laporan baca teologi kontemporer

9
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BANDUNG TUGAS LAPORAN BACA Mata Kuliah : Teologi Kontemporer Mahasiswa : James Theopilus Dosen : Ramly Lumintang, D.Th NIM : 201211202 Judul buku : Teologi Abu-abu; Pluralisme Iman, Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme Dalam Teologi Kristen Pengarang : Stevri Indra Lumintang, M.Th. Penerbit : Departemen Literatur YPPII. Malang, Jawa Timur. Tahun : 2000 Cetakan : Pertama Tebal : 518 halaman Bagian yang dilaporkan adalah halaman 141-157 dan 201-229. Pada bab VI mengenai latar belakang bangkitnya kristologi abu-abu, penulis mengungkapkan persoalan kristologi menyangkut relasi peristiwa Yesus dan penulisan, relasi Yesus kepercayaan dan Yesus sejarah, relasi studi pribadi Yesus dan karya Yesus, titik berangkat kristologinya dan persoalan finalitas Yesus di Antara agama-agama dunia. Mengenai persoalan relasi Yesus kepercayaan dan Yesus sejarah, penulis mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai dapatkah suau pengertian yang pantas mengenai Yesus didasarkan atas data sejarah ataukah harus disikapi dengan iman telah melahirkan berbagai respon kelompok liberal berupa penelitian Yesus Sejarah, kemudian dilanjutkan dengan lahirnya penelitian baru mengenai Yesus Sejarah, Yesus Seminar serta kemudian bangkit pula penyelidikan ketiga mengenai Yesus Sejarah. Penulis berpendapat bahwa Penyelidikan Yesus Sejarah adalah penyelidikan mengenai Yesus sejarah dengan menggunakan metode 1

Upload: james-theophilus-tumole

Post on 26-Dec-2015

160 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Baca Teologi Kontemporer

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BANDUNGTUGAS LAPORAN BACA

Mata Kuliah : Teologi Kontemporer Mahasiswa : James TheopilusDosen : Ramly Lumintang, D.Th NIM : 201211202

Judul buku : Teologi Abu-abu; Pluralisme Iman, Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme Dalam Teologi Kristen

Pengarang : Stevri Indra Lumintang, M.Th.Penerbit : Departemen Literatur YPPII. Malang, Jawa Timur.Tahun : 2000Cetakan : PertamaTebal : 518 halaman

Bagian yang dilaporkan adalah halaman 141-157 dan 201-229.

Pada bab VI mengenai latar belakang bangkitnya kristologi abu-abu, penulis

mengungkapkan persoalan kristologi menyangkut relasi peristiwa Yesus dan penulisan, relasi

Yesus kepercayaan dan Yesus sejarah, relasi studi pribadi Yesus dan karya Yesus, titik

berangkat kristologinya dan persoalan finalitas Yesus di Antara agama-agama dunia.

Mengenai persoalan relasi Yesus kepercayaan dan Yesus sejarah, penulis

mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai dapatkah suau pengertian yang pantas mengenai

Yesus didasarkan atas data sejarah ataukah harus disikapi dengan iman telah melahirkan

berbagai respon kelompok liberal berupa penelitian Yesus Sejarah, kemudian dilanjutkan

dengan lahirnya penelitian baru mengenai Yesus Sejarah, Yesus Seminar serta kemudian

bangkit pula penyelidikan ketiga mengenai Yesus Sejarah. Penulis berpendapat bahwa

Penyelidikan Yesus Sejarah adalah penyelidikan mengenai Yesus sejarah dengan

menggunakan metode kritik Alkitab, dengan tokoh-tokoh seperti David Strauss, Ernest Renan,

Adolf Von Harnack, dan Albert Schweitzer, yang melihat Yesus sebagai manusia biasa saja

yang rohani dan bermoral serta memiliki kebenaran-kebenaran iman. Pendekatan mereka

adalah humanitas, pengalaman agamawi dan metode penelitian ilmiah.

Penyelidikan baru Yesus Sejarah dilaksanakan oleh Barth, Bultman dan Bornkamm.

Penelitian ini menekankan transendensi dan kekuasaan Allah seta kebutuhan manusia akan

penebusan di mana focus kekristenan adalah pada kerygma. Sedangkan penyelidikan ketiga

Yesus Sejarah merupakan perpaduan metode dan model dari pelbagai macam disiplin ilmu

yang berbeda yaitu sosiologi, antropoologi, sejarah dan ilmu perbandingan agama, selain

metode penelitian Alkitab. Penyelidikan ini lebiih menyoroti Yesus dalam konteks

keYahudian-Nya abad pertama di mana Ia hidup dan melayani. Penulis berpendapat bahwa

pada dasarnya penyelidikan mengenai Yesus Sejarah ialah tidak mempercayai Kitab Injil

1

Page 2: Laporan Baca Teologi Kontemporer

Kanonik sebagai sumber pemahaman tentang Yesus., mengabaikan aspek utama yaitu rohani;

membuang semua unsur-unsur supernatural, menghilangkan mitos dari kekristenan,

memandang Yesus sebagai manusia biasa yang baik dan bermoral tinggi dan patut diteladani

oleh orang Kristen. Penulis berpendapat bahwa fakta ini sudah dan sedang merusak

kekristenan dewasa ini.

Mengenai persoalan relasi studi pribadi Kristus dan karya Kristus, penulis menyatakan

bahwa itu adalah persoalan memisahkan kristologi yang ontologis, yang menekankan pada

pemahaman tentang siapakah Yesus dan kristologi yang fungsional, yang menekankan pada

apa yang dikerjakan Kristus bagi manusia. Persoalan ini telah bermula sejak gereja purba

sampai sekarang ini. Penulis menilai bahwa yang paling berantusias dengan kristologi

fungsional ialah kaum pluralism, yang menekankan karya Yesus bagi manusia, bukan dalam

arti penebusan tapi dalam arti pembaharuan social, dengan salah satu tokohnya adalah Choan-

Seng Song. Penulis berpendapat bahwa pada hakekatnya, seorang teolog bahkan orang Kristen

pada umumnya, tidak patut memisahkan pribadi dan karya Kristus dalam berkristologi.

Memandang hanya satu sisi dari pribadi dan karya Kristus adalah bertentangan dengan hakekat

atonemen Kristus.

Berkaitan dengan persoalan titik berangkat kristologi, penulis mengungkapkan ada dua

titik berangkat atau dua metode pendekatan yaitu metode Kristologi dari atas (The Christology

From Above), dikenal sebagai strategi dasar dan orientasi gereja abad permulaan, yang pada

abad ke-20 dipakai Karl Barth, Rudolf Bultmann dan Emil Brunner. Yang kedua adalah

Kristologi dari bawah, yang memulai dengan manusia Yesus dari Nazaret kemudian bertanya

bagaimana caranya Ia menjadi Allah, dengan tokohya adalah Wolfhart Pannenberg. Penulis

berpendapat bahwa yang benar adalah perpaduan kedua pendekatan tersebut seperti yang

dilakukan C.H. Marshal, C.F.D. Moule dan M.F. Erickson.

Mengenai persoalan finalitas Yesus di antara agama-agama dunia, penulis

mengungkapkan bahwa finalitas kristus menegaskan finalitas agama Kristen, mendapat

tantangan justru dari kalangan Kristen sendiri karena adanya fakta pluralism agama dan

tuntutan kerukunan hidup beragama. Pluralitas keagamaan semakin mendesak dan memilah

kelompok Kristen eksklusif menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang semakin tertutup dan

kelompok yang inklusif. Kelompok inklusif setidaknya memiliki tiga pendekatan terhadap

pluralism keagamaan, yaitu Teosentris, Kristosentris, dan dialogis.

Pendekatan theosentris memfokuskan perhatian kepada Allah daripada pada Kristus,

dan pernyataan-pernyataan Yesus yang bersifat theosentris. Tokohnya adalah Coward, Paul

Tilick, John Hick dan Wilfres Cantel Smith. Pendekatan Kristosentris dengan dua model

2

Page 3: Laporan Baca Teologi Kontemporer

pendekatan yaitu model pendekatan Kristologi eksklusif yang dianut oleh teolog Injili dan

yang kedua adalah model pendekatan Kristologi pluralisme, sebagai pendekatan terhadap

agama-agama lain berdasarkan Kristologi yang mengganggap bahwa Yesus Kristus adalah

penjelmaan Allah yang unik. Penulis mengganggap pada dasarnya pendekatan Theosentris dan

Kristosentris yang pluralis adalah pendekatan yang mengabaikan kebenaran Firman Tuhan

dalam Yohanes 3:16, 36 dan berusaha untuk diterima dalam sosialisasinya dengan agama-

agama lain, namun rela membuang keunikan dan kefinalitasan Yesus, kebenaran-kebenaran

iman Kristen yang hakiki.

Pendekatan dialogis dipelopori oleh tiga teolog Asia, yaitu Stanley Samartha,

Raimundo Panikkar dan Choan-Seng Song yang menempuh pendekatan ini karena diwarnai

oleh latar-belakang kehidupan pribadi yang hidup sebagai kelompok minoritas. Penulis

berpendapat bahwa konsep dari pendekatan dialogis ini adalah pendekatan yang sangat

kompromistis yang merusak sendi-sendi Kekristenan yang utama, memaksa orang Kristen

untuk menyembunyikan finalitas Yesus dan kemutlakan kebenaran Alkitab, serta memaksa

orang Kristen untuk mengakui adanya kebenaran di luar Yesus, yaitu kebenaran yang

diperoleh melalui mempelajari kebenaran agama lain.

Mengenai usulan kaum pluralis dalam berdialog, penulis memaparkan pendapat

Choan-Seng Song yang megangkat tujuh tahap untuk mencapai pertobatan dialogis yaitu

langkah-langkah praktis dialog sampai pada puncaknya yaitu kehidupan bersama dengan mitra

dialog. Tahap pertama adalah mengalami perasaan dalam agama-agama dan kebudayaan-

kebudayaan; memahami agama lain dari sudut pandang agama itu sendiri. Tahap kedua adalah

proses identifikasi yaitu pencarian hal-hal yang kita kenal di Antara yang asing. Tahap ketiga

adalah terbuka dan melihat persekutuan orang-orang bukan Kristen dengan Allah dan sesama.

Tahap keempat adalah mengalami kehidupan bersama secara mendalam dimana kita belajar

bahasa mereka, memberi perhatian kepada semantic mereka, tanggap terhadap nuansanya dan

paham akan cerita mereka.

Tahap kelima, mengakui kebodohan bahwa kita belum memahami agama-agama lain.

Tahap keenam adalah tahap pengakuan kebodohan, penilaian kembali yang radikal terhadap

diri sendiri dan melakukan perjanjian iman. Tahap ketujuh adalah berbalik dari memakai

dialog sebagai alat untuk mengubah iman dan kepercayaan lain dan melangkah masuk ke

dalam kehidupan mitra-mitra berdialog. Menurut penulis, semua konsep dan metode dialog

kaum pluralis adalah sangat berbahaya bagi misi Kristen, bukan hanya melemahkan dan

melumpuhkan melainkan juga mematikan misis Kristen.

3

Page 4: Laporan Baca Teologi Kontemporer

Pada bab IX mengenai penginjilan dalam konteks masyarakat majemuk, penulis

memberikan kontribusi pemikiran dengan menegaskan bahwa pluralisme adalah tantangan

sekaligus peluang. Sementara misi alkitabiah berangkat dari Missio Dei, dan misi Kristen

berbicara tentang peran orang Kristen dalam pelaksanaan amanat misi Allah, yaitu penebusan

oleh Yesus Kristus yang dikerjakan-Nya secara sempurna di kayu salib.

Penulis mengungkapkan dialog yang teologis sebagai tugas gereja, amanat dari Allah

yang telah, sedang dan akan berdialog dengan manusia melalui Alkitab sebagai Firman Allah.

Sebagai tugas gereja, dialog dapat diterapkan sebagai upaya mengantisipasi konflik antar

agama dan upaya menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa. Dialog formal yang dibangun

melalui konferensi atau pertemuan-pertemuan resmi antar agama tidaklah efektif untuk

pekabaran Injil. Sementara dialog non-formal yang dibangun melalui pendekatan persahabatan

atau persaudaraan dengan orang beragama lain masih relevan sebagai jembatan pekabaran

Injil. Perlu ada pemahaman ulang mengenai istilah dialog dengan tidak boleh mengabaikan

proklamasi Injil Yesus Kristus yang lahir dari inti Injil yaitu finalitas Yesus dimana dialog

antar pribadi lebih efektif daripada dialog antar kelompok. Dialog ini harus diawali dengan

dialog kehidupan. Penulis juga menegaskan bahwa dalam misi penginjilan yang kontekstual,

membangun persekutuan dengan orang bukan Kristen, bukan sebagai tujuan misi Kristen

melainkan sebagai pendekatan untuk proklamasi Injil. Konstekstualisasi tersebut seperti yang

dicontohkan Paulus.

Pada halaman 213-233 penulis memaparkan mengenai teologi abu-abu yang dianut

Choan-Seng Song. Pada bab X dijelaskan mengenai latar belakang teologi abu-abu C.S Song,

latar belakang pribadi, tinjauan umum teologinya dan sumber teologinya serta pengaruhnya di

Indonesia.

Choan-Seng Song adalah seorang teolog Presbiterian dari Taiwan yang belajar di

National Taiwan University, dan melanjutkan studinya di New College Edinburgh dan Union

Theological Seminary di New York. Ia bekerja sebagai professor Teologi Sistematika

merangkap pimpinan Tainan Theological College pada tahun 1976-1977, dan sebagai guru

besar tamu pada Princeton Theological Seminary. Kemudian menjadi salah seorang direktur

secretariat Komisi Iman dan Tata Gereja Dewan Gereja se-Dunia di Jenewa Swiss. Song

menjadi professor untuk bidang teologi dan kebudayaan-kebudayaan Asia pada Pasific School

of Religion, Berkeley, California, USA dan bekerja di World Council of Churches and World

Alliance of Reformed Churches di Jenewa.

C.S. Song adalah seorang pelopor bagi teologi konteks Asia, yang mendukung dan

menganjurkan cara-cara berteologia Asia dengan memanfaatkan sumber-sumber dan

4

Page 5: Laporan Baca Teologi Kontemporer

pengertian-pengertian Asia. Beberapa bukunya misalnya, “From Israel to Asia, A Theological

Leap”, An Asian Attempt, Third-Eye Theology: Theology in Formation in Asian Settings, The

Compassionate God, The Tears of Lady Meng: A Parable of People’s Political Theology, The

Crucified People, Tell Us Our Names dan sejumlah tulisan lainnya.

Penulis memberikan pendapatnya mengenai metode pendekatan Song bahwa

pendekatan kristologi Song adalah sama dengan semua pendekatan Kristologi kaum pluralis,

yaitu menekankan pada Kristologi Fungsional yang melihat Allah dari sudut manfaat, seperti

Allah mengasihi, memberi hidup kepada manusia. Mengenai konsep soteriologis, Song

menolak sejarah keselamatan yang linier dan sempit, yang Kristosentris, atau dengan kata lain

menolak finalitas Yesus, humanistis dan sama dengan konsep Pelagius serta Arminian.

Mengenai konsep Kristologis, Song menekankan kemanusiaan Yesus, sebagai manusia

biasa yang didiami oleh Allah, pandangan yang sama dengan para tokoh liberal kuno seperti

Albert Schweitzer, Albrecht Ritschl, Adolf Von Harnack. Mengenai konsep misiologis, Song

menekankan Kerajaan Allah, misi kasih, dan bukan kebenaran. Konsep Misi Song menurut

penulis adalah konsep misi humanis dan bukan Alkitabiah. Sementara itu, berkaitan dengan

metodologi yang dialogis, Song menyetujuinya sebagai perjumpaan sejati dengan orang,

kepercayaan dan ideology lain dan menemukan ada jalan lain untuk mengenal kebenaran;

pandangan yang sama dengan pandangan kaum pluralis.

Sumber teologi abu-abu dari C.S. Song adalah dari lingkungan hidupnya sebagai orang

Asia dengan kemajemukan agama dan kebudayaan. Latar belakang studinya juga berpengaruh

besar. Selanjutnya adalah pengalaman hidup dan studi terhadap para teolog sekularis dan

liberalis seperti filsafat Chuang Tzu dan Hui Tzu, John Macquarrie, Harvie Cox, John A.T.

Robinson serta teolog-teolog pluralis seperi Joachim Jeremias. M.M Thomas, Leslie

Newbigin, Kosuke Koyama, C.H. Hwang, Masao Takenaka, Stanley Samartha dan Dr. Ans

van Bent.

Teologi abu-abu C.S. Song cukup besar pengaruhnya di Indonesia. Banyak bukunya

beredar di Indonesia, yang dipakai di toko buku Kristen dan perpustakaan sekolah teologi, atau

dengan kata lain dianggap bermanfaat bagi pengajaran teologi di Indonesia.

Dari pemaparan ini penulis sangat mengkritisi pengaruh pluralisme dan

menyatakannya sebagai hal yang berbahaya bagi teologi dan iman Kristen. Semakin jelas

digambarkan bahwa teologi pluralis berangkat dari konteks. Pandangan penulis sama dengan

pandangan adiknya, Ramly Lumintang yang mengungkapkan bahwa teologi yang dibangun

atas konteks akan kemudian hilang sejalan perubahan konteks.

5