laporan akhir penelitian

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Starch (Pati/Tapioka) berperan sebagai sumber makanan penghasil energi utama dari golongan karbohidrat. Selain itu starch berperan sebagai bahan aditif pada proses pengolahan makanan, misalnya sebagai penstabil dalam proses pembuatan puding. Pada pembuatan sirup dan pemanis buatan seperti sakarin, starch juga digunakan sebagai bahan utama. Dalam bidang non makanan, starch digunakan untuk bahan baku dalam proses pembuatan kertas, pakaian dari katun, industri cat, maupun untuk produksi hidrogen. Pada industri kertas, starch digunakan sebagai filler (bahan pengisi) dalam bentuk solution (larutan). Starch solution berfungsi sebagai agen dalam pembuatan lapisan lilin pada kertas (high surface agent), meningkatkan kekuatan susunan serat, membantu meningkatkan daya ikat filler CaCO 3 dengan dyes(pewarna). Bahan dasar pembuatan starch solution adalah starch yang dilarutkan dalam air dengan temperatur 40-42 0 C, lalu ditambahkan cationic reagent, biocide, dan NaOH. Cationic reagent berfungsi sebagai pemberi muatan positif pada tapioka. Biocide berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang berada dalam tapioka. NaOH berfungsi sebagai Universitas Pamulang

Upload: shidiq-imam-rahmanto

Post on 12-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bismillah

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Starch (Pati/Tapioka) berperan sebagai sumber makanan penghasil energi

utama dari golongan karbohidrat. Selain itu starch berperan sebagai bahan aditif

pada proses pengolahan makanan, misalnya sebagai penstabil dalam proses

pembuatan puding. Pada pembuatan sirup dan pemanis buatan seperti sakarin,

starch juga digunakan sebagai bahan utama. Dalam bidang non makanan, starch

digunakan untuk bahan baku dalam proses pembuatan kertas, pakaian dari katun,

industri cat, maupun untuk produksi hidrogen.

Pada industri kertas, starch digunakan sebagai filler (bahan pengisi)

dalam bentuk solution (larutan). Starch solution berfungsi sebagai agen dalam

pembuatan lapisan lilin pada kertas (high surface agent), meningkatkan kekuatan

susunan serat, membantu meningkatkan daya ikat filler CaCO3 dengan

dyes(pewarna).

Bahan dasar pembuatan starch solution adalah starch yang dilarutkan

dalam air dengan temperatur 40-420C, lalu ditambahkan cationic reagent,

biocide, dan NaOH. Cationic reagent berfungsi sebagai pemberi muatan positif

pada tapioka. Biocide berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang berada

dalam tapioka. NaOH berfungsi sebagai pemberi suasana basa pada pH 11,2-

11,6. Setelah itu starch dipanaskan lagi dengan suhu 950C dan diencerkan hingga

konsistensi 1±2%. Dalam pembuatan starch solution, ditambahkan beberapa

bahan penunjang, seperti ; steam, Poly Vinyl Alcohol (PVA), Surface Sizing

Agent (SSA), waxsize, biocide, enzyme, zinc sulfate, Optical Brightening Agent

(OBA), dan air.

Penambahan starch solution pada paper machine dilakukan pada proses

pencampuran (mixing) yaitu didalam stuff box dan pada proses surface sizing.

Selain berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pencampuran, stuff box

berfungsi dalam menjaga kestabilan aliran bahan yang nantinya akan masuk ke

dalam proses pembesihan (cleaning), serta menjaga konsistensi buburan pulp

Universitas Pamulang

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

2

tetap pada rentang standar yaitu 3,5% - 4,2%. Surface sizing dilakukan untuk

meningkatkan daya tahan kertas terhadap penetrasi tinta, memperkuat permukaan

kertas dan meningkatkan kehalusan (smoothness) kertas.

Penggunaan starch solution pada kertas tergantung pada banyaknya dosis

bahan penunjang lain yang digunakan, seperti dyes dan enzyme. Semakin banyak

starch solution yang dibutuhkan akan mempengaruhi konsistensi buburan pulp

dan akan menambah biaya produksi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dianalisis identifikasi masalahnya

meliputi :

1. Dyes dan enzyme sangat mempengaruhi kondisi fisik starch solution.

2. Keadaan starch solution yang belum memenuhi standar.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diperoleh penulis, maka adapun

batasan dalam penelitian ini menitikberatkan pada pengaruh penggunaan basic

dyes dan enzyme amilase pada starch solution.

1.4 Rumusan Masalah

1. Mengetahui pengaruh penambahan bahan penunjang seperti basic dyes

dan enzyme amilase pada starch solution.

2. Cara pembuatan starch solution yang benar, sehingga didapat konsistensi

yang sesuai.

3. Variabel apa yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan starch solution

yang memenuhi standar.

1.5 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh penambahan basic dyes dan enzyme amilase pada

starch solution.

2. Mengetahui cara pembuatan starch solution yang sesuai dengan standar.

Universitas Pamulang

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

3

3. Mengetahui variabel yang dapat mempengaruhi strach solution sehingga

sesuai dengan standar.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

penulis sendiri, maupun bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang

berkepentingan, dan semoga metode yang digunakan dapat dimanfaatkan oleh

industri-industri yang ada.

Universitas Pamulang

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pati (Starch)

Pati adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n.

Pembentukan polimer pati diawali dengan terbentuknya ikatan glukosida yaitu

ikatan antara molekul glukosa melalui oksigen pada atom karbon pertama. Pati

dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa

merupakan polimer rantai lurus yang terdiri dari ribuan glukosa dengan ikatan α-

1,4 glukosida. Jenis kedua yaitu amilopektin yang mengandung percabangan

rantai akibat adanya ikatan α-1,6 glukosida di beberapa bagiannya . Struktur

amilosa dan amilopektin digambarkan pada gambar 1.

Gambar 2.1 a. Struktur Amilosa b. Struktur Amilopektin

Proses hidrolisa pati merupakan pemutusan ikatan glikosida pada rantai

polimernya oleh suatu reaktan yang dibantu oleh air. Proses ini digunakan di

industri untuk memproduksi molekul sederhana seperti glukosa, maltosa, dan

dekstrin. Ikatan glikosida pada pati cenderung stabil pada kondisi basa namun

kurang stabil pada kondisi asam. Ikatan tersebut juga dapat putus oleh adanya

enzim pemecah pati. Hasil pemecahan tersebut akan menghasilkan gugus

aldehid yang dikenal sebagai gugus ujung reduksi. Banyaknya gugus ujung

reduksi berbanding lurus dengan derajat hidrolisis pati.

Universitas Pamulang

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

5

Karbohidrat golongan polisakarida ini banyak terdapat di alam, terutama

pada sebagian besar tumbuhan. Pati dapat ditemukan pada umbi, daun, batang

dan biji-bijian. Pati merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang

dimiliki oleh tumbuhan sesudah selulosa. Tumbuhan melakukan sintesa pati

ketika proses fotosintesis yaitu pengubahan energi cahaya matahari menjadi

energi kimia . Butir-butir pati apabila diamati dengan mikroskop memiliki

bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung dari tumbuhan apa pati

tersebut diperoleh.

2.1.2 Enzyme amilase

Enzim adalah sekelompok protein yang berperan sebagai pengkatalis

dalam reaksi-reaksi biologis. Enzim dapat juga didefenisikan sebagai

biokatalisator yang dihasilkan oleh jaringan yang berfungsi meningkatkan laju

reaksi dalam jaringan itu sendiri. Semua enzim yang diketahui hingga kini

hampir seluruhnya adalah protein.

Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah

diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan

substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein,

sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus

non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor.

Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan

yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein

sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun

koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada

substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim

(Poedjadi, 2006).

Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia

antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan

produk tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan

fisiologi yang normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan

pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan

Universitas Pamulang

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

6

kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak

dapat mengubahnya (Salisbury, 1995).

Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur.

Hanya saja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan

enzim akan menjadi non aktif pada suhu 50o C (Poedjiadi, 2006).

Apabila suhu terlalu tinggi, struktur tiga dimensi enzim akan rusak,

sehingga substrat tidak lagi dapat terikat dengannya. Dengan demikian enzim

tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya lagi sebagai biokatalisator.

Pada umumnya denaturasi ini bersifat tidak terbalikan atau permanen (Salisbury,

1995).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah

(Dwidjoseputro, 1992) :

a. suhu

Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi

menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena

enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi

dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan

enzim berkurang.

b. pH

Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya

berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah

umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi

protein.

c. konsentrasi enzim

Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim

tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat

tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.

d. konsentrasi substrat

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan

menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi

kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.

Universitas Pamulang

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

7

e. zat-zat penghambat

Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap

penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.

Dalam banyak sistem akibat suhu tes reaksi enzim adalah mirip dengan

tabiat bahwa laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu dan akhirnya enzim

kehilangan semua aktivitas jika protein menjadi rusak akibat panas. Banyak

enzim berfungsi optimal dalam batas-batas suhu antara 25-370C. Akibat dari pH

terhadap suatu reaksi

Amilase adalah enzim yang mempunyai kemampuan memecah ikatan

glukosida pada polimer pati. Penggunaan amilase dilaporkan mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Permintaan akan enzim golongan amilase telah

mencapai sekurang-kurangnya 25% dari keseluruhan pasar enzim. Kelompok

enzim ini memiliki banyak variasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik,

tergantung pada tempatnya bekerja. Seiring dengan penemuan-penemuan baru

mengenai enzim amilase, kelompok dari amilase semakin bertambah. Beberapa

kelompok dari enzim amilase adalah α-amilase, β-amilase, dan γ-amilase.

Secara molekuler, pemecahan amilase dibantu oleh residu asam amino

pada sisi aktif enzim. Pada enzim α-amilase yang berasal dari Pseudomonas

stutzeri, pemecahan dibantu oleh tiga residu asam amino yaitu asam glutamat

219, asam aspartat 294, dan asam aspartat 193. Tahapan pertama merupakan

pengikatan substrat oleh asam aspartat 294. Tahap selanjutnya yaitu asam

glutamat 219 dalam bentuk asam akan mendonorkan proton ke oksigen pada

ikatan glikosidik substrat. Produk dari reaksi tersebut adalah sebuah ion

oksokarbonium pada keadaan transisi yang diikuti dengan pembentukan kovalen

intermediet. Molekul H2O kemudian menyerang ikatan kovalen antara oksigen

dan residu asam aspartat 193. Asam glutamat kemudian menerima H dari

molekul H2O dan residu asam aspartat 193 membentuk gugus hidroksil baru

pada molekul glukosa. Ilustrasi ditampilkan dalam gambar 2.

Universitas Pamulang

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

8

Gambar 2.2 Mekanisme Pemecahan Pati oleh α-amilase dari

Pseudomonas stutzeri

Salah satu amilase yang banyak dikembangkan saat ini adalah enzim

amilase pemecah pati mentah (APPM). Enzim ini memiliki keunggulan mampu

bekerja pada substrat yang tidak mengalami proses gelatinisasi (pati mentah).

Penggunaan enzim ini dalam industri berbasis pati dilaporkan telah mengurangi

biaya produksi secara signifikan jika dibandingkan dengan proses konvensional.

Selain itu, penggunaan enzim tersebut juga menghemat waktu dan energi

produksi karena tidak memerlukan proses gelatinisasi. Enzim APPM dapat

ditemukan dari berbagai jenis makhluk hidup seperti tanaman, hewan, manusia,

hingga mikroba.

Enzim APPM yang berasal dari mikroba umumnya mempunyai spektrum

yang lebih luas dalam industri sebab sifatnya lebih stabil jika dibandingkan

dengan enzim APPM yang berasal dari tanaman dan hewan. Enzim APPM

diduga mempunyai daerah pengikatan pati yang lebih banyak dibandingkan

amilase konvensional sehingga mampu berikatan dengan granula pati mentah.

Daerah pengikatan pati tersebut mengandung sekitar 50-100 asam amino dengan

susunan residu asam amino tertentu sehingga mampu berinteraksi kuat dengan

residu glukosa pada amilosa dan amilopektin

2.1.3 Dyes (pewarna)

Sebuah bahan alami atau sintetis yang digunakan untuk menambah warna

atau untuk mengubah warna dari sesuatu. Dyes sudah diterapkan di mana-mana,

dari mainan plastik untuk anak-anak sampai kain yang kita kenakan, untuk

Universitas Pamulang

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

9

makanan dan kayu; tidak ada industri apapun di mana dyes tidak digunakan

secara komersial.

Dyes adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan

larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah

gliserin, alkohol dan propilen glikol. Dyes juga dapat diberikan dalam bentuk

kering apabila proses pengolahan produk tersebut kemudian menggunakan air.

Dyes terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan yang

penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan zat

pewarnanya sendiri.

Dyes adalah komponen molekul organik yang memiliki kumpulan

senyawa inti tak jenuh, disebut kromofore yang bergabung dengan komponen

lain dimana gabungan ini disebut kromogen serta gugus substantive yang

berfungsi sebagai penguat / mengintensifkan warna dan memperbaiki

substantifitas ikatan dengan substratnya (serat kulit, kertas, poliamida, katun,

sutera dll) yang disebut ausokrome.(ON Witt, 1876)

Sebuah dyes adalah zat berwarna yang memiliki afinitas terhadap substrat

yang sedang diterapkan. Yang merupakan peng-ion dan senyawa organik

aromatik. Dyes umumnya diterapkan dalam larutan berair, dan mungkin

memerlukan mordant untuk meningkatkan daya luntur dari dyes pada serat .

Dengan bantuan dari dyes kita dapat dengan mudah memanipulasi hal-hal

yang sesuai dengan keinginan kita.. Dyes diterapkan untuk berbagai substrat

misalnya untuk tekstil, kulit, plastik, kertas, makanan dll. Tetapi ada beberpa

dyes yang memakai bahan-bahan berbahaya. Misalnya jenis dyes tertentu bisa

menjadi racun, karsinogenik atau mutagenik dan dapat berbahaya bagi

kesehatan.

2.1.3.1 Penggolongan Dyestuff Berdasarkan muatan.

Auksokrome dapat menyebabkan intensifikasi ikatan Dyes dasar dengan

substrat meningkat, disamping itu auksokrom juga berfungsi meningkatkan

kelarutan Dyes dalam air. Auksokrom juga merupakan komponen pembawa

muatan dimana pada saat terjadi disosiasi terbentuk muatan anionik atau

Universitas Pamulang

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

10

kationik, sehingga pewarna dyes juga dapat dikategorikan sebagai cat dasar

anionik atau kationik.

a. Anionic Dyestuff .

Adalah pewarna dyes yang memiliki satu atau lebih gugus auksokrom

SO3Na atau SO3H yang juga berfungsi sebagai gugus penentu tingkat

kelarutan dyes, dimana semakin banyak gugus sulfon, maka tingkat kelarutan

dasar Dye akan semakin tinggi, selain akan semakin anionik dan reaktif.

b. Cationic Dyestuff .

Adalah pewarna dyes yang memiliki satu atau lebih gugus auksokrom

yang merupakan garam dari ammonium, sulfonium atau oxonium.

Kelarutannya lebih rendah dibandingkan dengan dye anionik sehingga perlu

penambahan sedikit asam asetat. Pewarna kationik jarang digunakan apabila

digunakan hanya dalam kasus tertentu, sebagai aditiv dalam jumlah yang

kecil karena sifat ketahanan cahaya dan kimia yang rendah

Dalam industri kertas, jenis dyes yang sering digunakan adalah basic dyes,

pigment dyes, dan direct dyes.

1. Basic Dyes

Pada tingkat kimia, Basic Dye biasanya kation atau bermuatan positif.

Sehingga akan bereaksi dengan bahan yang bermuatan negatif. Pewarna ini

biasanya sintesis, dan tidak larut dalam air. Pewarna dasar menampilkan

kelompok fungsional kationik seperti -NR3 + atau = NR2 +. Karena pewarna

dasar adalah noda yang kationik atau bermuatan positif dan itu adalah alasan

yang bereaksi dengan baik dengan bahan yang anionik atau bermuatan

negatif.

Basic Dye terdiri dari gugus amino, atau kelompok alkilamino, sebagai

auxochromes. Beberapa contoh Basic Dye adalah sebagai berikut, Metilen

Biru, Ungu Kristal, Basic Fuchsin safranin, dll. Contoh Basic Dye yang

memiliki gugus amino sebagai auksokrom mereka Pararosanilin atau Basic

Red 9 (menurut sistem Color Index) contoh kelompok alkil amino adalah

Metilen Blue atau Basic Blue 9. Basic Blue 9 adalah pewarna yang sangat

populer yang memiliki penggunaan yang luas.

Universitas Pamulang

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

11

2.1.3.2 Karakteristik Dyes

Selain sifat bawaan karena perbedaan struktur molekul internal yang

berbeda untuk setiap warna, karakteristik dyes juga dipengaruhi oleh factor

external terutama oleh:

a. Temperatur.

b. Konsentrasi.

c. pH larutan.

d. TIE.

a. Temperatur.

Naik turunnya tempaeratur larutan akan menyebabkan terjadinya

perubahan pada secondary valency forse dan ionic force. Sperti kita ketahui

susunan atau struktur molekul dyes merupakan garam atau asam yang

berikatan melalui ikatan ionic sehingga akan mudah mengalami ionisasi

dalam larutan. Demikian pula struktur molekul dyes banyak yang bersifat

polar ( COOH, OH, SO3Na dll) sehingga dapat membentuk secondary

force.

Pada saat temperature meningkat. SVF (secondary valence force) akan

putus sehingga menyebabkan:

Kelarutan meningkat.

Penetrasi pada kulit semakin dalam.

Molekul dyes mengecil

Sebaran cat semakin merata.

IF (ionic force) akan semakin melemah sehingga menyebabkan:

Disosiasi dan ionisasi akan semakin cepat.

Reaksi terhadap kulit wet-blue yang (+) meningkat /cepat

(reaktivitas naik)

Kemampuan penetrasi menurun.

Sebaran cat cenderung kurang rata.

Kenaikan temperature memberikan efek yang bertolak belakang

terhadap SVF dan IF, namun karena pengaruh IF lebih besar dari SVF

maka untuk menaikan temperatur lebih cenderung pada pertimbangan IF

dan kondisi kulitnya. Contoh awal pewarnaan untuk kulit yang memerlukan

Universitas Pamulang

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

12

penetrasi tinggi lebih baik menggunakan air dingin dan pada akhir proses

baru dinaikan tempertarnya. Sebaliknya pada untuk kulit yang dinginkan

surface dyeing maka awal penyamakan dilakukan dengan temperature

tinggi.

b. Konsentrasi.

Konsentrasi tinggi berhubungan dengan penggunaan jumlah air dalam

proses. Semakin banyak persentase air digunakan maka konsentrasi akan

semakin rendah begitu pula sebaliknya.

Konsentrasi meningkat / tinggi menyebabkan molekul dyes semakin

mendekat akibatnya SVF antar molekul meningkat.

Molekul mengalami pembesaran.

Proses ionisasi akan terganggu akibatnya reativitas terhadap kulit

kan menurun.

Penetrasi dalam kulit akan meningkat.

Aksi mekanik flexing dan squeezing meningkat, difusi tinggi.

c. pH Larutan.

Dapat dikatakan dari tiga factor diatas pH merukan factor eksternal

yang paling berpengaruh. pH merupakan factor fungsional terikatnya dyes

pada serat kulit. Penurunan pH pada larutan dyes (sebagai garam Na) akan

menyebabkan proses disosiasi berjalan lebih cepat karena terbentuk garam

baru dari sisa asam dengan Na dan membentuk molekul dyes dengan muatan

negatif yang segera berikatan secara ionic dengan serat kulit yang

bermuatan positif. Penurunan pH menyebabkan:

Meningkatnya afinitas dyes.

Menurunnya penetrasi atau difusi dyes.

Kenaikan pH menyebabkan efek sebaliknya

Menurunnya afinitas dyes.

Meningkatnya kemampuan penetrasi/difusi.

Universitas Pamulang

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

13

d. TIE (IP).

Titik Iso Elektrik atau Iso Elektric Point merupakan nilai pH

dimana terjadi keseimbangan muatan positif dan negatif dalam kulit.

Permasalahan muncul ketika TIE selalu berubah-ubah tergantung kepada

zat penyamak yang digunakan akibatnya kulit selalu berubah TIE nya

tergantung zat penyamak yang digunakan. Berikut ini gambaran

perubahan TIE akibat penggunaan zat samak yang berbeda.

2.2 Hipotesis

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berfikir maka dapat

diajukan hipotesis sebagai berikut.

Dyes dan enzyme sangat berpengaruh pada pH, viscositas dan konsistensi

starch solution.

Pada saat proses reduksi starch, waktu dan temperatur harus diperhatikan

karena akan mempengaruhi kualitas starch solution sesuai dengan standar

atau tidak.

Variabel yang mempengaruhi kualitas starch solution diantaranya; dosis

dyes, dosis enzyme, temperatur, dan waktu pemasakan.

Universitas Pamulang

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Karena penelitian ini berhubungan dengan proses produksi kertas, maka

penelitian ini dilakukan di PT. Indah Kiat Pulp & paper Tbk, Tangerang mill,

Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Industri tersebut dipilih dengan

pertimbangan sebagai berikut :

Industri yang berkembang di bidang produksi kertas.

Bahan dan alat yang diperlukan untuk mendukung jalannya

penelitian sangat memadai.

Hasil penelitian bisa langsung di aplikasikan pada proses

produksi.

Waktu pelaksanaan penelitian tercantum pada tabel 3.1 adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

N

OKegiatan

Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

I Penyusunan Proposal  √                      

II Persiapan                        

1 Pengurusan Perizinan                        

2 Penjajagan ke lapangan                        

III Pelaksanaan                        

1 Penyusunan Instrument                        

2 Penentuan Sampel                        

3 Pengumpulan Data                        

4 Penelitian                        

5 Analisis Data                        

IV Penyusunan Laporan Penelitian                        

1 Pembuatan Draf Laporan                        

2 Penyempurnaan Laporan                        

3 Penggadan Laporan                        

Universitas Pamulang

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

15

3.2 Variabel Penelitian

Jenis data yang dikumpulkan menurut sifat data adalah kuantitatif. Menurut

cara memperoleh data, data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer yang dikumpulkan, diperoleh langsung dari responden,

meliputi :

Variabel uji yaitu temperatur, waktu, serta dosis dari enzyme dan dyes.

Jenis alat yang digunakan dalam penelitian.

Data sekunder yang dikumpulkan bersumber pada dokumen yang terdapat di

PT. Indah Kiat Pulp & paper Tbk, Tangerang mill, mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Kompor listrik dan

water bath

Agitator

Thermometer

Timbangan analitik

Beaker glass

Beaker stainless

Spatula

Pipet Volume

Klem dan Stand

Viscometer

Gelas plastic

3.3.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunkan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Tapioka (starch) merek “TERONG MAS”

Enzyme “Aphozyme”

Basic Dyes

Aqudest

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Pemasakan Tapioka

Larutan tapioka dibuat dalam beaker stainless dengan cara

melarutkan 50 gram tapioka dalam air hingga mencapai 400 gram.

Masukkan kedalam water bath dan aduk hingga larutan dengan

Universitas Pamulang

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

16

agitator dan pastikan tidak ada tapioka yang mengendap di dasar

beaker.

Larutan 1% enzyme di buat dalam beaker glass dengan melarutkan

1 gram enzyme dalam air hingga massanya mencapai 100 gram.

Tambahkan larutan enzyme kedalam larutan tapioka (volume

sesuai yang dispesifikasikan pada table hasil dan pengamatan)

Nyalakan kompor listrik, naikkan suhu larutan hingga 70°C dan

tahan selama 10 menit

Naikkan suhu hingga 90°C, tahan selama 2 menit. Lalu tambahkan

100 gram air dan aduk selama 2 menit.

Kemudian tambahkan larutan dyes yang sudah dibuat. Aduk.

Dinginkan larutan hingga suhu mencapai 60°C dan 30oC.

3.4.2 Pengujian Viskositas

Periksa alat dalam posisi nol. Pastikan bubble level pada

tempatnya.

Masukkan sebagian larutan tapioka yang sudah mencapai suhu

60°C kedalam beaker glass. Pastikan spindle tercelup sampai tanda

batas dan posisi spindle tepet ditengah gelas dan tidak menyentuh

dasar dan dinding gelas.

Tekan tombol ON sampai posisi pengukuran stabil. Atur kecepatan

putaran pada 60 rpm. Putar tombol zero sampai pembacaan stabil,

tekan tombol motor dalam posisi Off.

Baca pengukuran

Lakukan hal yang sama pada suhu 30oC.

3.4.3 Pengujian Ph

Masukkan sampel pada alat pH meter, lalu perhatikan angka yang keluar

pada alat tersebut, yang menunjukan pH starch solution.

3.4.4 Pengujian Konsistensi

Siapkan sampel pada beaker gelas.

Masukkan ujung alat konsistensi meter kedalam sampel yang telah

disiapkan.

Universitas Pamulang

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

17

Lalu alat akan otomatis membaca konsistensi sampel, tunggu

beberapa saat hingga angka stabil.

Catat hasil pengujian.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Pamulang

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

18

4.1 Hasil Pengujian

Setelah dilakukan pengujian terhadap strach solution didapat hasil

sebagai berikut:

Enzyme DossageViskositas PH Konsistensi

60oC. 30oC. 60oC. 30oC. 60oC. 30oC.

30 cc

 36.17

3 39.758 4.87 4.16 12.37 11.87

40 cc

 34.52

3 31.621 4.38 4.05 11.97 11.77

50 cc 32.458  20.085 4.25 4.13 11.87 11.78

70 cc 10.609  15.636 4.20 4.09 11.77 11.77

80 cc 8.961  12.463 4.18 4.04 11.77 11.47

 

Blanko 7.323  9.999  6.88  6.88   11.77 11.77 

konsentrasi dyes

dinaikkan

 11.74

2  16.377  3.92 3.75   12.77  12.77

30 40 50 70 800.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

Viscosity

pH

Consistency

Visco Std Min

Visco Std Max

Enzyme dossage ( cc )

Universitas Pamulang

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

19

30 40 50 70 800.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

ViscositypHConsistencyVisco Std MinVisco Std Max

Enzyme dossage ( cc )

SUHU 30° C

Universitas Pamulang

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

20

30 40 50 70 800.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

Viscosity

viscosity

Visco Std Min

Visco Std Max

Enzyme dossage ( cc )

30 40 50 70 800.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

Viscosity

Viscosity

Consistency

Visco Std Min

Visco Std Max

Enzyme dossage ( cc )

4.2 Pembahasan

Dari hasil pengujian tapioka yang dilakukan:

Dengan dosis enzyme yang berbeda, suhu dan waktu masak yang pada

saat kondisi normal didapatkan nilai viskositas yang berbeda, didapatkan

nilai viskositas yang menurun. Karena semakin banyaknya enzyme yang

bekerja maka struktur pati pada tapioka akan semakin banyak yang

terurai, sehingga larutan tapioka yang didapatkan semakin encer. untuk

Universitas Pamulang

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN

21

itu diambil dosis yang sesuai dengan standar dengan range 10-15 Cps,

yaitu dosis enzyme 70 cc.

Pemasakan tapioka dilakukan pada suhu 70oC dalam waktu 10 menit,

karena suhu optimum enzyme bekerja adalah pada suhu 70oC, waktu 10

menit di asumsikan bahwa semua pati sudah terurai oleh enzyme.

Sehingga semakin lama waktu masak pada suhu 70oC, maka nilai

viskositasnya akan semakin turun, karena enzyme yang sebagai

katalisator akan menguraikan struktur pati lebih banyak.

Pada saat suhu mencapai 90oC dan ditahan selama 2 menit dilakukan

agar diharapkan sudah tidak ada enzyme yang bekerja, sehingga

viskositasnya akan semakin tinggi, ini dipengaruhi oleh proses

gelatinisasi yang terjadi pada saat proses hidrolisis pati tersebut, jika

semakin lama molekul air yang terperangkap dalam struktur pati akan

semakin banyak sehingga mengakibatkan nilai viscositas akan semakin

tinggi. Karena tujuan pemasakan tapioka adalah mendapatkan viskositas

yang sesuai standar, maka waktu yang digunakan adalah selama 2 menit.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Universitas Pamulang