laporan kasus dermatitis kontak alergik gafuran

Upload: gafuran-lavazquez

Post on 02-Mar-2016

287 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

LAPORAN KASUSKUDermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi

TRANSCRIPT

  • BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS

    FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2014

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    DERMATITIS KONTAK ALERGIK

    OLEH :

    Abdul Gafur Zulkarnain, S.Ked

    10542 0059 09

    PEMBIMBING :

    dr. Helena Kendengan, Sp. KK.

    DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

    BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2014

  • HALAMAN PENGESAHAN

    Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

    Nama : Abdul Gafur Zulkarnain, S.Ked

    NIM : 10542 0059 09

    Judul Laporan Kasus : Dermatitis Kontak Alergik

    Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

    Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

    Muhammadiyah Makassar.

    Makassar, April 2014

    Pembimbing Mahasiswa

    (dr. Helena Kendengan, Sp. KK.) (Abdul Gafur Zulkarnain, S.Ked)

    ii

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan

    hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan

    hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan lapsus ini dengan judul

    Dermatitis Kontak Alergik. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam

    menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

    Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas lapsus ini. Namun

    berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman

    sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

    Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih banyak

    kepada dr. Helena Kendengan, Sp. KK, selaku pembimbing yang telah banyak

    meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan

    arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

    Penulis menyadari bahwa lapsus ini masih jauh dari yang diharapkan oleh

    karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran

    demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini.

    Semoga lapsus bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara

    khusus.

    Makassar, April 2014

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................... 5

    A. Identitas ..................................................................................................... 5

    B. Anamnesis ................................................................................................. 5

    C. Status Presens ............................................................................................ 6

    D. Status Dermatology-Venerology ............................................................... 6

    E. Pemeriksaan Laboratorium ....................................................................... 6

    F. Resume ...................................................................................................... 7

    G. Diagnosis ................................................................................................... 7

    H. Diskusi ...................................................................................................... 7

    I. Diagnosa Banding ..................................................................................... 11

    J. Anjuran Pemeriksaan ................................................................................. 14

    K. Terapi dan Edukasi...................................................................................... 16

    BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 17

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 18

  • 5

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

    terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan

    kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritem, edema, papul, vesikel,

    skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis Cenderung residif dan menjadi

    kronis. Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen) misalnya bahan

    kimia (contoh detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh sinar dan suhu),

    mikroorganisme (jamur, bakteri), dapat pula dari dalam misalnya dermatitis

    atopi.1

    Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi

    yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis

    kontak iritan dan dermatitis kontak alergik keduanya dapat bersifat akut maupun

    kronis. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit

    nonimunologik, kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses

    sensitisasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergen merupakan dermatitis yang

    terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau

    antigenik yang sama atau mempunyai struktur kimia yang serupa, pada kulit

    seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah

    reaksi hipersensitivitas tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan

    perantara sel limfosit T.1,3

  • 6

    Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah DKA lebih sedikit karena hanya

    mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan

    bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya

    jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat.

    Dahulu DKA akibat kerja adalah 20% tetapi data baru dari inggris dan Amerika

    serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata

    cukup tinggi yaitu berkisar antara 50-60 persen. Sedangkan dari satu penelitian

    ditemukan frekuensi DKA akibat kerja tiga kali lebi sering daripada DKA akibat

    kerja.1

    Penyebab DKA bervariasi. Peranan bahan penyebab dermatitis tergantung

    pada potensi sensitisasi, derajat pemaparan dan penetrasi luas perkutan. Bahan-

    bahan yang palin sering menyebabkan sensitisasi adalah pakaian, sepatu, bahan-

    bahan perekat, parfum, resin, kosmetik, pestisida, logam (krom,nikel,cobalt),

    tanaman dan kayu, bahan-bahan pengawet anti mikroba dan karet.3

    Ada dua fase untuk menimbulkan dermatitis kontak alergi yaitu fase primer

    (induktif/afferen) yaitu penetrasi bahan yang mempunyai berat molekul kecil

    (hapten) ke kulit yang kemudian berikatan dengan barier protein di epidermis.

    Sedangkan Fase sekunder (eksitasi/aferen) yaitu pajanan hapten pada individu

    yang telah tersensitasi, sehingga antigen disajikan lagi oleh sel Langerhans ke sel

    T memori di kulit dan limfe regional. Kemudian akan terjadi reaksi imun yang

    menghasilkan limfokin. Terjadi reaksi inflamasi dengan perantara sel T karena

    lepasnya bahan-bahan limfokin dan sitokin. Maksimum reaksi terjadi 24-48 jam.2

  • 7

    Gambaran klinis DKA dapat bervariasi tergantung dari letak dan

    perlangsungannya. Lesi yang akut berupa makula eritematosa, papul, vesikel, atau

    bulla sesuai intensitas dari respon alergi. Pada stadium subakut, lesi terutama

    terdiri dari krusta, skuama, sedikit likenifikasi, dan vesikel. Sedangkan pada

    stadium kronis kulit kan menebal, dapat timbul fissura, skuama, likenifikasi dan

    perubahan warna kulit berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Dermatitis

    kontak alergi bisa akut atau kronik. Erupsi biasanya terjadi 24-48 jam setelah

    terpajan atau bisa lebih lambat sampai 4 hari.3

    Pemeriksaan lab berupa dermatopatologi dan patch test. Peradangan berupa

    edema intraepidermal intraceluler (spongiosis) dan infiltrasi monosit dan histiosit

    di dalam dermis memperlihatkan dermatitis kontak alergi. Sementara vesikel lebih

    dangkal mengandung leukosit polimorphonuclear memperlihatkan dermatitis

    kontak iritan. Pada dermatitis kontak iritan terdapat likenifikasi, (hiperkeratosis,

    akantosis, dan elongasi). Gambaran tersebut merupakan gambaran umum dan

    sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan

    DKI.3,4

    Pada dermatitis kontak alergik sensitisasi memperlihatkan setiap bagian

    pada kulit. Oleh karena itu penggunaan alergen untuk setiap area kulit normal

    menimbulkan suatu peradangan. Tes tempel positif memperlihatkan eritema dan

    papul, kemungkinan vesikel terbatas pada tempat yang dites saja. Tes tempel ini

    seharusnya ditunda sampai dermatitis mereda di lokasi yang dipilih dari tempat

    yang dites setidaknya 2 minggu.4

  • 8

    Menghindari bahan penyebab dermatitis kontak merupkan cara penanganan

    DKA yang peling penting. Untuk tujuan tersebut harus diketahui bahan penyebab

    DKA berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan

    penunjang berupa uji tempel bahan yang dicurigai.3

    Pengobatan dermatitis pada umumnya yaitu antihistamin, jika lesi basah

    diberi kompres KMnO4 1/5000. Jika sudah mengering diberi kortikosteroid

    topical seperti hidrokortison 1-2%, triamsinolone 0,1%, fluosinolone 0,025%,

    desoksimetasone 2-2,5% dan betametason-dipropionat 0,05%. Pada DKA yang

    disertai dengan infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik sistemik.3,5

    Pada DKA yang cenderung meluas dapat diberikan kortikosteroid sistemik

    dengan dosis 40-60 m/ hari dosis terbagi, kemudian ditapering setelah ada

    perbaikan.3

  • 9

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    A. Identitas Pasien

    Nama : Tn. Ramli

    Umur : 56 Tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Status perkawinan : Menikah

    Pekerjaan : Petani

    Bangsa : Indonesia

    Agama : Islam

    Tanggal Pemeriksaan : 25 maret 2014

    B. Anamnesis

    Keluhan Utama:

    Gatal pada punggung tangan

    Riwayat Penyakit Sekarang:

    Gatal pada punggung tangan dan pergelangan tangan bagian volar

    yang dialami kurang lebih 1 bulan yang lalu. Awalnya gatal dan kemerahan

    pada telapak tangan dan kemudian menjalar ke bagian punggung tangan dan

    pergelangan tangan. Ruam semakin lama semakin membesar akibat garukan

    sehingga tampak hiperpigmentasi dan erosi. Gatal dirasakan semakin hebat

    pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah memberikan macam-macam obat

  • 10

    yaitu kalpanax cair selama 3 hari kemudian menggantinya dengan kalpanax

    cream dan minyak tawon tapi semakin memburuk. Pasien juga sempat

    mengonsumsi asam mefenamat. Dalam melakukan pekerjaan pasien jarang

    menggunakan sarung tangan dan biasanya terpapar dengan pestisida dan

    pupuk anorganik. Riwayat alergi pada pasien disangkal, riwayat keluarga dengan

    penyakit yang sama (-), riwayat penyakit kulit sebelumnya (-), riwayat

    pengobatan (+), penyakit DM (-) Nyeri Ulu hati (+).

    C. Status Presens

    Keadaan Umum

    Sakit : Ringan

    Kesadaran : Composmentis

    Gizi : Cukup

    Hygiene : Baik

    D. Status Dermatology-Venerology

    Lokasi : Punggung tangan kiri dan kanan pergelangan tangan bagian volar

    kiri dan kanan

    Distribusi : berbatas tegas, bilateral dan simetris

    Ukuran : Plakat

    Efloresensi : Makula hiperpigmentasi dengan skuama yang kasar dan erosi

    E. Pemeriksaan Laboratorium

    Tidak dilakukan

  • 11

    F. Resume

    Seorang laki laki berusia 56 tahun datang ke poliklinik RS. Syekh Yusuf

    dengan keluhan Gatal pada punggung tangan dan pergelangan tangan bagian

    volar bilateral yang dialami kurang lebih 1 bulan yang lalu. Awalnya gatal

    dan kemerahan pada telapak tangan dan kemudian menjalar ke bagian

    punggung tangan dan pergelangan tangan. Ruam semakin lama semakin

    membesar akibat garukan sehingga tampak hiperpigmentasi dan erosi. Gatal

    dirasakan semakin hebat pada malam hari. Sebelumnya pasien sudah

    memberikan macam-macam obat yaitu kalpanax cair selama 3 hari kemudian

    menggantinya dengan kalpanax cream dan minyak tawon tapi semakin

    memburuk. Pasien juga sempat mengonsumsi asam mefenamat. Dalam

    melakukan pekerjaan pasien jarang menggunakan sarung tangan dan biasanya

    terpapar dengan pestisida dan pupuk anorganik. Riwayat alergi pada pasien

    disangkal, riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (-), riwayat penyakit kulit

    sebelumnya (-), riwayat pengobatan (+), penyakit DM (-) Nyeri Ulu hati (+).

    G. Diagnosis

    Dermatitis Kontak Alergik

    H. Diskusi

    Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan dermatologi,

    maka ditegakkan diagnosis pada pasien yaitu Dermatitis Kontak Alergik.

    Dermatitis Kontak Alergik adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang

    dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau

    mempunyai struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah

  • 12

    tersensitasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV

    menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantara sel limfosit T.3

    Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada

    keparahan dermatitis dan lokasinya. Pada fase akut dimulai dengan bercak

    eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel,

    atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).

    Pada yang kronis terlihat kulit kering, hiperpigmentasi, berskuama, papul,

    likenifikasi, dan mungkin juga fissura, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit

    dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin penyebabnya juga

    campuran.3

    Gambar 1. Tampak makula hiperpigmentasi bilateral pada punggung tangan

    Gambar 2. Tampak makula eritema bilateral pada pergelangan tangan

  • 13

    Dermatitis kontak alergik paling sering terjadi ditangan, karena tangan

    merupakan organ tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan pekerjaan

    sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja sepertiga atau lebih mengenai tangan.

    Beberapa contoh bahan alergen akibat kerja pada petani adalah bahan-bahan yang

    terbuat dari karet (sarung tangan, sepatu bot), potassium dichromate (alat-alat

    pertanian), preservative (pada pupuk buatan), pestisida, serbuk gandum, tepung

    terigu, dan storahe myte.6

    Gambar 3. Tampak makula eritema dan hiperpigmentasi dengan skuama kasar

    dan erosi akibat garukan berulang-ulang

    Gambar 4. Tampak makula eritema dan hiperpigmentasi pada pergelangan

    tangan disertai skuama yang kasar

  • 14

    Pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah

    dermatitis tersebut karena kontak alergi. Tempat untuk melakukan uji tempel

    biasanya dipunggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen standar

    buatan pabrik, misal Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E.1

    Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya detergen, hanya boleh diuji

    bila diduga keras penyebab alergi. Apabila sepatu, pakaian, atau sarung tangan

    yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil

    bahan tersebut yang direndam dalam air garam yan tidak dibubuhi bahan

    pengawet, atau air, dan ditempelkan dikulit dengan memakai finn chamber,

    dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam.1

    Pengobatan dermatitis kontak pada umunya adalah menghindari faktor

    penyebab, Oral kortikosteroid dosis 30-50 mg/hari. Untuk DKA ringan atau DKA

    akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik)

    cukup diberikan kortikosteroid atau makrolaktam (pimecrolimus atau tacrolimus)

    secara topikal. Antihistami diberikan sebagai antipruritus.1,2

    Petani dapat terpapar banyak bahan alergen maupun iritan saat menanam

    atau bercocok tanam. Jika diketahui jenis alergen dengan uji tempel maka alergen

    tersebut harus dihindari dari penderita.6

    Proteksi personal dengan menggunakan sarung tangan dapan mencegah

    dermatitis kontak. Selain sarung tangan, krim protektif membuat lapisan antara

    kulit dan alergen/iritan. Hasil survey mengatakan bahwa 98% percaya krim

    protektif tidak lebih efektif dibandingkan dengan emolients dalam pencegahan

    dermatitis pada tangan. Selain itu, kebersihan individual juga berperan penting

  • 15

    pada pencegahan DKA. Kebersihan individual mencakup kebersihan tangan,

    pakaian, kulit. Sehingga dibutuhkan edukasi pada pekerja.6

    Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat

    disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan

    dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopi, dermatitis numular, atau

    psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya

    berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat dilingkungan

    penderita.1

    I. Diagnosa banding

    Dermatitis kontak iritan

    Dermatitis atopi

    Dermatitis Numularis

    Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis yang disebabkan oleh pajanan

    yang bersifat kimiawi atau agen fisik terhadap kulit yang dapat mengiritasi

    daripada kulit baik akut maupun bersifat kronis. Iritasi yang hebat dapat

    disebabkan oleh reaksi toksik bahkan setelah pajanan singkat.

    Gambar 5. Dermatitis kontak iritan tampak makula eritematous

    disertai skuama

  • 16

    Tangan pada umunya area yang sering terkena. Penyebab yaitu iritan primer

    sperti asam dan basa kuat, serta pelarut organik. Frekuensi yang sama pada pria

    dan wanita. Efloresensi ditemukan eritema numular sampai

    dengan plakat.

    Vesikel, bula, sampai erosi numular dan plakat. Gejala klinis berupa rasa panas,

    nyeri, atau gatal. Kelainan kulit timbul beberapa saat setelah kontak pertama.4,5

    Tabel 1. Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik7

    Dermatitis atopi adalah dermatitisi yang terjadi pada orang yang mempunyai

    riwayat atopi. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu penyakit aneh atau

    hipersensitivitas abnormal untuk melawan faktor-faktor lingkungan dijumpai pada

    penderita ataupun keluarganya, tanpa sensitisasi yang jelas sebelumnya. Diatesis

    atopik ditandai dengan adanya reaksi berlebihan terhadap rangsangan dari

    lingkungan sekitarnya, bahan iritan, alergen, dan kecenderungan untuk

    memproduksi IgE. Dermatitis atopi merupakan bentuk ekzem yang paling sering

    dijumpai. Penyakit ini mengenai kira-kira 2-3% anak. Karakteristiknya adalah

    rasa gatal yang hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk

    sehingga timbul bermacam macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi,

    eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi, dan krusta. Distribusi ekzema biasanya

    simetrik. Predileksi adalah muka, lipatan kulit, seperti fosa kubiti, dan fossa

  • 17

    poplitea dan sering ada riwayat atopi pada dirinya atau keluarganya seperti asma,

    rhinitis alergika, congjungtivitis alergik.2

    Dermatitis Numularis adalah peradangan kulit bersifat kronik, priritus,

    terdapat bentuk plak mata uang koin membentuk papul kecil dan vesikel dasar

    eritem. Lambat laun vesikel pecah dan menjadi eksudasi kemudian menjadi krusta

    kekuningan. Jumlah lesi dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetri

    dengan ukuran bervariasi mulai miliar sampai numular bahkan plakat. Tempat

    predileksi di tungkai bawah, badan, lengan, termasuk punggung tangan.

    Dermatitis numular cenderung hilang timbul. Ada pula yang terus menerus. Bila

    terjadi kekambuhan umumnya timbul pada tempat semula. Lesi dapat pula terjadi

    pada tempat yang mengalami trauma. Penyebabnya belum diketahui. Banyak

    faktor yang ikut berperan. Diduga stafilokokus dan mikrokokus ikut berperan.2

    Gambar 6. Dermatitis atopi pada kedua lipat siku. Tampak makula eritemaous

    Gambar 7. Dermatitis numular bentuk menyerupai uang logam tampak makula eritematous

  • 18

    J. Pemeriksaan Anjuran

    Uji tempel sangat diperlukan untuk mendiagnosis DKA. Uji ini fokus pada

    jenis alergen di tempat kerja penderita, lingkungan, produk kesehatan kulit dan

    kosmetik penderita. Umumnya digunakan alergen yang sudah distandarisasi dan

    jika memungkinkan pemeriksa menguji beberapa sampel material dari tempat

    kerja penderita.

    Uji tempel adalah uji invivo, digunakan untuk mengidentifikasi alergen

    pada DKA. Uji tempel dapat dilakukan dengan menempelkan bahan yang

    dicurigai dengan konsentrasi yang tidak menimbulkan iritan pada kulit yang

    masih utuh atau dapat dilakukan dengan menggunakan bahan standar seperti yang

    direkomendasikan oleh NACDG dan ICDRG.3

    Indikasi uji tempel yaitu membuktikan kasus yang secara klinis di diagnosis

    dermatitis kontak, untuk menentukan alergen sebenarnya diantara sejumlah bahan

    yang dicurigai secara klinik, untuk menentukan sensitizer kontak yang relevan

    tetapi klinis tidak dicurigai, sebagai uji untuk memperkirakan bahan apa yang

    dapat ditoleransi penderita secara aman.3

    Kontraindikasi yaitu dermatitis yang akut dan luas, karena dapat

    menyebabkan eksaserbasi. Kulit tempat uji harus bebas dari dermatitis sekurang-

    kurangnya 2 minggu, bahan yang memberi efek toksik sistemik/korosif dengan

    konsentrasi tinggi misalnya pestisida atau bahan baku yang belum diketahui atau

    masih dalam penelitian, Penderita sedang mendapat prednison sistemik lebih dari

    20 mg sehari atau kortikoseroid lain yang setara. Kortikosteroid topikal pada

  • 19

    tempat uji mempengaruhi hasil reaksi. Antihistamin tidak mempengaruhi reaksi

    uji tempel.3

    Tempat penempelan adalah punggung bagian atas yang paling tepat. Bagian

    ini juga memberi reaksi yang paling kuat baik terhadap iritan maupun alergen.

    Sebaliknya tidak digunakan pada daerah berambut karena kontak dengan kulit

    berkurang.3

    Dermatitis kontak alergi dapat timbul karena kontak dengan alergen pada

    orang sensitif dan alergen harus diabsorbsi dahulu. Waktu kontak yang

    dibutuhkan dengan alergen dilingkungan bebas bervariasi dari beberapa detik

    sampai beberapa hari.3

    Pada umumnya uji tempel dibaca setelah 48 jamdan dibuka kembali setelah

    72 jam dan 96 jam. Pembacaan hasil yang pertama sekurang-kurangnya 15-30

    menit setelah uji tempel dilepas. Beberapa hal yang diperhatikan penderita selama

    uji tempel dilakukan adalah Tidak mandi atau membasahi tempat uji, tidak

    melakukan aktifitas fisik yang menyebabkan berkeringat, hindari gesekan pada

    tempat uji, hindari sinar ultraviolet.3

    Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya reaksi alergi berupa3

    Eritem dengan indurasi yang dapat dipalpasi disertai papul, vesikel/bulla

    tergantung intensitas reaksi.

    Intensitas reaksi dapat meningkat 2-4 hari

    Reaksi menetap lebih dari 4 hari dan Reaksi gatal

  • 20

    K. Terapi dan Edukasi

    Sistemik : Cetrizine 10 mg 1x1

    Methyil Prednisolon 4 mg 3x1

    Erytromisin 500 mg 3x1

    Topikal : Inerson Zalf

    Edukasi :

    Jika diketahui jenis alergen dengan uji tempel maka alergen tersebut

    harus dihindari dari penderita.

    Proteksi personal dengan menggunakan sarung tangan dapan

    mencegah dermatitis kontak. Selain sarung tangan, krim protektif

    membuat lapisan antara kulit dan alergen/iritan. Hasil survey

    mengatakan bahwa 98% percaya krim protektif tidak lebih efektif

    dibandingkan dengan emolients dalam pencegahan dermatitis pada

    tangan. Selain itu, kebersihan individual juga berperan penting pada

    pencegahan DKA.

    Kebersihan individual mencakup kebersihan tangan, pakaian, kulit.

    Sehingga dibutuhkan edukasi pada pekerja.

  • 21

    BAB III

    KESIMPULAN

    Dermatitis kontak alergen merupakan dermatitis yang terjadi akibat pajanan

    ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama atau

    mempunyai struktur kimia yang serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya

    telah tersensitasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe

    IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantara sel limfosit T. Bahan-

    bahan yang palin sering menyebabkan sensitisasi adalah pakaian, sepatu, bahan-

    bahan perekat, parfum, resin, kosmetik, pestisida, logam (krom,nikel,cobalt),

    tanaman dan kayu, bahan-bahan pengawet anti mikroba dan karet. Menghindari

    bahan penyebab dermatitis kontak merupkan cara penanganan DKA yang peling

    penting. Untuk tujuan tersebut harus diketahui bahan penyebab DKA berdasarkan

    anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang berupa uji

    tempel bahan yang dicurigai.

    Pengobatan dermatitis pada umumnya yaitu

    antihistamin, jika lesi basah diberi kompres. Jika sudah mengering diberi

    kortikosteroid topical. Pada DKA yang disertai dengan infeksi sekunder dapat

    diberikan antibiotik sistemik.

  • 22

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Djuanda, Prof.DR.Adhi, dkk, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 9. Jakarta:

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009 : Hal 133-138

    2. Irma D Mahadi Roseyanto, Ekzema dan dermatitis : Ilmu Penyakit Kulit.

    Harahap M, Editor. Hipokrates Jakarta : 2000. Hal 7-9,22-26.

    3. Amiruddin Dali, Ilmu Penyakit Kulit, Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit

    DAN Kelamin Fakultas Kedokteran Hasanuddin, 2003: Hal 249-251.

    4. Fitzpatrick TB et al, Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 5th

    edition. McGraw-Hill 2001: Hal 18-25, 42-43.

    5. Siregar R.S, Editor. Dermatosis Eritroskuamosa in Atlas Berwarna Saripati

    Penyakit Kulit 2th

    Ed. EGC : Jakarta : 2004. Hal 107-114.

    6. Melina Tombeng. Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Petani. Diakses pada

    tanggal 30 Maret 2014Link url:

    http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/4882/3668

    7. Denis sasseville MD. Occupational Contact Dermatitis. Diakses pada tanggal

    30 Maret 2014. Link url:

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2868883/