laporan geh kelompok 6

63
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bayi dengan Ikterus bila dalam penanganannya kurang tepat dan benar bisa mengakibatkan kejang, kerusakan otak seumur hidup bahkan sampai terjadi kematian. Prinsip dasar Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25% - 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologi atau dapat merupakan hal yang patologis, misalnya pada Inkomptibilitas Rhesus dan Abo, Sepsis, Penyumbatan Saluran empedu, dan sebagainya. Ikterus baru dapat dikatakan fisiologi apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan. Selanjutnya tidak nenunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern-ikterus. Kasus ikterus/kuning merupakan salah satu kasus yang ditemukan dalam praktek sehari-hari. Sehingga perlu dipelajari agar mahasiswa mampu untuk mengidentifikasikan, membuat diagnosis, menganalisa, membuat rencana (plan of action), serta mampu mengelola pasien dibidang gastroentero- hepatologi secara holistik dan memenuhi standar pelayanan yang baku. Laporan ini dibuat sebagai rangkuman hasil diskusi kelompok PBL yang disusun secara sistematis. 1

Upload: nia-fitriyani-kertawijaya

Post on 13-Apr-2016

107 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

csbcvsznbc mzcbs ncbhsjdsbcsmbcjshc nvbchbcjsbcms nbb xmcb bmx ,xn , nnnvbdbcmzjhckszc nzbjc bbcnbcbjhcmsjhc hchck

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Geh Kelompok 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi dengan Ikterus bila dalam penanganannya kurang tepat dan benar bisa

mengakibatkan kejang, kerusakan otak seumur hidup bahkan sampai terjadi

kematian. Prinsip dasar Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25% - 50%

neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan.

Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologi atau dapat

merupakan hal yang patologis, misalnya pada Inkomptibilitas Rhesus dan Abo,

Sepsis, Penyumbatan Saluran empedu, dan sebagainya. Ikterus baru dapat

dikatakan fisiologi apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan. Selanjutnya

tidak nenunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang

menjadi kern-ikterus.

Kasus ikterus/kuning merupakan salah satu kasus yang ditemukan dalam praktek

sehari-hari. Sehingga perlu dipelajari agar mahasiswa mampu untuk mengidentifikasikan,

membuat diagnosis, menganalisa, membuat rencana (plan of action), serta mampu

mengelola pasien dibidang gastroentero-hepatologi secara holistik dan memenuhi standar

pelayanan yang baku. Laporan ini dibuat sebagai rangkuman hasil diskusi kelompok PBL

yang disusun secara sistematis.

1.2 Tujuan

Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat

menjelaskan tentang patogenesa penyakit dengan gejala kuning, klasifikasi, agen

penyebab, pemeriksaan fisis dan penunjang, diagnosa banding, serta pengobatan dan

pencegahannya.

Tujuan Ikstruksional Khusus (TIK)

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan patomekanisme “ikterus”

1

Page 2: Laporan Geh Kelompok 6

anatomi dan histologi hepar dan saluran empedu

fisiologi sekresi dan eksresi billirubin

bilirubin direct dan indirect

pengelompokan ikterus berdasarkan mekanisme terjadiya

2. Menjelaskan agent penyebab infeksi pada ikterus parenkimatous

Virus : klasifikasi, morfologi, daur hidup, dan distribusnya

Bakteri : klasifikasi, morfologi, daur hidup, dan distribusnya

Parasit : klasifikasi, morfologi, daur hidup, dan distribusnya

3. Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit dengan ikterus parenkimatous

Menjelaskan tentang klasifikasi, patogenesa dan gejala klihnis hepatitis virus

Menjelaskan tentang patogenesa dan gejala klinis hepatitis bakterial

Menjelaskan tentang patogenesa dan gejala klinis abscess hepar akibat parasit

4. Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit dengan ikterus cholestasis

Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis cholelithiasis

Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis chirrosis hepatis

5. Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit ikterus hemolitik

Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit darah yang menyebabkan

hemolisis

Menjelaskan patogenesa dan gejala klinis penyakit infeksi yang menyebabkan

hemolisis

6. Menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan untuk diagnosis penyakit dengan ikterus

Menjelaskan cara pemeriksaan klinis pada penyakit ikterus

Menjelaskan pemeriksaan laboratorium klinik yag diperlukan pada penyakit

dengan ikterus

Menjelaskan pemeriksaan radioogi yang diperlukan pada penyakit dengan

ikterus

Menjelaskan pemeriksaan serologis/biomolekuler yang diperlukan pada

penyakit dengan ikters

7. Menjelaskan penatalaksanaan bedah dan non bedah pada penyakit dengan ikterus

Menjelaskan pengobatan simptomatis pada penyakit dengan ikterus

Menjelaskan pengobatan kasual pada penyakit dengan ikterus sesuai jenis dan

dan penyebabnya

Menjelaskan penanganan tindakan operatif yang diperlukan pada penyakit

dengan ikterus

2

Page 3: Laporan Geh Kelompok 6

Menjelaskan aspek farmakologis obat-obatan yang digunakan pada penyakit

dengan ikterus

Menjelaskan obat-obatan yang sifatnya hepatotoksik

Menjelaskan asuhan gizi pada penyakit dengan ikterus

8. Menjelaskan epidemiologi dan pencegahan penyakit dengan mata kuning

Menjelaskan tentang epidemiologi penyakit dengan ikterus parenkimatous

Menjelaskan tentang epidemiologi penyakit dengan ikterus cholestasis

Menjelaskan tentang epidemiologi penyakit dengan ikterus hemolitik

BAB II

3

Page 4: Laporan Geh Kelompok 6

ANALISA MASALAH

2.1 Skenario

Seorang bayi perempuan berusia 1,5 bulan berat lahir 3250 gram diantar orang tuanya

ke klinik dengan keluhan utama tampak kuning sejak usia 2 hari dan tidak pernah hilang

sampai saat ini. Bayi mendapat ASI ekslusif sampai saat ini. Pasien tidak demam dan

tampak aktif. Buang air kecil kuning dan buang air besar biasa. Pasien lahir seksio secarea

karena KPD >24 jam.

2.2 Kata / Kalimat sulit : -

2.3 Kata/ Kalimat kunci :

1. Bayi perempuan 1,5 bln.

2. Berat lahir bayi 3250 gram

3. KU: tampak kuning sejak usia 2 hari-skrg.

4. BAK kuning

5. Lahir SC, KPD > 24 jam

6. Tidak demam

7. ASI eksklusif sampai saat ini

2.4 MIND MAP

4

Page 5: Laporan Geh Kelompok 6

2.5 Pertanyaan :

5

IKTERUS

ANATOMI KLASIFIKASI

PATOLOGI

FISIOLOGI

ALUR DIAGNOSIS

WD & DD

PENATALAKSANAAN

Page 6: Laporan Geh Kelompok 6

1. Jelaskan definisi dan etiologi dari ikterus!

2. Jelaskan mengenai ikterus fisiologis dan patologis pada bayi!

3. Jelaskan anatomi hepar dan saluran empedu!

4. Jelaskan hubungan ikterus dengan urin kuning!

5. Jelaskan adakah pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap penyakit yang diderita

bayi!

6. Jelaskan mengenai metabolisme bilirubin normal!

7. Adakah hubungan ikterus dengan BBL pada bayi? Jelaskan!

8. Adakah hubungan ikterus dengan kelahiran secara SC dengan KPD>24 jam?

Jelaskan!

9. Mengapa bayi tampak aktif meskipun terlihat gejala ikterik?

10. Diagnosa banding!

BAB III

6

Page 7: Laporan Geh Kelompok 6

PEMBAHASAN

3.1 Definisi dan klasifikasi dari ikterus.

Definisi ikterus

Ikterus adalah gejala kuning karena peninggian pigmen empedu, misalnya mulai

terlihat apabila kadar bilirubin serum lebih dari 3mg%. Dapat terjadi karena penyakit hati

atau hemolisis eritrosit.

Klasifikasi ikterus

a. Ikterus hemolitik

Ikterus hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah merah yang berlebihan.

Ikterus hemolitik merupakan penyebab ikterus pra-hepatik karena terjadi akibat faktor faktor

yang tidak harus berkaitan dengan hati. Ikterus hemolitik dapat terjadi pada destruksi sel

darah merah yang berlebihan dan hati tidak dapat mengonjugasikan (sehingga tubuh tidak

dapat mengeksresi) semua billirubin yang dihasilkan. Ikterus ini dapat dijumpai pada reaksi

transfusi dan pada lisis sel darah merah akibat gangguan hemoglobin (mis; anemia sel sabit

dan thalassemia). Destruksi sel darah merah karena proses auotoimun juga dapat

menyebabkan ikterus hemolitik. Pada ikterus hemolitik, sebagian besar billirubin masih

terkonjugasi. Dengan demikian, warna urin dan tinja akan normal. Kadar billirubin tidak

terkonjugasi (disebut billirubin bebas atau hiperbillirubinemia indirect) meningkat, karena

kemampuan hati mengonjugasi billirubin tidak dapat menyamai besarnya destruksi sel darah

merah.

b. Ikterus intrahepatik

Penurunan ambilan, konjugai, atau eksresi billirubin akibat disfungsi hepatosit atau

obstruksi di kanalikulus biliaris dapat memicu terjadinya ikterus intrahepatik. Disfungsi hati

dapat terjadi apabila hepatosit terinsfeksi oleh virus misalnya pada hepatitis, atau apabila sel-

sel hati rusak akibat kanker atau sirosis. Sebagian kelainan kongenital juga memengaruhi

kemampuan hati untuk menangani billirubin. Obat-obat tertetu, termasuk hormon steroid,

sebagian antibiotik, dan anastetik halotan, dapat mengganggu fungsi sel hati. Apabila hati

tidak dapat mengonjugasi billirubin, maka kadar billirubin tidak terkonjugasi akan meningkat

sehingga timbul ikterus. Ikterus intrahepatik yang disebabkan oleh obstruksi kanalikulus

7

Page 8: Laporan Geh Kelompok 6

biliaris kecil dapat terjadi bersama tumor atau batu intrahepatik, atau dapat disebabkan oleh

inflamasi yang meluas. Meskipun hepatosit mengonjugasi billirubin, obstruksi pada

kanalikulus mengurangi penyaluran billirubin terkonjugasi ke duktus biliaris. Obstruksi ini

menyebabkan peningkatan jumlah billirubin yang terkonjugasi memasuki aliran darah. Feces

mungkin berwarna pucat atau hampir normal bergantung pada derajat obstruksi. Urin

berwarna gelap dan berbusa karena sejumlah besar billirubin dieksresi melalui rute ini.

c.Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik

Sumbatan terhadap aliran empedu yang melalui duktus biliaris juga menyebabkan ikterus

obstruktif. Obstruksi ekstrahepatik dapat terjadi bila duktus biliaris tersumbat olaeh batu

empedu atau oleh tumor. Seperti telah dijeaskan diatas pada ikterus intrahepatik ynag

disebabkan oleh obstruksi, hati terus mengonjugasi bilirubin tetapi bilirubin tidak dapat

mencapai usus halus. Akibatnya adalah penuruna atau tidak adanya ekskresi urobilinogen

dalam tinja, yang menyebabkan tinja berwarna pekat. Bilirubin terkonjugasi tersebut masuk

ke aliran adarah dan sebagian besar diekskresikan melalui ginjal sehingga urine berwarna

gelap dan berbusa. Apabila obstruksi tersebut tidak diatasi, maka kanalikulus biliaris di hati

akhirnya mengalami kongesti dan ruptur sehingga empedu tumpah ke limfe dan aliran darah.

Gambaran Hemolitik Intra hepatik ObstruktifWarna kulit Kuning pucat Oranye-kuning

muda atau tuaKuning-hijau muda atau tua

Warna urine Normal Gelap GelapWarna fesses Normal atau gelap Pucat Warna dempulPruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetapBilirubin serum indirek

Meningkat Meningkat Meningkat

Bilirubin serum direk

Normal Meningkat Meningkat

Bilirubin urine Tidak ada Meningkat MeningkatUrobilinogen urin

Meningkat Sedikit meningkat menurun

8

Page 9: Laporan Geh Kelompok 6

3.2 Ikterus fisiologis dan patologis pada bayi.

9

Page 10: Laporan Geh Kelompok 6

3.3 Anatomi hepar dan saluran empedu.

A. Anatomi Dan Histologi Hati

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia

terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,

yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan

atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas

organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan

dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan

v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak

diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen

anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di

antara umbilicus dan diafragma.

2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.

falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian

dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox

ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus

communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.

4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan

:Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria

anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan

melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang

normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus

kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi

hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

10

Page 11: Laporan Geh Kelompok 6

11

Page 12: Laporan Geh Kelompok 6

B. Fisiologi Hati

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi

tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati

yaitu :

1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1

sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi

glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati

kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen

mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama

glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat

shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:

Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/

biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus

krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan

katabolisis asam lemak.

12

Page 13: Laporan Geh Kelompok 6

3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,

hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi,

hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen.

4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda

asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada

hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer

biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan

untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,

reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat

racun, obat over dosis.

7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui

proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun

livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/

menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di

dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh

faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu

exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan

aliran darah.

Kandung Empedu

13

Page 14: Laporan Geh Kelompok 6

Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk menyimpan

empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati).

Kandung empedu memiliki bentuk seperti buah pir dengan panjang 7-10 cm dan

merupakan membran berotot. Terletak didalam fossa dari permukaan visceral hati.

Kandung empedu terbagi kedalam sebuah fundus, badan dan leher.

Bagian-bagian dari kandung empedu :

a.Fundus vesikafelea, merupakan bagian kandung emepedu yang paling akhir setelah

korpus vesikafelea.

b. Korpus vesikafelea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisis getah

empedu. Getah emepedu adalah suatu cairan yang disekeresi setiap hari oleh sel hati yang

dihasilkan setiap hari 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksi

meningkat sewaktu mencerna lemak.

c.Leher kandung kemih. Merupakan leher dari kandung empedu yaitu saluran yang pertama

masuknya getah empedu ke badan kandung emepedu lalu menjadi pekat berkumpul dalam

kandung emepedu.

d. Duktus sistikus. Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm. berjalan dari leher kandung

emepedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke

duodenum.

e.Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.

f. Duktus koledokus, saluran yang membawa empedu ke duodenum.

Fungsi kandung empedu

1. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada

didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan

elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama

pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu

pencernaan dan penyerapan lemak.

2. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin

yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang

berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam

empedu) dan dibuang ke dalam empedu.

14

Page 15: Laporan Geh Kelompok 6

Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi empedu juga disekresi

dalam empedu.

Proses pembentukkan empedu

Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari

pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan

kalium dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan

dari sistin, mempunyai peranan sebagai pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul

besar lemak menjadi suspensi dari lemak dengan diameter ± 1mm dan absorpsi dari lemak,

tergantung dari system pencernaannya. Terutama setelah garam-garam empedu bergabung

dengan lemak dan membentuk Micelles, kompleks yang larut dalam air sehingga lemak

dapat lebih mudah terserap dalam sistem pencernaan (efek hidrotrofik). Ukuran lemak yang

sangat kecil sehingga mempunyai luas permukaan yang lebar sehingga kerja enzim lipase

dari pankreas yang penting dalam pencernaan lemak dapat berjalan dengan baik. Kolesterol

larut dalam empedu karena adanya garam-garam empedu dan lesitin.

15

Page 16: Laporan Geh Kelompok 6

16

Page 17: Laporan Geh Kelompok 6

3.4 Hubungan ikterus dengan urin kuning

3.5 Pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap penyakit yang diderita bayi.

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan bilirubin

indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu:

1. Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua atau ketiga) dan disebabkan oleh

asupan makanan yang kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari pertama.

Kurangnya bayi mendapat ASI eksklusif dapat mengakibatkan bayi ikterus. Ikterus ini

disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama,sehingga bayi

mengalami kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai

usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di

dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali

ke dalam darah,dibawa kembali ke dalam hati dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi

enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan diberi air putih atau

air gula karena jika diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar

akan mengurangi asupan susu.Monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air

kecil bayi paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari.

17

Page 18: Laporan Geh Kelompok 6

2. Jenis kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama, bersifat familial disebabkan

oleh zat yang  ada di dalam ASI.

Ikterus karena ASI sangat jarang terjadi.Terjadinya ikterus tersebut karena hormone 3-

alfa20-beta-pregnandiol pada ASI mengadakan inhibisi pada enzim glukoronil-transferase

pada hepar bayi.Penyebab lain adalah asam lemak bebas-terutama asam linoleat-pada ASI

yang mengadakan inhibisi pada enzim glukoronil transferase.

Sekitar 1 dari 200 bayi cukup bulan yang menyusu ASI terdapat kenaikan bermakna

dari bilirubin tak terkonjugasi antara umur 4 dan 7 hari,mencapai kadar maksimal setinggi

10-30 mg/dL selama minggu ke-2 sampai ke-3.Jika pemberian ASI

dilanjutkan,hiperbilirubinemia secara bertahap menurun dan kemudian dapat menetap selama

3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah.Jika pemberian ASI dihentikan,kadar bilirubin

serum turun degan cepat,biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.Penghentian ASI

selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan

bilirubin serum dengan cepat,sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan

hiperbilirubinemia tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.Jadi pemberian

ASI dapat dilanjutkan karena walaupun kadar bilirubin serum dapat mningkat selama

beberapa hari tetapi akan turun secara bertahap.Pada suatu penelitian pengehntian ASI selama

50 jam(selama pemberian susu formula) tampak mempunyai efek penurunan bilirubin yang

sesuai dengan pemberian fototerapi.Penghentian ASI 24-48 jam berhasil menurunkan kadar

bilirubin serum dan menurunkan kebutuhan fototerapi pada 81-87 bayi jaundice.Konseling

cermat dam pemberian dukungan dapat mencegah penghentian ASI sementara supaya tidak

dihentikan selamanya.

3.6 Metabolisme bilirubin normal.

METABOLISME BILIRUBIN

Bilirubin adalah produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme dihepar (enzim sitokrom, katalase dan heme bebas), myoglobin otot, serta eritopoiesis yang tidak efektif di sumsum tulang.

Tahap awal proses degradasi heme dikatalisis oleh enzim heme oksigenase mikrosom di dalam sel RE. Dengan adanya NADPH dan O2, enzim ini akan menambahkan gugus hidroksil ke jembatan metenil

18

Page 19: Laporan Geh Kelompok 6

diantara dua cincin pirol, bersamaan dengan oksidasi ion ferro (Fe+2) menjadi Fe+3 (ferri). Oksidasi selanjutnya oleh enzim yang menyebabkan pemecahan cincin porfirin. Ion ferri dan dan CO di lepaskan, sehingga menyebabkan pembentukan biliverdin yang berpigmen hijau. Biliverdin kemudian direduksi sehingga membentuk bilirubin yang bewarna merah jingga. Bilirubin dan turunannya bersama-sama disebut pigmen empedu.

PENGAMBILAN BILIRUBIN OLEH HATI

Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma, sehingga diangkut ke hati dengan berikatan dengan protein albumin secara nonkovalen. Bilirubin teruarai dari molekul pembawa albumin dan masuk ke dalam hepatosit, tempat bilirubin akan berikatan dengan protein intrasel, terutama protein liganin. Di dalam hepatosit, kelarutan bilirubin meningkat karena penambahan dua molekul asam glukoronat. Reaksi ini dikatalisis oleh bilirubin glukoniltransferase dengan menggunakan asam glukoronat UDP sebagai donor glukoronat. Bilirubin diglukoronid ditransport secara aktif dengan melawan gradien konsentrasi ke dalam kanalikuli biliaris dan kemudian ke dalam empedu. Proses ini memerlukan energi, merupakan tahapan yang membatasi laju dan rentan mengalami gangguan pada penyakit hepar.

Bilirubin yang tidak terkonjugasi normalnya diekskresikan. Bilirubin diglukoronid dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri di usus untuk menghasilkan urobilinogen, senyawa yang tidak bernyawa. Sebagian besar urobilinogen dioksidasi oleh bakteri usus menjadi sterkobilin, memberi warna coklat pada feses. Namun, beberapa urobilinogen direabsorbsi oleh usus dan masuk ke dalam sirkulasi portal. Sebagian urobilinogen ini berperan dalam siklus urobilinogen intrahepatic yang akan di uptake oleh hepar kemudian diekskresikan kembali ke dalam empedu. Sisa urobilinogen diangkut oleh darah ke dalam ginjal, tempat urobilinigen diubah menjadi urobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan sehingga memberikan warna yang khas pada urin.

19

Page 20: Laporan Geh Kelompok 6

3.7 Hubungan ikterus dengan BBL pada bayi.

Ikterus adalah keadaan dimana berubahnya warna kulit dan sklera pada mata karena

adanya peningkatan bilirubin dalam darah. Normalnya berat badan bayi yang baru lahir

berkisar 2500-4000 gram. Berat badan lahir rendah atau bayi dengan berat badan lahir  <2500

gram beresiko mengalami hiperbilirubin disebabkan karena organ tubuhnya yang masih

lemah oleh karena fungsi hepar yang belum matang atau terdapat gangguan dalam fungsi

hepar seperti hipoksia, hipoglikemi, asidosis, sehingga mengakibatkan kadar bilirubin

meningkat. Sedangkan neonatus dengan berat badan > 4000 gram juga memiliki metabolisme

bilirubin yang tinggi karena hatinya sudah matur, tetapi cenderung mengalami trauma lahir.

Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam

fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil

transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.

Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam

serum.

BBLR dibagi menjadi 2 yaitu BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan. BBLR

kurang bulan atau prematur lebih mudah terkena komplikasi karena alat tubuh bayi prematur

belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu, bayi prematur mengalami lebih banyak

kesulitan untuk hidup diluar uterus. Sedangkan BBLR cukup bulan memiliki kemampuan

untuk bertahan hidup lebih baik dari pada bayi premature karena alat tubuh sudah terbentuk

sempurna.

Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti

bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena

bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi

dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin

indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh

neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. Bayi BBLR kurang bulan

mengalami peningkatan risiko terhadap infeksi karena cadangan imunologlobulin maternal

menurun, kemampuan untuk membentuk antibodi rusak dan sistem integumen rusak (kulit

tipis dan kapiler rentan), hipoglikemia karena bayi prematur dan yang mengalami hambatan

pertumbuhan memiliki simpanan glikogen yang lebih rendah sehingga tidak dapat

memobilisasi glukosa secepat bayi aterm normal selama periode segera setelah lahir dan bayi

prematur memiliki respons hormon dan enzim yang imatur, dan hiperbilirubin disebabkan

20

Page 21: Laporan Geh Kelompok 6

oleh faktor kematangan hepar, hingga konjugasi bilirubin indirek menjadi direk belum

sempurna. Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena

hiperbilirubin dapat menyebabkan kernikterus maka warna kulit bayi harus sering dicatat dan

bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.

Sedangkan pada bayi BBLR cukup bulan lebih rentan mengalami hipoglikemia

karena cadangan glikogen telah ada pada awal trimester ketiga dan, akibat perubahan

transpor nutrien melalui plasenta selama masa ini, bayi yang tumbuh secara asimetris

mengalami penurunan cadangan glikogen pada hati dan otot skeletal. Otak bayi yang lebih

besar proporsinya daripada masa tubuh dan kecendrungan terhadap polisitemia meningkatkan

kebutuhan energi dan karena otak dan sel darah merah adalah pengguna glukosa obligatorik,

faktor ini dapat meningkatkan kebutuhan glukosa. Dan bayi BBLR cukup bulan dapat

mengalami hiperbilirubinemia disebabkan gangguan pertumbuhan hepar.

3.8 Hubungan ikterus dengan kelahiran secara SC dengan KPD>24 jam.

Tidak ada hubungan yang bermakna antara ikterus dengan seksio sesarea, namun ada

kala nya kuning bisa disebabkan oleh masalah pada pemberian ASI (breastfeeding jaundice).

Hal ini biasanya terjadi pada bayi lahir lewat operasi caesar karena ibu kurang memproduksi

ASI.

Ikterus akibat ASI (breastmilk jaundice) juga bisa terjadi jika ASI mengandung

hormon progesteron yang mengganggu proses penguraian bilirubin. Keberadaan enzim

liprotein lipase pada ASI juga bisa meningkatkan kadar bilirubin. Dalam kondisi ini, ASI bisa

terus diberikan. Akan tetapi, jika kenaikan kadar bilirubin terlalu cepat, ASI bisa dihentikan

sementara. Serta kemungkinan lain ikterus pada bayi dikarenakan imaturasi hepar

3.9 Penyebab bayi tampak aktif meskipun terlihat gejala ikterik.

Bayi tersebut tetap aktif dan tidak demam dikarenakan ikterik yang terjadi pada bayi

bukan dikarenakan adanya infeksi, melainkan sebab – sebab lain seperti yang diuraikan diatas

( semisal breastmilk jaundice)

3.10 Diagnosa banding.

a. Ikterus Neonatorum

21

Page 22: Laporan Geh Kelompok 6

Definisi

Ikterus pada Bayi (Ikterus Neonatorum)

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatorum adalah

keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat

akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak

apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (>17 μmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak

apabila serum bilirubin > 5 mg/dL (>86 μmol/L).

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus

ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak

dikendalikan. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong

non patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai

hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin

terhadap usia neonatus >950/00 menurut Normogram Bhutani.

Ikterus adalah deskolorisasi kuning pada kulit, membrane mukosa, dan sclera akibat

peningkatan kadar biliribin dalam darah. Orang dewasa tampak kuning bila kadar bilirubin

serum > 2 mg/dl, sedangkan pada neonatus kadar bilirubin > 5mg/dl.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%

mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998

menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Di

Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah

studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto

Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir

sebesar 58%  untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas

12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi

cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar

bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan

kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan

18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan

hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128

kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait

hiperbilirubinemia.

22

Page 23: Laporan Geh Kelompok 6

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens

ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis

dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian  terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.

Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang

bulan 22,8%. Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya  sebesar 30% pada

tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin

disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus

dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan

metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus

berdasarkan metode visual.

Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur

lebih pendek.

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,

UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh

hepatosit dan konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim -> glukuronidase

di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan

oleh faktor/keadaan:

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,

sferositosis herediter dan pengaruh obat.

Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.

Polisitemia.

Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.

Ibu diabetes.

Asidosis.

Hipoksia/asfiksia.

Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

23

Page 24: Laporan Geh Kelompok 6

a. Faktor Maternal

- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

- ASI

b. Faktor Perinatal

- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus

- Prematuritas

- Faktor genetik

- Polisitemia

- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

- Rendahnya asupan ASI

- Hipoglikemia

- Hipoalbuminemia

Patofisiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan

oleh beberapa faktor. Secara garis besar, etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi:

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang

meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO,golongan darah lain, defisiensi enzim

G6PD, piruvat kinase, perdarahan

tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi

bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya

enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi

protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin

dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi

24

Page 25: Laporan Geh Kelompok 6

albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah

yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar

hepar biasanya diakibatkan kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi

atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Hassan et al, 2005).

Etiologi ikterus neonatorum, menurut waktu kemunculan

24 jam pertama Hari kedua-kelima Setelah akhir minggu kedua

Penyakit hemolisis

Inkompatibilitas rhesus

Inkompatibilitas ABO

Defisiensi G6PD

Sferositosis

Infeksi kongenital

Fisiologis

Infeksi

Hematoma

Galaktosemia dan kelainan

metabolik lain

Ikterus non-hemolitik

familial

Bayi dari ibu diabetes

Ikterus air susu ibu (breast milk

jaundice)

Hipertiroidisme

Hepatitis

Atresia bilier dan masalah

traktus biliaris lain

Stenosis pilorus

Adapun penyebab tersering dari hiperbilirubinemia adalah :

1. Hiperbilirubinemia fisiologis.

2. Inkompatibilitas golongan darah ABO.

3. ‘Breast Milk Jaundice’ .

4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus.

5. Infeksi.

6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’.

7. IDM (‘Infant of Diabetic Mother’).

8. Polisitemia / hiperviskositas.

9. Prematuritas / BBLR.

10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia.

11. Lain-lain.

Sedangkan penyebab hiperbilirubinemia yang jarang terjadi adalah :

1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase).

2. Defisiensi piruvat kinase.

3. Sferositosis kongenital.

25

Page 26: Laporan Geh Kelompok 6

4. Lucey – Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial).

5. Hipotiroidism.

Hemoglobinopathy

Langkah diagnostik

a) Anamnesis:

Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, DM, gawat janin,

malnutrisis intrauterin, infeksi intranatal)

Riwayat persalinan tindakan/komplikasi

Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya

Riwayat inkompatibilitas darah

Riwayat keluarga yang menderita anemia,pembesaran hepar dan limpa

b) Pemeriksaan fisik:

Kuning/ikterus

Tinja pucat

c) Pemeriksaan penunjang:

Pemeriksaan laboratorium:

-bilirubin direk meningkat

-inkompatibilitas golongan darah dengan Coombs test positif

-ETCOc meningkat

a. Visual 

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat

digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus

kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan

metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat

masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif

segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual,

sebagai berikut:

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari

dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila

dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada

pencahayaan yang kurang.

26

Page 27: Laporan Geh Kelompok 6

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di

bawah kulit dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh

yang tampak kuning. (tabel 1)

b. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus

neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal

yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin

adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat

meningkatkan  morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin

total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin

total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

c. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip

memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450

nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang

sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat

dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan

multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan

bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk

mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan

dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini

dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34

minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin

serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa

pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang

bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar,

sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan

pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu

tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.

27

Page 28: Laporan Geh Kelompok 6

Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan

skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan

bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai

tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam

mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

d. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini

menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi

bilirubin serum yang rendah. 

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas.

Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan

kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi

substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus

neonatorum akan lebih terarah. 

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas

CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran

konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai

indeks produksi bilirubin.

Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan,

tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan

memerlukan terapi sinar  secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar

bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

Penatalaksanaan

28

Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus

Hari

1

Hari

2

Hari

3

Bagian tubuh manapun

Tengan dan tungkai *

Tangan dan kaki

Berat

Page 29: Laporan Geh Kelompok 6

Penatalaksanaan

a) Mempercepat proses konjugasi pemberian fenobarbital

b) Substrat untuk transportasi atau konjugasi pemberian albumin, plasma, glukosa

untuk sumber energi

c) Terapi sinar / foto terapimenurunkan kadar bilirubin

d) Transfusi tukar dengan tujuan:

-mengganti eritrosit

-membuang antibodi yang menyebabakan hemolisis

-menurunkan kadar bilirubin indirek

Tatalaksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)

Mulai terapi sinar/fototerapi merupakan metode yang palin efektif dan relatif

aman untuk menurunkan kadar bilirubin indirek, terutama dimulai sebelum

peningkatan bilirubin serum mencapai kadar yang menyebabkan kernikterus

(ensefalopati bilirubin).

Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir

sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis.

Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan

golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs.

Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan

terapi sinar.

Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi

sinar, lakukan terapi sinar

Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab

hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring

G6PD bila memungkinkan.

Tentukan diagnosis banding

Pertimbangkan terapi sinar pada:

NCB (neonatus cukup bulan) – SMK (sesuai masa kehamilan) sehat : kadar

bilirubin total > 12mg/dL

NKB (neonatus kurang bulan) sehat : kadar bilirubin total > 10 mg/dL

Pertimbangkan tranfusi tukar bila kadar bilirubin indirek > 20 mg/dL

Terapi sinar intensif

Terapi sinar intensif dianggap berhasil, bila setelah ujian penyinaran kadar

bilirubin minimal turun 1 mg/dL.

29

Page 30: Laporan Geh Kelompok 6

a. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab

Pendekatan saat timbulnya ikterus yang dikemukakan oleh “Harper dan Yoon”:

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama:

inkompatibilitas darah Rh,ABO/ golongan lain

infeksi intrauterin (virus,toksoplasma,kadang –kadang bakteri)

kadang-kadang defisiensi G6DP

2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir:

fisiologis

masih kemungkinan inkompatibilitas darah

defisiensi G6DP

polisitemia

hemolisis perdarahan tertutup

hipoksia

dehidrasi asidosis

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama:

infeksi/sepsis

dehidrasi asidosis

defisiensi G6Dp

pengaruh obat

sindrom Criggler-Najjar

sindrom Gilbert

4. Ikterus yang timbul pada akhir pertama dan selanjutnya:

ikterus obstruktif

hipotiroidisme

Breast Milk jaundice

infeksi

neonatal hepatitis

Pencegahan

• Pemeriksaan antenatal yang baik

• Hindari obat2an pada masa kehamilan dan persalinan seperti:

- sulfa furazole

- novobiocin

30

Page 31: Laporan Geh Kelompok 6

- oksitosin

• Pencegahan dan atasi hipoksia pada janin dan neonatus

• Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir

• Pemberian makanan yang dini

• Cegah infeksi

Prognosis

Prognosis ikterus tergantung diagnosa secara dini dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat.

b. Anemia Hemolitik

Anemia ialah berkurangnya jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin atau kadar hematokrit

dalam darah tepi dibawah nilai-nilai normal untuk umur dan kelamin penderita sehingga

kemampuan darah untuk memberikan oksigen ke jaringan berkurang. Anemia secara

fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga

tidak dapat memenuhi fungsinya membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan

perifer (penurunan oxygen carryng capacity). Anemia hanyalah kumpulan gejala yang

disebabkan oleh berbagai penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh gangguan

pembentukaan eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan),

dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya.

DEFINISI

Anemia hemolitik ialah anemia yang disebabkan karena kecepatan penghancuran sel darah

merah (eritrosit)  lebih besar dari pada normal. Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi

lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari). Pada anemia hemolitik keadaan anemi

terjadi karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan

ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit. Untuk mengatasi

kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang

berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel

eritrosit akan meningkat dari normal. Hal  ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120

hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemi. Namun  bila sumsum tulang tidak

mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemi.

31

Page 32: Laporan Geh Kelompok 6

Penghancuran Sel darah merah dalam sirkulasi dikenal dengan hemolisis yang dapat

disebabkan karena gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek umurnya

(instrinsik) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran eritrosit.

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Penyakit anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:

1.    Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya

peneyebab hemiolisis ini adalah kelainan bawaan (kongenital).

2.    Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya merupakan

faktor yang di dapat (acquired).3

Gangguan intrakorpuskular (kongenital)

Kelainan ini umumnya disebabkan karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit itu

sendiri. Keadaan ini dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:

1.         Gangguan pada struktur dinding eritrosit

Gangguan pada struktur didnding eritrosit terbagi menjadi:

a.     Sferositosis

Kelainan kongenital ini sering terjadi pada orang Eropa Barat. Pada penyakit ini umur

eritrosit lebih pendek, kecil, bundar dan resistensinya terhadap NaCl hipotonis menjadi

rendah. Limpa membesar dan sering terjadi ikterus.jumlah retikulosit menjadi meningkat.

Hemolisis diduga disebabkan karena kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia

lebih menyolok dibanding ikterus. Kelainan radiologis ditemukan pada anak yang telah lama

menderita penyakit ini. 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.

b.      Ovalositosis (eliptositosis)

Pada penyakit ini 50-90% eritrositnya berbentuk oval. Penyakit ini diturunkan secara

dominan menurut hukum Mendel. Hemolisis tidak seberat sferositosis. Splenektomi biasanya

dapat mengurangi hemolisis.

c.       A-beta lipoproteinemia

32

Page 33: Laporan Geh Kelompok 6

Pada penyakit ini terjadi kelainan bentuk eritrosit. Diduga kelainan bentuk ini disebabkan

oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

d.      Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe

fanconi.

2.      Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit.

Setiap gangguan metabolisme dalam eritrosit akan menyebabkan umur erotrosit menjadi

pendek dan timbul anemia hemolitik.

a.       Defisiensi glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase(G-6PD)

Defisiensi G-6PD ditemukan pada berbagai bangsa di dunia. Kekurangan enzim ini

menyebabkan glutation tidak tereduksi. Glutation dalam keadaan tereduksi diduga penting

untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Penyakit ini diturunkan

secara dominan melalui kromosom X. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada:

- Obat-obatan. (asetosal, piramidon, sulfa, obat anti malaria, dll)

- Memakan kacang babi

- Bayi baru lahir.

b.      Defisiensi glutation reduktase

Kadang disertai trombopenia dan leukopenia.

c.       Defisiensi glutation

Penyakit ini diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.

d.      Defisiensi piruvat kinase

Pada bentuk homozigot terjadi lebih berat. Khasnya terjadi peninggian kadar 2,3

difosfogliserat.

e.       Defisiensi Triose Phosphate Isomerase

33

Page 34: Laporan Geh Kelompok 6

Gejala mirip dengan sferositosis, tetapi tidak terdapat fragilitas osmotik dan hasil darah tepi

tidak ditemukan sferositosis. Pada keadaan homozigot terjadi lebih berat dan bayi akan

meninggal di tahun pertama kehidupannya.

f.       Defisiensi Difosfogliserat Mutase

g.      Defisiensi heksokinase

h.      Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

3.      Hemoglobinopatia

Hemoglobin orang dewasa normal terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh

hemoglobinnya. HbA2 yang tidak lebih dari 2% dan HbF yang tidak lebih dari 3%. Pada bayi

baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudianntrasi HbF

akan menurun, sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan normal. Terdapat 2

golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin yaitu:

a.       Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglibin abnormal) misalnya HbS,

HbE dan lain-lain.

Kelainan hemoglobin ini ditentukan oleh adanya kelainan genetik yang dapat mengenai HbA,

HbA2 atau HbF. Pada penyakit ini terjadi pergantian asam amino dalam rantai polipeptida

pada tempat-tempat tertentu atau tidak adanya asam amino atau beberapa asam amino pada

tempat-tempat tersebut. Kelainan yang paling sering terjadi pada rantai β dan δ.

b.      Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa rantai globin misalnya talasemia.

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang herediter yang diturunkan secara

resesif . Di Indonesia, talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia

hemolitik dengan penyebab intrekorpuskuler. Secara klinis talasemia dibagi menjadi 2

golongan yaitu talasemia mayor (homozigot) yang memberikan gejala klinis yang khas dan

talasemia minor yang biasanya tidak memberi gejala.

Gangguan ekstrakorpuskuler (acquired)

Gangguan ini biasanya didapat yang dapat disebabkan oleh:

34

Page 35: Laporan Geh Kelompok 6

1  Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin,air), toksin (hemolisin)

Streptococcus, virus, malaria, luka bakar.

2.      Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya dapat menyebabkan

penghancuran erotrosit.

3.      Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi

antigen-antibodi seperti:

a.    Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti Rhesus dan MN

b.    Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tapi dalam tubuh melekat pada

permukaan eritrosityang merangsang pembuatan anti yang kemudian menimbulkan reaksi

antigen-antibodi yang menyebabkan hemolisis.

c.    Hemolisis akibat proses autoimun.

EPIDEMIOLOGI

Sferositosis herediter merupakan anemia hemolitik yang sangat berpengaruh di Eropa

Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu. Sferositosis mengenai demua jenis etnis namun

pada ras non kaukasian tidak diketahui. Sferositosis herediter paling sering diturunkan

secara dominan autosomal. Pada beberapa kasus, sferositosis herediter mungkin

disebabkan karena mutasi atau anomali sitogenik. Di Amerika, prevalensi eliptospirosis

kira-kira 3-5 per 10.000. eliptospirosis paling sering pada orang Afrika dan Amerika.

Eliptospirosis sering terjadi pada daerah dengan endemik malaria. Di Afrika ppada area

ekuator, eliptospirosis terjadi sekitar 20,6%. Bentuk lain dari penyakit ini ditemukan pada

Asia Tenggara yang ditemukan sekitar 30% darai populasi. Penyakit ini diturunkan secara

dominan autosomal. Defisiensi G6PD dilaporkan di seluruh dunia. Frekuensi tertinggi

terjadi pada daerah tropis dan subtropis. Telah dilaporkan lebih dari 350 varian. Ada

banyak variasi pada expresi klinis pada varian enzim. Talasemia merupakan sindroma

kelainan darah herediter yang paling sering terjadi di dunia, sanagt umum terjadi di

sepanjang sabuk talasemia yang sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria.

Gen talasemia sangat luas tersebar dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik

manusia yang paling prevalen. Di beberapa Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi

memiliki satu atau lebih gen talasemia. Daerah geografi dimana talasemia merupakan

prevalen yang sangat paralel dengan Plasmodium falciparum dulunya merupakan

35

Page 36: Laporan Geh Kelompok 6

endemik. Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi. Pada

perempuan predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadi peningkatan pada

umur 45 tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang hidup. Kelainan hemolitik yang

terpenting dalam praktek pediatrik adalah eritroblastosis fetalis pada bayi baru lahir yang

disebabkan oleh trnsfer transplasenta antibodi ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu

anemia hemolitik isoimun. Eritroblastosis fetalis disebut Hemolitik Disease of the

Newborn (HDN).

PATOGENESIS

Proses hematopoesis pada embrio janin terjadi diberbagai tempat, termasuk hati,

limpa,timus,kelenjar getah bening, dan sumsum tulang. Sejak lahir sepanjang sisa hidupnya

terutama di sumsum dan sebagian kecil di kelenjar getah bening. 

Dalam keadaan normal, sel-sel darah merah yang sudah tua difagositosis oleh sel-sel

retikuloendotelial, dan hemoglobin diuraikan menjadi komponen-komponen esensialnya.

Besi yang didapat dikembalikan ke transferin untuk pembentukan sel darah merah baru dan

asam-asam amino dari bagian globin molekul dikembalikan ke kompartemen asam amino

umum. Cincin protoporfirin pada heme diuraikan di jembatan alfa metana dan karbon alfanya

dikeluarkan sebagai karbon monoksida melalui ekspirasi. Tetrapirol yang tersisa

meninggalkan sel retikuloendotelial sebagai bilirubin indirek dan menjadi hati, tempat zat ini

terkonjugasi untuk ekskresi di empedu. Dui usus, biliruin glukoronida diubah menjadi

urobilinogen untuk eksresi di tinja dan urin.

Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravaskuler. Pada hemolisis intravaskuler,

destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Sel-sel darah merah juga dapat

mengalami hemolisis intravaskuler disertai pembebasan hemoglobin dalam sirkulasi.

Tetramer hemoglobin bebas tidak stabil dan cepat terurai menjadi dimer alfa-beta, yang

berikatan dengan haptoglobulin dan disingkarkan oleh hati. Hemoglobin juga dapat

teroksidasi menjadi methemoglobin dan terurai menjadi gugus globin dan heme. Sampai pada

tahap tertentu, heme bebas dapat terikat oleh hemopeksin dan atau albumin untuk selanjutnya

dibersihkan oleh hepatosit. Kedua jalur ini membantu tubuh menghemat besi untuk

menunjang hematopoiesis. Apabila haptoglobin telah habis dipakai, maka dimer hemoglobin

36

Page 37: Laporan Geh Kelompok 6

yang tidak terikat akan di eksresikan oleh ginjal sebagai hemoglobin bebas, methemoglobin,

atau hemosiderin.

Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada hemolisis ekstravaskuler

destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah

mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga

difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag. Sejumlah bahan dan kelainan dengan

kemampuan dapat merusak eritrosit yang dapat menyebabkan destruksi prematur eritrosit. Di

antara yang paling jelas telah di pastikan adalah antibodi yang berikatan dengan anemia

hemolitik. Ciri khas penyakit ini adalah dengan uji Coombs direk positif, yang menunjukkan

imunoglobulin atau komponen komplemen yang menyelubungi permukaan eritrosit. Kelainan

hemolitik yang terpenting dalam praktek pediatrik adalah penyakit hemolitik bayi baru

lahir( eritroblastosis fetalis) atau HDN yang disebabkan oleh transfer transplasenta antibodi

ibu yang aktif terhadap eritrosit janin, yaitu anemia hemolitik isoimun.  Pada Hemolytic

Disease of the Newborn (HDN) sering terjadi ketika ibu dengan Rh(-) mempunyai anak dari

seorang pria yang memiliki Rh(+). Ketika Rh bayi (+) seperti ayahnya, masalah dapat terjadi

jika sel darah merah si bayi dengan Rh(+) sebagai benda asing. Sistem imun ibu kemudian

menyimpan antibodi tersebutketika benda asing itu muncul kembali, bahkan pada saat

kehamilan berikutnya. Sekarang Rh ibu terpapar. Pada anemia hemolitik autoimun, antibodi

abnormal ditujukan kepada eritrosit, tetapi mekanisme patogenesisnya belum jelas.

Autoantibodi mungkin dihasilkan oleh respon imun yang tidak serasi terhadap antigen

eritrosit. Atau, agen infeksi dapat dengan sesuatu cara mengubah membran eritrosit sehingga

menjadi “asing” atau antigenik terhadap hospes.

DIAGNOSIS

Semua jenis anemia hemolitik ditandai dengan:

1.      Peningkatan laju destruksi sel darah merah

2.      Peningkatan kompensatorik eritropoiesis yang menyebabkan retikulositosis

3.      Retensi produk destruksi sel darah merah oleh tubuh termasuk zat besi.

Karena zat besi dihemat dan mudah di daur ulang, regenerasi sel darah merah dapat

mengimbangi hemolisis. Oleh karena itu, anemia ini hampir selalu berkaitan dengan

hiperplasia aritroid mencolok di dalam sumsum tulang dan meningkatnya hitung retikulosit di

37

Page 38: Laporan Geh Kelompok 6

darah tepi. Apabila anemia berat dapat terjadi hematopoiesis ekstramedularis di limpa, hati,

dan kelenjar getah bening. Apapun mekanismenya, hemolisis intravaskuler bermanifestasi

sebagai hemoglobinemia, hemoglobinuria, jaundice dan hemosiderinuria. Gejala umum

penyakit ini disebabkan oleh adanya penghancuran eritrosit dan keaktifan sumsum tulang

untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut. Bergantung pada fungsi

hepar, akibat pengancuran eritrosit berlebihan itu dapat menyebabkan peninggian kdar

bilirubin atau tidak. Sumsum tulang dapt membentuk 6-8 kali lebih banyak eritropoietik

daripada biasa, sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak sekali eritrosit berinti, jumlah

retikulosit meninggi, polikromasi. Bahkan sering terjadi eritropoiesis ekstrameduler.

Kekurangan bahan sebagai pembentuk seperti vitamin, protein dan lain-lain atau adanya

infeksi dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan antara penghancuran dan

pembentukan sistem eritropoietik, sehingga keadaan ini dapat menimbulkan krisis aplastik.

Limpa umumnya membesar karena organ ini menjadi tempat penyimpanan eritrosit yang

dihancurkan dan tempat pembuatan sel darah ekstrameduler. Pada anemia hemolitik yang

kronis terdapat kelainan tulang rangka akibat hiperplasia sumsum tulang.

Gejala klinik

Salah satu dari tanda yang paling sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini

umumnya diakibatkan karena berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan

vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Dispneu, nafas

pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktifitas jasmani merupakan manifestasi

berkurangnya pengirirman O2. Sakit kepala, pusing, pingsan dan tinitus (telinga berdengung)

dapat mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf pusat.

Pemeriksaan fisik

- Tampak pucat dan ikterus

- Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopat

- Dapat ditemukan hepatosplenomegali.

Pemeriksaan penunjang

Hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit, DDR, hapusan darah tepi, analisa Hb, Coombs test,

tesfragilitas osmotik, urin rutin, feses rutin,pemeriksaan enzim-enzim.

38

Page 39: Laporan Geh Kelompok 6

PENATALAKSANAANOrang dengan anemia hemolitik yang ringan mungkin tidak membutuhkan pengobatan

khusus selama kondisinya tidak jelek. Seseorang dengan anemia hemolitik berat biasanya

membutuhkan  pengobatan berkelanjutan. Anemia hemolitik yang berat dapat menjadi fatal

jika tidak diobati dengan tepat.

Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi:

- Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah merah.

- Meningkatkan jumlah sel darah merah

- Mengobati penyebab yang mendasari penyakit.

Pengobatan  tergantung pada tipe, penyebab dan beratnya anemia hemolitik. Dokter mungkin

mempertimbangkan umur, kondisi kesehatan dan riwayat kesehatan.

Transfusi darah

Transfusi darah digunakan untuk mengobati anemia hemolitik berat.

Obat-obatan

Obat-obatan dapat memperbaiki beberapa tipe anemia hemolitik, khususnya anemia

hemolitik karena autoimun. Kortikosteroid seperti prednison dapat menekan sistem imun atau

membatasi kemampuannya untuk membentuk antibodi terhadap sel darah merah. Jika tidak

berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain yang dapat menekan

sistem imun misalnya rituximab dan siklosporin. Jika ter jadi anemia sel sabit yang berat

maka diberikan hydroxiurea. Obat ini mempercepat pembentukan fetal hemoglobin. Fetal

hemoglobin membantu mencegah pembentukan sel sabit pada sel darah merah.

Plasmapheresis

Plasmapheresis merupakan prosedur untuk menghilangkan antibodi dari darah. Pengobatan

ini mungkin membantu  jika pengobatan lain untuk anemia imun tidak bekerja.

Operasi

Beberapa oarang dengan anemia hemolitik mungkin memerlukan operasi untuk mengangkat

limpa.limpa pada orang normal yang sehat membantu melawan infeksi dan menyaring sel

darah yang telah tua dan menghancurkannya. Pembesaaran atau penyakit pada limpa dapat

39

Page 40: Laporan Geh Kelompok 6

menghilangkan lebih banyak sel darah merah dari jumlah yang normal sehingga

menyebabkan anemia. Pengankatan limpa dapat menghentikan atau menurunkan jumlah sel

darah merah yang mengalami destruksi.

Transpalantasi stem sel darah dan sumsum tulang belakang

Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talasemia, sumsum tulang tidak dapat

membentuk sel darah merah yang sehat. Sel darah merah yang terbentuk dapat dihancurkan

sebelum waktunya. Transplantasi darah dan sumsum tulang mungkin dapat dipertimbangkan

untuk mengobati jenis anemia hemolitik ini.transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak

dengan stem sel yang sehat dari donor.

Perubahan pola hidup

Jika seseorang menderita anemia hemolitik dengan antibodi reaktif terhadap dingin, coab

untuk hindari temperatur dingin. Seseorang yang lahir dengan defisiensi G6PD harus

menghindari hal yang dapat mencetuskan anemia misalnya fava beans, naftalena, dan obat-

obatan tertentu.

c. Hepatitis Neonatal

Definisi

Neonatal hepatitis merupakan peradangan hati yang terjadi pada awal masa bayi,

biasanya satu sampai dua bulan setelah lahir.

Epidemiologi

Hepatitis neonatal biasanya menyerang bayi sejak lahir hingga usia 2 bulan. Sekitar

20 persen dari bayi yang mengalami hepatitis neonatal terinfeksi dengan virus yang

menyebabkan peradangan hati baik sebelum lahir dari ibunya, atau segera setelah lahir.

Etiologi

Virus yang dapat menyebabkan hepatitis neonatal pada bayi termasuk

sitomegalovirus, rubella (campak), dan hepatitis A, B dan C. Bayi-bayi dapat terinfeksi

dalam kontak dengan wanita hamil karena mungkin bahwa wanita bisa menularkan virus

kepada anaknya yang belum lahir.

40

Page 41: Laporan Geh Kelompok 6

Patofisiologi

Yaitu perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk berbagai

virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran basar dan berwarna

normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar dan pada palpasi “terasa nyeri di

tepian”. Secara histologi. Terjadi kekacauan susunan hepatoselular, cedera dan nekrosis sel

hati dalam berbagai derajat, dan peradangan periportal. Perubahan ini bersifat reversibel

sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Namun pada beberapa kasus nekrosis, nekrosis

submasif atau masif dapat menyebabkan gagal hati fulminan dan kematian

Gejala Klinis

Bayi dengan hepatitis neonatal biasanya memiliki penyakit kuning (mata kuning dan

kulit) yang muncul di 1-2 bulan. Bayi juga biasanya disertai demam, urin berwarna gelap dan

feses berwarna pucat. Jaundice terjadi ketika aliran empedu dari hati tersumbat karena adanya

peradangan atau obstruksi saluran empedu. Selama empedu penting dalam pencernaan proses

lemak dan penyerapan vitamin ikut larut dalam lemak, anak dengan hepatitis neonatal

mungkin tidak bisa menambah berat badan ataupun tumbuh secara normal. Bayi juga akan

memiliki pembesaran hati dan limpa.

Alur Diagnosis

Serologi IgM anti HVA

Biokimiawi peningkatan pada nilai SGOT, SGPT , Bilirubin direk kadang bilirubin

indirek, fosfatase alkali dan gama-GT

USG abdomen untuk menyingkirkan kemungkinan lain

Diagnosis hepatitis neonatal pada awalnya didasarkan pada tes darah yang bertujuan

untuk mengidentifikasi infeksi virus yang mungkin menyebabkan penyakit tersebut. Dalam

kasus di mana tidak ada virus yang teridentifikasi, biopsy pada organ hati dilakukan. Hal ini

melibatkan pengambilan sepotong kecil hati menggunakan jarum khusus untuk diperiksa di

bawah mikroskop. Hasil biopsi sering akan menunjukkan bahwa kelompok empat atau lima

sel hati telah bergabung bersama untuk membentuk sel-sel yang lebih besar. Namun sel-sel

besar tetap berfungsi, pertumbuhan sell abnormal ini pada tingkat yang lebih rendah daripada

sel hati normal. Jenis hepatitis neonatal kadang-kadang disebut hepatitis sel raksasa.

Komplikasi

41

Page 42: Laporan Geh Kelompok 6

Bayi dengan hepatitis neonatal disebabkan oleh rubella atau sitomegalovirus berada

pada risiko mengembangkan infeksi otak yang dapat menyebabkan retardasi mental atau

cerebral palsy. Banyak bayi juga akan menderita penyakit hati permanen karena kerusakan

sel hati dan jaringan parut yang dihasilkan (sirosis).

Bayi dengan hepatitis neonatal kronis tidak akan mampu mencerna lemak dan

menyerap vitamin larut lemak (A, D, E dan K) sebagai akibat dari aliran empedu yang kurang

dan kerusakan yang terjadi pada sel hati. Kurangnya vitamin D akan menyebabkan tulang

rapuh dan rakhitis. Kekurangan vitamin A dapat mempengaruhi pertumbuhan normal dan

indra penglihatan. Defisiensi vitamin K berhubungan dengan memar dan kecenderungan

untuk perdarahan, sedangkan kurangnya hasil vitamin E berakhibat dalam koordinasi yang

buruk. Empedu bertanggung jawab untuk penghapusan banyak racun dalam tubuh, hepatitis

neonatal juga dapat menyebabkan penumpukan racun dalam darah yang pada gilirannya

dapat menyebabkan gatal, letusan kulit dan sensitiv.

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan khusus untuk hepatitis neonatal. Istirahat yang cukup dan

suplemen vitamin biasanya diresepkan dan banyak bayi diberikan obat yang meningkatkan

aliran empedu. Resep obat yang mengandung lemak lebih mudah dicerna oleh tubuh juga

diberikan.

Prognosis

Sebagian besar bayi dengan hepatitis sel raksasa akan pulih dengan sedikit atau tanpa

jaringan parut pada hati. Pola pertumbuhan mereka juga akan membuat normal aliran

empedu. Namun, sekitar 20 persen dari bayi yang terkena akan terus berkembang ke

tingkatan kronis (sedang berlangsung) penyakit hati dan sirosis. Pada anak-anak, kerja hati

menjadi sangat sulit karena jaringan parut, dan penyakit kuning tidak menghilang selama

enam bulan. Bayi yang mencapai titik ini dalam penyakit akhirnya membutuhkan

transplantasi hati.

42

Page 43: Laporan Geh Kelompok 6

BAB IV

KESIMPULAN

Ikterus yang dialami pasien dalam skenario pada hari kedua kelahiran sebenarnya

adalah ikterus fisiologis, namun seharusnya ikterus tersebut hilang maksimal pada hari ke14.

akan tetapi ikterus tersebut tidak kunjung hilang sampai 1,5bulan, maka hal ini dikatakan

patologis yang dimungkinkan karena konsumsi ASI.

43

Page 44: Laporan Geh Kelompok 6

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C. 2008. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC.

Behrmann, Kliegman, Arvin. Anemia Hemolitik.Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Textbook

of Pediatric edisi 15. EGC

Corwin, Elizabeth J.buku saku patofisiologi.2009.EGC:Jakarta

Domeika M. 2009. Guidelines for The Laboratory Diagnosis of Chlamidya trachomatis

Infections in East European Countries. Journal of The European Academy of

Dermatology and Venerology.

Guyton & hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC

Hadi, Sujono.2013.Gastroenterologi edisi 7 cetakan ke 3. Jakarta : PT. Alumni.

Kliegman Behrman. 2005. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : EGC

Marcdante, Karen J. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Ed.6. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI.

Moore, Keith L. dkk. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates

McPhee,Stephen J.2002.Patofisiologi penyakit.EGC;Jakarta.

Price, Sylvia A.Patofisiologi.2012.EGC:Jakarta

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jakarta:

EGC

Sudoyo, Aru et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: EGC

44

Page 45: Laporan Geh Kelompok 6

45