laporan akhir pengelasan

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin maju dan berekembang dengan pesat sehingga menimbulkan persaingan yang ketat. Secara otomatis ada tuntutan agar selalu berkreatifitas dan terus mengikuti perkembangan tersebut, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada disekelilingnya, hingga menjadi sesuatu yang layak pakai dan memiliki guna serta nilai jual yang tinggi. Oleh karena itu, perlu diadakannya kuliah praktikum sebagai tindak lanjut dari teori yang telah diberikan di dalam ruangan. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun tujuan praktikum pengelasan, diantaranya : 1.Melatih kemampuan mahasiswa teknik mesin dalam mengoperasikan mesin las. 2.Agar mahasiswa mengenal jenis-jenis mesin las dan cara kerjanya. 3.Agar mahasiswa mengetahui dan mengenal jenis sambungan las. 4.Agar mahasiswa mengenal dan memahami cacat-cacat las pada proses pengelasan. 5.Agar mahasiswa mengetahui tentang tata cara praktek di dalam sebuah laboratorium teknik mesin, sehubungan dengan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja. 1

Upload: mmrachman

Post on 24-Nov-2015

144 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

LAPORAN AKHIR PENGELASAN

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin maju dan berekembang dengan pesat sehingga menimbulkan persaingan yang ketat. Secara otomatis ada tuntutan agar selalu berkreatifitas dan terus mengikuti perkembangan tersebut, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada disekelilingnya, hingga menjadi sesuatu yang layak pakai dan memiliki guna serta nilai jual yang tinggi. Oleh karena itu, perlu diadakannya kuliah praktikum sebagai tindak lanjut dari teori yang telah diberikan di dalam ruangan.

1.2 Maksud dan TujuanAdapun tujuan praktikum pengelasan, diantaranya :1. Melatih kemampuan mahasiswa teknik mesin dalam mengoperasikan mesin las.2. Agar mahasiswa mengenal jenis-jenis mesin las dan cara kerjanya.3. Agar mahasiswa mengetahui dan mengenal jenis sambungan las.4. Agar mahasiswa mengenal dan memahami cacat-cacat las pada proses pengelasan.5. Agar mahasiswa mengetahui tentang tata cara praktek di dalam sebuah laboratorium teknik mesin, sehubungan dengan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja.6. Agar mahasiswa dapat mengetahui tata cara sebelum menggunakan las untuk kelancaran sebuah proses pembuatan benda kerja.7. Agar mahasiswa dapat mengetahui teknik penggunaan las dan mampu mempraktekan nya.8. Agar mahasiswa teknik mesin terbiasa dalam pembuatan laporan praktikum.

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 Teori DasarMenurut Deutche Industri Nurman (DIN), pengelasan yaitu : ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair. Jadi pengelasan merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas dan dikategorikan sebagai sambungan yang merusak.

2.1.1 Definisi PenyolderanPenyolderan adalah proses penyambungan dua keping logam dengan logam yang berbeda yang dituangkan dalam keadaan cair dengan suhu tidak melebihi 430C diantara kedua keping tersebut. Paduan logam penyambung / pengisi yang banyak digunakan adalah paduan timbal dan timah yang mempunyai titik cair antara 180 - 370C. Komposisi 50% Pb dan 50% Sn paling banyak digunakan untuk timah solder dimana paduan ini mempunyai titik cair pada 220 C.

2.1.2 Pengertian BrazingBrazing adalah proses pada sambungan dua potongan bagian metal dengan menerapkan panas dan menambahkan filler metal. Filler / pengisi, yang mana mempunyai suatu titik-lebur yang lebih rendah dibanding dengan metal yang akan di sambungkan. Pada part brazing dengan clearance yg kecil, pengisi bisa mengalir ke dalam sambungan olehgaya kapilaritas. Temperatur dari cairan pengisi pada brazing melebihi 800F ( 430C).

2.1.3 Pengertian WeldingWelding adalah:suatu proses penyambungan plat atau logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa tekanan. Yaitu dengan cara logam yang akan disambung dipanaskan terlebih dahulu hinga meleleh, kemudian baru disambung dengan bantuan perekat (filler). Selain itu las juga bisa didefinisikan:sebagai ikatan metalurgi yang timbul akibat adanya gaya tarik antara atom.

2.2 Jenis-Jenis Las2.2.1 Las BusurPengelasan busur adalah pengelasan dengan memanfaatkan busur listrik yang terjadi antara elektroda dengan benda kerja. Elektroda dipanaskan sampai cair dan diendapkan pada logam yang akan disambung sehingga terbentuk sambungan las. Mula-mula elektroda kontak / bersinggungan dengan logam yang dilas sehingga terjadi aliran arus listrik, kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga muncul busur. Panas pada busur bisa mencapai 5.500C. Las busur bisa menggunakan arus searah maupun arus bolak-balik. Mesin arus searah dapat mencapai kemampuan arus 1000 amphere pada tegangan terbuka antara 40 sampai 95 Volt. Pada waktu pengelasan tegangan menjadi 18 sampai 40 Volt. Ada 2 jenis polaritas yang digunakan yaitu polaritas langsung dan polaritas terbalik. Pada polaritas langsung elektroda berhubungan dengan terminal negatif sedangkan pada polaritas terbalik elektroda berhubungan dengan terminal positif. Jenis bahan elektroda yang banyak digunakan adalah elektroda jenis logam walaupun ada juga jenis elektroda dari bahan karbon namun sudah jarang digunakan. Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada logam yang dilas sehingga jenis bahan elektroda harus disesuaikan dengan jenis logam yang dilas. Untuk las biasa mutu lasan antara arus searah dengan arus bolak-balik tidak jauh berbeda, namun polaritas sangat berpengaruh terhadap mutu lasan. Kecepatan pengelasan dan keserbagunaan mesin las arus bolak-balik dan arus searah hampir sama, namun untuk pengelasan logam / pelat tebal, las arus bolak-balik lebih cepat.

Skema las busur bisa dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Skema nyala busur.

Elektroda yang digunakan pada pengelasan jenis ini ada 3 macam, yaitu: elektroda polos, elektroda fluks dan elektroda berlapis tebal. Elektroda polos adalah elektroda tanpa diberi lapisan dan penggunaan elektroda jenis ini terbatas antara lain, untuk besi tempa dan baja lunak. Elektroda fluks adalah elektroda yang mempunyai lapisan tipis fluks, dimana fluks ini berguna melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-oksida pada saat pengelasan. Kawat las berlapis tebal paling banyak digunakan terutama pada proses pengelasan komersial. Lapisan pada elektroda berlapis tebal mempunyai fungsi: 1.Membentuk lingkungan pelindung. 2.Membentuk terak dengan sifat-sifat tertentu untuk melindungi logam cair. 3.Memungkinkan pengelasan pada posisi diatas kepala dan tegak lurus. 4.Menstabilisasi busur. 5.Menambah unsur logam paduan pada logam induk. 6.Memurnikan logam secara metalurgi. 7.Mengurangi cipratan logam pengisi. 8.Meningkatkan efisiensi pengendapan. 9. Menghilangkan oksida dan ketidakmurnian. 10.Mempengaruhi kedalaman penetrasi busur. 11.Mempengaruhi bentuk manik. 12.Memperlambat kecepatan pendinginan sambungan las. 13.Menambah logam las yang berasal dari serbuk logam dalam lapisan pelindung.

Fungsi-fungsi yang disebutkan diatas berlaku umum yang artinya belum tentu sebuah elektroda akan mempunyai kesemua sifat tersebut. Komposisi lapisan elektroda yang digunakan bisa berasal dari bahan organik ataupun bahan anorganik ataupun campurannya. Unsur-unsur utama yang umum digunakan adalah :1.Unsur pembentuk terak: SiO2 , MnO2 , FeO dan Al2O3 . 2.Unsur yang meningkatkan sifat busur: Na2O, CaO, MgO dan TiO2 .3.Unsur deoksidasi: grafit, aluminium dan serbuk kayu. 4.Bahan pengikat: natrium silikat, kalium silikat dan asbes. 5.Unsur paduan yang meningkatkan kekuatan sambungan las: vanadium, sirkonium, sesium, kobal, molibden, aluminium, nikel, mangan dan tungsten.

Berikut ini dijelaskan beberapa jenis pengelasan dengan menggunakan pengelasan busur :a. Pengelasan Busur Hidrogen Atomik. Proses pengelasan ini adalah dimana dua elektroda tunsten dialirkan busur arus bolak-balik dan hidrogen dialirkan ke busur tersebut. Ketika hidrogen mengenai busur, molekulnya pecah menjadi atom yang kemudian bergabung kembali menjadi molekul hidrogen diluar busur. Reaksi ini diiringi oleh pelepasan panas yang bisa mencapai suhu 6100C. Logam lasan dapat ditambahkan dama bentuk batang / kawat las. Skema dari pengelasan jenis ini diperlihatkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Las busur hidrogen atomik.

b. Las Busur Gas dengan Pelindung Gas Mulia.Proses pengelasan ini sambungan dibentuk oleh panas yang ditimbulkan oleh busur yang dibangkitkan diantara elektroda dan benda kerja dimana busur dilindungi oleh gas mulia seperti argon, helium atau bahkan gas CO2 atau campuran gas lainnya. Ada dua jenis pengelasan dengan cara ini yaitu : las TIG (tungsten inert gas) atau disebut juga pengelasan menggunakan elektroda wolfram dengan logam pengisi, dan las MIG (metal inert gas) atau disebut juga pengelasan menggunakan elektroda terumpan. Kedua jenis pengelasan ini bisa dilakukan secara manual ataupun otomatik serta tidak memerlukan fluks ataupun lapisan kawat las untuk melindungi sambungan.Las busur yang menggunakan elektroda wolfram (elektroda tak terumpan) dikenal pula dengan sebutan las busur wolfram gas. Skema dari pengelasan jenis ini bisa dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Diagram proses las busur wolfram gas mulia.

Pada proses ini las dilindungi oleh selubung gas mulia yang dialirkan melalui pemegang elektroda yang didinginkan dengan air. Pengelasan ini bisa menggunakan arus bolak-balik ataupun arus searah, dimana pemilihan tergantung pada jenis logam yang dilas. Arus searah polaritas langsung digunakan untuk pengelasan baja, besi cor, paduan tembaga dan baja tahan karat, sedangkan polaritas terbalik jarang digunakan. Untuk arus bolak-balik banyak digunakan untuk pengelasan aluminium, magnesium, besi cor dan beberapa jenis logam lainnya. Proses ini banyak dilakukan untuk pengelasan pelat tipis karena biayanya akan mahal jika digunakan untuk pengelasan pelat tebal. Pengelasan las gas mulia elektroda terumpan bisa dilihat pada gambar 2.4 dimana antara benda kerja dan elektroda terumpan dilindungi dengan gas pelindung. Efisiensi pengelasan jenis ini lebih tinggi dan kecepatan pengelasan jauh lebih baik. Pengelasan ini umumnya dilakukan secara otomatis.

Gambar 2.4 Diagram las busur gas mulia elektroda terumpan.Gas karbon dioksida sering digunakan sebagai gas pelindung untuk pengelasan logam baja karbon dan baja paduan rendah.

c.Pengelasan Busur Rendam Proses pengelasan busur rendam adalah proses pengelasan busur dimana logam cair dilindungi oleh fluks selama pengelasan. Busur listrik yang digunakan untuk mencairkan logam tertutup oleh serbuk fluks yang diberikan disepanjang alur las dan proses pengelasan berlangsung didalam fluks tersebut. Gambar 2.5 memperlihatkan skema pengelasan busur rendam.

Gambar 2.5 Skema pengelasan busur rendam.

Pada saat pengelasan panas yang ditimbulkan busur tidak hanya mencairkan logam namun juga akan mencairkan sebagian dari fluks dimana fluks cair ini akan terapung diatas logam cair sehingga membentuk lapisan pelindung membentuk terak yang mencegah percikan dan terjadinya oksidasi. Ketika logam dan terak sudah dingin, terak bisa dibuang, serbuk fluks yang tidak terpakai dapai digunakan kembali.

d.Pemotongan Dengan Busur Plasma. Pada pengelasan ini, gas dipanaskan oleh busur wolfram hingga suhu sangat tinggi sehingga gas menjadi terion dan menjadi penghantar listrik. Gas dalam kondisi ini disebut plasma. Peralatan didesain sedimikian sehingga gas mengalir ke busur melalui lubang halus sehingga suhu plasma naik dan konsentrasi energi panas pada logam pada area yang kecil akan menyebabkan logam cepat menjadi cair. Ketika gas meninggalkan nosel, gas berkembang dengan cepat dan membawa logam cair, sehingga proses pemotongan bisa berjalan dengan baik. Gambar 2.6 memperlihatkan skema pemotongan dengan busur plasma.

Gambar 2.6 Skema perbandingan dua proses memotong dengan busur wolfram gas; A. Pemotongan dengan busur gas helium (non constricted transfered arc). B. Pemotongan dengan plasma (transferred arc).

2.2.2 Las Resistan ListrikPengelasan ini mula-mula dikembangkan oleh Elihu Thompson diakhir abad 19. Pada proses ini digunakan arus listrik yang cukup besar yang dialirkan ke logam yang disambung sehingga menimbulkan panas kemudian sambungan ditekan dan menyatu. Arus listrik yang digunakan akan diubah tegangannya menjadi 4 sampai 12 volt dengan menggunakan transformator dengan kemampuan arus sesuai kebutuhan. Bila arus mengalir didalam logam, maka akan timbul panas ditempat dimana resistansi listriknya besar yaitu pada batas permukaan kedua lembaran logam yang akan dilas. Besar arus daerah sambungan berkisar antara 50 sampai 60 MVA/m2 dengan tenggang waktu sekitar 10 detik. Tekanan yang diberikan berkisar antara 30 sampai 55 MPa. Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan sesuai dengan rumus : jumlah panas = A2 t, dimana A adalah arus pengelasan (dalam Ampere), tahanan listrik antara elektroda (ohm) dan t waktu. Untuk memperoleh hasil lasan yang baik ketiga faktor tersebut perlu diperhatikan dengan cermat dimana besarannya tergantung dari tebal, jenis bahan serta ukuran serta jenis elektroda yang digunakan. Proses pengelasan resistansi listrik meliputi : las titik, las proyeksi, las kampuh, las tumpul, las nyala dan las perkusi.

a. Las Titik Las titik adalah pengelasan memakai metode resistansi listrik dimana pelat lembaran dijepit dengan dua elektroda. Ketika arus dialirkan maka terjadi sambungan las pada posisi jepitan. Skema las titik bisa dilihat pada gambar 2.7 Siklus pengelasan titik dimulai ketika elektroda menekan pelat dimana arus belum dialirkan. Waktu proses ini disebut waktu tekan. Setelah itu arus dialirkan ke elektroda sehingga timbul panas pada pelat di posisi elektroda sehingga terbentuk sambungan las. Waktu proses ini disebut waktu las.

Gambar 2.7 Diagram alat las titik.

Setelah itu arus dihentikan namun tekanan tetap ada dan proses ini disebut waktu tenggang. Kemudian logam dibiarkan mendingin sampai sambungan menjadi kuat dan tekanan dihilangkan dan pelat siap dipindahkan untuk selanjutnya proses pengelasan dimulai lagi untuk titik yang baru. Peralatan mesin las titik ada tiga jenis yaitu: 1. Mesin las titik tunggal stasioner.2. Mesin las titik tunggal yang dapat dipindahlan 3. Mesin las titik ganda.

Mesin las stasioner dapat dibagi lagi atas jenis: lengan ayun dan jenis tekanan langsung. Jenis lengan ayun merupakan jenis yang sederhana dan mempunyai kapasitas kecil.

b. Pengelasan Proyeksi. Gambar 2.8 memperlihatkan skema pengelasan proyeksi. Pengelasan ini mirip dengan pengelasan titik hanya bagian yang dilas dibuat proyeksi / tonjolan terlebih dahulu. Ukuran tonjolan mempunyai diameter yang sama dengan tebal pelat yang dilas dengan tinggi tonjolan lebih kurang 60% dari tebal pelat. Hasil pengelasan biasanya mempunyai kualitas yang lebih baik dari pengelasan titik.

Gambar 2.8 Pengelasan Proyeksi.

c. Las Kampuh (seam weld) Las kampuh merupakan proses las untuk menghasilkan lasan yang kontinyu pada pelat logam yang ditumpuk. Sambungan terjadi oleh panas yang ditimbulkan oleh tahanan listrik. Arus mengalir melalui elektroda ke pelat sama seperti pengelasan titik. Metode ini sebenarnya merupakan pengelasan titik yang kontinyu. Tiga jenis las kampuh yang sering dilakukan pada industri bisa dilihat pada gambar 2.9 yaitu las kampuh tumpang, las kampuh tindih dan las kampuh yang mulus.

Gambar 2.9 Jenis-jenis las kampuh resistansi listrik.

d. Las Tumpul (Butt Weld) Pengelasan las tumpul bisa dilihat pada gambar 2.10 Dua batang logam saling tekan dan arus mengalir melalui sambungan batang logam tersebut dan menimbulkan panas. Panas yang terjadi tidak sampai mencairkan logam namun menimbulkan sambungan las dimana sambungannya akan menghasilkan tonjolan. Tonjolan bisa dihilangkan dengan pemesinan. Kedua logam yang disambung sebaiknya mempunyai tahanan yang sama agar terjadi pemanasan yang rata pada sambungan.

Gambar 2.10 Sketsa pengelasan tumpul.

2.2.3 Las Gas dan PematrianPengelasan dengan gas adalah proses pengelasan dimana digunakan campuran gas sebagai sumber panas. Nyala gas yang banyak digunakan adalah gas alam, asetilen dan hidrogen yang dicampur dengan oksigen.

a. Nyala Oksiasetilen Dalam proses ini digunakan campuran gas oksigen dengan gas asetilen. Suhu nyalanya bisa mencapai 3500C. Pengelasan bisa dilakukan dengan atau tanpa logam pengisi. Oksigen berasal dari proses hidrolisa atau pencairan udara. Oksigen disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2) dihasilkan oleh reaksi kalsium karbida dengan air dengan reaksi sebagai berikut:

C2H2 + 2 H2O Ca(OH)2 + C2H2 Kalsium airKapur tohor gas karbidaasetilen

Bentuk tabung oksigen dan asetilen diperlihatkan pada gambar 2.11

Gambar 2.11 Tabung asetilen dan oksigen untuk pengelasan oksiasetilen.

Agar aman dipakai gas asetilen dalam tabung tekanannya tidak boleh melebihi 100 kPa dan disimpan tercampur dengan aseton. Tabung asetilen diisi dengan bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas asetilen. Tabung asetilen mampu menahan tekanan sampai 1,7 MPa. Skema nyala las dan sambungan gasnya bisa dilihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12 Skema nyala las oksiasetilen dan sambungan gasnya.

Pada nyala gas oksiasetilen bisa diperoleh 3 jenis nyala yaitu : nyala netral, reduksi dan oksidasi. Nyala netral diperlihatkan pada gambar 2.13 dibawah ini.

Gambar 2.13 Nyala netral dan suhu yang dicapai pada ujung pembakar.

Pada nyala netral kerucut nyala bagian dalam pada ujung nyala memerlukan perbandingan oksigen dan asetilen kira-kira 1 : 1 dengan reaksi seperti yang bisa dilihat pada gambar. Selubung luar berwarna kebiru-biruan adalah reaksi gas CO atau H2 dengan oksigen yang diambil dari udara. Nyala reduksi terjadi apabila terdapat kelebihan asetilen dan pada nyala akan dijumpai tiga daerah dimana antara kerucut nyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang berwarna keputih-putihan. Nyala jenis ini digunakan untuk pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non feros. Nyala oksidasi adalah apabila terdapat kelebihan gas oksigen. Nyalanya mirip dengan nyala netral hanya kerucut nyala bagian dalam lebih pendek dan selubung luar lebih jelas warnanya. Nyala oksidasi digunakan untuk pengelasan kuningan dan perunggu.

b. Pengelasan Oksihidrogen. Nyala pengelasan oksihidrogen mencapai 2000C, lebih rendah dari oksigen-asetilen. Pengelasan ini digunakan pada pengelasan lembaran tipis dan paduan dengan titik cair yang rendah.

c. Pengelasan Udara-Asetilen. Nyala dalam pengelasan ini mirip dengan pembakar bunsen. Untuk nyala dibutuhkan udara yang dihisap sesuai dengan kebutuhan. Suhu pengelasan lebih rendah dari yang lainnya maka kegunaannya sangat terbatas yaitu hanya untuk patri timah dan patri suhu rendah.

d. Pengelasan Gas Bertekanan Sambungan yang akan dilas dipanaskan dengan nyala gas menggunakan oksiasetilen hingga 1200C kemudian ditekankan. Ada dua cara penyambungan yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka. Pada sambungan tertutup, kedua permukaan yang akan disambung ditekan satu sama lainnya selama proses pemanasan. Nyala menggunakan nyala ganda dengan pendinginan air. Selama proses pemanasan, nyala tersebut diayun untuk mencegah panas berlebihan pada sambungan yang dilas. Ketika suhu yang tepat sudah diperoleh, benda diberi tekanan. Untuk baja karbon tekanan permulaan kurang dari 10 MPa dan tekanan upset antara 28 MPa. Pada sambungan terbuka menggunakan nyala ganda yang pipih yang ditempatkan pada kedua permukaan yang disambung. Permukaan yang disambung dipanaskan sampai terbentuk logam cair, kemudian nyala buru-buru dicabut dan kedua permukaan ditekan sampai 28 MPa hingga logam membeku. Proses pengelasan terbuka bisa dilihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Skema cara pengelasan tumpu dengan gas bertekanan.

e. Pemotongan Nyala Oksiasetilen. Pemotongan dengan nyala juga merupakan suatu proses produksi. Nyala untuk pemotongan berbeda dengan nyala untuk pengelasan dimana disekitar lubang utama yang dialiri oksigen terdapat lubang kecil untuk pemanasan awal. Fungsi nyala pemanas awal adalah untuk pemanasan baja sebelum dipotong. Karena bahan yang akan dipotong menjadi panas sehingga baja akan menjadi terbakar dan mencair ketika dialiri oksigen. Gambar 2.15 memperlihatkan skema mesin pemotong nyala oksiasetilen.

Gambar 2.15 Skema mesin pemotong dengan nyala oksiasetilen.

f.Penyolderan dan Pematrian Solder dan patri merupakan proses penyambungan logam dimana digunakan logam penyambung lainnya dalam keadaan cair yang kemudian membeku.

1. Penyolderan. Penyolderan adalah proses penyambungan dua keping logam dengan logam yang berbeda yang dituangkan dalam keadaan cair dengan suhu tidak melebihi 430C diantara kedua keping tersebut. Paduan logam penyambung / pengisi yang banyak digunakan adalah paduan timbal dan timah yang mempunyai titik cair antara 180 - 370C. Komposisi 50% Pb dan 50% Sn paling banyak digunakan untuk timah solder dimana paduan ini mempunyai titik cair pada 220C.

2. Pematrian. Pada pematrian logam pengisi mempunyai titik cair diatas 430C akan tetapi masih dibawah titik cair logam induk. Logam dan paduan patri yang banyak digunakan adalah : 1. Tembaga : titik cair 1083 C. 2. Paduan tembaga : kuningan dan perunggu yang mempunyai titik cair antara 870C - 1100C. 3. Paduan perak : yang mempunyai titik cair antara 630C - 845C. 4. Paduan Aluminium : yang mempunyai titik cair antara 570C - 640C. Adapun jenis sambungan yang lazim pada patri adalah : sambungan tindih, temu, dan serong seperti terlihat pada gambar 2.16.

Gambar 2.16. Jenis sambungan pada patri

Pada penyambungan patri hal yang paling utama adalah kebersihan, permukaan harus bebas dari kotoran-kotoran, minyak, atau oksida-oksida dan bagian sambungan harus tepat ukuran maupun bentuknya dengan celah untuk bahan pengisi. Proses pematrian dikelompokkan berdasarkan cara pemanasan. Ada empat cara yang dilakukan dalam memanaskan logam pada penyambungan: 1. Pencelupan benda yang akan disambung dalam logam pengisi atau fluks cair. 2.Mematri dengan menggunakan dapur. Disini benda dijepit dengan jig dan dimasukkan ke dalam dapur yang diatur suhunya sesuai titik cair logam patri. 3. Mematri dengan nyala. Panas nyala diambil dari nyala oksi asetilen atau oksihidrogen dan logam pengisi dalam bentuk kawat dicairkan pada celah sambungan. 4. Mematri dengan patri listrik. Panas berasal dari tahanan, induksi atau busur listrik.

Keuntungan proses patri adalah kemungkinan penyambungan logam yang sulit di las, penyambungan logam yang berlainan dan penyambungan bahan yang tipis. Selain itu proses patri cepat dan menghasilkan sambungan yang rapi yang tidak memerlukan pengerjaan penyelesaian lagi.

2.2.4 Las Tempa Proses pengelasan tempa adalah pengelasan yang dilakukan dengan cara memanaskan logam yang kemudian ditempa (tekan) sehingga terjadi penyambungan. Pemanasan dilakukan di dalam dapur kokas atau pada dapur minyak ataupun gas. Sebelum disambung, kedua ujung dibentuk terlebih dahulu, sedemikian sehingga bila disambungkan keduanya akan bersambung ditengah-tengah terlebih dahulu. Penempaan kemudian dilakukan mulai dari tengah menuju sisi, dengan demikian oksida-oksida atau kotoran-kotoran lainnya tertekan ke luar. Proses ini disebut scarfing. Jenis logam yang banyak digunakan dalam pengelasan tempa adalah baja karbon rendah dan besi tempa karena memiliki daerah suhu pengelasan yang besar.

2.2.5 Pengelasan Lainnya Selain metode pengelasan yang disebutkan diatas masih banyak lagi metode-metode pengelasan yang dilakukan di industri. Ada metode pengelasan listrik berkas elektron, las laser, las gesek, las termit, pengelasan dingin, las ultrasonik, las ledakan dan sebagainya. Metode-metode pengelasan tersebut tidak akan diuraikan disini, untuk itu jika ada pembaca yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut silahkan melihat buku-buku referensi dan literatur yang membahas masalah tersebut. Selain itu pengelasan selain untuk penyambungan, juga dapat digunakan untuk pemotongan. Adapun pemotongan dalam las diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:1. Pemotongan gas yang termasuk diantaranya: Pemotongan gas oksigen. Pemotongan serbuk. Pemotongan sembur api.

2. Pemotongan busur listrik yang termasuk diantaranya : Pemotongan busur karbon. Pemotongan busur logam. Pemotongan busur plasma. Pemotongan busur udara.

2.1.3 Sambungan Las Sambungan las mempunyai beberapa jenis sambungan diantaranya bisa dilihat pada gambar 2.17 dibawah ini.

Gambar 2.17

2.1.4Cacat-cacat pada Pengelasan Berbagai jenis cacat yang dijumpai pada lasan bisa dilihat pada gambar 2.18.

Gambar 2.18 Cacat-cacat pada las.

Gambar 2.18 Cacat-cacat pada las (lanjutan).

Jenis-jenis cacat yang biasanya dijumpai antara lain: 1. Retak (Cracks). 2. Voids. 3. Inklusi. 4. Kurangnya fusi atau penetrasi (lack of fusion or penetration). 5. Bentuk yang tak sempurna (imperfect shape). 1. Retak Jenis cacat ini dapat terjadi baik pada logam las (weld metal), daerah pengaruh panas (HAZ) atau pada daerah logam dasar (parent metal).

Gambar 2.19 Bagian-bagian dari sambungan las.

Cacat retak dibagi atas : a. Retak panas. b. Retak dingin.

Bentuk retakan dapat dibagi menjadi : a. Retakan memanjang (longitudinal crack). b. Retakan melintang (transverse crack).

Retak panas umumnya terjadi pada suhu tinggi ketika proses pembekuan berlangsung. Retak dingin umumnya terjadi dibawah suhu 200C setelah proses pembekuan.

1. Voids (porositas) Porositas merupakan cacat las berupa lubang-lubang halus atau pori-pori yang biasanya terbentuk di dalam logam las akibat terperangkapnya gas yang terjadi ketika proses pengelasan. Disamping itu, porositas dapat pula terbentuk akibat kekurangan logam cair karena penyusutan ketika logam membeku. Porositas seperti itu disebut : shrinkage porosity. Jenis porositas dapat dibedakan menurut pori-pori yang terjadi yaitu: Porositas terdistribusi merata. Porositas terlokalisasi. Porositas linier.

1. InklusiCacat ini disebabkan oleh pengotor (inklusi) baik berupa produk karena reaksi gas atau berupa unsur-unsur dari luar, seperti : terak, oksida, logam wolfram atau lainnya. Cacat ini biasanya terjadi pada daerah bagian logam las (weld metal).

1. Kurangnya Fusi atau Penetrasi a. Kurangnya FusiCacat ini merupakan cacat akibat terjadinya discontinuity yaitu ada bagian yang tidak menyatu antara logam induk dengan logam pengisi. Disamping itu cacat jenis ini dapat pula terjadi pada pengelasan berlapis (multipass welding) yaitu terjadi antara lapisan las yang satu dan lapisan las yang lainnya.

b. Kurangnya PenetrasiCacat jenis ini terjadi bila logam las tidak menembus mencapai sampai ke dasar dari sambungan.

1. Bentuk Yang Tidak Sempurna. Jenis cacat ini memberikan geometri sambungan las yang tidak baik (tidak sempurna) seperti: undercut, underfill, overlap, excessive reinforcement dan lain-lain. Morfologi geometri dari cacat ini biasanya bervariasi.

2.5 Metode PerhitunganDalam perencanaan suatu konstruksi ada beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan terutama dalam proses pengelasan sangat dipengaruhi oleh struktur mikro pada Heat Affected Zone (HAZ) yang sangat ditentukan oleh penggunaan besarnya arus pada saat pengelasan. Pada penelitian ini variasi besaran arus yang digunakan adalah 70A, 80A, 90A, 100A dan 110A. Untuk mengetahui struktur mikro pada daerah Heat Affected Zone (HAZ) dilakukan pengujian metallography, sedangkan untuk mengetahui sifat mekanisnya dilakukan pengujian mekanis yaitu pengujian kekerasan. Melalui pengujian kekerasan pada daerah HAZ diperoleh nilai kekerasan yang lebih tinggi dibanding kekerasan pada daerah logam induk dan nilai kekerasan paling tinggi pada besaran arus 80A, 100A sesuai dengan spesifikasi mesin. Dari hasil uji tarik menunjukkan adanya peningkatan sifat mekanis bila proses pengelasan dilakukan pada arus lebih tinggi.

2.6 Posisi Pengelasan2.6.1 Posisi datar (1G)Untuk jenis sambungan ini dapat dilakukan penetrasi pada kedua sisi, tetapi dapat juga dilakukan penetrasi pada satu sisi saja. Type posisi datar (1G) didalam pelaksanaannya sangat mudah. Dapat diaplikasikan pada material pipa dengan jalan pipa diputar.

2.6.2 Posisi horizontal (2G) Pengelasan pipa 2G adalah pengelasan posisi horizontal, yaitu pipa pada posisi tegak dan pengelasan dilakukan secara horizontal mengelilingi pipa. Kesulitan pengelasan posisi horizontal adalah karena beratnya sendiri maka cairan las akan selalu kebawah. Adapun posisi sudut elektroda pengelasan pipa 2G yaitu 90 gerakan elektrode antara 1-2 kali diameter elektrode. Bila terlalu panjang dapat mengakibatkan kurang baiknya mutu las. Panjang busur di usahakan sependek mungkin yaitu kali diameter elektrode las. Untuk pengelasan pengisian dilakukan dengan gerakan melingkar dan diusahakan dapat membakar dengan baik pada kedua sisi kampuh agar tidak terjadi cacat. Gerakan seperti ini diulangi untuk pengisian berikutnya.

2.6.3 Posisi vertikal (3G) Pengelasan posisi 3G dilakukan pada material plate. Posisi 3G ini dilaksanakan pada plate dan elektrode vertikal. Kesukaran pengelasan ini hampir sama dengan posisi 2G akibat gaya gravitasi dari cairan elektroda.

2.6.4 Posisi horizontal pipa (5G) Pengelasan pipa pada posisi 5G dapat dibedakan menjadi pengelasan naik dan pengelasan turun.

a. Pengelasan naikBiasanya dilakukan pada pipa yang mempunyai dinding tebal karena membutuhkan panas yang tinggi. Pengelasan arah naik kecepatannya lebih rendah dibandingkan pengelasan dengan arah turun, sehingga panas masukan tiap satuan luas lebih tinggi dibanding dengan pengelasan turun. Posisi pengelasan 5G pipa diletakkan pada posisi horizontal tetap dan pengelasan dilakukan mengelilingi pipa tersebut. Supaya hasil pengelasan baik, maka diperlukan las kancing (tack weld) pada posisi jam 5-8-11 dan 2. Mulai pengelasan pada jam 5.30 ke jam 12.00 melalui jam 6 dan kemudian dilanjutkan dengan posisi jam 5.30 ke jam 12.00 melalui jam 3.

b. Pengelasan turunBiasanya dilakukan pada pipa yang tipis dan pipa saluran minyak serta gas bumi. Alasan penggunaan las turun lebih menguntungkan dikarenakan lebih cepat dan lebih ekonomis.

2.7. Pengaruh Struktur dan Kekuatan Sambungan Las2.7.1 Thermal LasDistribusi temperatur yang terjadi pada saat proses pemanasan maupun pendinginan tidak merata pada seluruh material. Distribusi yang tidak merata ini terjadi baik dalam hal tempatnya pada material maupun bila ditinjau dari segi waktu terjadinya. Ketidak-merataan distribusi temperatur inilah yang menjadi penyebab timbulnya deformasi pada struktur las. Sehingga untuk dapat menyelesaikan berbagai persoalan dari tegangan dan deformasi hasil pengelasan harus diketahui dahulu bagaimana distribusi dari temperatur yang dihasilkan terhadap material las [3]. Pada proses pengelasan tidak semua energi digunakan untuk memanaskan elektroda dan logam las. Sebagian energi yang dihasilkan terserap ke lingkungan karena adanya kontak dengan udara lingkungan sekitar. Sehingga energi efektif yang digunakan.

2.7.2 Siklus Thermal Las Siklus Thermal Las adalah proses pemanasan dan pendinginan di daerah lasan. Lamanya proses pendinginan setelah pengelasan dalam suatu daerah dengan temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi kualitas sambungan las. Struktur mikro dan sifat mekanis dari daerah HAZ sebagian besar tergantung pada lamanya pendinginan.

2.7.3 Distribusi Panas Distribusi panas pada proses pengelasan pada setiap material tidak sama. Distribusi panas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: Sifat konduktifitas (sifat mampu menghantar panas) dari material kerja, besarnya massa dari logam yang berada di sekeliling daerah las, alur yang tersedia untuk proses konduksi panas, teknik pengelasan yang dilakukan.

2.7.4 Heat Affected Zone (HAZ) Daerah pengaruh panas dalam proses pengelasan besi merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengelasan. Karena daerah ini akan berpengaruh pada kekuatan sambungan las. Struktur logam pada daerah pengaruh panas (HAZ) berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam las. Pada daerah HAZ yang dekat dengan garis lebur, kristalnya tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar. Daerah ini dinamakan batas las. Di dalam daerah pengaruh panas, besar butir dan struktur berubah sesuai dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan. Karena siklus termal yang terjadi sangat rumit maka dengan sendirinya perubahan ketangguhan pada daerah pengaruh panas juga sangat rumit.

2.7.5 Deformasi Deformasi merupakan perubahan pada material baik perubahan dimensi maupun struktur karena mendapat beban dari luar. Beban bisa berupa beban mekanis maupun proses fisika-kimia. Perubahan yang terjadi pada material dapat berupa pemuaian maupun pengkerutan. Perubahan ini dimulai dari perubahan struktur dalam material sebelum akhirnya berdampak pada perubahan dimensi material. Jadi perubahan dimensi tergantung dari perubahan struktur material. Apabila perubahan struktur dari material teratur maka perubahan dimensi secara umum juga teratur. Namun tidak selalu perubahan struktur pada material terjadi dengan teratur sehingga mengakibatkan perubahan dimensi yang tidak teratur pula. Pada struktur logam deformasi terjadi mulai dari struktur kristal yang berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Untuk mengurangi dampak dari batas butir dan untuk mengurangi kerumitan dalam pembahasan selanjutnya kita akan mengkhususkan pada pembahasan pada deformasi kristal tunggal. Deformasi pada logam fasa tunggal berdasarkan prosesnya meliputi deformasi elastis dan deformasi plastis.

2.7.6 Residual Stress (Tegangan Sisa) Tegangan sisa selalu muncul apabila sebuah material dikenai perubahan temperatur non-uniform, tegangan-tegangan ini disebut tegangan panas. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan tegangan sisa adalah batas transformasi dan batas luluh beban, temperatur pemanasan tertinggi, kecepatan pendinginan, tahanan luar dan pemanasan awal. Ketika material dipanasi secara merata, akan terjadi tegangan. Tegangan sisa juga akan terjadi ketika regangan yang didistribusikan tidak merata seperti regangan plastis [2].

2.8. Besaran Arus dan Voltase Yang Ideal Untuk PengelasanUntuk mendapatkan hasil pengelasan yang tepat dan baik tidak terlepas dari pemilihan arus yang sesuai dengan besar diameter elektoda dan jenis serta elektroda yang digunakan, karena setiap elektroda memiliki amphere minimum dan maximum. Pada prakteknya dipilih amphere pertengahan.Tabel 2.1 Tabel amphere elektroda.

Pada hakekatnya dipilih amphere pertengahan sebagai contoh, untuk elektroda E.6010 diameter 3,2 mm, ampere minimum dan maximum adalah 80 A sampai 120 A, sehingga dalam hal ini amphere pertengahan yaitu 100A.

BAB IIIJURNAL PRAKTIKUM

3.1 Maksud dan Tujuan Untuk melatih kemampuan mahasiswa teknik mesin dalam mengoperasikan mesin las. Agar setiap mahasiswa teknik mesin dapat mengetahui komponen dan fungsi mesin las. Agar setiap mahasiswa teknik mesin dapat mengetahui proses dan langkah-langkah pengerjaan benda kerja dengan mesin las. Agar setiap mahasiswa teknik mesin dapat mengetahui dari jenis-jenis alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengelasan. Agar setiap mahasiswa teknik mesin terbiasa membuat laporan praktikum.

3.2 Alat dan Bahan Alat :1. Plat besi (Raw material)2. Gergaji besi3. Mistar Baja4. Face Shield5. Palu6. Kikir7. Safety glasses8. Leather glove9. Wire brush

Bahan1. Plat besi ukuran 100 x 50 x 5 mm, sebanyak 2 buah2. Elektroda LB 2,6 mm

3.3 Langkah Kerja1. Potong besi dengan panjang 100 mm sebanyak 2 buah.2. Rapihkan sisi benda kerja menggunakan kikir.3. Siapkan alat las dengan tegangan 220V, frekuensi sebesar 50 Hz dengan elektroda yang mempunyai 2,6mm dan polaritas DCRP.4. Pasang kabel massa ke benda kerja yang akan di las.5. Pasang elektroda ke elektroda holder yang berbentuk jepitan. (Catatan : Pastikan elektroda terjepit dengan pasdan kuat pada elektroda holdernya).6. Hidupkan mesin las dengan memutar switch hold keposisi 220V atau 380V7. Hidupkan elektroda dengan cara menggeser / memantik sampai menimbulkan percikan api pada benda kerja ( Catatan : jangan sampai elektroda menempel terlalu dekat / jauh dari benda kerja, karena dapat menimbulkan hasil las yang kurang baik).8. Jika sudah hidup, arahkan elektroda ke sambungan benda kerja dengan searah/ satu arah saja. Atur jarak elektroda ke benda kerja sekitar 1-2 mm dengan sudut kemiringan 45-80.9. Jika sudah selesai, dinginkan benda kerja.10. Setelah dingin bersihkan kerak las dengan memukul pada bagian kampuh las.11. Matikan mesin las dengan memutar tombol switch keposisi OFF.12. Bersihkan benda kerja dan tempat kerja, untuk benda kerja dapat dibersihkan dengan sikat kawat dengan tujuan memperjelas hasil pengelasan dan untuk memeriksa hasil las sudah baik atau tidak.

3.4 Gambar Hasil Benda Kerja Praktikum

Gambar 3.1 Benda kerja praktikum

3.5 Gambar Skema Alat Kerja

Gambar 3.2 Skema mesin las.

3.6 KesimpulanDari hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat saya simpulkan bahwa :1. Untuk dapat mengelas dengan hasil lasan yang baik, perlu latihan dalam jangka waktu yang tidak singkat.

2. Dalam mengelas kecepatan menggeser elektroda sangat menentukan hasil lasan. Jika terlalu cepat, tembusan lasnya dangkal oleh karena kurang waktu pemanasan bahan dasar dan kurang waktu untuk cairan elektroda menembus bahan dasar. Bila terlalu lambat akan menghasilkan alur lasan yang lebar, kasar dan kuat, hal ini dapat menimbulkan kerusakan sisi las (pada logam induknya). Oleh karena itu kecepatan elektroda harus tepat dan stabil.

3. Jarak ujung elektroda ke benda kerja juga sangat mempengaruhi hasil lasan. Jika terlalu dekat elektroda bisa nempel pada benda kerja dan jika terlalu jauh lelehan elektroda tidak akan menumpuk dan jika sangat jauh elektroda akan mati. Arus merupakan satu hal yang sangat penting dalam pengelasan, hal ini dikarenakan besar arus sangat menentukan temperatur pengelasan. Besarnya temperatur pengelasan akan mempengaruhi laju pendinginan. Laju pendinginan akan sangat mempengaruhi struktur mikro dari Hasil Pengelasan lasan. Oleh karena itu besarnya arus pengelasan sangat mempengaruhi kualitas hasil pengelasan.

BAB IVPEMBAHASAN SOAL

4.1 Soal1. Macam-macam las listrik dan bahan tambahnya.2. Macam-macam kampuh las.

4.2 Jawaban4.2.1 Macam-macam Las Listrik dan Bahan TambahnyaPenggolongan macam proses las listrik antara lain, ialah :1. Las listrik dengan elektroda karbon, misalnya :a. Las listrik dengan elektroda karbon tunggal.b. Las listrik dengan elektroda karbon ganda.

Pada las listrik dengan elektroda karbon, maka busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda karbon dan logam atau diantara dua ujung elektroda karbon akan memanaskan dan mencairkan logam yang akan dilas. Sebagai bahan tambah dapat dipakai elektroda dengan fluksi atau elektroda yang berselaput fliksi.2. Las Listrik dengan Elektroda Logam, misalnya:1. Las listrik dengan elektroda berselaput,2. Las listrik TIG (Tungsten Inert Gas),3. Las listrik submerged.

a.Las listrik dengan elektroda berselaputLas listrik ini menggunakan elektroda berelaput sebagai bahan tambahan. Busur listrik yang terjadi di antara ujung elektroda dan bahan dasar akan mencairkan ujung elektroda dan sebagaian bahan dasar. Selaput elektroda yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung elekroda kawah las, busur listrik terhadap pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda yang membeku akan memutupi permukaan las yang juga berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar. Perbedaan suhu busur listrik tergantung pada tempat titik pengukuran, missal pada ujung elektrodabersuhu 3400 C, tetapi pada benda kerja dapat mencapai suhu 4000 C.

b.Las Listrik TIGLas listrik TIG (Tungsten Inert Gas = Tungsten Gas Mulia) menggunakan elektroda wolfram yang bukan merupakan bahan tambah. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda wolfram dan bahan dasar merupakan sumber panas, untuk pengelasan. Titik cair elektroda wolfram sedemikian tingginya sampai 3410 C, sehingga tidak ikut mencair pada saat terjadi busur listrik. Tangkai listrik dilengkapi dengan nosel keramik untuk penyembur gas pelindung yang melindungi daerah las dari luar pada saat pengelasan. Sebagian bahan tambah dipakai elektroda tampa yang digerakkan dan didekatkan ke busur yang terjadi antara elektroda wolfram dengan bahan dasar. Sebagi gas pelindung dipakai argon, helium atau campuran dari kedua gas tersebut yang pemakainnya tergantung dari jenis logam yang akan dilas. Tangkai las TIG biasanya didinginkan dengn air yang bersirkulasi.

Pembakar las TIG terdiri dari :1)Penyedia arus.2)Pengembali air pendingin3)Penyedia air pendingin.4)Penyedia gas argon.5)Lubang gas argon ke luar.6)Pencekam elektroda.7)Moncong keramik atau logam.8)Elektroda tungsten.9)Semburan gas pelindung.

c.Las Listrik SubmergedLas listrik submerged yang umumnya otomatis atau semi otomatis menggunakan fluksi serbuk untuk pelindung dari pengaruh udara luar. Busur listrik di antara ujung elektroda dan bahan dasar di dalam timbunan fluks sehingga tidak terjadi sinar las keluar seperti biasanya pada las listrik lainya. Operator las tidak perlu menggunakan kaca pelindung mata (helm las). Pada waktu pengelasan, fluksi serbuk akan mencair dan membeku dan menutup lapian las. Sebagian fluksi serbuk yang tidak mencair dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari terak-terak las. Elektroda yang merupakan kawat tanpa selaput berbentuk gulungan (roll) digerakan maju oleh pasangan roda gigi yang diputar oleh motor listrik dan dapat diatur kecepatannya sesuai dengan kebutuhan pengelasan.

d. Las Listrik MIGSeperti halnya pad alas listrik TIG, pad alas listrik MIG juga panas ditimbulkan oleh busur listrik antara dua elektron dan bahan dasar. Elektroda merupakan gulungan kawat yang berbentuk rol yang geraknya diatur oleh pasangan roda gigi yang digerakkan oleh motor listrik. Gerakan dapat diatur sesuai dengan keperluan. Tangkai las dilengkapi dengan nosel logam untuk menghubungkan gas pelindung yang dialirkan dari botol gas melalui selang gas. Gas yang dipakai adalah CO2 untuk pengelasan baja lunak dan baja. Argon atau campuran argon dan helium untuk pengelasan aluminium dan baja tahan karat. Proses pengelasan MIG ini dadpat secara semi otomatik atau otomatik. Semi otomatik dimaksudkan pengelasan secara manual, sedangkan otomatik adalah pengelasan yang seluruhnya dilaksanakan secara otomatik. Elektroda keluar melalui tangkai bersama-sama dengan gas pelindung.

4.2.2 Macam-macam Kampuh Las

Tabel 4.1 Kampuh las.

BAB VKESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat saya simpulkan bahwa :1. Untuk dapat mengelas dengan hasil lasan yang baik, perlu latihan dalam jangka waktu yang tidak singkat.2. Dalam mengelas kecepatan menggeser elektroda sangat menentukan hasil lasan. Jika terlalu cepat, tembusan lasnya dangkal oleh karena kurang waktu pemanasan bahan dasar dan kurang waktu untuk cairan elektroda menembus bahan dasar. Bila terlalu lambat akan menghasilkan alur lasan yang lebar, kasar dan kuat, hal ini dapat menimbulkan kerusakan sisi las (pada logam induknya). Oleh karena itu kecepatan elektroda harus tepat dan stabil.3. Jarak ujung elektroda ke benda kerja juga sangat mempengaruhi hasil lasan. Jika terlalu dekat elektroda bisa nempel pada benda kerja dan jika terlalu jauh lelehan elektroda tidak akan menumpuk dan jika sangat jauh elektroda akan mati.4. Arus merupakan satu hal yang sangat penting dalam pengelasan, hal ini dikarenakan besar arus sangat menentukan temperatur pengelasan. Besarnya temperatur pengelasan akan mempengaruhi laju pendinginan. Laju pendinginan akan sangat mempengaruhi struktur mikro dari hasil pengelasan. Oleh karena itu besarnya arus pengelasan sangat mempengaruhi kualitas hasil pengelasan.5. Harga kekerasan daerah lasan lebih besardari daerah butir halus dan daerah logam induk.6. Daerah benda uji yang putus pada saat uji tarik adalah daerah benda uji yang memiliki harga kekerasan paling rendah jika dibandingkan dengan daerah lasan dan batas butir, yaitu daerah logam induk.7. Dari grafik uji tarik dapat dilihat semakin tinggi arus maka semakin tinggi tegangan luluhnya dan tegangan maksimumnya, menunjukkan peningkatan sifat mekanis bila pengelasan dilakukan dengan arus lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA1. ASME IX2. ASTM VIII3. Andrew D. Althouse, Carlo H. Turnquist, William A. Bowditch, Kevin E. Bowditch,Modern Welding, The Goodheart- WillcoxCompany, Inc, South Holland, Illinois, 1980.4. Hand Book Metal Ninth Edition Volume 9,Metaloghraphy and Microstructure.5. M.L. Lin and T.W. Eagar Influence ofSurface Depression And Convection On ArcWeld Pool Geometry dan PressuresProduced by Gas Tungsten Arcs ,19836. N. S. Tsai and T.W Eagar Distribution ofthe Heat and Current Fluxes in GasTungsten Arcs , 19827. Standar ISO 9606-1:2002 ( E)8. B.H. Amstead, Sriati Djaprie (Trans),1997. Teknologi Mekanik, Jakarta.PT.Erlangga.9. Harsono Wiryosumantro Prof, Dr, Ir, danThose Okumura, Prof, Dr, Ir, 1996.Teknologi Pengelasan Logam.Cetakan Ketujuh, Jakarta :, PT.Pradnya paramita.10. Sriwidarto, 1996. Petunjuk Kerja Las,Cetakan Ketiga, Jakarta. PT. PradnyaParamita,.11. Suharto, Ir, 1991. Teknologi PengelasanLogam : Cetakan Pertama, Jakarta.PT. Rineka Cipta.12. W. Kenyon, Dimes Ginting, Ir (Trans).1995. Jakarta. PT. Erlangga.

LAMPIRAN

1

40