laporan bbhp part iii (krustacea)

25
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km 2 . Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan yang sangat berlimpah, salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang ada di Perairan Indo Pasifik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis ada di Perairan Indonesia. Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrata, dan jenis lain yang tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa disebut rajungan (Bahar, 2004). Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan akuatik, hidup di air tawar atau laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan

Upload: ingrit-yuan

Post on 25-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya

mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai

sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km2.

Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan

yang sangat berlimpah, salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang ada di

Perairan Indo Pasifik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis ada di

Perairan Indonesia. Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan

mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrata, dan jenis lain yang

tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa disebut

rajungan (Bahar, 2004).

Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang

lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu

subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti

lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan

akuatik, hidup di air tawar atau laut, walaupun beberapa kelompok telah

beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Mayoritas dapat bebas

bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan

menumpang pada inangnya (Anonymous, 2007).

Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu

(sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks

dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri

dari 1 pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di

sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah.]

Sementara pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian

ujungnya terdapat ekor. Pada udang betina, kaki di bagian abdomen juga

berfungsi untuk menyimpan telurnya. Sistem pencernaan Crustacea dimulai dari

mulut, kerongkong, lambung, usus, dan anus. Sisa metabolisme akan

Page 2: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf Crustacea disebut sebagai sistem saraf

tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena (indra

peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan). Hewan-

hewan Crustacea bernapas dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya

dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem peredaran darah

terbuka, O2masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan

arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tumbuh tanpa melalui

pembuluh darah. Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan betina) dan

pembuhan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Untuk dapat

menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami pergantian kulit (ekdisis) berkali-

kali (Anonymous, 2007).

Crustacea dibagi menjadi 2 sub-kelas, yaitu Entomostraca (udang-

udangan rendah) dan Malacostrata (udang-udangan besar). Entomostraca

umumnya berukuran kecil dan merupakan zooplankton yang banyak ditemukan di

perairan laut atau air tawar. Golongan hewan ini biasanya digunakan sebagai

makanan ikan, contohnya adalah ordo Copepoda, Cladocera, Ostracoda, dan

Amphipoda. Sedangkan, Malacostrata umumnya hidup di laut dan pantai, yang

termasuk ke dalam Malacostrata adalah ordo Decapoda dan Isopoda. Contoh dari

spesiesnya adalah udang windu (Panaeus), udang galah (Macrobanchium

rosenbergi), rajungan (Neptunus pelagicus), dan kepiting (Portunus sexdentalus)

(Anonymous, 2007).

Dilihat dari lingkungan hidupnya, ada yang hidup di laut, air tawar, air

payau, bahkan ada yang hidup di daerah ekstrem seperti daerah danau garam.

Jenis hewan ini merupakan hasil perikanan yang paling digemari oleh masyarakat

kalangan atas karena dagingnya yang khas, sehingga harganya mahal (Suwignyo,

1997).

Apabila ditinjau dari segi bentuk, ukuran dan adaptasi lingkungan, hewan

avertebrata mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Sedangkan dari segi ukuran

dijumapi mulai dari ukuran mikrometer sampai pada ukuran meter, dari bentuk

tubuh yang sederhana sampai yang kompleks (Suwignyo, 1997).

Page 3: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

Pada saat ini Indonesia lebih banyak melakukan ekspor rajungan ke

Amerika Serikat dan juga ke Negara Jepang. Karena kedua negara ini memiliki

tingkat konsumsi seafood yang tinggi. Krustasea dan moluska termasuk jenis ikan

yang bercangkang (Shell fish) yang sama-sama tergolong hewan avertebrata,

tetapi sifat fisik pada jenis hewan krustacea dan moluska sangatlah berbeda

sehingga hal tersebut merupakan ciri khas yang menyebabkan perbedan antara

keduanya (Suwignyo, 1997).

Jenis ikan pada filum krustasea yaitu udang, lobster, kepiting, rajungan,

dan lain sebagainya. Sedangkan pada filum moluska meliputi siput, kerang, cumi-

cumi, sotong, ubur-ubur, teripang, dan gurita. Kebanyakan dari jenisnya hidup

dalam cangkang tiga pelindung kepala dan tubuhnya yang lunak. Cangkang

tersebut dihasilkan oleh selaput tubuh yang berselaput (Suwignyo, 1997).

Sumberdaya perikanan krustacea merupakan kelas besar dalam ivertebrata

yang mencakup udang, lobster, kepiting, dan rajungan yang masih tergolong pada

perikanan air payau atau mangrove karena kelonpok ini terdapat di sekitar pantai,

baik di tambakan maupunndi hutan bakau. Sangatlah dipengaruhi oleh pasang

surut air dan aliran air sungai, siklus makanan tetapi juga masih mempunyai andil

menciptakan suasana lingkungan yang cocok (Suwignyo, 1997).

Sisa atau limbah yang dihasilkan dari produk perikanan misalnya saja

peroduk pengalengan daging udang, biasanya tidak dibuat begitu saja, tetapi

dimanfaatkan menjadi pakan atau makanan ikan, tentunya ditambah bahan lainnya

(Suwignyo, 1997).

B. Tujuan

Praktikum sumberdaya perikanan krustacea ini dilaksanakan dengan

tujuan yaitu sebagai berikut :

1. Mahasiswa mengetahui bagian-bagian tubuh hewan krustacea.

2. Mahasiswa mengetahui berat daging yang dapat dimakan (edible flesh)

beberpa jenis hewan krustacea.

3. Mahasiswa mengetahui bentuk-bentuk preparasi udang.

Page 4: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

4. Mahasiswa mengetahui manfaat yang dapat diambil dar cangkang, daging serta

zat yang terkandung di dalamnya.

Page 5: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)

Sistematika Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) menurut

Syamsuri (2000) adalah sebagai berikut :

filum : Arthropoda

kelas : Crustacea

ordo : Decapoda

famili : Plaemonidae

genus : Macrobrachium

spesies : Macrobrachium rosenbergii

Tubuhnya terdiri dari kepala, dada, dan perut. Bagian kepala dan dada

menyatu disebut dengan chepalotorax. Pernafasannya menggunakan insang, alat

ekskresinya adalah sepasang kelenjar atena, system syaraf cenderung memusat

menjadi semacam otak dan terjadinya ganglia. Ukurannya lebih kecil

dibandingkan udang windu. Alat inderanya terdiri dari mata majemuk, bintik

mata, statocyst, dan photoreseptor. Alat peraba dan cemoreseptoserat kebanyakan

diocicus. Udang ini merupakan makanan utama bagi ikan-ikan karnovora di

perairan laut. Udang galah sudah dibudidayakan di daerah tambak dan dikonsumsi

dalam bentuk segar oleh masyarakat. Di Indonesia sendiri sudah diekspor ke

Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan harga yang bersaing (Suwignyo, 1997).

Udang galah merupakan udar air tawar yang berukuran cukupp besar dan

rasanya sangat lezat sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi baik untuk

dikonsumsi dalam negeri maupun ekspor. Udang galah termasuk filum

palmonidae. Badang udang terdiri atas tiga bagian, yaitu kepala dan dada

(chepalotorax), badan (abdomen) serta ekor (uropoda). Cepaltothorax dibungkus

oleh kulit keras dan bagian depan kepala terdapat tonjolan karapas yang bergerigi

disebut rostrum pada bagian atas sebanyak 11-13 buah dan bagian bawah 8-14

buah. Udang galah hidup pada dua habitat, pada stadia larva hidup di air payau

dan kembali pada air tawar pada stadia juvenil dan dewasa (Dyah, 1991).

Page 6: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

B. Udang Windu (Panaeus monodon)

Sistematika Udang Windu (Panaeus monodon) menurut Sumeru dan Anna

(1991) adalah sebagai berikut :

filum : Arthropoda

kelas : Crustacea

ordo : Decapoda

famili : Penacedae

genus : Panaeus

spesies : Panaeus monodon

Udang windu hidup di dasar perairan atau bintik. Kelompok ini juga tidak

mempunyai cahaya terang dan tersembunyi di lumpur. Udang jenis ini sudah

banyak dibudidayakan di daerah pantai Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung

baik secara tradisional maupun secara modern. Di daerah Sumsel sendiri yang

tepatnya di daerah perbatasan kabupaten Ogan Komering Ilir dan Bandar

Lampung (PT. Wahyu Mandiri), sedangkan di daerah penyebaran yang lain berda

di wilayah pesisir Sumatera bagian Barat, Kalimantan, Jawa, Sulawesi bagian

Selatan dan Papua. Ciri-ciri udang windu dengan galah adalahukuran seperti ini

dapat hidup antara suhu 250C-320C (Sumeru, 1991).

Udang windu merupakan hasil ekspor perikanan paling utama setelah

Amerika Serikat dan Uni Eropa (Sumeru, 1991).

C. Kepiting (Scylla serrata)

Sistematika kepiting (Scylla serrata) menurut Suwignyo (1997) adalah

sebagai berikut :

filum : Arthropoda

kelas : Crustacea

ordo : Decapoda

famili : Scyllanidae

Page 7: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

genus : Scylla

spesies : Scylla serrata

Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki sepuluh, yang dikenal

mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura =

ekor), atau yang perutnya (abdomen) sama sekali tersembunyi di bawah dada

(thorax). Tubuh kepiting dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras,

tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Kepiting terdapat di

semua samudra dunia. Ada pula kepiting air tawar dan darat, khususnya di

wilayah-wilayah tropis (Anonymous, 2007).

Kepiting beraneka ragam ukurannya, dari ketam kacang, yang lebarnya

hanya beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan

kaki hingga 4 m. Kepiting sejati mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki

yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk

bergerak. Di hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya,

Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting

ditutupi oleh maxilliped yang rata, dan bagian depan dari carapace tidak

membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-

pelat yang pipih ("phyllobranchiate"), mirip dengan insang udang, namun dengan

struktur yang berbeda (Anonymous, 2007).

Kepiting hidup di dalam lubang-lubang di pantai yang banyak ditumbuhi

bakau di dalam tambak. Kepiting dewasa adalah pemakan bangkai (scavenger)

dan aktif pada malam hari. Ukurannya bisa mencapai 20 cm dan dapat dijual

dalam bentuk segar dan lebih modern lagi dijual dalam bentuk kelengan

(Oemarjati, 1990).

Rajungan (Portunus pelagicus)

Sistematika Rajungan menurut Suwignyo (1989) adalah sebagai berikut :

kingdom : Animalia

sub kingdom : Eumetazoa

filum : Arthropoda

Page 8: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

kelas : Crustacea

sub kelas : Malacostraca

ordo : Decapoda

sub ordo : Reptantia

famili : Portunidae

sub famili : Portunninae

genus : Portunus

spesies : Portunus pelagicus

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak

terdapat di Perairan Indonesia yang biasa ditangkap di daerah Gilimanuk (pantai

utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa

Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan

daerah Kalimantan Barat. Rajungan telah lama diminati oleh masyarakat baik di

dalam negeri maupun luar negeri, oleh karena itu harganya relatif mahal. Manfaat

rajungan sebagai bahan pangan berupa daging rajungan kaleng yang berkualitas

tinggi dan memiliki protein cukup tinggi (Suwignyo 1989).

Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan

berduri-duri. Pada hewan ini terlihat menyolok perbedaan antara jantan dan

betina. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih

panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan

berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina

berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram.

Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa

Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang

sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan

yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya

terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan

antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki

jalan, yang pertama ukurannya cukup besar dan disebut capit yang berfungsi

untuk memegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya. Sepasang kaki

terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih

Page 9: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam

kepiting berenang (swimming crab) (Suwignyo 1989).

Portunus pelagicus adalah kepiting yang berenang dan mempunyai

sepasang kaki renang yang dimodifikasi untuk mendayung. Karapasnya bertekstur

kasar dan lebar yang mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capitnya

panjang dan ramping. Rajungan merupakan binatang aktif, namun ketika sedang

tidak aktif atau dalam keadaan tidak melakukan pergerakan, rajungan akan diam

di dasar perairan sampai kedalaman 35 meter dan hidup membenamkan diri dalam

pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, dan batu karang. Akan tetapi

sekali-kali rajungan juga dapat terlihat berenang dekat permukaan

(Anonymous, 2007).

Di Indonesia, rajungan tersebar hampir di seluruh perairan, khususnya di

Perairan Paparan Sunda dan Perairan Laut Arafuru dengan memiliki

kecenderungan padat sediaan dan potensi yang tinggi, terutama pada daerah

sekitar pantai (Anonymous, 2007).

Page 10: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

III. METODELOGI

A. Waktu dan Tempat

Praktikum sumberdaya perikanan krustacea dilaksanakan pada hari Kamis

tanggal 06 Mei 2010, pada pukul 11.30-13.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di

Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan (THI).

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum sumberdaya perikanan

krustacea kali ini adalah alas potong, timbangan, pisau, plastik, dan kompor.

Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum sumberdaya perikanan

krutacea adalah udang galah, udang windu, kepiting, dan rajungan.

C. Cara Kerja

Cara kerja yang praktikum untuk udang adalah sebagai berikut :

1. Udang

Udang 1

a. Udanh dicuci bersih lalu ditimbang lalu ditimbang utnuk mendapatkan berat

utuh (HO).

b. Udang dibuang kepalanya lalu ditimbang (HL).

c. Udang tanpa kepala dikupas sepanjang tubuh sampai pangkal ekornya (PTO)

lalu ditimbang.

d. Kemudian kulit ekor dikupas dan ditimbangn (PUD)

e. Udang disiangi dengan menyayat sedikit bagian punggung menggunakan pisau

tajam lalu diambil saluran pencernaannya dan ditimbang (PD). Dengan

penyayatan lebih dalam lagi didapatkan bentuk butterfly.

Page 11: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

2. Kepiting dan Rajungan

a. Kepiting dicuci dan dibersihkan dari kotoran yang masih melekat. Kemudian

kepiting direbus sampai berubah warna lalu ditiriskan dan ditimbang.

b. Cangkang dibuka dengan mencongkel abdomen kemudian insang dibuang.

Daging pada bagian tubuh diambi dan ditimbang.

c. Daging pada capit dan kaki diambil dan ditimbang.

d. Perhitungan edible flesh dilakukan dengan membandingkan antara berat daging

dengan berat utuh dikalikan 100%.

Page 12: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

B. Pembahasan

Praktikum bahan baku hasil perikanan sumberdaya krustacea ini

menggunakan beberapa jenis hewan antara lan udang galah, udang windu,

kepitng, dan rajungan. Hewan-hewan ini merupakan jenis makanan laut yang

sangat digemari oleh masyarakat dan juga perikanan krustacea merupkan komditi

ekspor yang sangat bernilai tinggi di pasaran.

Sumberdaya perikanan krustacea merupakan kelas besar dalam

invertebrata yang masih tergolong pada perikanan air payau atau mangrove karena

kelompok ini terdapat di sekitar pantai, baik di tambak maupun di hutan bakau..

Sangatlah dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan aliran sungai. Siklus

makanan tetapi juga masih mempunyai andil menciptakan suasana lingkungan

yang cocok.

Pada percobaan kali ini, bercondong pada bagaimana bentuk dari preparasi

pada udang. Percobaan kali ini dilakukan dengan menggunakan dua udang dari

dua kelompok, kelompok yang mengamati udang galah dan kelompok yang

mengamati udang windu.

Pada praktikum sumberdaya perikanan krustacea kali ini, mengamati

bentuk preparasi dari udang windu. Udang windu merupakan salah satu jenis

hewan yang termasuk ke dalam hewan krustacea. Berdasarkan praktikum yang

telah dilaksanakan pada kali ini diperoleh hasil bahwa udang galah memiliki berat

utuh 31,30 gr. Kemudian berdasarkan cara kerja yang telah ada, udang tersebut

dibuang kepalanya, lalu ditimbang (berat HL) yaitu 20,53 gr dengan berat

persentasenya sebesar 65,59%.

Kemudian kulit ekor udang tersebut dikupas, dan diperoleh berat sebesar

18,42 gr dengan berat persentase 58,84%. Selanjutnya udang tersebut dikupas

kulitnya sampai pangkal ekornya (PTO) dengan memperoleh berat sebesar 17,23

gr dengan persentase sebesar 55,04%. Udang tersebut kemudian disiangi dan

dikeluarkan saluran pencernaannya dan diperoleh berat sebesar 17,22 gr dengan

persentase sebesar 55,01%. Perlakuan yang terakhir yang kita lakukan adalah

Page 13: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

menyayat udang tersebut pada bagian tengah membentuk kupu-kupu dengan

berat yang masih sama yaitu ebesar 17,22 gr dengan persentase sebesar 55,01%.

Berbeda halnya dengan kepiting dan rajungan. Percobaan yang kita

lakukan dengan menggunakan udang memiliki perbedaan cara kerja dengan

kepiting dan rajungan. Pada kepiting ataupun rajungan, terlebih dahulu harus

direbus terlebih dahulu utnuk mengetahui letak dan juga bentuk saluran

pencernaan dari kepiting.

Berdasarkan pada praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil dari

berat bagian tubuh krustacea pada kepiting dan rajungan. Kepiting memiliki berat

utuh sebesar 66,41 gr, lalu berat daging kepala sebesar 11,35 gr dengan persentase

sebesar 17,09 %, berat daging capit dan kaki sebesar 0,60 gr dengan persentase

sebesar 0,90%. Berat daging utuhnya adalah sebesar 11,95% dengan persentase

sebesar 17,99%. Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengamatan terhadap

rajungan.

Selajutnya kiat juga dapat mengetahui mengenai pengolahan kepiting yang

bisa dapat kita lakukan. Pengolahan kepiting dilakukan dengan cara direbus

karena memiliki cangkang yang keras. Tubuh kepiting memiliki cangkang, dua

capit, mata, kaki jalan dan kaki untuk berenang. Pemanfaatan potensi kepiting

yang ada sebaiknya dilakukan dilakukan berbagai cara utnuk menggalakan usaha

budidaya jenis-jenis kepiting tertentu yang dapat diandalkan sebgaia komoditas

ekspor.

Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diketahui bahwa

hewan krustacea yang terdapat pada praktikum kali ini memiliki perbedaan bentuk

dari setap jenisnya, serta memiliki berat yang berbeda pula. Selain itu, disamping

sebagai bahan makanan yang sangat lezat, beberapa hewan krustasea ini memiliki

manfaat tersendiri dari setiap bagian yang terdapat pada tubuhnya. Misalnya pada

kulit rajungan, dapat kita manfaatkan sebgai alat kosmetik, serta pada kotoran

hewan rajungan pun dapat kita manfaatkan sebagai pakan ikan.

Page 14: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesmpulan

Dari praktikum Sumberdaya Perikanan Krustacea, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Krustacea umumnya memiliki cangkang yang keras dan susah dibuka.

2. Udang galah, udang windu, kepiting, dan rajungan merupakan jenis hewan

yang sangat digemari oleh masyarakat.

3. Perikanan krustacea merupkakan komoditi ekspor yang sangta bernilai tinggi

di pasar.

4. Kepiting memilki cangkang, dua buah capit, mata, kaki jalan, dan kaki untuk

berenang.

5. Untuk mengetahu letak dan juga bentuk saluran pencernaan kepiting, mata

kepiting tersebut harus terlebih dahulu direbus.

6. Pada udang windu didapatkan berat daging yang telah dibentuk (butterfly),

yautu sebesar 17,22 gr dan persentasenya 55,01%.

B. Saran

Pemanfaatan pada udang windu sebaiknya dilakukan berbagai cara utnuk

mengalahkan usaha budidaya jenis-jenis dari udang tertentu yang dapat

diandalkan sebagai komoditi ekspor, menambah pendapatan devisa negara serta

menrik sesuai dengan permintaan masyarakat.

Page 15: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2007. Crustacea. Jakarta : Pakar Raya.

Bahar, Burhan. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Gramedia Media Pustaka. Jakarta.

Dyah, S. 1991. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta

Oemarjati,S. 1990. Taksonomi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Suwingnyo, S. 1997. Avertebrata Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 16: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

LAMPIRAN

Gambar

1.Udang Windu (Panaeus monodon)

a. sungut d. kaki renang

b. cepalothorax e. ekor

c. kaki jalan

2. Udang Galah (Machrobrachium rossenbergii)

a. sungut d. Kaki renang

b. cepalothorax e. Ekor

c. kaki jalan

Page 17: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)

3. Kepiting (Scylla serrata)

a. mata c. cangkang

b. capit d. Kaki

4. Rajungan (Portunus pelagicus)

a. mata c. cangkang

b. capit d. kaki

Page 18: Laporan Bbhp Part III (Krustacea)