laporan akhir penelitian risbinkes risiko konsumsi …. laporan-20… · laporan akhir ini...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES
RISIKO KONSUMSI RENDAH SERAT PADA DIABETES TIDAKTERKONTROL DAN GAMBARAN BUTIRAT PLASMA
TIM PELAKSANA :
Andi Susilowati
Rahma Ayu Larasati
Fithia Dyah Puspita Sari
PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKATBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI2018
1
LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES
RISIKO KONSUMSI RENDAH SERAT PADA DIABETES TIDAK
TERKONTROL DAN GAMBARAN BUTIRAT PLASMA
DISUSUN OLEH:
Andi Susilowati
Rahma Ayu Larasati
Fithia Dyah Puspitasari
PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
2018
ii
SK PENELITIAN
iii
iv
v
vi
SUSUNAN TIM PENELITI
No Nama Keahlian Kedudukan
Dalam Tim
Uraian Tugas
1 Andi
Susilowati,SKM,MKes
Kesehatan
Reproduksi
Ketua
Pelaksana
Mengkoordinir
pelaksaan penelitian dari
penyusunan proposal,
protokol, instrumen,
kegiatan lapangan,
bertanggungjawab
menyampaikan laporan
hasil penelitian
2 dr. Rahma Ayu Larasati Dokter umum,
S2 Semester
akhir jurusan
Biomedis/
Immunologi
Peneliti Bertanggungjawab
dalam penyusunan
instrumen penelitian,
pengumpulan data dan
penyusunan pelaporan
3 Fithia Dyah Puspitasari,
S.Gz,MPH
Gizi Masyarakat Peneliti Bertanggungjawab
dalam penyusunan
instrumen penelitian,
pengumpulan data dan
penyusunan pelaporan
vii
PERSETUJUAN ETIK
viii
PERSETUJUAN ATASAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN RISBINKES
RISIKO KONSUMSI RENDAH SERAT PADA DIABETES TIDAK TERKONTROL
DAN GAMBARAN BUTIRAT PLASMA
Jakarta, Januari 2019
Ketua Pelaksana
Andi Susilowati,SKM,MKes
NIP. 198106062010122001
Menyetujui :
Ketua Panitia Pembina Ilmiah Kepala Bidang
Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat
Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, MKes Dr. Joko Irianto, SKM,MKes
NIP. 196006101982022001 NIP. 196203231986031001
Kepala Puslitbang
Upaya Kesehatan Mayarakat
Dr. dr. Vivi Setiawaty, M. Biomed
NIP. 197101252005012
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya, kami diberi kekuatan untuk menyelesaikan laporan akhir risbinkes dengan
judul risiko konsumsi serat rendah pada penderita diabetes tidak terkontrol dan gambaran
butirat plasma.
Laporan akhir ini merupakan tahapan terakhir kami dalam menyelesaikan penelitian risbinkes
tahun 2018. Dalam laporan ini memuat semua tahapan kegiatan selama penelitian yang
meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, analisis data dan penyusunan laporan akhir. Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Ketua
PPI dan Pembina yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan
penelitian Risbinkes ini serta memberikan dukungan dalam semua tahapan penelitian. Selain
itu ucapan terima kasih kepada Tim Risbinkes Badan Litbangkes yang membantu
mengakomodir pelaksanaan penelitian secara administratif, dan semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan akhir, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik
membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini
.
Jakarta, Januari 2019
Tim Penyusun
x
RINGKASAN EKSEKUTIF
RISIKO KONSUMSI RENDAH SERAT PADA DIABETES TIDAK TERKONTROL
DAN GAMBARAN BUTIRAT PLASMA
Latar Belakang
Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup,
sehingga berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dan berdampak pada
peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Pencegahan Diabetes Mellitus (DM) tidak
terkontrol dan pengendalian komplikasinya perlu menjadi prioritas Kementerian Kesehatan
dan mendapatkan dukungan informasi yang cukup agar pengelolaan DM dapat dilakukan
secara efektif.
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2017, Indonesia
menempati urutan keenam dengan jumlah penderita DM sebanyak 10,3 juta orang.
Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta
orang.1,2
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. World Health Organization
(WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang cukup besar pada
tahun mendatang. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya jumlah peningkatan penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun
2030 2
.
Konsumsi serat tinggi diketahui dapat menurunkan efisiensi penyerapan karbohidrat
yang dapat menyebabkan menurunnya respon insulin. Berbagai penelitian menunjukkan
konsumsi tinggi serat dapat memperbaiki kontrol indeks glikemik, menurunkan glukosurian
dan menurunkan kadar lemak darah. Dalam rangka mencegah DM tidak terkontrol dan
menurunkan komplikasi DM maka perlu dilakukan penelitian di komunitas untuk mengetahui
risiko konsumsi serat rendah pada kejadian DM tidak terkontrol, dan gambaran metabolisme
serat pada penyandang DM. Bukti yang diperoleh diperlukan sebagai dasar pengembangan
upaya pencegahan DM tidak terkontrol dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
menyempurnakan tata laksana DM yang sementara ini lebih fokus pada obat hiperglikemik,
dapat berkembang dengan terapi diet secara khusus.
xi
Metodologi
Desain penelitian Case Control Study, dan Nested pada Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit
Tidak Menular di Kota Bogor Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
mengetahui hubungan konsumsi serat rendah dengan kadar glukosa darah penderita DM,
mengidentifikasi jenis bahan makanan sumber serat yang dikonsumsi oleh penderita DM dan
gambaran butirat plasma.
Hasil
1. Terdapat kecenderungan responden yang mengkonsumsi serat rendah (kurang dari
anjuran) mempunyai peluang lebih besar menderita DM tidak terkontrol dibandingkan
responden yang mengkonsumsi serat tinggi (sesuai anjuran). Sehingga konsumsi serat
rendah berpotensi meningkatkan kadar gula darah penderita DM.
2. Jenis bahan makanan mengandung serat yang banyak dikonsumsi responden baik
pada kelompok DM terkontrol maupun DM tidak terkontrol tidak jauh berbeda antara
lain tempe, tahu, wortel dan pisang.
3. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan tingkat butirat linear dengan
peningkatan gula darah puasa dan HbA1c sebagai penanda DM.
Saran
1. Perlu penyuluhan tentang bahan makanan tinggi serat pada masyarakat khususnya di
Kelurahan Kebon Kelapa, agar masyarakat lebih faham mengenai manfaat konsumsi
makanan mengandung serat bagi kesehatan khususnya dalam penurunan kadar gula
darah.
2. Masyarakat perlu mendapat pemahaman yang lebih mengenai jenis bahan makanan
apa saja yang menjadi sumber serat, sehingga dapat disesuaikan dalam menu keluarga
dalam rangka menjaga gula darah pada kondisi normal.
3. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih memadai untuk
mengetahui lebih detail hubungan antara jenis bahan makanan apa saja yang
mengandung butirat tinggi. Selain itu perlu penelitian lanjutan untuk memastikan
untuk memahami efek paradoks dari butirat pada sindrom metabolik seperti obesitas
dan DM.
xii
ABSTRAK
RISIKO KONSUMSI RENDAH SERAT PADA DIABETES TIDAK TERKONTROL
DAN GAMBARAN BUTIRAT PLASMA
Andi Susilowati
Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup,
sehingga berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dan berdampak pada
peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Konsumsi serat tinggi diketahui dapat
menurunkan efisiensi penyerapan karbohidrat yang dapat menyebabkan menurunnya respon
insulin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui risiko konsumsi rendah serat pada
penderita DM, identifikasi jenis makanan sumber serat yang banyak dikonsumsi oleh
penderita DM serta gambaran butirat plasma. Desain penelitian Case Control Study, dan
Nested pada Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular yang sedang dilaksanakan di
Kota Bogor Jawa Barat. Sampel penelitian dipilih secara purposive random sampling dengan
total sampel sebanyak 89 responden penderita DM serta 15 responden sehat. Analisis chi
square digunakan untuk mengetahui hubungan variabel konsumsi serat dengan variabel DM.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat kecenderungan responden yang mengkonsumsi serat
rendah (kurang dari anjuran) mempunyai peluang lebih besar menderita DM tidak terkontrol
dibandingkan responden yang mengkonsumsi serat tinggi (sesuai anjuran). Sehingga
konsumsi konsumsi serat rendah berpotensi meningkatkan kadar gula darah penderita DM.
Jenis bahan makanan mengandung serat yang banyak dikonsumsi responden baik pada
kelompok DM terkontrol maupun DM tidak terkontrol tidak jauh berbeda antara lain tempe,
tahu, wortel dan pisang. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan tingkat butirat linear
dengan peningkatan gula darah puasa dan HbA1c sebagai penanda DM.
Kata kunci : Diabetes Mellitus, Konsumsi Serat, Butirat
xiii
DAFTAR ISI
SK PENELITIAN ...................................................................................................................... ii
SUSUNAN TIM PENELITI ..................................................................................................... vi
PERSETUJUAN ETIK ............................................................................................................ vii
PERSETUJUAN ATASAN ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ix
RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................................................... x
ABSTRAK ............................................................................................................................... xii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 5
1.4.1 Bagi Peneliti ...................................................................................................... 5
1.4.2 Bagi Masyarakat ................................................................................................ 5
1.4.3 Bagi Kementerian Kesehatan ............................................................................ 6
1.5 Hipotesis Penelitian ................................................................................................... 6
BAB II METODE PENELITIAN ............................................................................................. 7
2.1 Kerangka Teori .......................................................................................................... 7
2.2 Kerangka Konsep ....................................................................................................... 9
2.3 Desain dan Jenis Penelitian........................................................................................ 9
2.4 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................. 10
2.5 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................... 10
2.6 Besar Sampel, Cara Pemilihan atau Penarikan Sampel ......................................... 11
2.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................................... 12
2.8 Variabel ................................................................................................................... 13
2.9 Definisi Operasional ................................................................................................ 14
xiv
2.10 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data .................................................................. 14
2.11 Manajemen dan Analisis Data ................................................................................. 18
2.12 Pertimbangan Ijin Penelitian ................................................................................... 18
2.13 Pertimbangan Etik Penelitian .................................................................................. 18
2.14 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... 19
BAB III HASIL....................................................................................................................... 20
3.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ...................................................................... 20
3.2 Karakteristik Responden ........................................................................................... 20
3.3 Kecukupan Konsumsi Zat Gizi ................................................................................. 21
3.4 Jenis Bahan Makanan Sumber Serat ......................................................................... 23
3.5 Risiko Konsumsi Rendah Serat Pada Penderita DM .............................................. 24
3.6 Konsumsi Gula ......................................................................................................... 24
3.7 Gambaran Butirat ...................................................................................................... 25
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................................... 26
4.1 Gambaran Kasus DM dan Karakteristik Responden ................................................ 26
4.2 Tingkat Konsumsi Zat Gizi Responden .................................................................... 27
4.3 Pengaruh Kadar Butirat Terhadap Faktor Metabolik .............................................. 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 31
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 31
5.2 Saran ......................................................................................................................... 31
UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................................................... 32
DAFTAR KEPUSTAKAAN ................................................................................................... 33
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Responden ............................................................................................ 20
Tabel 2. Angka Kecukupan beberapa zat gizi menurut kelompok usia dan jenis kelamin .... 21
Tabel 3. Rerata Konsumsi Lemak Penderita DM .................................................................... 22
Tabel 4. Rerata Konsumsi Serat Penderita DM ....................................................................... 22
Tabel 5. Rerata Konsumsi Protein Penderita DM .................................................................... 22
Tabel 6. Beberapa Jenis Bahan Makanan Sumber Serat .......................................................... 23
Tabel 7. Rerata Jumlah Konsumsi Sayur dan Buah Menurut Kelompok DM......................... 24
Tabel 8. Risiko Konsumsi Rendah Serat Pada Penderita DM ................................................. 24
Tabel 9. Rerata Butirat Pada Penderita DM dan Responden Sehat ......................................... 25
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian ...................................................................................... 7
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian ................................................................................... 9
Gambar 3. Alur Seleksi Data dan Pemilihan Responden ........................................................ 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2017,
Indonesia menempati urutan keenam dengan jumlah penderita DM sebanyak 10,3 juta orang.
Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta
orang.1,2
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. World Health Organization
(WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang cukup besar pada
tahun mendatang. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya jumlah peningkatan penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun
2030 2
.
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hasil penelitian di Kota Depok 2001
menunjukkan bahwa sekitar 12,8% dari penduduk usia 25–65 tahun mengalami DM dan
penelitian yang dilakukan pada tempat yang sama pada tahun 2002 mendapatkan hasil yang
hampir sama, yaitu 12,9%.3 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mendapatkan
prevalensi DM secara nasional berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar 1,1%.4 dan
meningkat menjadi 2,1% pada tahun 2013.5 Hasil Riskesdas tahun 2007, memperoleh
proporsi penyebab kematian akibat DM pada usia 45-54 tahun di daerah perkotaan
menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6
yaitu 5,8%. 4
Penyakit DM ditandai dengan kadar gula darah diatas 200 mg/dl atau kadar
HbA1C > 6,5%. Penderita DM mengalami gangguan metabolisme gula, karbohidrat, protein
dan lemak.3 Akibat gangguan tersebut penyandang DM sulit mempunyai kadar glukosa darah
terkontrol (< 200 mg/dL). Proporsi DM terkontrol ditandai dengan kadar HbA1C < 7%.6
Beberapa studi mendapatkan bahwa penyandang DM yang menjalani pengobatan, hanya
20-47% yang gula darahnya terkontrol.7 Sebagian besar kasus DM di Indonesia mempunyai
2
kondisi tidak terkontrol. Lumban Riris G dkk, dari penelitiannya terhadap pasien DM yang
dirawat di RS Martha Friska pada tahun 2014, mendapatkan pasien DM yang tidak terkontrol
sebesar 78,6%.8 Akibat kadar glukosa darah dalam tubuh pasien DM tidak terkontrol yang
terus menerus tinggi, akan lebih memperburuk resistensi insulin dan sensitifitas insulin, dan
akhirnya merusak sel beta pankreas.6
Penyakit DM disebut dengan the silent killer karena akibat DM yang tidak terkontrol
penyakit ini dapat menimbulkan berbagai macam kompilkasi (komorbiditas) dan penyebab
kematian. Komplikasi penyakit yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan
mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, infeksi paru-paru, gangguan
pembuluh darah, dan stroke.9 Cukup banyak penyandang DM mengalami gangguan luka di
tubuh yang sulit sembuh. Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM adalah
terjadinya ulcer atau luka pada kaki. Luka kaki diabetik merupakan kejadian infeksi, ulcer
dan atau kerusakan jaringan yang lebih dalam yang terkait dengan gangguan neurologis dan
vaskuler pada tungkai penderita DM. Penyandang DM yang mengalami luka yang parah
harus menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi pembusukan. 6
Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup,
maka berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dan berdampak pada peningkatan
biaya kesehatan yang cukup besar. Pencegahan DM tidak terkontrol dan pengendalian
komplikasinya perlu menjadi prioritas Kementerian Kesehatan dan mendapatkan dukungan
informasi yang cukup agar pengelolaan DM dapat dilakukan secara efektif. Saat ini tata
laksana DM berkonsentrasi pada kendali kadar gula darah dengan obat hipoglikemik oral dan
pemberian insulin, diet rendah karbohidrat dan olahraga.6
namun angka kesakitan dan
kematian akibat DM masih belum berkurang.
Oleh karena itu perlu diketahui faktor risiko
lainnya yang berhubungan dengan gangguan metabolisme pada DM khususnya yang tidak
terkontrol.
Penyakit DM disebabkan oleh faktor risiko yang tidak dapat diubah misalnya jenis
kelamin, umur, dan faktor genetik, serta faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang
dapat diubah misalnya kebiasaan merokok, pendidikan, pekerjaan, obesitas, kurang aktivitas
fisik, konsumsi gula dan lemak berlebihan, dan kurang konsumsi serat. Sejak satu abad lalu
telah diketahui bahwa patogenesis DM erat kaitannya dengan inflamasi. Berawal dari
pengaruh positif yang didapatkan dari terapi sodium salisilat dosis tinggi pada penderita DM,
diduga ada aktivasi kronik dari jaras proinflamasi intraselular yang terkait dengan sensitivitas
3
insulin, yang ditandai adanya peningkatan kadar sitokin proinflamasi seperti IL-6, IL-8 dan
TNF α, pada penderita DM.10
Faktor risiko biomedis seperti respon immun pada DM ini juga
dapat diubah.
Beberapa studi menunjukkan bahwa kualitas makanan memegang peran utama pada
patofisiologi DM Tipe 2. Faktor makanan tersebut seperti diet tinggi lemak, rendah serat, dan
tinggi karbohidrat berkontribusi terhadap terjadinya resistensi insulin. Populasi dengan
prevalensi DM yang tinggi mempunyai karakteristik mengonsumsi diet yang lebih banyak
lemak, terutama saturated fat daripada mereka yang mengikuti pola makan banyak sayuran
dan buah-buahan serta tinggi karbohidrat karena jenis makanan ini banyak mengandung serat.
Kenaikan trigliserida dalam plasma (hipertrigliseridemia) juga dipengaruhi oleh kandungan
karbohidrat makanan dan kegemukan. Perubahan pola makan dari makanan tradisional ke
pola makan kebarat-baratan mengakibatkan peningkatan prevalensi DM secara cepat.
Konsumsi serat tinggi diketahui dapat menurunkan efisiensi penyerapan karbohidrat
yang dapat menyebabkan menurunnya respon insulin. Berbagai penelitian menunjukkan
konsumsi tinggi serat dapat memperbaiki kontrol indeks glikemik, menurunkan glukosurian
dan menurunkan kadar lemak darah. Peranan serat terhadap penurunan kadar glukosa darah
pada penderita DM berkaitan fermentasi serat oleh bakteri yang menghasilkan asam-asam
lemak rantai pendek jenis asetat, propionat dan butirat. Dalam rangka mencegah DM tidak
terkontrol dan menurunkan kompilkasi DM maka perlu dilakukan penelitian di komunitas
untuk mengetahui risiko konsumsi serat rendah pada kejadian DM tidak terkontrol, dan
gambaran metabolisme serat pada penyandang DM. Bukti yang diperoleh diperlukan sebagai
dasar pengembangan upaya pencegahan DM tidak terkontrol dan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam menyempurnakan tata laksana DM yang sementara ini lebih fokus pada
obat hiperglikemik, dapat berkembang dengan terapi diet secara khusus.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan telah melakukan penelitian Studi
Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular di Bogor sejak tahun 2011 sampai sekarang.
Tahun 2013 pemantauan (follow up) fokus pada tiga penyakit tidak menular utama, yaitu
Stroke, Penyakit Jantung Koroner dan DM. Berdasarkan laporan hasil penelitian studi kohor
tahun 2017, menunjukkan bahwa jumlah kasus baru dalam kurun waktu 6 tahun untuk
sindroma metabolik 1038 orang, PJK 162 orang, DM mellitus 210 orang, dan stroke 78
orang. Pola kecepatan timbulnya kasus dinyatakan dalam Hazard rate (HR), selama 6 tahun
pemantauan untuk sindroma metabolik sebesar 82 per 1000 orang-tahun (95% CI: 73,4 –
90,6), DM sebesar 20 per 1000 orang-tahun (95% CI: 14,1 – 25,8), PJK sebesar 8 per 1000
4
orang-tahun (95% CI : 3,9 – 12,1), dan stroke sebesar 4 per 1000 orang-tahun (95% CI: 1,3 –
6,7).11
Sesuai penjelasan diatas, penyakit DM merupakan penyakit kronik yang disebabkan
berbagai faktor. Penyebab penyakit ini sangat multifaktorial dan kompleks, perkembangan
penyakitnya membutuhkan waktu lama. Atas dasar hal tersebut, maka kami akan melakukan
penelitian terkait dengan karakteristik konsumsi serat pada penyandang DM khususnya pada
penderita DM yang tidak terkontrol untuk mendapatkan gambaran metabolisme seratnya,
untuk memudahkan dan mendapatkan sampel yang tepat maka penelitian ini nested dan
menggunakan responden yang sama dengan responden studi kohor faktor risiko penyakit
tidak menular. Hal ini didasarkan pada ketersediaan data pola konsumsi dan perjalanan
penyakitnya yang lengkap pada responden kohor, serta memudahkan dalam mengontrol
faktor perancu yang harus dikontrol dalam penelitian ini.
1.2 Perumusan Masalah
Mekanisme serat pada metabolisme glukosa berkaitan dengan fungsi dan karakteristik
serat. Efek fisiologis dan metabolik tergantung dari jenis serat yang dikonsumsi oleh
penyandang DM Tipe 2. Serat larut air dapat menyerap cairan dan membentuk gel di dalam
lambung. Gel tersebut akan memperlambat proses pengosongan lambung dan penyerapan zat
gizi yang dikonsumsi. Gel dapat memperlambat gerak peristaltik zat gizi (glukosa) dari
dinding usus halus menuju daerah penyerapan sehingga terjadi penurunan kadar glukosa
darah.
Serat juga merupakan komponen yang tidak dapat dicerna dan diserap di dalam usus
halus. Bagian serat yang tidak tercerna akan menuju ke dalam usus besar. Serat akan diubah
menjadi substrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri di dalam usus besar. Fermentasi
serat oleh bakteri menghasilkan asam- asam lemak rantai pendek jenis asetat, propionat dan
butirat. Asam lemak tersebut akan diserap kembali menuju ke aliran darah. Butirat
kemungkinan dapat menurunkan asam–asam lemak bebas di aliran darah dalam jangka waktu
yang lama. Jenis makanan sumber serat yang berperan dalam menurunkan kadar glukosa
darah belum banyak diidentifikasi terutama pada penyandang DM di masyarakat.
Asam lemak rantai pendek terutama butirat diketahui berperan sebagai agen
anti-inflamasi berbagai penyakit seperti aterosklerosis dan irritable bowel syndrome. Namun
belum diketahui apakah berdampak langsung pada proses inflamasi dan kemotaksis monosit
pada penderita DM. Sumber makanan yang mengandung karbohidrat tak tercerna diantaranya
5
adalah biji–bijian, gandum, pisang, bawang Bombay, dan asparagus. Makanan yang baik
untuk dijadikan sumber fermentasi menjadi butirat justru makanan yang banyak dihindari
oleh penderita DM tipe 2. Terlebih lagi, anjuran diet yang diberikan pada penderita DM
adalah mengurangi konsumsi karbohidrat dan kebiasaan konsumsi sayur dan buah
masyarakat Indonesia memang cukup rendah.
Kurang dan rendahnya konsumsi serat mempunyai efek tidak baik terhadap
penurunan kadar glukosa darah dan sensitivitas insulin. Karena tingginya asam–asam lemak
bebas dalam jangka waktu lama dapat menghambat proses utilasi glukosa di jaringan dan
memperburuk resistensi insulin. Kondisi tersebut dapat menurunkan butirat plasma dan
menurunnya sensitivitas insulin.10
Identifikasi metabolisme serat dan karakteristik serat yang
dikonsumsi penyandang DM dapat memperjelas efek fisiologis dan metaboliknya, khususnya
pada penderita DM yang tidak terkontrol. Namun gambaran tersebut belum banyak
dibuktikan pada pasien di komunitas.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui risiko konsumsi serat rendah pada penderita DM dan gambaran respon
immunologinya
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui hubungan konsumsi serat rendah dengan kadar glukosa darah penderita
DM
2) Mengidentifikasi jenis bahan makanan sumber serat yang dikonsumsi oleh penderita
DM
3) Mengetahui gambaran butirat plasma
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai sarana belajar dalam menyusun dan melakukan sebuah penelitian.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Menjadi informasi yang sangat baik mengenai jenis bahan makanan mengandung
serat yang baik dikonsumsi bagi penderita DM.
6
1.4.3 Bagi Kementerian Kesehatan
Sebagai masukan untuk pengembangan model diet serat tinggi pada pencegahan dan
penanggulangan DM bagi para penentu kebijakan dan penanggung jawab program
Penyakit Tidak Menular.
1.5 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan konsumsi serat tinggi dengan penurunan kadar glukosa darah
penderita DM
2. Orang yang mengkonsumsi serat rendah lebih berisiko menderita DM tidak
terkontrol dibandingkan orang yang mengkonsumsi serat tinggi
3. Penderita DM memiliki butirat yang rendah dibandingkan responden sehat
7
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian
fermentasi
Resistensi Insulin
Asetat (C2)
Mikrobiota usus
DM Mellitus Tipe 2
(HbA1c, glukosa darah)
Short Chain
Fatty Acid
(SCFA)
Butirat (C4)
Propionat (C3)
Anti Kemotaksis, menghambat jaras
proinflamasi
Faktor Risiko
Umur
Konsumsi Lemak Tinggi
Konsumsi Serat Rendah
Konsumsi Karbohidrat Rendah
Kurang Aktivitas Fisik
Merokok
Proses Menua
Konsumsi Berlebihan
Dislipidemia
Obesitas
Inflamasi pada sel dan jaringan
Keterangan:
: Menghambat
: Menginduksi
8
Serat yang dikonsumsi akan difermentasi oleh mikrobiota usus menjadi asam lemak rantai
pendek yaitu, asetat, propionat dan butirat. Asam lemak rantai pendek ini memiliki efek
antikemotaksis pada sel–sel imun, sehingga menghambat infiltrasi sel imun kedalam jaringan,
contohnya jaringan lemak. Tanpa infiltrasi sel imun ke jaringan, inflamasi tidak akan terjadi.
Selain itu, asam lemak rantai pendek juga dapat menghambat jalur proinflamasi, sehingga
resistensi insulin yang disebabkan oleh inflamasi seluler dihambat.
Selain inflamasi seluler, DM juga dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko. Konsumsi serat
tinggi diharapkan dapat meningkatkan kadar butirat plasma. Butirat dapat menurunkan
produksi sitokin proinflamasi. Sitokin proinflamasi yang menurun menyebabkan inflamasi
seluler menurun sehingga menghambat resistensi insulin. Hal ini kemungkinan berpengaruh
terhadap kontrol penyakit DM tipe dua. Selain konsumsi serat rendah, DM juga dipengaruhi
oleh faktor lain seperti umur, konsumsi lemak tinggi, konsumsi karbohidrat rendah, kurang
aktifitas fisik, merokok,dislipidemia dan obesitas.
9
2.2 Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Konsumsi serat tinggi diharapkan dapat meningkatkan kadar butirat plasma. Butirat dapat
menurunkan produksi sitokin proinflamasi. Sitokin proinflamasi yang menurun menyebabkan
inflamasi seluler menurun sehingga menghambat resistensi insulin. Hal ini kemungkinan
berpengaruh terhadap kontrol penyakit DM tipe dua. Selain konsumsi serat rendah, DM juga
dipengaruhi oleh faktor lain seperti umur, konsumsi lemak tinggi, konsumsi karbohidrat
rendah, kurang aktifitas fisik, dan obesitas.
2.3 Desain dan Jenis Penelitian
Desain penelitian Case Control Study, dan Nested pada Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit
Tidak Menular yang sedang dilaksanakan di Kota Bogor Jawa Barat.
Faktor Perancu
Riwayat Penyakit Kronik
Kepatuhan Minum Obat
Lama menderita DM
Konsumsi
Serat Penderita
DM
Tinggi
Rendah
Kasus
(DM Tidak Terkontrol)
Kontrol
(DM Terkontrol)
Faktor Risiko
Umur
Konsumsi Lemak Tinggi
Konsumsi Karbohidrat Rendah
Kurang Aktivitas Fisik
Obesitas
Responden
Sehat Butirat
Butirat
10
2.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - November 2018, di Kota Bogor Jawa
Barat. Wawancara, pengukuran antropometri dan pengambilan darah dilakukan di lokasi
penelitian. Sedangkan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar butirat dikerjakan
di laboratorium terpadu FKUI selanjutnya diperiksa di Labkesda Rawasari.
2.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah dan populasi yang sama dengan wilayah studi kohor
faktor risiko penyakit tidak menular. Penelitian kohor merupakan studi observasional dengan
desain studi kohor prospektif terhadap individu yang tidak menderita (bebas) PTM utama
(PJK,Stroke dan DM) yang secara periodik dilakukan follow up sebanyak 3 kali dalam
setahun untuk memantau perubahan faktor risiko dan setiap dua tahun sekali memantau
terjadinya sindroma metabolik dan PTM. Pajanan Utama dalam penelitian ini adalah faktor
risiko perilaku (merokok,kurang konsumsi sayur-buah/serat,konsumsi lemak tinggi,konsumsi
alkohol,aktifitas kurang), faktor fisik, faktor biomedis, faktor genomil dan penyakit antara.
Populasinya adalah seluruh penduduk dewasa (25 tahun keatas). Pengumpulan data dilakukan
dengan cara follow up 2 tahun (pemeriksaan lengkap), follow up di posbindu dan follow up
kasus kematian dan kesakitan akibat PTM.
Populasi dalam penelitian risbinkes ini adalah seluruh penduduk dewasa (25 tahun keatas),
yang menjadi populasi studi kohor faktor risiko PTM di Kota Bogor Jawa barat.
Sedangkan sampelnya terbagi dua yaitu sampel kasus (penderita DM tidak terkontrol) dan
sampel kontrol (penderita DM terkontrol).
Sampel Kasus adalah peserta studi kohor faktor risiko PTM tahun 2017 yang dinyatakan
menderita DM dan memiliki hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar nilai
HbA1c ≥ 7 %.6
Sampel Kontrol adalah peserta studi kohor faktor risiko PTM tahun 2017 yang dinyatakan
menderita DM dan memiliki hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar nilai
HbA1c < 7 %.6
11
2.6 Besar Sampel, Cara Pemilihan atau Penarikan Sampel
Penghitungan sampel data kuantitatif pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan rumus
(Dahlan, 2009):
Perbedaan proporsi glukosa darah yang terkendali dengan yang tidak terkendali diharapkan
sebesar 10%. α : kesalahan tipe I, ditetapkan 5% sehingga Zα = 1,96 : kesalahan tipe II,
ditetapkan 10% sehingga Z= 1,28 ; P : proporsi total = ½ (P1+P2) P2 : proporsi pada
kelompok yang sudah diketahui nilainya P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya
merupakan judgement peneliti Q1 : 1- P1 Q2 : 1- P2 Proporsi penderita DM tidak terkontrol
dengan kadar HbA1c tinggi adalah 0,38 (Purwata, 2010). Besar sampel berdasarkan rumus
diatas didapatkan n1 = n2 = 42,78. Jumlah sampel keseluruhan berjumlah 89 orang.
Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive random sampling. Adapun tahapan
yang dilakukan untuk seleksi responden adalah sebagai berikut:
a. Pertama dipilih semua responden kohor PTM tahun 2017 yang menderita DM
dan memiliki hasil HbA1c.
a. Selanjutnya responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Lalu di
kelompokkan ke dalam dua kategori yaitu sampel kasus (penderita DM yang
mempunyai kadar HbA1c ≥ 7 %) dan sampel kontrol (penderita DM yang
mempunyai kadar HbA1c < 7 %)
b. Selain penderita DM juga dipilih responden sehat khusus untuk pemeriksaan
butirat yang memiliki kriteria yaitu tidak menderita penyakit akut ataupun kronis
apapun dan memiliki rekaman data pola konsumsi yang lengkap.
Listing responden diperoleh dari bagian managemen data kohor PTM di Bogor.
Setelah didapatkan listing responden yang sesuai kriteria, selanjutnya dihubungi untuk
dilakukan wawancara, pemeriksaan kesehatan, pengukuran antropometri. Sebelum dilakukan
wawancara, terlebih dahulu responden diberikan penjelasan dan menandatangani informed
consent.
12
Berikut ini bagan alur seleksi data (pemilihan responden) :
Gambar 3. Alur Seleksi Data dan Pemilihan Responden
2.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi :
a) Didiagnosis DM tipe 2 dalam 5 tahun terakhir.
b) Mempunyai data recall diet lengkap minimal dalam tiga kali follow up
Populasi Kohor FRPTM
≥ 25 tahun (N=5209)
Data Responden DM dan
Responden Sehat Tahun 2017
Data Sekunder
Follow Up 5 tahun
Responden DM
Tipe 2
Responden Sehat
= 15 orang
Kasus
(DM tidak
terkontrol)
= 32 orang
Kontrol
(DM terkontrol)
= 57 orang
Dilakukan wawancara,
pemeriksaan kesehatan
dan pengukuran
antropometri
Pengambilan darah untuk pemeriksaan butirat plasma
Penderita DM = 30 orang, Responden Sehat = 15 orang
13
c) Mempunyai data berat badan dan tinggi badan lengkap minimal dalam tiga kali follow up
d) Mempunyai data biomedis (glukosa darah, kolesterol darah, trigliserida) lengkap dalam
tiga kali follow up
e) Mempunyai data HbA1c pada follow up tahun 2017
f) Masih menjadi peserta studi kohort faktor risiko PTM
Kriteria eksklusi :
a) Terdapat komorbid penyakit menular seperti TBC, HIV (karena dikhawatirkan akan
menjadi penyebab inflamasi lain )
b) Mengalami riwayat gangguan mental emosional/gangguan jiwa
c) Mempunyai riwayat gangguan neurologi
d) Mempunyai riwayat penyakit kanker
e) Apabila wanita sedang hamil dan menyusui
f) Tidak kooperatif
2.8 Variabel
Variabel Dependen :
-. DM Terkontrol dan DM Tidak Terkontrol
Variabel Independen :
-. Konsumsi Serat
-. Konsumsi Lemak
-. Konsumsi Karbohidrat
-. Konsumsi Gula
-. Obesitas
Variabel Perancu :
-. Riwayat penyakit kronik
-. Kepatuhan minum obat
-. Lama menderita DM
14
2.9 Definisi Operasional
Variabel Dependen
No Variabel Definisi operasional/indikator Skala data
1 DM Terkontrol dan DM
Tidak Terkontrol
Sesuai hasil pemeriksaan HbA1c
2017, dikategorikan :
Tidak terkontrol apabila HbA1c
<7%
Terkontrol apabila HbA1c ≥ 7%
Nominal
2 Butirat plasma Pada pemeriksaan uji kadar asam
dengan gc-ms, ditemukan butirat
pada plasma darah
Ordinal
Variabel Independen :
No Variabel Definisi Operasional/Indikator Skala Data
1. Konsumsi lemak Kuantitas konsumsi lemak per hari Interval
2. Konsumsi
karbohidrat
Kuantitas konsumsi karbohidrat per
hari
Interval
3. Konsumsi serat Kuantitas konsumsi serat per hari Interval
4. Konsumsi Gula Kuantitas konsumsi gula per hari Interval
5. Obesitas Nilai IMT 30 Ordinal
2.10 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian Risbinkes ini ada dua yaitu data sekunder dan
data primer.
15
2.10.1 Prosedur Pengumpulan Data Sekunder :
Data sekunder merupakan data yang sudah terkumpul melalui kegiatan follow up Studi
kohor faktor risiko PTM di Kota Bogor Jawa Barat. Peneliti mengajukan permintaan
penggunaan data kebagian managemen data kohor faktor risiko penyakit tidak menular
(FRPTM) yang meliputi data sosio-demografi, dan riwayat PTM dalam lima tahun
terakhir yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, antrophometri, glukosa darah, HbA1c,
data konsumsi.
2.10.2 Prosedur Pengumpulan Data Primer :
Pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara, pengukuran antropometri
dan pengambilan darah yang dilakukan oleh peneliti. Instrumen pengumpulan data
menggunakan kuesioner terstruktur. Kuesioner ini merupakan modifikasi dari kuesioner
Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular.
Kuesioner berisikan pertanyaan terkait karakteristik, riwayat penyakit DM, aktivitas fisik
dan konsumsi makanan (food record) 1 kali 1 minggu sebelum pengambilan darah,
wawancara recall diet 1 x 24 jam (satu hari sebelum pengambilan darah). Selain itu juga
dilakukan pengukuran tekanan darah, dan pengukuran antrophometri (tinggi badan, berat
badan, dan lingkar perut).
Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi wilayah tempat tinggal responden.
Dalam penelitian ini, juga dilakukan pengambilan darah terhadap 45 orang responden
untuk pemeriksaan uji asam butirat.
Untuk keperluan pemeriksaan biomedis ini pengambilan darah dilakukan pada pembuluh
darah vena bagian lipatan salah satu lengan (kanan atau kiri) sebanyak 12 cc.
Pengambilan darah dilakukan dengan alat steril, satu alat dipakai untuk satu orang, dan
dikerjakan oleh tenaga laboratorium yang sudah terlatih. Saat proses pengambilan darah,
kegiatan didampingi oleh tenaga ahli yaitu seorang dokter umum yang professional yang
bersiaga menangani bila ada kejadian yang tidak diharapkan. Pengambilan darah
dilakukan 2 kali dalam seminggu (senin dan selasa). Darah sebanyak 12 ml, dibagi
dalam 4 tabung heparin, dikemas dalam cool box suhu 18-20 o
c. Selanjutnya di FKUI
darah (1 tabung) di sentrifus untuk diambil serumnya kemudian dikirim ke Labkesda
Rawasari untuk diperiksa kadar butirat, sedangkan 3 tabung lainnya dilakukan uji sitokin
untuk mengetahui tanda peradangan.
16
Pengukuran Antropometri
Penilaian antropometri terdiri atas 3 penilaian, yaitu berat badan, tinggi badan dan
Lingkar perut responden. Berikut uraian cara penilaian antropometri yang dilakukan
pada responden.
1. Berat badan : Posisikan responden di atas timbangan, perhatikan posisi kaki
responden tepat di tengah alat timbang, tidak menumpu pada salah satu kaki, sikap
tenang dan kepala tidak menunduk (memandang lurus ke depan), baca dan catat berat
badan pada status.
2. Tinggi badan : Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup
kepala) dan asesori lain yang bisa mempengaruhi hasil pengukuran. Responden diminta
berdiri tegak, persis di bawah alat geser. Posisi kepala dan bahu bagian belakang
(punggung), pantat, betis dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise dipasang.
Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas. Gerakan alat geser
sampai menyentuh bagian atas kepala pasien. Pastikan alat geser berada tepat di tengah
kepala pasien. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada
dinding. Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar(ke
bawah), catat hasil yang didapat.
3. Lingkar perut : Untuk pengukuran ini responden di minta untuk membuka pakaian
bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk ditetapkan titik
pengukuran. Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah. Ditetapkan titik
ujung lengkung tulang pangkal paha /panggul. Ditetapkan titik tengah diantara titik
tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal paha /panggul dan tandai titik
tengah tersebut dengan alat tulis. Diminta responden untuk berdiri tegak dan bernafas
dengan normal (ekspirasi normal). Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil
dari titik tengan kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut
kembali menuju titik tengah di awal pengukuran. Apabila responden mempunyai perut
yang gendut kebawah , pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu terakhir
pada titik tengah tersebut lagi.
Pengambilan Darah Vena
Pengambilan darah responden dilakukan oleh tenaga terlatih (petugas kesehatan/dokter)
untuk dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (DGS), HbA1c. Pengambilan darah
dilakukan pada pembuluh darah vena bagian lipatan salah satu lengan (kanan atau kiri)
17
sebanyak 12 cc. Pengambilan darah dilakukan dengan alat steril, satu alat dipakai untuk
satu orang, dan dikerjakan oleh tenaga laboratorium yang sudah terlatih. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :
1) Menjelaskan kepada responden bahwa pengambilan darah dilakukan oleh tenaga
terlatih, dilakukan dengan hati-hati dan tidak menyakiti responden.
2) Pengambilan darah vena yang dibagi menjadi 4 tabung heparin (Tabung Ungu)
3) 1 tabung tanpa heparin diambil untuk pemeriksaan butirat plasma ke labkesda
(Tabung merah)
4) Tabung darah dibawa ke laboratorium menggunakan cooler box
Prosedur Isolasi Monosit
1) Masukkan reagen ficoll pada tabung sentrifus
2) Tambahkan RPMI kedalam tabung berisi darah dengan volume 1 : 1
3) Perlahan masukkan darah ke dalam tabung berisi ficoll dengan volume 1 : 1
4) Sentrifugasi dengan kecepatan 400 G selama 30 menit pada suhu 18 – 20 ⁰ C
5) buang layer pertama yang mengandung plasma
6) perlahan pindahkan buffy coat ke tabung falcon dengan pipet steril
7) cuci dengan PBS, Sentrifus selama 10 menit 100 G, ulang sebanyak dua kali
8) Hitung dengan kamar hitung
9) PBMC di kultur pada plastic adheren (Tissue culture plastic) 45 – 90 menit
10) Buang sel non adheren, cuci 5 – 8 kali dengan RPMI
11) Inkubasi dengan RPMI semalam, 5 % CO2, 37 ⁰ C
12) Monosit yang menempel dilepaskan dengan cara diinkubasi dalam 10 ml PBS yang
mengandung EDTA 5 mM selama 10 – 20 menit.
13) Hitung dengan kamar hitung
14) Bagi menjadi 6 bagian
Prosedur Kultur Monosit dengan dan tanpa butirat
Monosit di kultur dengan medium complete yang terdiri dari RPMI 1640, FBS,
2 mM L-glutamate, 100 U/ml penicillin, 100 µg/ ml streptomycin, and 50 µM
2-mercaptoethanol. Sebagian sample ditambah dengan sodium butirat 2 mM. Kultur
diinkubasi selama 24 jam
18
2.11 Manajemen dan Analisis Data
Kegiatan managemen dan pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Membuat kode (coding)
Kuesioner yang telah diisi diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya
ketidakjelasan dan kesalahan dalam pengisian. Selanjutnya masing-masing pertanyaan
diberikan kode.
2. Menyunting data (editing)
Melakukan penyuntingan data sebelum memproses entry data yang bertujuan untuk
memperkecil tingkat kesalahan dalam pemasukan data sehingga data yang meragukan
dapat ditelusuri kembali.
3. Analisa Data
a) Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan dengan univariat bertujuan untuk memperoleh gambaran antara
variabel independen dan dependen melalui deskriptif.
b) Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk seleksi kandidat model yang dimasukkan ke dalam model
logistik dasar. Metode seleksi kandidat model, yaitu dengan cara melakukan analisis
bivariat antara variabel dependen dengan masing-masing variabel independen. Analisis
bivariat yang digunakan untuk menyeleksi kandidat model yaitu uji Chi Square. Bila hasil
uji Chi-Square mempunyai nilai p value < 0,25, maka variabel tersebut dimasukkan ke
dalam model awal, kecuali bila secara substansi variabel independen tersebut dianggap
penting atau berhubungan dengan variabel dependen (Sutanto Prihastono, 2010).
2.12 Pertimbangan Ijin Penelitian
Pertimbangan ijin penelitian diperoleh dari Kesbangpol Kota Bogor dan Dinas Kesehatan
Kota Bogor.
2.13 Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan etik (ethical clearance) dari Komisi Etik
Badan Litbangkes No. LB.02.01/2/KE.218/2018. Tanggal 3 Juli 2018.
19
2.14 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang ditemukan dari penelitian ini adalah :
a. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan darah untuk semua responden,
karena pada perencanaan penganggaran Risbinkes ini tidak dirancang untuk
melakukan hal tersebut. Oleh karena itu untuk melihat hubungan konsumsi serat
dengan kadar gula responden menggunakan data sekunder (hasil penelitian studi
kohor faktor risiko penyakit tidak menular).
b. Penelitian ini belum bisa menunjukkan secara spesifik jenis makanan apa yang
mengandung butirat tinggi, sehingga masih perlu penelitian lanjutan untuk
mengetahui hal tersebut.
20
BAB III
HASIL
Pada bab ini akan disajikan hasil analisis data. Analisis deskriptif memberikan gambaran
secara umum hasil pengolahan variabel-variabel yang digunakan. Analisis dilakukan
menggunakan analisis univariate dan bivariate. Analisis chi square digunakan untuk
mengetahui hubungan variabel konsumsi serat dengan variabel DM berdasarkan hipotesis
yang sudah dibuat sebelumnya.
3.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Bogor Tengah, Kota
Bogor. Kelurahan Kebon Kelapa mempunyai 10 RW dan 44 RT, dengan jumlah KK (kepala
keluarga) 3.052 KK dan jumlah penduduk 10.483 orang.
3.2 Karakteristik Responden
Gambaran karakteristik responden pada kedua kelompok sampel disajikan pada tabel 1.
Beberapa variabel yang ditampilkan yaitu jenis kelamin, pekerjaan, status kawin dan status
obesitas.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Variabel DM Terkontrol DM tidak Terkontrol
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 19 33,3 11 34,4
Perempuan 38 66,7 21 65,6
Pekerjaan
Bekerja 27 47,4 14 43,8
Tidak Bekerja 30 52,6 18 56,2
Status Kawin
Kawin 44 77,2 28 87,5
Tidak Kawin 13 22,8 4 12,5
Status Obesitas
Obesitas 37 64,9 14 43,8
Tidak Obesitas 20 35,1 18 56,2
Distribusi frekuensi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan jenis
kelamin terlihat bahwa sebagian besar responden pada kelompok DM terkontrol adalah
21
perempuan (66,7%), demikian pula pada kelompok DM Tidak Terkontrol lebih banyak
berjenis kelamin perempuan sebesar 65,6%. Berdasarkan pekerjaan terlihat bahwa sebagian
besar responden pada kelompok DM terkontrol tidak bekerja (52,6%), pada kelompok DM
Tidak Terkontrol juga lebih banyak responden yang tidak bekerja dibandingkan yang tidak
bekerja sebesar 56,2%. Berdasarkan status kawin terlihat bahwa baik pada kelompok DM
terkontrol maupun DM tidak terkontrol sebagian besar sudah kawin. Sedangkan status
obesitas responden terdapat perbedaan pada kedua kelompok. Pada kelompok DM terkontrol
lebih banyak ditemukan responden yang obesitas sebesar 64,9%, sedangkan pada kelompok
DM tidak terkontrol lebih banyak yang tidak obesitas sebanyak 56,2%.
3.3 Kecukupan Konsumsi Zat Gizi
Kebutuhan zat gizi pada setiap orang berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin. Angka
kecukupan gizi untuk orang Indonesia dapat dilihat di PMK No 75 Tahun 2013 dan disajikan
pada tabel 2. Pada penelitian ini usia responden ada 2 kelompok yaitu kelompok 30-49 tahun
dan kelompok 50-64 tahun.
Tabel 2. Angka Kecukupan beberapa zat gizi menurut kelompok usia dan jenis kelamin
Kelompok Usia dan Jenis
Kelamin
Protein
(g)
Lemak
(g)
Serat
(g)
Laki-laki
30-49 tahun 65 73 38
50-64 tahun 65 65 33
Perempuan
30-49 tahun 57 60 30
50-64 tahun 57 53 28
Sumber: Permenkes RI (2013)
Pada tabel selanjutnya akan disajikan rata-rata tingkat konsumsi protein, lemak, dan serat
pada kedua kelompok DM.
22
Tabel 3. Rerata Konsumsi Lemak Penderita DM
Variabel n mean SD T (t-test) p-value
DM Terkontrol 57 53,32 25,88 0,97 0,87
DM Tidak Terkontrol 32 47,85 24,37
Tabel 3, menunjukkan bahwa responden dengan kategori DM terkontrol memiliki
rata-rata konsumsi lemak sebesar 53,32 gram. Sedangkan pada kelompok DM tidak
terkontrol rata-rata konsumsi lemaknya lebih rendah dari kelompok DM terkontrol yaitu
47,85 gram. Karena nilai p-value lebih besar dari 0,05 berarti varian kedua kelompok adalah
sama. Dari hasil diatas dapat kita simpulkan bahwa rata-rata konsumsi lemak pada kelompok
DM terkontrol lebih tinggi dibandingkan kelompok DM tidak terkontrol.
Tabel 4. Rerata Konsumsi Serat Penderita DM
Variabel n mean SD T (t-test) p-value
DM Terkontrol 57 9,63 5,92 0,42 0,34
DM Tidak Terkontrol 32 9,11 4,88
Tabel 4, menunjukkan bahwa responden dengan kategori DM terkontrol memiliki
rata-rata konsumsi serat sebesar 9,63 gram. Sedangkan pada kelompok DM tidak terkontrol
rata-rata konsumsi seratnya tidak jauh berbeda dari kelompok DM terkontrol yaitu 9,11 gram.
Tabel 5. Rerata Konsumsi Protein Penderita DM
Variabel n mean SD T (t-test) p-value
DM Terkontrol 57 50,20 20,65 1,249 0,215
DM Tidak Terkontrol 32 44,32 22,54
Tabel 5, memperlihatkan bahwa terdapat 57 responden dengan kategori DM terkontrol
dengan rata-rata konsumsi protein sebesar 50,20 gram. Sedangkan pada kelompok DM tidak
terkontrol rata-rata konsumsi proteinnya lebih rendah dari kelompok DM terkontrol yaitu
44,32 gram. Dari hasil diatas dapat kita simpulkan bahwa rata-rata konsumsi protein pada
kelompok DM terkontrol lebih tinggi dibandingkan kelompok DM tidak terkontrol.
Berdasarkan beberapa tabel yang disajikan sebelumnya menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
konsumsi zat gizi responden menunjukkan angka di bawah angka kecukupan yang
23
dianjurkan. Meskipun demikian jika kita membandingkan tingkat konsumsi zat gizi
kelompok DM terkontrol masih lebih baik daripada kelompok DM tidak terkontrol.
3.4 Jenis Bahan Makanan Sumber Serat
Beberapa jenis bahan makanan yang mengandung serat hasil konsumsi recall responden
berdasarkan kelompok DM dapat dilihat pada tabel 6. Jenis buah-buahan yang dikonsumsi
terbanyak adalah pisang, kemudian pepaya dan jeruk. Jenis sayuran terbanyak dikonsumsi
responden adalah wortel, kemudian cesim (sawi hijau) dan kembang kol. Jenis
kacang-kacangan yang terbanyak di konsumsi responden adalah kacang tanah. Olahan
kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi adalah tahu dan tempe.
Tabel 6. Beberapa Jenis Bahan Makanan Sumber Serat
Yang Dikonsumsi Responden
Jenis Bahan
Makanan
DM Terkontrol DM Tidak Terkontrol
n % n %
Apel 3 5,4 1 3,0
Jeruk 2 3,6 4 12,1
Pisang 2 3,6 11 33,3
Pepaya 3 5,4 4 12,1
Bayam 1 1,8 2 6,1
Buncis 2 3,6 4 12,1
Cesim 10 17,8 9 27,3
Daun Singkong 7 12,5 0 0,0
Kangkung 4 7,1 2 6,1
Kembang kol 13 23,2 2 6,1
Wortel 17 30,4 32 97,0
Jagung 2 3,6 6 18,2
Kacang tanah 7 12,5 13 39,4
Tahu 19 33,9 17 51,5
Tempe 15 26,8 20 60,6
Beras merah 0 0,0 1 3,0
Selain menyajikan jenis makanan sumber serat yang biasa dikonsumsi responden, berikut
kami menampilkan gambaran rata-rata konsumsi buah dan sayur menurut kelompok DM.
Pada kelompok DM terkontrol konsumsi sayur dan buah lebih besar dibandingkan dengan
kelompok DM tidak terkontrol, tetapi masih di bawah porsi sayur buah yang dianjurkan yaitu
5 porsi yaitu sebanyak 400 gram yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 2 ½ porsi atau
2 ½ gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah.
24
Tabel 7. Rerata Jumlah Konsumsi Sayur dan Buah Menurut Kelompok DM
Konsumsi Buah dan
Sayur
DM Terkontrol DM Tidak Terkontrol
Sayur (g) 87,8±56,88 67,1±49,37
Buah (g) 65,1±99,90 49,0±89,11
Sayur dan buah (g) 152,9±131,69 116,2±102,40
3.5 Risiko Konsumsi Rendah Serat Pada Penderita DM
Asupan serat yang cukup sangat diperlukan dalam pengaturan kadar gula dalam darah pada
penderita DM24
. Setiap harinya penderita DM disarankan untuk mengkonsumsi serat
sebanyak 20-35 gr/hari16
. Konsumsi serat merupakan variabel utama yang menjadi fokus
pembahasan pada penelitian ini. Konsumsi serat dibagi dua menjadi dua kategori konsumsi
serat rendah (kurang dari anjuran) dan konsumsi serat tinggi (sesuai anjuran).
Tabel 8. Risiko Konsumsi Rendah Serat Pada Penderita DM
Konsumsi Serat
DM
Terkontrol
DM tidak
Terkontrol
p-value OR (95% CI)
n % n %
Konsumsi Serat Tinggi 2 66,7 1 33,7 referensi
Konsumsi Serat Rendah 55 64,0 31 36,0 0,707 1,12 (0,09-12,9)
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi serat sesuai anjuran
hanya sedikit pada kedua kelompok DM. Berdasarkan hasil nilai OR terdapat kecenderungan
responden yang mengkonsumsi serat rendah (kurang dari anjuran) mempunyai peluang
1,12 kali lebih besar menderita DM tidak terkontrol dibandingkan responden yang
mengkonsumsi serat tinggi (sesuai anjuran). Meskipun demikian secara statistik variabel
konsumsi serat tidak memiliki hubungan bermakna terhadap DM.
3.6 Konsumsi Gula
Rerata konsumsi gula tambahan responden sehari sebelum wawancara 23,4 ± 30,44 gram.
Jika dilihat menurut kelompok DM, ditemukan kelompok DM terkontrol mengkonsumsi gula
tambahan sehari sebelum wawancara sebesar 25,7 gram, sedangkan kelompok DM tidak
terkontrol sebesar 16,5 gram.
25
3.7 Gambaran Butirat
Pemeriksaan butirat dilakukan terhadap sub sampel pada kedua kelompok DM, selain itu
kami juga mencoba membandingkan dengan kelompok normal (responden sehat). Jumlah
responden pada ketiga kelompok sama banyak. Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata
konsentrasi butirat pada kelompok DM lebih tinggi dibandingkan pada kelompok normal.
Tabel 9. Rerata Butirat Pada Penderita DM dan Responden Sehat
n Minimum Maksimum Mean Standar
Deviasi
DM Tidak Terkontrol
DM Terkontrol
Normal (Sehat)
15
15
15
0,11
0,12
0,14
0,78
1,16
0,94
0,40
0,32
0,29
0,24
0,27
0,22
Tabel 9, menunjukkan bahwa butirat tinggi ditemukan pada penderita DM (baik kelompok
DM terkontrol maupun DM tidak terkontrol) sedangkan pada kelompok normal (responden
sehat) kadar butiratnya lebih sedikit. Hal ini bertentangan dengan hipotesis yang mengatakan
bahwa kadar butirat pada responden DM (khususnya DM tidak terkontrol) akan lebih kecil
(sedikit) dibandingkan dengan responden sehat. Berdasarkan data tersebut dapat diartikan
bahwa peningkatan tingkat butirat diikuti oleh peningkatan gula darah puasa dan HbA1c
sebagai penanda DM. Oleh karena itu asumsi mengenai konsumsi zat gizi yang rendah
(khususnya serat) sebagai salah satu faktor risiko terhadap penderita DM dan diindikasikan
oleh rendah butirat pada pasien DM belum terbukti pada penelitian ini.
26
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Kasus DM dan Karakteristik Responden
Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolik dikarenakan pankreas tidak
memproduksi cukup insulin (tipe 1) atau karena insulin yang telah diproduksi tidak
dimanfaatkan dengan baik (tipe 2). Keduanya mengakibatkan peningkatan konsentrasi gula
dalam darah12
. Kasus DM di Indonesia telah meningkat pesat dalam kurun waktu 6 tahun.
Berdasarkan pemeriksaaan kadar gula darah, prevalensi kasus DM di Indonesia sebesar 5,7%
di tahun 201713
dan 6,9% di tahun 201314
. Tidak semua kasus DM terdiagnosa oleh tenaga
kesehatan, banyak penderitanya yang tidak menyadari jika dirinya menderita DM. Hal ini
terbukti dari prevalensi kasus DM di Indonesia yang didiagnosa oleh tenaga kesehatan hanya
berkisar 0,7% di tahun 200713
dan 1,5% di tahun 201315
. Berdasar data IDF 2014, saat ini
diperkiraan 9,1 juta penduduk terdiagnosa menderita DM yang menempatkan Indonesia di
peringkat ke-5 di dunia. Penurunan peringkat dibandingkan tahun 2013 dimana Indonesia
menempati peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta penduduk penyandang DM16
.
Penelitian ini merekrut responden dengan kasus DM tipe 2 dimana dikelompokkkan
menjadi 2 yaitu kelompok DM terkontrol dan kelompok DM tidak terkontrol. Responden
dalam penelitian ini sebagian besar merupakan penderita DM yang dapat mengendalikan
level gula darahnya. Penemuan serupa juga terjadi pada penelitian di Vermont17
walaupun
penelitian di Palestina18
dan Ghana19
menemukan hal sebaliknya. Pada penelitian ini
persentase responden lebih banyak dengan jenis kelamin perempuan, sudah menikah, tidak
bekerja dan obesitas. Karakteristik responden yang serupa terkait status perkawinan
ditemukan juga di Ghana19
.
Status pendidikan yang lebih baik serta memiliki pekerjaan akan meningkatkan status
sosial ekonomi seseorang menjadi lebih baik. Status ekonomi yang lebih baik mengarah
kepada peningkatan informasi kesehatan khususnya faktor diet, gaya hidup lebih sehat, akses
layanan kesehatan dan pengelolaan penyakit yang lebih baik serta peningkatan kewaspadaan
akan kesehatan20,21
. Pada status perkawinan sekilas terlihat bahwa responden pada kedua
kelompok DM lebih banyak yang sudah kawin, hal ini mungkin disebabkan setelah menikah
baik pria maupun wanita menjadi lebih jarang melakukan olah raga dan mengalami
peningkatan berat badan22
.
27
4.2 Tingkat Konsumsi Zat Gizi Responden
Tubuh memerlukan energi untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak
agar organ tubuh dapat berfungsi dengan baik. Sumber energi adalah bahan makanan yang
dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam
amino), dan lemak (asam lemak). Pengolahan bahan makanan sudah dimulai dari mulut,
kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan
dipecah menjadi bahan dasar makanan, yaitu karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi
asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus,
kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan sebagai energi. Agar dapat berfungsi sebagai energi, zat makanan harus masuk
dulu ke dalam sel untuk diolah. Melalui proses metabolisme, di dalam sel zat makanan,
terutama glukosa, diproses untuk menghasilkan energi bagi sel tersebut. Dalam proses
metabolisme ini hormon insulin memegang peran yang sangat penting, yaitu bertugas untuk
memasukkan glukosa ke dalam sel. Namun, ketersediaan insulin saja tidak cukup menjamin
proses metabolisme akan berlangsung dengan normal. Hal ini bergantung pula pada kepekaan
reseptor insulin yang terletak pada dinding sel sasaran. Ketidakpekaan reseptor insulin
mengakibatkan insulin tidak dapat bekerja secara maksimal.
Beberapa studi menunjukkan bahwa kualitas makanan memegang peran utama pada
patofisiologi DM Tipe 2. Faktor makanan tersebut seperti diet tinggi lemak, rendah serat, dan
tinggi karbohidrat berkontribusi terhadap terjadinya resistensi insulin. Populasi dengan
prevalensi DM yang tinggi mempunyai karakteristik mengonsumsi diet yang lebih banyak
lemak, terutama saturated fat daripada mereka yang mengikuti pola makan banyak sayuran
dan buah-buahan serta tinggi karbohidrat karena jenis makanan ini banyak mengandung serat.
Kenaikan trigliserida dalam plasma (hipertrigliseridemia) juga dipengaruhi oleh kandungan
karbohidrat makanan dan kegemukan. Perubahan pola makan dari makanan tradisional ke
pola makan kebarat-baratan mengakibatkan peningkatan prevalensi DM secara cepat.
Konsumsi zat gizi responden menunjukkan nilai minimum dan maksimum terdapat
rentang yang sangat tinggi. Hal ini berarti bahwa masih terdapat responden yang belum
mengerti pengaturan diet yang tepat dimana masih terdapat responden yang mengkonsumsi
zat gizi jauh lebih rendah maupun jauh melebihi rekomendasi. Padahal kita tahu bahwa salah
satu kunci penting tata laksana terapi nutrisi bagi penderita DM adalah ketepatan jumlah
kandungan kalori/energi16
. Berdasarkan hal ini penting untuk dilaksanakan pemberian
28
konsultasi diet untuk meningkatkan pengetahuan responden serta membantu responden untuk
mengontrol kadar gula dalam darah.
Kelompok DM terkontrol mengkonsumsi lebih banyak zat gizi kecuali pada kelompok
karbohidrat. Namun jika dibandingkan dengan AKG, kedua kelompok termasuk dalam
kategori defisit berat pada tingkat pemenuhan energi dan karbohidrat karena rata-rata tingkat
konsunsumsi <70% AKG. Sedangkan untuk rerata persentase konsumsi protein dan lemak
pada kedua kelompok juga tidak dapat dikatakan baik dimana termasuk dalam kategori
deficit sedang dan deficit ringan karena <90% AKG23
. Rata-rata persentase konsumsi serat
kedua kelompok juga tidak menggembirakan karena sangat jauh dari yang direkomendasikan.
Asupan serat yang cukup sangat diperlukan dalam pengaturan kadar gula dalam darah pada
penderita DM24
. Setiap harinya penderita DM disarankan untuk mengkonsumsi serat
sebanyak 20-35 gr/hari16
. Makanan kaya serat terbukti memiliki kadar indek glikemik yang
rendah. Makanan yang berindeks glikemik rendah akan menurunkan kadar gula dalam darah
ketika dikonsumsi dalam jangka waktu pendek serta menurunkan kadar fruktosamine dan
hemoglobin A1C dalam jangka waktu panjang.
Serat merupakan salah satu jenis karbohidrat yang hanya terdapat di makanan yang
bersumber dari tanaman. Serat ada dua jenis, yaitu serat tidak larut dalam air (insoluble
fibers) dan serat larut dalam air (soluble fibers)25
. Serat tidak larut dalam air berefek
fisiologis, antara lain mengurangi waktu transit usus dan meningkatkan massa feses. Sumber
utama serat ini antara lain biji-bijian, gandum, rye dan sayuran. Serat larut dalam air berefek
fisiologis antara lain menunda pengosongan lambung, memperlambat penyerapan glukosa,
dan menurunkan kolesterol darah. Sumber utamanya antara lain buah jeruk, oat dan pengental
yang di tambahkan ke makanan. Bila dilihat dari jenis bahan makanan yang dikonsumsi
responden hampir semua responden lebih banyak mengkonsumsi serat tidak larut dalam air.
Artinya konsumsi serat responden lebih banyak berefek mengurangi konstipasi, sedangkan
fungsi konsumsi serat untuk memperlambat penyerapan glukosa belum terpenuhi.
Rerata konsumsi serat responden kelompok DM terkontrol lebih besar daripada
kelompok DM tidak terkontrol akan tetapi masih jauh di bawah angka kecukupan serat26
.
Konsumsi serat terbanyak dapat di penuhi dengan konsumsi buah dan sayur. Beberapa jenis
makanan yang mengandung serat hasil konsumsi recall responden berdasarkan kelompok DM
dapat dilihat pada tabel 6. Jenis buah-buahan yang dikonsumsi terbanyak adalah pisang,
kemudian pepaya dan jeruk. Jenis sayuran terbanyak dikonsumsi responden adalah wortel,
29
kemudian cesim (sawi hijau) dan kembang kol. Jenis kacang-kacangan yang terbanyak di
konsumsi responden adalah kacang tanah. Olahan kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi
adalah tahu dan tempe.
Konsumsi sayur dan buah merupakan salah satu bagian penting dalam mewujudkan
gizi seimbang. Pedoman Gizi Seimbang (PGS) menganjurkan masyarakat Indonesia untuk
mengonsumsi sayur 3-4 porsi dan buah sebanya 2-3 porsi dalam satu hari27
. World Health
Organization (WHO) juga mengeluarkan anjuran untuk mengonsumsi sayur dan buah
sebanyak 400 gram yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 2 ½ porsi atau 2 ½ gelas
sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah dalam satu hari untuk menjaga
kesehatan dan mengurangi risiko terkena penyakit tidak menular28
. Hasil penelitian
menunjukkan rerata konsumsi sayur dan buah responden baru memenuhi sekitar 35 persen
dari angka kebutuhan serat yang diperlukan dengan kata lain konsumsi sayur dan buah masih
sangat kurang. Kurang konsumsi sayur dapat berdampak pada meningkatkanya risiko terkena
penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung koroner (PJK), stroke, kanker, dan DM
mellitus29
. Rendahnya konsumsi sayur dan buah masih menjadi masalah di berbagai Negara
tidak hanya di Indonesia. Sebesar 80,6 persen laki-laki dan 78,4 persen perempuan di
52 negara yang berpenghasilan rendah-sedang mengonsumsi sayur dan buah kurang dari
5 porsi/hari30
.
Wang,et al. (2014) juga membuktikan bahwa konsumsi sayur beserta buah yang tinggi
akan menurunkan risiko kematian, terutama kematian yang diakibatkan oleh penyakit
jantung31
.Oleh karena itu, konsumsi sayur dan buah menjadi satu dari tiga fokus kegiatan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) untuk mewujudkan Indonesia sehat32
.
4.3 Pengaruh Kadar Butirat Terhadap Faktor Metabolik
Makanan berserat merupakan makanan yang mengandung karbohidrat kompleks yang
tidak dapat dicerna pada saluran pencernaan. Sumber makanan berserat biasanya adalah
sayuran, buah-buahan, dan gandum utuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa di dalam
saluran percernaan manusia terjadi fermentasi dari serat yang tidak tercerna oleh mikroba
normal di dalam usus. Hasil fermentasi tersebut berpengaruh terhadap kontrol metabolik dan
kondisi tersebut berhubungan dengan produksi short chain fatty acid (SCFA) di dalam usus
besar. Konsentrasi SCFA yang tinggi diketahui bermanfaat seperti dapat menurunkan
produksi glukosa di hati dan meningkatkan homeostasis lipid. Belum ada penelitian secara
langsung yang membuktikan manfaat SCFA secara jangka panjang untuk pengobatan DM
30
tipe 2. Pada penelitian dengan pemberian SCFA dalam jangka waktu pendek terlihat bahwa
terjadi perbaikan resistensi insulin pada penderita DM.
Jenis serat yang diketahui berhubungan dengan DM Melitus adalah pati resisten. Pati
resisten didefinisikan sebagai suatu kumpulan pati dan produk degradasi pati yang tidak dapat
diserap di usus baik usus kecil maupun usus besar manusia yang sehat. Pati resisten dikenal
sebagai serat yang tidak dapat dicerna yang tahan dari pencernan oleh enzim amilase di usus
kecil dan difermentasi menjadi short chain fatty acid (SCFA) oleh mikroba dalam usus
besar.33,34
Penanda metabolik yang memiliki korelasi signifikan adalah BMI dan HbA1c.
Keduanya memiliki korelasi positif yang berarti bahwa BMI yang lebih tinggi dan HbA1c,
tingkat butirat juga akan meningkat. Butirat dikenal sebagai salah satu SCFA yang dianggap
memiliki efek yang baik untuk homeostasis metabolik tubuh. microbioma yang baik disertai
dengan konsumsi makanan sehat dapat meningkatkan tingkat butirat dan SCFA lainnya
dalam feses. Diet yang baik seperti Konsumsi rutin makanan berserat dapat mencegah
obesitas dan DM. Pernyataan tersebut tampaknya bertentangan dengan hasil penelitian ini.
Pada awal penelitian ini kami berhipotesis bahwa pola makan yang buruk sebagai salah satu
faktor risiko untuk DM akan diindikasikan oleh rendah butirat pada pasien DM. Namun hasil
penelitian ini tidak menunjukkan hal ini. Peningkatan tingkat butirat diikuti oleh peningkatan
gula darah puasa dan HbA1c sebagai penanda DM.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penambahan butirat dalam bentuk
peningkatan mikrobiota atau dengan natrium butirat secara langsung dapat mengurangi
peningkatan adipositas pada hewan yang diberi diet tinggi lemak. Suplementasi butirat juga
dapat mencegah dan memulihkan resistensi insulin pada hewan model. Laporan tersebut
menunjukkan bahwa pemberian butirat memiliki efek positif pada metabolisme.
Sejumlah besar bukti telah menunjukkan efek butirat yaitu penurunan resistensi
insulin yang disebabkan oleh diet lemak tinggi dan obesitas, beberapa penelitian lain
menunjukkan menunjukkan efek sebaliknya. Oleh karena itu, penyelidikan tambahan
dibenarkan untuk memahami efek paradoks dari butyrate pada sindrom metabolik seperti
obesitas dan DM. Peningkatan kadar butirat dalam kondisi patologis DM, serta manfaat
butirat terhadap pencegahan dan pengobatan sindrom metabolik menunjukkan bahwa butirat
dan SCFA lain memiliki potensi besar untuk penelitian lebih lanjut.
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Terdapat kecenderungan responden yang mengkonsumsi serat rendah (kurang dari
anjuran) mempunyai peluang lebih besar menderita DM tidak terkontrol dibandingkan
responden yang mengkonsumsi serat tinggi (sesuai anjuran). Sehingga konsumsi serat
rendah berpotensi meningkatkan kadar gula darah penderita DM.
2. Jenis bahan makanan mengandung serat yang banyak dikonsumsi responden baik
pada kelompok DM terkontrol maupun DM tidak terkontrol tidak jauh berbeda antara
lain tempe, tahu, wortel dan pisang.
3. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan tingkat butirat linear dengan
peningkatan gula darah puasa dan HbA1c sebagai penanda DM.
5.2 Saran
Beberapa saran yang bisa diberikan dari hasil penelitian ini adalah :
4. Perlu penyuluhan tentang bahan makanan tinggi serat pada masyarakat khususnya di
Kelurahan Kebon Kelapa, agar masyarakat lebih faham mengenai manfaat konsumsi
makanan mengandung serat bagi kesehatan khususnya dalam penurunan kadar gula
darah.
5. Masyarakat perlu mendapat pemahaman yang lebih mengenai jenis bahan makanan
apa saja yang menjadi sumber serat, sehingga dapat disesuaikan dalam menu keluarga
dalam rangka menjaga gula darah pada kondisi normal.
6. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih memadai untuk
mengetahui lebih detail hubungan antara jenis bahan makanan apa saja yang
mengandung butirat tinggi. Selain itu perlu penelitian lanjutan untuk memastikan
untuk memahami efek paradoks dari butirat pada sindrom metabolik seperti obesitas
dan DM.
32
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepala Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat yang telah memberi kesempatan dan
dukungan untuk melakukan kegiatan penelitian ini.
2. Kepala Bidang Kesmas dan Kasubbid Gizi dan Kesga yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan moril untuk melakukan penelitian risbinkes ini.
3. Ibu Dr. Ekowati Rahajeng, SKM,M.Kes sebagai ketua PPI yang telah memberikan
kesempatan untuk melakukan penelitian Risbinkes, serta senantiasa memberikan
arahan dan masukan sejak awal penyusunan protokol sampai penyusunan laporan
akhir.
4. Ibu Dr. Dra. Woro Riyadina,M.Kes selaku pembina Riset Pembinaan Kesehatan, yang
telah memberikan berbagai masukan, bimbingan, dan arahan terhadap keseluruhan
proses pelaksanaan penelitian ini, mulai dari finalisasi protokol, pengumpulan data,
hingga laporan penelitian.
5. Tim Risbinkes dr. Rahma Ayu Larasati dan Fithia Dyah Puspitasari,S.Gz, MPH, yang
telah membantu penelitian mulai dari penyusunan proposal, pengumpulan data dan
penyusunan laporan penelitian.
6. Tim yang membantu koordinasi dan pengumpulan data lapangan sampai penyusunan
laporan akhir ibu Ir. Salimar,MS, Mb Zulaika, Mb Kenny dan Mas Rizky.
7. Tim Sekretariat Riset Pembinaan Kesehatan 2018, yang telah membantu keseluruhan
proses administrasi penelitian ini.
8. Segenap pihak yang telah membantu baik secara teknis maupun administratif terhadap
penelitian ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.
33
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. International DM Federation. IDF DM Atlas Eighth Edition. 2017. Tersedia di:
www.idf.org/DMatlas.
2. American DM Association. Classification and Diagnosis of DM. DM Care 2017; 40
(Supplement 1): S11-S24; DOI: https://doi.org/10.2337/dc17-S005.
3. Rahajeng E. Prevalensi DM Mellitus dan Gangguan Toleransi Glukosa di Kota Depok
Jawa Barat. Laporan Penelitian. Badan Litbang Depkes RI. 2001.
4. Kementerian Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar.
5. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
6. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: PERKENI; 2015.
7. Najafipour H, Sanjari M, Shokoohi M, Haghdoost AA, Afshari M, Shadkam M, Etemad
K, Mirzazade A. Epidemiology of DM mellitus, pre-DM, undiagnosed
and uncontrolled DM and its predictors in general population aged 15 to 75 years: A
community-based study (KERCADRS) in southeastern Iran. J DM. 2015 Sep;7(5):613-
21. doi: 10.1111/1753-0407.12195. Epub 2014 Sep 10.
8. Lumban Riris G dkk. Karakteristik penderita DM mellitus dengan komplikasi yang
dirawat inap di rumah sakit martha friska tahun 2014.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=438113
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
10. Shoelson SE, Lee J, Goldfine AB. Inflammation and insulin resistance. Journal of
Clinical Investigation. 2006;116(7):1793-1801. doi:10.1172/JCI29069.
11. Woro R, dkk. Laporan Hasil Penelitian Studi Kohor Faktor Risiko Penyakit Tidak
Menular. Badan Litbangkes,2017
12. Pusat Data dan Informasi. Situasi dan Analisis DM. (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
13. Badan Litbangkes. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007. (Badan Litbangkes,
2008)
34
14. Kemenkes. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2013. (Kemenkes, 2013)
15. Badan Litbangkes. Riskesdas 2013 dalam Angka. (Badan Litbangkes, 2013)
16. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Melitus Tipe 2 di Indonesia. (PB
PERKENI, 2015)
17. Strauss, K., MacLean, C., Troy, A. & Littenberg, B. Driving Distance as a Barrier to
Glycemic Control in DM. J. Gen. Intern. Med. 21, 378–380 (2006)
18. Al-Halaweh, A. A. et al. Prevalence of Type 2 DM Mellitus Complications among
Palestinians with T2DM. DM Metab. Syndr. Clin. Res. Rev. 11, S783–S787 (2017)
19. Fiagbe, J. et al. Prevalence of Controlled and Uncontrolled DM Mellitus and Associated
Factors of Controlled DM among Diabetic Adults in the Hohoe Municipality of Ghana.
DM Manag. 7, 343–354 (2017)
20. Ko, G. T. C. et al. A Low Socio-Economic Status Is an Additional Risk Factor for
Glucose Intolerance in High Risk Hong Kong Chinese. Eur. J. Epidemiol. 17, 289–295
(2001)
21. Murad, M. A., Abdulmageed, S. S., Iftikhar, R. & Sagga, B. K. Assessment of the
Common Risk Factors Associated with Type 2 DM Mellitus in Jeddah. Int. J.
Endocrinol. 2014, 1–9 (2014).
22. Koball, H. L., Moiduddin, E., Henderson, J., Goesling, B. & Besculides, M. What Do
We Know About the Link Between Marriage and Health? J. Fam. Issues 31, 1019–
1040 (2010).
23. Pertiwi, K. I., Hardinsyah & Ekawidyani, K. R. Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor
Pola Pangan Harapan pada Anak Usia Sekolah 7-12 Tahun di Indonesia. J. Gizi dan
PanganGizi dan Pangan 9, 117–124 (2014).
24. Nuttall, F. Q. Dietary Fiber in the Management of DM. DM 42, 503–508 (1993)
25. Dhingra, D., Rajput, H., dan Patil, R.T., 2012. Dietary Fibre in food: A review. J Food
Sci Technool. 49 (3): 255-266.
35
26. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi
yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia.
27. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 41 tahun 2014 tentang Pedoman Gizi
Seimbang.
28. WHO, 2004. Fruit and Vegetables for Health: Report of a Joint FAO/WHO Workshop.
Geneva: WHO
29. Kementerian Kesehatan RI, 2015. Ayo, Tingkatkan Makan Makanan yang Bergizi dan
Seimbang. [online] tersedia di: dinkes.inhukab.go.id (diakses pada 20 Oktober 2018).
30. Hall, J.N., Moore, S., Harper, S.B., Lynch, J.W., 2009. Global variability in fruit and
vegetable consumption. Am J Prev Med. 36(5): 402-409
31. Wang, X., et al., 2014. Fruit and vegetable consumption and mortality from all causes,
cardiovascular disease and cancer: systematic review and dose-response meta-analysis
of prospective cohort studies. BMJ. 349:g4490
32. Bappenas, 2016. Rencana Kerja Pemerintah 2017 dan Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat. Kementerian PPN/Bappenas Indonesia.
33. Kaline, K.Bornstein, S. R, et al. The importance and effect of dietary fiber in DM
prevention with particular consideration of whole grain products. Horm Metab
Res. 2007 Sep; 39(9): 687–693
34. Keenan, M. J., Zhou, J., McCutcheon, K. L., Raggio, A. M., et al. Effects of Resistant
Starch, A Non-digestible Fermentable Fiber, on Reducing Body Fat. Obesity, 14: 1523–
1534. 2006.
NASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN SUBYEK
PENELITIAN RISBINKES RISIKO KONSUMSI RENDAH SERAT
PADA DIABETES TIDAK TERKONTROL DAN GAMBARAN BUTIRAT PLASMA
Bapak/Ibu yang terhormat
Kami adalah tim peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan
Masyarakat Badan Litbangkes akan melakukan penelitian Risiko Konsumsi Rendah Serat Pada
Diabetes Tidak Terkontrol. Tujuannya untuk mengetahui jenis makanan sumber serat yang terbaik
untuk perbaikan dan pencegahan komplikasi pada penderita Diabetes Mellitus (DM).
Pada penelitian ini akan dilakukan wawancara, pengukuran berat badan, pengukuran tinggi
badan dan pengambilan darah. Pengambilan darah dilakukan pada pembuluh darah vena bagian
lipatan salah satu lengan (kanan atau kiri) sebanyak 12 cc. Pengambilan darah dilakukan dengan
alat steril, satu alat dipakai untuk satu orang, dan dikerjakan oleh tenaga laboratorium yang sudah
terlatih. Pada saat pengambilan darah akan ada sedikit rasa sakit, namun tidak ada risiko yang
membahayakan. Bila terjadi bengkak atau kebiruan pada lokasi penusukan, maka akan segera kami
obati. Saat proses pengambilan darah, kegiatan didampingi oleh tenaga ahli yaitu seorang dokter
umum yang professional yang akan bersiaga menangani bila ada kejadian yang tidak diharapkan.
Bila terjadi bengkak atau kebiruan pada lokasi penusukan, maka akan segera ditangani oleh dokter
pendamping. Apabila terjadi hal-hal yang lebih parah dan tidak diinginkan, maka akan dirujuk ke
fasilitas kesehatan terdekat. Waktu yang diperlukan sekitar 30 - 45 menit. Sebagai pengganti
waktu yang tersita kepada Bapak/Ibu akan diberikan dana sebesar Rp.100.000,- ( seratus ribu
rupiah).
Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela tanpa paksaan. Data diri dan data hasil penelitian
yang diperoleh dari penelitian ini akan kami perlakukan secara rahasia. Bila berkeberatan maka
bapak/ibu dapat menolak atau tidak meneruskan ikut dalam penelitian ini tanpa sanksi. Apabila
bapak/ibu memerlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi (Andi Susilowati, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat. Jl Percetakan Negara 29. HP.
081342718707)
Demikian penjelasan dari kami, apabila bapak/ibu bersedia ikut dalam penelitian ini, kami
mohon berkenan menberikan tanda tangan pada lembar persetujuan terlampir, terima kasih.
1
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
(INFORMED CONSENT untuk wawancara, pengukuran fisik
dan pengambilan darah)
Saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai hal yang
berkaitan dengan Penelitian Riset Pembinaan Kesehatan “Risiko Konsumsi Rendah Serat
Pada Diabetes Tidak Terkontrol dan Gambaran Butirat Plasma” yang dilaksanakan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan R.I. Saya
memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi dalam riset ini secara sukarela tanpa paksaan.
Nama responden NIK Tgl/bln/th Tanda tangan
Nama Saksi** Tgl/bl/th Tanda tangan
*PSP dibuat 2 rangkap:
- Responden 1 lembar
- Tim pengumpul data 1 lembar, disatukan dalam kuesioner.