laporan geolgi dasar vi
TRANSCRIPT
BAB VIGEOMORFOLOGI DAN FOTO GEOLOGI
5.1 Geomorfologi
Geomorfologi adalah sebuah studi ilmiah terhadap permukaan Bumi
dan proses yang terjadi terhadapnya. Secara luas, berhubungan dengan
landform (bentuk lahan) tererosi dari batuan yang keras, namun bentuk
konstruksinya dibentuk oleh runtuhan batuan, dan terkadang oleh perolaku
organisme di tempat mereka hidup. “Surface” (permukaan) jangan diartikan
secara sempit; harus termasuk juga bagian kulit bumi yang paling jauh.
Kenampakan subsurface terutama di daerah batugamping sangat penting
dimana sistem gua terbentuk dan merupakan bagian yang integral dari
geomorfologi.
Pengaruh dari erosi oleh: air, angin, dan es, berkolaborasi dengan
latitude, ketinggian dan posisi relatif terhadap air laiut. Dapat dikatakan
bahwa tiap daerah dengan iklim tertentu juga memiliki karakteristik
pemandangan sendiri sebagai hasil dari erosi yang bekerja yang berbeda
terhadap struktur geologi yang ada.
Torehan air terhadap lapisan batugamping yang keras dapat berupa
aliran sungai yang permanen dan periodik, dapat juga merupakan alur
drainase yang melewati bagian-bagian yang lemah. Sehingga membentuk
cekungan-cekungan pada bagian yag tererosi dan meninggalkan bagian yang
lebih tinggi yang susah tererosi. Ukuran dari cekungan dan tinggian ini bisa
beberapa centimeter sampai beberapa kilometer.
Geomorfologi merupakan salah satu bagian dari geografi. Di mana
geomorfologi yang merupakan cabang dari ilmu geografi, mempelajari
tentang bentuk muka bumi, yang meliputi pandangan luas sebagai cakupan
satu kenampakan sebagai bentang alam (landscape) sampai pada satuan
terkecil sebagai bentuk lahan (landform). (Anonim, 2006)
Bentuk lahan terdiri dari sistem Pegunungan, Perbukitan, Vulkanik,
Karst, Alluvial, Dataran sampai Marine terbentuk oleh pengaruh batuan
penyusunnya yang ada di bawah lapisan permukaan bumi. Pengamatan dan
identifikasi bentuk lahan seperti dilakukan langsung di lapangan dengan
melakukan field trip atau dapat juga dilakukan dengan interprestasi foto udara
atau dengan Analisis Citra Satelit (ACS). Pengindraan jauh sebagai alat bantu
untuk memantau atau mengamati objek muka biumi tanpa ada sentuhan
secara langsung, anatara lain berupa foto udara atau citra satelit.
Bentang lahan akan mudah diidentifikasi dengan pandangan jarak
jauh atau kalau menggunakan foto udara atau citra satelit menggunakan skala
gambar kecil. Sebaliknya untuk bentang lahan mudah diamati dari jarak dekat
atau dengan foto udara atau citra satelit dengan skala lebih besar. Dengan
pengamatan dan analisis bentuk lahan dari foto udara akan diperoleh
informasi biofisik lainnya baik yang bersifat sebagai parameter tetap
(landform, rock, soil, slope) maupun parameter berubah (erosion, terrace,
land use).
Dengan melakukan fieldtrip akan semakin dikenal betul macam
bentuk lahan dilapangan, sehingga mudah untuk mengingatnya kembali jika
pernah melihat secara langsung dan sebagai bekal memori pada saat
melakukan Interpretasi Foto Udara (IFU).
Bentuk lahan walupun mudah diamati dengan foto udara tapi perlu
dilakukan pendekatan dengan melakukan mendatangi langsung ke lapangan
dalam bentuk kunjungan lapangan (field trip). Hal tersebut dimaksudkan
untuk lebih memastikan unsur pembentuk landform tersiri dari komposisi
atau susunan batuan apa saja. Disamping itu dengan survai lapangna akan
diperoleh beberapa kunci Interpretasi Foto Udara (IFU) dari hasil kunjungan
lapangan pada berbagai bentuk lahan yang berbeda. Sehingga dengan kunci
IFU akan diperoleh analaisis bentuk lahan yang lebih lengkap yang
merupakan satu komponen penyusun bentang lahan.
Bentuk muka bumi yang kompleks telah menjadi suatu pokok bahasan
tersendiri khususnya dalam usaha pemanfaatannya. Dalam hal ini setiap
bentukan lahan mempunyai kapasitas berbeda dalam mendukung suatu usaha
pemanfaatan yang tentunya mengarah untuk tepat guna. Sehingga dengan
tujuan sama yaitu bermaksud menyederhanakan bentuk lahan permukaan
bumi yang kompleks ini, maka pemahaman mengenai ilmu geomorfologi
yang mempelajari bentukan-bentukan lahan menjadi sangat penting.
Penyederhanaan muka bumi yang kompleks ini membentuk suatu unit-unit
yang mempunyai kesamaan dalam sifat dan perwatakannya. Kesatuan sifat ini
meliputi kesamaan struktur geologis atau geomorfologis sebagai asal
pembentukannya, proses geomorfologis sebagai pemberi informasi
bagaimana lahan terbentuk, dan kesan topografis yang akan memberikan
informasi tentang konfigurasi permukaan lahan. Dengan adanya informasi
tersebut perencanaan penggunaan lahan secara tepat akan dapat lebih
terwujud. (Anonim, 2006)
6.1.1 Ruang Lingkup Dan Hubungannya Dengan Ilmu Ilmu Lain
Atas dasar definisi dan pengertian geomorfologi seperti yang
dikemukakan pada bagian terdahulu, maka beriktut ini disajikan tentang
ruang lingkup geomorfologi serta hubungannya dengan ilmu-ilmu lain.
fisiografi merupakan studi tentang daratan, lautan, dan atmosfir.
Lautan dipelajari dalam Oseanografi, atmosfir menjadi studi
Meteorologi, sedangkan daratan merupakan obyek kajian
Geomorfologi. Dengan demikian jelaslah studi Geomorfologi
merupakan salah satu cabang dari Fisiografi yaitu tentang daratan yang
menitik beratkan pada bentuklahan penyusun konfigurasi permukaan
bumi.
Berbicara mengenai hubungan antara Geomorfologi dengan
Geologi W.M. Davis dalam Sudardja (1977: 4) menggunakan istilah
geomorphogeny dan geomorphography, karena adanya perbedaan
penekanan dalam mempelajarinya. Dimana, geomorphogeny tekanan
dalam mempelajarinya mengutamakan bentuk-bentuk muka bumi masa
lampau, yang erat hubungannya dengan geologi, sedangkan
geomorphography lebih menekankan mempelajari bentuk-bentuk muka
bumi yada ada pada masa sekarang, sehingga hubunganya dengan
geografi sangat erat. Obyek kajian Geomorfologi seperti yang tersurat
dalam definisi-definisi yang dikemukakan pada bagian terdahulu adalah
bentuklahan. Zakrezewska dalam Sutikno (1990: 2), mengatakan bahwa
Geomorfologi itu mencakaup aspek lingkungan dan aspek
spasial/keruangan termasuk ke dalam aliran geomorfologi-geografis.
Aliran geomorfologi yang lain adalah
6.1.2 Konsep-konsep Geomorfologi
Ada sembilan aspek yang perlu dipahami dalam memperlajari
Geomorfologi, yaitu :
1. Proses Geomorfik yang bekerja pada masa geologi juga bekerja
sekarang (The present is the key to the past).
2. Struktur geologi merupakan faktor pengontrol yang dominan dalam
evolusi bentuk lahan, dan struktur geologi discerminkan oleh ben
tuklahannya.
3. Proses Geomorfologi meninggalkan bekas tertentu pada bentuk
lahan dan setiap proses geomorfologi yang bekerja meninggalkan
karakteristik tertentu pada masing-masing perkembangannya.
4. karena perbedaan tenaga erosi yang bekerja pada permukaan bumi,
maka dihasilkan urutan bentuk lahan yang mempunyai
karakteristik tertentu pada masing-masing tahap perkembangannya.
5. Evolusi Geomorfik yang kompleks lebih umum dibandingkan
dengan evolusi geomorfik yang sederhana.
6. Sebagian kecil bentukan di permukaan bumi lebih tua dari Tersier
dan sebagian besar lebih muda dari pleistosen.
7. Studi bentang lahan yang ada sekarang tidak akan berhasil dengan
baik jika tidak memperhatikan perubahan-perubahan geologi dan
iklim dimasa lampau.
8. Apresiasi iklim dunia diperlukan untuk mengetahui berbagai
variasi pentingnya perbedaan proses geomorfologi.
9. Walaupun geomorfologi menekankan bentukan yang ada sekarang,
namun untuk mengetahui secara mendalam perlu dipelajari sejarah
pembentukan bentuk lahan tersebut. (Thornbury, 1954)
Thornbury (1969) dalam buku yang berjudul Principles of
Geomorphology mengemukakan 10 Konsep dasar geomorfologi yang
berada dalam buku Principles of Geomorphology yaitu:
1. Proses-proses fisik dan hukumnya yang terjadi saat ini berlangsung
selama waktu geologi.
2. Struktur geologi merupakan faktor pengontrol yang dominan dalam
evolusi bentuk lahan.
3. Tingkat perkembangan relief permukaan bumi tergantung pada
proses-proses geomorfologi yang berlangsung.
4. Proses-proses geomorfik terekam pada landforms yang menunjukan
karakteristik proses yang berlangsung.
5. Keragaman erosional agents tercermin pada produk dan urutan land
forms yang terbentuk.
6. Evolusi geomorfologi bersifat kompleks.
7. Objek alam di permukaan bumi umumnya berumur lebih muda dari
Pleistosen.
8. Interpretasi yang sempurna mengenai landscapes melibatkan
beragam faktor geologi dan perubahan iklim selama Pleistosen.
9. Apresiasi iklim global diperlukan dalam memahami proses-proses
geomorfik yang beragam.
10. Geomorfologi, umumnya mempelajari landforms / landscapes yang
terjadi saat ini dan sejarah pembentukannya.
Selain harus memahami 9 konsep dasar tersebut, diharuskan
juga untuk memahami Aspek kajian Geomorfologi. yang mencakup :
1. Geomorfologi :
a. Morfografi : Deskripsi bentuk lereng
b. Morfometri: Aspek kuantitatif bentuk lereng, panjang lereng,
dan beda tinggi.
2. Morfogenesa :
a. Morfostriktur aktif: proses dinamika endogen
b. Morfostrutur pasif: tipe dan struktur lithologi dan kaitannya
dengan pelapukan dan erosi.
c. Morfodinamik: Proses dinamika eksogen dalam kaitannya
dengan aktivitas angin, air, es, gerak masa
batuan, dan vulkanisme.
3. Morfokronologi :
a. Umur Relatif
b. Umur Absolut
4. Morfoaransemen: adalah susunan keruangan
dan hubungan berbagai macam bentuk lahan
dan proses yang berkaitan.
6.1.3 Morfologi Makro
Dibawah ini adalah beberapa bentuk morfologi permukaan karst
dalam ukuran meter sampai kilometer:
1. Swallow hole yaituLokasi dimana aliran permukaan seluruhnya
atau sebagian mulai menjadi aliran bawah permukaan yang terdapat
pada batugamping. Swallow hole yang terdapat pada polje sering
disebut ponor. (Marjorie M. Sweeting, 1972). Pengertian ini
dipergunakan untuk menandai tempat dimana aliran air menghilang
menuju bawah tanah.
2. Sink hole disebut juga doline, yaitu bentukan negatif yang dengan
bentuk depresi atau mangkuk dengan diameter kecil sampai 1000
m lebih. (William B. White, 1988)
3. Vertical shaft pada bentuk ideal, merupakan silinder dengan
dinding vertikal merombak perlapisan melawan inclinasi
perlapisan. (William B. White, 1988)
4. Collapse yaitu runtuhan
5. Cockpit yaitu bentuk lembah yang ada di dalam cone karst daerah
tropik yang lembab. Kontur cockpit tidak melingkar seperti pada
doline tetapi seperti bentuk bintang dengan sisi-sisi yang identik,
yang menunjukkan bahwa formasi cone merupakan faktor
penentunya. (Alfred Bogli, 1978)
6. Polje yaitu depresi aksentip daerah karst, tertutup semua sisi,
sebagian terdiri dari lantai yang rata, dengan batas-batas terjal di
beberapa bagian dan dengan sudut yang nyata antara dasar/ lantai
dengan tepi yang landai atau terjal itu.(Fink, Union Internationale
de Speleologie)
7. Uvala yaitu cekungan karst yang luas, dasarnya lebar tidak rata
(Cjivic, 1901), lembah yang memanjang kadang-kadang berkelak-
kelok, tetapi pada umumnya dengan dasar yang menyerupai cawan.
(Lehman, 1970)
8. Dry valley yaitu terlihat seperti halnya lembah yang lainnya namun
tidak ada aliran kecuali kadang-kadang setelah adanya es yang
hebat diikuti oleh pencairan es yang cepat. (G.T. Warwick, 1976).
Pulau Jawa memiliki kawasan karst yang cukup spesifik yaitu
karst Gunung Sewu, dimana bentukan bukit-bukit seperti cawan
terbalik (cone hill) dan kerucut (conical hill) begitu sempurna dengan
lembah-lembahnya. Bukit merupakan residu erosi dan lembahnya
adalah merupakan daerah diaman terjadi erosi aktif dari dulu sampai
sekarang. Bagian-bagian depresi atau cekungan merupakan titik
terendah dan menghilangnya air permukaan ke bawah permukaan. Erosi
memperlebar struktur (lihat geologi gua dan teori terbentuknya gua),
kekar, sesar, dan bidang lapisan, dan membentuk gua-gua, baik vertikal
maupun horisontal. Gua-gua juga dapat terbentuk karena adanya mata
air karst. Mata air (spring) karst ini ada beberapa jenis:
1. Bedding spring, mata air yang terbentuk pada tempat dimana terjadi
pelebaran bidang lapisan.
2. Fracture spring, mata air yang terbentuk pada tempat dimana terjadi
pelebaran bidang rekahan.
3. Contact spring, mata air yang terbentuk karena adanya kontak antara
batu gamping dan batu lain yang impermiabel.
Disamping itu secara khusus ada jenis mata air yang berada di
bawah permukaan air laut disebut dengan vrulja.
6.1.4 Morfologi mikro
Ada kawasan karst dengan sudut dip yang kecil dan
permukaannya licin. Area ini dipisah-pisahkan dalam bentuk blok-blok
oleh joint terbuka, disebut dengan grike (Inggris), atau Kluftkarren
(Jerman). Bentukan-bentukan minor ini dalam bahasa Jerman memiliki
akhiran karren (lapies-Perancis). Sering permukaan blok itu terpotong
menjadi sebuah pola dendritic dari runnel dengan deretan dasar (round)
dipisahkan oleh deretan punggungan (ridge) yang mengeringkannya
kedalam grike terlebih dahulu. Juga terkadang mereka memiliki profil
panjang yang hampir mulus.
Bentukan ini disebut Rundkarren. Tipe lain adalah Rillenkarren
yang memiliki saluran yang tajam, ujung punggungan dibatasi oleh
deretan saluran berbentuk V. Biasanya nampak pada permukaan yag
lebih curam daripada rundkarren, dengan saluran sub-paralel dan
beberapa cabang. Microrillenkarren merupakan bentuk gabungan tetapi
hanya memiliki panjang beberapa centimeter dan lebarnya 10-20 mm.
Pseudo karren, memiliki bentuk sama dengan rundkarren dan
rinnenkarren. Tetapi hanya terjadi pada granit di daerah tropik yang
lembab. (Naufal Galih. P, 1999).
6.1.5 Gua
Torehan air dan es adalah faktor utama yang memperlebar zonal
lemah dilapisan batu gamping, sehingga terbentuk gua-gua. Ada banyak
teori yang menjelaskan asal muasal terjadinya gua (teori klasik), namun
sekarang sudah ada teori yang menjelaskan dan diterima secara umum.
Perbedaan teori tersebut dikeluarkan oleh orang yang berasal
dari kawasan karst yang berbeda, sesuai dengan karakteristik daerah
tersebut. Lihat teori terbaru mengenai proses terlahirnya gua.
6.1.6 Peta Geomorfologi
Sampai saat ini literatur dan peta mengenai geomorfologi
Indonesia masih sedikit sekali. Peta yang ada, daerahnya sangat terbatas
dan berskala kecil. Sedangkan peta tersebut sangat dibutuhkan sebagai
data dasar untuk mendukung perencanaan pengembangan suatu
wilayah. Saat ini di Indonesia baru tersedia peta geomorfologi skala
kecil, yaitu peta geomorfologi Pulau Jawa oleh Pannekoek (1946)
dalam skala 1 : 1.000.000.
Kemudian Verstappen (1973), berhasil membuat peta
geomorfologi pulau Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya dengan
menggunakan cara penelitian memanfaatkan citra inderaan jauh dalam
skala 1 : 2.500.000. Beberapa instansi di Indonesia, akhir-akhir ini telah
berusaha membuat peta geomorfologi, akan tetapi penekanan
masalahnya masih di sekitar timbulan (relief) permukaan bumi,
sedangkan proses pembentukannya belum diungkapkan dengan rinci.
Sejak tahun 1989, Puslitbang Geologi telah melakukan pemetaan
geomorfologi dengan menggunakan Sistem ITC di 16 daerah. Pemetaan
tersebut menghasilkan 16 lembar peta geomorfologi yang seluruhnya
telah diterbitkan dalam skala 1 : 100.000 (15 lembar) dan skala 1 :
50.000 (1 lembar). Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka
standar Penyusunan Peta Geomorfologi ini disusun untuk menghasilkan
peta geomorfologi standar (baku). Sistem (metoda) penyusunannya
menganut sistem ITC (International Institute for Aerospace Survey and
Earth Sciences) dengan buku acuan berjudul “Aerial Photo-
Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping”
(Van Zuidam, 1985). Sistem ITC dipilih dan dipakai sebagai acuan
mengingat sistem ini merupakan gabungan dari beberapa sistem yang
ada, baik di daerah tropis, sub tropis, kering dan agak kering. Dalam
penyusunan peta geomorfologi, faktor pemanfaatan dan penampilannya
perlu dipertimbangkan, antara lain :
a. Dapat dipakai untuk aneka tipe terrain dan fleksible .
b. Dapat dipakai dlam berbagai cara.
c. Sederhana dan informative.
Maksud dan tujuan standardisasi penyusunan peta geomorfologi
adalah sebagai pedoman dalam menyusun peta geomorfologi di
Indonesia.
6.1.7 Pembentukan Tanah Denudasi
Proses proses pembentukan tanah denudasi diantaranya adalah:
a. Proses-proses dan hukum fisik yang sama bekerja sekarang, bekerja
pula padawaktu geologi yang, walaupun intensitasnya tidak sama
seperti sekarang.
b. Struktur geologi merupakan faktor pengontrol yang dominan dalam
evolusi bentuklahan dan struktur geologi dicerminkan oleh
bentuklahannya.
c. Perbedaan muka bumi yang berbeda antara satu dengan yang lain
disebabkan karena derajat pembentukannya berbeda pula.
d. Proses-proses geomorfologi meninggalkan bekas-bekas yang nayata
pada bentuklahan dan setiap proses geomorfologi akan membangun
suatu karakteristik tertentu pada bentuklahannya (meninggalkan
jejak yang spesifik dan dapat dibedakan dengan proses lain secara
jelas).
e. Akibat perbedaan tenaga erosi yang bekerja pada permukaan bumi,
maka dihasilkan suatu urutan bentuklahan yang mempunyai
karakteristik tertentu pada masingmasing tahap perkembangannya.
f. Evolusi geomorfik yang kompleks lebih umum terjadi dibandingkan
dengan evolusi geomorfik yang sederhana (perkembangan bentuk
muka bumi umumnya sangat kompleks/rumit, jarang yang
disebabkan oleh proses yang sederhana).
g. Hanya sedikit saja dari topografi permukaan bumi adalah lebih tua
dari zaman tersier, dan kebanyakan daripadanya tidak lebih dari
zaman pleistosen.
h. Interpretasi secara tepat terhadap bentanglahan sekarang tidak
mungkin dilakukan tanpa memperhatikan perubahan-perubahan
iklim dan geologi selama masa pleistosen (Pengenalan bentanglahan
saat sekarang harus memperhatikan proses yang berlangsung pada
zaman pleistosen)
i. Apresiasi iklim-iklim dunia amat perlu untuk mengetahui secara
benar dari berbagai kepentingan di dalam proses-proses
geomorfologi yang berbeda (dalam mempelajari bentanglahan secara
global/skala dunia, pengetahuan tentang iklim global perlu
diperhatikan)
j. Walaupun geomorfologi menekankan terutama pada bentanglahan
sekarang, namun untuk mempelajarinya secara maksimal perlu
mempelajari sejarah perkembangannya.
Di samping konsep dasar tersebut di atas, dalam mempelajari
geomorfologi cara dan metode pengamatan perlu pula diperhatikan.
Apabila pengamatan dilakukan dari pengamatan lapangan saja,
maka informasi yang diperoleh hanya mencakup pengamatan yang
sempit (hanya sebatas kemampuan mata memandang), sehingga tidak
akan diperoleh gambaran yang luas terhadap bentang lahan yang
diamati.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikakukan beberapa hal:
a. Pengamatan bentanglahan dilakukan dari tempat yang tinggi
sehingga diperoleh pandangan yang lebih luas. Namun demikian,
cara ini belum banyak membantu dalam mengamati bentanglahan,
karena walaupun kita berada pada ketinggian tertentu, kadangkala
pandangan tertutup oleh hutan lebat sehingga pandangan terhalang.
Kecuali, tempat kita berdiri pada saat pengamatan bentang alam
merupakan tempat tertinggi dan tidak ada benda satupun yang
menghalangi. Itupun hanya terbatas kepada kemampuan mata
memandang.
b. Pengamatan dilakukan secara tidak langsung di lapangan dengan
menggunakan citra pengideraan jauh baik citra foto maupun citra
non foto, cara ini dapat melakukan pengamatan yang luas dan cepat.
6.1.8 Istilah Empirik dan Deskriptif Dalam Geomorfologi
Pengetahuan geomorfologi merupakan ilmu yang relatif muda,
karena baru berdiri sendiri pada akhir abad ke 19. Di Indonesia dilihat
perkembangannya masih sangat lamban, sehingga tidak lepas dari
berbagai kesulitan; salah satu di antaranya adalah mengenai
“penggunaan istilah” dalam bahasa Indonesia masih sangat minim lebih
banyak istilah-istilah dalam bahasa asing. Harus diakui bahwa hampir
semua buku-buku yang digunakan mempelajari Geomorfologi tertulis
dalam bahasa asing seperti Belanda, Inggris, Jerman, dan sebagainya.
Istilah-istilah asing yang banyak dipergunakan adalah terutama
dalam menguraikan bentuklahan yang tidak terdapat di Indonesia
misalnya bentuklahan hasil pengerjaan gletser, bentuklahan di daerah
arid dan sebagainya. Dilihat dari segi arti yang terkandung dalam
istilah-istilah yang dipergunakan dalam Geomorfologi, dapat
digolongkan ke dalam dua jenis Sudarja dan Akub (1977: 11), yaitu:
a. Istilah empiris (empirical terms)
b. Istilah deskriptif (descriptive terms)
Istilah-istilah secara empiris dalam menyebutkan dan
menjelaskan sesuatu bentukan yang terdapat di alam tanpa memasukkan
penjelasan mengenai sifat, ukuran, proses terjadinya dan sebagainya.
Sebagai contoh perkataan “dataran”, biasanya digunakan untuk
menyebutkan bentuklahan yang relatif lebih datar dari daerah
sekitarnya, namun perkataan dataran belum menunjukkan sifat-sifat
dataran, bagaimana terbentuknya, tersusun atas material apa dan
sebagainya. Istilah dataran secara empiris belum memberikan
pengertian yang tuntas kepada yang mendengarnya, karena masih
mungkin untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan dataran
tersebut. Contoh lain seperti perkataan “bukit” digunakan untuk
menyebutkan bentuklahan yang lebih tinggi dengan daerah yang lain
dan tidak terlalu tinggi, namun belum memberikan konsep yang jelas,
sehingga perlu pertanyaan lebih lanjut. Lain halnya dengan istilah
deskriptif seperti “plateau” yang juga merupakan dataran, tetapi bagi
orang yang mempelajarinya sudah mengenal bahwa yang dimaksud di
sini adalah dataran tinggi. Demikian juga istilah “sand dune”,
“barchan”, sama-sama mempunyai pengertian bukit, tatapi istilah yang
diberikan telah lebih lengkap dibanding dengan bukit. Istilah sand dune,
barchan merupakan timbunan pasir (bukit pasir/sand dune, dan bukit
pasir berbentuk sabit/barchan).
Berdasarkan apa yang telah dikemuka bahwa dalam
mempelajari geomorfologi lebih banyak menggunakan istilah-istilah
yang tergolong ke dalam istilah deskriptif yang sering digunakan,
namun demikian istilah empiris masih dipergunakan.
6.1.9 Arti Penting Geomorfologi
Pada dasawarsa terkahir ini sudah dimulai tampak arti penting
geomorfologi sebagai pendukung ilmu kebumian lainnya dan ilmu yang
terkait dalam arti praktisnya. Geomorfologi sebagai ilmu mempunyai
arti yang penting, seperti peranannya dalam geografi fisik dan
terapannya dalam penelitian. Geomorfologi sudah mulai dimasukkan
dalam ke dalam kurikulum pada fakkultas-fakultas seperti Fakultas
Pertanian, Teknik, Arkeologi, dan sebagainya serta banyak penelitian-
penelitian yang menggunakan pendekatan geomorfologi. Sebagai
contohnya adalah penggunaan pendekatan geomorfologi untuk studi
bencana alam, kerekayasaan, lingkungan, pemetaan tanah, pemetaan air
tanah dan sebagainnya. Namun demikian, geomorfologi dalam
pengajaran serta penelitian-penelitian yang bertema fisik yang non
geomorfologik, uraian geomorfologi hanya sekedar ilustrasi yang
tradisional dan belum dimanfaatkan untuk dasar pengambilan sampel
daerah ataupun analisisnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal di
antaranya adalah kurangnya atau langkanya buku-buku geomorfologi.
Kajian geomorfologikal akan menghasilkan data/informasi yang utama
dan pertama dari bentanglahan fisikal yang bermanfaat bagi
pengembangan ilmu maupun terapan praktisnya. Dalam penerapan
geomorfologi pada dasarnya banyak diwarnai oleh Verstappen dalam
bukunya yang berjudul “Applied Geomorphology (Geomorphological
Surveys for Environmental Development)” tahun 1983. Dalam buku
tersebut memuat berbagai terapan geomorfologi. Adapun terapan
geomorfologi yang dikemukakan oleh Verstappen tersebut adalah
meliputi. Peran dan terapan geomorfologi dalam survei dan pemetaan,
survei geologi, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan pedesaan,
keteknikan, ekplorasi mineral, pengembangan dan perencanaan, analisis
medan, banjir, serta bahaya alam disebabkan oleh gaya endogen. Dari
apa yang telah dikemukakan di atas, maka geomorfologi mempunyai
peran dan arti yang cukup penting. Karena dalam suatu perencanaan
pengemabang wilayah, memerlukan informasi dasar yang menyeluruh
baik aspek fisik maupun aspek sosial. Pada aspek fisik geomorfologi
dapat memberikan informasi melalui kajian dengan pendekatan
geomorfologi. Pendekatan geomorfologi digunakan dalam
melakakukan analisis dan klasifikasi medan (terrain analysis and
classification) dengan beberapa parameter seperti yang dikemukakan
oleh Zuidam, et al (1978 : 9 – 22), dimana pada intinya dalam analisis
dan klasifikasi medan dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Relief/morfologi meliputi bagian lereng, ketinggian, kemiringan
lereng, panjang lereng, bentuk lereng, bentuk lembah, dan aspek
relief yang lain.
b. Proses geomorfologi meliputi erosi dan tipe erosi, kecepatan dan
daerah yang terpengaruh; banjir yang meliputi tipe, frekuensi, durasi,
kedalaman, dan daerah yang terpengaruh; gerakan massa yang
meliputi tipe, kecepatan, daerah yang terpengaruh.
c. Tipe material batuan meliputi batuan induk, material permukaan,
kedalaman pelapukan.
d. Vegetasi dan penggunaan lahan meliputi tipe vegetasi, kepadatan,
tipe penggunaan lahan, periode, durasi, dan konservasi.
e. Air tanah mencakup kelembaban permukaan, kedalaman air tanah,
fluktuasi air tanah, dan kualitas air tanah.
f. Tanah mencakup kedalaman, kandungan humus, tekstur, drainase,
dan daerah berbatu.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, maka
geomorfologi memegang peranan yang cukup penting, sebab hasil
analisis dan klasifikasinya medan ataupun lahan dapat dimanfaatkan
untuk berbagai kepentingan. Seperti dalam bidang keteknikan,
ekonomi, hidrologi dan lain sebagainya. Berbagai bentuk lahan yang
ada di permukaan bumi, merupakan bagian kajian dari geomorfologi
terutama dan terutama tentang sifat alami, asal mula, proses
perkembangan, dan komposisi material penyusunnya.
Kaitannya dengan hal tersebut Thornbury (1954) dalam Sutikno
(1987: 12) menyatakan bahwa ada lima kelompok terapan
geomorfologi, yaitu:
a) Terapan geomorfologi dalam hidrologi, yang membahas hidrologi di
daerah karst dan air tanah daerah glasial. Masalah hidrologi di daerah
karst dapat diketahui dengan baik apabila geomorfologinya diketahui
secara mendalam. Air tanah di daerah glacial tergatung pada tipe
endapannya, dan tipe endapan ini dapat lebih mudah didekati dengan
geomorfologi.
b) Terapan geomorfologi dalam geologi ekonomi, yaitu membahas
pendekatan geomorfologi untuk menentukan tubuh bijih, jebakan
residu, mineral epigenetik, dan endapan bijih.
c) Terapan geomorfologi dalam keteknikan, aspek keteknikan yang
dibahas meliputi jalan raya, penentuan pasir, dan kerakal, pemilihan
situs bendungan dan geologi militer. Terapan geomorfologi dalam
keteknikan ini semua aspek geomorfologi dipertimbangkan
d) Terapan geomorfologi dalam ekplorasi minyak, banyak unsur-unsur
minyak di AS yang ditentukan dengan pendekatan geomorfologi
terutama bentuklahan termasuk topografi, untuk mengenal struktur
geologi dalam penentuan terdapatnya kandungan minyak.
e) Terapan geomorfologi dalam bidang lain, yaitu menyangkut
pemetaan tanah, kajian pantai, dan erosi.