laporan akhir pkmp gordiv (gorges divers) dan …
TRANSCRIPT
1
LAPORAN AKHIR PKMP
GORDIV (GORGES DIVERS) DAN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN
HASIL TANGKAPAN IKAN DI PALABUHAN RATU
BIDANG KEGIATAN
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN (PKMP)
Disusun Oleh:
Ketua : Wawan Dedi Ariawan C44110016/2011
Anggota : Rany Gustriany C44110007/2011
Maulana Aksan C44110038/2011
Slamet Achrodi C44110048/2011
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2
3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita ucapkan kehadirat tuhan yang maha esa atas
terselesaikannya pelaksanaan kegiatan dari penelitian program kreativitas mahasiswa
yang sepenuhnya didanai oleh direktorat tinggi jendral pendidikan (dikti) tahun
anggaran 2013 dengan topik penelitian “gordive (gorges divers) dan cahaya untuk
meningkatkan hasil tangkapan ikan di palabuhanratu. Kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini mulai
dari pembuatan alat, proses pengambilan data dilapangan, sampai dengan penyusunan
laporan akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu.
Penelitian ini mempunyai maksud dan tujuan untuk memodifikasi alat
pancing rawai vertikal dan horizontal sebagai alat tangkap gorges divers untuk
meningkatkan hasil tangkapan ikan guna meningkatkan hasil perairan di Indonesia
dengan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan adanya gordive ini diharapkan
usaha penangkapan ikan berlangsung secara terus menerus tanpa adanya perusakan
habitat ikan diperairan laut,sehingga hasil tangkapan nelayan meningkat. Gordive ini
merupakan modivikasi dari pancing karibia yang merupakan perpaduan dari pancing
rawai vertical dan horizontal yang diopresaikan secara pasif dengan menggunakan
umpan alami dan umpan buatan berupa cahaya lampu celup bawah air (Lacuba).
Demikian yang dapat kami sampaikan dalam penyusunan laporan akhir ini,
kritikan dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangatlah diharapkan karena
penulis menyadari masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam penyusunan ini
kurang dan lebihnya dari penulis mengucapkan beribu-ribu terima kasih.
Bogor, Juli 2013
Tim penyusun
4
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kepulauan Indonesia yang terdiri dari 5,8 juta km2 perairan laut dan sekitar
0,55 juta km2 perairan umum memiliki keanekaragaman jenis sumber daya ikan yang
cukup tinggi dan potensi yang cukup besar. Potensi sumberdaya ikan diduga berkisar
antara 10,5-12,9 juta ton/tahun yang meliputi potensi perikanan laut 6,6-7,2 juta
ton/tahun, dan perairan tawar antara 1,4-3,6 juta ton/tahun. Tingkat pemanfaatan
sekitar 22,33% yang meliputi laut 30,0%, budidaya pantai 14,5% dan perikanan tawar
13,7% (Nurzali Naamin dkk, 1990). Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003
menuliskan bahwa konfigurasi kepulauan Indonesia serta letaknya pada posisi silang
yang sangat strategis, juga dilihat dari kondisi lingkungan serta kondisi geologisnya,
Indonesia memiliki 5 (lima) keunggulan komparatif, yaitu, bahwa :
* Wilayah perairan Indonesia memiliki keragaman hayati yang tidak ternilai.
* Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng tektonik, sehingga wilayah
tersebut kaya akan kandungan sumbrdaya alam dasar laut. Namun juga merupakan
wilayah yang relative rawan terhadap terjadinya bencana alam.
* Perairan Indonesia merupakan tempat terjadinya aliran arus lintas antara samudera
pasifik dan samudera Indonesia, sehingga merupakan wilayah yang memegang
peranan penting dalam sistem arus global yang menentukan variabilitas iklim
nasional, regional dan global.
* Indonesia dengan konsep wawasan nusantara, sebagai mana diakui dunia
internasional sesuai dengan hokum laut internasional (UNCLOS,1982), memberikan
konsekuensi kepada Negara dan rakyat Indonesia untuk mampu mengelola dan
memanfaatkan secara optimal dengan tetap memperhatikan hak-hak internasional.
* Indonesia sebagai Negara kepulauan telah menetapkan alur perlintasan pelayaran
internasional yaitu yang dikenal dengan Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI), hal ini
mengharuskan kita unuk mengembangkan kemampuan teknik pemantauannya serta
kemampuan untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Kendati demikian dengan
potensi sumberdaya perikanan yang begitu besar,Indonesia belum sepenuhnya
5
mampu memanfaatkan kekayaan alam tersebut. Hal ini terlihat pada hasil tangkapan
ikan oleh nelayan cenderung sedikit dan mengakibatkan pendapatan nelayan semakin
memprihatinkan.
Berkurangnya hasil tangkapan disebabkan oleh tidak efektifnya alat tangkap
yang digunakan dengan sumberdaya ikan yang tersedia (Imron dkk, 2009). Olehnya
itu diperlukan alat penangkapan ikan yang dapat memberikan usaha pengeksplorasian
lebih efisin dan ramah lingkungan, seperti pancing atau lines. Pancing adalah alat
penangkapan ikan yang paling sederhana dan paling banyak digunakan oleh nelayan
di seluruh perairan Indonesia. Seiring dengan kemajuan jaman, alat tangkap pancing
mengalami banyak modifikasi, baik dari kontruksi dan cara pengoperasiannya
(Puspito, 2009).
Pembelajaran tentang tingkah laku ikan terhadap responnya dengan
cahaya,yakni ada ikan yang tertarik dengan cahaya (fototaksis positif) dan ikan yang
menjauhi sumber cahaya (fototaksis negatif). Ikan-ikan yang cenderung merespon
bila diberikan rangsangan cahaya umumnya ikan yang hidupnya di permukaan
sampai dengan kolom perairan atau yang lebih dikenal dengan sebutan ikan pelagis.
Sejalan dengan mengetahui tingkah laku ikan terhadap respon cahaya, alat
penangkapan ikan juga berkembang dengan berbagai macam modifikasiya terutama
menggunakan cahaya sebagai alat bantu dalam memudahkan penangkapan ikan.
Seperti pada perikanan bagan awalnya yang hanya memanfaatkan lampu petromaks
kini dengan berkembannya era elektronika digunakanlah lampu LED dan lampu neon
pada peikanan bagan. Namun pada perikanan pancing khususnya di Indonesia
penggunaan lampu celup bawah air sebagai penarik ikan untuk berkumpul disekitar
area penangkapan masih kurang padahalnya perikanan pancing merupakan yang
paling selektif dibandingkan dengan alat penangkapan ikan lainnya. Hal ini
seharusnya menjadi perhatian dalam pengembangan alat penangkapan ikan,sehingga
diperlukan penelitian dari modifikasi alat tangkap pancing dan cahaya (gordive)
sebagai alat bantu penangkapan ikan yang ramah terhadap lingkungan serta dapat
mempertahankan kelestarian ekosistem perairan.
6
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan Indonesia terhadap potensi perairan khususnya di Palabuhan
Ratu yaitu kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai cara yang baik dan
menghasilkan tangkapan yang maksimal serta ramah lingkungan. Oleh karena itu,
dibutuhkan teknologi yang baik dan ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil
tangkapan para nelayan.
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah bertujuan untuk
melakukan pengoperasian alat tangkap ikan menggunakan Gorges divers untuk
meningkatkan hasil tangkapan ikan guna meningkatkan hasil perairan di Indonesia
dengan teknologi yang ramah lingkungan.
1.4 Luaran yang Diharapkan
Adapun luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah publikasi nasional
dan internasional tentang gorges sebagai teknologi yang ramah lingkungan untuk
meningkatkan hasil tangkapan perikanan berkaitan dengan besarnya potensi perairan
serta memberi rekomendasi terhadap pihak terkait mengenai upaya dalam
meningkatkan hasil tangkapan perairan yang efektif dan efisien.
1.5 Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :
Mendesain dan memodifikasi alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan.
Meningkatkan hasil penangkapan ikan untuk meningkatkan pendapatan
nelayan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alat Tangkap Pancing
Gorges atau Pancing ialah salah satu alat tangkap yang umum dikenal
masyarakat luas,utamanya dikalangan nelayan Indonesia (Baskoro, 2012). Pancing ini
memiliki sifat kesederhanaan dalam pengoperasiannya sebagai alat penangkapan ikan
ramah lingkungan. Alat tangkap ini terdiri dari pancing/kail, tali utama, pelampung,
pemberat, dan joran. Selanjutnya (Puspito, 2009) menyatakan bahwa Pancing adalah
alat penangkapan ikan yang paling sederhana dan paling banyak digunakan oleh
nelayan di seluruh perairan Indonesia. Seiring dengan kemajuan jaman, alat tangkap
pancing mengalami banyak modifikasi, baik dari kontruksi dan cara
pengoperasiannya.
Modifikasi dari alat tangkap pancing ini salah satunya dikenalkan dengan
pancing rawai. Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utamanya, rawai dapat
dibedakan menjadi tiga (Sadhori,1984), yaitu :
1. Rawai tegak (vertikal longline);
2. Rawai mendatar (horizontal longline); dan
3. Pancing landung.
Kontruksi dari rawai vertikal yang digunakan untuk menagkap ikan di Palabuhanratu
terdiri dari beberapa bagian, yakni tali pancing, pemberat (sinker), dan mata pancing.
Tali pancing yang terdiri dari tali utama (main line) dan tali cabang (branch line).
Tali pancing yang digunakan terbuat dari bahan nylon monofilament bernomor 1.000
dengan diamter 1 mm sedangkan panjang tali utama sekitar 100-200 m dan tali
cabang 1-2,5 m. Pemberat yang digunakan oleh nelayan biasanya terbuat dari bahan
timah ataupun besi yang diletakkan sekitar 1 Deppa (1,5 m) dari branch line terbawah
dan untuk mata pancingnya sendiri di ikatkan pada masing-masing tali cabang. Mata
pancing ini umumnya terbuat dari bahan logam yang kuat serta tahan karat. Ukuran
mata pancing yang digunakan disesuaikan dengan target ikan tangkapan. Komponen
lain terdapat pada rawai vertikal ialah kili-kili digunakan untuk menjaga agar posisi
pancing tidak terpelintir dan menjadi kaku akibat arus ataupun akibat dari gerakan
8
ikan saat meloloskan diri. Dua buah kili-kili terpasang pada satu unit alat tangkap ini,
yakni kili-kili yang terpasang pada ujung tali utama dan pada pangkal tali cabang.
Agar pada pengoperasiannya antara tali cabang dan tali utama tidak mudah terbelit
rawai vertikal dilengkapi dengan tali untang atau kawat barlen. Tali ini diikatkan pada
kili-kili pertama dan kedua dengan menggunakan tali yang ukurannya sama dengan
tali utama sepanjang 20-30 cm. Bagian antara tali cabang dan mata pancing dipasang
tali untang sepanjang 10-20 cm. Komponen terakhir pada alat tangkap rawai vertikal
ialah penggulung (reel) berfungsi untuk memudahkan pengoperasian pancing.
Penggulung ini terbuat dari bahan kayu atau plastik,berbentuk seperti roda dengan
ukuran tertentu tergantung panjang tali pancing (Nurhayati, 2006).
Sebagian besar perikanan rawai dasar dan rawai apung kekuatan menangkap
biasanya ditentukan oleh jumlah pancing yang dioperasikan selama suatu operasi
penangkapan. Mudahnya hasil tangkapan dengan pancing dicatat dalam unit
(keranjang basket/skates) yang memiliki standar ukuran atau standar jumlah pancing
tertentu. Umpan alami atau umpan buatan digunakan dalam hampir dalam jenis
semua perikanan pancing kecuali Jigging, sedangkan umpan buatan mempengaruhi
daya tangkap yang bervariasi menurut jenis perikanan (Widodo dkk, 2006). Menurut
Sadhori (1984) rawai disebut juga dengan longline yang secarfa harfiah diartikan
sebagai tali panjang. Hal ini karena alat penagkapan tersebut kontruksinya berbentuk
rangkaian tali-temali yang disambung-sambung sehingga merupakan tali yang
panjang dengan beratus-ratus tali. Oleh karena itu rawai dapat diartikan sebagai salah
satu alat penangkapan ikan yang terdiri atas rangkaian tali temali yang bercabang-
cabang dan pada tiap-tiap ujung cabangnya di ikatkan sebuah pancing. Secara teknis
operasional rawai termasuk jenis perangkap, karena dalam operasionalnya tiap-tiap
pancing diberi umpan yang tujuannya untuk menangkap ikan agar ikan-ikan mau
memakan umpan tersebut sehingga terkait oleh pancing.
9
2.2 Gelombang Cahaya
Cahaya adalah berkas-berkas kecil dalam spektrum elektromagnetik dengan
kisaran 400 – 700 milimikron yang mengandung semua warna dan kasat mata.cahaya
lampu merupakan suatu umpan buatan (optical bait) yang digunakan untuk dan
mengkonsentrasikan ikan (Vond Brant,1984). Selanjutnya dijelaskan bahwa kisaran
panjang gelombang antara 3600 – 7800 A0 dengan frekuensi cahaya tampak
bervariasi dari 4,3x1014
– 7,9x1014
Hz. Iluminasi cahaya diukur dalam lux meter (1 lx
= 1 lm/km2), dimana iluminasi cahaya ini tergantung pada intensitas dan jarak dari
sumber cahaya. Isacs 1991 menyebutkan bahwa intensitas cahaya ialah ukuran
kemampuan suatu sumber cahaya untuk memancarkan cahaya baik secara umum
maupun pada suatu arah tertentu. Sementara itu Iluminasi cahaya atau kecermelangan
cahaya (E) didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang masuk kedalam kolom air yang
tergantung pada intensitas cahaya dan jarak dari permukaan (Ben – Yami,1987).
Pengukuran ilumisai cahaya dari suatu sumber dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan matematik berikut :
E = C/r2 ; dimana :
E adalah iluminasi cahaya (lux)
C adalah kuat sumber cahaya (Candela)
R adalah jarak dari sumber cahaya (m)
Iluminasi cahaya akan berkurang dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber
cahaya dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut memasuki media air.
Pemudaran intensitas cahaya menurut (Nikonorov,1975) yang terjadi didalam kolom
perairan terjadi secara eksponensial berdasarkan hukum Buger seperti berikut :
Ix = I0e-kx
atau Ex = Eoe-kx
Bentuk sebaran intensitas dari cahaya lampu dibawah air ini tergantung dari tipe
lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya. Pemanfaatan cahaya lampu sebagai
alat bantu penangkapan ikan dilakukan dengan memanfaatkan sifat fisik dari cahaya
buatan itu sendiri. Masuknya cahaya kedalam kolom perairan sangat erat kaitannya
dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh panjang gelombang tersebut. Ini
berarti bahwa semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kecil daya
10
tembusnya kedalam air. Selain dari panjang gelombang yang menentukan penetrasi
cahaya yang masuk kedalam kolom perairan ada juga faktor – faktor lain yang
memengaruhinya seperti absorbsi cahaya dari partikel – partikel air,kecerahan
perairan,pemantulan cahaya oleh permukaan laut,serta ada pula dikarenakan
perubahan musim dan lintang geografis (Nybakken,1988). Dengan adanya hambatan-
hambatan tersebut,nili iluminasi (lux) suatu sumber cahaya akan semakin menurun
dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut.
Dengan sifat- sifat fisik yang dimiliki oleh cahaya dan kecenderungan tingkah
laku ikan dalam merespon adanya cahaya. Nelayan kemudian menciptakan cahaya
buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga melakukan tingkah laku tertentu untuk
memudahkan dalam operasi penagkapan ikan. Tingkah laku ikan kaitannya terhadap
respon cahaya ini dimanfaatkan oleh nelayan dalam pengoperasian alat penangkapan
ikan, seperti pada alat tangkap bagan,pure seine,pukat pantai,rumpon,dll.
2.3 Tingakah Laku Ikan Disekitar Cahaya
Studi tentang tingkah laku ikan diperlukan untuk mengetahui kesesuain alat
penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan yang sesuai dengan kriteria dari
sasaran tangkapan ikan. Menurut He (1989) adalah adaptasi dari badan ikan terhadap
lingkungan eksternal dan internal sedangkan reaksi ikan merupakan respon yang
berhubungan dengan tingkah laku ikan,karena adanya rangsangan eksternal. Ikan
tertarik terhadap reaksi cahaya menurut Nomura dan Yamazaki (1977) dikarenakan
ikan – ikan yang tertarik terhadap cahaya dipengaruhi oleh adanya dorongan atau
rangsangan dari ikan itu sendiri,kuat cahaya optimum,adanya makanan,dan keharusan
pergerakan oleh sifat fototaksis positif ikan itu sendiri. Sedangakan menurut He
(1989), ikan berenang mendekati sumber cahaya karena tiga hal,yakni : mengikuti
teori torced movement theory,adaptation theory,dan feeding phototaxis theory.
Fototaxis pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal ialah faktor yang timbul dari dalam tubuh ikan, seperti umur, sex, dan
kepenuhan isi lambung, sedangkan faktor eksternal ialah faktor yang memengaruhi
fototaxis ikan yang timbul dari luar tubuh ikan, seperti temperatur air, gelombang,
11
arus, level lingkungan cahaya (dini hari dan bulan purnama), intensitas dan warna
cahaya, makanan, ataupun ada tidaknya predator/ikan pemangsa lain. Nomura dan
Yamazaki (1977) menyatakan bahwa penangkapan ikan dengan cahaya tidak efektif
pada bulan purnama (full moon),karena iluminasi cahaya lampu dan cahaya bulan
pada kedalam 20 meter hampir sama yaitu masing – masing 0,033 lux dan 0,032 lux.
2.4 Pemanfaatan Cahaya Dalam Usaha Penangkapan Ikan
Penggunaan cahaya listrik dalam kegiatan penangkapan ikan pertama kali
dikembangkan di Jepang sekitar tahun 1900an. Selanjutnya berkembang keberbagai
belahan dunia,termasuk Indonesia. Di Indonesia penggunaan lampu sebagai alat
bantu penangkapan ikan tidak diketahui secara pasti,yang diduga perikanan dengan
alat bantu cahaya berkembang dari bagian timur perairan Indonesia dan menyebar
kebagian barat periaran Indonesia.
Gerombolan ikan dan ketertarikan ikan pada sumber cahaya bervariasi antar
jenis ikan, perbedaan ini umumnya dipengaruhi oleh adanya perbedaan Phylogenetic
dan ekologi. Varheijen (1959) menyebutkan bahwa ikan melihat sumber cahaya
dalam keadaan gelap di malam hari menjadi disorientasi secara optik dan bereaksi.
Dimana hanya satu mata yang dirangsang,sehingga terjadi gerakan secara tidak
beraturan dan tidak menentu dari ikan pada area iluminasi.
Brandt (2005) mengemukakan bahwa keberhasilan penangkapan ikan dengan
alat bantu cahaya ditentukan oleh teknik penangkapan. Kondisi perairan dan
lingkungan serta kualitas cahaya yang digunakan untuk memikat ikan. Selanjutnya
Verheyen (1968) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran
cahaya yang masuk ke dalam air dalam kaitannya terhadap pemikat ikan adalah : (1)
sifat alamiah cahaya matahari atau bulan; (2) jumlah partikel yang terkandung dalam
air dan udara banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan air dan partikel-
partikel.
12
III. METODE PENDEKATAN
3.1 Metode Pengambilan Data
Penelitian ini dilakukan secara experimental fishig, yakni data yang diambil
melalui percobaan alat Pancing/Gordive yang disetting secara langsung di lapangan
menggunakan satu buah kapal penangkapan ikan, dimana gordive yang diopersikan
ini secara langsung bersamaan disetting, satu bagian alat tangkap pancing/gordive ini
tanpa lampu dan berlampu. Gordive tanpa lampu sebagai control atau perbandingan
sedangkan gordive berlampu hasil dari modifikasi pancing rawai karibia ini berfungsi
sebagai tested gear ( alat tangkap yang diuji cobakan).
Pengambilan data dilakukan dengan lima kali ulangan pada masing-masing
alat tangkap gordive yang dilihat perbedaannya setiap satu jam pada saat
pengoperasian alat tangkap gordive ini.
3.2 Pengumpulan Data
Data hasil tangkapan ikan yang diperoleh di ukur panjang total (cm), berat
tubuh ikan (kg), dan body girth sebagai ukuran ikan yang digunakan dalam patokan
identifikasi dari hasil tangkapan.
Data yang diperoleh merupakan data primer yakni data yang berkaitan secara
langsung dengan hasil dari tangkapan ikan yang diperoleh. Data primer ini meliputi :
Panjang total (cm ) adalah panjang ikan yang diukur mulai dari bagian
ujung mulut hingga bagian ekor yang paling ujung.
Body girth adalah ukuran lingkar tubuh ikan. Ada dua kategori yang
diperlukan saat mengukur body girth ini, yakni net mark body girth
merupakan ukuran lingkar tubuh ikan pada lokasi terjeratnya ikan pada
mata jaring sedangkan maximum body girth adalah ukuran maksimum
lingkar tubuh ikan tersebut.
Berat tubuh ikan adalah biomassa yang dimiliki oleh ikan dalam
satuan kilogram (Kg).
13
IV. PELAKSANAAN PROGRAM
4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian di lapang akan dilaksanakan di Palabuhan Ratu Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. Letak geografis kabupaten sukabumi terletak pada posisi
6057
’-7
025
’ LS dan 106
049
’-107
000
’ BT, dengan batas-batas wilayah secara
administrtif disebelah utara berbatasan dengan kabupaten Bogor, samudra Hindia
disebelah selatan, kabupaten cianjur disebelah timur, sedangkan disebelah barat
berbatasan dengan kabupaten lebak dan samudra Hindia. Kabupaten sukabuni secara
administratif juga berbatasan langsung dengan kota sukabumi, dimana wilayah kota
sukabumi dikelilingi oleh beberapa kecamatan yang menjadi wilayah kabupaten
sukabumi (PPN Palabuhanratu, 2007). Palabuhan Ratu dipilih sebagai lokasi
penelitian karena daerahnya cukup aman dari arus dan gelombang yang kuat ketika
musim barat tiba. Penelitian berlangsung selama empat kali trip yang masing-masing
dilakukan lima kali pengulangan. Penelitian ini di laksanakan pada awal Maret
sampai dengan akhir Mei 2013.
14
Peta diatas merupakan peta lokasi penelitian dan pengambilan data primer
yang dilakukan di Palabuhanratu. Dimana data primer ini berupa data hasil tangkapan
ikan yang tertangkap pada alat tangkap pancing dengan atau tanpa cahaya lampu
celup bawah air (Lacuba). Pengambilan data dilakukan secara experimental
fishing,yakni secara langsung melakukan percobaan alat pancing rawai vertikal yang
disetting diperairan secara pasif dan melakukan pengangkatan alat keatas kapal
(hauling) setiap 1 jam dengan masing-masing alat dilakukan lima kali pengulangan.
4.2 Tahapan Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu kegiatan persiapan, pelaksanaan
dan pelaporan hasil penelitian. Kegiatan direncanakan berlangsung selama 3 (tiga)
bulan tahun 2012. Jadwal Kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tata waktu pelaksanaan penelitian
No. Kegiatan
2013
Bulan ke-
1 2 3 4 5 6
1. Persiapan
a. Survei pendahuluan
b. Perizinan penelitian
c. Pembuatan alat
2. Pelaksanaan penelitian
a. Penelitian di lapangan
3. Pelaporan hasil penelitian
a. Pengolahan data
b. Penulisan laporan hasil penelitian
4. Konsultasi pembimbing
15
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan (survey pendahuluan,
perizinan penelitian, & pembuatan alat), pengambilan data primer dan sekunder,
pengolahan dan analisis data serta formulasi hasil penelitian. Selanjutnya penelitian
juga dilakukan empat kali trip, di hari dan waktu yang berbeda. Trip pertama dan
kedua berturut dari tanggal 29– 31Maret 2013. Sedangkan trip ketiga dan keempat
dilakukan pada tanggal 27 Mei 2013, yang masing-masing dilaksanakan pada waktu
dini hari dan malam hari.
4.3 Instrumen Pelaksanaan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Kapal ukuran 8 x 1 meter ;
Timbangan dengan skala terkecil 1 gram ;
Alat dokumentasi ;
Line rope/penggulung ;
Luxmeter untuk mengukur iluminasi cahaya;dan
Fish finder untuk menentukan lokasi penangkapan yang cocok.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tali atau benang ;
Gorges atau mata pancing ;
Timah dan besi sebagai pemberat;
Batu baterai sebanyak 12 buah;
Umpan (ikan tembang & sayatan ikan layur) ;serta
Lacuba (Lampu Celup Bawah Air).
Gambar 2. Pancing
Lampu
16
4.4 Rekapitulasi Rancangan dan Realisasi Biaya
Biaya yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah sebesar Rp.10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah). Rincian Biaya pada Tabel 2.
Tabel 2. Anggaran penelitian
No. Kegiatan Biaya (Rp)
1. Persiapan penelitian :
a. Survei pendahuluan
b. Pembelian gorges
Kail @Rp.25.000,- x 30 gorges
Tali Cabang dan Tali utama 70 m @Rp.10.000,- x 70
Joran 6 buah @Rp.100.000,- x 6
c. Transportasi membawa 5 unit Gorges
d. Pembuatan modifikasi gorges 5 buah @Rp 120.000
750.000
750.000
700.000
600.000
750.000
600.000
2. Pelaksanaan Penelitian:
a. Transportasi , Akomodasi 5 Orang @Rp 150.000
b. Konsumsi 5 orang @Rp.200.000
c. Biaya Sewa Kapal Untuk 5 Kali Trip @Rp 400.000
d. Olah Data, Pembuatan, Dan Penggandaan Laporan.
e. Sewa Camera @Rp. 100.000 x 5 kali trip
f. Lampu Petromax 5 buah @100.000
g. Umpan
750.000
1.000.000
2.000.000
750.000
500.000
500.000
350.000
Total biaya 10.000.000
17
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Ikan Hasil Tangkapan
Penelitian ini menggunakan metode experimental fishing, yakni data yang
diperoleh dari pengambilan data secara langsung dilapangan menggunakan instrumen
gordive yang dipadukan dengan cahaya buatan lampu celup bawah air (lacuba). Data
yang terambil merupakan data primer yang dianalisis berdasarkan keragaman jenis
hasil tangkapan menggunakan instrumen alat tangkap gordive dengan cahaya lampu
dibandingkan dengan gordive tanpa cahaya lampu, didapatkan 3 jenis ikan yang
berbeda genus dan spesiesnya yakni ikan gerot-gerot, kuniran, dan kerongan.Berikut
tabel komposisi hasil tangkapan ikan tanpa dan dengan cahaya lampu buatan
berdasarkan trip dan spesies ikan,serta ukuran hasil tangkapan.
Tabel 3. Hasil Tangkapan tanpa menggunakan cahaya
No Trip
ke-
Hasil Tangkapan
Nama Spesies panjang total
(cm)
Berat
(gram)
Body girth
(cm)
1 1 - - - -
2 2 - - - -
3 3 Pomadasys maculatum 22,7 130 19,3
Pomadasys maculatum 22,6 140 19,4
- - - -
4 4 Terapon theraps 19,5 80 14
Hasil tangkapan ikan yang ditangkap dengan gordive tanpa menggunakan
cahaya dari lampu celup bawah air (Lacuba), persentase dari hasil tangkapan ikannya
dapat diperlihatkan dengan menggunakan diagram pie berikut :
18
Analisis keragaman hasil tangkapan yang ditunjukan diagram pie diatas dalam
persentase hasil tangkapan ikan tanpa menggunakan gordive lampu menunjukan hasil
tangkapan yang kurang beragam, seperti tidak tertangkapnya ikan Upenephelus
sulphures.
Tabel 4. Hasil tangkapan dengan menggunakan cahaya
No Trip
ke-
Hasil Tangkapan
Nama Spesies Panjang total
(cm)
Berat
(gram)
Body girth
(cm)
1 1 - - - -
2 2 - - - -
3 3
Upeneus sulphureus 20,2 100 14,1
Pomadasys maculatum 21,4 110 18,4
- - - -
4 4
Terapon theraps 14,4 30 11,9
Terapon theraps 19,5 80 14
Terapon theraps 18,8 70 13,8
67%
33%
0%
Persentase Hasil Tangkapan Ikan Tanpa Menggunakan Gordive Lampu
Pomadasys maculatum Terapon theraps Upeneus sulphureus
19
Hasil tangkapan ikan yang ditangkap dengan gordive dengan menggunakan
cahaya dari lampu celup bawah air (Lacuba), persentase dari hasil tangkapan ikannya
dapat diperlihatkan dengan menggunakan diagram pie berikut :
Analisis keragaman hasil tangkapan yang ditunjukan diagram pie diatas dalam
persentase hasil tangkapan ikan dengan menggunakan gordive lampu menunjukan
hasil tangkapan yang lebih baik, ini ditunjukan dengan beragamnya dari jenis ikan
yang tertangkap, yang bila dibandingkan dengan gordive tanpa lampu hasil tangkapan
ikannya kurang beragam, seperti pada alat tangkap gordive tanpa lampu tidak
mendapatkan spesies ikan upenephelus sulphures, sedangkan pada gordive berlampu
mendapatkan hasil tiga spesies ikan yang berbeda termasuk upenephelus sulphures.
Berdasarkan dari kedua tabel diatas diperoleh hasil tangkapan total ikan yang
didapatkan dengan alat tangkap Gordive kedalam persentase memperlihatkan hasil
secara nyata sebagai berikut :
20%
60% 20% 20%
Persentase Hasil Tangkapan Ikan Menggunakan Gordive Lampu
Pomadasys maculatum Terapon theraps
Upeneus sulphureus
38%
50%
12%
Persentase Total Hasil Tangkapan Ikan
Pomadasys maculatum Terapon theraps Upeneus sulphureus
20
Perbandingan hasil tangkapan yang diperoleh dari data yang diambil secara
langsung dilapangan dengan alat tangkap gordive tanpa atau dengan cahaya lampu
celup bawah air (Lacuba) yang didesain sedemikian rupa agar kedap air dan dapat
menjaga agar lampu tetap menyala didalam air ditunjukan pada grafik berikut :
Terlihat pada tampilan grafik diatas yang menunjukan komposisi hasil
tangkapan yang memiliki keragaman hasil tangkapan yang berbeda, dimana gordive
berlampu hasil tangkapan ikannya lebih beragam dibandingkan dengan gordive tanpa
lampu. Pada gordive berlampu ini mendapatkan 3 species ikan yang berbeda yakni
ikan pomadasys maculatum, terapon theraps, dan upeneus sulphureus. Species ikan
yang mendominasi hasil tangkapan yakni ikan terapon theraps dan upeneus
sulphureus. Sedangkan pada gordive tanpa lampu hasil tangkapan ikan yang didapat
hanya dua species ikan yakni ikan pomadasys maculatum dan terapon theraps. Pada
gordive tanpa lampu ini tidak mendapatkan jenis ikan upeneus sulphureus. Penelitian
ini tidak melihat jenis ikan yang tertarik secara langsung dengan cahaya (fototaksis
positif) maupun jenis ikan yang tidak merespon rangsangan terhadap cahaya
melainkan penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan keragaman dari hasil
tangkapan ikan antara gordive berlampu dan tanpa lampu yang didesain
menyesuaikan kebutuan penelitin, yang dimana penelitian gordive berlampu dari
modifikasi alat tangkap pancing rawai karibia lebih efektif digunakan dalam
operasional penangkapan ikan.
0%
50%
100%
Pomadasys maculatum
Terapon theraps
Upeneus sulphureus
Grafik Perbandingan Keragaman Hasil Tangkapan
Gordive Tanpa Lampu
Gordive Lampu
21
5.2 Pengukuran Iluminasi Cahaya
Iluminasi cahaya atau kecermelangan cahaya (E) didefinisikan sebagai jumlah
cahaya yang masuk kedalam kolom air yang tergantung pada intensitas cahaya dan
jarak dari permukaan (Ben – Yami,1987). Pengukuran ilumisai cahaya dari suatu
sumber dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan matematik berikut :
E = C/r2 ; dimana :
E adalah iluminasi cahaya (lux)
C adalah kuat sumber cahaya (Candela)
R adalah jarak dari sumber cahaya (m)
Iluminasi cahaya akan berkurang dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber
cahaya dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut memasuki media air. Pemudaran
intensitas cahaya menurut (Nikonorov,1975) yang terjadi didalam kolom perairan terjadi
secara eksponensial berdasarkan hukum Buger seperti berikut :
Ix = I0e-kx
atau Ex = Eoe-kx
Pengukuran luxmeter
air Derajat udara air Derajat udara 0.06 0 0.07
0.05 180 0.06
0.04 10 0.06
0.03 190 0.05
0.05 20 0.05
0.03 200 0.06
0.06 30 0.06
0.03 210 0.05
0.04 40 0.05
0.03 220 0.06
0.04 50 0.04
0.04 230 0.07
0.04 60 0.07
0.04 240 0.07
0.05 70 0.03
0.05 250 0.05
0.05 80 0.05
0.06 260 0.06
0.05 90 0.06
0.05 270 0.06
0.06 100 0.06
0.05 280 0.05
0.05 110 0.05
0.05 290 0.03
0.04 120 0.07
0.04 300 0.07
0.04 130 0.07
0.04 310 0.04
0.03 140 0.06
0.04 320 0.05
0.03 150 0.05
0.06 330 0.06
0.03 160 0.06
0.05 340 0.05
0.03 170 0.05
0.04 350 0.06
0.05 180 0.06
0.06 360 0.07
22
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian ini memberikan hasil yang secara signifikan baik untuk
mengembangkan perikanan pada alat tangkap pancing rawai karibia yang dipadukan
dengan cahaya lampu celup bawah air dengan hasil modifikasi berupa Gorges divers
(Gordive) mengingat alat tangkap pancing/Gordive ini merupakan alat tangkap yang
paling selektif dalam menangkap hasil tangkapan ikan dengan ukuran yang telah
layak tangkap sehingga alat tangkap ini dapat menciptakan kegiatan perikanan yang
berkelanjutan dikarenakan ramah terhadap lingkungan atau tidak merusak habitat
ikan di perairan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa persentase hasil tangkapan
dari Gordive berlampu lebih baik dan beragam dibandingkan dengan Gordive tanpa
lampu.
6.2 Saran
Perlu diadakannya penelitian lanjutan mengenai alat tangkap Gordive ini
seperti pada perbedaan penggunaan warna cahaya lampu celup bawah air (Lacuba)
pada perikanan pancing/Gordive dan ketahanan lampu agar kedap air sehingga lampu
dapat menyala secara terus menerus dalam air serta perlu diadakannya penelitian
perikanan pancing mengingat khusus untuk perikanan pancing di Indonesia sangatlah
kurang padahalnya keselektivan pancing sangat tinggi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anggawangsa,R.F.2008. Pengaruh Perbedaan Penggunaan Bentuk Mata Pancing
Terhadap Hasil Tangkapan Layur (Trichiurus sp.) di Palabuhanratu. Skripsi.
Bogor : Program Sarjana. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2003. Quicklook riset kelautan dan perikanan.
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Baskoro, M. S., 2012. Metode Penangkapan Ikan : Bogor:Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan-FPIK Institut Pertanian Bogor.
Dwiponggo,am badruddin,d nugroho dan seiyono.1991. potensi dan penyebaran
sumberdaya ikan demersal. Jakarta : direktorat jendral perikanan,puslitbang
perikanan,po-lipi.
Imron, M, Iskandar, M. D., dan Sriwiyono E.1997. Eksplorasi Ikan Pelagis dengan
Jaring Insang Lingkar (Encircling Gillnet )dan Alat Bantu Rumpon Lampu
Diperairan Pelabuhan Ratu-seminar hasil penelitian IPB. Bogor :Staf
Pengajar Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, IPB.
Mulyadi S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta : Rajawali pers.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Cetakan I. Jakarta : Djambatan. 356 Hal.
Nurhayati, Y. 2006. Pengaruh kedalaman terhadap komposisi hasil tangkapan
pancing ulur (handline) pada perikanan layur diperairan
palabuhanratu,kabupaten sukabumi,jawa barat. Skripsi. Bogor : program
sarjana. Program studi pemanfaatan sumberdaya perikanan, Fakultas
perikanan dan ilmu kelautan,institut pertanian Bogor.
Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2007. Data Statistika Perikanan
Tahun 2006. Sukabumi : PPN Palabuhanratu.
Puspito, G. 2009. Pancing. Bogor : Departemen PSP-FPIK Institut Pertanian
Bogor.
Puspito, G. 2009. Lampu Petromaks: Manfaat, Kelemahan dan solusinya pada
Periakanan Bagan.Bogor. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB.
Puspito, G. 2009. Kontruksi Mata Jaring Perangkap Jodang. Bogor : Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan IPB.
24
Saanin, R. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol 1 dan ii. Bandung :
Bina Cipta.
Sadhori, S. 1984. Teknik Penangkapan Ikan. Bandung : Angkasa.
Tobing,T.M.D.N.2008. Pemusatan Cahaya Petromaks Pada Areal Kerangka Jaring
Dipermukaan Air Menggunakan Tudung Berbentuk Kerucut Terpancung :
Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkapan Bagan. Skripsi. Bogor : Program
Sarjana. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Widodo, J dan Suadi. 2006. Pengelolaan sumberdaya Perikanan Laut.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wiyono, E. S, R. I. Wahju, dan F. Purwangka. 2001. Kuantifikasi Perilaku
Perubahan Iliminasi Cahaya Buatan Pada Media Air-Laporan Kegiatan.
Bogor : FPIK Institut Pertanian Bogor.
25
LAMPIRAN
26
KONSULTASI SEBELUM PEMBERANGKATAN KE LAPANGAN
PERSIAPAN ALAT
27
PRAKTEK LAPANG
HAULING