laporan hasilrwrwr praktek kerja industr1 berlima baru
DESCRIPTION
rwtrywtw3yeuyr6iutioy7ooTRANSCRIPT
LEMBAR PENGESAHAN
Lembar Pengesahan Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan Di RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR Mulai Tanggal 15 Juni 2015 S/D 11Juli 2015
Di syahkan pada :
Hari : SENIN
Tanggal : 15 JUNI 2015
Di : JAKARTA TIMUR
Pimpinan Pembimbing
Bu Hani S.Si, Apt Bu Windy Susiarta
Mengetahui
Kepala SMK AR-RAISIYAH HUSADA
Ibu Asmaul Husna S.pd.,M.Si
Laporan Hasil Praktek Kerja Lapangan
PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT
PERIODE JUNI-JULI 2015
Untuk melengkapi persyaratan guna mengikuti Ujian Nasional TA 2015/2016
Disusun oleh :
1. Aqmarina Nabilah (0015)2. Bintang Wijaya (0017/9965832511)3. Januar Rahmadi4. Meillyansyah (0028)5. Saputri (0044)
SMK AR-RAISIYAH HUSADAJl. Albaido Raya No. 29 RT 01 RW 05 Kel. Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur
Telp 021-87791792 Email: [email protected]. Website: http://smk-arraisiyahusada.blogspot.com/
PRAKATA
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia–Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan laporan Praktik Kerja
Industri (PRAKERIN) yang kami lakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
Laporan ini disusun guna untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan siswa
dalam memperoleh gelar Sarjana Asisten Apoteker. SMK Farmasi AR-Raisiyah husada
Jakarta.
Kami menyadari bahwa dalam peyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan
serta bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terimakasih banyak kepada semua pihak, terutama kepada :
1. Allah SWT, kedua orang tua, keluarga tercinta yang telah memberi dukungan Moral,
Materil, Spiritual.
2. Ibu Asmaul Husnah, S.pd.,M.Si selaku Kepala Sekolah SMK Farmasi AR- Raisiyah.
3. Ibu Windi Susiarta, selaku Guru Pembimbing PKL dari sekolah Ar – Raisiyah Husada
4. Ibu Hani S.Si, Apt, selaku Pembimbing PKL di RSKO Cibubur.
5. Ibu Dara, selaku Asisten Apoteker dan Ibu Nova, selaku Asisten Apoteker
6. Pimpinan RS dan seluruh staf farmasi RSKO Cibubur yang telah memberi
kesempatan dan membimbing kami selama pelaksanaan PKL di RSKO tersebut.
7. Seluruh guru SMK Farmasi AR RAISIYAH HUSADA yang telah membimbing kami
selama masa sekolah.
8. Orang tua yang senantiasa mendoakan serta memberikan kasih sayang, semangat dan
dukungan baik moral maupun materil kepada kami sehingga selesainya laporan ini.
9. Seluruh teman-teman di SMK Farmasi AR-RAISIYAH HUSADA yang telah berbagi
dalam penyelesaian laporan PKL ini.
Kami menyadari bahwa sepenuhnya masih banyak kekurangan - kekurangan
dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu kami mohon maaf atas segala
kekurangan kami. Namun, kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, terutama siswa/siswi yang melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di
Rumah Sakit Umum Daerah Koja pada masa yang akan datang dan dapat dijadikan
bekal ilmu di masa depan.
Jakarta, Juli 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
PRAKATA ...................................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
A. Latar Belakang .......................................................................................................
B. Dasar kegiatan ........................................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................................
D. Manfaat ..................................................................................................................
E. Metode Penyusunan Laporan ................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
1.1 Pengertian-pengertian............................................................................................
1.2 Jenis – jenis Rumah Sakit Ketergantungan Obat .................................................
1.3 Tugas dan Tanggung Jawab..................................................................................
BAB III PRAKTEK KERJA INDUSTRI ................................................................
A. Gambaran Umum Rumah Sakit...........................................................................
2.1 Sejarah ....................................................................................................................
2.2 Visi dan Misi...........................................................................................................
2.3 Motto ......................................................................................................................
2.4 Tipe ........................................................................................................................
2.5 Program Rumatan Metadon (PRM)........................................................................
2.6 Trapling Off............................................................................................................
2.7 Pengadaan ..............................................................................................................
2.8 Penyimpanan ..........................................................................................................
2.9 Pencatatan dan pelaporan ......................................................................................
2.10 Distribusi ..............................................................................................................
a. Sistem Distribusi Obat di Rumah Sakit
b.
B. Gambaran Khusus ................................................................................................
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................
A. SIMPULAN...........................................................................................................
B. SARAN...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sesuai dengan program pemerintah yaitu meningkatkan potensi sumber daya
manusia serta adanya kebijakan departemen pendidikan nasional maka
penyelenggarakan kurikulum sekolah menengah kejuruan (SMK) wajib melaksanakan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) pendidikan system ganda (PSG).
Kesehatan adalah sehat baik secara fisik mental spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial maupun ekonomis.
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, sebagaimana
diamksudkan dalam pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Dengan kebutuhan tersebut mendorong manusia untuk menciptakan sarana-sarana
kesehatan yang berkualitas dan tentunya berpengaruh positif terhadap kesehatan
bangsa Indonesia. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan
kemampuan agar selalu hidup sehat.
Berdasarkan UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah
Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan keseatan perorangan
secara paripurna yang menyedihkan pelayanan Rawat Inap, Rawat Jalan, dan Gawat
Darurat. Hal tersebut diperjelaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, Yang
menyebutkan bahwa Pelayanan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelyanan farmasi klinik terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian dari Rumah Sakit yang
bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, seluruh Pelayanan
Farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah Sakit.
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, pelayanan, penyimpanan, dan pendistribusian obat,
pengelolaan obat, pelyanan obat atas resep dokter, pelyanan informasi obat, bahan
obat, dan obat tradisional.
Pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh seseorang Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK), tentunya yang memiliki kompetensi atau kemampuan dan ilmu
pengetahuan serta memiliki wawasan yang luas dalam ilmu kefarmasian, dan
tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaannya.
Praktek Kerja Industri (Prakerin) merupakan program yang harus diselenggarakan
oleh sekolah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan serta harus diikuti oleh semua
siswa/siswi. Prakerin di SMK Farmasi wajib diikuti oleh siswa/siswi kelas XI.
Prakerin jugaa merupakan penerapan dari teori yang telah diperoleh selama kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas.
B. Dasar kegiatan
Pendidikan (di luar sekolah) sebagai perantara utama pembangunan sumber daaya
menjadi manusia produktif dan berkemampuan ahli dalam bidangnya.
C. Tujuan
Harapan utama, meningkatkan keahlian professional siswa juga melatih diri agar
memiliki etos kerja yang meliputi: kemampuan kerja, motivasi kerja, insiatif,
kreatifitas, hasil kerja, dan hasil kerja yang berkualitas.
Praktek kerja industri pada dasarnya mempunyai tujuan yang sangat bermanfaat
bagi para siswa/i yang telah melakukannya, adapun tujuan dari program ini adalah
sebagai berikut :
Memberikan kesempatan pada setiap siswa/i agar mampu beradaptasi dengan
lingkungan kerja, terutama yang berkaitan dengan bidang keahlian farmasi,
Meningkatkan dan memperluas proses penyerapan pendidikan di bidang
KEFARMASIAN
Menumbuhkan dan memantapkan sikap profesional yang diperlukan siswa/i
sebelum memasuki dunia kerja,
Memperluas pengetahuan dan keterampilan siswa/i tentang pengembangan
Farmasi,
Melatih mental, sikap disiplin, dan tanggung jawab sebagi bekal saat
memasuki dan terlibat dalam industri,
Meningkatkan mutu dan pendidikan kejuruan melalui peran dunia kerja,
Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas,
Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan,keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja,
Memberi pengetahuan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian proses pendidikan
Meningkatkan rasa percaya diri, disiplin dan tanggung jawab.
Sebagai pelatihan siswa di dunia kerja serta , motoring tahap perkembangan
keterampilan siswa sekaligus menjadi salah satu perangkat panduan.
a. Manfaat bagi Penulis
Lebih mengetahui dunia kefarmasian,
Mengetahui karakteristik pelayanan resep di Rumah Sakit,
Mengetahui spesialit/pengelompokan obat dan jenis-jenis obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit terkait,
Menjalin kerja sama yang baik antar rekan kerja,
Menjadikan media belajar,
Menjalin kerjasama antar siswa/siswi,
Lebih mengetahui lebih banyak ilmu lainnya,
Lebih mengerti dalam dunia kerja,
Melatih dalam menulis laporan kerja,
Menambah wawasan dan kemampuan berfikir mengenai penerapan teori yang
telah didapat dari kerja lapangan yang telah dilaksanakan,
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan dan
mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan,
Kemampuan dan keahlian yang diperoleh selama magang memperbesar percaya diri,
Dapat mengetahui dunia kerja yang sebenarnya,
b. Manfaat bagi Sekolah
Mengikat kerja sama yang baik antar pihak sekolah dan rumah sakit yang
terkait,
Menjadikan lulusan yang siap kerja dan kompoten di bidang kefarmasian,
Meningkatkan mutu siswa dan siswi dalam kompetensi dalam bidang farmasi,
Menjalin kerjasama kepada rumah sakit terkait,
Menjadikan sebagai program sekolah,
Sebagai syarat untuk mengikuti ujian,
Untuk memperkenalkan sekolah kepada pihak rumah sakit,
Siswa/siswi lebih mengetahui dunia kerja sebenarnya,
Menjadikan media belajar di luar sekolah,
Membantu seiswa/siswi untuk mersakan dunia kerja,
Tujuan pendidikan untuk mendapat keahlian proffesional lebih mudah dicapai,
Dapat menyesuaikan program pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja,
Sekolah akan memperoleh image positif dari perusahaan tempat Prakerin karena anak didik sekolah mampu beradaptasi dalam pekerjaan dan lingkungan perusahaan,
Sekolah akan mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari orangtua dan masyarakat karena anak didik memiliki kemampuan yang baik,
Menghilangkan kesan negatif bagi perusahaan penerima peserta Prakerin bahwa proses Prakerin hanya mengganggu aktivitas perusahaan.
c. Manfaat bagi Rumah Sakit
Dapat membagi ilmunya kepada siswa dan siswi PKL,
Membantu dan meringankan pekerjaan di Instalasi Farmasi terkait,
Membantu tenaga kesehatan dalam melakukan perkerjaan,
Dapat mengenal persis kualitas siswa yang berlatih di instansi / industriManfaat bagi Pihak lain
Dapat berpatisipasi dalam
Diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan referensi atau sumber informasi
yang dapat dikembangkan menjadi lebih baik.
D. Metode Penyusunan Laporan
Metode yang berkaitan dari bahasa yunani kuno “METHODOS”yang berarti cara
atau jalan yang di tempuh,sehubungan dengan upaya ilmiah,maka metode
menyangkutn masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran
ilmu yang bersangkutan,Fungsi metode berarti sebsgai alat untuk mencapai tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN
1. Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta adalah rumah sakit khusus yang
memberikan pelayanan kepada mereka yang mengalami gangguan penggunaaan
narkotika, alkohol dan zat aditif lainnya.
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur merupakan salah satu
Rumah Sakit di Jakarta yang termasuk dalam daftar Institusi Penerima Wajib
Lapor (IPWL) dan mitra dari Badan Nasional Narkotika dalam hal menangani
pasien yang terkena kasus narkoba.
Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional
yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan
pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambung, diagnosis
serta pengobatan penyakit yang di derita oleh pasien. (American Hospital
Asseciation; 1974).
Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan
kedokteran, perawat dan berbagi tenaga profesi kesehatan lainnya yang
diselenggarakan . (Wolper dan Pena; 1987).
Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat pendidikan
serta penelitian kedokteran di selenggarakan. (Association of Hospital Care;
1947).
Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan
dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.
Rumah sakit juga merupakan pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medic. (World Healt Organization).
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, gawat darurat. (Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit).
Kesimpulannya:
Rumah Sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan professioanal yang
pelayanan disediakan oleh dokter, perawta, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas
dirumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian
yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Amalia,
2004). Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh seorang apoteker dan
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004).
Berdasarkan definisi tersebut maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit secara umum
dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah
sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang
apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan
bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang
terdiri pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan farmasi ; dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita saat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu
dan pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan farmasi klinik umum dan
spesialis mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik
yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar dan AMalia,
2004).
Didalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang standar pelayanan rumah sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan
farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system pelayanan
kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien (patient
oriented). Hal tersebut juga terdapat dalam keputusan Menteri Kesehatan No.
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
disebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan
di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu (Anonim,
2006).
1.2 Jenis – jenis Rumah Sakit Ketergantungan Obat
1. Instalasi Rawat Jalan
a. Pelayanan Instalasi Rawat Jalan
- Melayani pasien ketergtungan obat dengan atau tanpa komplikasi
(HIV/AIDS) dan pasien umum (bukan ketergantungan obat)
- Melayani pasien ketergantungan obat yang mengikuti program terapi
rumatan : metadon dan buprenorfin. Dalam program terapi rumatan
metadon, pasien datang setiap hari untuk minum didepan petugas dan
mengikuti pertemuan kelompok dukungan sebaya setiap minggu. Setiap
dua bulan sekali diadakan pertemuan keluarga pasien.Untuk rumatan
buprenorfin, pasien datang tiap kurun waktu yang telah ditetapkan oleh
dokter yang menanganinya.
- Petugas pada layanan rumatan metadon dan farmasi mempunyai tugas
supervisi dan distribusi metadon ke satelit-satelit (8 puskesmas dan 2
lapas) serta mengadakan pertemuan tiap tiga bulan dengan seluruh satelit
RSKO.
- Memberikan pelayanan baru konseling NAPZA dan konseling HIV/AIDS
b. Instalasi Rawat Jalan terdiri dari :
- Poliklinik Umum
- Poliklinik Penyakit Dalam
- Poliklinik NAPZA
- Poliklinik Jiwa
- Poliklinik Neurologi
- Poliklinik kebidanan
- Poliklinik Anak
- Poliklinik Kulit dan Kelamin
- Poliklinik Gigi
- Poli Rumatan Metadon
- Pemeriksaan SBN (Surat Bebas Narkotika)
- Layanan Pisikososial
2. Instalasi Gawat Darurat
a. Pelayanan 24 jam
b. Melayani pasien yang gawat, darurat maupun pasien umum
c. Tujuan utama mengatasi kondusi “Life Saving” misalnya kasus overdosis
NAPZA
d. Observasi dilakukan selama 1 x 6 jam
3. Instalasi Rawat Inap
Instalasi Rawat Inap memberikan fasilitas program di antaranya :
a. Program Detoksifikasi :
- Memiliki kapasitas 10 tempat tidur
- Mengatasi gejala putus zat
- Detoksifikasi heroin, alkohol dan benzodiazepin
- Dilakukan evaluasi secara menyeluruh : fisik mental dan sosial
- Tindak lanjut dengan pengobatan jangka panjang
b. Program Rawat Komplikasi dan Rawat Intensif :
- Memiliki kapasitas 34 tempat tidur
- Perawatan komplikasi medis berbagai penyakit infeksi maupun non infeksi
yang diakibatkan oleh penggunaan zatnya. Hampir 80% pasien yang
dirawat diruang komplikasi adalah pasien dengan AIDS stadium III – IV
(WHO).
- Pengobatan dilakukan oleh tim (penyakit dalam, neurologi, ahli paru,
psikiatri dll)
c. Program Rehabilitasi :
- Memiliki kapasitas 30 tempat tidur
- Merupakan suatu perawatan jangka panjang dengan pendekatan medis,
psikologis, sosial dan spiritual
- Melibatkan berbagai macam profesi seperti dokter, perawat, psikiater,
psikolok, pekerja sosial, konselor adiksi, pembimbing rohani dan dokter
spesialis lanila
- Pendekatan program
d. Program Rumatan Metadon (PRM)
- Melayani Pasien ketergantungan obat khusus (opiodia )
- Mencegah penderita ketergantungan dari gejala nagih( suges )
- Merupakan suatu perawatan jangka panjang dengan pendekatan medis,
dan psikologis
- Terapi rumatan substitusi
e. Persyaratan Terapi methadone
- Hanya bagi penyalahan opiodia
- Memenuhi kriteria ketergantungan opioida sativa dengan PDGJ III
- Usia minimal 18 th
- Tidak dengan kondisi khusus : HIV,Hamil,dan diagnose lainnya
4. Perlengkapan Instalasi Farmasi RSKO Cibubur
Perlengkapan di instalasi farmasi meliputi :
a. Sebuah lemari khusus untuk penyimpanan obat narkotika dan psikotropika
b. Sebuah lemari es tempat penyimpanan obat yang tidak tahan panas
c. Alat-alat peracikan seperti mortar, stemper, gelas ukur, corong dll.
d. Empat buah rak untuk menyimpan obat golongan paten
e. Tiga buah rak untuk menyimpan obat golongan generik
f. Dua buah rak untuk menyimpan obat golongan askes
g. Sebuah rak untuk menyimpan obat golongan askeskin
h. Sebuah rak lemari kaca untuk menyimpan obat luar
5. Pelayanan Kefarmasian di RSKO Cibubur
a. Resep partik (resep umum / biasa)
b. Resep JPPK (Jaminan Pelayanan dan Pemulihan Kesehatan) yaitu resep yang
harus di bayar apabila tidak memenuhi resep standar
c. Resep kontraktor
Misalnya pasien tersebut dari kontraktor Hardlent :
Setelah menerima resepnya apakah obat tersebut masuk standar obat Hardlent
atau tidak, kalau tidak maka obat di selisihkan dengan obat yang masuk
standar Hardlent. Obat yang tidak masuk standar, disalin lalu salinannya
diberikan kepada pasien (kantraktornya). Jika pasien mau membeli obat yang
disalin, pasien hanya membayar 20%.
1.3 Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1. Tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah pengelolaan mulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan
langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan
kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk
penderita rawat tinggal, rawat jalan mau pun untuk semua unit termasuk
poliklinik rumah sakit.
2. Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah mengembangkan suatu
pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan terapi, unit
pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit secara keseluruhan untuk
kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik.
BAB III
HASIL PRAKTEK KERJA INDUSTRI
A. Gambaran Umum Rumah Sakit Ketegantungan Obat
2.1 Sejarah Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta didirikan pada tahun 1972,
yang sebelumnya merupakan salah satu unit RSUP Fatmawati Jakarta. Rumah sakit
ini merupakan satu-satunya merupakan rumah sakit milik pemerintah yang khusus
bergerak dalam bidang penanganan gangguan yang berhubungan dengan zat.
Rumah sakit ini semula bernama Drug Dependence Unit (DDU) yang diresmikan
oleh Ali Sadikin selaku gubernur DKI Jakarta pada waktu itu. Pada tahun 1974 DDU
berubah nama menjadi Lembaga Ketergantungan Obat (LKO), dimana tujuan
utamanya adalah penangan ketergantungan obat yang komprehensif dan bersifat
jangka panjang, meliputi bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Pada tahun 1978, status LKO ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe C dengan
nama Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) dibawah Departemen Kesehatan RI
sebagai unit pelaksana fungsional dari Ditjen Pelayanan Medik dengan dr. Erwin
Widjono, Sp.KJ sebagai direktur pertama. Dalam usia 36 pada tahun 2008 ini, RSKO
telah mengalami tiga kali pengalaman direktur: tahhun 1997 kepada dr. Al Bachri
Husin Sp.KJ, tahun 1997 kepada dr. Sudirman MA, Sp.KJ dan tahun 2006 kepada dr.
Ratna Mardiati Sp.KJ. Selama kurun waktu tersebut, rumah sakit ini juga relah
mengalami peubahan kelembagaan, menjadi tipe B non pendidikan pada tanggal 14
Juni 2002 dan kemudian pada tanggal 26 juni 2007 ditetapkan menjadi instansi
pemerintah yang menerapakan pola pengelolaan keungan Badan Layanan Umum
(BLU) bertahap.
Dengan meningkatnya jumlah pasien ketergantungan opiat 90 yang membutuhkan
tempat perawatan yang lebih, luas lahan di Fatmawati dirasakan tidak memadai untuk
dikembangkan. Untuk itu pada tahun 1999 Pemda DKI Jakarta memberi bantuan
berupa izin persetujuan prinsip pemanfaatan tanah yang seluas kurang lebih 1,5 hektar
untuk pembangunan rumah sakit yang bertempat di Cibubur, Jakarta Timur. Pada
tanggal 15 Oktober 2002 gedung RSKO baru di Cibubur resmi digunakan dan sejak
itu secara bertahap dilakukan pemindahan seluruh aktvitas rumah sakit dari lokasi
Fatmawati ke Cibubur. Terhitung sejak tanggal 1 Februari 2007 RSKO hanya berada
satu lokasi, yaitu di jalan Lapangan Tembak no 75, Cibubur, Jakarta Timur.
RSKO mendapatkan status terakreditasi pada tanggal 23 Mei 2000 untuk bidang-
bidang administrasi manajemen, pelayanan medik, pelayanan gawat darurat,
keperawatan dan rekam medik. Sejak RSKO di Cibubur resmi digunakan, telah
dilakukan berbagai pengembangan layanan, yaitu unit rehabilitasi berorientasi
therapeutic community (TC), high care unit (HCU), laboratorium klinik dan radiologi,
unit layanan umum, program substitusi rumatan, serta fasilitas pendidikan, pelatihan
dan penelitian. Pengembangan program dilaksanakan secara berkala, demi memenuhi
kebutuhan pasien. Saat ini, program rehabilitasi tidak lagi secara eksklusif
berorientasi pada TC, melainkan bersifat komprehensif, menggabungkan berbagai
macam pendekatan, mengingat kondisi pasien juga banyak mengalami perubahan.
Pengembangan rencana terapi pada berbagai program yang ada bersifat individual,
disesuaikan dengan kondisi pasien secara keseluruhan.
2.2 Visi dan Misi
Visi RSKO
“Sebagai pusat layanan dan kajian nasional maupun regional dalam bidang
gangguan yang berhubungan dengan zat (GBZ)”.
Misi RSKO
Melaksanakan upaya preventif dan promotif bagi masyarakat umum dalam bidang
GBZ
Melaksanaka upaya kuratif dan rehabilitatif bagi penyandang masalah GBZ
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta masyarakat
umum dalam bidang GBZ
Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang GBZ
Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang memerlukan
2.3 Motto
”Ramah, Sigap, Kasih, Orientasi pada pelanggan”
2.4 Tipe
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum
Pemerintah Rumah Sakit Daerah dikelompokkan menjadi:
1) Rumah Sakit Tipe A
Rumah sakit tipe A adalah Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medisspesialis luas dan subspesialis luas, merupakan
rumah sakit rujukan tertinggi.
Contohnya : Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta
2) Rumah Sakit Tipe B
Rumah sakit tipu B adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai spesialis dan
kemampuan pelayanan medis luas dan subspesialis terbatas dan menerima rujukan
dari Rumah Sakit Kabupaten.
Contohnya : RSAU dr. Esnawan Antariksa
3) Rumah Sakit Tipe C
Rumah Sakit Tipe C adalah Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medis spesialis terbatas dan merupakan rujukan dari
Puskesmas.
Contohnya : Rumah Sakit Kabupaten Kebumen
4) Rumah Sakit Tipe D adalah Rumah Sakit yang bersifat transisi yang sewaktu –
waktu dapat ditingkatkan.
5) Rumah Sakit Tipe E
Rumah Sakit tipe E adalah Rumah Sakit yang hanya memberikan satu macam
pelayanan medis.
2.5 Program Rumatan Metadon (PRM)
Seabagai satu dari modalitas terapi yang bersifat rumatan substitusi, PRM telah
dikaji dengan sangat mendalam. Pelaksanaan program yang disertai dengan
pengkajian secara intensif dan sistematis dilakukan oleh Vincent Dole dan Marie
Nyswander di klinik kota New York pada tahun 60an. Program mereka didasari oleh
keyakinan bahwa penderita ketergantungan heroin kronis menderita apa yang disebut
sebagai “narcotic hunger” (Dole dan Nyswander, 1965), fenomena yang membuat
penderita ketergantungan menjadi sibuk utuk mencari heroin lepas dari berbagai
konsekuensi yang ditimbulkan. Program pertama PRM ini tidak hanya menawarakan
metadon menjadi pengganti heroin tetapi juga memberikan berbagai layanan
psikososial lain. Puluhan tahun setelah percobaan yang pertama ini, implementasi
PRM dan berbagai regulasinya di berbagai belahan dunia menjadi beragam (Josep et
al, 2000).
Metadon menunjukkan efektivitas karena kemampuannya mengakomodasi lebih
banyak penderita ketergantungan heroin maupun karena kemampuannya
mempertahankan penderita ketergantungan heroin lebih lama berada dalam program
(Bale et al., 1980; Darke et al., 2005). Penelitian di Negara barat menunjukkan bahwa
PRM dapat menahan sekitar 30% hingga 60% pasien untuk satu tahun (Bale et al.,
1980; Joe et al., 1999; Bell et al., 2005). PRM juga dapat merubah perilaku berisiko
penderita ketergantungan. Jika dosis stabil telah dicapai, program ini dapat mencegah
penderita ketergantungan dari gejala nagih (suges), sehingga dapat mengurangi
kecenderungan penggunaan heroin ketika mengikuti program (Ball and Ross, 1991;
Mattick et al., 2003; Joseh et al., 2000; Preston et al., 2000; Lowinson et al., 1997,
Utami et al., 2005). PRM juga mengurangi perilaku berisiko terkait penularan HIV
seperti berbagi jarum dan tabung serta peralatan suntik lainnya (Simpson and Joe,
1997; Ball et al., 1988; Mattick et al., 2003; Dole and Joseph, 1978; Gowing et al.,
2004). PRM juga efektif menurunkan angka keterlibatan pada tindak kriminalitas
(Hubbard et al, 1989). Tidak hanya menurunkan perilaku berisiko, peserta metadon
juga merasa lebih sehat dan memiliki gaya hidup yang lebih produktif(Ali et al., 2005;
Uchtenhagen, 1990; Dole and Joseph, 1978). Dosis harian metadon yang diberikan
dengan datang di klinik PRM setiap hari memungkinkan pasien memiliki kontak
regular dengan para terapis, suatu kondisi yang dapat memfasilitasi dilakukannya
tindakan yang diperlukan atas berbagai masalah yang timbul (Senay and
Uchtenhagen,1990).
2.6 Trapling off (penurunan dosis)
Penjelasan Trapling off
Contoh resep
R/ Codein HCl
1. 1 hari = 100 x 4 = 400/20 = 20 tab
2. 2 hari = 90 x 4 = 360/20 = 18 tab
3. 3 hari = 80 x 4 = 320/20 = 16 tab
4. 4 hari = 70 x 4 = 280/20 = 14 tab
5. 5 hari = 60 x 4 = 240/20 = 12 tab
6. 6 hari = 50 x 4 = 200/20 = 10 tab
7. 7 hari = 40 x 4 = 160/20 = 8 tab
8. 8 hari = 30 x 4 = 120/20 = 6 tab
9. 9 hari = 20 x 4 = 80/20 = 4 tab
10. 10 hari = 10 x 4 = 40/20 = 2 tab +
110 tab
2.7 Pengadaan
Pengadaan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di unit
pelayananan kesehatan. Tujuan pengadaan obat adalah agar tersedianya obat dengan
jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat
diperoleh pada saat diperlukan. Langkah-langkah dalam pengadaan barang:
a. Pemilihan metode pengadaan
b. Pemilihan pemasok
c. Pemantauan status pesanan
d. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat
e. Penerimaan dan pemeriksaan obat
Metode pengadaan obat ada 4 macam yaitu:
1. Pelelangan umum
2. Pelelangan terbatas
3. Pemilihan langsung
4. Pembelian atau pengadaan langsung
Kegiatan menerima dan pemeriksaan obat:
1. Penyusuanan rencana pemasukan obat
2. Penerimaan obat
3. Pemeriksaan mutu obat
4. Pengisian berita acara pemeriksaan dan penerimaan obat
5. Pencatatan harian penerimaan obat
6. Pengisian formuli realisasi pengadaan obat
2.8 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan baik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan
obat:
1. Memelihara mutu obat
2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3. Menjaga kelangsungan persediaan
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat :
1. Pengaturan tata ruang
Pertimbangan dalam menentuka tata ruang adalah:
- Kemudahan bergerak arus baranag
- Sirkulasi udara yang baik
- Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet
- Kondisi penyimpanan khusus untuk vaksin, narkotika dan alcohol atau at yang
mudah terbakar
2. Penyusunan stok obat
Pengaturan stok obat dilakukan dengan langkah-langkah sebagi berikut:
- Penerapan prinsip FIFO dalam penyimpanan dan pengeluaran barang.
- Penyimpanan khusus untuk narkotika dalam lemari terkunci, vaksin dalam lemari
pendingin, alkohol dan zat-zat yang mudah terbakar dalam ruang terpisah.
- Obat yang mempunyai batas kadaluwarsa disimpan dan dikeluarkan terlebih
dahulu bagi obat yang mendekati habis waktu kadaluwarsanya.
- Pallet digunakan untuk menyimpana obat dalam kemasan besar.
- Obat berbentuk syrup dan cairan diletakkan pada rak / lemari yang paling bawah.
- Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi.
3. Pencatatan stok obat
Fungsi pencatatan kartu stok:
- Untuk mencatat mutasi obat
- Alat bantu untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan, distribusi,
pengendalian persediaan dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik dalam
tempat penyimpanan
4. Pengamanan mutu obat
Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami perubahan karena faktor fisika
maupun kimia. Perubahan mutu obat dapat diamati secara visual. Jika dari
pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara
oganoleptis, harus dilakukan sampling untuk pengujuan laboratorium.
Tanda-tanda perubahan mutu obat adalah sebagai berikut:
a. Tablet
- terjadi perubahan warna, bau atau rasa
- kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak dan
terdapat benda-benda asing, jadi bubuk dan lembab
- kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
b. Kapsul
- Perubahan warna isi kapsul
- Kapsul terbuka, kosong, rusak, atau melekat satu dengan lainnya
c. Tablet salut
- Pecah – pecah, terjadi perubahan warna
- Basah dan lengket satu dengan yang lainnya
d. Cairan
- Menjadi keruh atau timbul endapan
- Konsistensi berubah
- Warna atau rasa berubah
- Botol – botol plastik rusak atau bocor
e. Salep
- Warna berubah
- Pot atau tube rusak atau bocor
- Bau berubah
f. Injeksi
- Kebocoran wadah (vial, ampul)
- Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi
- Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan
- Warna larutan berubah
2.9 Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat – obatan secara
tertib, baik obat – obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang
digunakan di unit – unit pelayanan, di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah tersedianya data mengenai jenis dan
jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran / penggunaan dan data mengenai waktu
dari seluruh rangkaian mutasi obat.
Sebagian dari kegiatan pencatatan dan pelaporan obat ini telah diuraikan pada
masing – masing aspek pengelolaan obat. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas
kegiatan pencatatan dan pelaporan obat yang perlu dilakukan oleh GFK.
1. Pencatatan dan Pengolahan Data Untuk Mendukung Perencanaan Pengadaan
Obat.
a) Kartu Rencana Distribusi
b) Perhitungan tingkat kecukupan obat per UPK
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana distribusi akan
dapat didukung sepenuhnya oleh sisa stok obat dalam gudang penyimpanan
Gudang Farmasi.
Perhitungan dilakukan langsung pada Kartu Rencana Distribusi Obat. Tingkat
kecukupan dihitung dari sisa stok obat di Gudang Farmasi dibagi dengan total
kebutuhan stok optimum obat Unit Pelayanan Kesehatan.
Jika tingkat kecukupan obat semakin menurun maka petugas Gudang Farmasi
dapat mempergunakan catatan pada Kartu Realisasi Pengadaan Obat untuk
memberikan umpan balik kepada sumber dana obat agar mempercepat pengadaan
obat yang alokasinya telah disetujui.
Jika ternyata semua pengadaan telah dilakukan, maka petugas Gudang Farmasi
harus segera menyesuaikan stok optimum obat bersangkutan untuk seluruh UPK.
Tingkat kecukupan sisa stok obat di Gudang Farmasi dalam mendukung rencana
distribusi harus selalu dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II
setempat.
2. Laporan Pengelolaan Obat
Sebagai unit kerja yang secara fungsional berada di bawah dan langsung
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II, maka Gudang
Farmasi memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan obat yang
dilaksanakan.
Laporan yang perlu disusun GFK terdiri dari :
Laporan Mutasi Obat
Laporan Kegiatan Distribusi
Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran
Laporan Tahunan / Profile Pengelolaan Obat Dati II
2.10 Distribusi
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
pengiriman obat – obatan yang bermutu terjamin keabsahan serta tepat jenis dan
jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit –
unit pelayanan kesehatan.
Tujuan distribusi adalah :
1) Terlaksananya pengiriman obat secara teratur dan merata sehingga dapat
diperoleh pada saat dibutuhkan
2) Terjamin kecukupan dan terpelihara efisiensi penggunaan obat di unit pelayanan
kesehatan
3) Terlaksana pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program
kesehatan.
Kegiatan Distribusi :
1. Kegiatan Distribusi Rutin, mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum
di unit pelayanan kesehatan. Kegiatan yang dilakukan adalah :
Perencanaan distribusi.
Penetapan frekuensi pengiriman obat.
Penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman obat.
2. Kegiatan Distribusi Khusus, mencakup distribusi obat program dan perbekalan
kesehatan (untuk pelaksanaan program kesehatan yang telah ditetapkan)
Kegiatan distribusi khusus di Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya dilakukan
sebagai berikut :
1. Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya menyusun rencana distribusi obat
untuk masing – masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan
program yang diterima dari Provinsi atau Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II.
Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya bekerja sama dengan penanggung
jawab program, mengusahakan pendistribusian obat sebelum pelaksanaan
kegiatan masing – masing program.
2. Distribusi obat program kepada Puskesmas dilakukan atas permintaan
penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan
Tingkat II.
3. Untuk pelaksanaan program penanggulangan penyakit tertentu seperti
malaria, frambusia dan penyakit kelamin, bilamana obatnya diminta langsung
oleh petugas program kepada Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya tanpa
melalui Puskesmas, maka petugas yang bersangkutan harus membuat laporan
permintaan dan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan
Tingkat II.
4. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada
penderita di lokasi sasaran, diperoleh / diminta dari Puskesmas yang
membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelasanaan pemberian obat,
bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang bersangkutan.
Khusus untuk program diare diusahakan ada sejumlah persediaan obat di
posyandu yang pengadaannya diatur oleh Puskesmas.
Tata cara pendistribusian obat
1. Gudang Farmasi Daerah Tingkat II (Gudang Farmasi) melaksanakan
distribusi obat ke Puskesmas dan Rumah Sakit di wilayah kerjanya sesuai
dengan kebutuhan masing – masing Unit Pelayanan Kesehatan.
2. Puskesmas induk mendistribusikan kebutuhan obat – obatan untuk
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit – Unit Pelayanan
Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya.
3. Distribusi obat – obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari Gudang
Farmasi ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah
atas persetujuan kepala Puskesmas yang membawahinya.
4. Tata cara pengiriman obat ke Unit Pelayanan Kesehatan dapat dilakukan
dengan cara penyerahan yaitu pengiriman dan pengawasan pengiriman obat
dilakukan oleh Gudang Farmasi.
5. Obat – obatan yang akan dikirim ke Puskesmas atau rumah sakit harus
disertai dengan dokumen penyerahan / pengiriman obat.
6. Sebelum dilakukan pengepakan atas obat – obat yang akan dikirim, maka
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap :
Jenis dan jumlah obat
Kualitas atau kondisi obat
Isi kemasan dan kekuatan sediaan
Kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat.
3. Tiap pengeluaran obat dari Gedung Farmasi harus segera dicatat pada kartu stok
dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran Obat.
Pencatatan pendistribusian obat; meliputi pencatatan dalam :
1. Kartu Rencana Distribusi
2. Buku harian pengeluaran obat
3. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
4. Surat kiriman obat
a. Sistem Distribusi Obat di Rumah Sakit
Proses distribusi yaitu penyerahan obat sejak setelah sediaan disampaikan IFRS
sampai diantarkan kepada perawat, dokter atau pelayanan kesehatan lain
untukdiberikan kepada pasien. Sistem distribusi obat di rumah sakit untuk pasien
rawat inap adalah tataan jaringan sarana, personel, prosedur dan jaminan mutu yang
serasi,terpadu dan berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat
beserta informasinya kepada pasien. Sistem distribusi obat untuk pasien rawat inap
yang diterapkan dirumah sakit sangat bervariasi, hal ini tergantung pada kebijakan
rumah sakit, kondisi keberadaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah sakit.
Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif sangat tergantung pada
disain sistem dan pengelolaan yang baik. Suatu sistem distribusi obat yang di disain
dan di kelola dengan baik harus dapat mencapai berbagai hal sebagai berikut :
- Ketersediaan obat tetap terpelihara
- Mutu dan kondisi sediaan obat tetap stabil dalam seluruh proses distribusi
- Kesalahan obat minimal dan keamanannya maksimum pada penderita
- Obat yang rusak dan kadaluarsa sangat minimal
- Efisiensi dalam penggunaan sumber terutama personel
- Meminimalkan pencurian, kehilangan, pemborosan, dan penyalah gunaan obat
- IFRS mempunyai akses dalam semua tahap produksi untuk pengendalian,
Pelayanan farmasi klinik
- Terjadinya interaksi antara dokter-apoteker-perawat-penderita
- Harga terkendali
- Meningkatnya penggunaan obat yang rasional
Berdasarkan distribusi obat untuk pasien rawat inap, ada empat sistem yang
digunakan yaitu :
1. Sistem floor stock lengkap
2. Sistem resep individu atau permintaan lengkap
3. Sistem distribusi obat dosis unit (UDDD/Unit Dose Drug Distribution)
4. Sistem kombinasi resep individu, floor stock lengkap dan distribusi obat dosis unit
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi
menjadi dua sistem, yaitu :
1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)
b. Metode Distribusi Obat untuk Pasien Rawat Inap
1. Sistem floor stock lengkap
Adalah suatu sistem pengelolaan dan distribusi obat sesuai dengan yang
ditulis oleh dokter pada resep obat yang disiapkan oleh perawat dan persediaan
obatnya juga berada di ruang perawat dan langsung diberikan pada pasien diruang
rawat inap tersebut.
Penggunaan sistem floor stock lengkap dianjurkan untuk diminimalkan
agar menjamin pengemasan control dan identifikasi obat walaupun sistem ini tetap
dipertahankan pada kondisi tertentu seperti :
Dalam bagian emergensi dan ruang operasi, dimana obat biasanya harus selalu
cepat tersedia segera setelah mendapat resep dokter.
Pada situasi yang dapat mengancam kehidupan pasien, ketersediaan obat-
obat di sekitar pasien sangat dibutuhkan.
Obat-obatan dengan harga rendah dan biasa dipakai(high volume drug) dapat
dikelola dengan cara ini dengan catatan kemungkinan terjadi medication erro
yang kecil.
Sistem ini sekarang tidak digunakan lagi karena tanggung jawab besar
dibebankan pada perawat yaitu menginterpretasikan resep dan menyiapkan obat yang
sebetulnya adalah tanggung jawab apoteker.
Keuntungan sistem ini yaitu :
Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien
Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
Pengurangan penyalinan resep
Pengurangan jumlah personel IFRS
Keterbatasan sistem ini :
Kesalahan obat sangat meningkat karena resep obat tidak dikaji langsung oleh
Apoteker
Persediaan obat di ruang perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang
Sanagat terbatas
Pencurian obat meningkat
Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat
Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas penyimpanan obat
Sesuai di setiap daerah perawatan pasien
Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat
Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
2. Sistem resep individual/permintaan lenkap
Sistem distribusi obat resep individual adalah sistem pengelolaan dan distribusi
obat oleh IFRS sentral sesuai yang tertulis pada resep yang ditulis dokter untuk setiap
penderita. Dalam sistem ini, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di
dispensing dari IFRS. Resep asli dikirim ke IFRS oleh perawat, kemudian resep itu
diproses sesuai cara dispensing yang baik dan obat wsiap untuk didistribusikan
kepada pasien.
Keuntungan sistem distribusi resep individual :
Semua resep dikaji langsung oleh apoteker yang dapat memberi keterangan atau
informasi kepada perawat berkaitan dengan obat yang dipakai
Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-
penderita
Pengendalian perbekalan yang mudah
Mempermudah penagihan biaya kepada pasien
Keterbatasan dalam sistem distribusi resep individual :
Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai ke penderita
Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat
Memerlukan jumlah perawat waktu yang lebih banyak untuk penyimpanan obat di
ruangan pada waktu konsumsi obat
Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan sewaktu penyiapan
konsumsi
3. Kombinasi Sistem Resep Individu dan Foor Stock Lengkap
Sistem kombinasi ini biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja IFRS.
Obat yang disediakan diruang perawat adalah obat yang diperlukan oleh banyak
pasien, setiap hari diperlukan dan biasanya adalah obat yang harganya relatif murah.
Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan ditetapkan oleh PFT dengan masukan
dari IFRS dan pelayanan keperawatan.
Keuntungan sistem ini :
- Semua resep individu dikaji langsung oleh apoteker
- Adanya kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat
pasien
- Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien
- Beban IFRS dapat berkurang
Keterbatasan sistem ini adalah :
- Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai ke pasien (obat resep
Individu)
- Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari floor stock lengkap)
4. Sistem Distribusi Obat dosis Unit/Unit Dose Drug Distribution (UDDD)
Obat dosis unit adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri
atas satu atau berberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit
tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu.
Sistem ini membutuhkan biaya awal yang besar, akan tetapi keterlibatan
perawat dalam menyiapkan obat tidak begitu tinggi,selain itu mengurangi
kemungkinan adanya kesalahan obat. Unsur khusus yang menjadi dasar semua sistem
dosis unit adalah obat dikemas dalam kemasan dosis unit tunggal, didispensing dalam
bentuk siap konsumsi dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan
dosis diantarkan ke ruang perawat penderita pada setiap waktu.
Ada tiga metode sistem distribusi obat dosis unit :
1) Sistem distribusi obat dosis unit sentralisasi
Dilakukan oleh IFRS oleh semua daerah perawatan penderita rawat inap di RS
secara keseluruhan. Artinya di rumah sakit tersebut mungkin hanya satu IFRS tanpa
adanya cabang IFRS di berberapa daerah perawatan.
2) Sistem distribusi obat dosis unit desentralisasi
Dilakukan oleh berberapa cabang IFRS disebuah RS. Pada dasarnya sama
dengan sistem distribusi obat persediaan obat persediaan lengkap di ruang hanya saja
dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan pengelola dan pengendalian oleh
IFRS sentral. Meskipun tiap rumah sakit memiliki cara yang berbeda-beda dalam
penerapannya, berikut merupakan contoh prosedur yang dapat dilakukan :
Pasien setelah didiagnosa semua datanya dicatat dalam kartu profil pasien
Resep dikirim ke farmasis
Resep dicatat di kartu profil pasien
Farmasis memeriksa resep untuk kemungkinan terjadinya alergi,
Interaksi obat dan kerasionalan terapi
Jadwal pemberian obat dikoordinasikan dengan ruang perawat
Farmasis mengambil obat sesuai resep, menempatkan obat dalam kereta
Obat sesuai jadwal pemberian obat
Kereta obat diisi dengan dengan obat sesuai jadwal pengiriman ke pasien
Farmasis memeriksa kereta obat sebelum diantarkan
Perawat memberikan obat ke pasien dan mencatat medication recordnya
Kereta obat diperiksa ulang sebelum dikembalikan ke IFRS
Selama proses berlangsung, farmasis dapat berkonsultasi ke dokter dan
perawat untuk mencegah terjadinya penghentian pengobatan
Dasar untuk mengadakan pelayanan IFRS desentralisasi adalah :
a) Kebutuhan penderita
Sistem distribusi obat sentralisasi untuk penderita rawat inap yang
didispensing oleh IFRS sentral seringkali mengakibatkan meningkatnya kesalahan
obat, keterlambatan penerimaan dosis mula, memperpanjang tinggal penderita di
rumah sakit serta meningkatnya biaya yang dikeluarkan penderita. Sistem distribusi
obat dan lingkup praktek linik apoteker perlu disesuaikan dengan kemajuan dalam
terapi obat.
b) Kebutuhan perawat
Perawat memainkan suatu peranan penting dalam distribusi obat di rumah
sakit. Pelayanan IFRS sentarlisasi seringkali menimbulkan banyaknya pertanyaan
yang berkaitan oleh obat tak terjawab oleh perawat yang sibuk. Pelayanan IFRS
disentralisasi dapat segera melakukan kegiatan yang berkaitan dengan obat dan
dukungan informasi obat kepada perawat yang diperlukan. Sistem distribusi obat
untuk penderita rawat inap menggunakan IFRS cabang (satelit) dapat meningkatkan
efisiensi perawat dibandingkan sistem distribusi oleh sentralisasi.
c) Kebutuhan dokter
Dokter mindiagnosa masalah medik dan menulis suatu rencana terapi
penulisan obat seringkali merupakan suatu aspek kritis dari perawat pasien rawat inap.
Komplikasi obat yang telah didentifikasi sebelumnya menggambarkan kebutuhan
dokter akan informasi umum obat dan informasi obat klinik tertentu. Pengelolaan
terapi obat penderita oleh apoteker dapat mengurangi reaksi obat yang merugikan dan
mempercepat pembebasan penderita di rumah sakit. Apoteker yang praktek di daerah
perawatan penderita dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman klinik obat
untuk membantu dokter mengelola terapi obat penderita mereka.
d) Kebutuhan apoteker
Dalam lingkungan disentralisasi apoteker dapat menghubungkan secara
langsung kebutuhan terapi obat penderita sebagai hasil dari kemudahan pencapaian
penderita, perawat, dokter dan rekan medik. Apoteker dapat mengembangkan
keahlian dalam daerah perawatan tertentu seperti pediatik, obgyn, penyakit dalam dan
bedah apabila mengeluti bidang yang sama di rumah sakit selama periode waktu yang
terus menerus.
Pengalaman apoteker dalam terapi penderita rawat inap akan meningkat dan
selama waktu itu dapat menjadi seorang ahli dalam pengertian variabel penderita yang
segnifikan untuk terapi obat resiko tinggi. Hubungan dengan staf medik dapat
dikembangkan, sehingga masukkan dari apoteker pada resep terapi obat dapat dibuat
sebelum resep ditulis daripada menanggapi masalah setelah resep ditulis. Uraian
karakteristik dan manfaat dari IFRS desentralisasi yaitu :
a) Kunjungan ke ruang perawatan penderita
Apoteker menyertai tim dokter dalam kunjungan ke ruangan penderita.
Partisipasi apoteker dalam kunjungan ini adalah pemberian informasi obat atas
permintaan dokter atau atas prakasa apoteker sendiri.
b) Wawancara penderita
Informasi sejarah pengobatan penderita diperoleh secara lisan oleh apoteker
untuk melengkapi rekaman IFRS. Informasi dapat termasuk obat dan obat
bebas yang digunakan, alergi obat dan pengetahuan tentang kerja obat.
Masalah tentang terapi obat penderita terdahulu didentifikasi demikian juga
obat yang bermanfaat. Obat-obat yang tidak bermanfaat dan penyebab alergi
tersebut dapat dihindari selama hospitalisasi.
c) Pemantauan terapi obat penderita
Kartu pengobatan penderita dikaji untuk memastikan bahwa penderita
menerima terapi obat yang aman dan efektif. Obat yang dikonsumsi uji
laboratorium yang berkaitan diagnosis penderita dan kondisi medik adalah
bagian penting dari proses pemantauan. Masalah terapi obat yang mungkin
berubah ada yang didefinisikan dikomunikasikan oleh dokter, sehingga akan
dihasilkan terapi obat yang
d) Pertanyaan dokter
Pertanyaan dokter tentang terapi obat penderita, informasi obat umum dijawab
oleh apoteker. Terapi obat yang lebih aman dan lebih efektif akan dihasilkan
jika pertanyaan dijawab secara akurat dan diterapkan dalam terapi penderita.
e) Pertanyaan perawat
Pertanyaan perawat tentang terapi obat penderita, informasi obat umum dan
resep obat dijawab oleh apoteker. Pemberian obat oleh perawat lebih akurat
dan aman dengan pengetahuan obat yang luas.
f) Informasi obat
Dokter sering mengajukan pertanyaan tentang informasi obat yang berkaitan
dengan masalah terapi obat penderita yang memerlukan penelitian dari
pustaka informasi yang tersedia untuk melayani pertanyaan tersebut. Jawaban
apoteker harus menghasilkan terapi obat yang lebih aman dan efektif.
g) Pelayanan terapi obat yang diatur oleh apoteker
Apoteker mengembangkan dan melaksanakan pelayanan terapi obat tertentu
atas permintaan dokter. Seperi mengatur antikoagulasi, penjadwalan
pemberian obat bagi penderita dengan status ginjal. Membahayakan obat-obat
yang mempengaruhi darah dan hati pengaturan dosis aminoglikosi,
Pengendalian kesakitan dukungan nutrisi dan terapi aminofilin. Pelayanan
demikian harus menghasilkan terapi obat yang lebih aman dan lebih spesifik
bagi penderita.
h) Farmakokinetik klinik
Penerapan pelayanan farmakokinetik klinik dapat berhasil bila ditunjang oleh
keberadaan laboratorium farmakokinetik yang dikendalikan oleh IFRS. Aspek
terpenting dari pelayanan ini antara lain dalam menetapkan jadwal waktu
untuk pengambilan kosentrasi zat aktif yang tepat guna menjamin agar hasil
pengujian dapat digunakan. Berdasarkan kosentrasi zat aktif dalam serum
apoteker dapat memodifikasikan dosis dan jadwal waktu pemberian untuk
mencegah toksisitas dan menjamin kemanjuran terapi.
i) Evaluasi penggunaan obat
Program evaluasi pengunaan obat yaitu suatu proses penjaminan mutu yang
disahkan rumah sakit dilakukan terus menerus, terstruktur, ditunjukkan guna
memastikan bahwa obat digunakan secara tepat, cepat dan efektif. Dalam
rumah sakit apoteker harus menerapkan kepemimpinannya dan bekerja sama
dengan staf medik, perawat dan pimpinan jika diperlukan dalam
merencanakan dan melaksanakan evaluasi penggunaan obat. Studi kasus obat
tertentu dilakukan dan ketidaktepatan penulisan resep oleh dokter harus
diperbaiki melalui program pendidikan.Keuntungan dari penerapan IFRS
Desentralisasi bagi berbagai pihak yang terlibat yaitu :
Obat dapat segera tersedia untuk dikonsumsi pasien
Pengendalian obat dan akuntabilitas semakin baik
Apoteker dapat berkomunikasi langsung dengan dokter dan perawat
Sistem distribusi obat berorientasi pasien sangat berpeluang untuk
diterapkan
Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan pasien dan dapat berbicara
dengan pasien secara efisien
Informasi obat dari apoteker segera tersedia bagi dokter dan perawat
Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat berkurang
karena tugas itu dilakukan oleh personel IFRS disentralisasi
Spesialisasi terapi obat bagi apoteker yang terspesialisasi dapat
dikembangkan dan diberikan secara efisien
Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik obat dan studi
Asesmen mutu terapi obat penderita
Keterbatasan sistem distribusi obat desentralisasi antara lain :
Semua apoteker klinik harus cakap sebagai penyelia untuk bekerja
secara efektif dengan asisten apoteker dan teknisi lainnya
Apoteker biasanya bertanggung jawab untuk pelayanan distribusi dan
pelayanan klinik. Waktu yang mereka gunakan dalam kegiatan yang bukan
distribusiobat tergantung pada kesediaan asisten apoteker dan teksnisi
bermutu untuk untuk secara efektif mengorganisasikan waktu
Pengendalian inventarisasi obat dalam IFRS keseluruhan lebih rumit
karena lokasi IFRS cabang yang banyak untuk obat yang sama terutama
untk obat yang jarang ditulis
Komunikasi langsung dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena staf
berpraktek dalam lokasi fisik yang banyak
Lebih banyak alat yang diperlukan, misalnya pustaka informasi obat,
lemari endingin, rak obat dan alat untuk meracik,
Jumlah pasien yang banyak menyebabkan beban kerja distribusi obat
dapat melebihi kapasitas ruangan dan personel dalam unit IFRS
disentralisasi yang kecil,
Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability),
Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
3) Sistem distribusi obat dosis unit kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
biasanya hanya dosis mula dan dosis dalam keadaan darurat dilayani cabang
IFRS. Dosis selanjutnya dilanyani IFRS sentral. Semua pekerjaan tersentralisasi,
seperti pengemasaan dan pencampuran sediaan intervena juga dimulai dari IFRS
sentral.
Keuntungan :
- Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar
obat yang dikonsumsi saja
- Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan IFRS
- Mengurangi kesalahan obat. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan
menginterpretasi resep/order dokter dan apoteker membuat P-3 kemudiaan
perawat memeriksa obat yang disiapkan IFRS
- Peniadaan duplikasi resep obat yang berlebihan
- Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayarkan oleh pasien
- Penyiapan sediaan intravena dan rekonstistusi obat oleh IFRS
- Meningkatkan penggunaan personel profesional dan nonprofesional yang lebih
efisien
- Mengurangi kehilangan pendapatan
- Menghemat ruangan di unit perawatan
- Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
- Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di RS secara keseluruhan sejak
dokter menulis resep sampai penderita menerima dosis unit
- Kemasan dosis unit secara sendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat,
kekuatan, nomor kembalidan kemasan tetap utuh sampai obat dikonsumsi
pasien, juga membantu dalam penulusuran kembali kemasan apabila terjadi
penarikan obat
- Sistem komunikasi pengorderan dan pengantaran obat bertambah baik
- Apoteker dapat datang ke unit perawat ruang penderita untuk melakukan
konsultasi obat pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
- Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh
- Pengendalian yang lebih besar oleh apoteker atas pola beban kerja IFRS dan
penjadwalan staf
- Penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomatisasi
c. Metode Distribusi Obat Berdasarkan Ada/Tidaknya Satelit Farmasi
1. Sistem Pelayanan Terpusat ( sentralisasi )
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan
pada satu tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi kebutuhan perbekalan
farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang
dasar ruangan disuplay langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.
Permasalahan yang tejadi pada penerapan metoda ini disuatu rumah sakit adalah :
a) Komunikasi yang terjadi antara farmasi dengan dokter, perawat dan pasien
kecil.
b) Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient record) dengan
cepat.
2. Sistem Pelayanan Terbagi
Disentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang didekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan
istilah depo farmasi/satelit pada disentralisasi, penyimpan dan pendistribusian
perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat farmasi. Instalasi farmasi
dalam hal ini bertanggung jawab terhadap keamanan dan evektifitas perbekalan
farmasi yang ada di depo farmasi.
Tanggung jawab farmasis dalam kaitan dengan distribusi obat disatelit farmasi :
a) Dispensing dosis awal pada permintaan baru dan larutan intravena tanpa
tambahan (intervena solution without additties)
b) Memeriksa permintaan obat dengan melihat medication administration record
(MAR)
c) Menuliskan nama generik dari obat pada MAR
d) Memecahkan masalah yang berkaitkan dengan distribusi.
Ruang Lingkup Kegiatan Pelayanan Depo famasi
1. Pengelolaan perbekalan farmasi
Bertujuan untuk menjamin tersedianya perbekalan farmasi dalam jumlah dan
jenis yang tepat dan dalam keadaan siap pakai pada waktu dibutuhkan oleh pasien
dengan biaya seefisien mungkin.
a. Pengelolaan perbekalan farmasi terbagi atas :
- Pengelolaan barang farmasi dasar (BFD)
Meliputi obat dan alat kesehatan yang diperoleh dari sub instalasi perbekalan
farmasi. Pengelolaan barang farmasi non dasar (BFND) depo farmasi melakukan
pengelolaan BFND mulai dari penerimaan sampai dengan pendistribusiaan.
Perencanaan ini tidak dilakukan mulai depo farmasi.
b. Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi meliputi :
1) Perencanaan
Bertujuan untuk menyusun kebutuhan perbekalan farmasi yang tepat sesuai
kebutuhan, mencegah terjadinya kekurangan barang farmasi, meningkatkan
penggunaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
2) Pengadaan
Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi yang berkualitas
berdasarkan fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan.
3) Penerimaan
Bertujuan untuk mendapatkan perbekalan farmasi yang berkualitas sesuai
kebutuhan.
4) Penyinpanan
Bertujuan untuk menjaga agar mutu perbekalan farmasi tetap terjamin,
menjamin kemudahan mencari perbekalan farmasi dengan cepat pada waktu
dibutuhkan dan mencegah kehilangan perbekalan farmasi.
5) Pendistribusian
Bertujuan untuk menunjukan perbekalan farmasi yang tepat dan aman pada
waktu dibutuhkan oleh pasien.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Bertujuan untu menjamin kemanjuran, keamanan dan efisiensi pengguna obat
serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat rasional.
3. Administrasi
Kegiatan adminitrasi berupa stock opname perbekalan farmasi yang rusak atau
tidak sesuai dengan aturan kefarmasiaan, pelaporan pelayanan perbekalan farmasi dan
pelaporan farmasi klinik.
B. Gambaran Khusus
Kegiatan Prakerin
Praktek kerja lapangan sangat bermanfaat sekali buat saya, dengan
melaksanakan prakerin saya telah mengerjakan salah satu syarat untuk bisa mengikuti
ujian. Selain itu dengan Prakerin, wawasan saya semakin luas, ilmu dan pengalaman
saya bertamabah dan yang paling penting saya menjadi tahu tentang dunia kerja yang
akan saya hadapi nanti. Walaupun masa Prakerin sangat singkat, tapi saya telah
berusaha sabaik mungkin memanfaatkan waktu yang telah diberikan agar saya
mendapatkan wawasan yang baru. Berikut ini adalah kegiatan yang saya lakukan
selama melaksanakan prakerin yang bertempat di RSKO Cibubur yang dilaksanakan
pada tanggal 15 juni - 11 juli 2015.
1. Menghafal letak obat
Sebelum saya melayani resep saya diwajibkan menghafal obat dan letak obat untuk
memudahkan melayani resep dan akan lebih cepet melayani pasien.
2. Membaca Resep
Sebagai calon Asisten Apoteker saya harus memahami terlebih dahulu obat yang
ada di Instalasi Farmasi RSKO Cibubur kegiatan ini sangat bermanfaat bagi saya,
karena dengan kegiatan ini saya bisa berlatih membaca resep yang ditulis oleh Dokter
yang berbeda – beda. Saya juga bisa mengetahui jenis – jenis resep yang ada di RSKO
Cibubur.
3. Mengelompokan Resep Sesuai Jenis
Kegiatan ini untuk arsip IFRS dan juga untuk mengantisipasi jika suatu saat resep
tersebut diperlukan kembali atau bila terjadi kesalahan. Akan lebih mudah untuk
mencarinya karena resep telah di susun sesuai dengan jenis tanggal, bulan dan juga
tahunnya.
4. Mengelompokan Faktur
Faktur – faktur diterima dari supplier untuk di susun mulai dari tanggal dan
bulannya kegiatan ini bertujuan untuk mengantisipasi apabila terjadi keslahan atau
kekurangan barang yang di kirim dan juga untuk arsip IFRS serta untuk kontrabon.
5. Stelling
Stelling adalah kegiatan mencatat dan menyesuaikan data di kartu stok dengan
keadaan sebenarnya. Ini berfungsi untuk mengetahui persediaan obat agar tidak
terjadi kekosongan. Kegiatan ini harus kita lakukan setiap mengambil obat atau pun
memasukkan obat ke dalam tempatnya. Dengan kegiatan ini pula Apoteker dapat
mengevaluasi tingkat perputaran obat tersebut.
6. Pelayanan Resep
Kegiatan ini merupakan tugas poko dari IFRS yang terdiri dari:
a. Mempersiapkan Obat dan Memberi Etiket
Setelah pasien kembali dengan membawa resep dan kwitansi sebagai bukti
pembayaran, tugas kita mempersiapkan obat yang diminta resep, menuliskan etiket
yang meliputi penulisan nomor, tanggal, nama pasien dan cara menggukan obat, juga
menulis salinan resep bila perlu.
b. Meracik Obat
Peracikan dilakukan bila terdapat resep yang meminta diracik. Meracik bisa dari
tablet atau kapsul yang di buat menjadi kapsul, serbuk, meracik salep atau krim,
menambahkan zat ke dalam sirup dan yang lainnya. Kegiatan ini diperlukan
ketelitian, karena apabila terjadi kesalahan dalam pengambilan ataupun dalam
peracikan obat akibatnya akan fatal.
c. Pengemasan Obat
Kegiatan ini dilakukan ketika obat sudah selesai disiapkan dan diberi etiket.
Pengemasan dilakukan sekaligus untuk memeriksa obat apakah sesuai dengan
diminta di resep tersebut. Apabila benar, obat dimasukan kedalam kantong plastik
d. Melakukan Stock Off Name
Kegiatan ini adalah perhitungan perbekalan kesehatan yang dilakukan secara
periodik. Kegiatan ini bertujuan untuk mengecek kesesuaian jumlah obat dengan
data yang ada pada kartu stock juga untuk pengawasan perputaran obat.
7. Table – Tabel Kegiatan
Table 1.1
Jadwal Praktek Kerja Lapangan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur Jakarta
NO HARI/TANGGAL JAM KEGIATAN
SIFAT
KEGIATAN KET
RUTIN INSI-
DENTIL
1. SENIN/15 JUNI 2015 08.00-
08.30
Berdoa
Pritest
08.30 – Membaca
resep obat
Meracik
obat
Menghitung
stok obat
2. SELASA/16 JUNI
2015
Berdoa
Membaca
resep obat
Meracik
obat
Mnghitung
stok obat
RABU/17 JUNI 2015 Berdoa
Diskusi
tentang
Membaca
resep
Meracik
obat
Melakukan
Pencatatan
dan
Penerimaan
Obat dan
Alkes
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Laporan ini berisi semua kegiatan siswa siswi SMK AR-RAISIYAH HUSADA yang
melakasanakan prakerin ditempat yang telah di tentukan oleh pihak sekolah ,dengan
adanya kegitan prakerin ini siswa dapat menambah pengalaman dan wawasan
pengetahuan serta dapat melaksanakan secara langsung dunia kerja sebagai tenaga
teknis ke farmasian.
B. Saran
A. Penyimpanan barang sebaiknya di tata lebih rapih kembali agar
mempermudah dalam pengambilan.
B. Saran untuk pihak sekolah:
Pembelajaran dalam teori dan praktek dalam bidang farmasi lebih di
tinggkatkan kembali, agar siswa siswi paham mengenai pengelolaan apotek.
LAMPIRAN – LAMPIRAN