peritonitis 1

24

Click here to load reader

Upload: fathimatuzzahro-fathim

Post on 13-Aug-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

presus

TRANSCRIPT

Page 1: Peritonitis 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peritonitis merupakan keadaan yang sangat serius. Diagnosa dini dan

diikuti dengan tindakan Bedah yang cepat serta terapi suportif lain dapat

menekan angka mortalitas yang tinggi. (1)

Di daerah tropis, penyebab peritonitis berbeda dengan di daerah beriklim

dingin dan menurut D.J.B. Falconer, reaksi peritoneum pada penduduk asli

Afrika jauh lebih ringan daripada orang Eropa, sehingga rigiditas dan resistensi

muskuler kurang nyata dan nyeri tekan dapat menjadi satu-satunya tanda yang

positif. (2)

Peritoneum itu sendiri merupakan lapisan sel mesotel yang meliputi

rongga perut (peritoneum parietale) dan alat tubuh dalam rongga perut

(peritoenum viserale) berasal dari lapisan mesoderm embrional dimana fungsi

peritoneum merupakan suatu membran semi permiabel untuk dialisis yang terus

menerus membuat dan mengabsorbsi cairan jernih, serta memisahkan zat-zat

satu sama lain. (3)

Jumlah seluruh permukaan peritoneum lebih kurang 1,8 m2 mendekati

luas permukaan kulit tubuh peritoneum menutupi semua organ-organ intestinal

dan dinding abdomen, diafragma, retroperitoneum dan pelvis. (4)

Peradangan peritoenum yang meluas atau peritonitis generalisata

merupakan satu-satunya penyebab kematian yang paling sering. Pada

kebanyakan kasus, kecuali kalau penderitanya benar-benar sudah berada dalam

keadaan akan meninggal, tindakan membuka abdomen segera atau kemudian

harus dilakukan demi tujuan drainase. (2)

Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut

umumnya wanita, gemuk dan berusia di atas 40 tahun. Tetapi menurut Lesmana

L.A dan kawan-kawan hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara

kita.

1

Page 2: Peritonitis 1

Menurut R. Simandibrata peritonitis primer terjadi biasanya pada anak-

anak dengan sindrom nefrotik atau sirosis hati. Lebih banyak terdapat pada anak

perermpuan daripada anak laki-laki.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui jumlah insiden

peritonitis di RSMS beserta penanganannya dan merupakan sebagai data dasar

yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

C. Metode Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis peritonitis di

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2000-2001.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif retrospektif dengan

menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien di bagian bedah di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

2

Page 3: Peritonitis 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang

kaya akan vaskularisasi dan aliran limfe. Abses abdominal merupakan salah satu

akibat dari peritonitis (5).

Etiologi peritonitis (1,2,5,6,7,8)

1. Peritonitis tuberkulosa

Peritonitis tuberkulosa merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau

viseral yang diakibatkan oleh kuman mysobacterium tuberkulosis. Biasanya

proses tuberkulosa di paru menyembuh terlebih dahulu, sedangkan penyebaran

masih berlangsung di tempat lain.

2. Obstruksi usus

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)

aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut atau

kronik, parsial atau total.

3. Kolesistitis akut

Kolesistitis akut adalah suatu peradangan pada kandung empedu yang umumnya

disebabkan oleh batu empedu.

4. Trauma abdomen

Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi karena adanya luka pada isi rongga

perut yang dapat terjadi dengan atau tanpa tertembusnya dinding perut yang bila

terjadi perdarahan atau peradangan dalam rongga peritoneum dapat menjadi

peritonitis.

Adanya darah atau cairan usus dalam rongga peritoneum akan memberikan

tanda-tanda rangsangan peritoneum kemudian terjadi kekakuan dinding perut

yang diakibatkan oleh hematoma pada dinding perut.

Peritonitis dapat disebabkan oleh trauma pada abdomen yaitu trauma oleh benda

tajam, luka tembak, trauma tumpul, yang tidak ditangani dengan baik terutama

pada “port d’entre” yang mengakibatkan infeksi pada peritoneum.

5. Apendicitis perforasi

3

Page 4: Peritonitis 1

Adanya fekalit di dalam lumen, umur dan kelambatan diagnosis merupakan

faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks.

6. Kasus Obsgin

Sepsis merupakan penyakit kematian tersering pada penderita trauma, infeksi

pasca trauma sangat bergantung pada usia penderita, waktu antara trauma dan

penanggulangannya, kontaminasi luka, jenis dan sifat luka, kerusakan jaringan,

syok, jenis tindakan dan pemberian antibiotik.

Patofisiologi

Untuk dapat mengenal dini tanda-tanda peritonitis dan untuk dapat

menangani secara baik perlu mengetahui patofisiologi peritonitis dengan baik.

Peritonitis sebagai proses inflamasi atau proses peradangan peritoneum termasuk

sebagian atau seluruh organ di dalam rongga peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami udem. Udem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler

oragn-organ tersebut meninggi. Juga terdapat sekuestrasi cairan ke rongga

peritoneum dan lumen usus. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum dan

lumen-lumen serta udem seluruh organ intra peritoneal dan udem dinding abdomen

termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertmbah

dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, muntah serta diare. Usus-

usus mengalami paralisis sehingga terdapat tanda-tanda obstruksi usus paralitik.

Abdomen membuncit tanpa terdengar bunyi usus, sementara proses tersebut

di atas berlangsung, berlangsung pula invasi kuman keseluruhan jaringan intra

peritoneal dan kealiran darah, sepsis, DIC, shock dan akhirnya dapat meninggal.

Jenis Peritonitis

A. Peritonitis Akut

1. Sebab bakterial

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi (secara inokulasi

kecil-kecilan) bakteria : kontaminasi yang terus-menerus, bakteria virulen,

resistensi yang menurun dan adanya asites, benda asing atau ensim pencerna

aktip, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.

a. Peritonitis bakterial primer

4

Page 5: Peritonitis 1

Merupakan akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada ruang

peritoneal. Organisme yang umum untuk itu adalah streptokokus dan

pnemokokus. Keadaan-keadaan di atas umumnya terjadi pada penderita

asites.

b. Peritonitis bakterial sekunder

Ini mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi saluran pencernaan atau

saluran kemih dan peritonitis jenis ini lebih sering terjadi dibandingkan

dengan jenis primer.

2. Sebab kimiawi

a. Getah lambung pankreas

Getah-getah ini dapat mengiritasi hebat peritoneum dan dapat

menyebabkan syok dalam waktu singkat. Dapat terjadi, iritasi kimiawi

ini ditunggangi dengan peritonitis sekunder bakterial.

b. Empedu

Pada tak adanya bakteria dan getah pankreas, empedu dapat

menimbulkan reaksi peritoneal kecil. Pada adanya bakteria dan getah

pankreas akan menambah hebatnya peritonitis yang terjadi.

c. Darah

Merupakan iritan yang ringan bagi rongga peritoneal. Pada adanya

bakteria dan benda asing lainnya atau benda sisa, dapat menyebabkan

peradangan.

d. Urin

Urin sendiri sebenarnya tak terlalu mengiritasi, tetapi bila tercemar

dengan bakteria, dapat menyebabkan peritonitis hebat.

B. Peritonitis Kronik

1. Asites khilus

a. Asites khilus bawaan

Adalah dikarenakan adanya hubungan abnormal antara aliran limfatik

abdomen dengan rongga peritoneal. Pada beberapa penderita, khilus

mengalir ke arah bawah. Ligasi bedah pada keadaan ini sangat berguna.

b. Asites khilus didapat

5

Page 6: Peritonitis 1

Dapat terjadi karena obstruksi aliran limfatik utama (misal duktus

torasikus) oleh karena tumor, tindakan diseksi bedah atau idiopatik.

Beberapa kasus ini dapat hilang spontan, walaupun masih ada sumbatan

keganasan hingga penderita meninggal karena tumornya.

2. Peritonitis tuberkulosa

Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru,

intenstin atau saluran kemih.

a. Diagnosa

Kelemahan, keringat malam, berat badan menurun dan distensi

abdominal terjadi selama beberapa minggu/bulan. Dapat terjadi asites,

massa liat seperti adonan donat dapat terada di abdomen. Cairan

peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan

banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan pembiakan. Biopsi

peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan

granuloma tuberkuloma yang khas dan merupakan dasar diagnosa

sebelum hasil pembiakan didapat.

b. Terapi

Kemoterapi antituberkulosis.

3. Peritonitis talk dan tepung

Peritonitis granulomatosa kronik dapat terjadi karena talk atau

tepung yang terdapat di sarung tangan dokter. Talk kini sudah tak digunakan

lagi, tetapi tepung ternyata memiliki efek samping yang sama. Keadaan di

atas dapat dicegah dengan cara mencuci sarung tangan bedah, sebelum

menangani rongga peritoneal.

Nyeri abdomen yang hebat, demam dan tanda-tanda peritonitis mulai

ada setelah 2 minggu pasca bedah. Bila penyebab peritonitis yang lain-lain

berhasil disingkirkan (selain peritonitis talk/tepung), maka pembedahan

ulang tak perlu dilakukan. Pemberian kortikosteroid atau indometasin dapat

memberikan perbaikan segera.

Diagnosa (5,7)

6

Page 7: Peritonitis 1

Gambaran kliniknya pada penyebabnya, perluasan peradangan dan waktu

mulai timbulnya. Peritonitis dapat lokal, menyebar atau umum. Keadaan-keadaan di

bawah ini berlaku bagi peritonitis kimiawi atau peritonitis bakterial sekunder.

a. Gejala

(1). Nyeri abdominal akut merupakan gejala yang khas. Nyeri ini terjadi tiba-

tiba, hebat dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya

menjadi menyebar ke seluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal

apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya dan

kemudian menyebar secara gradular dari fokus infeksi dan bila pertahanan

tubuh cukup adanya, maka peritonitis tak berlanjut menjadi peritonitis

umum.

(2). Nausea dan vomitus biasanya terjadi.

(3). Kolaps yang tiba-tiba dapat terjadi pada awal peritonitis kimiawi.

b. Tanda

(1). Syok (nerogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita

peritonitis umum.

(2). Pada peritonitis yang lanjut, biasanya didapatkan demam, tetapi pada

penderita yang sudah agak lanjut usia demam ini dapat ringan atau tak ada

sama sekali.

(3). Distensi abdominal menjadi semakin nyata.

(4). Nyeri tekan abdominal dan rigiditas yang lokal, difus atau umum,

tergantung pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.

(5). Secara klasik, bising usus tak terdengar pada peritonitis umum, walaupun

pada peritonitis lokal bising usus ini dapat terdengar pada daerah yang jauh

dari lokasi peritonitisnya.

c. Tes laboratorik

Lekositosis, hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) dan metabolik

asidosis. Pada peritonitis yang tak diterapi, dapat terjadi kegagalan-kegagalan :

pernafasan, hepatik dan renal.

d. Foto sinar X

7

Page 8: Peritonitis 1

Tanda khas peritonitis : pada foto BNO

- Tanda PSOAS line hilang

- Dijumpai kadang-kadang tanda ileus paralitik perforasi

- Tidak dijumpai free air

Foto polos abdomen

Udara bebas yang terlokalisir di dekat bagian usus yang mengisi rupture.

Penebalan dinding usus-usus (air fluid levels) atau dalam rongga peritoneal

(intraperitoneal fluid level). Kalau terdapat perforasi akan terlihat udara bebas di

bawah diafragma.

e. Tes khusus

Parasentesis atau lavase peritoneal dapat berguna pada kasus-kasus yang

meragukan.

Diagnosa Banding (5,7)

Tugas ahli bedah adalah membedakan peritonitis dengan penyakit lain yang

menyerupainya dan membedakan antara peritonitis yang termasuk kasus bedah

dengan yang bukan. Pankreatitis udematus akut, salpingitis dan gastroenteritis

merupakan penyakit yang dapat menyerupai peritonitis yang tak memerlukan

pembedahan segera.

Diagnosa banding peritonitis, harus difikirkan pada keadaan akut abdomen.

Penyulit (5)

Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi dan sepsis pada penderita

peritonitis bakterial, dapat menyebabkan kematian.

Kegagalan tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului kematian

beberapa hari sebelumnya. Penyulit yang lain adalah abses abdominal dan

perlengkapan yang dapat menyebabkan obstruksi abdominal di kemudian hari.

Terapi (5)

a. Peritonitis primer diterapi dengan antibiotika, bila diagnosanya sudah ditegakkan.

b. Terapi peritonitis sekunder adalah bergantung pada penyakit dasarnya dan

kebanyakan memerlukan tindakan pembedahan

8

Page 9: Peritonitis 1

(1).Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.

(2).Antibiotika berspektrum diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah

jenisnya setelah hasil pembiakan laboratorik keluar. Pilihan antibiotika

didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.

(3).Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis itu harus diobati

pula (misal insufisiensi pernafasan dan renal).

(4).Pembedahan (a) koreksi penyakit dasarnya, (b) cairan peritonealnya

diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan dengan antibiotika

dan antiseptika, hingga kini masih diperdebatkan (misal dengan povidin

dion). Bila peritonitisnya terlokalisasi sebaiknya tidak dilakukan pembilasan,

karena tindakan ini malah dapat menyebabkan bakteria ke tempat lain.

(c) drainase pada peritonitis umum tak dianjurkan, karena pipa pengaliran itu

dengan segera (dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi atau

terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula, mempengaruhi pertahanan

peritoneum dan dapat mengganggu organ dalaman. Pipa pengaliran ini

berguna pada keadaan abses lokal atau pada keadaan dimana terdapat

kontaminasi yang terus menerus.

(5).Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang

keadaannya gawat. Antibiotika harus diberikan, dan bila perlu diganti. Ahli

bedah harus waspada terhadap pembentukan abses. Posisi setengah duduk

dapat mengumpulkan pus yang terbentuk pada rongga pelvik, tetapi

kegunaan posisi ini tak sebesar yang dibayangkan.

Prognosa (5)

Tergantung pada usia, penyakit yang berhubungan, sebab peritonitis serta

daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.

9

Page 10: Peritonitis 1

BAB III

HASIL PENELITIAN

Sample : Pasien yang mengalami tindakan Peritonitis dan dirawat di Rumah Sakit

Margono Soekarjo Purwokerto periode :

Tabel 1. Distribusi dan frekuensi penderita peritonitis berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi %1.2.

Laki-lakiPerempuan

2310

69,730,3

Total 33 100

Tabel 2. Distribusi dan frekuensi penderita peritonitis berdasarkan usia

No Usia (tahun) Frekuensi %1.2.3.4.5.6.7.8.

0 – 1011 – 2021 – 3031 – 4041 – 5051 – 6061 – 7071 – 80

36861243

9,118,124,318,13,16,1

12,19,1

Total 33 100

Tabel 3. Distribusi berdasarkan frekuensi dan yang menyebabkan ke RSMS melalui IGD

No Jenis Keluhan Frekuensi %1.2.3.4.5.6.7.

MualMuntahObstipasiDemamKembungFlatus (-)Sakit perut

259101625821

75,727,230,348,475,724,263,6

10

Page 11: Peritonitis 1

Tabel 4. Distribusi dan frekuensi penderita peritonitis berdasarkan kasus di RSMS

No Penyebab Frekuensi %1.2.

Trauma abdomenIleus

138

39,324,2

3. TBC 3 9,14. Obsgin 3 9,15.6.7.

Apendicitis perforasiCholelitiasisLain – lain : Diagnosis belum diketahui, CM tidak lengkap

22

2

6,16,1

6,1Total 33 100

Tabel 5. Distribusi dan frekuensi penderita peritonitis berdasarkan tindakan

No Tindakan Frekuensi %1.2.3.4.5.

DaruratElektifPerawatan (tanpa operasi)Penderita APSMeninggal

222522

66,7 6 15,1 6 6

Total 33 100

Tabel 6. Distribusi berdasarkan lama keluhan

No Jenis Kondisi Frekuensi %1.2.

Membaik Meninggal (sebelum dilakukan operasi

312

94,06,0

Total 33 100

11

Page 12: Peritonitis 1

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian terhadap distribusi dan frekuensi peritonitis di RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, baik yang sedang mengalami terapi rawat

inap, rawat jalan dan pembedahan pada periode Januari 2000 – Januari 2001,

didapatkan sebanyak 33 orang yang didiagnosis peritonitis.

Berdasarkan tabel hasil penelitian dihubungkan dengan teori yang ada tentang pasien

yang dilakukan tindakan baik terapi rawat inap, rawat jalan dan pembedahan dengan

menggunakan metode deskriptif retrospektif yang diambil dari data sekunder (rekam

medik) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto diperoleh data sebagai

berikut :

1. Berdasarkan jenis kelamin dari 33 penderita peritonitis jumlah penderita laki-laki

(69,7 %) lebih banyak dibanding perempuan (30,3%) seperti tercantum pada

tabel I. Hal ini diduga bahwa penyebabnya adalah rutinitas sehari-hari banyak

dilakukan laki-laki daripada perempuan.

2. Dari tabel II didapatkan hasil menurut distribusi umur yang terbanyak adalah

pada usia antara 21 – 30 tahun, dengan jumlah 8 penderita (24,3%) dan jumlah

penderita terkecil berdasarkan distribusi umur antara 40-50 (3,1 %) dengan

jumlah 1 penderita. Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut adalah usia

produktif.

3. Dari tabel III didapatkan hasil dari frekuensi dan persentase peritonitis

berdasarkan jenis keluhan yang terbanyak adalah mual dan kembung dengan

frekuensi 25 (75,7%), sakit perut dengan frekuensi 21 (63,2%), demam dengan

frekuensi 16 (48,4%), obstipasi dengan frekuensi 10 (30,3%), muntah dengan

frekuensi 9 (27,2%) dan flatus dengan frekuensi 8 (24,2%). Keluhan yang

disampaikan oleh pasien tergantung pada penyebab terjadinya peritonitis yaitu

mual, muntah dan nyeri abdominalis adalah ciri khas daripada peritonitis.

4. Pada tabel IV didapatkan distribusi peritonitis berdasarkan jenis penyebabnya,

dijelaskan jumlah penderita trauma abdomen menempati jumlah terbanyak 13

penderita (39,3%), penderita ileus menempati urutan kedua dengan jumlah 8

12

Page 13: Peritonitis 1

penderita (24,2%) dan yang terkecil pada apendisitis perforasi, cholelitiasis

masing-masing sebanyak 2 penderita (6,1%). Dengan meningkatnya kecelakaan

lalu lintas dan tindakan kekerasan atau frekuensi trauma perutpun meningkat,

perut merupakan bagian tubuh yang sering terkena trauma.

5. Tabel V dijelaskan distribusi peritonitis berdasarkan jenis tindakan yang

dilakukan di RSMS. Tindakan operasi darurat merupakan hasil terbanyak yaitu

22 penderita (66,7%), tindakan operasi elektif sebanyak 2 penderita (6,0%).

Pada tabel V didapatkan juga penderita yang dilakukan perawatan sebanyak 5

penderita (15,1%) dan lain-lain (tidak dapat ditentukan karena tidak ada

keterangan) sebanyak 2 penderita (6,0%). Tindakan pada peritonitis disini adalah

pembedahan (laparotomi) yaitu :

- Untuk mengetahui organ apa yang mengalami kerusakan tindakan dan

menghentikan perdarahan.

- Untuk menghentikan sumber infeksi serta membersihkan rongga abdomen.

6. Tabel VI dijelaskan distribusi peritonitis berdasarkan prognosis dengan jumlah

terbanyak membaik sebanyak 31 penderita (94,0%), meninggal sebanyak 2

penderita (6,0%). Tergantung pada usia, penyakit yang berhubungan, sebab

peritonitis serta daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.

13

Page 14: Peritonitis 1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

- Peritonitis merupakan radang pada peritoenum yang ditandai dengan

gejalanya yaitu mual, muntah, nyeri abdominal akut.

- Peritonitis dapat dibagi 2 yaitu peritonitis akut dan peritonitis kronis.

- Peritonitis dapat timbul sebagai akibat trauma abdomen, obstruksi usus,

infeksi tuberkulosa apendisitis perforata, kolesistitis akut.

- Peritonitis merupakan radang pada peritoneum yang dapat didiagnosis dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, USG Foto Rontgen

abdomen.

B. Saran

- Mengetahui gejala awal peritonitis merupakan suatu tindakan yang sangat

penting untuk menghindari terjadinya suatu komplikasi yang lebih lanjut.

- Diharapkan setelah dilakukan penelitian ini, dapat diambil manfaatnya.

- Keterbatasan penelitian seperti data pasien rekam medik yang tidak lengkap,

keterbatasan waktu, dana serta tenaga maka perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut.

- Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan data dan cara

pengolahan data yang lebih baik sehingga didapatkan hasil yang lebih baik.

14

Page 15: Peritonitis 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Reksoprodjo Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah Staf Pengajar FK UI, hal 45-55.

2. Sir Zachary Cope. Akut Abdomen Diagnosa Dini, edisi 14, Yayasan Essentia Media, Yogyakarta, hal 207-214.

3. Widjaja Surja. Susunan Pencernaan, Dalam Patologi Edisi I, Bagian Patologi Anatomi FKUI, Jakarta, 1996, hal 219-221.

4. Ditman H. Witmann et. al. Peritonitis and Intraabdomen Infection in Principles of surgery, 51 Xthcuntion Mc. Graw-Hill Inc. USA, 1994, hal 1449-1480.

5. Theodore R Sehrock, Saluran Pencernaan, dalam Ilmu Bedah, edisi 7, EGC, Jakarta, 1991, hal 229-237.

6. Price S.A, Wilson M, Patofisiologi Konsep Klinis Prosess-proses Penyakit, Buku I, EGC, Jakarta, 1994, hal 390-405.

7. De Jong Wim, Sjamsuhidajat, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997, hal 873.

8. Sulaiman Ali, Peritonitis Tuberkulosa. Dalam Gastrointerologi Hepatologi, Sagung Seto, Jakarta, 1991, hal 451-456.

15