laporan dasgen angga reza s
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki kawasan yang
cukup luas. Secara kasar dapat dikatakan bahwa kawasan negara itu dua per-tiga nya
adalah perairan laut. Didaratan pulau-pulau terdapat sungai-sungai, danau-danau, air
payau dan rawa-rawa serta muara-muara sungai. Semua badan perairan tersebut
merupakan habitat hewan-hewan air yang sangat banyak antara lain merupakan nilai
ekonomis tinggi dan dari keseluruhan. Ditambah dengan landasan continental sekitar
1 juta km2, mengandung sumberdaya alam yang sangat besar yang mempunyai
potensi produksi sebesar 6,6 juta ton tiap tahunnya (Andrianto, 2005).
Di dalam kandungan perairan indonesia yang sangat besar ini terkandung
berbagai macam potensi ekonomi yang sangat besar, yaitu yang dapat diambil dan
dimanfaatkan dengan optimal maka akan memndatangkan keuntungan yang sangat
besar bagi pemasukan negara kita, ada pun beberapa sumberdaya perikanan di
indonesia terdiri atas berbagai jenis ikan, krustasea, moluska, makroalga dan
mikroalga yang hidup diperairan darat dan laut (Andrianto, 2005).
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah sejenis ikan konsumsi air tawar.
Ikan ini diintroduksi dari Afrika pada tahun 1969 dan kini menjadi ikan peliharaan
yang populer di kolam-kolam air tawar dan dibeberapa waduk di Indonesia. Nama
ilmiah pada ikan Nila adalah Oreochromis Niliticus, dan di dalam Bahasa Inggris
ikan ini dikenal dengan sebutan Nile Tilapia. Keramba jala apung untuk memelihara
ikan Nila di Ranu Pakis, Klakah, Lumajang. Ikan pemeliharaan yang berukuran
sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm. Sirip
punggung (dorsal) dengan 16-17 (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip
dubur (anal) dengan 3 duri dan 8-11 cm jari-jari.
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) termasuk kelompok ikan tilapial
(Widyanti, 2009). Dalam penelitian ini digunakan ikan nila hitam varietas GIFT
(Genetic Improvements for Farmers Tilapia) ikan nila ini banyak dibudidayakan di
berbagai daerah, selain itu mempunyai kemampuan beradaptasi yang baik diberbagai
jenis air, contohnya hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Ikan ini juga tahan
terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna makanan
secara efisien. Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan penyakit. Ikan ini
memiliki kebiasaan yang unik setelah memijah.
Secara biologis, laju pertumbuhan ikan nila jantan lebih cepat dibandingkan
dengan ikan nila betina. Salah satu metode untuk mendapatkan populasi ikan nila
tunggal kelamin jantan yang bnyak dilakukan adalah dengan metode pembalikan
kelamin atau sex reversal. Teknik sex reversal pada ikan nila yang banyak dilakukan
adalah dengan penambahan hormon sintetik 17α-metiltestoterone. Namun hormon
tersebut termasuk obat keras menurut peraturan pemerintah. Sehingga dilakukan
beberapa cara dalam upaya penggantian hormon tersebut. Salah satu bahan yang
terbukti efektif dalam sex reversal adalah dengan bahan aromatase inhibitor yaitu
dengan menggunakan imidazole. Imidazole adalah senyawa organik dengan rumus
C3H4N2 (Ariyanto, 2010).
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum dasar-dasar genetika dan pemuliaan ikan
adalah agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami bagaimana proses melakukan
sex reversal pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan menggunakan akriflavin,
madu, bee pollen dan propolis dan mengetahui bagaimana proses melakukan
pemijahan ikan mas koki (Carrasius auratus).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistematika dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Sistematika ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Effendi., (1979)
adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Osteichtyes
ordo : Perciformes
famili : Cichlidae
genus : Oreochromis
spesies : Oreochromis niloticus
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah
bertikal (kompres) dengan profil empat persegi panjang ke arah antero posterior.
Posisi mulut terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembuhkan. Pada sirip
ekor tampak jelas garis-garis vertikal dan pada sirip punggungnya garis tersebut
kelihatan condong letaknya. Ciri khas ikan nila adalah garis-garis vertikal berwarna
hitam pada sirip ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip caudal (ekor) dengan
bentuk membuat terdapat warna kemerahan dan bisa digunakan sebagai indikasi
kematangan gonad. Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik ikan nila adalah
tipe ctenoid. Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari dorsal yang keras, begitu pun
bagian analnya. Dengan posisi sirip anal di belakang sirip dada (Susanto, 1997).
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) memiliki tulang kartilago kranium
sempurna, organ pembau dan kapsul otik tergabung menjadi satu. Eksoskleton
Ostracodermi mempunyai kesamaan dengan dentin pada kulit. Elasmobrachii yang
merupakan mantel keras seperti email pada gigi vertebrata. Di bawah lapisan tersebut
terdapat beberapa lapisan tulang sponge dan di bawahnya lagi terdapat tulang padat.
Tulang palato-quadrat dan kartilago Meckel adalah tulang rawan yang akan
membentuk rahang atas dan rahang bawah (Susanto, 1997).
B. Habitat
Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan
lingkungan sekitarnya. Ikan memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan
hidupnya. Sehingga ikan nila bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau
maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah. Ikan nila mampu hidup pada
suhu 14-38 ºC. Dengan suhu terbaik adalah 25-30C. Hal yang paling berpengaruh
dengan pertumbuhannya adalah salinitas atau kadar garam jumlah 0-29% sebagai
kadar maksimal untuk tumbuh dengan baik. Meski ikan nila bisa hidup di kadar
garam sampai 35% namun ia sudah tidak dapat tumbuh berkembang dengan baik
(Didik, 2010).
C. Kebiasaan Makan
Ikan nila termasuk dalam ikan pemakan segala atau Omnivora. Ikan ini dapat
berkembang biak dengan aneka makanan baik hewani maupun nabati. Ikan nila saat
masih benih, pakannya adalah plankton dan lumut sedangkan jika sudah dewasa ikan
nila mampu diberi makanan tambahan seperti pelet dan berbagai makanan lain yaitu
daun talas. Benih ikan nila biasanya mengkonsumsi zooplankton seperti Rotatoria,
Copepoda dan Cladocera termasuk alga yang menempel sehingga ikan ini
diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air (Nofyan, 2005).
D. Reproduksi
Sistem reproduksi merupakan system yang meliputi proses yang akhirnya
menghasilkan keturunan (individu baru) untuk mempertahankan kelestarian
spesiesnya. System reproduksi terkait dengan sistem saraf dan hormon. Untuk
menghasilkan keturunan secara alamiah diperlukan sel-sel kelamin, yaitu gonad
jantan (sperma) dan gonad betina (ovarium). Dalam mempelajari sistem reproduksi,
selain melihat jenis kelaminnya juga penting diketahui tingkat kematangan gonadnya
(TKG). Mengidentifikasi tingkat kematangan gonad dapat dilakukan pendugaan
tentang waktu atau musim pemijahan, tempat pemijahan, dan persiapan induk ikan
untuk dipijahkan. Penentuan tingkat pematangan gonad dapat berdasarkan ukuran,
bentuk, serta warna gonad atau berdasarkan pengamatan histologi (Arifin, 2007).
Tingkat kematangan gonad ialah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum
dan sesudah ikan memijah. Penambahan berat gonad (ovarium) pada ikan betina
adalah antara 10-25% dari berat tubuh, sedangkan gonad (testis) ikan jantan 5-10%.
Pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad ini diperlukan untuk membedakan
antara ikan yang akan memijah atau tidak, serta untuk menduga bilamana ikan akan
memijah, baru memijah atau selesai memijah. Pengamatan kematangan gonad dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara histologi dan morfologi. Cara histologi dilakukan
di laboratorium dengan mengamati anatomi perkembangan gonad secara mendetail.
Untuk melihat nilai secara kuantitatif dapat digunakan suatu indeks yang dinamakan
Indeks Kematangan Gonad yaitu perbandingan antara berat gonad dengan berat
tubuh ikan termasuk gonad yang dinyatakan dalam persen (Dermawan, 2006).
E. Kualitas Air
Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh dan
tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak atau limbah pabrik.
Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan
ikan. Lain halnya bila kekeruhan air disebabkan oleh adanya plankton. Air yang kaya
plankton dapat berwarna hijau kekuningan dan hijau kecokelatan karena banyak
mengandung Diatomae. Sedangkan plankton atau alga biru kurang baik untuk
pertumbuhan ikan. Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan yang
dapat diukur dengan alat yang disebut piring secchi (secchi disc). Untuk di kolam
dan tambak, angka kecerahan yang baik antara 20-35 cm. Debit air untuk kolam air
tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak
dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras. Nilai keasaman air (pH) tempat
hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang optimal
adalah antara 7-8. Suhu air yang optimal berkisar antara 25-30 C. Kadar garam air
yang disukai antara 0-35 ppt (Sugiarto, 1988).
F. Bahan yang digunakan
Bahan alternatif yang bersifat alami tersebut antara lain adalah propolis.
Propolis dilaporkan memiliki komposisi bahan yang dapat digunakan untuk
pengarahan kelamin ikan yaitu chrysin dan berbagai macam mineral. Chrysin
merupakan salah satu bahan aktif alami yang mengandung flovonoid sebagai
penghambat enzim aromatase atau lebih dikenal dengan aromatase inhibitor.
Aromatase merupakan enzim yang berfungsi sebagai katalis konversi testosteron
(androgen) menjadi estradiol (estrogen) (Dean, 2004).
Flavonoid juga terkandung dalam madu lebah yang digunakan untuk
pengarahan kelamin pada ikan nila GIFT Oreochromis niloticus yang diberikan
secara oral dengan dosis 200 ml/kg pakan dan tingkat keberhasilannya sebesar
93,33% (Syaifudin, 2004). Sebelumnya telah berhasil mengarahkan kelamin ikan
guppy menjadi jantan dengan perendaman induk selama 10 jam dengan dosis 60
ml/kg dan tingkat keberhasilan sebesar 59,5% (Martati, 2006). Sedangkan Djaelani
(2007) dan Sukmara (2007) yang melakukan dengan perendaman madu larva ikan
guppy, menghasilkan persentase jantan masing-masing 46,90% (dosis 10 ppt selama
10 jam) dan 46,99% (dosis 5 ppt selama 10 jam). Namun efektifitas penggunaannya
belum mencapai keberhasilan yang maksimal terkait dengan dosis dan metode
pemberiannya baik melalui perendaman maupun dicampurkan dengan pakan.
Kandungan glukosa dalam madu menyebabkan pH rendah sehingga kualitas air
budidaya menurun dan berdampak negatif terhadap kesehatan ikan pada dosis
tertentu (Sukmara, 2007).
Propolis mengandung flavonoid dengan kadar yang tinggi yaitu kandungan
bioflavonoid > 23.000 ppm/100ml) sehingga diharapkan lebih efektif dan efisien
berperan sebagai penghambat aromatase namun ramah lingkungan (Nafisah
Ummatul, 2008).
G. Sistematika Dan Morfologi Ikan
Adapun sistematika ikan mas koki menurut Lingga dan Susanto, (2003)
adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariphisysoidei
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus
Ikan mas koki memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik dibandingkan
dengan ikan mas koki. Secara morfologi ikan mas koki memiliki garis lateral
tunggal, lengkap, dan tidak terputus, bersisik stenoid serta memiliki gigi pada rahang
bawah. Bentuk ikan ikan mas koki umumnya tidak terlalu panjang . Warna tubuh
ikan mas koki kebanyakan berwarna orange dan pada ikan mas koki memiliki
tonjolan kecil diatas lubang hidungnya (Dermawan, 2006).
H. Habitat Ikan
Ikan mas koki hidup di air tawar seperti sungai dan danau. Habitat asli ikan mas koki
adalah didaerah yang beriklim subtropik dan lebih menyukai air tawar sebagai media
hidupnya. Ikan mas koki hidup dengan pertumbuhan optimal pada tempat dengan
ketinggian 150-1000 meter diatas permukaan laut. Ikan mas koki juga biasanya
hidup di sungai-sungai, danau, kolam, dan saluran dengan air mengalir atau
tergenang (Ghufran, 2009).
Di habitat aslinya yaitu danau atau sungai, ikan koki hidup di tepi danau atau
sungai sambil mengincar pakan berupa binatang kecil yang hidup diatas lapisan
lumpur tepi danau atau sungai. Berdasarkan kebiasaan ini, dapat memudahkan para
pembudidaya ikan dalam meningkatkan produksi ikan mas koki. Kebiasaan hidup di
alam, ikan mas koki yang dipelihara dikolam atau akuarium dapat dipijahkan
sepanjang tahun. Sedangkan ikan mas koki yang hidup di alam biasanya hanya dapat
memijah setelah musim hujan karena pada saat musim hujan banyak daratan yang
terendam air. Daratan yang sebelumnya kering setelah terendam air hujan akan dapat
merangsang ikan untuk memijah karena tempat tersebut mengeluarkan bau yang
khas, dimana bau khas tersebut dapat merangsang induk ikan untuk memijah.
I. Kebiasaan Makan
Ikan mas koki tergolong ikan pemakan segala (omnivora). Hal ini dapat
diketahui dengan pemberian pakan dapat berupa pakan buatan, tanaman lunak,
serangga, protozoa, dan crustacean. Benih ikan yang berukuran 10 cm biasaya
memakan jasad renik yang terdapat didasar kolam seperti Chironomidae,
Olighocaeta, Epiminidae, Thricoptera, Tubificidae, dan Mollusca. Kebiasaan buruk
ikan mas komet adalah ikan mas koki bukan termasuk ikan yang suka merawat anak-
anaknya. Jadi ada kemungkinan anak-anak ikan komet juga termakan oleh ikan lain
(Dermawan, 2006).
J. Kualitas Air
Kualitas air merupakan komponen yang penting untuk melakukan budidaya
ikan dan untuk kelangsungan hidup ikan. Adapun parameter kualitas air secara
umum penting untuk di ketahui dalam bedidaya ikan seperti suhu, pH, kelarutan
oksigen. Untuk lebih lengkap disajikan sebagai berikut :
1. Power of Hydrogen (pH)
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan
konsentrasi ion hidrogen pada perairan. Konsentrasi ion hidrogen tersebut dapat
mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan. Perairan dengan
nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam,
sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003).
Nilai pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malahan dapat
membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah, kandungan oksigen terlarut akan
berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen akan menurun, aktifitas pernafasan
akan naik, dan akibatnya selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi
paa suasana basa. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan,
misalnya proses nitrifikasi berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam
memperlihatkan peningkatan pada pH rendah.pH rendah akan mengakibatkan juga
keanekaragaman plankton dan benthos akan menurun (Ghufran, 2007).
2. Dissolved Oxygen (DO)
Dissolved Oxygen (DO) atau disebut juga oksigen terlarut merupakan
parameter yang sangat penting dalam mendeteksi adanya pencemaran lingkungan
perairan, karena oksigen dapat digunakan untuk melihat perubahan biota dalam
perairan. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas
yang ada di udara dan di air, kadar garam terlarut, dan adanya senyawa-senyawa atau
unsur-unsur yang teroksidasi dalam air. Semakin tinggi suhu, salinitas, dan tekanan
parsial gas yang terlarut dalam air maka kandungan oksigen makin berkurang
(Wardojo, 1975 dalam Effendi, 2004).
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut
dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh
organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air
berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air
hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty and
Olem, 1994 dalam Effendi, 2004). Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara
langsung pada kondisi air stagnant (diam) atau terjadi karena agitasi atau pergolakan
massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke
perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan
massa air atau gelombang.
3. Suhu
Sumber air yang dipilih untuk usaha budidaya perairan, airnya harus jernih
dan bebas dari bahan pencemaran. Beberapa sifat fisika-kimia yang harus diketahui
untuk mendukung pertumbuhan biota budidaya, yaitu suhu, DO, pH, dan sebaginya.
Keempat indicator kualitas air tersebut paling umum diukur untuk mengetahui baik
tidaknya kualitas air di suatu perairan. Indicator lainnya seperti CO2, ammonia, NO2
dan NO3, kadang diabaikan jika keempat indicator utama dalam kondisi optimum.
Suhu yang cocok untuk budidaya berbagai biota air adalah 23-320C. Didaerah tropic
seperti Indonesia, suhu perairan tidak menjadi masalah karena perubahan suhu
relative sangat kecil, yakni berkisar antara 27-320C (Ghufran, 2009).
Menurut Ghufran (2007), suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang, ketinggian dan permukaan air laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran air setra kedalaman air. Perubahan suhu berpengaruh
terhadap proses fisika, kiia, dan biologi badan perairan. Suhu juga mempengaruhi
proses metabolism organisme. Oleh karena itu penyebaran organisme dibatasi oleh
susu perairan. Dengan kata lain, suhu berperan mengendalikan kondisi ekosistem
perairan.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Ikan ini dilaksanakan pada
bulan November sampai Desember 2013 di Laboratorium Dasar Perikanan Program
Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum sex reversal ikan nila
(Oreochromis niloticus) disajikan sebagai berikut :
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikumNo Alat Spesifikasi Kegunaan1. Mikroskop 1 buah Alat untuk mengamati gonad ikan2. Glass objek 1 buah Tempat ikan diamati gonad ikan3. Cover glass 1 buah Penutup glass objek4. Alat bedah 1 set Alat untuk membedah ikan5. Kutex bening Secukupnya Perekat glass objek dan cover glass6. Baskom 1 buah Tempat perendaman larva7. Akuarium 1 buah Tempat memelihara larva ikan nila8. Aerator 1 buah Penambah oksigen dalam akuarium9. Tisu Secukupnya Untuk membersihkan alat10. Handsoap Secukupnya Untuk mencuci tangan selesai
praktikum
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum sex reversal ikan nila
(Oreochromis niloticus) disajikan sebagai berikut:
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikumNo. Bahan Spesifikasi Kegunaan1. Akriflavin Secukupnya Sex reversal2. Propolis Secukupnya Sex reversal3. Beepolen Secukupnya Sex reversal4. Madu Secukupnya Sex reversal5. Air Panas Secukupnya Melarutkan bahan padat
6. Asetokarmin Secukupnya Menunjukkan jenis kelamin ikan
7 Ikan Mas Koki Secukupnya Bahan percobaan praktikum8 Ikan Nila Secukupnya Bahan percobaan praktikum
C. Cara kerja
a. Persiapan Media Perendaman dan Pemeliharaan
Sebelum pelaksanaan praktikum dilakukan, media untuk perendaman dan
pemeliharaan dibersihkan. Media yang digunakan untuk perendaman berupa baskom
kecil sedangkan untuk media pemeliharaan menggunakan akuarium ukuran
35x60x40 cm3 sebanyak 4 buah yang dilengkapi dengan aerasi. Media pemeliharaan
ini kemudian dicuci bersih lalu dikeringkan terlebih dahulu sebelum diisi air. Air
yang digunakan pada praktikum ini bersumber dari tendon.
b. Konsentrasi bahan dan lama waktu perendaman
Kegiatan praktikum sex reversal yang digunakan dengan metode perendaman
dengan konsentrasi 80 mg/L untuk propolis, bee pollen dan dopamine, sedangkan
untuk akriflavin 20mg/L. Larva ikan nila yang digunakan masih berumur 7 hari
pasca penetasan. Lama waktu perendaman masing-masing bahan selama 10 jam.
Bahan-bahan yang berbentuk padatan sebelumnya dihaluskan terlebih dahulu
sedangkan untuk bahan berbentuk cairan langsung dicampurkan ke dalam air.
Setelah dihaluskan, bahan-bahan ditimbang sesuai kebutuhan yang telah ditentukan.
Air yang digunakan untuk melarutkan bahan-bahan menggunakan air hangat dengan
suhu 40°C.
c. Pemeliharaan larva
Setelah perendaman selesai, larva ikan nila dipelihara di akuarium 35x40x60
cm3 dengan padat tebar 200 ekor dalam 3 liter air. Selama pemeliharaan larva akan
diberi pakan berupa pelet dengan kombinasi Daphnia sp. Pemberian pakan selama
pemeliharaan diberikan secara ad libitum dengan frekuensi dua kali per hari pada
pagi dan sore hari.
d. Pemeriksaan gonad dengan metode asetokarmin
Pemeriksaan gonad akan dilakukan setelah pemeliharaan larva selama satu
bulan. Pengambilan gonad ikan dilakukan dengan cara membedah lalu diambil
gonadnya yang sebelumnya ikan terlebih dahulu dimatikan. Kemudian gonad
dicacah lalu diletakkan di atas gelas objek, usahakan gonad tidak terlalu tebal di
gelas objek. Selanjutnya, gonad yang telah dicacah diteteskan larutan asetokarmin
sebanyak dua tetes dan diamkan beberapa menit. Kemudian gelas objek ditutup
dengan cover glass atau kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Pewarnaan
dengan asetokarmin, sel bakal sperma akan tampak seperti garis-garis kecil dengan
jumlah yang banyak sedangkan sel bakal telur akan berbentuk bulatan besar
berwarna kuning kemerahan (Manssenreng, 2010).
e. Parameter yang diamati
1. Persentase Kelangsungan Hidup
Persentase kelangsungan hidup ikan nila dihitung dengan menggunakan
rumus Effendie (1997) adalah sebagai berikut :
Kelangsungan Hidup = NtNo
x 100%
Keterangan :
Nt = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor)
2. Persentase Kelamin Jantan
Persentase ikan nila jantan berdasarkan rumus Zairin (2004) adalah sebagai
berikut :
Persentase Ikan Jantan = Σ Ikan JantanΣ Ikan Total
x 100%
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, T T. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila. Absolut. Yogyakarta.
Arifin, 2007. Reproduksi Ikan Nila Seleksi dan Non Seleksi Pemijahan Buatan. PusatPeneliti dan Pengawasan Perairan : Bogor
Ariyanto, Didik. 2010. Diferensiasi Tiga Genotipe Ikan Nila. Bogor : InstitutPertanian Bogor.
Dermawan, Iwan. 2006. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : Penebar Swadaya.
Effendi, 1979. Pengantar Akuakultur . Penebar Swadaya. Jakarta
Ghufran, M. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta. Jakarta.
Ghufran, M. 2009. Budidaya Perairan Buku Kedua. P.T Citra Aditya Bakti. Bandung
Lamtorogung (Leucaena leucocephala). Skripsi. Fakultas perikanan danilmu kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Lingga,dkk. 2003. Biologi Umum. Gramedia : Jakarta
Leo Conway, M.D., 2009. Introduction of Bee Pollen. of Denver Colorado
Nofyan, E. 2005. Penagru Pemberian Pakan dari Sumber Nabati dan Hewani Terhadap Berbagai Aspek Fisiologi Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 5 (1).Simplex (Anggota IKAPI)”.
Sugiarto Ir, 1988. Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Nila. Penerbit CV
Susanto, H. 1997. Ikan Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widyanti, W. 2009. Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yangDiberi Berbagai Dosis Enzim Cairan Rumen Pada Pakan Berbasis Daun 48
LAPORAN TETAPPRAKTIKUM GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN
Oleh
Angga Reza Seftian05121005010
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA2013