pbl blok 18 ppok.docx

32
Penyakit Paru Obstruktif Kronik Disusun oleh: Adrian Cristianto Yusuf 102010206 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Telephone: (021) 5694-2061 (hunting) Fax: (021) 563-1731 Pendahuluan Paru-paru merupakan organ yang sangat penting di mana fungsinya adalah sebagai alat pernapasan bagi makhluk hidup khususnya manusia. Dalam proses pernapasan, yang akan terjadi adalah pengambilan O 2 dari atmosfer lalu melepaskan gas CO 2 dari darah melalui alveoli paru-paru. Udara akan masuk melalui hidung lalu akan dilanjutkan hingga mencapai alveolus paru. Paru-paru bisa mengalami suatu proses peradangan bahkan akan menjadi rusak jika sudah terinfeksi baik oleh virus, 1

Upload: josephhalim

Post on 07-Dec-2015

238 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL blok 18 PPOK.docx

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Disusun oleh:

Adrian Cristianto Yusuf

102010206

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510

Telephone: (021) 5694-2061 (hunting)

Fax: (021) 563-1731

Pendahuluan

Paru-paru merupakan organ yang sangat penting di mana fungsinya adalah sebagai

alat pernapasan bagi makhluk hidup khususnya manusia. Dalam proses pernapasan, yang

akan terjadi adalah pengambilan O2 dari atmosfer lalu melepaskan gas CO2 dari darah

melalui alveoli paru-paru. Udara akan masuk melalui hidung lalu akan dilanjutkan hingga

mencapai alveolus paru.

Paru-paru bisa mengalami suatu proses peradangan bahkan akan menjadi rusak jika

sudah terinfeksi baik oleh virus, jamur, ataupun bahan lainnya. Hal ini tentu akan sangat

merugikan dan sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan kematian jika tidak segera

ditangani.

1

Page 2: PBL blok 18 PPOK.docx

Anamnesis

1. Identitas

2. Keluhan Utama (KU) : Sesak nafas

3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

o Berapa lama pasien merasa sesak napas? Kapan pasien merasa sesak napas: saat

istirahat atau saat sedang beraktifitas?

o Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas? Berapa jauh pasien dapat

berjalan? Apakah pasien mengalami keterbatasan olahraga yang progresif?

o Apakah pasien batuk? Jika ya, apakah ada sputum, berapa banyak, dan bagaimana

warnanya?

o Apakah terdapat mengi? Jika ya, kapan? Berapa lama pasien mengalami keadaan

seburuk ini? Kira-kira apa pemicunya?

o Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring?

o Pernahkah pasien mendapat ventilasi? Pernahkan pasien dirawat di rumah sakit? (Jika

ya, berapa hasil spirometri dan gas darah awal?)

o Apakah terdapat penurunan berat badan?

4. Keluhan Tambahan (KT): batuk berdahak warna putih sejak 3 hari yang lalu

5. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

o 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafasnya terasa berat terutama jika beraktifitas

berat dan bila sedang demam dan batuk.

o Merokok sejak usia 30 tahun sebanyak ± 1-2 bungkus/ hari → faktor resiko penyakit

yang diderita sekarang.

Derajat berat merokok = jumlah rata-rata batang rokok x lama rokok (tahun)

→ 1 bungkus = 12 batang

→ 24 x 30 = 720 (berat)

Ringan : 0-199

Sedang : 200-599

Berat : > 600

Kandungan rokok :

Nikotin

Racun, adiksi

2

Page 3: PBL blok 18 PPOK.docx

Mempengaruhi otak dalam waktu 10 detik → neurotransmitter

meningkat → perasaan relaks, aman, dan lain-lain

Carbon monoksida → mengganggu ikatan O2 dengan Hb

Tar

Karsinogenik

Substansi yang tebal, dan lengket

Rokok → dihisap → tar menempel di silia paru → fungsi silia

menurun →tar dan mukus paru menumpuk → tempat pertumbuhan

mikroorganisme yang baik dan mempersempit saluran respirasi →

menyebabkan penurunan elastisitas paru → menyebabkan penyakit

paru kroniks dan Ca paru.1

Pemeriksaan Fisik

o Inspeksi

Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelinan bentuk

dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.

1. Kelainan dinding dada

Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas

operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider nevi,

ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.

2. Kelainan bentuk dada.

Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar dari

diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu:

- Dada paralitikum dengan ciri-ciri dada kecil, diameter sagital pendek; sela iga

sempit, iga lebih miring, angulus costae <900, terdapat pasien dengan

malnutrisi.

- Dada emfisema (barrel shape) yaitu dada menggembung, diameter

anteroposterior lebih besar dari diameter latero-lateral; tulang punggung

melengkung (kifosis), angulus costae >900, terdapat pada pasien dengan

bronkitis kronis, PPOK.

3

Page 4: PBL blok 18 PPOK.docx

- Kifosis dengan ciri-cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan

ke arah anterior. Kelainan ini akan terlihat jelas bila pemeriksaan dilakukan

dari arah lateral pasien.

- Skoliosis cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah

lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior.

- Pectus excavatum cirinya dada dengan tulang sternum yang mencekung.

- Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) cirinya dada dengan tulang

sternum menonjol ke depan.

3. Frekuensi pernapasan

Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14

kali per menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan

serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipneu, misalnya pada

pneumonia, anksietas, asidosis.

4. Jenis pernapasan

- Torakal misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis umum.

- Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut.

- Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak). Pada perempuan sehat umumnya

pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-abdominal. Sedangkan pada

laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih dominan dan disebut abdomino-

torakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut perempuan

berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu

pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK. Di samping

itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila ada,

keadaan ini menunjukan adanya gangguan pada daerah tersebut.

- Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti menghembus

sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan pernapasan cuping

hidung, misalnya pada pasien pneumonia.

5. Pola pernapasan

- Pernapasan normal: irama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai

dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti.

- Takipnea: napas cepat dan dangkal.

- Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.

4

Page 5: PBL blok 18 PPOK.docx

- Pernapasan cheyne stokes: irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode

apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea

(pernafasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan

kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien

dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi karena terlambatnya

reseptor klinis medula otak terhadap pertukaran gas.

- Pernapasan biot (ataxic breathing): jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam

hal frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat pada cedera otak. Bentuk kelainan

irama pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi

gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini basanya merupakan pertanda

yang kurang baik.

- Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang

dalam.

o Palpasi

Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.

1. Palpasi dalam keadaan statis.

Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah:

- Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di

daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru

seperti kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke

daerah submandibula dan kedua aksila.

- Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum. Posisi mediastinum dapat

ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea dan apeks jantung.

- Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan dengan jari

tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tremor, nyeri

tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain.

2. Palpasi dalam keadaan dinamis.

Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan unutk menilai ekspansi paru serta

pemeriksaan vokal fremitus.

- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-

sama mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan inspirasi maksimal.

5

Page 6: PBL blok 18 PPOK.docx

Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya kelainan pada sisi

tersebut. untuk menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan

dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masing-

masing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang sisi lateral lengkung

iga. Kedua ibu jari harus saling berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan

sedikit diangkat ke atas sehingga bergerak bebas saat bernafas. Pada saat pasien

menarik napas dalam keadaan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini

memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut.

- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan

kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta

menyebut angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih

jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan secara bertahap tactile

fremitus secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada

paru bagian depan maupun belakang. Pada saat pemeriksaan kedua telapak tangan

harus disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini dilaporkan sebagai

normal, melemah, atau mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada

penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena

adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru

aktif).

o Perkusi

Berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam

yaitu:

- Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat

pada paru yang normal

- Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi jauh lebih

banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial,

pneumotoraks, dan bula yang besar

- Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya adanya

infiltrat/konsolidasi

Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.

6

Page 7: PBL blok 18 PPOK.docx

o Auskultasi

Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara

melalui sitem trakeobronkial.

Suara napas pokok yang normal terdiri dari:

- Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di mana fase

inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan

perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.

- Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang

di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase

inspirasi dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan

normal bisa didaptkan pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah

interskapula.

- Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase

ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda.

Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung.

Dalam keadaan normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni.

- Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah

trakea.

- Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya

perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol

kosong.

Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat didengar

pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial tidak akan terdengar

karena getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding

dada karena dihambat oleh udara yang terdapat dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal

misalnya pneumonia di mana alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang

atau menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik akan

menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada sehinggadapat terdengar sebagai suara

napas bronkovesikular (bila hanya sebagian alveoli yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila

seluruh alveoli terisi infiltrat).

7

Page 8: PBL blok 18 PPOK.docx

Suara nafas tambahan terdiri dari:

- Ronki basah (crakels atau rales): suara nafas yang terputus-putus, bersifat

nonmusical, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati

cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi menjadi ronki basah

halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus

terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus, sedangkannyang halus lagi berasal

dari alveoli yang disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi.

Krepitasi terutama dapat didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat

nyaring (bila ada infiltrat misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada

edema paru).

- Rongki kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang

relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang

menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki

kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada

serangan asma.

- Bunyi gesekan pleura (pleural friction rub): terjadi karena pleura parietal dan

viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura yang

meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini terdengar pada

akhir inspirasi dan awal ekspirasi.

- Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien

digoyang-goyangkan. Biasanya didaptkan pada pasien dengan hidropneumotoraks.

- Pneumothorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi

jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara di antara kedua lapisan pleura yang

menyelimuti jantung.

Pada pasien PPOK pada pemeriksaan fisik:

- Pasien biasanya tampak kurus dengan barel shaped chest (diameter anteroposterior

dada meningkat).

- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

- Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah,

pekak jantung berkurang.

- Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.2

8

Page 9: PBL blok 18 PPOK.docx

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rutin3

Faal paru 1. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP,

VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1

prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) <

80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling

umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK

dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak

mungkin dilakukan, APE meter walaupun

kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

dengan memantau variabiliti harian pagi

dan sore, tidak lebih dari 20%

2. Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan

spirometri, bila tidak ada gunakan APE

meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi

sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian

dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal

dan < 200 ml.

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK

stabil.

Darah rutin Hb, Ht, leukosit

Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk

menyingkirkan penyakit paru lain

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

9

Page 10: PBL blok 18 PPOK.docx

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

Jantung menggantung (jantung pendulum /

tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :

• Normal

• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21

% kasus

Diagnosis Kerja

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Penyakit Paru Ostruktif Kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh

hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel

parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik - Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak

minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak

disebabkan penyakit lainnya. Dispnea dan obstruksi saluran napas, seiring dengan elemen

reversibilitas, terjadi secara intermiten atau terus-menerus. Merokok sejauh ini adalah kausa

utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat menimbulkan proses yang sama, proses

patologis yang predominan adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan

mukosa dan hipersekresi mukus sehinggan terjadi obstruksi difus. Pada bronkitis kronik,

terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun tidak ada yang benar-benar

khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat dikaitkan dengan cedera dan

penyempitan kronik saluran napas. Gambaran patologis utama adalah perdangan saluran

napas, terutama saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar mukosa saluran napas besar

disertai peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas oleh mukus tersebut. Mukosa

saluran napas biasanya disebuki oleh sel radang, termasuk leukosit polimorfonukleus dan

limfosit. Peradangan mukosa dapat secara substansial mempersempit lumen bronkus. Akibat

peradangan kronik, lapisan normal epitel kolumnar berlapis semua bersilia sering diganti oleh

bercak-bercak metaplasia skuamosa. Tanpa adanya epiterl bronkus bersilia normal, fungsi

pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau bahkan lenyap sama sekali. hipertrofi dan

hiperplasia kelenjar submukosa merupakan gambaran yang mencolokm dengan kelenjar yang

10

Page 11: PBL blok 18 PPOK.docx

sering membentuk lebih dari 50% ketebalan dinding bronkus. Hipersekresi mukus menyertai

hiperplasia kelenjar mukosa, yang semakin mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos

bronkus sering dijumpai, dan hiperresponsivitas dapat dijumpai terhadap rangsang

bronkokonstriktor non-spesifik (termasuk histamin dan metakolin). Bronkiolus sering

disebuki oleh sel radang dan mengalami distorsi, disertai oleh fibrosis peribronkus.

Penyumbatan oleh mukus dan obstruksi lumen saluran napas halus sering ditemukan. Tanpa

adanya proses lain yang menimpa, misalnya pneumonia, parenkim paru untuk pertukaran gas,

yang terdiri atas unit-unit respiratorik terminal, umumnya tidak mengalami kerusakan. Hasil

kombinasi proses-proses diatas adalah obstruksi saluran napas kronik dan gangguan

pembersihan sekresi saluran napas.

Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronkitis kronik berpengaruh

besar pada ventilasi dan pertukaran gas. Obstruksi dengan waktu ekspirasi memanjang

menimbulkan hiperinflasi. Perubahan hubungan ventilasi-perfusi mengenai daerah-daerah

dengan rasio V/Q yang tinggi dan rendah. Yang terakhir ini terutama bertanggung jawab

menyebabkan hipoxemia istirahat yang lebih jelas dijumpai pada bronkitis kronik

dibandingkan pada emfisema.1

Manifestasi klinis

Batuk produktif

Mengi

Ronkhi kasar inspirasi dan ekspirasi

Takikardia (sering terjadi pada hipoxemia)

Polisitemia (oleh karena hipoxemia kronik)

Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara

distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak

penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita

asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan

memenuhi kriteria PPOK.3

Klasifikasi:1

Stage Gejala Klinis

Stage I : ringan Batuk kronik + produksi sputum ada tapi tidak selalu, pasien

11

Page 12: PBL blok 18 PPOK.docx

tidak menyadari bahwa faal paru turun

Stage II : sedang Sesak saat aktivitas, batuk + produksi sputum kadang terjadi,

pasien mulai mencari bantuan medis

Stage III : berat Sesak makin parah, penurunan aktivitas, fatigue

Stage IV : sangat berat Gejala diatas + gejala gagal jantung kanan

Diagnosis Banding

1. Bronkiekstasis

Bronkiekstasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus

yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding

bronkus. Bronkiekstasis diklasifikasikan dalam bronkiekstasis silindris, fusiform, dan kistik

atau sakular.

Bronkiekstasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada

penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H.

Influenzae dan P. Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiella dan Staphyolcoccus

aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan

pneumonia. Bronkiekstasis ditemukan pula pada pasien dengn infeksi HIV atau virus lain

seperti adenovirus atau virus influenza. Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan

penyakit ini adalah paparan substansi toksik, misalnya terhirupnya gas toksik (amonia,

aspirasi asam dari cairan lambung, dan lain-lain).

Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10

tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi serta ada atau tidaknya

komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan

pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada

posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkiekstasis. Pada

bronkiekstasis ringan mungkin tidak terdapat gejala. Kalau pun ada, biasanya batuk

bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Pada bronkiekstasis berat, pasien

mengalami batuk terus menerus dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang bertambah

berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam, tidak ada

nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan. Sesak nafas dan

sianosis timbul pada kelainan yang luas.

12

Page 13: PBL blok 18 PPOK.docx

Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat ronki basah sedang sampai

kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksan yang berulang. Kadang-

kadang dapat ditemukan ronki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup suara

napas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Pada kasus yang berat mungkin

terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal.4

2. Asma bronchial

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan

bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu.Asma dimanifestasikan

dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.Tingkat

penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda

dari penyakit paru obstruktif, dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel.

Gambar 5.Paru normal dan asma bronkhial

Gejala-gejala:

Sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu.

Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek)

serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus , olah raga atau

setelah terpapar oleh alergen maupun iritan.

Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.

Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang

berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyimengi terutama terdengar

ketika penderita menghembuskan nafasnya.

Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan

satu-satunya gejala.1

13

Page 14: PBL blok 18 PPOK.docx

3. Aspergilosis

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur Aspergilus. Di alam ini banyak

dijumpai spesies aspergilus berupa konidia atau spora yang berhamburan di udara sehingga

mudah dihirup melalui saluran napas. Yang paling sering menimbulkan infeksi pada manusia

adalah A.fumigatus, A.niger, A.flavus, A.clavatus, dan A.nidulans. Jamur Aspergilus bukan

jamur dimorfik, tumbuh di jaringan sebagai hifa sama seperti dalam media laboratorium.

Spora jamur terhirup dan kolonisasi di permukaan mukosa. Jamur dapat menembus jaringan

hanya bila ada gangguan sistem imun baik lokal atau sistemik. Dengan demikian Aspergilus

ini tidak dapat menembus jaringan pada orang normal.

Allergic bronchopulmonary aspergilosis (ABPA) banyak dijumpai pada pasien

dengan asma. Patogenesis penyakit ini belum sepenuhnya dimengerti. Mungkin reaksi

imunulogi tipe I dan III mempunyai peranan. Manifestasi klinis ABPA sangat bervariasi,

berupa badan tidak enak, demam, sesak, sakit dada, wheezing, dahak yang purulen dan batuk

darah. Dan juga sudah ada 5 macam staging ABPA yaitu akut, remisi, eksaserbasi berulang,

asma dependen, dan fibrosis paru.

Pada staging akut, muncul demam, batuk, sesak, dan sulit mengelurakan dahak,

peninggian serum IgE dan eosinofilia, pada radiologis ditemukan infiltrat paru. Pada saat

remisi, tidak ada gejala, penurunan serum IgE dan eosinofil darah, pada radiologis ada

resolusi infiltrat darah. Pada saat eksaserbasi berulang timbul gejala asma yang butuh

kortikosteroid jangka panjang, peningkatan IgE, gambaran radiologis berubah-ubah. Pada

staging fibrosis paru, pasien memberikan gejala sesak napas dan manifestasi fibrosis paru.

Faal paru menunjukkan adanya obstruksi dan atau retriksi yang ireversibel. Peninggian IgE

menunjukkan aktivitas yang lanjut, hasil radiologis menunjukkan fibrosis paru dan

diperlukan kortikosteroid jangka panjang.3

Etiologi

Merokok : paling sering ; tergantung dari dosis rokok, usia mulai merokok, jumlah

batang rokok/tahun, lamanya merokok

Terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

Infeksi saluran nafas bawah yang berulang

Genetik : defisiensi antitripsin α 1

14

Page 15: PBL blok 18 PPOK.docx

Status sosial ekonomi

Stres oksidatif : terjadi ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan.

Epidemiologi

Akhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru

obstruksi kronik semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka

mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi

gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan

119.000 meninggal selama tahun 2000.

Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit

jantung, kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini

mencapai 24 miliar per tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa

menjelang lensi tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.

Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari

keduabelas menjadi kelima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam

menjadi ke tiga. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK

bersama asma bronkial menduduki peringkat keenam. Merokok merupakan faktor risiko

terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor

genetik dan lain-lainnya.

Patofisiologi

Merokok sejauh ini adalah kausa utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin dapat

menimbulkan proses yang sama, proses patologis yang predominan adalah proses peradangan

saluran napas, disertai penebalan mukosa dan hipersekresi mukus sehingga terjadi obstruksi

difus. Pada bronkitis kronik, terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas, meskipun

tidak ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis bronkitis kronik dapat

dikaitkan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran napas. Gambaran patologis utama

adalah perdangan saluran napas, terutama saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar

mukosa saluran napas besar disertai peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas

oleh mukus tersebut. Mukosa saluran napas biasanya disebuki oleh sel radang, termasuk

leukosit polimorfonukleus dan limfosit. Peradangan mukosa dapat secara substansial

mempersempit lumen bronkus. Akibat peradangan kronik, lapisan normal epitel kolumnar

berlapis semua bersilia sering diganti oleh bercak-bercak metaplasia skuamosa. Tanpa adanya

15

Page 16: PBL blok 18 PPOK.docx

epitel bronkus bersilia normal, fungsi pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau

bahkan lenyap sama sekali. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar submukosa merupakan

gambaran yang mencolok dengan kelenjar yang sering membentuk lebih dari 50% ketebalan

dinding bronkus. Hipersekresi mukus menyertai hiperplasia kelenjar mukosa, yang semakin

mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos bronkus sering dijumpai, dan hiperresponsivitas

dapat dijumpai terhadap rangsang bronkokonstriktor non-spesifik (termasuk histamin dan

metakolin). Bronkiolus sering disebuki oleh sel radang dan mengalami distorsi, disertai oleh

fibrosis peribronkus. Penyumbatan oleh mukus dan obstruksi lumen saluran napas halus

sering ditemukan. Tanpa adanya proses lain yang menimpa, misalnya pneumonia, parenkim

paru untuk pertukaran gas, yang terdiri atas unit-unit respiratorik terminal, umumnya tidak

mengalami kerusakan. Hasil kombinasi proses-proses diatas adalah obstruksi saluran napas

kronik dan gangguan pembersihan sekresi saluran napas.

Obstruksi yang tidak seragam di saluran napas pada bronkitis kronik berpengaruh

besar pada ventilasi dan pertukaran gas. Obstruksi dengan waktu ekspirasi memanjang

menimbulkan hiperinflasi.

Penatalaksanaan

1. Medical Mentosa

a. BronkodilatorDiberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat

diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau

obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator

juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali per hari ).

Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat

pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.

Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak

16

Page 17: PBL blok 18 PPOK.docx

dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau

drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,

karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

mengatasi sesak (pelega napas, bentuk suntikan bolus atau drip untuk

mengatasi eksaserbasi akut). Penggunaan jangka panjang diperlukan

pemeriksaan kadar aminofilin darah.1

b. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti

uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator

meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I : amoksisilin, makrolid

Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid.

Perawatan di Rumah Sakit :

Amoksilin dan klavulanat

Sefalosporin generasi II & III injeksi

Kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomonas

Aminoglikose per injeksi

Kuinolon per injeksi

Sefalosporin generasi IV per injeksi

17

Page 18: PBL blok 18 PPOK.docx

d. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang

viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak

dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. AntitusifDiberikan dengan hati – hati.3

2. Non-Medical Mentosaa. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal

napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK

derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di

rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan

dengan cara :

ventilasi mekanik dengan intubasi

ventilasi mekanik tanpa intubasi

b. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya

kebutuhan energi akibat kerja otot respirasi yang meningkat karena

hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan

derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah Malnutrisi

dapat dievaluasi dengan :

Penurunan berat badan

Kadar albumin darah

Antropometri

Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)

Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

18

Page 19: PBL blok 18 PPOK.docx

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi

semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan

hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein

dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi

pada PPOK karena berkurangnya fungsi otot respirasi sebagai akibat sekunder

dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :

Hipofosfatemi

Hiperkalemi

Hipokalsemi

Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi

dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang

lebih sering.5

Komplikasi

Berikut adalah komplikasi-komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit paru obstruktif kronik:

Kor Pulmonal

Kor pulmonal disebabkan oleh peningkatan tekanan darah di arteri paru-paru,

pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru. Hal ini menyebabkan

pembesaran dan kegagalan berikutnya dari sisi kanan jantung.

Eksaserbasi akut PPOK

Secara sederhana, eksaserbasi dapat didefinisikan sebagai memburuknya gejala

PPOK. Banyak orang dengan PPOK menderita beberapa episode eksaserbasi akut

tahun, sering menyebabkan rawat inap meningkat, kegagalan pernapasan dan

bahkan kematian.

Hipertensi paru

19

Page 20: PBL blok 18 PPOK.docx

Hipertensi paru terjadi ketika ada abnormal tekanan tinggi dalam pembuluh darah

paru-paru. Normalnya, darah mengalir dari jantung melewati paru-paru, di mana

sel-sel darah mengambil oksigen dan mengirimkannya ke tubuh. Pada hipertensi

paru, arteri paru menebal. Ini berarti darah kurang mampu mengalir melalui

pembuluh darah.

Pneumotoraks

Pneumotoraks didefinisikan sebagai akumulasi udara atau gas di ruang antara paru

dan dinding dada. Pneumotoraks terjadi karena lubang yang berkembang di paru-

paru, yang memungkinkan udara untuk melarikan diri dalam ruang di sekitar paru-

paru, menyebabkan paru-paru untuk sebagian atau seluruhnya runtuh. Orang yang

memiliki PPOK berada pada risiko lebih besar untuk pneumotoraks karena struktur

paru-paru mereka lemah dan rentan terhadap perkembangan spontan dari jenis

lubang.

Polisitemia sekunder

Polisitemia sekunder diperoleh dari kelainan langka yang ditandai oleh kelebihan

produksi sel darah merah dalam darah. Ketika terlalu banyak sel darah merah yang

diproduksi, darah menjadi tebal, menghalangi perjalanan melalui pembuluh darah

kecil. Pada pasien dengan COPD, polisitemia sekunder dapat terjadi sebagai tubuh

mencoba untuk mengkompensasi penurunan jumlah oksigen dalam darah.

Kegagalan pernafasan

Kegagalan pernapasan terjadi ketika paru-paru tidak dapat berhasil mengekstrak

oksigen yang cukup dan / atau menghapus karbon dioksida dari tubuh. Kegagalan

pernapasan dapat disebabkan oleh sejumlah alasan, termasuk PPOK atau

pneumonia.6

Prognosis

Secara umum, prognosis yang didapatkan adalah buruk. PPOK merupakan penyakit

yang secara progresif mengalami perburukan, terutama jika pasien terus merokok. Pasien

dengan PPOK mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mendapat infeksi paru-paru yang

dapat membawa kepada kematian pasien. Apabila terjadi kerusakan yang non-reversible pada

paru, jantung juga akan ikut terpengaruh. Pasien dengan PPOK akhirnya meninggal apabila

20

Page 21: PBL blok 18 PPOK.docx

paru-paru tidak dapat berfungsi dan oksigen tidak bisa masuk ke organ tubuh dan jaringan,

atau pada saat terjadinya komplikasi seperti infeksi berat. Pengobatan yang tepat pada PPOK

dapat membantu mencegah komplikasi, memperpanjang jangka hidup selain meningkatkan

kualitas hidup pasien.1

Kesimpulan

PPOK adalah penyakit obstruksi jalan napas yang umumnya bersifat progresif.

berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK yaitu kebiasaan merokok polusi udara,

paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja, riwayat infeksi saluran napas.

Penatalaksanaannya bisa diberikan terapi oksigen, bronkodilator dan sebagainya. Pencegahan

penyakit ini yaitu menghindari polusi udara baik di luar maupun di dalam ruangan, asap

rokok, dan mengurangi paparan dari pekerjaan yang meningkatkan resiko terkena penyakit

paru obstruktif kronik.

Daftar Pustaka

21

Page 22: PBL blok 18 PPOK.docx

1. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid I.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2007.h.18, 2197-11

2. Bickley SL. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2008.h.15-6

3. Junaidi I. Penyakit paru dan saluran napas. Jakarta. PT Buana Ilmu Populer;

2010.h.43-5

4. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.120-2

5. Effendy C. Keperawatan medikal bedah: klien dengan gangguan sistem pernapasan.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2004.h.115-8

6. Deborah Leader. Sebuah panduan komprehensif untuk komplikasi PPOK. Diunduh

darihttp://copd.about.com/od/complicationsofcopd/tp/copdcomplications.htm/

01/06/2009. 21 Februari 2015.

22