laporan penelitian risbinkes tahun 2018 ......ringkasan eksekutif x abstrak xi daftar isi xiii...

62
LAPORAN PENELITIAN RISBINKES TAHUN 2018 GAMBARAN KONSUMSI PANGAN JAJAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG MENGANDUNG RHODAMIN B PADA MURID SD DI KECAMATAN BOGOR BARAT TAHUN 2018 Disusun oleh : Febriani, S.K.M. dkk PUSAT UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2018

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PENELITIAN RISBINKES

    TAHUN 2018

    GAMBARAN KONSUMSI PANGAN JAJAN ANAK SEKOLAH (PJAS)

    YANG MENGANDUNG RHODAMIN B PADA MURID SD DI

    KECAMATAN BOGOR BARAT TAHUN 2018

    Disusun oleh :

    Febriani, S.K.M. dkk

    PUSAT UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

    KEMENTERIAN KESEHATAN RI

    2018

    https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjd2MKckN_RAhULt48KHUQoDxYQjRwIBw&url=https://www.kanal-kesehatan.com/4477-logo-kemenkes-terbaru&bvm=bv.145063293,d.c2I&psig=AFQjCNFFL46UZfIHyXVFnK2tgky0l6fULA&ust=1485496235079809

  • Susunan Tim Peneliti

    Ketua Peneliti :

    Nama Lengkap : Febriani, S.K.M.

    Tempat / Tgl lahir : Batusangkar, 11 Februari 1980

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Alamat rumah : Jalan Tampak Siring Raya No.57 Sentul

    City Bogor

    Telp / Hp : 081315109587

    Pangkat / Golongan : Penata tk.I / III-b

    Jabatan Fungsional : Analis Hasil Penelitian

    Unit kerja : Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat

    Alamat kantor : Jalan Percetakan Negara No.29, Jakarta

    Pusat

    Peneliti I :

    Nama Lengkap : Elisa Diana Julianti, SP, Msi

    Tempat / Tgl lahir : Bogor/ 24 Juli 1979

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Alamat rumah : Bantarkemang Rt05/07 No.42 Bogor 16143

    Telp / Hp : 02518361983/081310699613

    Pangkat / Golongan : Penata Muda Tk.1/ IIIb

    Jabatan Fungsional : Peneliti Pertama

    Unit kerja : Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat

    Alamat kantor : Jalan Percetakan Negara No.29, Jakarta

    Pusat

    Peneliti II :

    Nama Lengkap : Aditianti, SP, Msi

    Tempat / Tgl lahir : Bogor, 10 Maret 1981

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Alamat rumah : Perumahan Nurul Ikhwan, Jalan Nurul

    ikhwan 4 no 7 Bogor

    Telp / Hp : 085691619100

    Pangkat / Golongan : Penata tk.I / III-b

    Jabatan Fungsional : Peneliti pertama

    Unit kerja : Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat

    Alamat kantor : Jalan Percetakan Negara No.29, Jakarta

    Pusat

  • SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN

  • KATA PENGANTAR

  • Assalamualaikum wr wb

    Alhamdulillah, Puji Syukur kepada Allah SWT, berkat rahmat-Nya penulis bisa

    menyelesaikan Laporan Riset Pembinaan Kesehatan (Risbinkes) Tahun 2018. Laporan ini

    disusun sebagai pertanggungjawaban secara tertulis dari rangkaian penelitian yang telah

    dilaksanakan sepanjang tahun 2018.

    Risbinkes ini merupakan proses awal pembelajaran bagi penulis yang sangat

    bermanfaat, mulai penentuan tema, pembuatan proposal, perencaan anggaran,

    penyempurnaan menjadi protokol, sampai teknis dan manajemn pengumpulan data di

    lapangan dan menjadikan dalam bantuk sebuah laporan. Semua ini menjadi bekal yang sangat

    berguna bagi penulis untuk melangkah ke jenjang peneliti selanjutnya.

    Terima kasih penulis ucapkan kepada Sekretariat Balitbangkes yang telah memfasilitasi

    penelitian ini, Kepala Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat beserta struktural, PPI sebagai

    Pembina, Ibu Noor Endah, M.Si., selaku Pembimbing pertama, dan Ibu Dr. Poedji Sri

    Hastoety Djaiman, M.Kes sebagai Pembimbing kedua, serta tim yang telah membantu dari

    awal sampai tersusunnya laporan ini.

    Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

    Wassalamualaikum. wr. wb.

    Jakarta, Januari 2019

    Febriani, S.K.M.

    NIP198002112005012003

  • RINGKASAN EKSEKUTIF

    Badan POM melalui aksi Nasional PJAS, mendapatkan bahwa penyebab PJAS tidak

    memenuhi syarat di Indonesia dari tahun 2009-2014 salah satunya disebabkan oleh

    penggunaan bahan berbahaya. Rhodamin B merupakan salah satu bahan berbahaya yang

    keberadaannya masih ditemukan di PJAS dan masih diminati oleh siswa sekolah dasar,

    padahal bersifat karsinogenik jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

    Menurut PP RI No.28. Tahun 2004 Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum

    digunakan sebagai pewarna tekstil tambahan yang yang dilarang penggunaannya dalam

    produk pangan. Rhodamin B dapat menyebakan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi

    pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati dan dapat menyebabkan

    kanker, zat warna Rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaannya ternyata masih ada

    produsen yang sengaja menambahakan zat warna Rhodamin B untuk produknya. Pengaruh

    jangka pendek penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ini menimbulkan gejala-

    gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan

    buang air besar. Pemilihan jajanan oleh anak sekolah selama mereka berada disekolah merupakan perwujudan dari

    perilaku. Perilaku ini perlu diperhatikan karena akan menetukan jenis makanan yang akan mereka

    pilih dan konsumsi, mengingat di periode ini, anak untuk pertama kalinya memiliki kesempatan untuk

    memilih makanan yang mereka konsumsi Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran konsumsi PJAS yang

    mengandung Rhodamin B, menilai kandungan Rhodamin B pada PJAS, menilai rata-rata

    jumlah Rhodamin B yang berasal dari PJAS yang dikonsumsi siswa SD, menilai frekuensi

    konsumsi Rhodamin B dalam seminggu yang berasal dari PJAS, dan menilai pengetahuan,

    sikap dan perilaku siswa SD tentang PJAS serta menilai peran guru dalam pembatasan

    mengonsumsi PJAS.

    Lokasi penelitian dilakukan di SD yang terdapat di Kecamatan Bogor Barat. baik negeri

    maupun swasta. Sampel PJAS diambil dari setiap SD yang terpilih menjadi sampel, masing-

    masing sebanyak 3 PJAS dengan ciri fisik dan atau organoleptik mengandung Rhodamin B.

    Untuk mengetahui kandungan Rhodamin B dilakukan analisis di laboratorium. Untuk

    mengetahui peran orang tua dalam membatasi siswa mengonsumsi PJAS yang mengandung

    Rhodamin B, orang tua dari siswa yang terpilih menjadi sampel, diminta untuk mengisi

    angket, dan mewawancarai guru olahraga untuk mengetahui kebijakan sekolah dalam

    pembatasan anak jajan di luar lingkungan sekolah. Sedangkan, untuk mengetahui kebiasaan

    konsumsi jajan siswa selama di sekolah dilakukan Frequency Food Questionare (FFQ)

    dengan bantuan buku peraga berupa foto PJAS yang menjadi sampel, dan untuk mengetahui

    pengetahuan, sikap dan perilaku siswa tentang PJAS dilakukan wawancara menggunakan

    kuesioner.

    Hasil analisis pada PJAS tidak terbukti adanya kandungan Rhodamin B dengan Limit of

    Detection (LOD) atau batas deteksi 0,25 mg/ml, sehingga jika kandungan Rhodamin B

    dalam makanan yang dicurigai berada dibawah limit deteksi maka tidak akan terdeteksi.

    Namun dari ciri fisik uji dan atau organoleptik, PJAS masih dicurigai mengandung

    Rhodamin B. Peran orang tua dan guru di sekolah mempengaruhi kebiasaan anak jajan

    selama berada di sekolah.

    ABSTRAK

  • Gambaran Konsumsi Pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS) yang Mengandung Rhodamin B

    pada Murid SD di Kecamatan Bogor Barat Tahun 2018

    Febriani, Elisa Diana Julianti, Aditianti

    PJAS diketahui tidak memenuhi syarat kesehatan, karena beberapa jenis jajan menggunakan

    bahan berbahaya, yaitu Rhodamin B. Padahal PJAS yang dicurigai mengandung Rhodamin B

    disukai oleh murid karena warnanya yang menarik dan diindikasikan bersifat karsinogenik

    jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Untuk mendalami risiko kesehatan serta mengetahui

    pengetahuan, sikap dan perilaku siswa terhadap PJAS yang mengandung Rhodamin B

    dilakukan penelitian di 7 SD di Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat. Penelitian

    menggunakan desain cross sectional dengan jenis penelitian deskriptif analitik dengan

    melibatkan 292 siswa. Sampel PJAS berjumlah 21 jenis yang berasal dari kantin dan di luar

    lingkungan sekolah, yang ciri-ciri fisik dan atau organoleptiknya dicurigai mengandung

    Rhodamin B. Foto sampel PJAS dijadikan buku peraga yang digunakan sebagai pedoman

    pada saat wawancara Frequency Food Questionare (FFQ) murid SD. Data diaanalisis secara

    kuantitatif di laboratorium menggunakan alat (High Performance Liquid Kromatografi)

    HPLC. Hasil analisis pada PJAS tidak terbukti adanya kandungan Rhodamin B dengan Limit

    of Detection (LOD) atau batas deteksi 0,25 mg/ml, sehingga jika kandungan Rhodamin B

    dalam makanan yang dicurigai berada dibawah limit deteksi maka tidak akan terdeteksi.

    Namun dari ciri fisik uji dan atau organoleptic, PJAS masih dicurigai mengandung

    Rhodamin B. Perilaku siswa dalam mengonsumsi PJAS masih tinggi, dikarenakan

    pengetahuan siswa yang masih kurang, peran orang tua yang memberikan uang jajan setiap

    hari, serta peraturan sekolah dalam pembatasan siswa jajan di luar sekolah yang belum tegas.

    Kata Kunci : PJAS, Rhodamin B, konsumsi, Sekolah dasar.

    ABSTRAK

  • Snack for school children that are often consumed by students were considered to not meet

    the health/nutrition requirements due to hazardous ingredient called Rhodamine B in some

    types of snacks. However, this type of snacks are now widely eavailable in schools and are

    indicated as carcinogenic-inducible for long time consumption. This research aims to observe

    the health risk of children in 7 elementary schools located in West Bogor District, West Java.

    The research was performed using cross sectional methods with analytical descriptive study

    involving 292 students. Samples were collected from canteen and food stalls outside the

    school building, which physical characteristics were suspected to contain Rhodamine B. The

    Book of Snack for school children was used as a display guidance during the Frequency Food

    Questionnaire (FFQ) interview towards elementary students. The results showed that there

    were 21 snacks suspected to contain Rhodamine B, and another 9 snacks contained artificial

    red sauce powder. Laboratory analysis revealed undetectable levels of Rhodamin B (below

    0.25 mg/L). However, physical characteristics and organoleptic suspect content of

    Rhodamine B. Behaviour of students in consuming snack still high, because of student’s

    knowledge is less, the role of parents is to provide pocket money every day, school rules in

    limiting snck students in the school grounds are not yet firm.

    Keyword 1 : consumption

    Keyword 2 : Snack for school children

    Keyword 3 : Rhodamin B

    Keyword 4 : Elementary school student

    DAFTAR ISI

    JUDUL PENELITIAN

  • SUSUNAN TIM PENELITI i

    SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN viii

    KATA PENGANTAR ix

    RINGKASAN EKSEKUTIF x

    ABSTRAK xi

    DAFTAR ISI xiii

    DAFTAR TABEL xiv

    DAFTAR GAMBAR xv

    DAFTAR LAMPIRAN xvi

    RINGKASAN PENELITIAN xvii

    1. PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar Belakang 1

    1.2. Perumusan Masalah Penelitian 3

    1.3. Pertanyaan Penelitian 4

    1.4. Tujuan Penelitian 5

    1.5. Manfaat Penelitian 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA 6

    2.1. Zat Warna 6

    2.2. Jenis Zat warna 7

    2.3. Pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS) 9

    2.4. Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Pemilihan Jajanan 11

    III. METODE PENELITIAN 12

    Kerangka Konsep 12

    3.2. Tempat dan Waktu 12

    a. Desain Penelitian 12

    b. Populasi dan Sampel 12

    3.5. Besar Sampel 13

    3.6. Metoda Pengambilan Sampel 14

    3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 14

    3.8. Variabel 14

    3.9.Definisi Operasional 15

    3.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan data 17

    3.11. Manajemen dan Analisis Data 20

    IV. HASIL 21

    4.1 Karakteristik Sampel SD dan Siswa 21

    4.2. Karakteristik Responden 22

    4.3. PJAS 23

    4.4. Peran Orang Tua dalam Pembatasan Mengonsumsi PJAS 30

    4.5. Peran Guru 31

    V. PEMBAHASAN 32

    5.1.PJAS 32

    5.2.PSP 34

    5.3.Peran Guru 35

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN 37

    Kesimpulan 37

    Saran 37

    DAFTAR PUSTAKA 38

  • DAFTAR TABEL

    Tabel. 1 Jumlah Sampel SD di Kecamatan Bogor Barat 21

    Tabel. 2 Distribusi Responden Menurut Umur dan Jenis Kelamin 22

    Tabel. 3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin,

    Pendidikan terakhir dan Pekerjaan Orang tua siswa

    23

    Tabel 4 Jenis PJAS yang dicurigai mengandung Rhodamin B di

    masing-masing SD di Kecamatan Bogor Barat

    24

    Tabel.5 Hasil Analisis Rhodamin B pada PJAS di SD

    Kecamatan Bogor Barat

    25

    Tabel.6 Frekuensi Konsumsi PJAS berisiko berdasarkan umur 25

    Tabel.7 Pengetahuan Siswa 28

    Tabel.8 Peran Orang Tua dalam Pembatasan Mengonsumsi

    PJAS

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar.1 Konsumsi PJAS berdasarkan Jenis Kelamin 26

    Gambar .2 PJAS Berisiko Mnegandung Rhodamin B 26

    Gambar.3 Lima Jenis PJAS berisiko mengandung Rhodamin B yang

    palng sering dikonsumsi

    27

    Gambar.4 Persentase siswa yang mengonsumsi PJAS Berisiko

    mengandung Rhodamin B berdasarkan frekuensi konsumsi

    dalam seminggu.

    27

    Gambar.5 Perilaku Siswa 31 Gambar.6 Peran Orang tua dalam Pembatasan Mengonsumsi PJAS

    I. PENDAHULUAN

  • 1.1. Latar Belakang

    Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi penggerak pembangunan di masa

    yang akan datang ditentukan oleh bagaimana pengembangan SDM saat ini, termasuk pada

    saat usia sekolah. Pembentukan kualitas SDM pada saat sekolah akan mempengaruhi

    kualitasnya pada saat mereka mencapai usia produktif. Dengan demikian kualitas anak

    sekolah penting untuk diperhatikan karena pada masa ini merupakan masa pertumbuhan anak

    dan sangat penting peranan zat gizi serta keamanan makanan yang dikonsumsi di sekolah5)

    .

    Panjangnya waktu belajar siswa Sekolah Dasar (SD) di sekolah pada saat sekarang ini,

    menyebabkan frekuensi makan di sekolah juga lebih sering. Jajanan yang disediakan di

    kantin dan atau dipinggir jalan (street food) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan

    akan pangan selama berada di sekolah.

    Makanan jajanan dapat ditemukan hampir disetiap SD, biasanya terdapat di luar atau di

    dalam lingkungan sekolah. Makanan jajanan pada umumnya ditempatkan ditempat yang

    terbuka dan terkadang dicampur bahan yang berbahaya6)

    .

    Anak-anak dalam memilih makanan tidak saja karena rasanya yang enak dan harganya

    yang murah namun juga karena warnanya yang menarik. Hal ini sesuai dengan teori yang

    disampaikan oleh Azizahwati, dkk bahwa warna merupakan salah satu kriteria dasar

    menentukan kualitas makanan karena warna dapat memberi petunjuk perubahan kimia dan

    makanan. Berdasarkan hal tersebut produsen makanan dan minuman sering menambahkan

    pewarna terhadap produk mereka, karena warna mempunyai pengaruh yang besar terhadap

    konsumen dalam hal memilih produk makanan dan minuman. Pada awalnya makanan

    diwarnai dengan warna zat alami, yang diperoleh dari hewan, tumbuhan atau mineral, akan

    tetapi zat warna tersebut tidak stabil oleh panas dan cahaya, serta harganya yang mahal 7)

    .

    Rhodamin merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil.

    Menurut PP RI No.28. Tahun 2004 Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang

    dilarang penggunaannya dalam produk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi

    saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan,

    gangguan hati dan dapat menyebabkan kanker, zat warna Rhodamin B walaupun telah

    dilarang penggunaannya ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna

    Rhodamin B untuk produknya. Pengaruh jangka pendek penggunaan bahan tambahan

    pangan (BTP) ini menimbulkan gejala-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual,

    muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar 8,9)

    .

    Pendidikan SD merupakan suatu tahap dimana anak sudah mulai menjauh dari kelompok

    keluarga dan mulai berpusat pada kelompok usia sebaya yang lebih luas. Salah satu yang

    perlu diperhatikan pada masa ini adalah kebiasaan makan anak di sekolah yang dipelajari

  • tanpa sengaja yang tidak melalui proses pendidikan. Hal ini merupakan pertama kalinya anak

    memiliki kesempatan untuk memilih sendiri makanan yang dikonsumsinya 10)

    .

    Anak mulai menyadari bahwa makanan yang sehat dan bergizi baik untuk kesehatan tubuh

    mereka, tetapi mereka belum mengetahui lebih lanjut bagaimana proses tersebut dapat

    berlangsung di dalam tubuh. Jenis pengambilan keputusan (impulsivity) yang mungkin terjadi

    pada anak secara signifikan berkontribusi memprediksi perilaku lebih dan di atas perilaku

    yang terencana (planned behavior). Anak dapat mengambil keputusan antara lain pada saat

    dan pada apa yang mereka inginkan untuk dimakan 11,12)

    .

    Saat ini jajanan sekolah semakin beraneka ragam dari mulai jajanan tradisional sampai

    jajanan modern sehingga mampu menarik para siswa untuk mengkonsumsi jajanan sekolah.

    Ketersediaan jajanan sehat dan tidak sehat di sekolah berpengaruh terhadap pemilihan

    makanan jajanan pada anak-anak. Anak akan lebih cenderung untuk membeli makanan

    jajanan yang tersedia paling dekat dengan keberadaannya. Oleh sebab itu, jajanan yang sehat

    seharusnya tersedia baik di rumah, maupun di lingkungan sekolah agar jajanan sehat tetap

    terjamin. Faktor ketersediaan makanan jajanan yang sehat menjadi salah satu faktor dalam

    menentukan pemilihan makanan jajanan yang sehat pula 13).

    Pemerintah sendiri juga mengatur tentang keamanan pangan untuk warganya, tentang

    Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yang menggambarkan kondisi dan upaya yang diperlukan

    untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang

    dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Ketentuan mengenai

    keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekayasa genetika dan

    iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium, dan pangan

    tercemar. Selain hal tersebut, di dalam peraturan yang sama juga disebutkan bahwa setiap

    orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, yang

    dapat merugikan, atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia sebagaimana tertera

    dalam Undang-undang pangan tahun 2012 tentang pangan14)

    .

    Kecamatan Bogor Barat memiliki 65 SD yang terdiri dari 51 negeri, 11 swasta, dan 3

    Sekolah Luar Biasa (SLB), diperkirakan memiliki 15.000 siswa bersekolah di SD tersebut15)

    .

    Dengan jumlah yang sangat besar ini, tentu memiliki risiko terpapar dengan jajanan yang

    tidak sehat setiap harinya jika PJAS yang tersedia belum diketahui keamanannya.

    Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui PJAS yang mengandung Rhodamin B

    dengan cara melakukan analisis laboratorium terhadap sampel PJAS dan mengetahui

    gambaran konsumsi PJAS yang mengandung Rhodamin B pada siswa SD melalui metode

  • FFQ, serta melakukan wawancara tentang Perilaku Siswa SD, guru serta orang tua mengenai

    Jajanan Sehat.

    1.2. Perumusan Masalah Penelitian

    Badan POM melalui aksi Nasional PJAS, mendapatkan bahwa penyebab PJAS tidak

    memenuhi syarat di Indonesia dari tahun 2009-2014 disebabkan oleh cemaran mikroba,

    Bahan Tambahan Pangan Berlebih (BTP) dan penggunaan bahan berbahaya. Rhodamin B

    merupakan salah satu bahan berbahaya yang keberadaannya masih ditemukan di PJAS dan

    masih diminati oleh siswa Sekolah Dasar, padahal bersifat Bahan Berbahaya yang bersifat

    karsinogenik jika dikonsumsi dalam jangka panjang16)

    .

    Sampling dan pengujian laboratorium terhadap PJAS dengan parameter uji pewarna bukan

    untuk pangan (Rhodamin B), yang dilakukan oleh Badan POM (2011) pada 3.925 sampel

    yang terdiri dari es (mambo, loli), minuman bewarna merah, sirup, jeli/agar-agar, kudapan

    dan makanan ringan diketahui bahwa 40 (1,02%) sampel mengandung Rhodamin B 17)

    .

    Pengujian terhadap 15 sampel makanan yang diduga mengandung Rhodamin juga

    dilakukan oleh Yhona Paratmanitya, dkk, diketahui 7 sampel (46,7%) jajanan dinyatakan

    mengandung Rhodamin B. Jelly dengan jenis berbeda (5 jenis), ditemukan 3 jenis jelly yang

    mengandung Rhodamin B (60%) 18)

    .

    Data terbaru dari Dinas Kesehatan Kota Magelang, Jawa Tengah yang melakukan uji

    sampel terhadap jajanan anak yang dijual dikantin sekolah sejak awal Maret 2018, didapatkan

    17 persen dari 300 sampel makanan yaitu sebanyak 52 jenis jajanan mengandung bahan

    berbahaya berupa Rhodamin B dan Formalin. Jajanan yang mengandung Rhodamin B antara

    lain sirup, es lilin, sosis, tempura, susu kedelai, dan lapis serta jenang mutiara 19)

    .

    Berdasarkan hal tersebut, PJAS di kantin sekolah ataupun street food masih perlu diawasi

    keamanannya dari bahan berbahaya salah satunya bahan pewarna makanan bukan untuk

    pangan (Rhodamin B). Hal ini dikarenakan, PJAS dilingkungan sekolah masih merupakan

    daya tarik yang besar bagi siswa SD dalam pemenuhan akan pangan selama berada di

    sekolah.

    Analisis laboratorium perlu dilakukan terhadap PJAS yang dicurigai mengandung

    Rhodamin B yang dikonsumsi oleh siswa SD berdasakan hasil FFQ sehingga diketahui

    jumlah Rhodamin B yang dikonsumsi siswa SD dan mengetahui Perilaku siswa SD dalam

    memilih dan membeli PJAS yang mengandung Rhodamin B, yang terdapat di Kecamatan

    Bogor Barat sebagai salah satu kecamatan dengan jumlah kelurahan terbanyak.

    1.3. Pertanyaan penelitian

  • Bagaimana gambaran Konsumsi PJAS yang mengandung Rhodamin B dan Pengetahuan,

    Sikap dan Perilaku siswa SD dalam memilih dan membeli PJAS di SD di Kecamatan Bogor

    Barat Tahun 2018.

    1.4. Tujuan Penelitian

    Tujuan umum :

    Untuk mendapatkan gambaran konsumsi PJAS yang mengandung Rhodamin B pada anak

    Sekolah Dasar di Kecamatan Bogor Barat Tahun 2018.

    Tujuan khusus :

    Tujuan khusus penelitian ini adalah :

    1. Menilai kandungan Rhodamin B pada PJAS di Sekolah Dasar di Kecamatan Bogor

    Barat Tahun 2018.

    2. Menilai rata-rata jumlah Rhodamin B yang berasal dari PJAS yang dikonsumsi siswa

    SD di Kecamatan Bogor Barat Tahun 2018

    3. Menilai frekuensi konsumsi Rhodamin B dalam seminggu yang berasal dari PJAS

    pada siswa SD di Kecamatan Bogor Barat Tahun 2018

    4. Menilai pengetahuan, sikap dan perilaku siswa SD tentang PJAS di Kecamatan

    Bogor Barat Tahun 2018

    5. Menilai peran orang tua dalam pembatasan mengonsumsi PJAS pada siswa SD di

    Kecamatan Bogor Barat Tahun 2018

    6. Menilai peran guru dalam pembatasan mengonsumsi PJAS pada siswa SD di

    Kecamatan Bogor Barat Tahun 2018

    1.5. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi pada :

    1. Pihak sekolah (Guru dan Siswa) tentang PJAS yang mengandung Rhodamin B

    2. Peserta didik dan orang tua, agar lebih berhati-hati dalam memilih jajanan yang akan

    dikonsumsi

    3. Dinas terkait dalam pembinaan terhadap penjaja makanan di lingkungan sekolah (kantin

    dan street food/kaki lima)

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Zat Pewarna

    Zat pewarna makanan adalah zat yang sering digunakan untuk memberikan efek warna

    pada makanan sehingga makanan terlihat lebih menarik sehingga menimbulkan selera

    orang untuk mencicipinya. Menurut Winarno (2004), yang dimaksud dengan zat pewarna

    adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau

  • menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang

    tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik20)

    .

    Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan

    makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Warna pada makanan

    merupakan indikator kesegaran atau kematangan. Zat pewarna makanan dapat diperoleh dari

    bahan alam atau dari bahan buatan. Penampilan makanan, termasuk warnanya, sangat

    berpengaruh untuk menggugah selera. Penambahan zat pewarna pada makanan bertujuan

    agar makanan lebih menarik. Zat pewarna sendiri secara luas digunakan di seluruh dunia21)

    .

    Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna makanan tradisional yang

    berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau

    dan daun jambu untuk warna merah. Pewarna alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai

    kelemahan, yakni ketersediaannya terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak

    cocok digunakan untuk industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan alami untuk

    produk massal akan meningkatkan biaya produksi menjadi lebih mahal dan lebih sulit karena

    sifat pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil. Kemajuan

    teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Dalam jumlah yang

    sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada produk pangan. Dengan

    demikian produsen bisa menggunakan lebih banyak pilihan warna untuk menarik perhatian

    konsumen.

    2.2. Jenis-Jenis Zat Pewarna

    1. Pewarna Alami

    Pewarna alami makanan adalah zat pewarna alami (pigmen) yang diperoleh dari

    tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Biasanya zat pewarna ini telah

    digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat pewarna sintesis,

    seperti kunyit sebagai pewarna kuning alami bagi berbagai jenis makanan.

    Beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan

    seperti :

    a) Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk

    mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin.

    Dapat diperoleh dari wortel dan pepaya.

  • b) Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon

    bixa orelana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai

    mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing.

    c) Karamel, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan)

    karbohidrat, gula pasir, dan laktosa serta sirup malt. Karamel terdiri atas tiga jenis,

    yaitu karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel

    cair untuk roti dan biskuit, serta karamel kering.Gula kelapa yang selain berfungsi

    sebagai pemanis, juga memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa

    atau pun es cendol.

    e) Klorofil, menghasilkan warna hijau diperoleh dari daun banyak digunakan untuk

    makanan. Saat ini mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil

    banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, dan katuk).

    f) Antosianin, penyebab warna orange, ungu, merah, dan biru. Banyak terdapat pada

    bunga dan buah-buahan, seperti bunga mawar,pacar air, kembang sepatu,aster cina,

    buah apel, chery, anggur, strawberi, juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi

    jalar. Biasanya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan,

    seperti produk minuman, sari buah, dan jus.

    Pewarna alami memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan pewarna

    alami adalah aman dikonsumsi, warna lebih menarik, mengandung zat gizi, dan mudah

    didapat dari alam. Sementara itu kekurangannya adalah seringkali memberikan rasa dan

    flavor khas yang tidak diinginkan, tidak stabil pada saat proses pemasakan, konsentrasi

    pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik, spektrum warna

    tidak seluas seperti pada pewarna sintetis, susah dalam penggunaannya, pilihan warna sedikit

    atau terbatas, dan kurang tahan lama.22)

    2. Pewarna Makanan Buatan

    Pewarna makanan buatan atau sintetis adalah pewarna makanan yang diperoleh melalui

    proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang

    mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Pewarna sintetis ini

    mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan

    mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Contoh

    pewarna makanan buatan yang diijinkan digunakan di Indonesia antara lain adalah tartrazin,

    sunset yellow, amaranth, dan briliant blue22)

    .

    3. Rhodamin B

  • Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri

    tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan

    melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan

    Rhodamin B dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar

    berhasil menemukan zat Rhodamin B pada kerupuk, sambal botol, dan sirup melalui

    pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman. Pada awalnya zat ini digunakan

    untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang

    berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari 23,24)

    .

    Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar

    479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau

    atau serbuk ungu-kemerah-merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna

    merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam

    alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan

    sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu

    165oC

    25).

    Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi

    bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamin B tidak hanya saja disebabkan oleh

    senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin

    B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti

    timbal dan arsen. Dengan terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut,

    menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan26)

    .

    Selain terdapat ikatan Rhodamin B dengan Klorin terdapat juga ikatan konjugasi. Ikatan

    konjugasi dari Rhodamin B inilah yang menyebabkan Rhodamin B bewarna merah.

    Ditemukannya bahaya yang sama antara Rhodamin B dan Klorin membuat adanya

    kesimpulan bahwa atom Klorin yang ada pada Rhodamin B yang menyebabkan terjadinya

    efek toksik bila masuk ke dalam tubuh manusia. Atom Cl yang ada sendiri adalah termasuk

    dalam halogen, dan sifat halogen yang berada dalam senyawa organik akan menyebabkan

    toksik dan karsinogenik. Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala akut bila terpapar

    Rhodamin B yaitu:

    i) Jika tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan menimbulkan

    gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda.

    ii) Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit

    iii) Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, oedema

    pada kelopak mata

  • iv) Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan27).

    2.3.Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

    Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) merupakan salah satu bentuk makanan selingan

    anak di sekolah. PJAS ini dapat menambah asupan gizi anak sekolah, menjaga kadar gula

    darah agar anak sekolah tetap berkonsentrasi, untuk mempertahankan aktivitas fisik anak

    sekolah. Jenis pangan jajanan anak sekolah dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

    a. Makanan utama atau dikenal dengan istilah “jajanan berat”. Jajanan ini bersifat

    mengenyangkan. Contohnya : mie ayam, bakso, bubur ayam, nasi goreng, gado-gado,

    dan lain-lain.

    b. Camilan/snack atau makanan yang biasa dikonsumsi diluar makanan utama. Camilan

    dibedakan menjadi 2 jenis yaitu camilan basah dan camilan kering. Contohnya :

    gorengan, lemper, kue lapis, brondong jagung, keripik, biskuit, permen, dan lain-lain.

    c. Minuman, contohnya air putih, es teh manis, es jeruk, berbagai macam minuman

    campur, dan lain-lain.

    d. Jajanan buah, buah yang biasa menjadi jajanan anak sekolah yaitu buah yang masih

    utuh atau buah yang sudah dikupas dan dipotong.

    Menurut BPOM (2013) PJAS yang sesuai adalah PJAS yang aman, bermutu, dan bergizi

    serta disukai oleh anak. Berikut ini adalah berapa tips memilih PJAS yang sesuai:

    a. Kenali dan pilih pangan yang aman

    b. Baca kebersihan

    c. Baca label makanan dengan seksama

    d. Ketahui kandungan gizinya

    e. Konsumsi air yang cukup

    f. Perhatikan warna, rasa, dan aroma

    g. Batasi minuman yang berwarna dan beraroma

    h. Batasi konsumsi pangan cepat saji (fast food)

    i. Batasi makanan ringan

    j. Perbanyak konsumsi makanan berserat

    k. Bagi anak gemuk/obesitas batasi konsumsi pangan yang mengandung gula, garam dan

    lemak28)

    .

    Salah satu tip dari BPOM dalam memilih PJAS yang sesuai adalah memperhatikan warna

    makanan dan membatasi dalam memilih minuman berwarna. Hal ini disebakan karena untuk

    makanan dan minuman tertetu yang berwarna bisa jadi mengandung bahan tambahan

    makanan yang berbahaya, salah satunya dalah Rhodamin B. Ciri-ciri fisik dan organoleptik

    PJAS yang dicurigai mengandung Rhodamin B, antar lain :

  • a. Warna merah yang mencolok

    b. Cerah mencolok

    c. Warnanya tidak homogen (ada yang menggumpal)

    d. Ada sedikit rasa pahit

    e. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya

    2.4. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku (PSP) Pemilihan Jajanan

    Pemilihan jajanan merupakan perwujudan perilaku. Sedangkan faktor-faktor yang

    mempengaruhi terbentuknya perilaku berupa faktor internal dan eksternal. Pengetahuan

    merupakan faktor internal yang memiliki pengaruh terhadap pemilihan makanan jajanan.

    Pengetahuan ini meliputi pengetahuan gizi makanan, kecerdasan, persepsi, emosi, dan

    motivasi dari luar. Faktor yang mendukung pemilihan makanan dibagi menjadi tiga yaitu

    faktor terkait makanan, faktor personal berkaitan dengan pengambilan keputusan pemilihan

    makanan, dan faktor sosial ekonomi. Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang termasuk

    eksternal diantaranya adalah faktor terkait makanan yaitu gizi makanan dan komponen kimia

    yang terkandung di dalam makanan dan faktor terkait sosial ekonomi yaitu harga, merk,

    ketersediaan dan lingkungan. Sedangkan yang termasuk faktor internal yaitu faktor terkait

    personal yang terdiri dari persepsi sensori 29)

    .

    III. METODE PENELITIAN

  • 3.1. Kerangka Konsep

    Independent

    Gambar. 1

    Kerangka Konsep

    3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di SD yang berada Kecamatan Bogor Barat yang memiliki PJAS

    di lingkungan sekolah. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 10 bulan.

    3.3. Desain dan Jenis Penelitian :

    Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan jenis penelitian deskriptif

    analitik. Dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui perilaku siswa SD dalam

    memilih dan membeli PJAS. Untuk mengetahui konsumsi PJAS (rata-rata dan frekuensi

    konsumsi Rhodamin B) siswa dilakukan wawancara mengenai pola makan PJAS dengan

    menggunakan Food Frequencies Questionnaire (FFQ). Sedangkan untuk mengetahui

    kandungan Rhodamin B dalam PJAS dilakukan analisis di laboratorium.

    3.4. Populasi dan Sampel

    Populasi penelitian adalah Siswa SD di Kecamatan Bogor Barat, sedangkan sampel

    pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu SD, siswa SD dan PJAS, yang berada

    dilingkungan sekolah (kantin dan street food). Sampel SD dipilih secara Cluster Random

    Sampling.

    3.5. Besar Sampel

    1. Sampel SD

    Untuk pemilihan SD menggunakan metode “Cluster Stratified Random Sampling”.

    Jumlah SD di Kecamatan Bogor Barat sebanyak 63 SD. Pemilihan SD berdasarkan

    kepemilikan kantin dan atau street food. Estimasi jumlah sampel SD sebanyak 10% dari

    PJAS di SD

    Dikantin/Street Food PSP Konsumsi

    PJAS

    Aman

    Tidak Aman

    Konsumsi Bahan

    Berbahaya (Rhodamin

    B)

    Kandungan

    Rhodamin B

    pada PJAS

    Keterpaparan

    Rhodamin B

    dalam PJAS

  • populasi yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu sebanyak 10% dari 63 SD = 6.3 SD

    dibulatkan menjadi 7 SD.

    2. Sampel Siswa

    Siswa dipilih secara Stratified Random Sampling, hal ini dikarenakan dari setiap SD yang

    terpilih diwakili oleh beberapa kelas, yaitu kelas 3, 4, dan 5 (diasumsikan pada tingkatan

    kelas tersebut anak sudah bisa mengingat makanan yang dikonsumsi selama satu minggu

    terakhir).

    Pemilihan jumlah siswa SD sebagai sampel, dihitung dengan menggunakan rumus besar

    sampel “Estimating a Population Proportion With Specified Absolute Precision”, yaitu :

    n = Z1-α/2 1-p

    δ2p

    dengan ketentuan:

    a. Derajat kepercayaan 95%

    b. Simpang mutlak 10%

    c. Dari rumus di atas diperoleh jumlah sampel siswa sebanyak 226 siswa. Dari jumlah

    tersebut dibagi menjadi 7 SD sehingga masing-masing SD diperoleh 32,3 siswa,

    dibulatkan menjadi 33 siswa per SD.

    d. Dari 33 siswa dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas 3, 4, dan 5. Jadi masing-masing

    kelas diperlukan sampel sebanyak 11 siswa.

    e. Untuk mengantisipasi adanya drop out, ditambahkan 20% cadangan atau 3 orang

    siswa dari setiap kelas. Sehingga sampel 14 orang siswa per kelas, atau 42 orang

    siswa per SD, dan total keseluruhan menjadi 294 siswa SD.

    f. Sampel siswa yang terpilih didampingi oleh wali kelas, kemudian dikumpulkan di

    dalam suatu ruangan kelas untuk mendapatkan penjelasan dari peneliti sekaligus

    menanyakan kesediaan mereka untuk mengikuti penelitian, jika siswa bersedia maka

    diminta untuk mengisi informed concern yang telah disediakan.

    3. 6. Metoda Pengambilan Sampel PJAS

    Sebelum melakukan pengambilan sampel PJAS, dilakukan pengamatan terhadap jenis

    PJAS yang terdapat pada tujuh SD yang terpilih. Selanjutnya dilakukan pemilihan sampel

    berdasarkan ciri-ciri fisik dan atau organoleptik (berasa pahit jika dikonsumsi). Dari setiap

    SD diambil tiga sampel yang dicurigai mempunyai ciri-ciri fisik dan atau organoleptik

    mengandung Rhodamin B.

  • Tiga sampel yang terpilih dari masing-masing SD, kemudian dianalisis di laboratorium

    untuk mengetahui kadar Rhodamin B yang terkandung didalamnya.

    3.7. Kriteria inklusi dan eksklusi

    Kriteria inklusi :

    - Semua SD baik negeri, swasta yang terdapat di Kecamatan Bogor Barat

    - SD yang dilingkungan sekolah terdapat street food dan kantin sekolah

    Kriteria eksklusi :

    - SD yang mempunyai kantin sekolah tetapi tidak mengizinkan peserta didik untuk

    berbelanja di luar lingkungan sekolah

    - SD yang tidak terdapat makanan yang dicurigai mengandung Rhodamin B

    - Boarding school

    - Sekolah Luar Biasa

    3.8. Variabel

    - Variabel Independent meliputi : sekolah yang berada di Kecamatan Bogor Barat,

    Penjaja Makanan yang berada di lingkungan sekolah (kantin atau street food)

    - Variabel Dependent meliputi : Hasil Analisis Rhodamin B pada PJAS, dan jumlah

    konsumsi Rhodamin B pada anak SD.

    a. Variabel Hasil Pemeriksaan Rhodamin B

    Jika hasil analisis kualitatif sampel PJAS positif mengandung Rhodamin B, maka

    dilakukan analisis kuantitatif untuk mengetahui jumlah Rhodamin B yang

    terkandung pada sampel PJAS (dalam satuan ppm), sehingga diketahui kandungan

    Rhodamin B di setiap sampel PJAS.

    b. Variabel Konsumsi Rhodamin B yang terdapat pada PJAS

    Dari data FFQ, didapatkan jenis dan jumlah PJAS yang mengandung Rhodamin B

    yang dikonsumsi oleh setiap siswa SD yang menjadi sampel selama 1 minggu

    terakhir. Jumlah PJAS tersebut dikalikan dengan jumlah Rhodamin B yang

    terkandung didalam PJAS, sehingga didapatkan jumlah Rhodamin B disetiap jenis

    PJAS yang dikonsumsi oleh setiap siswa SD selama satu minggu terakhir.

    3.9. Definisi Operasional

    No Variabel Deskripsi Kategori Skala

    1. SD di

    Kecamatan

    Semua SD yang terdapat

    di kecamatan Bogor

    Memiliki kantin/

    street food

    Ordinal

  • Bogor Barat Barat baik negeri,

    swasta, maupun

    madrasah ibtidaiyah

    Tidak memiliki

    kantin/street food

    2. Siswa SD Siswa di setiap SD yang

    terdapat di Kecamatan

    Bogor Barat

    Sampel : Siswa

    Kelas 3-5

    Tidak termasuk

    Sampel : Siswa

    kelas 1 dan 6

    Nominal

    3. Rhodamin B

    Pewarna makanan

    bewana merah mencolok

    yang terkandung di

    dalam PJAS, yang

    dijajakan di kantin

    sekolah atau street food,

    dengan cara melakukan

    analisis di laboratorium.

    Positif : Jika hasil

    uji Laboratorium

    minimal

    menunjukkan PJAS

    mengandung

    Rhodamin B

    Negatif : Jika hasil

    uji Laboratorium,

    PJAS tidak

    mengandung

    Rhodamin B

    Ordinal

    4. PJAS sebagai

    sampel

    Makanan dan minuman

    yang dijajakan di kantin

    sekolah atau street food

    yang tidak mempunyai

    label dari BPOM yang

    mempunyai warna

    merah mencolok.

    PJAS yang tidak

    mempunyai label

    6.

    1.

    Konsumsi

    PJAS yang

    mengandung

    Rhodamin B

    pada siswa SD

    Penghitungan rata-rata

    konsumsi PJAS dengan

    cara FFQ. Jumlah

    konsumsi PJAS tersebut

    dikalikan dengan jumlah

    Rhodamin B yang

    terkandung didalam

    PJAS dalam porsi sekali

    Jumlah konsumsi

    PJAS yang

    mengandung

    Rhodamin B di

    setiap anak

    Ordinal

  • makan.

    7. FFQ Gambaran pola

    konsumsi PJAS Siswa

    SD selama satu minggu

    terakhir

    Siswa yang

    mengonsumsi

    PJAS mengandung

    Rhodamin B

    Siswa SD yang

    mengonsumsi

    PJAS yang tidak

    mengandung

    Rhodamin B

    Ordinal

    3.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

    1. Kuesioner Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Siswa SD tentang PJAS

    Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui perilaku siswa SD dalam hal PJAS. Siswa yang

    menjadi sampel penelitian ini adalah SD kelas 2 s.d. kelas 5, yang telah melalui proses

    sampling.

    Kuesioner ini berisi 3 jenis pertanyaan yang terdiri Pengetahuan dengan option jawaban

    “ya” dan “tidak”. Pemberian skor untuk masing-masing pertanyaan adalah dengan memberi

    skor 1 untuk jawaban “ya”, dan 0 untuk jawaban “tidak”. Untuk pertanyaan negatif, skor

    kebalikan dengan pertanyaan positif, yaitu skor 0 untuk jawaban ya dan skor 1 untuk jawaban

    tidak. Seluruh jawaban yang benar dijumlahkan lalu dikategorikan baik jika menjawab

    dengan benar ≥ 70%, dan tidak baik jika < 70% 30)

    .

    Pertanyaan tentang sikap, pilihan jawaban adalah setuju dan tidak setuju. Jawaban setuju

    dengan skor 1, sedangkan yang tidak setuju dengan skor 0. Untuk pertayaan negatif

    pemberian skor sama dengan skor negatif pada pertanyaan pengetahuan. Seluruh jawaban

    “setuju” dijumlahkan kemudian dikategorikan “mendukung” jika n ≥ median dan tidak

    mendukung jika n < median31)

    .

    Pertanyaan tentang perilaku pilihan jawaban adalah selalu, kadang-kadang, dan tidak.

    Jawaban selalu diberi nilai 1, kadang-kadang nilai 2, dan tidak nilai 3. Seluruh jawaban

    “selalu” dijumlahkan, kemudian dikategorikan menjadi “baik” jika skor > 80%, sedang jika

    skor 60-80%, dan kurang jika skor < 60% dari total skor 32)

    .

    Peneliti yang bertugas untuk menanyakan pertanyaan kuesioner ini, terlebih dahulu harus

    menerangkan kepada responden bahwa jawaban yang akan diberikan tidak berpengaruh

  • terhadap nilai sekolah, selain itu siswa harus menjawab semua pertanyaan dengan salah satu

    pilihan jawaban.

    2. Food Frequency Questionnaire (FFQ) Semi Kuantitatif

    FFQ adalah sebuah metode untuk mengetahui pola konsumsi makanan dengan melihat

    frekuensi konsumsi makanan seseorang dalam periode waktu tertentu. Pada penelitian ini

    akan dilihat pola konsumsi PJAS siswa SD selama satu minggu terakhir, yang berisi beberapa

    pertanyaan antara lain :

    a) Nama jajanan

    b) Asal Jajanan (jawaban 1 : Lingkungan sekolah (Kantin dan atau Kaki Lima /Food

    Street), Jawaban 2 : Lingkungan rumah)

    c) URT (Ukuran Rumah Tangga) yaitu cara pengukuran dengan menggunakan berbagai

    peralatan rumah tangga seperti sendok (sendok makan, sendok teh), gelas dan cangkir.

    d) Berat matang (gr)

    e) Jumlah hari per minggu, yaitu berapa hari dalam seminggu siswa mengonsumsi PJAS.

    f) Kali per hari, yaitu berapa kali dalam seminggu siswa mengonsumsi PJAS.

    3. Analisis Laboratorium

    Sampel PJAS yang berasal dari 7 SD tersebut, dianalisis di Laboratorium Saraswati

    Bogor. Analisis Rhodamin B pada PJAS dilakukan dengan menggunakan metode HPLC

    (High Pressure Liquid Kromatografi).

    Cara Kerja

    1). Standar

    - Timbang seksama 25 mg standar Rhodamin B masukkan ke dalam labu ukur 25 ml

    - Larutkan dengan Metanol HPLC

    - Pipet 200 µ, 500 µL dan 1000 µl ke dalam labu ukur 10 mL. Masing-masing

    konsentrasi 20 ppm, 50 ppm, 100 ppm

    - Encerkan sampai tanda batas dengan methanol dan kocok

    - Masing-masing larutan standar dengan membrane 0.45 µm ke dalam vial

    2).Sampel

    - Timbang +- 1-5 gram contoh ke dalam labu ukur 25mL

    - Larutkan dengan methanol

    - Ultrasoni selama cairan : 15 menit, padatan : 30 menit

    - Dinginkan, himpitkan sampai tanda batas

    - Saring

  • - Masing-masing larutan contoh dengan membrane 0.45 µm ke dalam vial

    3). Kondisi Kromatografi

    Kolom : C 18 (4.6x 125 mm), 5 µm

    Fase gerak : A = Na-Hexasulfonat 0.005 N pH 3.5

    B = MeOH

    Laju alir : 1.0 ml/menit (A:B) (5:95)

    Detektor : FLD

    Δ eksitasi : 210 nm

    Δ emisi : 550 nm

    Volume injeksi = 10 µL

    Perhitungan :

    Rhodamin-B (mg/L) = Luas Area/Slope x V x fp

    m

    Keterangan :

    V = Volume akhir (ml)

    Fp = Faktor pengenceran

    M = Bobot contoh (gram)

    Dari hasil analisis di laboratorium, diketahui sampel makanan dan atau minuman yang

    positif dan yang negatif mengandung Rhodamin B. Kemudian foto sampel yang positif

    mengandung Rhodamin B, disatukan sebagai bahan untuk membuat buku peraga yang akan

    digunakan pada saat wawancara pada siswa SD.

    4). Buku Peraga

    Buku Peraga merupakan buku yang berisi foto/gambar PJAS yang mengandung Rhodamin

    B. Selain foto, juga ada informasi nama makanan dan minuman beserta berat Rhodamin B

    yang terkandung didalam PJAS tersebut.

    Buku Peraga dibuat berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap sampel PJAS. Buku

    peraga berguna untuk panduan pada saat melakukan wawancara dan FFQ. Sehingga

    responden terbantu dengan adanya gambar dalam buku peraga, tanpa harus mengingat-ingat

    jenis makanan dan minuman yang telah dikonsumsinya.

    3.11. Manajemen dan Analisis Data

  • a) Data Hasil Laboratorium

    Dilakukan analisis Rhodamin B secara kuantitatif pada 21 sampel PJAS dengan ciri-ciri

    fisik dan atau organoleptik yang dicurigai mengandung Rhodamin B.

    b) Data FFQ

    FFQ dilakukan untuk mengetahui gambaran pola konsumsi PJAS (jumlah dan jenis)

    serta mengestimasi keterpaparan siswa terhadap Rhodamin B yang terkandung PJAS

    selama satu minggu.

    c) Kuesioner PSP

    Kuesioner PSP bertujuan untuk mengetahui gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

    siswa dalam memilih dan membeli PJAS selama disekolah. Pilihan jawaban selalu,

    kadang-kadang dan Tidak. Score dihitung dan dikonversikan ke dalam nilai.

    Pengolahan data secara statistik dilakukan dengan tahap berikut :

    a. Editing : dilakukan untuk memeriksa ulang semua bagian dari kuesioner sudah terisi

    dengan lengkap.

    b. Coding : setiap kuesioner yang telah diedit dilakukan pengkodean

    c. Entry data : memasukkan data yang telah dikodekan ke dalam program Epi info

    d. Cleaning : memeriksa kembali data yang sudah dimasukkan, untuk

    dianalisis dengan program SPSS.

    Analisis Data

    Analisis univariat berupa analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran

    pengetahuan, sikap dan perilaku siswa terhadap PJAS dan perilaku orang tua dalam

    pembatasan mengonsumsi PJAS, serta peran guru di sekolah dalam pembatasan siswa

    mengonsumsi PJAS selama berada di sekolah.

    IV. HASIL

    a. Karakteristik Sampel SD dan Siswa

    Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bogor Barat. Hal ini dikarenakan jumlah

    Kecamatan Bogor Barat memiliki jumlah kelurahan paling banyak dibandingkan dengan

  • kecamatan lain di Kota Bogor. Kecamatan ini memiliki jumlah SD sebanyak 65, yang terdiri

    atas 51 SD Negeri, 11 SD Swasta dan 3 SLB dengan jumlah siswa sebanyak 15.000 siswa.

    Hasil survey awal didapatkan 2 SD swasta tidak memenuhi kriteria inklusi, karena

    menyediakan katering dan tidak terdapat kantin sekolah dan atau street food di sekitar

    lingkungan sekolah. Kemudian dilakukan sampling ulang, dan didapatkan 1 SD negeri dan 1

    SD swasta yang memenuhi kriteria inklusi.

    Pada waktu pelaksaanaan wawancara di sekolah, terdapat beberapa siswa yang namanya

    termasuk sebagai sampel namun siswa tersebut tidak bersedia untuk diwawancarai. Selain itu

    terdapat pula sampel siswa yang tidak masuk sekolah sehingga harus dilakukan sampling

    ulang. Jumlah sampel dalam penelitian ini 292 orang siswa dari 294 anak yang ditargetkan

    menjadi sampel (Tabel.1).

    Tabel.1 Jumlah Sampel SD di Kecamatan Bogor Barat

    SD Jumlah Siswa

    n %

    SDN Cilendek 2 41 14

    SDN Semeru 6 41 14

    SDN Cibalagung 4 42 14.3

    SDN Cibalagung 3 42 14.3

    SDNGunung batu 1 42 14.3

    SD Swasta Rimba Putra 42 14.3

    SDN Merdeka 42 14.3

    Total 292 100

    b. Karakteristik Responden

    a. Siswa

    Karakteristik responden siswa SD dapat dilihat pada Tabel 2. Siswa yang menjadi sampel

    paling banyak pada umur 9 tahun yaitu 31,8% persen. Siswa berjenis kelamin perempuan

    sedikit lebih banyak (51,7%).

    Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Umur dan Jenis Kelamin

    Jumlah

    n %

    Usia (tahun)

    7 5 1.7

  • 8 83 2.8

    9 93 31.8

    10 84 28.8

    11 26 8.9

    12 1 0.3

    Jenis Kelamin

    Laki laki 141 48.3

    Perempuan 151 51.7

    b. Orang Tua

    Karakteristik orang tua siswa SD dapat dilihat pada Tabel 3. Dari data orang tua siswa

    yang mengembalikan angket diketahui sebagian besar orang tua berpendidikan tamat SLTA

    (43.4%), kemudian diikuti tamat SD (23%). Orang tua yang berpendikan perguruan tinggi

    15,3 persen. Namun terdapat 19,5 persen orang tua yang tidak mengisi pertanyaan pendidikan

    terakhir pada angket yang telah diberikan.

    Dari Tabel 3 juga terlihat bahwa 33.2 persen orang tua tidak mengisi pertanyaan tentang

    pekerjaan. Dari 66,8 persen orang tua yang mengisi angket terdapat 39 persen orang tua siswa

    yang mengaku tidak bekerja. Hal ini kemungkinan disebabkan sebagian orang tua yang

    mengisi angket adalah ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dari angket juga

    diketahui hanya sebagian kecil orang tua yang mengaku berprofesi sebagai PNS (3,1%) dan

    pensiun (0,3%).

    Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin, Pendidikan terakhir dan Pekerjaan

    Orang tua siswa

    Jumlah

    n %

    Pendidikan

    SD 54 23.0

    SLTP 43 18.3

    SLTA 102 43.4

    PT 43 15.3

    Tidak mengisi 57 19.5

    Total 235 100.0

    Pekerjaan

    PNS 9 3.1

    Karyawan Swasta 31 10.6

    Wiraswasta 19 6.5

    Buruh 21 7.2

    Tidak bekerja 114 39.0

  • Pensiun 1 0.3

    Tidak mengisi 97 33.2

    Total 292 100.0

    c.PJAS

    Hasil survey pasar yang dilakukan di 7 SD didapatkan 21 sampel PJAS yang secara fisik

    dan atau organoleptik dicurigai mengandung Rhodamin B, baik yang dijual di kantin sekolah

    maupun di street food (Tabel 4). Dari 21 jenis makanan tersebut, didominasi oleh jenis

    makanan seperti cireng, baso goreng, cilor, cakue, bihun goreng, pangsit goreng, telor

    gulung, kentang goreng, dan bihun telor gulung. Jajanan-jajanan ini dikonsumsi dengan

    tambahan bubuk perasa berwarna merah (asin, balado/pedas, BBQ, jagung bakar) dan saos

    (saos sambal dan saos tomat). Pada Uji organoleptik pada bubuk-bubuk tersebut dirasakan

    agak pahit, hal ini yang disampaikan oleh Lestari pada tahun 2015, yang melakukan analisis

    Rhodamin B pada saos dengan menggunakan secara kuantitaf dan kualitatif (KLT).33)

    Tabel 4. Jenis PJAS yang dicurigai mengandung Rhodamin B di masing-masing SD di

    Kecamatan Bogor Barat

    No SD PJAS Ciri-ciri

    Fisik Organoleptik

    1 SDN Cilendek 2 Baso/Mie Baso/Bihun Baso dengan tambahan

    saos

    Makaroni “merek 2 saudara”

    -

    2 SDN Semeru 6 Harum manis

    Es loder/Es mutiara

    -

    3 SDN Cibalagung

    4 Telor gulung Cireng

    dengan tambahan Bubuk

    Pedas/Asin/BBQ serta

    saos

    Kerupuk warna warni

    -

    -

    4 SDN Cibalagung

    3 Permen gulali merah

    Bihun telor gulung dengan tambahan Bubuk

    Pedas/Asin/BBQ serta

    saos

    5 SDN Gunung

    batu 1 Snack Lidi Pedas

    Roti Bakar Selai

    -

    -

  • Strawbery

    6 SD Swasta

    Rimba Putra Keripik balado

    Cireng dengan tambahan Bubuk Pedas/Asin/BBQ

    serta saos

    Cireng/cakue

    -

    -

    7 SDN Merdeka Donut misis warna warni √

    -

    Analisis dari 21 sampel PJAS yang dicurigai mengandung Rhodamin B, analisis

    Rhodamin B di laboratorium hanya dilakukan terhadap 14 (empat belas) sampel. Hal ini

    disebabkan karena sampel yang dicurigai mengandungRhodamin B bukan pada makanan

    utamanya, namun pada bubuk perasa yang ditambahkan pada PJAS. Umumnya bubuk perasa

    yang ditambahkan pada PJAS adalah sejenis. Pada Tabel 5, dapat dlihat bahwa dari 14

    sampel yang dianalisis menunjukkan hasil kandungan Rhodamin B dalam bahan makanan

    tidak terdeteksi.

    Tabel 5. Hasil Analisis Rhodamin B pada PJAS di SD Kecamatan Bogor Barat

    No PJAS Kandungan Rhodamin B

    1 Harum manis Tidak terdeteksi

    2 Misis warna warni Tidak terdeteksi

    3 Keripik balado Tidak terdeteksi

    4 Makaroni kemasan Tidak terdeteksi

    5 Makaroni pedas/ Snack Lidi

    Pedas

    Tidak terdeteksi

    6 Kerupuk warna warni Tidak terdeteksi

    7 Permen gulali merah Tidak terdeteksi

    8 Es loder/Es mutiara Tidak terdeteksi

    9 Selai strawberi Tidak terdeteksi

    10 Saos sambal Tidak terdeteksi

    11 Bubuk Jagung Bakar Tidak terdeteksi

    12 Bubuk Balado Tidak terdeteksi

    13 Bubuk Keju Tidak terdeteksi

    14 BBQ Tidak terdeteksi

    Frekuensi konsumsi PJAS yang berisiko mengandung Rhodamin B berdasarkan umur

    dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa siswa SD yang berumur

    9 tahun lebih sering mengonsumsi PJAS yang berisiko karena dicurigai mengandung

    Rhodamin B.

    Tabel 6. Frekuensi Konsumsi PJAS berisiko berdasarkan umur

  • Usia (tahun) Frekuensi konsumsi PJAS berisiko

    7 18

    8 211

    9 279

    10 240

    11 91

    12 0

    Gambar 1 menunjukkan distribusi konsumsi PJAS menurut jenis kelamin. Dari gambar

    dapat dilihat bahwa distribusi konsumsi PJAS yang berisiko mengandung Rhodamin B, pada

    siswa laki-laki dan perempuan distribusinya hampir sama, yaitu masing-masing 49,12 % dan

    45,45%.

    Gambar.1 Konsumsi PJAS berdasarkan Jenis Kelamin

    Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa siswa SD lebih banyak mengonsumsi PJAS yang

    berisiko mengandung Rhodamin B (74%) dibandingkan PJAS yang tidak berisiko

    mengandung Rhodamin B (22,6%).

    Gambar.2 PJAS Berisiko Mnegandung Rhodamin B

    Laki laki Perempuan

    49,12 50,88

    45,45

    54,55

    PJAS berisiko

    PJAS tidak berisiko

  • Gambar 3 menunjukkan 5 jenis PJAS berisiko mengandung Rhodamin B yang paling

    banyak dikonsumsi. Dari 21 PJAS yang berisiko mengandung Rhodamin B, didapatkan 5

    jenis PJAS yang paling sering dikonsumsi yaitu es loder cilor, baso, donut meises warna

    warni dan snack makaroni pedas.

    Gambar 3. Lima Jenis PJAS berisiko mengandung Rhodamin B yang palng sering

    dikonsumsi

    Gambar 4 menunjukkan persentase siswa yang mengonsumsi PJAS berisiko mengandung

    Rhodamin B berdasarkan frekuensi konsumsi dalam seminggu. Dari gambar dapat dilihat

    bahwa siswa yang mengonsumsi PJAS berisiko dengan frekuensi 1-3 kali/minggu dan hampir

    setiap hari persentasenya hampir sama yaitu sebanyak 30,5% dan 29.8%.

    Gambar 4. Persentase siswa yang mengonsumsi PJAS Berisiko mengandung Rhodamin B

    berdasarkan frekuensi konsumsi dalam seminggu.

    77,4

    22,6

    PJAS Berisiko

    Mengandung

    Rhodamin B

    PJAS tidak

    Berisiko

    Mengandung

    Rhodamin B

    Es Loder Cilor Baso

    (dengan

    saos)

    Donut

    mises

    Snack

    Makaroni

    Pedas

    24%

    20,90% 20,90% 18,80% 18,80%

  • Dari tabel 7, diketahui bahwa 98,3 % siswa menyatakan membawa bekal ke sekolah baik

    untuk kesehatan dan 97,9 % siswa menyatakan jajanan yang tidak mengandung pewarna

    merah yang mencolok adalah jajanan sehat, 72.3%.

    Jajanan dengan tambahan saos atau serbuk merah mencolok adalah makanan yang

    tidak sehat, namun 57,1% siswa menyatakan hal ini salah. Dalam pernyataan lain 84,6%

    siswa menyatakan salah, jika makanan/minuman yang mengandung zat warna mencolok

    secara terus menerus bisa mengakibatkan penyakit. Tabel 7.

    Tabel.7 Pengetahuan Siswa

    NO Pertanyaan Benar

    N %

    1 Sarapan baik untuk kesehatan 292 100.0

    2 Membawa bekal ke sekolah baik untuk kesehatan 287 98.3

    3 Jajanan sehat adalah yang tidak mengandung

    pewarna merah yang mencolok

    211 72.3

    4 Ciri-ciri makanan/minuman yang mengandung

    pewarna berbahaya apabila warnanya merah

    mencolok

    137 46.9

    5 Makan jajanan yang berwarna merah mencolok tidak

    baik bagi kesehatan

    202 69.2

    6 Jajanan dengan tambahan saos atau serbuk merah

    mencolok adalah makanan yang tidak sehat

    196 57.1

    7 Jajanan di luar sekolah/kaki lima lebih sehat

    dibandingkan kantin

    110 37.7

    8 Jajanan dengan warna merah mencolok lebih sehat

    dibandingkan dengan yang warnanya pudar

    91 31.2

    9 Jika makan makanan/minuman yang mengandung

    zat warna merah mencolok secara terus maka akan

    mengakibatkan penyakit

    223 76.4

    10 Informasi tentang jajanan sehat bisa dilihat di poster 246 84.2

    22,90% 30,50%

    16,80%

    29,80%

  • Perilaku siswa SD terhadap PJAS dapat dilihat pada Gambar.5. Dari Gambar.5 dapat

    dilihat bahwa hampir sebagian besar siswa SD selalu sarapan sebelum berangkat ke sekolah

    (75%), hanya 25% siswa yang rutin membawa bekal makan ke sekolah dan lebih dari

    sepertiga siswa selalu membawa uang jajan ke sekolah dan lebih dari setengah siswa kadang-

    kadang menghabiskannya untuk membeli jajanan.

    Gambar.5 Perilaku Siswa

    75%

    25%

    75,70%

    81,50%

    25% 24%

    61,60%

    20,50% 17,80%

    54,10%

    1%

    13%

    3,40% 0,70%

    20,50%

    selalu kadang-kadang tidak

  • c. Peran Orang Tua dalam Pembatasan Mengonsumsi PJAS

    Peran orang tua dalam membatasi anak mengonsumsi PJAS didapatkan melalui angket

    yang diberikan kepada orang tua. Jumlah angket yang diberikan sebanyak 292 buah, namun

    sebanyak 30 orang tua siswa tidak mengembalikan angket dengan alasan hilang dan tidak

    bersedia mengisi angket tersebut, sehingga angket yang terkumpul berjumlah 262 angket.

    Tabel. 8 Peran Orang Tua dalam Pembatasan Mengonsumsi PJAS

    Pertanyaan Selalu Kadang-

    kadang

    Tidak

    Total

    n % n % N %

    Menyediakan sarapan 224 85.5 37 14.1 1 0.4 262

    Anak sarapan sebelum ke

    sekolah

    223 85.1 36 13.7 2 0.8 261

    Menyiapkan bekal 53 20.2 162 61.8 44 16.8 259

    Menyiapkan air minum 212 80.9 37 14.1 10 3.9 259

    Membawa uang jajan 251 95.8 7 2.7 2 0.8 260

    Pengarahan jajan yang

    tidak berRhodamin B

    238 90.8 16 6.1 7 2.7 261

    Menanyakan jajan ke

    anak

    195 74.4 57 21.8 8 3.1 260

    Pengarahan dari pihak

    sekolah

    25 9.5 44 16.8 176 67.2 245

    Dari 8 pertanyaan didapatkan informasi bahwa hampir semua (95,8%) orang tua memberi

    uang jajan ke anaknya, dan 20.2 persen orang tua yang menyediakan bekal untuk dibawa

    anak ke sekolah. Sebanyak 85,1% sarapan sebelum ke sekolah.

    Gambar. 6 Peran Orang tua dalam Pembatasan Mengonsumsi PJAS

  • d. Peran Guru

    Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran olahraga, yang menjadi

    penanggung jawab Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Diperoleh informasi sebagai berikut:

    Pertanyaan kepada guru tersebut, diantaranya adalah :

    Penyuluhan tentang PJAS oleh Dinas Kesehatan Kota

    Dua SD mendapatkan penyuluhan secara rutin setiap tahun, dan 3 SD tidak bersifat

    ruitin sedangkan 2 SD tidak mendapatkan penyuluhan sama sekali dari puskesmas.

    Peraturan yang dikeluarkan pihak sekolah kepada kantin tentang makanan jajanan

    Tiga dari tujuh SD tidak mengeluarkan peraturan tertulis, hanya berupa himbauan

    kepada pengelola kantin untuk menjual makanan yang bersih dan sehat, Sedangkan

    empat SD tidak mengeluarkan peraturan baik secara lisan maupun tertulis kepada

    pengelola kantin.

    V. PEMBAHASAN

    5.1. PJAS

    Keempat belas jenis PJAS yang dicurigai mengandung Rhodamin B yang sering

    dikonsumsi siswa SD adalah es loder, baso, cilor, donut meises, dan snack macaroni pedas

    (Tabel 5). Sebagian besar makanan tersebut merupakan makanan selingan atau snack. Hasil

    selalu kadang2 jarang

    20,2

    61,8

    16,8

    95,8

    2,7 0,8

    Menyiapkan bekal Membawa uang jajan

  • penelitian yang dilakukan oleh Dewayani tahun 2013 di Depok mengenai PJAS, juga

    mengungkapkan hal yang sama, pangan jajanan yang paling sering dikonsumsi siswa adalah

    makanan ringan atau snack34)

    .

    Pada penelitian ini, minuman es loder merupakan PJAS yang paling disukai siswa SD

    diantara PJAS lainnya. Selain karena rasanya yang enak, minuman ini disukai kemungkinan

    disebabkan karena warnanya yang mencolok (pink tua) sehingga mudah menarik perhatian.

    Padahal warna makanan yang terlalu mencolok dicurigai mengandung pewarna makanan

    yang berbahaya.

    Analisis laboratorium pada 14 jenis PJAS dengan menggunakan alat HPLC, menunjukkan

    bahwa tidak ada satupun PJAS yang terdeteksi mengandung Rhodamin B. Padahal dilihat

    dari penampilan warnanya, PJAS yang di uji diyakini mengandung Rhodamin-B. Menurut

    penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2014) sampel sagu mutiara yang biasa digunakan

    untuk campuran minuman seperti es loder dan es cendol yang diambil di Pasar Central Kota

    Makasar positif mengandung Rhodamin B35)

    .

    Pada penelitian-penelitian sebelumnya, pemeriksaan Rhodamin B pada makanan yang

    dicurigai umumnya dilakukan secara kualitatif. Alat yang digunakan untuk memeriksa

    Rhodamin B secara kualitatif antara lain dengan menggunakan Kit Rhodamin B, Uji kertas

    kromatografi dan metoda Kromatografi lapis tipis/KLT. Penelitian yang dilakukan oleh

    Taufik (2016) menunjukkan 10 dari 22 sampel jajanan mengandung Rhodamin B. Pengujian

    laboratorium yang dilakukan BPOM (2011) terhadap 3.925 sampel PJAS dengan

    menggunakan Rapid Test Kit Rhodamin B, mendapatkan hasil 40 sampel positif

    mengandung Rhodamin B. Utami (2009) melakukan analisis kualitatif Rhodamin B dengan

    menggunakan metoda Kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap jajanan pasar di Kotamadya

    Surakarta mendapatkan 15 dari 41 sampel makanan jajanan di pasar Surakarta positif

    mengandung Rhodamin B36-37)

    .

    Penelitian lain yang dilakukan oleh Permatasari (2014) terhadap 30 sampel jajanan,

    yang dianalisis menggunakan uji kertas kromatografi dan dilanjutkan dengan uji

    Spektrofotometeri cahaya, didapatkan hasil pemeriksaan 50 persen atau 15 jajanan yang

    diambil sebagai sampel mengandung Rhodamin B. Jenis tersebut secara fisik diduga

    mengandung bahan berbahaya Rhodamin. PJAS tersebut antara lain, kerupuk, kelanting,

    agar-agar, kembang gula/permen, kue, dan mutiara (sering jadi campuran es). Jajanan ini

    berwarna merah muda sampai berwarna merah cerah, dan terdapat warna yang menggumpal

    atau tidak merata38)

    .

    Pada tahun 2017, di India dilakukan penelitian mengenai kandungan Rhodamin B yang

    terkandung di dalam 16 sampel bumbu chili/ balado dan bumbu kari. Analisis Rhodamin B

  • dilakukan dengan menggunakan tiga metoda yaitu Rapid test/Kit Rhodamin B, KLT, dan

    Spektrofotometer. Hasilnya menunjukkan bahwa pemeriksaan cepat menggunakan Kit

    Rhodamin B tidak mendeteksi adanya kandungan Rhodamin B di dalam sampel bumbu.

    Sementara itu dengan menggunakan KLT berhasil mendeteksi 37,5 persen dan dengan

    Spektrofotometer mendeteksi 50 persen sampel sampel bumbu yang mengandung Rhodamin

    39).

    Prinsip dasar KLT dan HPLC adalah sama yaitu dengan pemisahan. Namun untuk

    mengetahui jumlah kandungan Rhodamin B dengan KLT, analisis tetap harus dilanjutkan

    dengan menggunakan spektrofotometri. Oleh karena itu pada penelitian ini alat yang

    digunakan untuk analisis Rhodamin B adalah HPLC. Dengan menggunakan HPLC, senyawa

    Rhodamin B yang terbaca adalah senyawa murni dan jumlah kandungannya dapat langsung

    terbaca oleh alat. Kelebihan HPLC dibandingkan dengan spektrofotometri dalam analisis

    memiliki kepekaan lebih tinggi karena HPLC dapat mengetahui apakah kandungan sampel

    benar-benar murni atau tidak40)

    .

    Tidak terdeteksinya Rhodamin B dalam penelitian ini belum tentu menjamin bahwa di

    dalam makanan tersebut tidak sedikitpun mengandung bahan pewarna berbahaya tersebut.

    Alat HPLC yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan Rhodamin B memiliki limit of

    detection (LOD) atau batas deteksi 0,25 mg/ml. Sehingga jika kandungan Rhodamin B dalam

    makanan yang dicurigai berada dibawah limit deteksi atau kurang dari 0,25 mg/ml menjadi

    tidak terdeteksi.

    Variabel uang saku dengan perilaku siswa dalam pemilihan jajanan sekolah tidak

    menunjukkan ada hubungan yang signifikan (p value = 0,620). Kebiasaan membawa bekal

    memiliki hubungan signifikan dengan pemilihan jajan di sekolah Meskipun anak sudah

    dibekali makanan, namun tidak menjamin ia tidak jajan di sekolah. Penelitian sebelumnya

    menunjukkan bahwa 60 persen anak sekolah membeli makanan dari sekolah, meski mereka

    membawa bekal makanan dari rumah 41)

    .

    5.2. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Siswa terhadap PJAS

    Dalam penelitian ini sebagian besar perilaku jajan siswa SD masih kategori kurang (64%).

    Hal ini sesuai dengan teori Green, bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor

    predisposisi. Dalam perilaku jajan anak sekolah, faktor predisposisi yang mempengaruhinya

    adalah pengetahuan dan sikap siswa itu sendiri. Pengetahuan siswa SD dikategorikan masih

    kurang yaitu hanya sebesar 44.9 persen yang menjawab dengan benar.

  • Lebih dari setengahnya (63%) siswa bersikap mendukung terhadap PJAS yang sehat.

    Menurut Notoadmodjo, sikap merupakan respons seseorang terhadap rangsangan atau objek

    tertentu yang melibatkan emosi dan pendapat, dan bersifat tertutup. Newcomb dalam

    Notoadmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap ini hanya berupa predisposisi, belum sampai

    kepada tindakan atau aktivitas nyata. Sikap siswa SD yang mendukung tehadap PJAS yang

    sehat tidak sesuai dengan perilaku praktek mereka jajan, hal ini bisa disebabkan oleh

    pengaruh kebiasaan (habits), norma social (social norms), dan pandangan mengenai akibat

    atau konsekuensi dari perilaku yang akan diambil.42-43)

    .

    Kebiasaan jajan bisa saja disebabkan oleh pengalaman mereka mengonsumsi jajanan yang

    tidak sehat namun memiliki rasa yang diinginkan dan harga yang terjangkau, selain itu tidak

    adanya larangan dan sangsi yang diberikan oleh sekolah jika mereka jajan di luar sekolah.

    Salah satu pembentuk sikap adalah pendidikan dan pengalaman. Dari 8 pertanyaan tentang

    perilaku siswa SD, didapatkan perilaku sarapan dan membawa air minum ke sekolah adalah

    perilaku dengan persentase yang cukup besar yaitu masing-masing 75 persen dan 75.7 persen.

    Hal ini bisa saja disebabkan oleh pendidikan, dimana guru disekolah selalu menghimbau

    untuk sarapan sebelum sekolah dan membawa air minum. Selain itu pengalaman juga bisa

    membentuk anak-anak berperilaku tersebut. Misalnya pernah mengalami tidak konsentrasi

    belajar jika perut dalam keadaan lapar karena tidak sarapan.

    Faktor pemungkin (enabling factor) yang menyebabkan siswa berperilaku kurang baik

    adalah sarana, prasarana dan fasilitas yaitu para pedagang yang menjual makanan yang tidak

    sehat, baik yang di kantin maupun yang ada di luar sekolah. Faktor penguat (reinforcing

    factor), faktor yang mendorong atau memperkuat, terjadinya perilaku. Sikap guru, orang

    tua, peraturan-peraturan di sekolah, sikap teman-teman adalah reinforcing factor yang

    mendorong siswa berprilaku kurang baik terhadap PJAS.45)

    .

    Dari angket yang dibagikan kepada orang tua siswa, diketahui bahwa 95,8 persen orang tua

    memberi uang jajan kepada anak, sehingga anak mempunyai bekal untuk jajan selama di

    sekolah. Menurut Amelia (2013), selain faktor uang saku, pengetahuan yang dimilki siswa

    juga berkontribusi pada perilaku jajan anak. Semakin tinggi pengetahuan makan dan

    kesehatan, maka semakin rendah frekuensi konsumsi jajanan anak SD.46)

    .

    Hampir seluruh sekolah tidak mempunyai peraturan tertulis yang mengatur tentang

    pemenuhan akan kebutuhan makan/minum siswa selama di sekolah, sehingga siswa mencari

    sendiri makanan/minuman baik yang ada di kantin maupun di luar sekolah. Sejumlah 78.8

    persen siswa masih ikut-ikutan teman dalam memilih jajanan yang akan mereka beli. Hasil

    ini sesuai dengan pernyataan Ferguson (2012) yang menyatakan teman sebaya, jajanan di

  • lingkungan sekolah, adanya reklame atau iklan makanan di televisi lebih memiliki pengaruh

    terhadap pola makan anak usia ini47)

    .

    5.3. Peran Guru

    Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru penanggung jawab UKS disetiap SD

    diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kota Bogor melalui puskesmas pernah memberikan

    penyuluhan tentang PJAS kepada lima SD, dengan materi makanan dan jajanan sehat

    walaupun tidak rutin dilakukan. Terdapat dua SD tidak mendapatkan penyuluhan. Dari tujuh

    SD hanya empat SD yang mengaku pernah diambil sampel jajanan dikantin untuk dilakukan

    pemeriksaan. Namun hingga saat ini tidak ada laporan hasil kepada pihak sekolah. Rata-rata

    pihak sekolah tidak mengeluarkan peraturan tertulis kepada pengelola kantin tentang

    penyediaan makanan yang sehat. Sosialisasi dilakukan secara lisan melalui pendekatan ke

    pihak kantin. Untuk peraturan yang mengatur siswa untuk tidak jajan di luar sekolah, rata-

    rata pihak sekolah tidak mempunyai peraturan yang bersifat mengikat, hanya memberikan

    himbauan, termasuk himbauan agar siswa memilih makanan yang aman dan sehat. Untuk

    membatasai anak jajan disekolah, hanya tiga SD yang menghimbau siswa untuk tidak

    membawa uang jajan ke sekolah sementara empat SD lainnya tidak menghimbau siswa untuk

    tidak membawa uang jajan dengan alasan siswa tidak membawa bekal ke sekolah dan pulang

    sekolah harus naik angkot. Sampai wawancara dilakukan, belum pernah terjadi keracunan

    yang disebabkan oleh PJAS di 7 SD.

    Dalam penelitian ini pembagian angket kepada orang tua yang anaknya terpilih sebagai

    sampel mendapatkan hasil yang kurang optimal. Terdapat beberapa pertanyaan yang

    disalahartikan oleh orang tua. Diantaranya pertanyaan untuk umur dan jenis kelamin orang

    tua, sebagian besar diisi dengan keterangan anaknya, sehingga data tersebut tidak dapat

    digunakan. Untuk pekerjaan, terdapat 33.2 persen orang tua siswa yang tidak mengisi,

    sedangkan untuk pertanyaan pendidikan terakhir 19 persen orang tua tidak mengisi.

  • VII. KESIMPULAN DAN SARAN

    KESIMPULAN

    Analisis kuantitatif Rhodamin B dengan HPLC pada PJAS tidak terbukti mengandung

    Rhodamin B. Namun demikian jika dilihat dari uji organoleptik dan atau ciri fisik PJAS

    tersebut masih dicurigai mengandung Rhodamin-B.

    Perilaku siswa SD dalam mengonsumsi PJAS masih tinggi, hal ini dikarenakan

    pengetahuan siswa yang masih kurang dan peran orang tua yang tidak menyiapkan bekal dan

    memberikan uang jajan kepada anak setiap harinya serta peraturan dari pihak sekolah dalam

    upaya pembatasan siswa jajan di luar sekolah, masih belum tegas.

    SARAN

    Meskipun PJAS yang dianalisis tidak terbukti mengandung Rhodamin B, namun bukan

    berati bahan pewarna berbahaya tersebut sama sekali tidak ada didalamnya. Konsumsi PJAS

    yang dicurigai memiliki ciri-ciri mengandung bahan pewarna berbahaya tersebut harus

    dihindari karena konsumsi yang terus menerus, meskipun kandungannya sangat rendah lama-

    kelamaan akan terakumulasi dalam tubuh. Akibatnya dalam jangka panjang akan

    menimbulkan gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh karena itu peraturan tertulis

    kepada pengelola kantin mengenai PJAS yang memenuhi syarat kesehatan sebagai salah satu

    syarat bagi pengelola kantin berjualan di kantin sekolah. terutama mengenai PJAS yang

    mengandung pewarna mencolok. Selain itu diperlukan peraturan tertulis, yang mewajibkan

    siswa jajan di kantin sekolah

    DAFTAR KEPUSTAKAAN

  • 1. BPOM, Germas SAPA/Sadar Pangan Aman, 23 November 2017

    2. (Merk Index, 2006, Chemistry constant Companion, Now With a New Edition, Ed

    14th, 1410, 1411, Merc&Co., Ich, White House Station, NJ, USA.

    3. Undang-Undang Republik Indonesia, 2012. Tentang Pangan. No.18 Tahun 2012. Jakarta-RI.

    4, 11.Pramita. Pramita, F. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Layanan dan

    Persepsi Harga Terhadap kepuasan Pelanggan Air Minum

    Dalamkemasan.http://eprints.undip.ac.id/23039/1/Skripsi__Fransiska_Pramita_W._

    A.pdf. Semarang : Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

    5, 16.Info Datin, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehtan RI.(ISSN.2442-

    7659)[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009. Food Watch: sistem

    terpadu keamanan pangan jajan anak sekolah. Vol (1):1-4. Jakarta.

    6, 9. Lindawati Puspitasari, Riris, Kualitas Jajanan Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Al-Azhar

    Indonesia Seri Sains dan Teknologi , Vo.2.No.1, Maret 2013.

    7. Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat., H.2007., Analisa Zat Pewarna Sintetik Terlarang untuk Makanan yang Beredar di Pasaran, Majalah Ilmu Kefarmasian, IV,

    1, (7-8) , Departemen Farmasi, Universitas Indonesia.

    8. Judarwanto 2009, Perilaku Makan Anak Sekolah Jakarta, www.pdpersi.co.id.diakses pada tanggal 8 Februari 2018)

    10. Iklima Nurul 2017. Gambaran Pemilihan Makanan Jajanan pada Anak Usia Sekolah Dasar Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017.

    http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk (Diakses tanggal 8 Februari 2018)

    12. Leliana, I. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Makanan pada Anak Sekolah Kelas IV dan V Di SD Islam Al-Husnah Bekasi Seletan

    Tahun 2008. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126593-S-5364-Faktor-

    faktor%20yang-Pendahuluan.pdf. Depok : UI. [diakses 8 Februari 2018].

    13. Triwijayati, A, Armanu, D.H.W, & Solimun. 2011. Kompetensi Anak Dalam Mengambil Keputusan Konsumsi Serta Regulasi dan Pemberdayaan Konsumen Anak

    Dalam Mengkonsumsi Makanan Jajanan. Jurnal. Vol 10, No 2, Juni 2012, hal 318-

    328, http://jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/article/view/423 . [diakses 12 Maret

    2018].

    14. Hardinsyah, Dodik Briawan, Retnaningsih, Tin Herawati dan Retno Wijaya, 2002. Modul Ketahanan Pangan 03. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat

    Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Institut Pertanian Bogor dan Pusat

    Pengembangan Konsumsi Pangan (PPKP) Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan.

    15. Katalog BPS (1102001.3271). Kota Bogor dalam Angka (2017)

    http://www.pdpersi.co.id.diakses/http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk

  • 17. www.depkes.go.id.2014.Situasi Pangan Jajan Anak Sekolah. Download.php.download.infodatin.

    18. BPOM RI. Laporan Tahunan 2011. Jakarta : BPOM RI: 2012.

    19. Yhona Paratmanitya, Veriani Aprilia. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia Vol.4.No.1, Januari 2016 :49-55. Kandungan BTP Berbahaya pada Makanan Jajanan Anak SD di

    Kabupaten Bantul

    20. Winarno, F.G.2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum:Jakarta.

    21. Permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999, tentang Perubahan Atas Peraturan Meneteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1998 tentang Bahan Tambahhan

    Makanan. Tahun 1999.Jakarta-Indonesia.

    22. www.gudangbiologi.com.Jenis-jenis Zat Aditif pada Makananan/Ruang Lingkup Biologi diakses tanggal 6 Maret 2018

    23. Permenkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/85, tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Tahun 1985.Jakarta-Indonesia.

    24. Maharani Adella27.blogspot. Agustus 31, 2014. Diakses tanggal 1 Maret 2018.

    25. Hang CM, Lin W,Yang HC, Pan WH. 2007. The relationship between snack intake and its availability of 4th-6th graders in Taiwan. Jornal Asia Pac J Clin Nutr 2007;16.

    p. 547-553.

    26. Depkes RI, 1990 SK Dirjen POM 00386/C/SK/II/90. Tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No.239/Menkes/Per/V/85RI Jakarta. Depkes

    27. Utami.W., dan Suwendi.A., 2009., Analisis Rhodamin B pada jajanan pasar dengan analisis Kromatografi Lapis Tapis., Penelitian Sains dan Teknologi, Jurnal Vol.10,

    No.2, hal 148-155.Fakultas Farmasi, Universitas Muhammaddiyah, Surakarta)

    28. Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pedoman pangan jajanan Anak sekolah untuk Pencapaian gizi seimbang Orang Tua, Guru, dan Pengelola Kantin.

    Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan 2013.

    29. Febriyanto, M.A.B., 2016. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Konsumsi Jajanan Sehat di MI Sulaimaniyah Mojoagung Jombang (Doctoral

    dissertation, Universitas Airlangga).

    30. Aminudin Mukhamad.2016. Hubungan ANatra Pengetahua, Sikap, dan Perilaku Konsumsi Jajjanan Sehat di MI Sulaimaniyah Mojoagung, Jombang. Skrispi.

    Pepus.UNAIR.

    31. Dodik Briawan. 2016.Perubahan Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Jajan Anak SD Peserta Program Edukasi Pangan Jajanan. Junal Gizi Pangan.November 2016,11

    (3):201-210

    32, 43. Notoadmodjo, Soekidjo.2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Kesehatan. Jakarta.

    Rineka Cipta.2012.

    http://www.depkes.go.id/http://www.gudangbiologi.com.jenis-jenis/

  • 32. Puji Lestari.W.2015. Analisis Rhodamin B pada Saos secara Kuantatif dan Kualitatif

    (KLT). FMIPA.Universitas Jember.2015

    33. Nikita Dewayani, Sukihananto, Perilaku Anak Sekolah dalam Pemilihan Jajan Sekolah Tidak dipengaruhi oleh Pengetahuan Ibu tentang Pedoman Gizi

    Seimbang.Fakultas Ilmu Keperawata UI. 2013

    34. Ningsih Iswati . 2011. Gambaran Penggunaan Warna Sintetis Rhodamin B dan

    Methanil Yellow pada Makanan dan Minuman Jajanan di Pasar Sentral Kota

    Makasar. 2011

    35. Ningsih.Imawati.2011.Gambaran Penggunaan Pewarna Sintetis Rhodamin B dan Metanil Yellow pada Makanan dan Munamn Jajanan di Pasar Sentral Kota Makasar.

    Skripsi. FIK. UIN Alauddin Makassar.2011

    36. Utami Wahyu.2009. Analisis Rhodamin B dalam Jajanan Pasar dengan Metoda

    Kromatografi Lapis Tipis.Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah.2009

    37. Permatasari, A., Susantiningsih, T. and Kurniawaty, E., 2014. Identifikasi Zat Pewarna Rhodamin B Dalam Jajanan Yang Dipasarkan Di PasarTradisional Kota

    Bandar Lampung. Jurnal Majority, 3(6).

    38. Singh, S., Shah, H., Shah, R. and Shah, K., 2017. Identification and Estimation of Non-Permitted Food Colours (Sudan and Rhodamine-B Dye) In Chilli and Curry

    Powder by Rapid Colour Test, Thin Layer Chromatography and

    Spectrophotometry. Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci, 6(7), pp.1970-1981.

    39. Sabrina A, Wonorahardjo S, Zakia N. Perbandingan Metode Spektrofotometri UV-Vis dan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) pada Analisis Kadar

    Asam Benzoat dan Kafein dalam Teh Kemasan [disitasi 20 januari 2019].

    Diunduh dari: http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel

    F5EF302382AEEB5151EE2A9027D310C3.pdf

    40. Utter, Scragg, Mhurchu, Schaaf (2007). At-Home Breakfast Consumption among New Zealand Children : Association With Body Mass Index and Related Nutrition

    Behaviors. J Am Diet Assoc; 107:570-576

    41. Newcom, et al.(1985) Psikologi Sosial. TErjemahan Bandung: CV.Diponegoro.

    43. Taryoto, AH. 1991. Konsumsi Bahan Pangan Suatu Tinjauan Sikap dan Perilaku Individu, Majalah Pangan, Vol.ii (9)

    44. Green. (2011) Lawrence W. Health Promotion Planning An Educational and Environtmental Approach. Mayfield Publishing Company. London : Mountain View-

    Toronto

    45. Amelia, K. 2013. Hubungan pengetahuan makanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan pada anak sekolah dasar pembangunan laboratorium Unversitas

    Negeri Padang. E.Journel Home Economic and Tourism, 2 (1)

  • 46. Ferguson, J.J, M.E. Munoz and M.R. Medrano 2012. Advertising Influences on young childrens food choices and parental influence, journel of pediatrics 160 (3) :452-455,

    001 : 10, 106/J dalam “How the Food Industry Misleads consumers on sugar, May

    2014

    Diunduh dari Sugar-Coating Science.

  • DAFTAR KEPUSTAKAAN

    4. BPOM, Germas SAPA/Sadar Pangan Aman, 23 November 2017

    5. (Merk Index, 2006, Chemistry constant Companion, Now With a New Edition, Ed

    14th, 1410, 1411, Merc&Co., Ich, White House Station, NJ, USA.

    6. Undang-Undang Republik Indonesia, 2012. Tentang Pangan. No.18 Tahun 2012. Jakarta-RI.

    4, 11.Pramita. Pramita, F. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Layanan dan

    Persepsi Harga Terhadap kepuasan Pelanggan Air Minum

    Dalamkemasan.http://eprints.undip.ac.id/23039/1/Skripsi__Fransiska_Pramita_W._

    A.pdf. Semarang : Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

    5, 16.Info Datin, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehtan RI.(ISSN.2442-

    7659)[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009. Food Watch: sistem

    terpadu keamanan pangan jajan anak sekolah. Vol (1):1-4. Jakarta.

    6, 9. Lindawati Puspitasari, Riris, Kualitas Jajanan Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Al-Azhar

    Indonesia Seri Sains dan Teknologi , Vo.2.No.1, Maret 2013.

    9. Azizahwati, Kurniadi, M., Hidayat., H.2007., Analisa Zat Pewarna Sintetik Terlarang untuk Makanan yang Beredar di Pasaran, Majalah Ilmu Kefarmasian, IV,

    1, (7-8) , Departemen Farmasi, Universitas Indonesia.

    10. Judarwanto 2009, Perilaku Makan Anak Sekolah Jakarta, www.pdpersi.co.id.diakses pada tanggal 8 Februari 2018)

    11. Iklima Nurul 2017. Gambaran Pemilihan Makanan Jajanan pada Anak Usia Sekolah Dasar Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017.

    http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk (Diakses tanggal 8 Februari 2018)

    16. Leliana, I. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Makanan pada Anak Sekolah Kelas IV dan V Di SD Islam Al-Husnah Bekasi Seletan

    Tahun 2008. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126593-S-5364-Faktor-

    faktor%20yang-Pendahuluan.pdf. Depok : UI. [diakses 8 Februari 2018].

    17. Triwijayati, A, Armanu, D.H.W, & Solimun. 2011. Kompetensi Anak Dalam Mengambil Keputusan Konsumsi Serta Regulasi dan Pemberdayaan Konsumen Anak

    http://www.pdpersi.co.id.diakses/http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk

  • Dalam Mengkonsumsi Makanan Jajanan. Jurnal. Vol 10, No 2, Juni 2012, hal 318-

    328, http://jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/article/view/423 . [diakses 12 Maret

    2018].

    18. Hardinsyah, Dodik Briawan, Retnaningsih, Tin Herawati dan Retno Wijaya, 2002. Modul Ketahanan Pangan 03. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat

    Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) Institut Pertanian Bogor dan Pusat

    Pengembangan Konsumsi Pangan (PPKP) Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan.

    19. Katalog BPS (1102001.3271). Kota Bogor dalam Angka (2017)

    26. www.depkes.go.id.2014.Situasi Pangan Jajan Anak Sekolah. Dow