laporan bbhp part iii (krustacea)
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya
mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km2.
Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan
yang sangat berlimpah, salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang ada di
Perairan Indo Pasifik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis ada di
Perairan Indonesia. Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan
mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrata, dan jenis lain yang
tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa disebut
rajungan (Bahar, 2004).
Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang
lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu
subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti
lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan
akuatik, hidup di air tawar atau laut, walaupun beberapa kelompok telah
beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Mayoritas dapat bebas
bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan
menumpang pada inangnya (Anonymous, 2007).
Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu
(sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks
dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri
dari 1 pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di
sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah.]
Sementara pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian
ujungnya terdapat ekor. Pada udang betina, kaki di bagian abdomen juga
berfungsi untuk menyimpan telurnya. Sistem pencernaan Crustacea dimulai dari
mulut, kerongkong, lambung, usus, dan anus. Sisa metabolisme akan
diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf Crustacea disebut sebagai sistem saraf
tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena (indra
peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan). Hewan-
hewan Crustacea bernapas dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya
dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem peredaran darah
terbuka, O2masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan
arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tumbuh tanpa melalui
pembuluh darah. Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan betina) dan
pembuhan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Untuk dapat
menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami pergantian kulit (ekdisis) berkali-
kali (Anonymous, 2007).
Crustacea dibagi menjadi 2 sub-kelas, yaitu Entomostraca (udang-
udangan rendah) dan Malacostrata (udang-udangan besar). Entomostraca
umumnya berukuran kecil dan merupakan zooplankton yang banyak ditemukan di
perairan laut atau air tawar. Golongan hewan ini biasanya digunakan sebagai
makanan ikan, contohnya adalah ordo Copepoda, Cladocera, Ostracoda, dan
Amphipoda. Sedangkan, Malacostrata umumnya hidup di laut dan pantai, yang
termasuk ke dalam Malacostrata adalah ordo Decapoda dan Isopoda. Contoh dari
spesiesnya adalah udang windu (Panaeus), udang galah (Macrobanchium
rosenbergi), rajungan (Neptunus pelagicus), dan kepiting (Portunus sexdentalus)
(Anonymous, 2007).
Dilihat dari lingkungan hidupnya, ada yang hidup di laut, air tawar, air
payau, bahkan ada yang hidup di daerah ekstrem seperti daerah danau garam.
Jenis hewan ini merupakan hasil perikanan yang paling digemari oleh masyarakat
kalangan atas karena dagingnya yang khas, sehingga harganya mahal (Suwignyo,
1997).
Apabila ditinjau dari segi bentuk, ukuran dan adaptasi lingkungan, hewan
avertebrata mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Sedangkan dari segi ukuran
dijumapi mulai dari ukuran mikrometer sampai pada ukuran meter, dari bentuk
tubuh yang sederhana sampai yang kompleks (Suwignyo, 1997).
Pada saat ini Indonesia lebih banyak melakukan ekspor rajungan ke
Amerika Serikat dan juga ke Negara Jepang. Karena kedua negara ini memiliki
tingkat konsumsi seafood yang tinggi. Krustasea dan moluska termasuk jenis ikan
yang bercangkang (Shell fish) yang sama-sama tergolong hewan avertebrata,
tetapi sifat fisik pada jenis hewan krustacea dan moluska sangatlah berbeda
sehingga hal tersebut merupakan ciri khas yang menyebabkan perbedan antara
keduanya (Suwignyo, 1997).
Jenis ikan pada filum krustasea yaitu udang, lobster, kepiting, rajungan,
dan lain sebagainya. Sedangkan pada filum moluska meliputi siput, kerang, cumi-
cumi, sotong, ubur-ubur, teripang, dan gurita. Kebanyakan dari jenisnya hidup
dalam cangkang tiga pelindung kepala dan tubuhnya yang lunak. Cangkang
tersebut dihasilkan oleh selaput tubuh yang berselaput (Suwignyo, 1997).
Sumberdaya perikanan krustacea merupakan kelas besar dalam ivertebrata
yang mencakup udang, lobster, kepiting, dan rajungan yang masih tergolong pada
perikanan air payau atau mangrove karena kelonpok ini terdapat di sekitar pantai,
baik di tambakan maupunndi hutan bakau. Sangatlah dipengaruhi oleh pasang
surut air dan aliran air sungai, siklus makanan tetapi juga masih mempunyai andil
menciptakan suasana lingkungan yang cocok (Suwignyo, 1997).
Sisa atau limbah yang dihasilkan dari produk perikanan misalnya saja
peroduk pengalengan daging udang, biasanya tidak dibuat begitu saja, tetapi
dimanfaatkan menjadi pakan atau makanan ikan, tentunya ditambah bahan lainnya
(Suwignyo, 1997).
B. Tujuan
Praktikum sumberdaya perikanan krustacea ini dilaksanakan dengan
tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Mahasiswa mengetahui bagian-bagian tubuh hewan krustacea.
2. Mahasiswa mengetahui berat daging yang dapat dimakan (edible flesh)
beberpa jenis hewan krustacea.
3. Mahasiswa mengetahui bentuk-bentuk preparasi udang.
4. Mahasiswa mengetahui manfaat yang dapat diambil dar cangkang, daging serta
zat yang terkandung di dalamnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)
Sistematika Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) menurut
Syamsuri (2000) adalah sebagai berikut :
filum : Arthropoda
kelas : Crustacea
ordo : Decapoda
famili : Plaemonidae
genus : Macrobrachium
spesies : Macrobrachium rosenbergii
Tubuhnya terdiri dari kepala, dada, dan perut. Bagian kepala dan dada
menyatu disebut dengan chepalotorax. Pernafasannya menggunakan insang, alat
ekskresinya adalah sepasang kelenjar atena, system syaraf cenderung memusat
menjadi semacam otak dan terjadinya ganglia. Ukurannya lebih kecil
dibandingkan udang windu. Alat inderanya terdiri dari mata majemuk, bintik
mata, statocyst, dan photoreseptor. Alat peraba dan cemoreseptoserat kebanyakan
diocicus. Udang ini merupakan makanan utama bagi ikan-ikan karnovora di
perairan laut. Udang galah sudah dibudidayakan di daerah tambak dan dikonsumsi
dalam bentuk segar oleh masyarakat. Di Indonesia sendiri sudah diekspor ke
Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan harga yang bersaing (Suwignyo, 1997).
Udang galah merupakan udar air tawar yang berukuran cukupp besar dan
rasanya sangat lezat sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi baik untuk
dikonsumsi dalam negeri maupun ekspor. Udang galah termasuk filum
palmonidae. Badang udang terdiri atas tiga bagian, yaitu kepala dan dada
(chepalotorax), badan (abdomen) serta ekor (uropoda). Cepaltothorax dibungkus
oleh kulit keras dan bagian depan kepala terdapat tonjolan karapas yang bergerigi
disebut rostrum pada bagian atas sebanyak 11-13 buah dan bagian bawah 8-14
buah. Udang galah hidup pada dua habitat, pada stadia larva hidup di air payau
dan kembali pada air tawar pada stadia juvenil dan dewasa (Dyah, 1991).
B. Udang Windu (Panaeus monodon)
Sistematika Udang Windu (Panaeus monodon) menurut Sumeru dan Anna
(1991) adalah sebagai berikut :
filum : Arthropoda
kelas : Crustacea
ordo : Decapoda
famili : Penacedae
genus : Panaeus
spesies : Panaeus monodon
Udang windu hidup di dasar perairan atau bintik. Kelompok ini juga tidak
mempunyai cahaya terang dan tersembunyi di lumpur. Udang jenis ini sudah
banyak dibudidayakan di daerah pantai Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung
baik secara tradisional maupun secara modern. Di daerah Sumsel sendiri yang
tepatnya di daerah perbatasan kabupaten Ogan Komering Ilir dan Bandar
Lampung (PT. Wahyu Mandiri), sedangkan di daerah penyebaran yang lain berda
di wilayah pesisir Sumatera bagian Barat, Kalimantan, Jawa, Sulawesi bagian
Selatan dan Papua. Ciri-ciri udang windu dengan galah adalahukuran seperti ini
dapat hidup antara suhu 250C-320C (Sumeru, 1991).
Udang windu merupakan hasil ekspor perikanan paling utama setelah
Amerika Serikat dan Uni Eropa (Sumeru, 1991).
C. Kepiting (Scylla serrata)
Sistematika kepiting (Scylla serrata) menurut Suwignyo (1997) adalah
sebagai berikut :
filum : Arthropoda
kelas : Crustacea
ordo : Decapoda
famili : Scyllanidae
genus : Scylla
spesies : Scylla serrata
Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki sepuluh, yang dikenal
mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura =
ekor), atau yang perutnya (abdomen) sama sekali tersembunyi di bawah dada
(thorax). Tubuh kepiting dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras,
tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Kepiting terdapat di
semua samudra dunia. Ada pula kepiting air tawar dan darat, khususnya di
wilayah-wilayah tropis (Anonymous, 2007).
Kepiting beraneka ragam ukurannya, dari ketam kacang, yang lebarnya
hanya beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan
kaki hingga 4 m. Kepiting sejati mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki
yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk
bergerak. Di hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya,
Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting
ditutupi oleh maxilliped yang rata, dan bagian depan dari carapace tidak
membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-
pelat yang pipih ("phyllobranchiate"), mirip dengan insang udang, namun dengan
struktur yang berbeda (Anonymous, 2007).
Kepiting hidup di dalam lubang-lubang di pantai yang banyak ditumbuhi
bakau di dalam tambak. Kepiting dewasa adalah pemakan bangkai (scavenger)
dan aktif pada malam hari. Ukurannya bisa mencapai 20 cm dan dapat dijual
dalam bentuk segar dan lebih modern lagi dijual dalam bentuk kelengan
(Oemarjati, 1990).
Rajungan (Portunus pelagicus)
Sistematika Rajungan menurut Suwignyo (1989) adalah sebagai berikut :
kingdom : Animalia
sub kingdom : Eumetazoa
filum : Arthropoda
kelas : Crustacea
sub kelas : Malacostraca
ordo : Decapoda
sub ordo : Reptantia
famili : Portunidae
sub famili : Portunninae
genus : Portunus
spesies : Portunus pelagicus
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak
terdapat di Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah Gilimanuk (pantai
utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa
Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan
daerah Kalimantan Barat. Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di
dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena itu harganya relatif mahal. Manfaat
rajungan sebagai bahan pangan berupa daging rajungan kaleng yang berkualitas
tinggi dan memiliki protein cukup tinggi (Suwignyo 1989).
Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan
berduri-duri. Pada hewan ini terlihat menyolok perbedaan antara jantan dan
betina. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih
panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan
berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina
berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram.
Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa
Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang
sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan
yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya
terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan
antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki
jalan, yang pertama ukurannya cukup besar dan disebut capit yang berfungsi
untuk memegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya. Sepasang kaki
terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih
dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam
kepiting berenang (swimming crab) (Suwignyo 1989).
Portunus pelagicus adalah kepiting yang berenang dan mempunyai
sepasang kaki renang yang dimodifikasi untuk mendayung. Karapasnya bertekstur
kasar dan lebar yang mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capitnya
panjang dan ramping. Rajungan merupakan binatang aktif, namun ketika sedang
tidak aktif atau dalam keadaan tidak melakukan pergerakan, rajungan akan diam
di dasar perairan sampai kedalaman 35 meter dan hidup membenamkan diri dalam
pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, dan batu karang. Akan tetapi
sekali-kali rajungan juga dapat terlihat berenang dekat permukaan
(Anonymous, 2007).
Di Indonesia, rajungan tersebar hampir di seluruh perairan, khususnya di
Perairan Paparan Sunda dan Perairan Laut Arafuru dengan memiliki
kecenderungan padat sediaan dan potensi yang tinggi, terutama pada daerah
sekitar pantai (Anonymous, 2007).
III. METODELOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktikum sumberdaya perikanan krustacea dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 06 Mei 2010, pada pukul 11.30-13.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di
Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan (THI).
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum sumberdaya perikanan
krustacea kali ini adalah alas potong, timbangan, pisau, plastik, dan kompor.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum sumberdaya perikanan
krutacea adalah udang galah, udang windu, kepiting, dan rajungan.
C. Cara Kerja
Cara kerja yang praktikum untuk udang adalah sebagai berikut :
1. Udang
Udang 1
a. Udanh dicuci bersih lalu ditimbang lalu ditimbang utnuk mendapatkan berat
utuh (HO).
b. Udang dibuang kepalanya lalu ditimbang (HL).
c. Udang tanpa kepala dikupas sepanjang tubuh sampai pangkal ekornya (PTO)
lalu ditimbang.
d. Kemudian kulit ekor dikupas dan ditimbangn (PUD)
e. Udang disiangi dengan menyayat sedikit bagian punggung menggunakan pisau
tajam lalu diambil saluran pencernaannya dan ditimbang (PD). Dengan
penyayatan lebih dalam lagi didapatkan bentuk butterfly.
2. Kepiting dan Rajungan
a. Kepiting dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang masih melekat. Kemudian
kepiting direbus sampai berubah warna lalu ditiriskan dan ditimbang.
b. Cangkang dibuka dengan mencongkel abdomen kemudian insang dibuang.
Daging pada bagian tubuh diambi dan ditimbang.
c. Daging pada capit dan kaki diambil dan ditimbang.
d. Perhitungan edible flesh dilakukan dengan membandingkan antara berat daging
dengan berat utuh dikalikan 100%.
B. Pembahasan
Praktikum bahan baku hasil perikanan sumberdaya krustacea ini
menggunakan beberapa jenis hewan antara lan udang galah, udang windu,
kepitng, dan rajungan. Hewan-hewan ini merupakan jenis makanan laut yang
sangat digemari oleh masyarakat dan juga perikanan krustacea merupkan komditi
ekspor yang sangat bernilai tinggi di pasaran.
Sumberdaya perikanan krustacea merupakan kelas besar dalam
invertebrata yang masih tergolong pada perikanan air payau atau mangrove karena
kelompok ini terdapat di sekitar pantai, baik di tambak maupun di hutan bakau..
Sangatlah dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan aliran sungai. Siklus
makanan tetapi juga masih mempunyai andil menciptakan suasana lingkungan
yang cocok.
Pada percobaan kali ini, bercondong pada bagaimana bentuk dari preparasi
pada udang. Percobaan kali ini dilakukan dengan menggunakan dua udang dari
dua kelompok, kelompok yang mengamati udang galah dan kelompok yang
mengamati udang windu.
Pada praktikum sumberdaya perikanan krustacea kali ini, mengamati
bentuk preparasi dari udang windu. Udang windu merupakan salah satu jenis
hewan yang termasuk ke dalam hewan krustacea. Berdasarkan praktikum yang
telah dilaksanakan pada kali ini diperoleh hasil bahwa udang galah memiliki berat
utuh 31,30 gr. Kemudian berdasarkan cara kerja yang telah ada, udang tersebut
dibuang kepalanya, lalu ditimbang (berat HL) yaitu 20,53 gr dengan berat
persentasenya sebesar 65,59%.
Kemudian kulit ekor udang tersebut dikupas, dan diperoleh berat sebesar
18,42 gr dengan berat persentase 58,84%. Selanjutnya udang tersebut dikupas
kulitnya sampai pangkal ekornya (PTO) dengan memperoleh berat sebesar 17,23
gr dengan persentase sebesar 55,04%. Udang tersebut kemudian disiangi dan
dikeluarkan saluran pencernaannya dan diperoleh berat sebesar 17,22 gr dengan
persentase sebesar 55,01%. Perlakuan yang terakhir yang kita lakukan adalah
menyayat udang tersebut pada bagian tengah membentuk kupu-kupu dengan
berat yang masih sama yaitu ebesar 17,22 gr dengan persentase sebesar 55,01%.
Berbeda halnya dengan kepiting dan rajungan. Percobaan yang kita
lakukan dengan menggunakan udang memiliki perbedaan cara kerja dengan
kepiting dan rajungan. Pada kepiting ataupun rajungan, terlebih dahulu harus
direbus terlebih dahulu utnuk mengetahui letak dan juga bentuk saluran
pencernaan dari kepiting.
Berdasarkan pada praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil dari
berat bagian tubuh krustacea pada kepiting dan rajungan. Kepiting memiliki berat
utuh sebesar 66,41 gr, lalu berat daging kepala sebesar 11,35 gr dengan persentase
sebesar 17,09 %, berat daging capit dan kaki sebesar 0,60 gr dengan persentase
sebesar 0,90%. Berat daging utuhnya adalah sebesar 11,95% dengan persentase
sebesar 17,99%. Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengamatan terhadap
rajungan.
Selajutnya kiat juga dapat mengetahui mengenai pengolahan kepiting yang
bisa dapat kita lakukan. Pengolahan kepiting dilakukan dengan cara direbus
karena memiliki cangkang yang keras. Tubuh kepiting memiliki cangkang, dua
capit, mata, kaki jalan dan kaki untuk berenang. Pemanfaatan potensi kepiting
yang ada sebaiknya dilakukan dilakukan berbagai cara utnuk menggalakan usaha
budidaya jenis-jenis kepiting tertentu yang dapat diandalkan sebgaia komoditas
ekspor.
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diketahui bahwa
hewan krustacea yang terdapat pada praktikum kali ini memiliki perbedaan bentuk
dari setap jenisnya, serta memiliki berat yang berbeda pula. Selain itu, disamping
sebagai bahan makanan yang sangat lezat, beberapa hewan krustasea ini memiliki
manfaat tersendiri dari setiap bagian yang terdapat pada tubuhnya. Misalnya pada
kulit rajungan, dapat kita manfaatkan sebgai alat kosmetik, serta pada kotoran
hewan rajungan pun dapat kita manfaatkan sebagai pakan ikan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesmpulan
Dari praktikum Sumberdaya Perikanan Krustacea, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Krustacea umumnya memiliki cangkang yang keras dan susah dibuka.
2. Udang galah, udang windu, kepiting, dan rajungan merupakan jenis hewan
yang sangat digemari oleh masyarakat.
3. Perikanan krustacea merupkakan komoditi ekspor yang sangta bernilai tinggi
di pasar.
4. Kepiting memilki cangkang, dua buah capit, mata, kaki jalan, dan kaki untuk
berenang.
5. Untuk mengetahu letak dan juga bentuk saluran pencernaan kepiting, mata
kepiting tersebut harus terlebih dahulu direbus.
6. Pada udang windu didapatkan berat daging yang telah dibentuk (butterfly),
yautu sebesar 17,22 gr dan persentasenya 55,01%.
B. Saran
Pemanfaatan pada udang windu sebaiknya dilakukan berbagai cara utnuk
mengalahkan usaha budidaya jenis-jenis dari udang tertentu yang dapat
diandalkan sebagai komoditi ekspor, menambah pendapatan devisa negara serta
menrik sesuai dengan permintaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2007. Crustacea. Jakarta : Pakar Raya.
Bahar, Burhan. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Gramedia Media Pustaka. Jakarta.
Dyah, S. 1991. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Oemarjati,S. 1990. Taksonomi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Suwingnyo, S. 1997. Avertebrata Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Gambar
1.Udang Windu (Panaeus monodon)
a. sungut d. kaki renang
b. cepalothorax e. ekor
c. kaki jalan
2. Udang Galah (Machrobrachium rossenbergii)
a. sungut d. Kaki renang
b. cepalothorax e. Ekor
c. kaki jalan
3. Kepiting (Scylla serrata)
a. mata c. cangkang
b. capit d. Kaki
4. Rajungan (Portunus pelagicus)
a. mata c. cangkang
b. capit d. kaki