Uji faal paru menunjukkan restriksi

3. Bronkiektasis

- Sputum produktif dan purulen

- Umumnya terkait dengan infeksi bakteri

- Auskultasi terdengar rhonki kasar

- Foto thoraks/CT-Scan menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus

4. Tuberkulosis

- Onset segala usia

- Foto thoraks menunjukkan infiltrat

- Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)

- Prevalens tuberkulosis tinggi didaerah endemik

5. Bronkiolitis obliterans

- Onset pada usia muda, bukan perokok

- Mungkin memiliki riwayat rheumatois arthritis atau pajanan asap

- CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah hipodens

6. Panbronkiolitis difus

19

Page 20: laporan kasus PPOK.docx

- Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok

- Hampir semua menderita sinusistis kronik

- Foto thoraks dan HRCT torkas menunjukkan nodul opak menyebar

kecil di centrilobular dan gambaran hiperinflasi.

2.1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK secara umum, meliputi: edukasi, berhenti

merokok, obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis,

nutrisi.

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang

pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada

asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan

progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan

mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang

masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat

adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

Melaksanakan pengobatan yang maksimal

Mencapai aktiviti optimal

Meningkatkan kualitas hidup

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah:

Pengetahuan dasar tentang PPOK

Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

Cara pencegahan perburukan penyakit

Menghindari pencetus (berhenti merokok)

Penyesuaian aktivitas

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan

ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut:

Berhenti merokok

20

Page 21: laporan kasus PPOK.docx

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK

ditegakkan

Pengunaan obat - obatan

- Macam obat dan jenisnya

- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau

kalau perlu saja )

- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

Penggunaan oksigen

- Kapan oksigen harus digunakan

- Berapa dosisnya

- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi:

- Batuk atau sesak bertambah

- Sputum bertambah

- Sputum berubah warna

Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

2. Obat – obatan4

Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator

dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan

bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada

penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian

obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).

Macam - macam bronkodilator :

a. Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali

21

Page 22: laporan kasus PPOK.docx

perhari).

b. Golongan agonis -2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai

obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek

panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.

Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

c. Kombinasi antikolinergik dan agonis -2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang

berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana

dan mempermudah penderita.

d. Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa

atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan

bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka

panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

Anti inflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka

panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat

perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250

ml.

Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin, makrolid

22

Page 23: laporan kasus PPOK.docx

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,

makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih:

- Amoksilin dan klavulanat

- Sefalosporin generasi II & III injeksi

- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas

- Aminoglikose per injeksi

- Kuinolon per injeksi

- Sefalosporin generasi IV per injeksi

Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan

N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang

sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum

yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi

tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Antitusif

Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.

Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.

3. Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan kronik yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Manfaat oksigen: mengurangi

sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmoner,

mengurangi vasokontriksi, mengurangi hematokrit, memperbaiki fungsi

neuropsikiatri, dan meningkatkan kualitas hidup.

BAB IV

PEMBAHASAN

23

Page 24: laporan kasus PPOK.docx

Pasien laki-laki usia 57 tahun, datang ke IGD RSUD Bangkinang

pada tanggal 12 Januari 2015. Pada kasus ini diambil beberapa

pembahasan:

Diagnosis pada kasus ini adalah: PPOK eksaserbasi akut dengan

dispepsia. Dari anamnesis diketahui pasien dengan keluhan sesak nafas

semakin meningkat sejak 1 hari SMRS. Sesak semakin meningkat saat

beraktivitas. Riwayat sesak sejak 2 tahun yang lalu. Batuk berdahak

kehijauan 2 minggu, riwayat batuk sejak 2 tahun. Dari pemeriksaan

fisik paru didapatkan ekspirasi memanjang, wheezing (+/+). Dari

pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, pemeriksaan foto thorax

didapatkan kesan hiperinflasi. Pada PPOK eksaserbasi akut ditemukan

gejala berupa sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan

warna sputum (sputum menjadi purulen). Pada kasus ditemukan 3 gejala

tersebut, sehingga tergolong eksaserbasi berat (tipe I). Pasien memiliki

riwayat merokok sejak 39 tahun sebanyak 1 bungkus/hari. Pada kasus

didapatkan indeks Brinkman 1920, sehingga pasien ini tergolong perokok

berat.

Diagnosis dispepsia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien

mengeluh nyeri ulu hati sejak 1 minggu, dirasakan seperti ditusuk-tusuk

sampai kepunggung, nyeri bertambah saat perut kosong dan berkurang

setelah makan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan epigastrium.

Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi

segera eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi oksigen

adekuat, pemberian obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan

antibiotik. Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip

penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut, selama dirawat pasien mendapat

terapi O2 2 liter/menit, drip aminophylin 7,6 cc dalam D5%,

metilprednisolon 125 mg/12jam/iv, ceftriaxone 1 gram/12jam/iv dan nebu

ipratropium bromide 0,52 mg + salbutamol sulphate 3,01 mg 6x/hari.

24

Page 25: laporan kasus PPOK.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesi (PDPI). Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan PPOK di Indonesia. 2011

2. Wan C, Tze P.COPD in Asia. Where east meets west, Chest. 2011: hal 517-

27

3. Buist AS, McBurnie MA, Vollmer WM. International Variation in The

Prevalence of COPD (the BOLD Study) a population-based prevalence study.

Lancet: 2007

4. World Health Organization. COPD.Geneva: 2008

5. Katleen H, Dong Feng Gu. Risk Factors for COPD mortality in Chinese

Adult. AM Journal of Epidemiology Vol 167 issue 8.hal 1998- 1004

6. Di Pede C. Chronic Obstructive Lung Disease and Occupational Exposure.

Curt Op in Allergy Clin Immuno. 2012. Hal 115-121

7. Romieu, Trenga C. Diet and Obstructive Lung Disease. Epidemiol Dev : hal

268-287

8. Rojas S, Romieu, Perez P. Lung Function Growth im Children with Longterm

Exposure to Air Pollutans in Mexico City. Epidemiology 2006: 17. hal 266-

67

9. Alsaggaf. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Airlangga University; 2004

25