laporan kasus peritonitis

53
LAPORAN KASUS PERITONITIS AKUT GENERALISATA Disusun oleh: Ian Huang 17120080098 Pembimbing: dr. Edwin M Kamil, SpB

Upload: agung-h

Post on 24-Sep-2015

1.709 views

Category:

Documents


450 download

DESCRIPTION

peritonitis

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSPERITONITIS AKUT GENERALISATA

Disusun oleh:Ian Huang 17120080098

Pembimbing:dr. Edwin M Kamil, SpB

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAKUNIVERSITAS PELITA HARAPANPERIODE 16 SEPTEMBER 2013 22 NOVEMBER 2013DAFTAR ISIDAFTAR ISI2BAB 1 PENDAHULUAN3BAB 2 LAPORAN KASUS42.1IDENTITAS PASIEN42.2ANAMNESIS42.3PEMERIKSAAN FISIK62.4PEMERIKSAAN PENUNJANG82.5RESUME102.6DIAGNOSIS112.7PENATALAKSANAAN112.8FOLLOW UP132.9PROGNOSIS17BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA182.1DEFINISI & KLASIFIKASI182.2ANATOMI & FISIOLOGI PERITONEUM182.3EPIDEMIOLOGI242.4ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI & MANIFESTASI KLINIS252.5DIAGNOSIS262.6TATALAKSANA282.7 PROGNOSIS30BAB 4 DISKUSI32DAFTAR PUSTAKA35

BAB 1 PENDAHULUAN

Peritonitis merupakan suatu kejadian mengancam nyawa yang umumnya disertai adanya bacteremia dan sindrom sepsis.1 Peritonitis sendiri didefinisikan sebagai adanya peradangan pada peritoneum baik lokal atau difus (generalisata) dari lokasinya, akut atau kronik dari natural history, dan infectious atau aseptik dari patogenesisnya. Peritonitis akut umumnya bersifat infectious dan berhubungan dengan perforasi holoviskus (disebut sebagai peritonitis sekunder).1,2 Etiologi umum dari peritonitis sekunder, antara lain appendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum (gaster atau duodenum), perforasi colon (sigmoid) karena diverticulitis, volvulus, kanker, dan strangulasi.2 Tingkat mortalitas dari peritonitis yang terasosiasi dengan perforasi ulkus, appendiks, dan diverticulum dibawah 10% pada pasien tanpa riwayat penyakit penyerta, namun tingkat mortalitas sampai 40% dilaporkan pada pasien geriatrik, pasien dengan riwayat penyakit penyerta, dan apabila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam.1 Oleh karena itu, sebagai calon dokter umum yang akan berjaga di Unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit, harus dapat mendiagnosis dan memberikan penanganan awal yang tepat pada peritonitis akut agar resiko terjadinya mortalitas dapat dihindari.Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang pria berusia 40 tahun yang datang dengan kondisi klinis peritonitis generalisata akut dengan riwayat dyspepsia kronis dan hernia skrotalis.

BAB 2LAPORAN KASUS

2.1IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. GNomor M.R.: 30 26 **Jenis kelamin: PriaTempat, tanggal lahir: Jakarta, 5/07/1973Umur: 40 tahunStatus Kawin: MenikahAgama: IslamPekerjaan: Wiraswasta (Pemilik sebuah toko yang menjual bahan makanan)Alamat : Bambu LaranganTanggal dan jam MRS: 11/10/2013, pk 18.30Tanggal Periksa: 11/10/2013, pk 18.30

2.2ANAMNESIS (Autoanamnesis pada tanggal 11 Oktober 2013) Keluhan Utama:Nyeri perut hebat mendadak di seluruh bagian perut sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke UGD RS Marinir Cilandak dengan keluhan nyeri hebat 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri tersebut dirasakan muncul mendadak, seperti ditusuk-tusuk, terus-menerus, dirasakan awalnya hanya di ulu hati kemudian menjadi seluruh bagian perut, dan semakin lama-semakin nyeri, skor nyeri 7/10, apabila pasien batuk, berdiri, atau berjalan, nyerinya bertambah. Setelah merasakan nyeri, pasien merasa mual namun tidak muntah. Buang angin terakhir 2 jam yang lalu (pukul 16.00) dan buang air besar 5 jam yang lalu (pukul 13.00). Buang air besar konsistensi lunak dan berwarna coklat, normal seperti biasanya. Buang air kecil tidak nyeri, warna urin kuning, dan volum normal seperti biasa. Pasien terakhir makan 2 jam yang lalu dan pada saat itu belum merasakan adanya nyeri, penurunan nafsu makan, dan keluhan apapun. Pasien merasa meriang dan panas ketika sudah hampir sampai di rumah sakit. Pasien belum minum obat apapun dan langsung dibawa oleh keluarga menuju UGD Rumah Sakit Marinir Cilandak. Pasien memiliki riwayat penyakit maag sejak 5 tahun yang lalu. Pasien sering mengkonsumsi obat maag yang dijual di apotek secara bebas apabila maagnya kambuh. Awalnya pasien pikir sakit yang dirasakannya adalah penyakit maagnya, namun sakit bertambah parah sehingga pasien sadar bahwa ini bukan sakit maag yang biasa dialaminya. Pasien menderita turun berok sejak 6 bulan yang lalu dan diobati secara pengobatan alternatif (dipijit). Benjolan terasa berada di kantung zakar nya, sebelumnya dapat hilang timbul (naik turun), namun baru 1 minggu belakangan ini pasien sadar bahwa turun beroknya tidak dapat naik turun lagi. Pasien menyangkal adanya benturan terhadap perutnya. Riwayat Penyakit Dahulu:Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, alergi obat, maupun penyakit jantung, kencing manis, darah tinggi, dan asma.

Riwayat Penyakit Keluarga:Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa seperti pasien. Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit kencing manis, tekanan darah tinggi maupun sakit jantung.

Riwayat KebiasaanPasien tidak memiliki kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, dan menggunakan narkoba.

Riwayat Sosial Ekonomi :Keadaan sosial ekonomi pasien menengah, pasien dan istrinya adalah seorang pemilik sebuah toko kecil yang menjual bahan makanan di kawasan Jakarta Selatan.2.3PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan Fisik dilakukan di UGD pada tanggal 11 Oktober 2013. Status Generalis Keadaan Umum: Sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tanda-Tanda Vital: Tekanan darah: 120/70 mmHg Pernafasan: 18 kali/menit Nadi: 72 kali/menit Suhu : 37,5 oC

KepalaNormosefali tanpa tanda trauma

MataKonjungtiva anemis -/-Sklera ikterik -/-Pupil bulat isokor, diameter 3 mm / 3 mmRefleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+Visus OD/OS: tidak ada kelainan

TelingaBentuk normal, tidak ada luka, perdarahan, ataupun cairan

HidungSeptum nasi tidak deviasi, tidak ada perdarahan aktif, sekret tidak ada.

MulutTidak ada ulkus, gigi-geligi baik, mukosa lembab.

ThoraxDinding dada terlihat simetris kanan dan kiri,retraksi atau penggunaan otot pernapasan tambahan (-)

JantungInspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampakPalpasi : Iktus kordis teraba di interkostal V linea midklavikula sinistraPerkusi : Batas jantung kanan pada linea parasternal interkostal III dekstra, batas jantung kiri pada 2 cm medial dari linea midklavikula interkosta V sinistra, batas atas jantung pada linea parasternal interkosta III sinistraAuskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

ParuInspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamisPalpasi : Vokal fremitus teraba sama di kedua lapang paruPerkusi : Bunyi perkusi sonor pada kedua lapang paruAuskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

AbdomenInspeksi : dinding abdomen datar seperti papan dan tidak banyak bergerak ketika inspirasi-ekspirasi , tidak tampak darm contour atau darm steifung.Auskultasi : bising usus menurun Palpasi : defense muscular (+), nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+), nyeri lepas seluruh lapang abdomen (+), Point of maximal tenderness ditemukan pada regio abdomen kuadran kanan bawah (Macburneys Point), hepar tidak teraba, limpa tidak teraba.Perkusi : nyeri saat perkusi (+) di seluruh lapang abdomen, timpani

GenitaliaInspeksi: terlihat adanya benjolan pada skrotum sinistraPalpasi: teraba benjolan dengan konsistensi kenyal dan lunak, nyeri tekan (-), benjolan dapat dimasukan kedalam rongga abdomen (reducible)Auskultasi: Bising usus (+)Pemeriksaan khusus: invagination test (+), occlusion test (+)

ExtremitasEdema (-), deformitas (-), akral hangat.

2.4PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : (11/10/2013 pk 19.00)TESHASILUNITNILAI NORMAL

Darah Rutin

Hemoglobin14,9g/dL12 16

Hematokrit45%37 54

Leukosit13.300/L5.000 10.000

Trombosit323.000/L150.000 400.000

CT5menit2 6

BT3menit1 3

Glukosa Sewaktu189mg/dL3L) hangat dilakukan hingga cairan bilasan jernih dengan tujuan mengurangi bacterial load dan mengeluarkan pus (mencegah sepsis dan re-akumulasi dari pus).4,11,13 Tidak direkomendasikan pembilasan dengan menggunakan iodine atau agen kimia lainnya. Setelah selesai, maka rongga abdomen ditutup kembali. Secara ideal, fascia ditutup dengan benang non-absorbable dan kutis dibiarkan terbuka dan ditutup dengan kasa basah selama 48-72 jam. Apabila tidak terdapat infeksi pada luka, penjahitan dapat dilakukan (delayed primary closure technique). Teknik ini merupakan teknik closed-abdomen, pada laporan kasus ini tidak akan dibahas secara mendalam mengenai teknik open-abdomen). 2.7 PROGNOSISTingkat mortalitas pada peritonitis umum adalah bervariasi dari dibawah 10%-40% pada perforasi kolon (Tabel 1).11 Faktor yang mempengaruhi tingkat mortalitias yang tinggi adalah etiologi penyebab peritonitis dan durasi penyakitnya, adanya kegagalan organ sebelum penanganan, usia pasien, dan keadaan umum pasien.Tingkat mortalitas dibawah 10% ditemukan pada pasien dengan perforasi ulkus atau appendicitis, pasien usia muda, kontaminasi bakteri yang minim, dan diagnosis-penanganan dini. Skor indeks fisiologis yang buruk (APACHE II atau Mannheim Peritonitis Index), riwayat penyakit jantung, dan tingkat serum albumin preoperatif yang rendah merupakan pasien resiko tinggi yang membutuhkan penanganan intensif (ICU) untuk menurunkan angka mortalitas yang tinggi. Tabel 1. Tingkat mortalitas peritonitis umum berdasarkan etiologi

Tabel dikutip dari: Doherty GM. Chapter 22. Peritoneal Cavity. In: Doherty GM, ed.CURRENT Diagnosis & Treatment: Surgery. 13th ed. New York: McGraw-Hill; 2010. http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5215855. Accessed November 11, 2013.

BAB 4DISKUSIPasien yang dibahas dalam laporan kasus ini adalah seorang pria berusia 40 tahun mengeluhkan adanya nyeri perut hebat yang muncul mendadak di seluruh perutnya sejak 1 jam yang lalu. Akut abdomen merupakan istilah yang umum digunakan untuk kondisi pasien ini, yaitu adanya nyeri perut mendadak yang tidak diketahui penyebabnya (namun berasal dari gangguan intra-abdomen) yang hebat yang muncul kurang dari 24 jam dan umumnya membutuhkan diagnosis dini dan penanganan pembedahan emergency.14 Akut abdomen memiliki variasi diagnosis banding yang cukup banyak sehingga membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi awal yang memudahkan klinisi untuk mengetahui etiologi dari akut abdomen adalah lokasi nyeri.14 Keluhan nyeri beserta seluruh karakteristik nyeri pada pasien ini sebenarnya sugestif sudah terjadi peritonitis akut (karena nyeri dirasakan di seluruh lapang abdomen), namun hal penting yang perlu diketahui adalah awalnya nyeri hanya dirasakan di ulu hati saja (regio epigastrium). Nyeri epigastrik sebelum terjadinya nyeri di seluruh abdomen disertai adanya riwayat dyspepsia kronis (sejak 5 tahun yang lalu) mengarahkan kemungkinan diagnosis pada perforasi ulkus peptikum. Namun begitu, pasien juga memiliki riwayat hernia skrotalis sejak 6 bulan lalu yang dalam 1 minggu ini dirasakan tidak dapat naik turun seperti biasanya sehingga kemungkinan terjadinya strangulasi harus dipikirkan. Appendisitis perforasi sebagai salah satu diagnosis banding etiologi dari peritonitis harus selalu dipikirkan kemungkinannya karena merupakan penyebab utama yang paling sering menyebabkan peritonitis (walaupun nyeri kuadran kanan bawah tidak dikeluhkan oleh pasien). Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan suhu (37,5 celcius) pada tanda-tanda vital (lainnya dalam batas normal). Pada pemeriksaan abdomen ditemukan adanya perut datar seperti papan (hampir tidak pergerakan ketika inspirasi-ekspirasi), bising usus (+) tetapi menurun, tidak supel, nyeri tekan dan nyeri lepas positif pada seluruh lapang abdomen, dan defense muscular positif. Pemeriksaan genitalia ditemukan benjolan pada skrotum sinistra tanpa tanda-tanda peradangan, dapat dimasukan ke rongga abdomen, konsistensi lunak, invagination dan occlusion test positif. Pemeriksaan abdomen pada pasien ini jelas menunjukan adanya peritonitis umum. karena ditemukan trias peritonitis yang sering digunakan secara klinis adalah adanya nyeri tekan, nyeri lepas, dan defense muscular pada seluruh lapang abdomen. Bising usus yang menurun merupakan tanda paralisis peristalsis usus (ileus paralitik) yang umum ditemukan pada pasien peritonitis. Point of maximal tenderness ditemukan pada Macburneys Point disertai tes reduksi, tes invaginasi dan oklusi yang positif, tanpa adanya nyeri tekan dan tegang pada daerah tersebut, menunjukan hernia skrotalis sinistra masih reponibilis (bukan strangulata) dan diagnosis etiologi peritonitis generalisata mengarah ke appendisitis perforasi. Pemeriksaan penunjang berupa ekg tidak ditemukan adanya kelainan dan pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis yakni 13.300/L, namun tidak mengarahkan diagnosis secara spesifik. Dari seluruh gejala-tanda klinis, serta pemeriksaan penunjang, ditetapkan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah peritonitis akut generalisata ec suspek appendisitis perforasi (dengan diagnosis banding perforasi ulkus peptikum) serta adanya hernia skrotalis sinistra reponibilis. Pasien direncanakan untuk dilakukan operasi cito laparatomi (pasien datang ke UGD pada pukul 18.30 dan operasi dilaksanakan pada pukul 21.00). Pasien langsung dipuasakan makan dan minum, diberikan infus RL sebanyak 30tpm (2000 mL/24 jam), antibiotik (sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxone dengan dosis 1x2 gram intravena dikombinasikan dengan metronidazole untuk bakteri anaerob yaitu 3x500 mg intravena), analgetik untuk mengurangi nyeri pasien karena pasien sangat kesakitan (ketorolac 3x30 mg), dan ranitidine 2x50 mg untuk mengurangi ekskresi asam lambung (karena pasien dipuasakan).Operasi laparatomi dilaksanakan dengan insisi midline dan pada saat peritoneum dibuka, pus keluar sekitar 200 cc. Dilakukan irigasi dengan NaCl, kemudian dieksplorasi, ditemukan adanya perlengketan, sehingga dilakukan pemotongan omentum. Appendiks ditemukan retrocaecal, panjang sekitar 5 cm, hiperemis, dan perforasi. Appendektomi dilakukan, rongga peritoneum kembali diirigasi dengan NaCl, dan drain dipasang. Operasi laparatomi berlangsung selama 2,5 jam. Selanjutnya, operasi hernioraphy dilaksanakan untuk hernia skrotalis sinistra. Total durasi operasi adalah 3,5 jam. Instruks pascaoperasi: pasien dipuasakan hingga bising usus (+) dan flatus (+), pemberian obat-obatan: IVFD Ringer Laktat 30 tpm (drip Tramadol 100mg dalam kolf pertama) , Ceftriaxone 1x2gr IV (drip dalam NaCl 100cc), Metronidazole 3x 500 mg IV, Ketorolac 3x30 mg IV, Asam Traneksamat 3x500 mg IV, Ondansetron 3x8 mg IV, Ranitidin 2x50 mg IV. Pada pascaoperatif laparatomi yang harus diperhatikan adalah adanya tanda-tanda klinis peritonitis pascaoperatif (defense muscular dan adanya pus yang banyak pada drain). Pascaoperasi hari pertama, pasien merasa sangat kembung dan masih belum flatus, oleh karena itu dipasang NGT untuk dekompresi lambung, pasien masih dipuasakan, dan infus diganti RL:D5 (2:2).Tidak ditemukan adanya tanda defense muscular, drain terpasang dengan volume darah 5cc/24 jam. Pada hari kedua, keluhan kembung pasien sudah berkurang dan flatus (+), bising usus (+) namun masih belum normal sehingga pasien masih dipuasakan. Hari berikutnya (Pascaoperasi hari III) bising usus sudah membaik, NGT dilepas, dan diet lunak dijalankan. Pada pascaoperasi hari ke IV pasien dipulangkan.

DAFTAR PUSTAKA1. Silen W. Chapter 300. Acute Appendicitis and Peritonitis. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons Principles of Internal Medicine. 18 edition. The McGraw Hill Companies. 2012. Accessed in: http://ezproxy.library.uph.edu:2076/content.aspx?aID=9132908 2. Daley BJ, Katz J. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Emedicine Medscape 2013. Accessed in: http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#showall3. Sartelli M. A Focus on Intra-Abdominal Infections. W J Emerg Surg 2010;5:94. Ordoez CA, Puyana JC. Management of Peritonitis in the Critically Ill Patient. Surg Clin North Am 2006; 86(6): 1323495. Moore KL, Agur AMR. Chapter 2. Abdomen. In: Moore KL, Agur AMR. Essential Clinical Anatomy. 3rd Edition. Lippincott & Williams Wilkins. 2007. p. 118-2046. Standring S. Chapter 64. Peritoneum and Peritoneal Cavity. In: Standring S. Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 40th Edition. Churchill Livingstone El Sevier. 2008.7. Neurobiology of Visceral Pain. International Association for the Study of Pain 2012. Accessed in: http://www.iasp-pain.org/AM/Template.cfm?Section=Fact_Sheets5&Template=/CM/ContentDisplay.cfm&ContentID=161948. Johnson CC, Baldessarre J, Levison ME. Peritonitis: Update on Pathophysiology, Clinical Manifestations, and Management. Clin Inf Dis 1997;24:1035-479. Gupta S, Kaushik R. Peritonitis - the Eastern experience. World J Emerg Surg 2006; 1:13.10. Malangoni M, Inui T. Peritonitis - the Western experience. World J Emerg Surg 2006; 1(1):25.11. Doherty GM. Chapter 22. Peritoneal Cavity. In: Doherty GM, ed.CURRENT Diagnosis & Treatment: Surgery. 13th ed. New York: McGraw-Hill; 2010. http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5215855. Accessed November 11, 2013.12. Baron MJ, Kasper DL. Chapter 127. Intraabdominal Infections and Abscesses. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons Principles of Internal Medicine. 18 edition. The McGraw Hill Companies. 2012. Accessed in: http://ezproxy.library.uph.edu:2076/content.aspx?aID=9119694&searchStr=peritonitis13. Peralta R, Geibel J. Surgical Approach to Peritonitis and Abdominal Sepsis. Emedicine Medscape 2013. Accessed in: http://emedicine.medscape.com/article/1952823-overview#showall14. Siegenthaler W. Acute Abdomen. In: Siegenthaler W. Differential Diagnosis in Internal Medicine: From Symptom to Diagnosis. Thieme. 2007. p. 257-815. Cartwright SL, Knudson MP. Evaluation of Acute Abdominal Pain in Adults. Am Fam Physician 2008;77(7):971-8

[Type text]

2