laporan kasus ct spn

Upload: irfanagungmaulana

Post on 05-Jul-2018

421 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    1/31

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

      Sinusitis merupakan salah satu gangguan kesehatan yang sering ditemukan

    dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan

    kesehatan tersering di seluruh dunia (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk,

    2011). erdasarkan data !"#$"S % tahun 200', disebutkan baha penyakit hidung

    dan sinus berada dalam urutan ke-2 dari 0 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 

    102.*1+ penderita raat jalan di rumah sakit (Mangunkusomo, 200+).

    Sinusitis yang merupakan salah satu penyakit , adalah peradangan pada

    membran mukosa yang menyerang sinus paranasal dan kaitas nasal (Santa/ Suratun/

    #aula 200*). Sinusitis paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-

    tulang di ajah. Sinusitis ini terdiri dari sinus rontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal

    hidung), sinus maksila (pipi kanan dan kiri), sinus senoid (di belakang sinus etmoid).

    (Santa/ Suratun/ #aula, 200*). #ada kondisi anatomi dan isiologis normal, sinus terisi

    udara. !eiasi dari struktur anatomi normal maupun perubahan ungsi lapisan mukosa

    dapat menjadi predisposisi penyakit sinus (medee & Miller, 2001).

    #asien dengan klinis sinusitis 3ukup banyak ditemukan, maka tak jarang

     pemeriksaan 4-S3an dengan klinis sinusitis sering dilakukan karena dengan

    menggunakan 4-S3an memiliki kelebihan dalam menampakkan penebalan mukosa,

    keadaan dinding sinus,  air-fluid level , perselubungan homogen atau tidak homogen

     pada satu atau lebih sinus paranasal, dan penebalan dinding sinus dengan sklerotik 

    (pada kasus-kasus kronik) yang tidak dapat dinilai dari oto polos biasa. (mstrong,

    15*5).

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    2/31

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    3/31

    1.?.' agi %umah Sakit

    !apat memberikan dorongan dalam meningkatkan pelayanan diagnostik,

    khususnya pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal pada pasien dengan klinis

    sinusitis di nstalasi %adiologi %umah Sakit 6ading #luit 7akarta.

    1.?.? agi kademi

    Sebagai bahan masukan bagi penulusan laporan kasus dengan kasus yang sama.

    1.# $stematka Penuls

    Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah

    #";!

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    4/31

    BAB II

    TIN%AUAN PU$TA&A

    2.1 Anat'm $nus Paranasal

    Sinus paranasal merupakan rongga yang berisi udara yang dilapisi oleh

    membran mukosa yang berada disekitar rongga hidung. %ongga udara yang mengisi

    sinus paranasal biasanya disebut dengan accessory nasal sinus. ( ontrager, 2001)

    Sinus paranasal dibagi menjadi ? kelompok menurut letak tulang, yaitu sinus

    rontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinus maksilaris

    termasuk bagian dari tulang ajah sedangkan rontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis

    dimasukkan ke dalam golongan tulang 3ranium.($elley dan #etersen, 155+)

    Sinus paranasal mulai mengalami perkembangan pada etus, tetapi hanya sinus

    maksilaris yang memperlihatkan suatu rongga yang perkembangannya begitu terbatas.

    Sinus rontalis dan sinus sphenoidalis mulai tampak pada gambaran %adiograi pada

    umur @ A + tahun. Sinus ethnoidalis adalah sinus yang mengalami perkembangan paling

    terakhir dibandingkan yang lainnya. Semua sinus paranasal mengalami perkembangan

    se3ara maksimal pada akhir masa remaja. Masing-masing bagian sinus akan dipelajari,

    dimulai dari sinus yang paling besar, yaitu sinus maksilaris.

    2.1.1 Sinus Maksilaris

    Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar. !ulu istilah yang

    digunakan untuk sinus maksilaris adalah Bantrum: singkatan dari B Antrum of 

     High More:. Masing-masing sinus maksilaris memiliki bentuk yang menyerupai

    suatu pyramid bila dilihat dari anterior, bila dilihat se3ara lateral sinus maksilaris

    lebih nampak seperti kubus.

    Sinus maksilaris memiliki dinding tulang yang sangat tipis bagian baah

    dari sinus maksilaris superposisi dengan bagian baah tulang nasal. ila dilihat

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    5/31

     pada bagian baah sinus maksilaris adalah terlihat beberapa 3oni 3elekations

     berhubungan dengan gigi molar 1 dan 2 bagaian atas. da kalanya batas baah

    sinus maksilaris mengalami perorasi atau mengalami perlobangan dan

    mengakibatkan terjadinya ineksi pada gigi, mempengaruhi bagian molar dan

     premolar dan merambat naik ke sinus maksilaris.

    Semua rongga sinus paranassal saling berhubungan dengan lainnya dan

     berhubungan juga dengan rongga hidung, yang mana dibagi menjadi dua

    ruangan yang sama atau disebut dengan ossa. #ada kasus sinus maksilaris

    lokasi penghubung antara nasal dan maksilari merupakan permukaan masuknya

    ke muiddle nasal meatus dan kemudian diteruskan ke superior medial aspek dari

    rongga sinus itu sendiri.

    2.1.2 Sinus Crontalis

    Sinus rontal berada diantara bagian dalam dan luar os rontal, ke

     posterior membentuk glabela dan jarang berbentuk sebelum umur @ tahun. Sinus

    rontalis pada umumnya dipisahkan oleh septum yang menyimpang dari satu sisi

    dengan sisi yang lainnya, dan menghasilkan satu rongga tunggal. agaimanapun

    rongga yang ada memiliki berma3am-ma3am ukuran dan bentuk. iasanya pada

    laki-laki ukuranya lebih besar dari anita. (ontrager, 2001)

    2.1.' Sinus "thmoidalis

    Sinus ethmoidalis adalah termasuk didalam masses lateral atau labirin

    dari tulang ethmoid. %ongga udara sinus ethmoidalis dikelompokkan menjadi

    anterior, middle  dan posterior collections, tetapi semua yang ada diatas tidak 

    saling berhubungan. (ontrager, 2001)

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    6/31

    2.1.? Sinus Sphenoidalis

    Sinus sphenoidalis berada didalam bodi tulang sphenoid yang berada

    dibaah sela tursika. odi dari tulang sphenoid terdiri dari sinus yang berbentuk 

    kubus dan dibagi oleh suatu sekat tipis untuk membentuk dua rongga. Septum

    dan sphenoid mungkin tidak sempurna dan menghasilkan hanya satu rongga

    karena sinus sphenoid sangat dekat dengan dasar 3ranium, kadang-kadang

     proses pathologi dari 3ranium mengakibatkan eek pada sinus tersebut. Suatu

    3ontoh adalah demonstrasi dari suatu air fluid level  di dalam sinus sphenoid

    yang kemudian mengakibatkan trauma tulang tengkorak. ni mungkin

    membuktikan baha pasien mempunyai suatu raktur dasar kepala yang disebut

    dengan B sphenoid effusion:.

    6ambar 2.1 #osisi nterior Sinus #aranasal

    ( $elley dan #eterson, 155+ )

    Maxilarisinus

    Ethmoid

    sinuses

    Frontalsinus

    Sphenoidsinus

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    7/31

    6ambar 2.2 #osisi 8ateral Sinus #aranasal

    ( $elley dan #eterson, 155+ )

    2.2 Pat'l'g $nus Paranasal

    2.2.1 #engertian Sinusitis

    Sinusitis merupakan radang mukosa pada sinus paranasal. Sinusitis yang

    sering terjadi pada sinus maksilaris. $arena sinus maksilaris merupakan sinus

    terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga sekret (drainase) dari

    sinus maksila hanya tergantung pada gerakan silia dan dasar dari sinus maksila

    adalah dasar akar gigi (prosesus oleolaris) sehingga ineksi dapat menyebabkan

    sinusitis maksila. (Soepardi, 2001)

    2.2.2 7enis Sinusitis

    a. Sinusitis kut

    Sinusitis akut adalah peradangan akut mukosa pada sebagian atau

    seluruh sinus paranasal. Sinusitis akut dapat terjadi akibat suatu trauma

    misalnya pada raktur tulang maksila dan tulang rontal, benda asing dalam

    hidung atau sepsis gigi (#ra3y. %, 15*5)

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    8/31

    6ambaran umum dan sinusitis akut adalah penderita mula-mula

    mengeluh pilek, sumbatan hidung bertambah berat dan pen3iuman

    terganggu (#ra3y. %, 15*5)

     b. Sinusitis $ronik 

    Sinusitis kronik adalah proses peradangan kronis pada mukosa dan

    dinding tulang sinus paranasal. Caktor penyebab sinusitis kronik 

    diantaranya adalah #neumatisasi sinus yang tidak memadai, lingkungan

    kotor dan sepsis gigi (#ra3y. %, 15*5)

    2.3 Dasar()asar *T($+an

    4-S3an merupakan perpaduan antara teknologi sinar-D, komputer dan teleisi.

    #rinsip kerjanya yaitu berkas sinar-D yang terkolimasi dan adanya detektor. !i dalam

    komputer terjadi proses pengolahan dan perekonstruksian gambar dengan penerapan

     prinsip matematika atau yang lebih dikenal dengan rekonstruksi algorithma. Setelah

     proses pengolahan selesai, maka data yang telah diperoleh berupa data digital yang

    selanjutnya diubah menjadi data analog untuk ditampilkan ke layar monitor. 6ambar 

    yang ditampilkan dalam layar monitor selanjutnya diubah menjadi data analog untuk 

    ditampilkan ke layar monitor. 6ambar yang ditampilkan dalam layar monitor berupa

    inormasi anatomis irisan tubuh.

    #ada 4-S3an prinsip kerjanya hanya dapat menggambarkan tubuh dengan

    irisan melintang tubuh. ;amun dengan memanaatkan teknologi komputer maka

    gambaran aEial yang telah didapatkan dapat direormat kembali sehingga sehingga

    didapatkan gambaran 3oronal, sagital bahkan bentuk ' dimensi dari objek tersebut.

    (%asad, 2000).

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    9/31

    2.'.1 #erkembangan 4-S3an (%asad, 2000)

    Setelah 6odrey ounsield dari "M 8imited 8ondon dan 7ames

    mbrosse dari tkinson Morley Fs ospital mulai memperkenalkan 4-S3an

     pada tahun 15+0 di 8ondon nggris, maka 4-S3an mengalami perkembangan

    yang 3ukup pesat. 4-S3an pada masa tersebut hanya dapat menggambarkan

    kepala dengan aktu pemeriksaan yang 3ukup lama. #ada periode-periode

    selanjutnya 4-S3an mengalami berbagai pembaharuan, dimulai dari 4-S3an

    generasi hingga 4-S3an generasi ke 9. #ada prinsipnya pembaharuan

    tersebut terletak pada ungsi pemeriksaan dan aktu pemeriksaan yang semakin

    singkat.

    #ada tahun 1550, 4-S3an mengalami kemajuan yang 3ukup penting,

    yaitu mulai diperkenalkannya CT Helical  atau CT-Spiral . $eunggulan dari alat

    ini aktu eksposi yang semakin singkat. CT Helical  menggunakan metode Slip

    ring   yang pada prinsipnya menggantikan kabel-kabel tegangan tinggi yang

    terpasang pada tabung sinar-D di dalam gantry  yang disertai dengan pergerakan

    meja. !engan metode ini, tabung sinar-D dapat berotasi se3ara terus menerus

    sambil mengeksposi pasien yang bergerak se3ara sinkron. #rinsip itulah yang

    dikenal dengan  spiral . !i dalam CT Helical   dikenal prinsip  single slice.

    #erbedaan utama dari kedua prinsip ini terletak pada jumlah jalur detektor yang

     berpengaruh pada lamanya pemeriksaan dan resolusi gambar yang dihasilkan.

    2.'.2 $omponen-komponen 4-S3an (ortori3i, 155 )

    a. Gantry

    !i dalam 4-S3an, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan meja

    tersebut dapat bergerak menuju  gantry. Gantry  ini terdiri dari beberapa

     perangkat keras yang keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    10/31

    suatu gambaran. #erangkat keras tersebut antara lain tabung sinar-D,

    kolimator, dan detektor.

     b. abung Sinar-D

    erdasarkan strukturnya tabung sinar-D sangat mirip dengan tabung sinar-D

    konensional, namun perbedaannya terletak pada kemampuannya untuk 

    menahan panas dan output yang tinggi. #anas yang 3ukup tinggi dengan

    elektron-elektron yang menumbuknya.

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    11/31

    optimal. !etektor memiliki 2 tipe yaitu detektor solid stete dan detektor 

    irisan gas.

    e. Meja #emeriksaan (Couch)

    Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien. Meja ini

     biasanya terbuat dari iber karbon. !engan adanya bahan ini maka sinar-E

    yang menembus pasien tidak terhalangi jalannya untuk menuju detektor.

    Meja ini harus kuat dan kokoh mengingat ungsinya untuk menopang tubuh

     pasien selama meja bergerak ke dalam gantry.

    . Sistem $onsul

    $onsul tersedia dalam berbagai ariasi. 4-S3an generasi aal masih

    menggunakan 2 sistem konsul yaitu untuk pengoperasian 4-S3an sendiri

    dan untuk perekaman dan pen3etakan gambar.

    Model yang terbaru sudah memiliki banyak kelebihan dan banyak ungsi.

    agian dari sistem konsul ini yaitu

    1. Sistem $ontrol

    #ada bagian ini petugas dapat mengontrol parameter-parameter 

    yang berhubungan dengan beroperasinya 4-S3an seperti pengaturan k9,

    m dan aktu scanning , ketebalan irisan (Slice thickness), dan lain-lain.

    7uga dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan

     pengontrol ungsi tertentu dalam komputer.

    2. Sistem #en3etakan 6ambar 

    Setelah gambar 4-S3an diperoleh, gambaran tersebut dipindahkan

    dalam bentuk ilm. #emindahan ini menggunakan kamera multi ormat.

    4ara kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dan

    memindahkannya ke dalam ilm. ampilan gambaran di ilm dapat

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    12/31

    men3apai 2-2? gambar tergantung ukuran ilm (biasanya * E 10 in3hi

    atau 1? E 1+ in3hi).

    '. Sistem #erekaman 6ambar 

    Merupakan bagian penting yang lain dari 4-S3an. !ata pasien

    yang telah ada disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan 3epat.

    iasanya sistem perekaman ini berupa disket optik dengan kemampuan

     penyimpanan sampai ribuan gambar. da pula yang menggunakan

    magnetic tape dengan kemampuan penyimpanan data hanya sampai 200

    gambar.

    2.'.' #arameter 4-S3an

    6ambaran pada 4-S3an dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-berkas

    sinar-D yang mengalami perlemahan serta menembus objek, ditangkap detektor,

    dan dilakukan pengolahan di dalam komputer. #enampilan gambar yang baik 

    tergantung dari kualitas gambar yang dihasilkan sehingga aspek klinis dari

    gambar tersebut dapat dimanaatkan dalam rangka untuk menegakkan diagnosa.

    Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam 4-S3an dikenal beberapa

     parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal.

    a. Slice Thickness

    Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang

    diperiksa. ;ilainya dapat dipilih antara 1 - 10 mm sesuai dengan keperluan

    klinis. #ada umumnya ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran

    dengan detail yang rendah, sebaliknya yang tipis akan menghasilkan

    gambaran dengan detail yang tinggi.

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    13/31

    b. ange

     ange atau rentang adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa

     slice thickness. Sebagai 3ontoh untuk 4-S3an thoraE, range  yang

    digunakan adalah sama yaitu -10 mm mulai dari apeks paru sampai

    diaragma. #emanaatan dari range  adalah untuk mendapatkan ketebalan

    irisan yang sama pada satu lapangan pemeriksaan.

    3.Caktor "ksposi

    Caktor eksposi adalah aktor-aktor yang berpengaruh terhadap

    eksposi meliputi tegangan tabung (k9), arus tabung (m) dan aktu eksposi

    (s). esarnya tegangan tabung dapat dipilih se3ara otomatis pada tiap-tiap

     pemeriksaan. ;amun kadang-kadang pengaturan tegangan tabung diatur 

    ulang untuk menyesuaikan ketebalan objek yang akan diperiksa (rentangnya

    antara *0 A 1?0 k9). egangan tabung yang tinggi biasanya dimanaatkan

    untuk pemeriksaan paru dan struktur tulang seperti pelis dan ertebra.

    ujuannya adalah untuk mendapatkan resolusi gambar yang tinggi

    sehubungan dengan letak dan struktur penyusunnya.

    d.  !ield of "ie# (Co9)

     !ield of "ie#  adalah maksimal dari gambaran yang akan

    direkonstruksi. esarnya berariasi dan biasanya berada pada rentang 12-0

    3m. Co9 yang ke3il maka akan mereduksi ukuran piEel (pi3ture element),

    sehingga dalam proses rekonstruksi matriks gambarannya akan menjadi

    lebih teliti. ;amun, jika ukuran Co9 terlalu ke3il maka area yang mungkin

    dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    14/31

    e.Gantry tilt 

    Gantry tilting   adalah sudut yang dibentuk antara bidang ertikal

    dengan  gantry  (tabung sinar-E dan detektor). %entang penyudutan A20

    sampai G 20. #enyudutan dari  gantry  bertujuan untuk keperluan diagnosa

    dari masing-masing kasus yang harus dihadapi. !i samping itu, bertujuan

    untuk mereduksi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensiti seperti

    mata.

    . %ekonstruksi Matriks

    %ekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom pada pi3ture

    element (piEel) dalam proses perekonstruksian gambar. #ada umumnya

    matriks yang digunakan berukuran 12 E 12 (122) yaitu 12 baris dan 12

    kolom. %ekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi gambar yang

    akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi

    resolusi yang akan dihasilkan.

    g. %ekonstruksi lgorithma

    %ekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma)

    yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. asil dan karakteristik dari

    gambar 4-S3an tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih. Sebagian

     besar 4-S3an sudah memiliki standar algorithma tertentu untuk 

     pemeriksaan kepala, abdomen, dan lain-lain. Semakin tinggi resolusi

    algorithma yang dipilih, maka semakin tinggi pula resolusi gambar yang

    akan dihasilkan. !engan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang,

    sot tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada

    layar monitor.

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    15/31

    h. $indo# $idth

    $indo# $idth adalah rentang nilai computed tomography yang akan

    dikonersi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam 9 monitor.

    Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi

    matriks dan algorithma maka hasilnya akan dikonersi menjadi skala

    numerik yang dikenal dengan nama nilai computed   tomography. ;ilai ini

    mempunyai satuan < ( Hounsfield %nit ) yang diambil dari nama penemu

    4-S3an kepala pertama kali yaitu 6odrey ounsield.

    erikut ini tabel nilai 4 pada jaringan yang berbeda penampakannya pada

    layar monitor (ontrager, 2001)

    ipe jaringan ;ilai 4 (

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    16/31

    tergantung pada tingkat perlemahannya. !engan demikian penampakan

    tulang dalam monitor menjadi putih dan penampakan udara hitam. 7aringan

    dan substansi lain akan dikonersi menjadi arna abu-abu yang bertingkat

    yang disebut Gray Scale. $husus untuk darah yang semula dalam

     penampakannya berarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi media

    kontras odine.

    i. $indo# &evel 

    $indo# level  adalah nilai tengah dari indo yang digunakan untuk 

     penampakan gambar. ;ilainya dapat dipilih tergantung pada karakteristik 

     perlemahan dari struktur objek yang diperiksa. $indo# level  ini menentukan

    densitas gambar yang akan dihasilkan.

    2.! Teknk Pemerksaan *T($+an $nus Paranasal 

    2.?.1 #engertian

    eknik pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal merupakan pemeriksaan

    radiologi untuk mendapatkan gambaran irisan dari sinus paranasal baik se3ara

    aEial maupun 3oronal. 4-S3an Sinus #aranasal akan memberikan pandangan

    yang memuaskan atas sinus dan dapat menilai opasitas, penyebab, dan jenis

    kelainan dari sinus. 4-S3an Sinus #aranasal 3ukup baik dalam memperlihatkan

    dekstruksi tulang dan mempunyai peranan penting dalam peren3anaan terapi

    serta menilai respon terhadap radioterapi. al-hal tersebut merupakan kelebihan

    4-S3an Sinus #aranasal dibandingkan dengan oto polos Sinus #aranasal biasa.

    (mstrong, 15*5)

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    17/31

    2.?.2 ndikasi #emeriksaan

    a. Sinusitis

    #ada kasus sinusitis, 4-S3an Sinus #aranasal akan menampakkan

     penebalan mukosa, air-fluid level , perselubungan homogen atau tidak 

    homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, dan penebalan dinding sinus

    dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).

     b. neksi atau alergi

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    18/31

    '. 7ika menggunakan media kontras, $omunikasikan kepada pasien tentang

     prosedur pemeriksaan sejelas-jelasnya (inform consent ) agar pasien

    nyaman dan mengurangi pergerakan sehingga dihasilkan kualitas gambar 

    yang baik.

     b. #ersiapan lat dan ahan

    lat dan bahan untuk pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal dengan

    kasus sinusitis diantaranya

    1. #esaat 4-S3an

    2. lat-alat iksasi kepala

    iasanya pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal dengan kasus sinusitis

    dilakukan tanpa menggunakan media kontras. (allinger, 155)

    3. eknik #emeriksaan

    #emeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal dengan kasus sinusitis menggunakan

    dua jenis potongan , yaitu potongan aEial dan potongan 3oronal. ( allinger,

    155 )

    1. #otongan Eial

    a) #osisi pasien pasien berbaring supine di atas meja pemeriksaan.

    $edua lengan di samping tubuh, kaki lurus ke

     baah dan kepala berada di atas headrest 

    (bantalan kepala ). #osisi pasien diatur senyaman

    mungkin.

     b) #osisi objek kepala diletakkan tepat di teroongan gantry, mid

    sagital plane segaris tengah meja. Mid aEial

    kepala tepat pada sumber teroongan  gantry.

    (Jeisberg, 15*?)

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    19/31

    6ambar 2.? #osisi #asien #otongan Eial (mstrong, 15*5)

    2. #otongan 4oronal

    #otongan 3oronal merupakan teknik khusus.

    a) #osisi pasien pasien berbaring prone di atas meja pemeriksaan

    dengan bahu diganjal bantal. $epala digerakkan

    ke belakang (hiperekstensi) sebisa mungkin

    dengan membidik menuju ertikal. Gantry  sejajar 

    dengan tulang-tulang ajah.

     b) #osisi objek kepala tegak atau digerakkan ke belakang

    (hiperekstensi) sebisa mungkin dan diberi alat

    iksasi agar tidak bergerak. (8oge, 15*5)

    6ambar 2. #osisi #asien #otongan 4oronal (mstrong, 15*5)

    d. S3an #arameter 

    S3anogram 3ranium lateral

    Slice thickness

    aEial mm

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    20/31

    3oronal ' mm ( Seeram, 2001 )

     ange

    aEial mm di baah sinus maksilaris sampai sinus rontalis

    3oronal mm posterior sinus sphenoideus sampai sinus rontalis

    ( allinger, 155 )

    Standar algoritma

    aEial algoritma tulang

    3oronal algoritma standar

    k9 1'0

    ms @0 ( Seeram, 2001)

    6ambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal adalah

    sebagai berikut ( $elley dan #etersen, 155+ )

    6ambar 2.@ #otongan aEial

    $eterangan

    i;4 (inerior nasal 3on3hae) ,M (maksila) , MS ( Maksilari Sinus ), ;aS (;asal

    septum), K (Kygoma)

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    21/31

    6ambar 2.+ #otongan aEial

    $eterangan

    " ("thmoid  'one), 8 (8a3rimal bone), s=C (superior orbital issure), SpS

    (Sphenoid Sinus), K (Kygoma)

    6ambar 2.* #otongan aEial

    $eterangan

    a48 (anterior 3linoid pro3ess), !S (dorsum sella), "tS ("thmoid Sinuses), =p4

    (opti3 3anal), K (Kygoma)

    $,$

    "tS

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    22/31

    6ambar 2.5 #otongan aEial 9

    $eterangan

    CrS (Crontal Sinus)

    6ambar 2.10 #otongan 3oronal

    $eterangan

    a48 (anterior 3linoid pro3ess), C% (oramen rotundum), m;4 (middle nasal

    3on3hae), s=C (superior orbital issure), SpS (Sphenoid Sinus)

    CrS

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    23/31

    6ambar 2.11 #otongan 3oronal

    $eterangan

    "t ("thmoid one), "tS ("thmoid Sinuses), n (nundibulum), mM" (middle

    meatus), MS (Maksilari Sinus)

    6ambar 2.12 #otongan 3oronal

    $eterangan

    "tS ("thmoid Sinuses), MS (Maksilari Sinus)

    MS

    "tS

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    24/31

    6ambar 2.1' #otongan 3oronal 9

    $eterangan

    CrS (Crontal Sinus), ; (nasal bone), #er (perpendi3ular plate o ethmoid), S

    (septum)

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    25/31

    BAB III

    HA$IL DAN PEMBAHA$AN

    3.1 Pa,aran &asus

    '.1.1 dentitas #asien

     ;ama ;y. 7

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    26/31

    Serial no

    k9 maks 1'0 k9

    m maks 2? m

    ahun pemasangan 200?

    2. lat iksasi ( head clam dan body clam)

    '. Selimut

    ?. Cilm 4-S3an ( (ry "ie# *100 ) ukuran 'E?' 3m

    '.2.2 #ersiapan #asien

    1. #asien dan atau keluarganya diberikan penerangan mengenai tujuan dan

     prosedur pemeriksaan sampai dapat memahami manaat dan resiko

     pemeriksaan sehingga memberikan persetujuan tentang pemeriksaan yang

    akan dilakukan.

    2. Sebelum pemeriksaan dilakukan, semua material penyebab arteak di

    daerah kepala pasien (bila ada) dilepas terlebih dahulu.

    '. #asien tidak perlu melakukan persiapan puasa sebelum pemeriksaan karena

     pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal dengan diagnosa sinusitis tidak 

    menggunakan media kontras.

    3.3 Teknk Pemerksaan

    '.'.1 #osisi #asien

    1. #asien tidur supine pada meja pemeriksaan dengan kedua tangan disamping

    tubuh.

    2. $epala diposisikan diatas headrest dan berada di pertengahan  gantry

    dengan tinggi meja I 1@0. $epala diberi iksasi untuk men3egah

     pergerakan.

    '.'.2 #osisi obyek 

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    27/31

    1. Mengatur mid sagital plane kepala segaris dengan pertengahan meja. Sebisa

    mungkin dasar palatum diatur sejajar dengan bidang ertikal atau sejajar 

     gantry.

    2. Mengatur meja pemeriksaan sehingga lampu kolimator jatuh pada erteks.'. Mengatur kedua tangan pasien berada di samping tubuh.

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    28/31

    daerah kepala. 8alu dilanjutkan dengan memposisikan pasien sesuai dengan jenis

     potongan yang akan dibuat.

    #emeriksaan dengan klinis ini, dibuat dengan dua jenis potongan yaitu aEial dan

    3oronal. #ada potongan aEial, pasien diposisikan telentang pada meja pemeriksaan

    dengan MS# tubuh dan kepala segaris dengan tengah meja. $emudian dilakukan

     pengaturan parameter 4-S3an Sinus #aranasal yaitu dengan range sinus rontalis

    hingga sinus maksilaris, slice thickness sebesar mm dan tidak merotasikan gantry.

    #ada potongan 3oronal, tidak dilakukan dengan memposisikan pasien prone

    diatas meja pemeriksaan melainkan hasil dari rekonstruksi data dari potongan aEial

    karena sudah menggunakan pesaat multi sli3e 4-S3an.

    !ari hasil pengamatan penulis selama praktek, pemeriksaan 4-S3an Sinus

    #aranasal pada pasien dengan klinis sinusitis di nstalasi %adiologi %umah Sakit 6ading

    #luit 7akarta pada dasarnya sudah sesuai dengan teori karena pada pemeriksaan ini telah

    menggunakan dua jenis potongan yaitu aEial dan 3oronal serta dalam tata laksana

     pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal, petugas telah berpedoman pada prosedur tetap

    yang sesuai dengan teori.

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    29/31

    BAB I/

    PENUTUP

    !.1 &esm,ulan

    !ari pembahasan teknik pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal pada pasien

    dengan klinis sinusitis di nstalasi %adiologi %umah Sakit 6ading #luit 7akarta, penulis

    menarik kesimpulan baha pemeriksaan 4-S3an Sinus #aranasal pada pasien dengan

    klinis sinusitis di nstalasi %adiologi %umah Sakit 6ading #luit 7akarta selalu

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    30/31

    menggunakan proto3ol pemeriksaan sinus paranasal rutin, yaitu dengan potongan aEial

    setebal mm tiap potongan dan potongan 3oronal dari hasil rekonstruksi potongan

    aEial. al ini dengan tujuan agar semua sinus beserta detail dan penyebab kelainannya

    dapat terlihat jelas guna menegakkan diagnosa.

    !.2 $aran

    Sebaiknya petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan

    kepada pasien se3ara lebih jelas, agar pasien dapat bekerjasama, sehingga akan

    memperlan3ar jalannya pemeriksaan.

    DA0TAR PU$TA&A

    mstrong, #eter. 15*5. (iagnostic )maging . Se3ond "dition. "64. 7akarta.

    alllinger, #. J. 155. Merill*s Atlas of adiographic +ositioning and adiologic +rosedur .

    9olume o. "ight "dition. Mosby 4ompany, St 8ouis.

    ontrager, $enneth 8. 2001. Te,t 'ook of adiographic +ositioning and

     elated Anatomy. Mosby ar3ourt S3ien3e 4ompany, St . 8ouis 8ondon

    #hiladelphia Sydey oronto.

  • 8/16/2019 Laporan Kasus CT SPN

    31/31

    $elley, 8orrie dan #etersen, 4onnie. 155+. Sectional Anatomy for )maging +rofessionals.

    Mosby ear ook, n3.