laporan biopros oncom hitam nata de pina - copy

4
[Type text] [Type text] [Type text] ONCOM Oncom adalah makanan tradisional Indonesia yang berasal dari daerah Jawa Barat. Oncom merupakan sumber gizi yang potensial untuk masyarakat, karena dengan adanya proses fermentasi, maka struktur kimia bahan-bahan yang tadinya bersifat kompleks, akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Saat ini dikenal dua jenis oncom, yaitu merah dan hitam. Perbedaan kedua jenis oncom tersebut terletak pada jenis kapang. Oncom merah dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila yang mempunyai strain jingga, merah, merah muda, dan warna peach. Sedangkan oncom hitam dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus. Jadi, warna merah atau hitam pada oncom ditentukan oleh warna pigmen yang dihasilkan oleh kapang yang digunakan dalam proses fermentasi (Hesseltine 1961). Oncom dapat dibuat dari kacang kedelai dan kacang tanah. Bahan baku lainnya yang diperlukan dalam pembuatan oncom adalah kapang. Kapang oncom dapat mengeluarkan enzim lipase dan protease yang aktif selama proses fermentasi dan memegang peranan penting dalam penguraian pati menjadi gula, penguraian bahan-bahan dinding sel kacang, dan penguraian lemak, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester yang berbau sedap dan harum (Jay 2000). Pada saat pembuatan oncom, sangat penting untuk memperhatikan masalah sanitasi dan higiene untuk mencegah timbulnya pencemaran dari mikroba-mikroba lain, terutama kapang Aspergillus flavus yang mampu memproduksi racun aflatoksin. Kapang Aspergillus flavus juga biasanya tumbuh pada kacang-kacangan dan biji- bijian yang sudah jelek mutunya sehingga sangat dianjurkan menggunakan bahan baku yang baik mutunya untuk mencegah terbentuknya racun aflatoksin. Akan tetapi, Rhizopus oligosporus mampu berperan sebagai penekan produksi aflatoksin (Jay 2000). Oncom segar yang baru jadi hanya dapat bertahan selama 1 – 2 hari pada suhu ruang, setelah itu oncom akan rusak. Kerusakan tersebut disebabkan oleh enzim proteolitik yang mendegradasi protein seingga terbentuk ammonia, yang menyebabkan oncom tidak layak lagi dikonsumsi (Sarwono 2005). Proses fermentasi oleh kapang Rhizopus oligosporus dapat mencegah terjadinya efek flatulensi (kembung perut). Selama proses fermentasi oncom, kapang akan menghasilkan enzim alpha-galaktosidase yang dapat 1

Upload: ajeng-nur-aulia

Post on 07-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

biopros

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Biopros Oncom Hitam Nata de Pina - Copy

[Type text] [Type text] [Type text]

ONCOM

Oncom adalah makanan tradisional Indonesia yang berasal dari daerah Jawa Barat. Oncom merupakan sumber gizi yang potensial untuk masyarakat, karena dengan adanya proses fermentasi, maka struktur kimia bahan-bahan yang tadinya bersifat kompleks, akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Saat ini dikenal dua jenis oncom, yaitu merah dan hitam. Perbedaan kedua jenis oncom tersebut terletak pada jenis kapang. Oncom merah dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila yang mempunyai strain jingga, merah, merah muda, dan warna peach. Sedangkan oncom hitam dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus. Jadi, warna merah atau hitam pada oncom ditentukan oleh warna pigmen yang dihasilkan oleh kapang yang digunakan dalam proses fermentasi (Hesseltine 1961).

Oncom dapat dibuat dari kacang kedelai dan kacang tanah. Bahan baku lainnya yang diperlukan dalam pembuatan oncom adalah kapang. Kapang oncom dapat mengeluarkan enzim lipase dan protease yang aktif selama proses fermentasi dan memegang peranan penting dalam penguraian pati menjadi gula, penguraian bahan-bahan dinding sel kacang, dan penguraian lemak, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester yang berbau sedap dan harum (Jay 2000).

Pada saat pembuatan oncom, sangat penting untuk memperhatikan masalah sanitasi dan higiene untuk mencegah timbulnya pencemaran dari mikroba-mikroba lain, terutama kapang Aspergillus flavus yang mampu memproduksi racun aflatoksin. Kapang Aspergillus flavus juga biasanya tumbuh pada kacang-kacangan dan biji-bijian yang sudah jelek mutunya sehingga sangat dianjurkan menggunakan bahan baku yang baik mutunya untuk mencegah terbentuknya racun aflatoksin. Akan tetapi, Rhizopus oligosporus mampu berperan sebagai penekan produksi aflatoksin (Jay 2000). Oncom segar yang baru jadi hanya dapat bertahan selama 1 – 2 hari pada suhu ruang, setelah itu oncom

akan rusak. Kerusakan tersebut disebabkan oleh enzim proteolitik yang mendegradasi protein seingga terbentuk ammonia, yang menyebabkan oncom tidak layak lagi dikonsumsi (Sarwono 2005).

Proses fermentasi oleh kapang Rhizopus oligosporus dapat mencegah terjadinya efek flatulensi (kembung perut). Selama proses fermentasi oncom, kapang akan menghasilkan enzim alpha-galaktosidase yang dapat menguraikan rafinosa dan stakhiosa kedelai sampai pada level yang sangat rendah, sehingga tidak berdampak pada terbentuknya gas (Jay 2000).

Selama proses fermentasi berlangsung, bahan baku oncom mengalami perubahan sifat fisik dan kimia, seperti rasa, aroma, warna, tekstur, kandungan zat gizi dan sifat organoleptiknya lebih disukai dibandingkan sebelum difermentasikan (Sofyan 2002). Proses fermentasi dapat menghilangkan zat anti nutrisi dan racun yang biasanya terdapat pada bahan mentah, misalnya kedelai atau kacang-kacangan yang lainnya (Suliantari dan Rahayu 1990). Aspergilus flavus adalah salah satu jenis kapang yang menghasilkan mikotoksin yang disebut aflatoksin. Menurut Kasno (2004), kontaminasi aflatoksin pada kacang tanah dalam bentuk polong segar, polong kering, biji serta produk olahan sederhana seperti oncom. Penggunaan kapang Rhizopus oligosporus dapat mengurangi aflatoksin bungkil sebesar 60% (Slamet dan Tarwotjo 1971). Selain itu dengan adanya aktivitas mikroorganisme selama proses fermentasi, maka sifat-sifat bahan mentah yang tidak disukai seperti bau, rasa dan lain sebagainya dapat ditingkatkan nilainya.

2.2 NATA DE PINA

Nenas merupakan salah satu tanaman komoditi yang banyak ditanam di Indonesia. Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya yang mengandung gizi yang cukup tinggi. Sebagai komoditi hortikultura, buah nenas telah banyak diolah menjadi berbagai macam produk seperti jam, sirup, sari buah, nektar serta buah dalam botol atau kaleng. Dari berbagai macam

1

Page 2: Laporan Biopros Oncom Hitam Nata de Pina - Copy

2

pengolahan tersebut, akan diperoleh limbah nenas dalam jumlah yang cukup besar. Limbah buah nenas tersebut terdiri dari limbah kulit, limbah mata, dan limbah hati. Limbah atau hasil ikutan (side product) nenas belum banyak dimanfaatkan. Mengingat limbah yang belum banyak, maka perlu dicari pemanfaatan dari limbah nenas. Salah satu alternatif pemanfaatan limbah nenas yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatannya menjadi produk nata de pina (Tahir et al. 2008)

Nata merupakan produk fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum yang tergolng kelompok bakteri asam asetat. Jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula, bakteri ini akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat dan padatan putih yang terapung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata. Pada dasarnya produksi nata dengan media sari buah nenas telah banyak dilakukan yakni dikenal sebagai nata de pina, tetapi dengan mencoba produksi nata dengan menumbuhkan bakteri Acetobacter xylinum pada media limbah buah nenas belum dilakukan. Untuk dapat mengaktifkan produksi nata oleh bakteri dibutuhkan nutrien dari media yang mengandung gula, nitrogen, vitamin dan mineral. Berdasarkan kebutuhan nutrien ini maka limbah buah nenas diduga cukup bermanfaat sebagai media pertumbuhan bakteri nata. Limbah buah nenas baik limbah kulit, limbah mata maupun limbah hati diharapkan mampu memberikan nutrien bagi Acetobacter xylinum sehingga dapat menghasilkan nata (Tahir et al. 2008)

Acetobacter xylinum mempunyai sifat sensitif terhadap perubahan dari sifat fisik dan kimia lingkungan, dan ini akan berpengaruh terhadap nata yang dihasilkan (Lapuz et al. 1967). Acetobacter xylium mempunyai aktivitas oksidasi lanjutan yang sangat lambat dan mengubah asam. Menurut Valla dan Kjosbakken (1981), bakteri Actobacter xylinum mempunyai aktifitas dapat memecah gula untuk mensintesa selulosa ekstraseluler. Selulosa yang terbentuk berupa benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata. Dari penelitian dengan menggunakan sinar X diketahui bahwa

pola selulosa yang dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum identik dengan struktur selulosa kapas.

Hal-hal yang berpengaruh dalam fermentasi yaitu bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata de pina harus memenuhi kualitas baik, bahan pembantu yang digunakan adalah gula sebagai sumber carbon; kalium nitrat, ammonium nitrat atau ammonium fosfat atau Amonium sulfat (urea) dan yeast ekstrak yang berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Serta asam asetat glasial atau cuka biang berfungsi untuk mengatur derajat keasaman (pH) media fermentasi. pH optimum berkisar antara 4-5. Suhu yang dibutuhkan adalah suhu kamar (28°C - 31°C). Udara yang secara langsung mengenai produk nata, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan nata. Penutupan dilakukan menggunakan media yang bersih untuk menghindari kontaminasi dan juga media yang mendapatkan pertukaran oksigen. Pembuatan nata pada ruang gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung ataupun cahaya lampu akan mempercepat pembentukan struktur nata dan nata yang dihasilkan akan tebal (Tahir et al. 2008)