laporan kasus obgyn

37
LAPORAN KASUS P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence PEMBIMBING : dr. Zufrial Arief, Sp.OG Disusun Oleh : Ghayatrie Healthania 030.10.114 KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI 1

Upload: heltacuy

Post on 25-Jan-2016

64 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Obgyn

LAPORAN KASUS

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

PEMBIMBING :

dr. Zufrial Arief, Sp.OG

Disusun Oleh :

Ghayatrie Healthania

030.10.114

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 16 April 2015-22 Mei 2015

1

Page 2: Laporan Kasus Obgyn

LEMBAR PENGESAHAN

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Oleh:

Ghayatrie Healthania

030.10.114

Telah dipresentasikan tanggal : Mei 2015

Tempat : RSUD dr. Soeselo Slawi

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing/Penguji

dr. Zufrial Arief, Sp.OG

2

Page 3: Laporan Kasus Obgyn

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya

laporan kasus dengan judul P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound

Dehiscence

Ucapan terima kasih selayaknya penulis berikan kepada dr. Zufrial Arief, SpOG selaku

pembimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.

Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan

Ginekologi RSUD dr. Soeselo Slawi. Penulis jelas berharap semoga penulisan laporan kasus ini

dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya. Penulis juga mohon maaf sebesar-besarnya

apabila dalam penulisan ini masih ditemukan kesalahan dalam penulisan atau pengertian,

sekiranya dapat dimaklumi. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya

dan selamat membaca.

Slawi, Mei 2015

Penulis

3

Page 4: Laporan Kasus Obgyn

STATUS ILMU OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI

Nama Mahasiswa : Ghayatrie Healthania

NIM : 030.10.114

Dokter Pembimbing : Dr. Zufrial Arief, SpOG

Identitas

Nama : Ny. SW Tanggal masuk : 7 Mei 2015

Umur : 32 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat rumah : Dukuh Salam RT 3 RW 2

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

I. Anamnesis

II. Keluhan utama : nyeri bekas operasi

III. Riwayat penyakit sekarang

Ny. SW, 32 tahun, P2A1, datang ke Poli Kandungan RSUD Dr. Seoselo dengan P2A1

post SC + IUD tanggal 25/4/15 dengan Nyeri bekas operasi. Hal ini dialami os sejak

tanggal 25/4/15. OS sebelumnya sudah menjalani operasi sesar ± 2 minggu yang lalu atas

indikasi PEB dan KPD. Os juga mengeluh terdapat sedikit nanah berwarana putih yang

keluar dari bekas luka op dan berbau menyengat Os menyangkal ada demam.. BAB

normal dan BAK normal.

Riwayat persalinan :

1. Lk. Aterm. 3300 gr.pervaginam.Klinik.Bidan 5 tahun. Sehat

4

Page 5: Laporan Kasus Obgyn

2. Abortus

Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, darah tinggi, anemia, ataupun riwayat

darah sulit berhenti bila terjadi luka.

Riwayat penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

IV. Pemeriksaan Fisik tanggal 12/5/15

A. Keadaan umum

Kesadaran : compos mentis

Kesan sakit : sakit sedang

Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

B. Tanda vital

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 82x/menit

Suhu : 36,10 C

Pernafasan : 18x/menit

C. Antropometri

BB : 60 kg

TB : 150 cm

BMI : 26.6 kg/m2

D. Kulit

Kulit berwarna kuning langsat tidak ikterik, dan tidak ada efluoresensi yang berarti

E. Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba membesar Ketiak: tidak teraba membesar

Supraklavikuler : tidak teraba membesar Inguinal : tidak teraba membesar

F. Kepala

Tampak normocephali, rambut hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut.

G. Wajah

Normal dan simetris

5

Page 6: Laporan Kasus Obgyn

H. Mata

Konjungtiva : -/-

Sklera : tidak tampak kuning -/-

I. Hidung

Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak hiperemis,

konka normal, tidak ada sekret.

J. Telinga

Normotia, sekret -/-, serumen -/-, tidak ada nyeri tekan, liang telinga lapang, membran

timpani intak

K. Mulut

Bibir : kering

Gusi dan mukosa : tidak hiperemis, tidak ada perdarahan spontan, tidak pucat, tidak

sianosis

Gigi geligi : lengkap, tidak ada karies, tidak keropos

Lidah : tidak ada papil atrofi, tampak agak kotor

Uvula : simetris, letak tengah, tidak hiperemis

L. Tenggorokan

- Tonsil : T1-T1 tenang, tidak ada detritus, tidak ada kripta melebar

- Faring : arkus faring simetris, tidak hiperemis

- Laring : tidak dinilai

M. Leher

- JVP 5 ± 2 cmH2O

- Tiroid : tidak teraba benjolan

N. Thorax

Inspeksi:

Bentuk normal, mendatar, tidak terdapat retraksi saat statis dan dinamis.

Kulit : Kuning langsat, tidak terdapat spider nevi, tidak terdapat efluoresensi yang

bermakna

Costae : tidak ada retraksi sela iga, sela iga tidak melebar

Ictus cordis : tidak teraba pulsasi

Palpasi

6

Page 7: Laporan Kasus Obgyn

- Gerak nafas kanan-kiri simetris antara dua hemithorax

- Vocal fremitus teraba sama kuat kanan dan kiri

- Thrill : tidak teraba thrill pada ke-4 katup jantung

- Ictus cordis teraba pada ± 1 cm medial garis midclavicula kiri

Perkusi Paru : Di dapatkan suara sonor pada hemithorax kanan dan kiri

Auskultasi Paru

Terdengar suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing dan ronkhi

Auskultasi Jantung

S1-S2 reguler, murmur - , gallop -, split -

O. Status Obstetrikus

Abdomen : Supel , peristaltic (+)

Luka operasi : Tampak luka basah , merah , tampak sedikit nanah

TFU : 1 jari bawah pusat

P/V : (-)

P. Ekstremitas

Inspeksi : lengan terlihat simetris, tidak ada deformitas, kulit kuning langsat, tidak ikterik,

tidak sianosis

Palpasi : Akral teraba hangat pada keempat ekstermitas, tidak terdapat oedem pada

keempat ekstremitas

Q. Genitalia : dalam batas normal

R. Anus/Rektum : dalam batas normal

S. Pemeriksaan Capillary Refill Test : > 2

V. Laboratorium

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 7 Mei 2015 ditemukan:

7

Page 8: Laporan Kasus Obgyn

IV. Laporan hasil follow up

8

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Leukosit 11.100 u/l 3.600-11.000 u/l

Eritrosit 4.2 juta /ul 3.80-3.20 juta/ul

Hemoglobin 11,9 g/dL 11,7-16,6 g/dL

Hematokrit 34 % (L) 35-47%

Trombosit 601.000 150.000-450.000

Diff Count

Eosinofil 2.90 3,00-4,00

Basofil 0.40 0-1

Neutrofil 65.30 60-70

Limfosit 9,50 33-40

Monosit 25.1 2-8

Golongan darah B

Rhesus Faktor Positif

HbsAG Non reaktif

Protein Urin Negatif

GDS 151

Page 9: Laporan Kasus Obgyn

9

Tanggal S O A P7/5/1512.35 -Nyeri bekas

opTD : 130/90 N: 84x/m RR : 19x/m S : 37,00CMata : CA -/-, SI -/-Thorax : S1-S2 normal, reguler, gallop -, murmur -. Split –Abdomen : BU +, Extremitas : oedem (-), akral hangat(+)

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Ganti balut In ceftriaxon2x1

15.30 Nyeri bekas op TD : 140/90 N : 70x/m RR : 20x/m S : 360C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Terapi lanjut

18.00 Nyeri bekas op TD : 120/80 N : 70x/m RR : 20x/m S : 360C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Residen visit Advice:

Antibiotik lanjut + Metronidazole 3x1

As mef 3x500 Ganti balut pagi

sore

22.00 Nyeri bekas op TD : 140/90 N : 72x/m RR : 20x/m S : 360C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Terapi lanjut

Page 10: Laporan Kasus Obgyn

Tanggal

14/5/15

jam 06.00

Keluhan

berkurang

TD : 130/90

N : 84x/m

RR : 18x/m

S : 36,40C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

post rehecting

- Residen

visit

- Amoxicilin

3x500

- As mef

3x1

10

08/05/2015

07.00 Nyeri bekas op TD : 140/100 N : 88x/m RR : 18x/m S : 370C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Residen visitAdvice :

- Nebasetin powder

-terapi lain lanjut

15.00 - Nyeri bekas op

TD : 130/80 N : 80x/m RR : 18x/m S : 36,50C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Terapi lanjut

18.00 - Nyeri bekas op

TD : 130/90 N : 100x/m RR : 18x/m S : 370C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Terapi lanjut

21.00 - Nyeri bekas op

TD : 130/90 N : 84x/m RR : 16x/m S : 36,60C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Terapi lanjut

09/05/2015

07.00 - Nyeri bekas op

TD : 140/100 N : 88x/m RR : 18x/m S : 370C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Residen visit advis :

Pro rehecting Terapi lain

lanjut

15.00 -\ Nyeri bekas op

TD : 130/80 N : 80x/m RR : 18x/m S : 36,50C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

18.00 - Nyeri bekas op

TD : 130/80 N : 100x/m RR : 18x/m S : 370C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

22.00 - Nyeri bekas op

TD : 130/90 N : 84x/m RR : 16x/m S : 36,60C

P2A1 32

tahun Post

SC+IUD

tanggal

25/4/2015

dengan

Wound

Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

10/15/2015

07.00 Pusing TD : 140/100 N : 88x/m RR : 18x/m S : 370C

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

15.00 - Pusing TD : 130/80 N : 80x/m RR : 18x/m S : 36,50C

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

18.00 - Pusing TD : 140/80 N : 100x/m RR : 18x/m S : 370CHb : 11.8PU : -

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

21.00 - Pusing TD : 130/90 N : 84x/m RR : 16x/m S : 36,60C

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

11/05/2015

07.00 - Pusing-Nyeri bekas op

TD : 140/100 N : 88x/m RR : 18x/m S : 370C

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

15.00 - Pusing-Nyeri bekas op

TD : 130/80 N : 80x/m RR : 18x/m S : 36,50C

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

18.00 - Pusing-Nyeri bekas op

TD : 100/60 N : 100x/m RR : 18x/m S : 370C

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

21.00 - Pusing-Nyeri bekas op

TD : 130/90 N : 84x/m RR : 16x/m S : 36,60C

P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

Pro rehecting

Terapi lain lanjut

Page 11: Laporan Kasus Obgyn

dengan

Wound

Dehiscence

- Vit bc 2x1

- Os boleh

pulang

V. Diagnosis Kerja

VI. P2A1 32 tahun Post SC+IUD tanggal 25/4/2015 dengan Wound Dehiscence

VII. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

VIII. Resume

Ny. SW, 32 tahun, P2A1, datang ke Poli Kandungan RSUD Dr. Seoselo datang untuk

control dengan keluhan utama Nyeri bekas operasi. Hal ini dialami os sejak tanggal

25/4/15. OS sebelumnya sudah menjalani operasi sesar ± 8 hari yang lalu atas indikasi

PEB dan KPD. Os juga mengeluh terdapat sedikit nanah berwarana putih yang keluar dari

bekas luka op dan berbau menyengat Os menyangkal ada demam.. BAB normal dan BAK

normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 82x/menit

Suhu : 36,10 C

Pernafasan : 18x/menit

Pada status generalis didapatkan kepala, leher, thoraks dan ekstermitas dalam batas

normal. Pada status obstetrikus didapatkan Abdomen : Supel , peristaltic (+) ..Luka

operasi : Tampak luka basah , merah , tampak sedikit nanah .TFU : 1 jari bawah pusat.

P/V : (-).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11.9 dan proteiun urin negative.

11

Page 12: Laporan Kasus Obgyn

TINJAUAN PUSTAKA

1.Pendahuluan

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) 2007 Angka Kematian Ibu

(AKI) berada pada angka 228 per 100.000 kelahiran hidup. Di dalam rencana strategik nasional

Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia yaitu rencana pembangunan kesehatan menuju

Indonesia sehat 2015, visi MPS adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman,

12

Page 13: Laporan Kasus Obgyn

serta bayi yang dilahirkan hidup sehat. Sasaran yang ditetapkan sesuai dengan target MDGs

(Millenium Development Goals) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Salah satu cara menurunkan angka kematian ataupun angka kesakitan ibu adalah dengan

mengurangi atau mencegah terjadinya komplikasi pasca persalinan, lebih spesifik lagi adalah

mengurangi komplikasi pasca persalinan bedah sesar.

Seiring kemajuan teknologi dan teknik-teknik operasi, antibiotika dan anesthesia, penemuan

alat-alat elektronik pemantau janin dalam kandungan, angka kelahiran secara bedah sesar

semakin meningkat. Begitu pula dengan permasalahan-permasalahan pada saat bedah sesar

maupun pasca bedah sesar, salah satunya woun dehiscence. Untuk itu diharapkan persiapan pra

bedah, pelaksanaan bedah, serta perawatan yang baik terhadap luka bedah sesar serta

memperhatikan faktor-faktor yang dapat mengganggu penyembuhan luka seperti penyakit

diabetes mellitus, imunosupresi, anemia, dan gangguan hemostasis lainnya sehingga tidak terjadi

salah satu komplikasi berupa Infeksi Luka Operasi (ILO) pasca bedah sesar yang dapat berlanjut

menjadi wound dehiscence yang dapat berujung pada keadaan sepsis dan kematian.

2.1. Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka terdiri atas 3 fase:

1. Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke lima. Pembuluh

darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan, dan tubuh berusaha

menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus,

dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh

darah saling melekat, dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang

keluar dari pembuluh darah. Trombosis yang berlekatan akan berdegranulasi, melepas

kemoatraktan yang menarik sel radang, mengaktifkan fibroblas lokal dan sel endotel serta

vasokonstriktor. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Setelah hemostasis, proses

koagulasi akan mengaktifkan kaskade komplemen yang kemudian akan mengeluarkan

bradikinin dan anafilatoksin C3a dan C5a yang menyebabkan vasodilatassi dan

permeaabilitas vaskular meningkat sehingga eksudasi, penyebukan sel radang,, disertai

vasodilatasi setempat yang menyebabkan oedem. Gejala klinis yang tampak yaitu reaksi

radang berupa warna kemerahan, nyeri, dan pembengkakan.

13

Page 14: Laporan Kasus Obgyn

2. Proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proliferasi

fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu

ketiga. Fibroblas berasal dari sel masenkim yang belum berproliferasi yang merupakan

bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase fibroplasia ini,

luka dipenuhi oleh sel radang, fobroblas, dan kolagen, serta pembentukan pembuluh

darah baru, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus

yang disebut jaringangranulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari

dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Proses ini terjadi sampai epitel saling

menyentuh dan menutup seluruh pemukaan luka.

3. Remodelling

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan kembali jaringan

yang berlebih,pengerutan yang sesuai gravitasi, dan akhirnya perupaan ulang jaringan

yang baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan selesai jika tanda

peradangan telah menghilang. Oedem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang,

kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang erlebih diserap, dan sisanya

mengerut sesuai dengan besarnya regangan. Selama proses ini berlangsung, dihasilkan

jaringan parut yang pucat, tipis, dan lentur serta mudah digerakkan dari dasar.

14

Page 15: Laporan Kasus Obgyn

Gambar 1. Skema penyembuhan luka

Perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah pembalutan

luka. Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan betadin, lalu ditutup dengan

kain penutup luka. Secara periodik pembalut luka diganti dan luka dibersihkan. Dibuat

pula catatan kapan benang atau agrave dicabut dan dilonggarkan. Diperhatikan pula

apakah luka sembuh perprimum atau dibawah luka terdapat eksudat. Jika terdapat luka

dengan sedikit eksudat ditutup dengan band-aid operative dressing. Jika terdapat luka

dengan eksudat sedang ditutup dengan regal filmated swabs atau dengan pembalut luka

lainnya. Luka dengan eksudat banyak ditutup dengan surgipad atau dikompres dengan

betadin. Luka insisi dapat menyebabkan komplikasi. Sebagian luka sembuh dan tertutup

15

Page 16: Laporan Kasus Obgyn

baik, sebagian lagi dengann eksudat dalam jumlah sedang atau banyak dan keluar melalui

lubang-lubang dan terinfeksi. Luka terbuka sebagian, bernanah dan terinfeksi. Luka

terbuka seluruhnya dan usus kelihatan atau keluar. Luka tersebut memerlukan perawatan

khusus sampai memerlukan reinsisi untuk membuat luka baru dan menutupnya kembali.

2.2. Wound Dehiscence

Infeksi dan wound dehiscence merupakan komplikasi dari penyembuhan suatu

luka yang salah. Biasanya wound dehiscence sering didahului oleh suatu infeksi luka

operasi berkelanjutan sehingga penyembuhan luka terganggu dan infeksi hanya

merupakan salah satu penyebab wound dehiscence selain faktor lokal, sistemik, dan

teknik. Apabila wound dehiscence telah terjadi maka infeksi akan terus berlanjut dan

komplikasinya semakin memburuk yand dapat berakhir menjadi sepsis.

Infeksi luka pada umumnya ditandai dengan tanda-tanda klasik meliputi

kemerahan (rubor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), peningkatan suhu (kalor) pada

jaringan luka dan demam. Pada akhirnya, luka akan terisi oleh jaringan nekrotik,

neutrofil, bakteri dan cairan plasma yang secara bersama-sama akan membentuk nanah

(pus).

Pedoman CDC (Center for Disease Control and Prevention) dalam mencegah

terjadinya infeksi luka operasi, yang dipublikasikan pada tahun 1999, merinci tentang

kriteria untuk mendefinisikan ILO. Seperti tercantum pada Gambar 1, ILO dibedakan

menjadi 3, berdasarkan dalamnya infeksi berpenetrasi pada luka, yaitu insisi dangkal

(superficial), insisi dalam dan organ/rongga. Luka yang mengalami infeksi dalam 30 hari

setelah operasi harus diklasifikasikan sebagai ILO. Namun jika tindakan operasi

menyangkut pemasangan implan atau prostesis, maka jangka waktu (window periode)

terjadinya infeksi menjadi lebih panjang, yaitu 1 tahun.

16

Page 17: Laporan Kasus Obgyn

Gambar 2. Lapisan Daerah Insisi

Klasifikasi Luka

Risiko terjadinya infeksi bervariasi, tergantung pada lokasi dilakukannya operasi. Sebagai

contoh, tindakan invasif yang menembus daerah tubuh yang mengandung banyak koloni

bakteri, seperti usus, akan lebih rentan untuk mengalami infeksi. Klasifikasi luka menurut

CDC dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan tingkat kontaminasinya, yaitu:

- Luka bersih

Luka dianggap bersih ketika tindakan operasi tidak masuk ke dalam lumen tubuh yang

mengandung koloni bakteri normal. Tingkat kemungkinan terjadinya ILO pada kelas ini

kurang dari 2%, tergantung pada berbagai variabel klinis. Kontaminan sering berasal dari

lingkungan kamar operasi, tim bedah, dan yang paling umum adalah kontaminasi dari

kulit.

- Luka bersih terkontaminasi

17

Page 18: Laporan Kasus Obgyn

Luka dianggap bersih terkontaminasi ketika prosedur operasi masuk ke dalam rongga

tubuh dengan koloni bakteri, namun prosedur operasi masih dalam situasi yang dapat

dikontrol dan direncanakan (elektif). Tingkat kemungkinan terjadinya ILO pada kelas ini

berkisar dari 4% hingga 10%.

- Luka terkontaminasi

Ketika kontaminasi nyata didapatkan namun tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi

yang jelas, maka luka dianggap terkontaminasi. Seperti halnya pada luka bersih

terkontaminasi, yang menjadi kontaminan adalah bakteri yang ada pada daerah operasi itu

sendiri. Tingkat kemungkinan terjadinya ILO pada kelas ini dapat melebihi 20%.

- Luka kotor

Jika tanda-tanda infeksi aktif telah didapatkan secara nyata pada daerah operasi, maka

luka dianggap sebagai luka kotor. Bakteri patogen terlibat dalam terjadinya proses infeksi

pada luka. Tingkat kemungkinan terjadinya ILO pada kelas ini dapat melebihi 40%.

FAKTOR RISIKO

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM), khususnya DM tipe 2, prevalensinya semakin meningkat

di Amerika, dengan perkiraan sekitar 7%, atau 20 juta orang menderita penyakit ini,

dengan sepertiga dari mereka tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit DM.

Persentase pasien dengan DM yang menjalani operasi tinggi pada beberapa jenis operasi.

Satu studi mencatat bahwa 44% dari

pasien yang menjalani bedah jantung menderita DM, dimana 48% dari penderita tidak

terdiagnosis DM pada saat preoperatif. Diketahui bahwa 25% sampai 30% pasien yang

menjalani operasi CABG (coronary artery bypass graft) menderita DM. DM merupakan

18

Page 19: Laporan Kasus Obgyn

prediktor utama yang menentukan morbiditas dan mortalitas pasien post operasi CABG,

dimana sekitar 35% sampai 50% komplikasi terjadi pada pasien dengan DM. Hasil yang

buruk pasca operasi pada pasien dengan DM diyakini terkait dengan komplikasi yang

sudah ada akibat adanya hiperglikemia kronis, yang meliputi penyakit aterosklerosis pada

pembuluh darah

dan autonomik neuropati perifer. Sangat penting untuk melakukan evaluasi preoperatif

pada semua pasien yang akan menjalani operasi agar tidak terjadi kasus DM yang tidak

terdiagnosis dan/atau DM yang tidak terkontrol. Pasien yang akan menjalani operasi

harus dilakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa (GDP) dan juga sebaiknya

dilakukan pemeriksaan kadar Hemoglobin A1c (HbA1c) untuk mengevaluasi apakah

pasien memiliki penyakit DM sebelumnya. Jika hasil dari salah satu atau kedua tes ini

menunjukkan adanya diabetes yang tidak terkontrol (GDP > 110 mg/dL atau HbA1c ≥

7% ), maka kadar glukosa pasien harus dikontrol terlebih dahulu sebelum dilakukan

operasi.

Hiperglikemia perioperatif

Perlu diketahui pula bahwa sebagian besar pasien yang menjalani operasi mayor

mengalami keadaan hiperglikemia pada saat perioperatif. Tidak seperti DM, beberapa

ilmuwan masih mempertanyakan apakah hiperglikemia perioperatif merupakan faktor

risiko yang signifikan untuk terjadinya efek samping yang merugikan pasca operasi.

Perioperatif hiperglikemia pada pasien non diabetes baru-baru ini diketahui sebagai

faktor risiko potensial untuk hasil yang merugikan post operasi besar. Namun hal ini

masih belum diketahui secara pasti apakah orang tersebut sebenarnya merupakan

penderita diabetes namun tidak terdiagnosis atau memang orang tersebut bukan penderita

19

Page 20: Laporan Kasus Obgyn

diabetes dan mengalami hiperglikemia perioperatif sebagai respon terhadap stres operasi.

Juga tidak diketahui secara pasti apakah hiperglikemia merupakan penyebab terjadinya

hasil operasi yang buruk ataukah hiperglikemia memperburuk efek samping yang telah

terjadi, karena selama ini kadar glukosa serum sering diukur ketika hasil operasi yang

buruk telah terjadi. Studi lain berusaha untuk mengklarifikasi masalah ini dengan secara

khusus mengamati penderita hiperglikemia perioperatif yang mengalami infeksi pasca

operasi. Para peneliti ini beranggapan bahwa sewaktu terjadinya peningkatan kadar

glukosa serum perioperatif menunjukkan bahwa ini merupakan faktor risiko terjadinya

infeksi pasca operasi atau pertanda

dari suatu proses infeksi. Para penulis mengamati bahwa periode awal pasca operasi,

dimana pasien berada pada fase stres fisiologis terbesar, merupakan waktu dengan risiko

tertinggi untuk terjadinya ILO. Periode waktu ini juga merupakan periode dimana kadar

glukosa serum mencapai kadar tertinggi, baik pada pasien diabetes maupun pada pasien

non-diabetes. Mereka menyimpulkan bahwa tingkat terjadinya infeksi nosokomial akan

lebih tinggi ketika hiperglikemia ditemukan pada dua hari pertama pasca operasi, terlepas

dari diabetes yang sudah ada sebelumnya.

Ada dua mekanisme utama yang menempatkan pasien pada keadaan

hiperglikemia akut perioperatif yang berakibat meningkatnya risiko terjadinya ILO.

Mekanisme pertama adalah menurunnya sirkulasi di pembuluh darah, yang berakibat

berkurangnya perfusi jaringan dan terganggunya fungsi sel. Mekanisme kedua adalah

menurunnya aktivitas dari imunitas seluler dalam fungsi kemotaksis, fagositosis dan

membunuh pada sel polimorfonuklear serta monosit/makrofag yang telah terbukti terjadi

pada kondisi hiperglikemia akut. Kedua gangguan pertahanan host alami ini

20

Page 21: Laporan Kasus Obgyn

meningkatkan risiko terjadinya infeksi jaringan pada pasien bedah dengan atau tanpa

diabetes.

Kegemukan

Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana indeks massa tubuh

seseorang lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2. Telah dilaporkan tingkat terjadinya

infeksi pasca operasi section caesarean lebih besar kemungkinannya pada wanita dengan

obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya ILO yang terbukti sulit untuk

ditekan.4 Seringkali tidak ada cukup waktu sebelum operasi untuk secara signifikan

menurunkan tingkat obesitas pasien. Namun, evaluasi mengenai adanya diabetes dan

pengontrolan kadar glukosa serum, akan meminimalkan risiko terjadinya ILO pada

pasien dengan obesitas. Selain itu, operasi besar sering dipandang sebagai peristiwa yang

mengubah hidup dan mungkin dapat memotivasi pasien agar menerapkan pola makan dan

gaya hidup positif lainnya. Edukasi secara perorangan dan pengaturan diet dari ahli gizi,

serta dukungan dari komunitas yang berusaha untuk menurunkan berat badan juga

menunjukkan efek positif jangka panjang.

21

Page 22: Laporan Kasus Obgyn

GAMBAR 3. Skema terbentuknya wound dehiscence

22

Page 23: Laporan Kasus Obgyn

E. Pencegahan ILO

Beberapa langkah yang terkait dalam menurunkan kemungkinan terjadinya ILO

berdasarkan pedoman dari NICE (National Institute for Health and Clinical Excellence), antara

lain:

1. Insisi dinding abdomen

Section caesarean harus dilakukan dengan menggunakan sayatan perut melintang karena

cara ini menimbulkan nyeri pasca operasi yang lebih minimal dan efek kosmetik yang lebih baik

dibandingkan dengan insisi garis tengah. Insisi melintang menurut Joel Cohen (insisi lurus, 3 cm

di atas simfisis pubis, lapis demi lapis jaringan berikutnya dibuka dan diperluas dengan gunting,

bukan pisau) merupakan pilihan karena terkait dengan waktu operasi yang lebih pendek dan

mengurangi morbiditas demam pasca operasi.

2. Instrumen untuk insisi kulit

Penggunaan pisau bedah yang berbeda untuk menginsisi kulit dan jaringan yang lebih

dalam tidak dianjurkan karena terbukti tidak menurunkan kemungkinan terjadinya ILO.

3. Penutupan dinding perut

Penutupan dinding perut pada insisi garis tengah dilakukan dengan cara jahitan kontinu

menggunakan benang yang lambat diserap karena dengan cara ini insidensi terjadinya hernia

insisional dan wound dehiscence lebih rendah dibandingkan dengan cara penutupan berlapis.

4. Penutupan jaringan subkutan

Penutupan jaringan subkutan tidak rutin dilakukan, kecuali pada wanita yang memiliki

tebal lemak subkutan lebih dari 2 cm, karena penutupan jaringan subkutan tidak menurunkan

insidensi terjadinya ILO.

5. Penggunaan drain superficial

23

Page 24: Laporan Kasus Obgyn

Penggunaan drain superficial tidak boleh digunakan pada operasi section caesarean.

Penggunaan drain superficial terbukti tidak menurunkan kemungkinan terjadinya ILO.

6. Pemberian antibiotik

Berikan antibiotik profilaksis sebelum dilakukan insisi kulit pada operasi section

caesarean. Hal ini akan lebih menurunkan risiko terjadinya infeksi maternal pasca operasi jika

dibandingkan bila antibiotik profilaksis diberikan setelah insisi kulit, dan terbukti tidak

menimbulkan adanya efek pada bayi.

Pemberian antibiotik profilaksis direkomendasikan untuk diberikan pada semua operasi

yang melibatkan organ berongga. Pemberian antibiotik profilaksis diketahui merupakan faktor

protektif yang paling signifikan dalam menurunkan kejadian ILO pasca operasi section

caesarean. Antibiotik harus diberikan sebelum operasi, idealnya dalam waktu 30 menit dari

induksi anestesi. Konsentrasi antibiotik yang adekuat dalam serum dan jaringan akan

menurunkan risiko berkembangnya bakteri selama periode post operatif. Namun, pemberian

antibiotic profilaksis tidak akan mencegah kontaminasi yang terjadi selama operasi karena teknik

operasi yang buruk.

Dalam praktiknya, ditemukan variasi yang beragam mengenai cara pemberian antibiotik

profilaksis. Classen dkk membuktikan bahwa waktu diberikannya antibiotik profilaksis sangat

penting dalam mencegah ILO pasca operasi. Antibiotik profilaksis preoperatif sering tidak

diberikan pada waktu yang optimal sehingga konsentrasi obat selama periode operasi tidak

menimbulkan hasil yang efektif. Pedoman yang dipublikasikan dalam Surgical Infection

Prevention Guideline mengusulkan antibiotik profilaksis harus diberikan 60 menit sebelum

dilakukannya insisi dan dihentikan dalam waktu 24 jam setelah operasi.

24

Page 25: Laporan Kasus Obgyn

Redisinfeksi kulit di sekitar daerah insisi sebelum penutupan kulit telah dilaporkan dapat

mengurangi kejadian ILO pasca operasi. Telah dilaporkan pula bahwa irigasi dengan larutan

antibiotik pada daerah insisi aman untuk dilakukan, tidak menunjukkan adanya efek samping,

dan merupakan metode yang efektif dalam menurunkan morbiditas infeksi dan ILO pasca bedah

section caesarean.

7. Perawatan luka

Perawatan luka pada operasi section caesarean meliputi:

Dressing luka 24 jam setelah operasi

monitoring adanya demam

nilai tanda-tanda infeksi pada luka (seperti rasa sakit yang meningkat, kemerahan atau

keluarnya discharge) dan tanda-tanda luka yang tidak menutup (dehiscence)

beritahukan pada pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar, nyaman, dan berbahan

katun agar mudah menyerap keringat

bersihkan luka secara lembut dan keringkan luka setiap hari

jika diperlukan, rencanakan untuk melepas jahitan

Risiko infeksi berlanjut bahkan setelah pasien keluar dari rumah sakit. Tenaga medis

harus memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai cara merawat luka bekas

operasi, bagaimana mengenali tanda-tanda terjadinya ILO dan pentingnya melaporkan gejala

tersebut ke dokter bedah mereka sebagai penyedia perawatan primer.

25

Page 26: Laporan Kasus Obgyn

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Setiap jam dua orang

ibu bersalin meninggal dunia. Terdapat dalam: URL,;http://www.depkes.go.id/index.php?

option=new&ask=vewarticle&sid=448. 18/06/2014.

2. Saifuddin AB. Pengantar. Dalam: Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Edisi Pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

2002.

3. Cunningham FG, Gilstrap LC, VanDorsten JP. Caesarean Delivery. In: Operative

Obstetrics. 2nd edition. McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York. 2002: 257-

73.

4. Sjamsuhidajat R, De Jong. Luka. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. EGC. Jakarta. 2005: 95-

97.

5. Cunningham FG, Gilstrap LC, Van Dorsten JP. Anatomy incision and closure. In:

Operative Obstetrics. 2nd edition. McGraw-Hill Medical Publishing Division, New York.

2002: 59-61.

6. Hermawan., G. A. SIRS, SEPSIS, & SYOK SEPTIK (imunologi, Diagnosis,

Penatalaksanaan). Surakarta: UNS Press. 2008.

7. Surviving Sepsis Campaign Guidelines Committee. (2013). Surviving Sepsis Campaign:

International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.

Critical Care Medicine , 41 (2), 580-637.

8. Winkjosastro, Hanifa, dkk. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga,.Cetakan Keempat. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997 : 362-76 ; 606-22.

26

Page 27: Laporan Kasus Obgyn

27