seminar hasil tesis diajukan untuk memenuhi …

35
1 PERBEDAAN EFEKTIVITAS EKSTRAK TEH HIJAU, INFUSUM TEH HIJAU DAN KLORHEKSIDIN TERHADAP ERADIKASI BIOFILM Enterococcus faecalis secara in vitro SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SPESIALIS KONSERVASI GIGI Diajukan oleh: Melaniwati 114.414.003 PROGRAM STUDI SPESIALIS KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2016

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

1

PERBEDAAN EFEKTIVITAS EKSTRAK TEH HIJAU, INFUSUM

TEH HIJAU DAN KLORHEKSIDIN TERHADAP ERADIKASI BIOFILM

Enterococcus faecalis secara in vitro

SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI

PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SPESIALIS KONSERVASI GIGI

Diajukan oleh:

Melaniwati

114.414.003

PROGRAM STUDI SPESIALIS KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

2016

Mela suardi
Page 2: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bakteri merupakan penyebab utama terjadinya kelainan pada pulpa dan

jaringan periapikal. Perawatan saluran akar bertujuan untuk menghilangkan bakteri

dari sistem saluran akar.1 Tahapan penting dalam perawatan saluran akar meliputi

preparasi saluran akar, irigasi dan pengisian saluran akar. Preparasi saluran akar

dilakukan secara kimia-mekanis, yaitu preparasi secara mekanis menggunakan

instrumen dan secara kimiawi dengan larutan irigasi.2

Larutan irigasi yang digunakan bertujuan untuk menghilangkan debris sisa

preparasi mekanis, jaringan pulpa nekrotik dan bakteri dalam saluran akar yang

tidak bisa dicapai dengan instrumentasi secara mekanis.3 Larutan irigasi untuk

perawatan saluran akar yang ideal harus mempunyai sifat mampu membunuh

bakteri, mengeluarkan debris hasil preparasi saluran akar, berfungsi sebagai bahan

lubrikasi, melarutkan jaringan organik, tidak mengiritasi jaringan periapikal, tidak

bersifat toksik terhadap jaringan periradikular dan tidak melemahkan struktur gigi.4

Penyebab infeksi saluran akar adalah berbagai macam bakteri.Bakteri pada

kasus endodontik primer berbeda dengan kelainan setelah perawatan saluran akar.

Pada gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar, bakteri yang dominan

adalah bakteri Gram-positif.5 Enterococcus faecalis merupakan bakteri kokus

Gram-positif, anaerob fakultatif.6 Prevalensi tinggi bakteri Enterococcus faecalis

ditemukan pada saluran akar yang sudah dilakukan perawatan dengan kelainan

periapikal dan ditemukan 29-77% pada kasus endodontik.7 Enterococcus faecalis

merupakan bakteri yang paling resisten dan dapat menyebabkan kegagalan pada

perawatan saluran akar.8 Bakteri Enterococcus faecalis dapat menempel pada

dinding saluran akar, berakumulasi dan membentuk biofilm.9 Bakteri ini juga

resisten terhadap bahan medikasi intrakanal seperti kalsium hidroksida.5,6

Page 3: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

3

Bahan yang digunakan untuk irigasi saluran akar antara lain hidrogen

peroksida (H₂O₂), natrium hipoklorit (NaOCl), Ethylenediaminetetraacetic acid

(EDTA), klorheksidin glukonat (CHX) dan Mixed Tetracyclin Acid and Detergen

(MTAD). Natrium hipoklorit merupakan larutan irigasi yang paling sering

digunakan pada perawatan saluran akar. Konsentrasinya bervariasi dari 0,5-6%.

Natrium hipoklorit bersifat antibakteri dan merupakan pelarut organik yang sangat

baik untuk jaringan pulpa vital dan nekrotik.6 Natrium hipoklorit mempunyai sifat

sebagai larutan irigasi yang ideal namun punya efek toksik terhadap jaringan

periapikal, rasa bau dan tidak enak dan bisa menyebabkan reaksi alergi.8,10

Klorheksidin glukonat telah digunakan lebih dari 50 tahun untuk mencegah

karies, terapi kelainan periodontal, obat kumur dan larutan irigasi. Konsentrasinya

bervariasi dari 0,2-2%.6 Klorheksidin glukonat telah banyak digunakan dalam

perawatan endodontik sebagai larutan irigasi karena bersifat antibakteri yang

berspektrum luas, sitotoksisitasnya relatif rendah dan berkemampuan untuk

menghambat pertumbuhan bakteri tertentu yang resisten, seperti Enterococcus

faecalis.2

Selain klorheksidin ada beberapa bahan alami yang dikembangkan sebagai

bahan antimikroba. Bahan alam, terutama tanaman, telah lama digunakan di bidang

kesehatan untuk keperluan preventif, kuratif, dan rehabilitatif.2 Pengobatan dengan

menggunakan tumbuhan obat di Indonesia saat ini lebih digalakkan, baik di bidang

kedokteran maupun kedokteran gigi, sehingga pemakaian tanaman obat

berkembang dengan pesat. Hal ini terjadi karena Indonesia dikenal kaya dengan

keanekaragaman hayati atau tumbuhan. Upaya itu dilakukan seiring dengan anjuran

pemerintah untuk mengelola dan memberdayakan segala sumber daya alam secara

lestari dan berkelanjutan. Tumbuhan obat juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan

dasar pembuatan obat karena efisien, murah, mudah didapatkan, tingkat toksisitas

rendah dan resistensi bakteri rendah.10

Teh hijau merupakan salah satu tanaman yang dapat dijadikan minuman yang

sudah dikenal luas di Indonesia dan di dunia. Teh dibedakan menjadi empat jenis

yaitu teh putih, teh hijau, teh oolong dan teh hitam. Teh putih terbuat dari daun yang

sangat muda, teh hijau dari daun yang tidak difermentasikan, teh oolong dari daun

Page 4: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

4

yang sebagian difermentasikan sedangkan teh hitam dari daun teh yang di

fermentasi total. Teh hijau mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri Gram-

positif dan Gram-negatif seperti Escherichia coli, Salmonella spp, Staphylococcus

aureus, dan Enterococcus spp.11 Teh juga mengandung flouride alami yang mampu

mencegah terjadinya karies gigi.2 Kandungan fitokimia teh hijau yaitu alkaloid,

saponin, tanin, katekin dan polifenol.12 Teh hijau mengandung polifenol dengan

konsentrasi paling besar dibandingkan dengan teh oolong dan teh hitam.11 Tiga

puluh sampai empat puluh persen daun teh hijau mengandung polifenol dimana

kandungan utamanya adalah katekin, sedangkan teh hitam hanya mengandung tiga

sampai sepuluh persen polifenol.12

Kandungan katekin dalam teh mempunyai efek antibakteri, antikanker,

antioksidan, dan antiinflamasi. Teh hijau mudah tersedia, ekonomis, tingkat

toksisitas rendah dan tidak menimbulkan resistensi bakteri, sehingga teh hijau

merupakan alternatif yang sangat baik untuk dijadikan sebagai bahan irigasi pada

perawatan endodontik. Penelitian Martina dkk. menyatakan bahwa infusum teh

hijau konsentrasi 3,5% merupakan konsentrasi minimal yang dapat menghambat

pertumbuhan Enterococcus faecalis.3

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan efektivitas antara ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh

hijau 3,5% dan klorheksidin 2% terhadap eradikasi biofilm Enterococcus faecalis

setelah aplikasi selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik secara in vitro.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas antara ekstrak teh

hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5% dan klorheksidin 2 % terhadap eradikasi

biofilm Enterococcus faecalis setelah aplikasi selama 15 detik, 30 detik dan 60

detik secara in vitro.

D. Manfaat Penelitian

Page 5: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

5

Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai penelitian bahan irigasi saluran akar dalam bidang kedokteran gigi,

terutama dalam bidang ilmu konservasi gigi. Bagi praktisi kedokteran gigi di bidang

endodontik adalah menemukan bahan irigasi alternatif alami untuk saluran akar

yang aman digunakan sehingga tingkat keberhasilan perawatan saluran akar

meningkat. Bagi masyarakat agar diperoleh pelayanan perawatan gigi yang lebih

baik ditinjau dari tingkat keamanan bahan irigasi saluran akar yang akan digunakan

dan lebih ekonomis.

BAB II

Page 6: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

6

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perawatan Saluran Akar

Tujuan perawatan saluran akar adalah mengeliminasi bakteri dari sistem saluran

akar dan mencegah terjadinya infeksi berulang. Infeksi berulang dan peradangan

periapikal dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri yang ditemukan dalam sistem

saluran akar dan tubulus dentin. Pembersihan dan desinfeksi saluran akar sangat

tergantung pada preparasi secara mekanis menggunakan instrumen dan secara

kimiawi dengan larutan irigasi.14

Irigasi adalah proses penting dalam menghilangkan mikroorganisme dari sistem

saluran akar.2,14 Bahan irigasi saluran akar yang digunakan bertujuan untuk

menghilangkan debris sisa preparasi mekanis, jaringan nekrotik, bakteri dan smear

layer dalam saluran akar. Larutan irigasi yang ideal harus mempunyai sifat dapat

membersihkan debris, berfungsi sebagai bahan lubrikasi, melarutkan bahan

organik, mampu membunuh bakteri, tidak mengiritasi jaringan periapikal, tidak

bersifat sitotoksik dan tidak melemahkan struktur gigi.15

B. Enterococcus faecalis

Enterococcus faecalis merupakan bakteri kokus Gram-positif, anaerob

fakultatif, tidak bergerak, berbentuk ovoid dengan diameter rata-rata 0,8-1 µm

terdiri atas rantai pendek, tunggal maupun berpasangan. Enterococcus faecalis

dapat memasuki tubulus dentin, bertahan dari preparasi kimia mekanis dan bahan

medikamen saluran akar, serta dapat menyebabkan infeksi ulang saluran akar yang

telah diobturasi.16 Enterococcus faecalis dapat menempel pada dinding saluran

akar, berakumulasi dan membentuk biofilm.16 Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu

10-45 ̊C dan bertahan pada suhu 60 ̊C selama 30 menit.17

Bakteri ini sering ditemukan pada infeksi rongga mulut, periodontitis

marginalis, infeksi saluran akar, abses periradikular dan sering terdeteksi pada

kasus terapi endodontik yang gagal termasuk pada pengisian saluran akar dengan

periodontitis apikalis yang persisten.17 Enterococcus faecalis dapat bertahan hidup

Page 7: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

7

di saluran akar sekalipun dalam lingkungan yang merugikan dengan nutrisi yang

terbatas.16

C. Biofilm

Biofilm adalah komunitas mikroba multiselular yang ditandai sel-sel yang

berikatan erat dan terikat dalam matriks extracellular polimeric substance (EPS).9

Matriks dalam biofilm tersusun oleh polisakarida yang mengandung protein dan

asam nukleat. Biofilm menyimpan nutrisi untuk pertumbuhan populasi

mikroorganisme dan melekatkan mikroorganisme pada permukaan. Bakteri

Enterococcus faecalis dapat menempel pada dinding saluran akar, berakumulasi

dan membentuk biofilm.9

D. Pengujian Biofilm

Ada empat metode dasar untuk menilai pertumbuhan dan menganalisis biofilm

yaitu microtiter plate biofilm assay, air-liquid interface assay, colony biofilm assay

dan kadouri drip-fed biofilm assay. Microtiter plate biofilm assay disebut juga 96-

well plate assay. 96-well plate assay merupakan metode sederhana untuk melihat

perlekatan bakteri dengan mengukur pewarnaan dari perlekatan biofilm. Pewarnaan

bakteri yang digunakan adalah kristal violet o,1%, pewarnaan yang terserap pada

bakteri kemudian dilarutkan dengan etanol acetone kemudian densitas optik dari

kristal violet dibaca menggunakan microtiter plate reader.

Air-liquid interface assay (ALI Assay) merupakan metode sederhana untuk

menganalisis secara mikroskopis pembentukan atau formasi dari biofilm pada

waktu 4-48 jam. Menggunakan 24 well plate yang diletakkan pada sudut 30-50̊ dari

bidang horizontal kemudian penilaian bakteri yang sudah ditumbuhkan dalam

jangka waktu tertentu dengan mikroskop inverted.

Colony biofilm assay merupakan metode dengan menumbuhkan koloni biofilm

pada membran semipermeabel yang diletakkan diatas plat agar. Metode ini

digunakan untuk melihat kematian sel dalam biofilm setelah aplikasi antibiotik.

Kadouri drip-fed biofilm assay merupakan metode untuk melihat pembentukan

biofilm bakteri yang ditumbuhkan dalam waktu yang lebih lama sehingga

Page 8: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

8

didapatkan maturasi yang sempurna dari biofilm kemudian pembentukan biofilm

pada dasar well plate dilihat dengan mikroskop inverted.18

E. Larutan Irigasi

1. Klorheksidin glukonat (CHX)

Klorheksidin glukonat (CHX) memiliki kegunaan sebagai obat kumur,

medikamen intrakanal dan larutan irigasi. Konsentrasinya bervariasi dari 0,2-

2%. Klorheksidin glukonat konsentrasi 0,2% mempunyai efek bakteriostatik

sedangkan pada konsentrasi tinggi 2% punya daya bakterisid. Klorheksidin

glukonat memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, daya

tahan serta biokompatibilitas yang tinggi. Klorheksidin glukonat adalah bahan

antibakteri yang berspektrum luas yang efektif dalam menghambat bakteri

Gram-negatif dan Gram-positif, terutama untuk menghambat pertumbuhan

bakteri tertentu yang resisten, seperti Enterococcus faecalis.19,20,21 Klorheksidin

glukonat dalam bentuk obat kumur biasanya digunakan untuk terapi periodontal

dan karies. Klorheksidin glukonat memiliki sitotoksisitas yang relatif rendah,

namun juga memiliki kekurangan, yaitu tidak dapat melarutkan jaringan

organik dan efek samping berupa iritasi pada kulit, gingivitis deskuamatif,

perubahan warna pada gigi dan lidah, atau serta dapat merusak potensi

regeneratif jaringan apikal.22 Klorheksidin glukonat juga direkomendasikan

sebagai larutan irigasi alternatif selain natrium hipoklorit terutama untuk gigi

dengan apeks terbuka dan penderita dengan riwayat alergi natrium hipoklorit.8

2. Teh hijau (Camelia sinensis)

Teh hijau (Camellia sinensis) merupakan salah satu tanaman yang dapat

dijadikan minuman yang sudah dikenal luas di Indonesia dan di dunia. Teh

diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1686 oleh seorang ahli botani sekaligus

dokter dari Belanda bernama Andreas Cleyer.

Komposisi Teh Hijau (Camelia sinensis) terdiri atas kandungan kimia yang

kompleks. Teh mengandung alkaloid, saponin, tanin, katekin polifenol, 15-20%

Page 9: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

9

protein dan 1-4% asam amino seperti tanin, asam glutamat, triptopan, glycine,

serin, tirosin, valin, leucine, threonin dan arginin. Selain itu, terdapat unsur

karbohidrat seperti selulose, glukosa, pektin dan fruktosa. Teh hijau juga

mengandung berbagai macam mineral dan vitamin (B, C dan E), lipid, pigmen

berupa klorofil dan enzim-enzim yang berperan sebagai katalisator contohnya

enzim amilase, protease, peroksidase dan polifenol oksidase.12

Tiga puluh sampai empat puluh persen dari daun teh mengandung polifenol

yang kandungan utamanya adalah katekin, sedangkan teh hitam hanya

mengandung tiga sampai sepuluh persen polifenol.12 Katekin merupakan

senyawa larut air, tidak berwarna dan memiliki rasa yang pahit. Di samping itu,

katekin adalah komponen utama teh hijau yang paling berpengaruh terhadap

seluruh komponen teh (rasa, aroma dan warna). Kandungan katekin teh hijau

terdiri atas senyawa katekin (C), 50% (-)-epigallatocatechin-3-gallate (EGCg),

19% (-) – epigallatocatechin (EGC), 13.6% (-)-epicatechin-3-gallate (ECg) dan

sekitar 6.4% (-)-epicatechin (EC).3,22 ECg, EGC, EGCg berperan sebagai zat

antimikroba.11

Konsentrasi katekin pada teh hijau tergantung pada umur daun, lokasi

geografis, kondisi saat pertumbuhan (iklim, tanah) dan varietas tanaman tehnya.

Teh hijau juga mengandung gallic acid (GA) dan polifenol lainnya seperti asam

klorogenik dan flavonol yaitu kaempferol, myricetin dan quercetin yang bersifat

sebagai antioksidan alami.11

Dari hasil penyaringan fitokimia, pada teh hijau terbukti terdapat

kandungan alkaloid, saponin, tanin, katekin dan polifenol, penelitian

menyebutkan bahwa kandungan polifenol pada teh hijau lebih berperan sebagai

zat anti mikroba pada saluran akar. Ekstrak teh hijau termasuk dalam kelompok

antimikroba berspektrum luas dalam menghambat petumbuhan bakteri dan

jamur. Antimikroba merupakan zat yang berfungsi untuk membunuh

menghambat pertumbuhan mikroba.24 Mekanisme kerja zat antimikroba dapat

meliputi penghambatan sintesis dinding sel, penghambatan fungsi membran sel,

penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat, dan

penghambatan reaksi enzimatik.3

Page 10: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

10

Katekin dalam teh merupakan senyawa utama dalam polifenol yang bersifat

anti mikroba karena menunjukkan kemampuannya merusak sel dari sebagian

mikroorganisme, di antaranya Enterococcus faecalis dan Staphylococcus

aureus dan efektif menurunkan jumlah mikroba saluran akar lainnya.

Kandungan teh hijau yaitu katekin menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus (Gram-positif) dan Enterococcus faecalis dengan

merusak struktur bakteri tersebut. Struktur yang dirusak pada Staphylococcus

aureus tersebut di antaranya kapsul, lapisan peptidoglikan, polisakarida A

(asam teikhoat), protein A, membran sitoplasma, dan sitoplasma.Selain itu

peran katekin yaitu pada membran lipid bilayer yang menghilangkan struktur

sel dan fungsi sel sehingga menyebabkan kematian bakteri tersebut.11

Kandungan teh hijau terutama senyawa polifenol yaitu EGCg terbukti dapat

membunuh bakteri dengan menempel pada dinding bakteri, kemudian

melakukan agregasi pada lapisan peptidoglikan dan menyebabkan kebocoran,

lama kelamaan dinding sel akan menipis dan pecah menyebabkan keluarnya isi

sel dan kematian bakteri.3,12

F. Metode Infusa dan Ekstraksi

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia

nabati dengan air pada suhu 90 ̊C selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan

cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti

daun dan bunga. Pembuatannya dengan mencampur simplisia dalam panci dengan

air secukupnya, kemudian dipanaskan pada suhu 90 ̊C selama 15 menit sambil

sekali-sekali diaduk. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan aktif dari

jaringan tumbuhan atau binatang dengan menggunakan pelarut tertentu. Pelarut

yang digunakan adalah air, etanol atau campuran etanol dan air.

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

Page 11: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

11

A. Kerangka Teori

Pada tahap preparasi saluran akar, instrumentasi harus didukung oleh bahan

irigasi yang aktif. Tujuan irigasi saluran akar adalah untuk menghilangkan

debris sisa preparasi mekanis, jaringan nekrotik, bakteri dan smear layer dalam

saluran akar.

Enterococcus faecalis adalah bakteri yang paling sering ditemukan dalam

saluran akar dan mampu bertahan dalam perubahan lingkungan saluran akar

serta resisten terhadap bahan medikasi saluran akar. Prevalensi tinggi bakteri

Enterococcus faecalis ditemukan pada saluran akar yang sudah dilakukan

perawatan dengan kelainan periapikal.

Klorheksidin glukonat (CHX) memiliki kegunaan sebagai obat kumur,

medikamen intrakanal dan larutan irigasi. Klorheksidin glukonat 2%

merupakan salah satu bahan irigasi yang digunakan secara luas karena memiliki

efek antimikroba yang baik. Klorheksidin efektif terhadap bakteri Gram negatif

dan Gram positif.

Selain klorheksidin ada beberapa bahan alami yang dikembangkan sebagai

bahan antimikroba. Bahan yang dikembangkan sebagai alternatif bahan irigasi

saluran akar ialah teh hijau (Camelia sinensis). Daun teh hijau diketahui

memiliki efek antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri dan salah satunya

adalah Enterococcus faecalis.

B. Kerangka Konsep

Ekstrak teh hijau 3,5%

Infusum teh hijau 3,5%

Klorheksidin 2%

Eradikasi biofilm Enterococcus faecalis

Page 12: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

12

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan efektivitas bahan irigasi antara ekstrak teh hijau 3,5%,

infusum teh hijau 3,5% dan klorheksidin 2% terhadap eradikasi biofilm

Enterococcus faecalis setelah aplikasi selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik

secara in vitro.

BAB IV

METODE PENELITIAN

Aplikasi waktu

15 detik, 30 detik dan

60 detik

Page 13: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

13

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris untuk

mengetahui perbedaan efektivitas bahan irigasi antara ekstrak teh hijau 3,5%,

infusum teh hijau 3,5% dan klorheksidin glukonat 2% terhadap eradikasi

biofilm Enterococcus faecalis setelah aplikasi bahan selama 15 detik, 30 detik

dan 60 detik secara in vitro.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan paska perlakuan

dengan kontrol.

C. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah setiap sumuran dari microtiter well plate yang

berisi 1x108 CFU/mL Enterococcus faecalis ATCC 29212 yang didapat dari

bagian Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Perhitungan jumlah sampel penelitian dihitung berdasarkan rumus Lwanga dan

Lemeshow:

n = 2 Sd2 (Z1-α + Z1-β)2

(x1-x2)2

Keterangan:

n = jumlah sampel

Sd = standar deviasi larutan CHX ditambah larutan NaOCl dibagi 2

Z 1-α = deviat baku normal untuk tingkat kemaknaan ( Z 1 - α = 1,96)

Z 1-β = deviat baku normal untuk kekuatan uji ( Z 1 - β = 0,842)

x1 = rata-rata besarnya densitas optik E. faecalis larutan CHX.

x2 = rata-rata besarnya densitas optik E. faecalis larutan NaOCl.

Perhitungan besar sampel berdasarkan penelitian Manikandan, dkk.26

Sd = 0,01 + 0,03 = 0,0004

Z 1-α = 1,96

Z 1-β = 0,842

Page 14: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

14

x1 = rata-rata densitas optik E. faecalis larutan CHX (x1 =0,134)

x2 = rata-rata densitas optik E. faecalis larutan NaOCl (x2 =0,089)

n = 2 Sd2 (Z1-α + Z1-β)2

(x1-x2)2

= 2 (0,0004)2 (1,96+0,842)2

(0,134-0,089)2

= 3,1

Setelah dilakukan perhitungan didapat nilai n= jumlah sampel minimal

yaitu 3,1. Pada penelitian ini digunakan 6 sampel untuk tiap kelompok.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas atau pengaruh

Variabel bebas pertama pada penelitian ini adalah larutan irigasi ekstrak

teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5% dan klorheksidin 2%. Variabel

bebas kedua adalah waktu aplikasi selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik.

2. Variabel tergantung atau terpengaruh

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah nilai eradikasi biofilm

Enterococcus faecalis berdasarkan nilai densitas optik menggunakan

microtiter plate reader.

3. Variabel terkendali

Variabel terkendali pada penelitian ini adalah: operator, jenis larutan

irigasi, volume larutan irigasi, konsentrasi larutan irigasi, jumlah bakteri

media pertumbuhan.

E. Definisi Operasional Variabel

1. Eradikasi biofilm Enterococcus faecalis

Nilai efektivitas eradikasi biofilm Enterococcus faecalis yang terbentuk

dari 1x108 CFU/mL E. Faecalis pada 96 well microtiter plate yang diukur

berdasarkan nilai densitas optik pewarna kristal violet yang terserap oleh

Page 15: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

15

biofilm setelah aplikasi bahan uji dan diukur menggunakan microtiter

plate reader (Model 680, Bio-Rad, USA) pada panjang gelombang 655

nm.

Skala: Ratio.

2. Esktrak teh hijau 3,5%

Daun teh hijau dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 24

jam. Daun teh hijau yang telah kering ditumbuk dan diayak dengan

ayakan ukuran 2/9 sehingga didapatkan serbuk teh hijau. Serbuk teh

hijau direndam dengan etanol 70% sebanyak 800 mL, diaduk dan

ditutup aluminium foil selama 24 jam kemudian disaring. Filtrat yang

telah disaring ditampung dan ditambahkan pelarut etanol 70% sampai

bahan tersebut terendam. Filtrat kemudian ditutup dengan aluminium

foil dan didiamkan 24 jam, kemudian disaring. Filtrat ditampung

kembali kemudian dipekatkan menggunakan evaporator sehingga

diperoleh ekstrak pekat dan tidak mengandung etanol. Uji fitokimia dari

ekstrak teh hijau dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Bogor.

Skala: Nominal.

3. Infusum teh hijau 3,5%

Daun teh hijau dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 24

jam. Daun teh hijau yang telah kering ditumbuk dan diayak dengan

ayakan ukuran 2/9 sehingga didapatkan serbuk teh hijau. Serbuk teh

hijau diambil sebanyak 100 gram kemudian dipanaskan dengan suhu

90oC dalam 100mL air selama 15 menit , lalu dilakukan penyaringan

dengan kertas saring steril. Volume infusum yang dihasilkan dari

penyaringan ditambahkan dengan air panas hingga memperoleh 100mL.

Pada konsentrasi infusum 3,5% dilakukan pengenceran sesuai

konsentrasi. Uji fitokimia dari infusum teh hijau dilakukan di

Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor.

Skala: Nominal.

4. Klorheksidin 2%

Page 16: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

16

Larutan klorheksidin glukonat 2% (Gluco-Chex 2%, Ultradentalindo).

Skala: Nominal.

F. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian

a. Tabung reaksi untuk mengencerkan bakteri Enterococcus faecalis.

b. Pipet transfer.

c. Pipet individual 5 mL.

d. Pipet tips.

e. Autoclave.

f. 96-well microtiter plate (TCP-001096, Jt-Bio Filtration,

Guangzhou).

Gambar 2. 96-well microtiter plate.

g. Microtiter plate reader (Model 680, Bio-Rad, USA)

Page 17: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

17

Gambar 3. Microtiter plate reader.

h. Inkubator untuk tempat menyimpan subyek penelitian agar

memperoleh suhu yang stabil

Gambar 4. Inkubator.

2. Bahan penelitian

a. Bakteri Enterococcus faecalis ATCC 29212 yang didapat dari

bagian Biologi Oral Universitas Indonesia.

Gambar 5. Bakteri Enterococcus faecalis ATCC 29212.

b. Esktrak teh hijau 3,5%

Page 18: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

18

Gambar 6. Ekstak teh hijau 3,5%.

c. Infusum teh hijau 3,5%

Gambar 7. Infusum teh hijau 3,5%.

d. Larutan klorheksidin glukonat 2% (Gluco-Chex 2%,

Ultradentalindo,).

Gambar 8. Klorhexidin glukonat 2%.

e. Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (HiMedia Laboratories Pvt.Ltd.

Page 19: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

19

India).

Gambar 9. Brain Heart Infusion Broth (BHIB).

f. Phospate buffered saline (P-3813, USA).

Gambar 10. Phospate buffered saline.

g. Larutan crystal violet ( C.I. 42555, USA).

Gambar 11. Crystal violet.

G. Jalannya Penelitian

Page 20: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

20

1. Identifikasi tanaman.

Identifikasi daun teh hijau (Camelia sinensis) dilakukan di Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasil identifikasi daun teh

hijau (Camelia sinensis) dapat dilihat pada lampiran 1.

2. Pembuatan ekstrak teh hijau (Camelia sinensis) yang dipakai sebagai

bahan uji pada penelitian ini dibuat di Balittro Bogor. Daun teh hijau

dikeringkan dengan oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Daun teh hijau

yang telah kering ditumbuk dan diayak dengan ayakan ukuran 2/9

sehingga didapatkan serbuk teh hijau. Serbuk teh hijau direndam dengan

etanol 70% sebanyak 800 mL, diaduk dan ditutup aluminium foil selama

24 jam kemudian disaring. Filtrat yang telah disaring ditampung dan

ditambahkan pelarut etanol 70% sampai bahan tersebut terendam. Filtrat

kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan 24 jam,

kemudian disaring. Filtrat ditampung kembali kemudian dipekatkan

menggunakan evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat dan tidak

mengandung etanol. Uji fitokimia dari ekstrak teh hijau dilakukan di

Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor.

3. Pembuatan infusum teh hijau (Camelia sinensis) yang dipakai sebagai

bahan uji pada penelitian ini dibuat di Laboratorium Pusat Studi

Biofarmaka Bogor. Daun teh hijau dikeringkan dengan oven pada suhu

50°C selama 24 jam. Daun teh hijau yang telah kering ditumbuk dan

diayak dengan ayakan ukuran 2/9 sehingga didapatkan serbuk teh hijau.

Serbuk teh hijau diambil sebanyak 100g kemudian dipanaskan dengan

suhu 90oC dalam 100mL air selama 15 menit , lalu dilakukan

penyaringan dengan kertas saring steril. Volume infusum yang

dihasilkan dari penyaringan ditambahkan dengan air panas hingga

memperoleh 100mL. Pada konsentrasi infusum 3,5% dilakukan

pengenceran sesuai konsentrasi. Uji fitokimia dari infusum teh hijau

dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor.

4. Penelitian mengenai perbedaan efektivitas bahan irigasi antara ekstrak

teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5% dan klorheksidin 2% terhadap

Page 21: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

21

eradikasi biofilm Enterococcus faecalis setelah aplikasi bahan selama

15 detik, 30 detik dan 60 detik dilakukan di Laboratorium Pusat Studi

Satwa Primata Bogor (PSSP). Bakteri Enterococcus faecalis disiapkan

terlebih dahulu kemudian dilakukan pembiakan dalam media Brain

Heart Infusion Broth (BHIB), diinkubasi pada 37o C selama 24 jam.

Gambar 12. Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB).

5. Kultur E. faecalis didilusikan dengan perbandingan 1:100 kemudian

200µL dari suspensi ini diinokulasi ke tiap well dari microtiter plate

kemudian dinkubasi kembali pada 37oC selama 24 jam.

Gambar 13. E. faecalis 200µL diinokulasi ke tiap well dari microtiter plate.

6. Setelah diinkubasi selama 24 jam kultur E. faecalis dibuang, kemudian

setiap bahan irigasi dimasukkan ke well plate sebanyak 200µL.

Pemaparan bahan irigasi selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik

kemudian bahan irigasi dibuang dan well plate dibilas dengan 200µL

phospate buffered saline dan dibuang.

7. Biofilm yang terbentuk kemudian difiksasi dengan memanaskan di atas

api.

Page 22: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

22

8. Dilakukan pewarnaan dengan larutan crystal violet sebanyak 200µL ke

tiap well dari microtiter plate selama 15 menit kemudian dibilas dengan

phospate buffered saline steril.

Gambar 14. Pewarnaan dengan larutan crystal violet sebanyak 200µL pada tiap

well.

9. Microtiter plate dikeringkan dengan cara menyedot kembali phospate

buffered saline pada tiap-tiap well.

10. Untuk melihat biofilm yang terbentuk, 200µL etanol acetone

dimasukkan ke dalam tiap sumur dari microtiter plate.

Gambar 15. Etanol acetone 200µL dimasukkan ke tiap well dari microtiter plate.

11. Densitas optik dari kristal violet diukur pada 655nm menggunakan

microtiter plate rider.

H. Alur penelitian

Enterococcus faecalis dilakukan pembiakan dalam media Brain Heart Infusion Broth (BHIB), diinkubasi pada 37o C selama 24 jam.

Page 23: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

23

Gambar 16. Kerangka alur penelitian

I. Analisis Data

Data yang didapat dari hasil penelitian ini berupa data rasio. Data yang didapat diuji

Kultur E. faecalis didilusikan dengan perbandingan 1:100 kemudian 200µL dari

suspensi ini diinokulasi ke tiap well dari microtiter plate kemudian dinkubasi

kembali pada 37oC selama 24 jam.

Kultur E. faecalis dibuang, setiap bahan irigasi dimasukkan ke well plate sebanyak 200µLà pemaparan dibiarkan selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik.

Setiap bahan irigasi dimasukkan ke well plate sebanyak 200µLà pemaparan dibiarkan selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik.

Dilakukan pewarnaan dengan larutan crystal violet sebanyak 200µL ke tiap well dari

microtiter plate selama 15 menit kemudian dibilas dengan phospate buffered saline.

Biofilm yang terbentuk kemudian difiksasi dengan memanaskan di atas api.

Microtiter plate dikeringkan dengan cara menyedot kembali phospate buffered

saline pada tiap-tiap well.

200µL etanol acetone dimasukkan ke dalam tiap sumur dari microtiter plate.

Densitas optik dari kristal violet diukur pada 655nm menggunakan microtiter

plate rider.

Ekstrak teh hijau 3,5%

Infusum teh hijau 3,5%

CHX 2% Kontrol

Bahan irigasi dibuang kemudian well plate dibilas dengan 200µL phospate buffered saline

Page 24: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

24

normalitasnya dengan uji Saphiro-Wilk, distribusi data normal maka uji hipotesis

dilanjutkan menggunakan ANOVA dua jalan. Jika terdapat perbedaan bermakna

maka dilakukan uji perbandingan multiple menggunakan post hoc test untuk

mengetahui perbedaan antar kelompok.

BAB V

HASIL PENELITIAN

Page 25: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

25

A. Uji Fitokimia

Hasil uji fitokimia yang dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Bogor menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau mengandung senyawa alkaloid,

steroid, flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid. Infusum teh hijau

mengandung senyawa steroid, flavonoid, tanin dan saponin. Hasil lengkap uji

fitokimia ekstrak dan infusum teh hijau dapat dilihat pada lampiran 2.

B. Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan dengan uji Saphiro-Wilk untuk tiap

kelompok. Hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa data nilai densitas

optik kelompok bahan uji ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5%, CHX

2% dan aquades setelah aplikasi bahan selama 15 detik, 30 detik dan 60 detik

berdistribusi normal ( p>0,05). Sehubungan dengan itu, uji statistik selanjutnya

dilakukan menggunakan analisis statistik parametrik ANOVA dua jalan.

Tabel 1. Hasil uji normalitas data dengan Saphiro-Wilk

Kelompok Rata-rata±Simpang Baku RJ p Distribusi

Ekstrak teh hijau 3,5% 0,1786±0,03364 0,957 > 0,100 Normal

Infusum teh hijau 3,5% 0,1085±0,00626 0,960 > 0,100 Normal

Klorhexidin 2% 0,06678±0,01170 0,973 > 0,100 Normal

Aquades 0,1203±0,02954 0,964 > 0,100 Normal

C. Deskripsi Data

Besarnya efektivitas bahan irigasi ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh hijau

3,5%, CHX 2% dalam mengeradikasi biofilm E. Faecalis dilakukan di

Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata Bogor (PSSP). Terdapat 4 kelompok

Page 26: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

26

pada penelitian ini, yaitu ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5%,

klorhexidin 2% dan aquades dengan waktu aplikasi bahan selama 15 detik, 30

detik dan 60 detik. Rata-rata dan standar deviasi hasil pengukuran densitas optik

biofilm E. Faecalis dapat dilihat pada tabel 2. Efektivitas bahan irigasi dilihat

dari densitas optik pewarna kristal violet yang terserap biofilm dibaca

menggunakan microtiter plate reader dimana yang paling tinggi pada kelompok

ekstrak teh hijau 3,5%, kedua infusum teh hijau 3,5%, sedangkan yang terendah

pada klorhexidin 2%. Makin tinggi densitas optik sampel, makin banyak kristal

violet yang diserap oleh sampel, artinya makin banyak biofilm E.Faecalis yang

tertinggal setelah pemaparan bahan uji sehingga makin rendah kemampuan

bahan irigasi untuk mengeradikasi E.faecalis.

Tabel 2. Hasil pengukuran densitas optik eradikasi biofilm E.Faecalis menggunakan microtiter plate reader.

GROUP

WAKTU

MEAN

STANDARD DEVIASI

N

Larutan ekstrak teh hijau 3,5%

15 detik

0,215667

0,018683

6

Page 27: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

27

30 detik

0,140833

0,006940

6

60 detik

0,179333

0,009416

6

Larutan infusum teh hijau 3,5%

15 detik

0,109167

0,006210

6

30 detik

0,106500

0,005992

6

60 detik

0,175500

0,050424

6

Larutan CHX 2%

15 detik

0,052167

0,000408

6

30 detik

0,070667

0,003266

6

60 detik

0,077500

0,006504

6

Larutan aquades

15 detik

0,100500

0,043908

6

30 detik

0,137000

0,013387

6

60 detik

0,123333

0,006593

6

D. Uji Hipotesis

a. ANOVA dua jalan

Hasil ANOVA dua jalan ( tabel 3) dari nilai densitas optik pewarna kristal

violet yang terserap pada biofilm E.faecalis yang terbentuk setelah aplikasi

bahan uji irigasi ekstrak teh hijau 3,5%, infusum teh hijau 3,5%, klorhexidin

2% dan aquades setelah aplikasi bahan uji selama 15 detik, 30 detik, dan 60

detik menunjukkan adanya perbedaan bermakna ( F= 164,89; p= 0,000) antara

ketiga jenis bahan irigasi.

Tabel 3. Hasil ANOVA dua jalan densitas optik antara group dan waktu

Source DF SS MS F p

Group 3 0.114863 0.0382878 164.89 0.000

Waktu 2 0.001021 0.0005107 2.20 0.120

Page 28: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

28

Interaction 6 0.021998 0.0036664 15.79 0.000

Error 60 0.013932 0.0002322

Total 71 0.151815

S = 0.01524 R-Sq = 90.82% R-Sq(adj) = 89.14%

Kesimpulan: ada perbedaan bermakna ( F= 164,89; p= 0,000) antara ketiga

jenis bahan irigasi dan tidak ada perbedaan bermakna ( F= 2,20; p= 0,120)

antara ketiga aplikasi waktu.

b. Uji multiple comparison

Selanjutnya dilakukan uji multiple comparison menggunakan uji post hoc

test untuk membuktikan kemaknaan perbedaan antar setiap bahan. Hasil uji post

hoc menunjukkan bahwa densitas optik kelompok yang dipapar oleh bahan uji

ekstrak teh hijau 3,5% lebih tinggi dibanding infusum teh hijau 3,5% dan

klorhexidin 2%. Efektivitas bahan irigasi dilihat dari densitas optik pewarna

kristal violet yang terserap biofilm dibaca menggunakan microtiter plate reader

dimana yang paling tinggi pada kelompok ekstrak teh hijau 3,5%, kedua

infusum teh hijau 3,5%, sedangkan yang terendah pada klorhexidin 2%. Makin

tinggi densitas optik sampel, makin banyak kristal violet yang diserap oleh

sampel, artinya makin banyak biofilm E.Faecalis yang tertinggal setelah

pemaparan bahan uji sehingga makin rendah kemampuan bahan irigasi untuk

mengeradikasi E.faecalis.

Tabel 4. Perhitungan Uji Perbandingan Multipel Posteriori Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ----+---------+---------+---------+----- 1 18 0.17861 0.03364 (--*--) 2 18 0.10903 0.00572 (--*--)

Page 29: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

29

3 18 0.06678 0.01170 (--*--) 4 18 0.12028 0.02954 (--*--) ----+---------+---------+---------+----- 0.070 0.105 0.140 0.175

BAB VI

PEMBAHASAN

Page 30: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

30

Bakteri pada kasus endodontik primer berbeda dengan bakteri pada

perawatan ulang saluran akar.5 Enterococcus faecalis merupakan bakteri fakultatif

Gram-positif yang dominan pada gigi yang sudah dilakukan perawatan saluran akar

dengan kelainan periapikal. Prevalensinya tinggi sekitar 29-77% ditemukan pada

kasus kegagalan perawatan endodontik. Kemampuan Enterococcus faecalis dalam

membentuk biofilm yang memungkinkan Enterococcus faecalis bertahan terhadap

efek bakterisid dari bahan irigasi yang digunakan dalam perawatan saluran akar.

Sel-sel bakteri dalam biofilm akan menghasilkan substansi matriks polimer

ekstrakseluler yang dapat menghalangi penetrasi bahan antimikroba.27

Klorhexidin glukonat pada penelitian ini digunakan sebagai pembanding

karena merupakan bahan antibakteri berspektrum luas yang efektif dalam

menghambat bakteri Gram-negatif dan Gram-positif, terutama untuk menghambat

pertumbuhan bakteri tertentu yang resisten seperti Enterococcus faecalis.

Konsentrasi klorhexidin glukonat 2% digunakan karena pada konsentrasi ini

klorhexidin glukonat mempunyai efek bakterisid.19 Klorhexidin merupakan

molekul kationik-bisguanid yang akan berinteraksi dengan fosfolipid dan

lipopolisakarida dari membran sel bakteri kemudian akan masuk ke dalam sel dan

menyebabkan kebocoran pada komponen intraseluler.18

Daun teh hijau digunakan karena daun ini merupakan tanaman yang sudah

dikenal luas dan mudah didapatkan di Indonesia. Teh dibedakan menjadi empat

jenis yaitu teh putih, teh hijau, teh oolong dan teh hitam. Dari keempat jenis teh ini,

teh hijau mengandung polifenol dengan konsentrasi paling besar dibandingkan

dengan teh oolong dan teh hitam.11 Tiga puluh sampai empat puluh persen daun teh

hijau mengandung polifenol dimana kandungan utamanya adalah katekin,

sedangkan teh hitam hanya mengandung tiga sampai sepuluh persen polifenol.12

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia

nabati dengan air pada suhu 90 ̊C selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan

cara yang paling sederhana karena alat dan bahan yang digunakan sederhana dan

mudah didapat serta waktu pembuatannya yang relatif singkat. Kekurangan dari

metode ini adalah air sebagai larutan penyari menyebabkan kemungkinan zat aktif

Page 31: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

31

yang tersari tidak sempurna. 28 Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan aktif

dari jaringan tumbuhan atau binatang dengan menggunakan pelarut tertentu. Pelarut

yang digunakan adalah air, etanol atau campuran etanol dan air.

Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan di Laboratorium Pusat Studi

Biofarmaka Bogor menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau mengandung senyawa

alkaloid, steroid, flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid. Infusum teh hijau

mengandung senyawa steroid, flavonoid, tanin dan saponin. Senyawa flavonoid,

tanin, saponin terbukti mempunyai efek antibakteri. Kandungan polifenol dari teh

hijau ini dapat membunuh bakteri dengan menempel pada dinding bakteri,

kemudian melakukan agregasi pada lapisan peptidoglikan dan menyebabkan

kebocoran, lama kelamaan dinding sel akan menipis dan pecah menyebabkan

keluarnya isi sel dan kematian bakteri.3,12

Teh hijau mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri Gram- positif dan

Gram-negatif seperti Escherichia coli, Salmonella spp, Staphylococcus aureus, dan

Enterococcus spp.11 Berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak teh hijau 3,5%

merupakan konsentrasi hambat minimum yang dapat menghambat pertumbuhan

Enterococcus faecalis.3

Pemilihan waktu pemaparan selama 15detik, 30 detik dan 60 detik karena

berdasarkan penelitian sebelumnya menyebutkan klorhexidin glukonat 0,2%

mampu mengeliminasi Enterococcus faecalis dalam waktu 30 detik, klorhexidin

glukonat 1% mampu mengeliminasi Enterococcus faecalis dalam waktu 15 detik,

dan klorhexidin glukonat 2% mampu mengeliminasi Enterococcus faecalis dalam

waktu 15 detik.8 Penelitian lainnya menyebutkan natrium hipoklorit ( NaOCl

5,25%) dan klorhexidin glukonat 0,2% mampu mengeliminasi Enterococcus

faecalis dalam waktu 30 detik.25

DAFTAR PUSTAKA

1. Mehrdad Lotfi, Sepideh Vosoughhosseini, Bahram Ranjkesh, Sajjad Khani, Mohammadali Saghiri, Vahid Zand. Antimicrobial efficacy of nanosilver, sodium hypochlorite and chlorhexidine gluconate against Enterococcus faecalis. Afr J Biotechnol. 2011; 10(35): 6799-803.

Page 32: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

32

2. Tohina Mujoo, Vasudev Ballal. Novel root canal irrigants: An endodontic

experience. Int J Dent Health Sci. 2014; 1(3): 356-66.

3. Leena P Martina, Ambrose Vedamanickam Rajesh Ebenezar, Mohamed Fayas Ghani, Ashwin Narayanan, Meenakshi Sundaram, Ajit George Mohan. An in vitro comparative antibacterial study of different concentrations of green tea extracts and 2% chlorhexidine on enterococcus faecalis. Saudi Endod J. 2013; 3(3): 120-4.

4. Pratishta Jain, Manish Ranjan. Role of herbs in root canal irrigation-A

review. IOSR-JPBS. 2014; 9(2): 6-10.

5. Radcliffe C.E, Potouridou L, Qureshi R, Habahbeh N, Qualtrough A, Worthington H, Drucker D.B. Antimicrobial activity of varying concentrations of sodium hypochlorite on the endodontic microorganisms Actinomyces israelii, A. Naeslundii, Candida albicans and Enterococcus faecalis. J Endod. 2004;37:438-46.

6. Krishna R Shetty, Mithra N Hedge, Shishir Shetty, Venna Shetty A.

comparative evaluation of bactericidal effects on Enterococcus faecalis using diode laser irradiation, sodium hypochlorite and chlorhexidine gluconate irrigation-an in vitro study. OHDM. 2013;12(3):145-50.

7. Kenneth M Hargreaves, Stephen Cohen. Pathways of the pulp 10 ed. St.

Louis: Mosby Elsevier;2011:559-601

8. Morgana Eli Vianna, Brenda P.F.A Gomes, Vanessa Bellocchio Berber, Alexandre Augusto Zaia, Caio Cezar Randi Ferraz, Fransisco Jode de Souza-Filho, Piracicaba. In vitro evaluation of the antimicrobial activity of chlorhexidine and sodium hypochlorite. J Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 2004;97(1):79-84.

9. Maria Teresa Arias Moliz, Carmen Maria Ferrer Luque, Maria Paloma

Gonzales Rodriguez, Mariano Jose Valderrama, Pilar Baca. Eradication of Enterococcus faecalis by centrimode and chlorhexidine. J Endod. 2010;36(1): 87-90.

10. Uday Kamath, Hina Sheth, Sai Ramesh, Keshav Singla. Comparison of the

antibacterial efficacy of tea tree oil with 3% sodium hypochloride and 2% chlorhexidine againts enterococcus faecalis: An in vitro study. Journal of Contemporary Dentistry. 2013; 3(2): 1-4.

11. Wanda C Reygart. The antimicrobial possibilities of green tea. Frontiers in

microbiology. 2014;5:1-8.

Page 33: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

33

12. Archana S and Jayanthi Abraham. Comparative analysis of antimicrobial activity of leaf extracts from fresh green tea, commercial green tea and black tea on pathogens. J Applied Pharmaceutical Sci. 2011; 01(08): 149-52.

13. Madhu Pujar, Chetan Patil, Ajay Kadam. Comparison of antimicrobial

efficacy of tripala, (GTP) green tea polyphenols and 3% sodium hypochlorite on enterococcus faecalis biofilm formed on tooth substrate: in vitro. J Int Oral Health. 2011; 3(2): 23-29.

14. Bonnie Retamozo, Shahrockh Shabahang, Neal Johnson, Raydolfo M

Aprecio, Mahmoud Torabinejad. Minimum contact time and consentration of sodium hypochlorite required to eliminate enterococcus faecalis. J Endod. 2010;36(3):520-3.

15. Ramta Bansal, Aditya Jain, Sunandan Mittal, Tarun Kumar, Neerja Jindal,

Dilpreet Kaur. A comparison of the antibacterial efficiency of mtad (mixture of tetracycline, citric acid and detergent), 2,5% sodium hypochlorite and 2% chlorhexidine root canal irrigants againts enterococcus faecalis in root canals of single rooted mandibular premolars-an in vitro study. IOSR-JDMS. 2013;5(3):47-53.

16. Prabhakar J, Senthilkumar M, Priya MS, Mahalakshmi K, Sehgal PK, Sukumaran VG. Evaluation of antimicrobial efficacy of herbal alternatives (Tripala and green tea polyphenols), MTAD, and 5% sodium hypochlorite againts Enterococcus faecalis biofilm formed on tooth substrate: an in vitro study. J Endod. 2010; 36(1): 83-6.

17. Charles H Stuart, Scott A Schwartz, Thomas J Beeson, Christopher B

Owatz. Enteroccocus faecalis: Its role in root canal treatment failure and current concepts in retreatment. J Endod. 2006;32(2):93-8.

18. Judith H. Merritt, Daniel E. Kadouri, and George A. O’Toole. Growing and

Analyzing Static Biofilms. Current Protocols in Microbiology:1-18.

19. Carlos Estrela, Rosane Galhardo Ribeiro, Cyntia RA Estrela, Jesus Djalma Pecora, Manoel Damiao Sousa Neto. Antimicrobial effect of 2% sodium hypochlorite and 2% Chlorhexidine tested by different methods. J Braz Dent. 2003;14(1):58-62.

20. Shashikala Krishnamurthy, Sunu Sudhakaran. Evaluation and prevention of the precipitate formed on interaction between sodium hypochlorite and chlorhexidine. J Endod. 2010;36(7):1154-7.

Page 34: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

34

21. Singamaneni Vijaykumar, Madiraju Gunashekhar, Sura Himagiri. In vitro effectiveness of different endodontic irrigants on the reduction of Enterococcus faecalis in root canals. J Clin Exp Dent. 2010;2(4):169-72.

22. Edwina AM Kidd, Sally Joyston Bechal. Dasar-dasar karies penyakit dan

penanggulangan. Jakarta.2012. p 159-62.

23. Yun Seok Cho, Jay Jooyoung, Kye Heon Oh. Antimicrobial activity and biofilm formation inhibition of green tea polyphenols on human teeth. Biotech and Bioprocess Engineering. 2010;15:359-64.

24. Maksum Radji, Rafael Adi Agustama, Bera Elya, Conny Riana

Tjampakasari. Antimicrobial activity of green tea extract againts isolates of methicillin – resistant staphylococcus aureus and multi drug resistant pseudomonas aeruginosa. Asian Pac J Trop Biomed. 2013; 3(8): 663-7.

25. Sena N.T, Gomes B.P.F.A, Vianna M.E, Berber V.B, Zaia A.A, Ferraz C.C.R, Souza Filho F.J. In vitro antimicrobial activity of sodium hypochlorite and chlorhexidine against selected single-species biofilms. Int Endod Journal. 2006;39:878-85.

26. Manikandan R, Mithra N Hegde,Veena shetty, Geethashri. Comparative evaluation of biofilm formation ability of E.faecalis in alkaline conditions and its susceptibility to endodontic irrigant regimens – An In vitro microbiological study. IOSR-JDMS. 2013;4(2): 49-52.

27. Vytatute Peciuline, Rasmute Maneliene, Estera Balcikonyte, Saulius Drukteinis, Vygandas Rytkunas. Microorganisms in root canal infections: a review. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal. 2008;10:4-9.

28. Dewi Sulistyawati, Sri Mulyati. Uji aktivitas antijamur infusa daun jambu Mete (Anacardium occidentale, L) terhadap Candida albicans. Biomedika. 2009;2(1):47-51.

Page 35: SEMINAR HASIL TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI …

35