laporan kasus diajukan untuk memenuhi … laporan kasus diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN KASUS
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf
“CIDERA KEPALA SEDANG”
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc
Disusun Oleh:
Nony Triyana Macelia H2A013056P
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN
ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2017
2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 52 tahun 6 bulan 6 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Karangsari 3/10 Kupang Amabarawa Kab. Semarang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SLTP
Status : Sudah menikah
No CM : 068xxx-20xx
Tanggal Masuk RS : 6 Juli 2017
Tanggal keluar RS : 9 Juli 2017
B. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada 7 Juli 2017, jam 13.30
WIB
C. Keluhan Utama :
Pingsan setelah kecelakaan lalu lintas.
D. Riwayat Penyakit Sekarang :
Menurut keterangan keluarga pasien, 2 hari yang lalu 30 menit SMRS
pasien mengalami kecelakaan terjatuh dari sepeda motor setelah menabrak
sepeda motor dari arah yang berlawanan saat menyalip. Pasien mengalami
patah tulang terbuka dibagian kaki kanan. Saat kejadian pasien menggunakan
pengaman kepala (helm) dan pasien telempar tidak jauh dari sepeda motor
yang dikendarainya, pasien terjatuh di aspal rata dengan posisi badan sebelah
kanan dahulu yang menyentuh aspal bagian tangan dan kaki kanan sebagai
tumpuan kemudian kepala bagian belakang terbentur aspal cukup keras. sesaat
setelah kejadian pasien tidak sadarkan diri dan terdapat memar di bagian
pelipis kanan. Kemudian oleh warga, pasien dibawa ke IGD RSUD Ambarawa
Menurut keterangan keluarga pasien yang didapatkan dari warga, pasien tidak
3
sadar kurang lebih 30 menit setelah tertabrak. Saat ditanyakan mengenai
kejadian, pasien tidak ingat proses kejadian sampai tidak sadarkan diri.
Pasien juga merasakan nyeri kepala, pusing berputar, nyeri seperti
ditekan, bila diberi skala nyeri pasien memberikan skala nilai 6/10 dari nyeri
yang dirasakannya, lokasi nyeri di kepala bagian belakang, nyeri menetap
terus-menerus,pasien mengatakan saat di IGD nyeri kepala disertai mual,
memar dibagian pelipis kanan. nyeri dirasakan mengganggu pasien.
Pasien dapat mengetahui dia sedang berada di RS, dapat menyebutkan
beberapa nama benda, pasien dapat mengikuti perintah yang diberikan seperti
menggerakan tangan atau kaki kirinya, mengetahui sedang berada
dimana.Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, penghidu, tidak baal, tidak Kesemutan, dapat melokalisir sumber
nyeri, dapat membedakan sebuah benda, wajah simetris, kejang, rasa
mengantuk terus menerus, kekakuan pada leher, tidak keluar darah atau carian
dari telinga, tidak memar pada bagian mata maupun belakang telinga, BAK
dan BAB dalam batas normal, berkeringat berlebihan tidak ada, rasa berdebar
debar tidak ada, tidak muntah, tersedak tidak ada dan mengecap makanan
masih dalam batas normal.
.
E. Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : disangkal
2. Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
3. Riwayat kejang : disangkal
4. Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat kencing manis : disangkal
6. Riwayat alergi : disangkal
7. Riwayat batuk lama : disangkal
8. Riwayat nyeri kepala : disangkal
9. Riwayat asam urat : disangkal
F. Riwayat Penyakit Keluarga:
1. Riwayat Hipertensi : disangkal
4
2. Riwayat DM : disangkal
3. Riwayat batuk lama : disangkal
4. Riwayat penyakit jantung : disangkal
G. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi :
Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman keras. Pasien seorang
ibu rumah tangga. Pasien menggunakan biaya pribadi untuk pengobatan.
H. Anamnesis Sistem :
1. Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala (+),pusing (+), pingsan (+), mual (+),
kelemahan anggota gerak (-), kesemutan/baal (-), bicara pelo (+)
2. Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-),
nyeri dada (-)
3. Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-)
4. Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), Diare (-)
5. Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak kanan (-)
6. Sistem Integumen : Hematom (+)
7. Sistem Urogenital : BAK normal, tidak ada keluhan
I. RESUME ANAMNESIS
Seorang perempuan berusia 52 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa
dengan cedera kepala setelah mengalami kecelakaan ditabrak sepeda motor
ketika sedang menyalip 2 hari yang lalu. Pasien kehilangan kesadaran kurang
lebih 30 menit. Saat sadar, pasien tidak ingat kronologi kecelakaan. Pasien juga
merasakan nyeri kepala, dimulai saat pasien sadar, nyeri seperti ditekan, bila
diberi skala nyeri pasien memberikan skala nilai 6/10 dari nyeri yang
dirasakannya, lokasi nyeri di kepala bagian belakang, nyeri menetap terus-
menerus,pasien mengatakan saat di IGD nyeri kepala, pusing disertai mual,
memar dibagian pelipis kanan.
J. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Diagnosis Klinis
Trauma kepala + Chepalgia
2. Diagnosis Topis
- Intrakranial
5
- Ekstrakranial
3. Diagnosis Etiologi
- Traumatic Brain Injury Primary
- Traumatic Brain Injury Secondary
K. DISKUSI I
Dari anamnesa didapatkan pasien sempat tidak sadarkan diri setelah
tertabrak motor dari arah berlawanan. Hal ini dapat disebabkan karena
terganggunya fungsi otak yang dapat disebabkan oleh cedera kepala. Cedera
kepala trauma tertutup sering diikuti dengan amnesia pasca trauma, ditemukan
juga keadaan yang tidak menetap seperti bingung dan disorientasi. Di
karakteristikkan dengan amnesia anterogad dan retrogad dan gangguan
perilaku, insomnia, psikomotor agitasi, lemah,confabulasi dan kadang-kadang
kelainan afektif serius dan gejala psikotik. Amnesia pasca trauma cenderung
menjadi indikator cedera otak trauma tertutup dan elemen penting keadaan
fungsional.Semakin lama periode amnesia pasca trauma semakin buruk cedera
otak trauma tertutup dan semakin buruk keadaan fungsionalnya. Mekanisme
otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori
terletak di lobus oksipitalis, lobus parietalis, dan lobus temporalis. Dampak lain
dari amnesia adalah ketidakmampuan membayangkan masa depan. Penelitian
terakhir yang dipublikasikan dalam jaringan di Proceeding of the National
Academy of Sciences menunjukkan bahwa amnesia dengan kerusakan di
hipokampus tidak dapat membayangkan masa depan. Hal ini terjadi karena bila
seseorang normal membayangkan masa depan , mereka menggunakan
pengalaman masa lalu untuk merekonstruksi skenario yang mungkin dihadapi.
Amnesia neurologis terjadi ketika terjadi kerusakan atau penyakit pada otak
yang merusak lobus temporal medial dan diencephalon medial. Amnesia
neurologis menyebabkan kesulitan berat dalam mempelajari hal baru terkait
fakta dan peristiwa baru setelah kejadian trauma kapitis (amnesaia anterogad).
Pasien dengan amnesia neurologis juga di spesifikkan dengan kesulitan dalam
mengingat fakta dan peristiwa sebelum peristiwa amnesia (amnesia retrogad).
6
Dari anamnesis didapatkan pasien mengalami cedera kepala tumpul dimana
pasien mengalami kecelakaan yaitu ditabrak oleh motor dan terbentur oleh
aspal. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa kemungkinan pasien mengalami
cedera kepala sedang karena pasien sempat tidak sadar dan tidak didapatkan
kelainan neurologis. Pasien sempat tidak sadarkan diri disebebkan karena
batang otak mengalami akselerasi yaitu gerakan yang cepat dan mendadak
kemudian teregang dan terjadi blokade reversible pada lintasan retikularis
asendens difus kemudian otak tidak mendapat input aferan mengakibatkan
pingsan.
L. CEDERA KEPALA
a. Definisi
Cidera kepala atau trauma kapitis adalah cidera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.1
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2
b. Anatomi
1) Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisanyang disebut SCALP yaitu:2
a) Skin atau kulit
b) Connective Tissue atau jaringan penyambung
c) Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang
berhubungan langsung dengan tengkorak
d) Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e) Perikarnium
7
Gambar 1. Lapisan kulit kepala
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi
perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang
cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk
mengeluarkannya.2
2) Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis
kranii, di regio temporal tulang tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga
cedera pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak
yang bergerak akibat cedera akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak
dasar dibagi atas tiga fosa yaitu anterior, media dan posterior. Fosa
anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media tempat lobus
temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan
serebelum.1,2
Gambar 2. Tulang tengkorak
8
3) Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari
tiga lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat
dengan tabula interna atau bagian dalam kranium. Duramater tidak
melekat dengan lapisan dibawahnya (araknoid), terdapat ruang
subdural.2,3
Pada cedera kepala, pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan tabula interna
tengkorak, jadi terletak di ruang epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis
(fosa media). Dibawah duramater terdapat araknoid yang merupakan
lapisan kedua dan tembus pandang. Lapisan yang ketiga adalah piamater
yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal
bersirkulasi diantara selaput araknoid dan piameter dalam ruang sub
araknoid.2,3
Gambar 3. Lapisan meningens
4) Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri(lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior).
9
Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai
hemisfer dominan. Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi
motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area
bicara motorik).
Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi
sensorik. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus
occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang
otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon
dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi
dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat
vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di
bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula
spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.2
Gambar 4. Bagian-bagian otak manusia
5) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 30 ml/jam. Pleksus khorideus terletak di
ventrikel lateralis baik kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen
monro ke dalam ventrikel tiga. Selanjutnya melalui akuaduktus dari
sylvius menuju ventrikel ke empat, selanjutnya keluar dari sistem
ventrikel dan masuk ke ruang subaraknoid yang berada diseluruh
10
permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan diserap ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio araknoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
araknoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan tekanan intra kranial (hidrosefalus komunikans)2,4
6) Tentorium
Tentorium serebelli membagi ruang tengkorak menjadi
supratentorial dan infratentorial. Mesensefalon menghubungkan hemisfer
serebri dengan batang otak berjalan melalui celah lebar tentorium
serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus oculomotorius (N.III)
berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan pada keadan
herniasi otak yang umumnya dikibatkan oleh adanya massa
supratentorial atau edema otak. Bagian otak yang sering terjadi herniasi
melalui insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang
disebut girus unkus. Herniasi Unkus menyebabkan juga penekanan
traktus piramidalis yang berjalan pada otak tengah. Dilatasi pupil
ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai sindrom
klasik herniasi tentorial. Jadi, umumnya perdarahan intrakranial tedapat
pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak
selalu.2
c. Fisiologi
1) Tekanan Intrakranial
Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat
mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan
mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap
kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial yang tinggi dapat
menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi otak dan tentunya
mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi, kenaikan tekanan
intrakranial (TIK) tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah serius
dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK
normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O), TIK lebih
11
tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40
mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah
cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.2
2) Doktrin Monro-Kellie
Merupakan suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan
pengertian dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume
intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya
merupakan rongga yang tidak mungkin mekar. TIK yang normal tidak
berarti tidak adanya lesi masa intrakranial, karena TIK umumnya tetap
dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik
dekompensasi dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume.
Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada garis datar
kurva berapa banyak volume lesi masanya.2,5
Gambar 4. Doktrin Monro-Kellie, kompensasi Intrakranial terhadap masa yang
ekspansi.5
3) Aliran Darah Otak (ADO)
ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak
per menit. Bila ADO menurun sampai 20-25 ml/100 gr/menit maka
aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit sel-sel otak
mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita non-
trauma, fenomena autoregulasi mempertahankan ADO pada tingkat yang
konstan apabila tekanan arteri rata-rata 50-160 mmHg. Bila tekanan
arteri rata-rata dibawah 50 mmHg, ADO menurun curam dan bila
12
tekanan arteri rata-rata di atas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh
darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering
mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya,
penderita-penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder
karena iskemia sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme
kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi
otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami
hipotensi. Karenanya bila terdapat hematoma intra cranial, haruslah
dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus
dipertahankan.2,4
d. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal
sebelum tiba di rumah sakit. Sedangkan yang sampai di rumah sakit, 80%
dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera
kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB).
Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara
15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari
insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya
disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.2
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat
inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10%
dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-
10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.2
13
e. Klasifikasi
1) Mekanisme Cedera Kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus
disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput
durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.5
2) Beratnya Cedera
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera kepala. Cedera kepala adalah trauma mekanik
terhadap kepala secara langsung. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan
GCS, sebagai berikut :
a) Cedera Kepala Ringan (GCS: 14-15)
b) Cedera Kepala Sedang (GCS: 9-13)
c) Cedera Kepala Berat (GCS ≤ 8) (Greenberg, 2001)
Menurut Perdossi (2006) cedera kepala diklasifikasikan menjadi :6
Ringan (Simpel Head
Injury)
a. Tidak ada penurunan kesadaran
b. Tidak ada amnesia post trauma
c. Tidak ada defisit neurologi
d. GCS = 15
Sedang (Mild Head Injury) a. Hilang kesadaran < 10 menit
b. Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio, dan
hematom.
c. Amnesia post trauma < 1 jam
d. GCS = 13 – 15
Berat (Moderate Head
Injury)
a. Kehilangan kesadaran antara >10 menit
sampai 6 jam
b. Terdapat lesi operatif intrakranial atau
abnormal CT Scan
c. Dapat disertai fraktur tengkorak
d. Amnesia post trauma 1 – 24 jam.
e. GCS = 9-12
Tabel 1. Derajat cedera kepala
3) Morfologi Cedera
Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:
14
a) Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula
terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak membutuhkan
pemeriksaan CT scan untuk memperjelas garis frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :7
i. Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
ii. Ekimosis retro aurikuler (Battle`s sign)
iii. Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea)
iv. Parese nervus facialis ( N VII )
b) Fraktur Basis Kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi
pada dasar tulang tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai dengan
robekan pada duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak.
Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada
kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4%
pasien yang mengalami trauma kepala berat. Terdapat tanda-tanda
yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan
serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye
(penumpukan darah pada orbital mata) (Fraktur basis kranii fossa
anterior), atau ottorhea dan battle’s sign (fraktur kranii fossa
media). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga
menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis
kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior.7
15
c) Lesi Intrakranial
i. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria.
Umumnya terjadi pada regio temporal atau temporopariental
akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media,
robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria
diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur
tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya
suatu lucid interval (fase sadar diantara dua fase tidak sadar
karena bertambahnya volume darah). Keadaan ini disusul oleh
gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologis
unilateral yang diikuti oleh timbulnya gejala neurologi yang
secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil
edema dan gejala herniasi transcentorial.7
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan
berasal dari sinus lateral, jika terjadi di oksiput akan
menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah,
ataksia serebral dan paresis nervus kranialis. Berdasarkan foto
rontgen didapatkan garis fraktur yang jalannya melintang
dengan jalan arteri meningea media atau salah satu
cabangnya.7
Gambar 5. Perdarahan intrakranial
16
ii. Perdarahan Subdural
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan,sinus
venosus duramater atau robeknya arachnoidea. Perdarahan
terletak diantara duramater dan arachnoidea.
Subdural Hemorrage (SDH) ada yang akut dan kronik. Gejala
klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah
proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak,
mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran.
Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk
bulan sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma
(hidroma) subdural. Perdarahan subdural terbagi atas 3 bagian
yaitu :7
(a) Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan
kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan
kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral
pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan
cedera otak besar dan cedera batang otak. Perdarahan
subdural akut memberi gejala dalam 24 jam.7
(b) Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 25 – 65 jami
setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri
yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.7
(c) Perdarahan subdural kronik
Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil
memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian
menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-
pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam
beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang
lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.7
17
iii. Perdarahan Subarachnoid
Terjadi pada ruang subarachnoid (piameter dan
arachnoid). Etiologi yang paling sering menyebabkan
perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu
arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa
(MAV). Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh trauma yang
merusak pembuluh darah. Perdarahan subarachnoid juga sering
terjadi pada kondisi nontrauma seperti aneurisma dan
malformasi arteri-vena. Gejala yang ditimbulkan antara lain
nyeri kepala yang hebat dan mendadak, hilangnya kesadaran,
fotofobia, meningismus, mual, dan muntah. Pemeriksaan CT
scan untuk kondisi ini memiliki spesifitas yang rendah. Oleh
karena itu seringkali dilakukan CT angiografi untuk mengecek
perdarahan subarachnoid.7
Komplikasi yang paling sering pada perdarahan
subarachnoid adalah vasospasme dan perdarahan ulang. Tanda
dan gejala vasospasme dapat berupa status mental, deficit
neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia
serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal
tunggal dan lesi multiple luas.7
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk
mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan
perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati
dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine
(hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi (hipertensi).
Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100 mmHg untuk
semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan,
tekanan darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160
mmHg dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah
18
sistolik akan meningkat sampai 1200-220 mmHg.Selain
vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan
epilepsi.7
d) Perdarahan Intraserebral dan Kontusio
Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap
arteri atau vena yang ada di bagian parenkim otak. Region frontal
dan temporal merupakan daerah yang paling sering terkena
namun selain itu dapat pula terjadi di lobus parietalis maupun
pada serebelum. Kontusio intraserebral yangdapat terjadi karena
trauma melalui jejas coup atau countercoup. Jika kepala bergerak
saat terjadi jejas, kemungkinan kontusio terjadi disisi yang jauh
dari tempat terjadinya jejas (countercoup). Apabila dua pertiga
lesi adalah darah, jejas terseebut disebut perdarahan. Gejala klinis
pada perdarahan intraserebral, yaitu adanya penurunan kesadaran,
defisit neurologis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
hemiplegi (gangguan fungsi motorik/sensorik pada satu sisi
tubuh), papill edema (pembengkakan mata). Pada hasil CT scan
didapatkan hasil CT scan yang abnormal dan pada pemeriksaan
penunjang cariran serebrospinal didapatkan cairan yang berdarah.
Penatalaksanaan sedikit kompleks karena mempertimbangkan
region serta luas dari perdarahan yang sering terjadi :
i. Perdarahan <15cm ditatalaksana secara konservatif bila
tidak ada herniasi.
ii. Perdarahan >15cm pada region frontal posterior/inferior dan
temporal memerlukan pembedahan.
iii. Perdarahan pada batang otak, ganglia basal atau thalamus
ditatalaksana secara konservatif.
e) Komosio Serebri
Komosio serebri yaitu disfungsi neuron otak sementara
19
yang disebabkan oleh trauma kapitis tanpa menunjukkan kelainan
mikroskopis jaringan otak. Benturan pada kepala menimbulkan
gelombang tekanan di dalam rongga tengkorak yang kemudian
disalurkan ke arah lobang foramen magnum ke arah bawah
canalis spinalis dengan demikian batang otak teregang dan
menyebabkan lesi iritatif/blokade sistem reversible terhadap
sistem ARAS.
Pada komosio serebri secara fungsional batang otak lebih
menderita daripada fungsi hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi
oleh karena tauma tidak langsung yaitu jatuh terduduk sehingga
energi linier pada kolumna vertebralis diteruskan ke atas sehingga
juga meregangkan batang otak. Akibat daripada proses patologi di
atas maka terjadi gangguan kesadaran (tidak sadar kurang dari 20
menit) bisa diikuti sedikit penurunan tekanan darah, pols dan suhu
tubuh. Muntah dapat juga terjadi bila pusat muntah dan
keseimbangan di medula oblongata terangsang. Gejala :
pening/nyeri kepala, tidak sadar/pingsan kurang dari 20 menit,
amnesia retrograde : hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa
lama sebelum kejadian kecelakaan (beberapa jam sampai
beberapa hari). Hal ini menunjukkan keterlibatan/gangguan pusat-
pusat di korteks lobus temporalis. Post trumatic amnesia :
(anterograde amnesia) lupa peristiwa beberapa saat sesudah
trauma.
Derajat keparahan trauma yang dialaminya mempunyai
korelasi dengan lamanya waktu daripada retrograde amnesia, post
traumatic amnesia dan masa-masa confusionnya. Amnesia ringan
disebabkan oleh lesi di hipokampus, akan tetapi jika amnesianya
berat dan menetap maka lesi bisa meluas dari sirkuit hipokampus
ke garis tengah diensefalon dan kemudian ke korteks singulate
20
untuk bergabung dengan lesi diamigdale atau proyeksinya ke arah
garis tengah talamus dan dari situ ke korteks orbitofrontal.
Amnesi retrograde dan anterograde terjadi secara bersamaan pada
sebagian besar pasien (pada kontusio serebri 76 % dan komosio
serebri 51 %). Amnesia retrograde lebih sering terjadi daripada
amnesia retrograde. Amnesia retrograde lebih cepat pulih
dibandingkan dengan amnesia anterograde.
Gejala tambahan : bradikardi dan tekanan darah naik
sebentar, muntah-muntah, mual, vertigo. (vertigo dirasakan berat
bila disertai komosio labirin). Bila terjadi keterlibatan komosio
medullae akan terasa ada transient parestesia ke empat
ekstremitas. Gejal-gejala penyerta lainnya (sindrom post trauma
kapitis), adalah nyeri kepala, nausea, dizziness, sensitif terhadap
cahaya dan suara, iritability, kesukaran konsentrasi pikiran, dan
gangguan memori. Sesudah beberapa hari atau beberapa minggu ;
bisa di dapat gangguan fungsi kognitif (konsentrasi, memori),
lamban, sering capek-capek, depresi, iritability. Jika benturan
mengenai daerah temporal nampak gangguan kognitif dan tingkah
laku lebih menonjol. Prosedur Diagnostik : 1. X foto tengkorak 2.
LP, jernih, tidak ada kelaina 3. EEG normal Terapi untuk
komosio serebri yaitu : istirahat, pengobatan simptomatis dan
mobilisasi bertahap. Setiap penderita komosio serebri harus
dirawat dan diobservasi selama minimal 72 jam. Awasi
kesadarannya, pupil dan gejala neurologik fokal, untuk
mengantisipasi adanya lusid interval hematom
f) Kontusio cerebri
Lesi kontusio adalah suatu lesi yang bisa berupa perdarahan
pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil,
tanpa adanya kerusakan duramater. Lesi kontusio bisa terjadi
21
tanpa adanya dampak yang berat, yang penting untuk terjadinya
lesi kontusio ialah adanya akselerasi kepala, yang seketika itu
juga menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula
hiperekstensi kepala. Karena itu otak membentang batang otak
terlampau kuat, sehingga menimbulkan blokade reversibel
terhadap lintasan asendens retikularis difus.
Pada kontusio atau memar otak terjadi perdarahan-
perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan
yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan
atau terputus. Pada trauma yang membentur dahi kontusio terjadi
di daerah otak yang mengalami benturan.Pada benturan di daerah
parietal, temporalis dan oksipital selain di tempat benturan dapat
pula terjadi kontusio pada sisi yang bertentangan pada jalan
garis benturan.Lesi kedua ini disebut lesi kontra benturan (lesi
kontusio “contrecoup”). Perdarahan mungkin pula terjadi
disepanjang garis gaya benturan ini, dan pada permukaan bagian
otak yang menggeser karena gerakan akibat benturan.
d. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan
cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam
mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan countrecoup.
22
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut
countrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan
berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan
densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
dari benturan (countrecoup).
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai
proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak
primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron
berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan
neurokimiawi.
e. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala addalah;
1. Edema pulmonal Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema
Gambar 2. Mekanisme cidera kepala tertutup
23
paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat
sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran
darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun
bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu
darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus.
Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan
menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut. 24
2. Peningkatan TIK Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika
peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan
diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut
sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius
dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung
serta kematian.
3. Kejang Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama
fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan
kejang dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau
jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.
Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah
satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian
obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan
diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada
system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan
24
irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis Adanya fraktur di daerah fossa
anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian
petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges, sehingga
CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah 25 hidung atau telinga.
Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
5. Infeksi.
M. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 7 Juli 2017, jam 14.00 WIB
Keadaan Umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Status Gizi : Cukup
Vital sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,80 C secara aksiler
Status Internus
Kepala : Mesocephal, hematoma (+) pelipis kanan
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+), reflek kornea (+/+) ptosis (-)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), karies dentis (-) atrofi papil lidah
(-), lidah deviasi (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
25
Thorax :
Cor :
Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Depan Belakang
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, spider naevi (-), warna kulit sama
dengan warna kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Hepar & lien tak teraba
Ekstremitas :
Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
26
Bawah : Oedem (-/-), CRT (< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan Abnormal : Tidak ada
Cara berjalan : Normal
Pemeriksaan Saraf Kranial
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu Baik Baik
N. II. Optikus Daya penglihatan Baik Baik
Pengenalan warna Sdn Sdn
Lapang pandang Sdn Sdn
N. III.
Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial Baik Baik
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya
konsensual
+ +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh Baik Baik
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus Menggigit Sdn Sdn
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka + +
Refleks kornea + +
Trismus - -
27
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis Kedipan mata Baik Baik
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut Simetris Simetris
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata N N
Meringis Sdn Sdn
Menggembungkan pipi + +
Daya kecap lidah 2/3 ant Sdn Sdn
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik + +
Mendengar bunyi arloji TD TD
Tes Rinne TD TD
Tes Schwabach TD TD
Tes Weber TD TD
N. IX.
Glosofaringeus
Arkus faring TD TD
Daya kecap lidah 1/3 post Sdn
Refleks muntah TD
Sengau -
Tersedak -
N. X. Vagus Denyut nadi 81 x/menit
Arkus faring TD
Bersuara TD
Menelan Normal
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala + +
Sikap bahu normal Normal
Mengangkat bahu + +
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII.
Hipoglossus
Sikap lidah Asimetris
Artikulasi Sdn
28
Fasikulasi lidah +
Menjulurkan lidah +
Trofi otot lidah Eutrofi
Pemeriksaan Motorik
G
T B
K
5 5
Tn
N N
Tr
Eu Eu
T B
5 5
N N
Eu Eu
Refleks Fisiologi SDN N Refleks Patologis SDN N
SDN N SDN N
Pemeriksaan Sensibilitas : Dalam batas normal
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:
Miksi : BAK normal, inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-)
Defekasi : BAB normal, diare berlendir (-), inkontinentia alvi (-), retensio
alvi (-)
Koordinasi dan keseimbangan
Cara berjalan : Normal
Tes Romberg : Normal
Tes Fukuda : Normal
Tes telunjuk hidung : Normal
Tes telunjuk telunjuk : Normal
Disdiadokinesis : Normal
Dismetria : Normal
Rebound Phenomenon : Normal
29
Pemeriksaan Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : (-)
Kernig sign : (-)
Brudzinsky I : (-) Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky II : (-) Brudzinsky IV : (-)
N. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah & Kimia klinik (6 Juli 2017)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 14.6 g/dl 13.2 – 17.3 g/dl
Leukosit 14.4 ribu 3.8 – 10.6 ribu
Eritrosit 4.69 juta 4.4 – 5.9 juta
Hematokrit 43.5 % 40 – 52
Trombosit 265 ribu 150 – 400 ribu
Kimia Klinik
Glukosa puasa 139 mg/dl H 82 – 115 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 183 mg/dl H <120 mg/dl
SGOT - U/L 0 – 50 U/L
SGPT - IU/L 0 – 50 IU/L
Ureum 24.9 mg/dl 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.78 mg/dl 0.62 – 1.1 mg/dl
Laju endap darah 45 mm/jam H 0 – 20 mm/jam
2.
30
3. CT Scan (6 Juli 2017)
Hasil :
a. Tak lesi hipodens pada white midler lobus occipital kanan
b. Sulci corticalis hemisfer kanan kiri sempit
c. Fissure sylvi kanan kiri sempit
d. Diffensiasi white-grey matter kabur
e. Tak tampak midle shifting
f. Sistem vertikel lateral kanan kiri III dan IV normal
g. Sisterna perimesensefalic normal
h. Batang otak dan serebelum normal
i. Tak tampak kesuraman/penebalan mukosa sinus paranasales dan
mastoid air cell
j. Tak tampak fraktur pada os calvaria, maxillofacial dan vertebra
cervical yang tervisualisasi
31
Kesan :
a. Gambaran brain swelling dengan focal vasogenic edem ec cerebral
contusio lobus occipital kanan
b. Tak tampak tanda peningkatan tekanan intracranial saat ini
c. Tak tampak fraktur pada os calvaria, maxxillo facial dan vertebra
cervical yang tervisualisasi
O. DIAGNOSIS AKHIR
1. Diagnosis Klinis : Cedera kepala sedang
2. Diagnosis Topis : Intrakranial
3. Diagnosis Etiologi : Moderate Traumatic Brain Injury
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E4M6V5 yang
menunjukkan bahwa pasien compos mentis. Tekanan darah pasien 120/80 mmHg,
nadi 78x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup, laju napas 20 x/menit, suhu
36,50C secara aksiler. Tidak didapatkan demam yang merupakan tanda adanya
infeksi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri kepala atas + skala 3/10
menandakan nyeri kepala pada pasien telah berkurang dari sebelumnya.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan peningkatan leukosit
serta ditemukan penurunan Hb, eritrosit dan hematokrit. Peningkatan leukosit
merupakan pertanda adanya reaksi inflamasi atau infeksi. Penelitian di RSCM
menunjukkan bahwa leukositosis dapat dipakai sebagai salah satu indikator
pembeda antara kontusio (CKS) dan komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk
pada CT scan otak abnormal, sedangkan angka leukositosis 14.000 menunjukkan
kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10 menit dan nilai
SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke arah komosio.Prediktor ini
bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah tanpa fasilitas CT scan otak, dapat
dipakai sebagai salah satu acuan prediktor yang sederhana juga bisa sebagai
marker atau penanda. Pada pemeriksaan penunjang CT Scan kepala tanpa kontras.
32
Hb, Eritrosit dan Hematokrit yang menurun diakrenan fraktur terbuka yang dialami
pasien dibagian ekstremitas bawah sehingga terjadi perdarahan. Pada pemeriksaan
penunjang Foto rontgen cranium di IGD tidak ditemukan adanya fraktur atau
cedera kepala lainnya. Menunjukan pada pasien sesuai dengan pemeriksaan fisik
yaitu tidak terdapat lebam pada bagian mata dan belakang telinga yang merupkan
penanda fraktur basis cranii.
P. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
a. Obat Oral
1) Flunarizine 2x5 mg
b. Obat Injeksi
1) Ranitidin 2x1 ampul
2) Ondancetron 3x1 gr
3) Mecobalamin 1x1
4) Metilprednisolon 3x125 mg t.a
5) Asam Traneksamat 3x1 gr
6) Citicoline 2x500mg
c. Obat Infus
1) Asering 12 tpm
2. Non Farmakologi
a. Rawat Inap
b. Bedrest
Q. PROGNOSIS
1. Death : dubia ad bonam
2. Disease : dubia ad bonam
3. Disability : dubia ad bonam
4. Discomfort : dubia ad bonam
5. Dissatisfaction : dubia ad bonam
6. Distitution : dubia ad bonam
33
Diskusi III
1. Farmakologi Obat Oral
a. Flunarizine
Flunarizine adalah obat yang biasa digunakan untuk mencegah serangan
migren, gangguan organ keseimbangan di telinga, dan gangguan pembuluh
darah di seluruh tubuh yang bisa menyebabkan munculnya gejala seperti
pusing, tinitus, dan vertigo5
2. Farmakologi Obat Injeksi
a. Citicoline
Citicolin golongan nootropik dan neurotonik/ neurotropik, vasodilator perifer
& aktivator serebral. Obat resep ini berfungsi mencegah degenerasi saraf dan
melindungi kerusakan mata akibat degenerasi saraf optik, meningkatkan
phosphatidylcholine, meningkatkan metabolisme glukosa di otak, dan
meningkatkan aliran darah dan oksigen otak5.
b. Ranitidin
Ranitidin adalah obat golongan antasida yang berfungsi menurunkan sekresi
asam lambung berlebih5.
c. Asam Traneksamat
Kalnex termasuk golongan obat tranexamic acid. Tranexamic acid digunakan
untuk membantu menghentikan kondisi perdarahan. Tranexamic acid
merupakan agen antifibrinolytic. Golongan obat ini bekerja dengan
menghalangi pemecahan bekuan darah, sehingga mencegah pendarahan5.
d. Ondancetron
Terjadinya mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang
bernama serotonin. Jumlah serotonin dalam tubuh akan meningkat ketika
kita menjalani kemoterapi, radioterapi, dan operasi. Seretonin akan bereaksi
terhadap reseptor 5HT3 yang berada di usus kecil dan otak, dan membuat
kita merasa mual. Ondansetron akan menghambat serotonin bereaksi pada
reseptor 5HT3 sehingga membuat kita tidak mual dan berhenti muntah.
34
e. Metilprednisolon
Methylprednisolone adalah salah satu jenis obat kortikosteroid yang dapat
menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi peradangan serta
gejalanya, seperti pembengkakan dan nyeri. Kortikosteroid efektif untuk
mengatasi edema vasogenik yang terutama berhubungan dengan
peningkatan permaebilitas sawar darah otak. Kortikosteroid menurunkan
permaebilitas sawar darah otak dengan menghambat transport aktif ion Na K
ATPase yang penting untuk pertukaran ion natrium yang dapat menarik air
sehingga terjadi edema.
3. Farmakologi Obat Infus
a. Asering 12 tpm
Infus asering diindikasikan untuk perawatan darah dan kehilangan
cairan, hipokalsemia, kekurangan kalium, ketidakseimbangan elektrolit,
inkonsistensi pH, natrium yang rendah dalam darah dan kondisi lainnya5.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Utama, Herry SY, Diagnosis and Treatment of Head Injury.
(herryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosa-dan.html)
2. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam:
Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia.
Komisitrauma IKABI, 2004.
3. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon
Learning System LLC, 2003.
4. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua.
Gajah Mada University Press, 2004.
5. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000
6. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3
November2007. Pekanbaru
7. Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci: Universitas
Pelita Harapan
8. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam:
Neurosurgery 2ndedition. New York: McGraw Hill, 1996.
9. Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta,
2000.
10. Adam, R.D, Victor, M. Principles of Neurology. 7th ed. Mc Graw Hill Inc.
Singapore. 2005.