laporan bpk atas bp migas

7
1 Cost Recovery dalam Kontrak Production Sharing Migas dan Gas Bumi di Indonesia 1 1.Peranan sektor migas dalam perekonomian Indonesia Sebagaimana diketahui, minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable). Tadinya Indonesia merupakan negara pengekspor neto minyak maupun gas bumi. Kini Indonesia merupakan pengimpor neto minyak bumi karena produksi nasional sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan nasional. Di lain pihak, Indonesia dewasa ini merupakan salah satu produsen dan eksportir gas alam terbesar di dunia. Hampir seluruh kegiatan produksi minyak dan gas bumi di Indonesia dilakukan oleh perusahaan asing. Karena terus menerus dilanda KKN, peranan Pertamina dalam ekplorasi dan penambangan migas jauh tertinggal dari perusahaan yang lebih muda seperti Petronas dan Citic. Karena pemberian hak monopoli, peranan Pertamina yang menonjol hanya pada pengilangan dan distribusi di dalam negeri. Karena keterbatasan modal, keahlian dan pengalaman, keikut sertaan perusahaan swasta nasional dalam eksplorasi dan penambangan minyak baru pada tahap awal. Kasus semburan lumpur di Sidoarjo menggambarkan keterbatasan perusahaan swasta nasional dalam ekplorasi dan eksploitasi migas. Walaupun sumbangan industri atau sektor minyak dan gas bumi terhadap perekonomian Indonesia sudah semakin menurun dibandingkan dengan masa jayanya pada dasawarsa 1973-1983, peranannya masih tetap penting. Pada 2004, sebesar 9,3 dari PDB Indonesia adalah bersumber dari sektor itu. Hampir seperempat dari nilai ekspor Indonesia adalah berupa ekspor minyak dan gas bumi. Minyak dan gas bumi sekaligus merupakan penyumbang utama bagi penerimaan negara. Hampir seperlima dari pajak penghasilan adalah dipungut dari sektor ini. Dengan demikian, hampir 9% dari Pajak Dalam Negeri, 8% dari Penerimaan Perpajakan dan hampir 6% dari Penerimaan Negara dan Hibah adalah berasal dari migas dan gas bumi. Penerimaan negara dari perusahaan penambangan migas adalah diterima dalam bentuk mata uang US Dollar, dalam mata uang mana komoditi migas pada umumnya diperdagangkan di 1 Makalah untuk Seminar “Cost Recovery: Daya Tarik Investasi Atau Beban Bagi Negara”, Masyarakat Mahasiswa Universitas Trisakti, Senin, 11 Juni 2007, pukul 10:00-14:00, Ruang Seminar Gedung D, Lantai 8, Universitas Triksakti, Jakarta.

Upload: muhammad-faisal

Post on 23-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan BPK Atas BP MIgas

1

Cost Recovery dalam Kontrak Production Sharing Migas dan Gas Bumi

di Indonesia1

1.Peranan sektor migas dalam perekonomian Indonesia

Sebagaimana diketahui, minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam

yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable). Tadinya Indonesia merupakan negara

pengekspor neto minyak maupun gas bumi. Kini Indonesia merupakan pengimpor

neto minyak bumi karena produksi nasional sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan

nasional. Di lain pihak, Indonesia dewasa ini merupakan salah satu produsen dan

eksportir gas alam terbesar di dunia.

Hampir seluruh kegiatan produksi minyak dan gas bumi di Indonesia

dilakukan oleh perusahaan asing. Karena terus menerus dilanda KKN, peranan

Pertamina dalam ekplorasi dan penambangan migas jauh tertinggal dari perusahaan

yang lebih muda seperti Petronas dan Citic. Karena pemberian hak monopoli, peranan

Pertamina yang menonjol hanya pada pengilangan dan distribusi di dalam negeri.

Karena keterbatasan modal, keahlian dan pengalaman, keikut sertaan perusahaan

swasta nasional dalam eksplorasi dan penambangan minyak baru pada tahap awal.

Kasus semburan lumpur di Sidoarjo menggambarkan keterbatasan perusahaan swasta

nasional dalam ekplorasi dan eksploitasi migas.

Walaupun sumbangan industri atau sektor minyak dan gas bumi terhadap

perekonomian Indonesia sudah semakin menurun dibandingkan dengan masa jayanya

pada dasawarsa 1973-1983, peranannya masih tetap penting. Pada 2004, sebesar 9,3

dari PDB Indonesia adalah bersumber dari sektor itu. Hampir seperempat dari nilai

ekspor Indonesia adalah berupa ekspor minyak dan gas bumi. Minyak dan gas bumi

sekaligus merupakan penyumbang utama bagi penerimaan negara. Hampir seperlima

dari pajak penghasilan adalah dipungut dari sektor ini. Dengan demikian, hampir 9%

dari Pajak Dalam Negeri, 8% dari Penerimaan Perpajakan dan hampir 6% dari

Penerimaan Negara dan Hibah adalah berasal dari migas dan gas bumi. Penerimaan

negara dari perusahaan penambangan migas adalah diterima dalam bentuk mata uang

US Dollar, dalam mata uang mana komoditi migas pada umumnya diperdagangkan di

1 Makalah untuk Seminar “Cost Recovery: Daya Tarik Investasi Atau Beban Bagi Negara”, Masyarakat Mahasiswa Universitas Trisakti, Senin, 11 Juni 2007, pukul 10:00-14:00, Ruang Seminar Gedung D, Lantai 8, Universitas Triksakti, Jakarta.

Page 2: Laporan BPK Atas BP MIgas

2

pasar dunia. Oleh karena itu, penerimaan negara dari migas sekaligus menutup defisit

anggarannya maupun defisit neraca pembayaran luar negeri. Dengan demikian

jelaslah bahwa kenaikan harga, maupun produksi migas serta perolehan negara dari

industri migas, sangat menentukan bagi perekonomian Indonesia.

2. Sekilas tentang kontrak bagi hasil (Production Sharing)

Sebelum berlakunya UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,

eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi di Indonesia adalah didasarkan pada

Kontrak Bagi Hasil (PSC-Production Sharing Contract). Pada masa itu, berdasarkan

UU No 8 Tahun 1971, tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Negara, Pertamina ditunjuk oleh Pemerintah untuk mewakilinya dalam melakukan

kontrak dengan pengusaha migas, yang pada umumnya merupakan perusahaan asing.

Artinya, untuk dan atas nama pemerintah, Pertamina melakukan kontrak dengan

perusahaan asing dan sekaligus mengawasi pelaksanaan kontrak tersebut.

UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi merubah PSC menjadi

Kontrak Kerjasama (KKKS). Undang-Undang ini sekaligus mengalihkan pengelolaan

kontrak dengan perusahaan pertambangan dari Pertamina kepada Badan Pelaksana

Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). Berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 42 Tahun 2002, BPMIGAS merupakan aparat pemerintah.

Dalam PSC, Pemerintah (c.q. Pertamina) membagi hasil produksi bersih

menurut suatu persentase tertentu. Hasil produksi bersih merupakan selisih antara

hasil penjualan produksi migas (lifting) dengan biaya pokok atau biaya operasinya.

Nilai produksi bersih yang akan dibagi oleh pemerintah dengan kontraktor migas

disebut sebagai Equity to be Split (ETBS). Perhitungan bagi hasil antara pemerintah

dengan perusahaan migas itu dilakukan setiap tahun. Pada hakikatnya, biaya operasi

yang timbul dalam pelaksanaan kontrak PSC adalah diganti atau ditanggung oleh

pemerintah. Kontraktor membayar terlebih dahulu (menalangi) nilai pengeluaran

untuk biaya operasi tersebut. Selain menyediakan dana, kontraktor wajib

menyediakan teknologi, peralatan dan keahlian yang diperlukan bagi eksplorasi dan

eksploitasi migas tersebut dan menanggung semua risiko yang timbul daripadanya.

Penggantian biaya operasi oleh Pemerintah tersebut dalam perhitungan bagi hasil

disebut sebagai Cost Recovery.

3. Realisasi PCS tahun 2001-2005

Page 3: Laporan BPK Atas BP MIgas

3

Sebagaimana telah disebut di atas, pendapatan yang diperhitungkan dalam

perhitungan bagi hasil adalah nilai pendapatan yang merupakan nilai produksi

atau lifting yang biasanya merupakan nilai pengiriman/ penyerahan baik ekspor

maupun domestik dari minyak dan gas bumi. Sementara itu, jumlah biaya yang

merupakan cost recoverable selama tahun tertentu terdiri dari:

1. Insentif Investment Credit. Investment Credit adalah insentif yang diberikan oleh

pemerintah kepada kontraktor untuk merangsang kontraktor menambah

investasinya. Insentif diberikan berupa pengembalian (recovery) sejumlah nilai

tertentu (biasanya sebesar prosentase tertentu yang ditetapkan dalam kontrak)

dari investasi yang langsung berhubungan dengan pembangunan fasilitas

produksi migas (direct production oil/ gas facilities).

2. Cost Recovery (CR) yang merupakan biaya operasi yang dimintakan

penggantiannya yang terdiri atas biaya eksplorasi, biaya produksi (termasuk

penyusutan), dan biaya administrasi (termasuk interest recovery)

Seperti yang telah diuraikan di atas, perbedaan antara pendapatan

penjualan lifting dengan cost recoverable merupakan ETBS yang dibagi antara

Pemerintah dengan perusahaan migas berdasarkan kontrak perjanjian PSC.

Tabel 1 menggambarkan realisasi perhitungan bagi hasil operasi minyak

bumi selama periode 2001-2005. Tabel 2 mencerminkan realisasi perhitungan

bagi hasil operasi gas alam dalam periode yang sama. Kedua tabel itu

menguraikan besarnya volume lifting kedua komoditi itu, hasil penjualan

produksi, cost recovery maupun ETBS serta pembagiannya antara pemerintah dan

perusahaan migas.

Tabel 1 Perhitungan Bagi Hasil dari Operasi Minyak Bumi (Oil

Operation)

Page 4: Laporan BPK Atas BP MIgas

4

Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005

Lifting Ribu Barrels (MBBL) 436.402 407.136 367.835 337.070 364.375 Revenue (US$000) 10.305.587 10.009.023 10.557.198 12.354.540 19.203.739Cost Recovery (US$000) 2.729.609 3.055.054 3.177.983 3.181.713 4.358.532 ETBS (US$000) 7.575.978 6.953.969 7.379.215 9.172.827 14.845.207

Government Share (US$000) 6.599.327 6.288.679 6.691.213 8.267.043 13.015.574Contractor Share (US$000) 976.651 665.290 688.002 905.784 1.829.633 Sumber: Diolah dari Laporan BPMIGAS.

Tabel 2. Perhitungan Bagi Hasil dari Operasi Gas Bumi (Gas

Operation)

Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 Lifting (MMCF) 1.647.490 1.828.467 1.967.690 1.804.121 2.209.755 Revenue (US$000) 6.207.247 6.655.897 7.972.673 9.695.570 13.163.254Cost Recovery (US$000) 1.618.290 2.004.971 2.339.369 2.421.366 3.324.978 ETBS (US$000) 4.588.957 4.650.926 5.633.304 7.274.204 9.838.276

Government Share (US$000) 3.504.436 3.343.972 4.154.172 5.204.324 6.905.977 Contractor Share (US$000) 1.084.521 1.306.954 1.479.132 2.069.880 2.932.299 Sumber: Diolah dari Laporan BPMIGAS.

Tabel 1 dan 2 menggambarkan adanya kenaikan nilai pendapatan negara dari

penambangan minyak dan gas bumi selama periode 2001-2005. Sumber utama dari

kenaikan peneriman itu adalah akibat dari kenaikan harga kedua komoditi itu di pasar

dunia. Kedua Tabel itu menggambarkan bahwa kenaikan volume lifting minyak dan

gas bumi tidak begitu besar. Lambatnya kenaikan produksi migas itu, antara lain

adalah karena lambatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas karena adanya

gangguan pada stabilitas nasional sejak terjadinya krisis perekonomian nasional tahun

1997-1998.

4.Berbagai masalah dalam penerapan konsep Cost Recovery

Page 5: Laporan BPK Atas BP MIgas

5

Berbagai konsep dalam perpajakan2 dapat digunakan untuk menganalisis

konsep cost recovery yang dipergunakan dalam industri minyak dan gas bumi di

Indonesia. Konsep-konsep itu adalah upaya untuk menghindari pembayaran pajak (tax

avoidance) ataupun menggelapkannya (tax evasion), ketidaktaatan akan aturan pajak

(noncompliace), laporan atas pendapatan yang terlalu rendah (missreporting) maupun

perhitungan biaya (recoverable cost) yang lebih tinggi. Termasuk dalam kelompok

penerimaan adalah pemasaran serta harga dan transfer pricing atas penjualan kepada

anak ataupun induk perusahaan di luar negeri. Di lain pihak, pengadaan dari anak

perusahaan sendiri menggunakan tingkat harga yang lebih tinggi daripada harga pasar

(over pricing). Sebagian dari masalah ini adalah tergantung pada penafsiran atas hal-

hal yang tidak diperhitungkan atau dikecualikan (exemptions) dalam perhitungan

besarnya beban pajak ataupun komponen yang dapat dikurangkan (deductions) dari

perhitungan beban itu.

Dengan menggunakan konsep perpajakan itu, dapatlah disimpulkan bahwa

perlu diperhatikan berbagai hal-hal berikut dalam mendesain maupun mengontrol

pelaksanaan cost recovery. Pertama, laporan tentang produksi (lifting) minyak dan gas

bumi. Kedua, bagaimana pemasaran produk itu, tingkat harga serta kemungkinan

adanya transfer pricing. Ketiga, apa komponen yang masuk dalam perhitungan biaya.

Keempat, apakah tidak ada over priving dari supplier milik sendiri?

Kelima, komponen apa saja yang dapat dikecualikan (exemptions) dalam

menghitung biaya. Keenam, komponern apa saja yang dapat dikeluarkan

(deductables) dari perhitungan biaya. Jika perhitungan itu tidak cermat dan

definisinya tidak tegas, dapat merugikan pemerintah atau perusahaan migas. Di satu

pihak, biaya yang dapat dibayar kembali (recoverable) itu seyogyanya dapat

memberikan insentif bagi perusahaan migas untuk melakukan kegiatan usahanya

dengan risiko tinggi itu. Di lain pihak, biaya produksi yang tidak rasional akan

mengurangi ETBS sehingga mengurangi porsi yang akan dibagi oleh pemerintah

dengan perusahaan migas. Dalam biaya produksi yang terlalu tinggi itu, perusahaan

sudah mengambil keuntungan terlebih dahulu yang disembunyikan dalam bentuk

biaya. Praktik seperti ini akan merugikan pemerintah akan rugi walaupun porsi

pembagian ETBS kepada negara cukup besar.

2 Lihat, misalnya, Joel Slemrod, 2007. “Cheating Ourselves: The Economics of Tax Evasion”. dan Michael J. Graetz, 2007, “Tax Reform Unraveling”. Keduanya ada dalam The Journal of Economic Perspectives Vol. 21, No. 1, Winter, masing-masing pada halaman 25-48 dan 69-1990.

Page 6: Laporan BPK Atas BP MIgas

6

5.Temuan BPK-RI selama periode 2004-2005

Hasil Pemeriksaan BPK-RI atas Cost Recovery beberapa KKKS untuk tahun

buku 2004 dan 2005 mencerminkan masih perlunya peningkatan kontrol BPMIGAS

dan Departemen ESDM pada implementasi cost recovery. Hasil Pemeriksaan itu

sudah disampaikan ke DPR-RI per 8 Augustus 2006. Nilai seluruh Temuan

Pemeriksaan BPK itu lebih dari Rp14,20 Triliun. Jumlah ini merupakan nilai koreksi

pengurangan cost recovery yang direkomendasikan oleh BPK-RI untuk perhitungan

bagi hasil sesuai kontrak PSC pada lima KKKS tersebut di atas. Cost recoverable

yang terlalu tinggi itu telah mengurangi porsi pemerintah atas penambangan minyak

dan gas bumi. Memenuhi permintaan DPR, dewasa ini, BPK-RI juga tengah

menyelesaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas pelaksanaan kontrak PSC tahun 2005

pada beberapa KKKS lainnya.

Temuan BPK-RI atas pelaksanaan kontrak PSC terutama menyangkut nilai

cost recoverable yang terdiri dari insentif dan cost recovery umumnya terjadi karena:

i. Adanya pasal-pasal terbuka yang mencerminkan adanya aturan yang sangat

longgar mengenai biaya-biaya yang dapat diperhitungkan dalam cost recovery,

termasuk deductions serta exemptions.

ii. Adanya pasal tertentu yang terkesan “saling bertentangan” satu sama lain. Hal ini

dapat dilihat dari pasal dalam kontrak PSC (induk) yang mengatur tidak dapat

dibebankannya biaya bunga ke dalam biaya operasi, namun dalam lampiran

kontrak PSC (yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari kontrak PSC/ induk)

membolehkan pembebanan biaya bunga ke dalam biaya operasi dalam rangka

cost recovery.

6. Saran

Pemerintah, khususnya BPMIGAS, memerlukan ahli hukum pertambangan

migas yang handal, ahli teknik yang piawai serta akuntan yang prima untuk dapat

menyempurnakan dan mengawasi pelaksanaan konsep-konsep yang berkaitan dengan

cost recovery maupun untuk menerapkannya. Koreksi itu, adalah, antara lain berupa

upaya pencegahan dan pengendalian sebagai berikut:

a. Mengaktifkan fungsi perencanaan, penganggaran, monitoring, dan

pengendalian kegiatan yang dilakukan oleh KKKS melalui persetujuan kegiatan

Page 7: Laporan BPK Atas BP MIgas

7

berbentuk Work Program and Budget (WP&B) dan Authorization For

Expenditure (AFE) oleh BPMIGAS. Pengendalian ini akan lebih efektif apabila

di internal BPMIGAS telah berjalan suatu kebijakan dan prosedur yang

memadai agar tujuan pengendalian dapat tercapai dalam rangka pengendalian

finansial operasi KKKS;

b. Mengambil tindakan korektip berupa kegiatan pemeriksaan off-site maupun on-

side, baik yang dilakukan oleh BPMIGAS dan Pemerintah RI maupun oleh

Badan Pemeriksa Keuangan;

c. Mengawasi jumlah dan jenis produksi (lifting), distribusi serta pemasaran

maupun kewajaran harganya;

d. Memperjelas komponen perhitungan biaya dan definisinya secara rinci;

e. Memperjelas apa yang disebut dengan exemptions beserta definisinya;

f. Memperjelas komponen deductibles beserta definisinya.