laporan akhir hibah penelitian unggulan program … · dalam memahami partisipasi petani dalam...

26
Bidang Unggulan: Budaya dan Pariwisata Kode/ Nama Bidang Ilmu: 593/ Hubungan Internasional LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM STUDI TAHUN ANGGARAN 2015 Judul Penelitian : Partisipasi Petani Dalam Pengelolaan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru Ketua Pelaksana : D.A. Wiwik Dharmiasih, S.IP.,M.A. Anggota : Sukma Sushanti, S.S.,M.Si Putu Titah Kawitri Resen, S.IP.,M.A. Dibiayai oleh Dana PNBP sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Program Hibah Unggulan Program Studi, Nomor: 936A/UN14.47/PNL.01.03.00/2015 Tanggal 29 Mei 2015 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana 2015

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

Bidang Unggulan: Budaya dan Pariwisata

Kode/ Nama Bidang Ilmu: 593/ Hubungan Internasional

LAPORAN AKHIR

HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM STUDI

TAHUN ANGGARAN 2015

Judul Penelitian : Partisipasi Petani Dalam Pengelolaan Warisan Budaya

Dunia Catur Angga Batukaru

Ketua Pelaksana : D.A. Wiwik Dharmiasih, S.IP.,M.A.

Anggota : Sukma Sushanti, S.S.,M.Si

Putu Titah Kawitri Resen, S.IP.,M.A.

Dibiayai oleh Dana PNBP sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Program

Hibah Unggulan Program Studi, Nomor: 936A/UN14.47/PNL.01.03.00/2015

Tanggal 29 Mei 2015

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Udayana

2015

Page 2: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Peneliti/ Pelaksana

Nama Lengkap :D.A. Wiwik Dharmiasih, S.IP., M.A.

NIDN : 0030098207

Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

Program Studi : Hubungan Internasional

Nomor HP : 0815 5832 2447

Alamat surel (e-mail) : [email protected]

Anggota (1)

Nama Lengkap : Sukma Sushanti, S.S., M.Si

NIDN : 0018107908

Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

Anggota (2)

Nama Lengkap : Putu Titah Kawitri Resen, S.IP., M.A.

NIDN : 9908419477

Perguruan Tinggi : Universitas Udayana

Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun

Biaya Tahun Berjalan : Rp. 25.000.000,00

Biaya Keseluruhan : Rp. 25.000.000,00

Denpasar, 9 November 2015

Mengetahui,

Pembantu Dekan I Ketua Peneliti,

Tedi Erviantono, S.IP., M.Si. D.A. Wiwik Dharmiasih, S.IP., M.A.

NIP. 19760502 2009 12 1 002 NIP. 19820930 2009 12 2 002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Udayana

Dr. Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si.

NIP. 19640708 1992 03 1 003

Page 3: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

RINGKASAN

Lanskap Budaya Provinsi Bali merupakan Situs Warisan Budaya Dunia yang diakui oleh

UNESCO di tahun 2012. Situs tersebut terletak di Provinsi Bali dan terdiri dari empat kawasan

yaitu Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur, Pura Taman Ayun, Daerah Aliran Sungai (DAS)

Pakerisan, dan Catur Angga Batukaru. Keempat kawasan dalam Lanskap Budaya Provinsi Bali

dianggap mampu merefleksikan filosofi Tri Hita Karana dalam sistem pengairan tradisional,

subak, pada sistem pertanian di Bali. Penerapan filosofi Tri Hita Karana dalam sistem pertanian

di Bali telah berlangsung selama berabad-abad dan mampu menciptakan tidak saja keindahan

bentang alam sawah berundak, tetapi juga kebudayaan pertanian yang kuat.Akan tetapi,

derasnya arus pembangunan dan pariwisata di Bali mengancam keberadaan dan

keberlangsungan sistem pengairan tradisional subak.Diakuinya Lanskap Budaya Provinsi Bali

sebagai Situs Warisan Budaya Dunia merupakan salah satu upaya pemerintah untuk

melindungi dan melestarikan sistem pengairan subak di Bali.Pemberian status Warisan Budaya

Dunia menyebabkan Pemerintah Indonesia harus menerapkan ketentuan pengelolaan yang

diberlakukan oleh UNESCO.Penelitian ini hendak melihat partisipasi petani dalam

pengelolaan Situs Lanskap Budaya Provinsi Bali dengan memfokuskan penelitian pada

kawasan Catur Angga Batukaru di Kabupaten Tabanan.Kawasan ini dipilih karena merupakan

kawasan terluas dengan tingkat kompleksitas ekologi paling lengkap dibandingkan dengan

kawasan lainnya dalam Lanskap Budaya Provinsi Bali.Penelitian ini menggabungkan

pendekatan kualitatif dan kuantitatif untuk melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan

dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data

kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi pertanyaan dan wawancara terstruktur untuk

memperoleh pendapat dan gagasan dari petani yang dapat dituangkan dalam perencanaan

pengelolaan dan pelestarian Catur Angga Batukaru.Data kualitatif berasal dari observasi dan

analisa informasi yang diperoleh dengan teknik perencanaan partisipatif (participatory

planning).Penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan pengelolaan berbasis masyarakat

lokal dalam pengelolaan dan pelestarian Situs Warisan Budaya Dunia di Bali.

Page 4: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

PRAKATA

Puji syukur Peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya,

penelitian dengan judul “Partisipasi Petani dalam Pengelolaan Warisan Budaya Dunia Catur

Angga Batukaru” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat peran serta petani

sebagai pemilik dan pengelola lahan didalam kawasan Warisan Budaya Dunia, Catur Angga

Batukaru.Catur Angga Batukaru merupakan kawasan yang masuk ke dalam Situs Warisan

Budaya Dunia yang diakui oleh UNESCO di tahun 2012 dibawah nama Lanskap Budaya

Provinsi Bali.

Lanskap Budaya Provinsi Bali merupakan situs yang menggambarkan sistem pertanian

tradisional di Bali yang dikenal dengan nama subak. Subak dianggap mampu merefleksikan

nilai Tri Hita Karana, tiga hubungan harmonis yang menyebabkan kesejahteraan dan

kebahagiaan, yang terdiri dari hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan

manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Sistem subak sendiri mengalami ancaman

kepunahan akibat derasnya arus pembangunan terutama dari sektor pariwisata yang terjadi di

Bali.Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran partisipasi petani dalam

perlindungan dan pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru sesuai

dengan Petunjuk Pengelolaan Warisan Budaya Dunia UNESCO.Partisipasi petani sebagai

pemilik dan pengelola lokal menjadi sangat penting dalam upaya perlindungan dan pengelolaan

sistem subak di Bali. Keterlibatan petani akan menjamin keberlangsungan sistem subak dan

pengelolaan pertanian yang lebih berkelanjutan di Bali.

Terima kasih yang sebesar-besarnya Peneliti ucapkan kepada Rektor Universitas

Udayana, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas

Udayana, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, Ketua Program

Studi Hubungan Internasional Universitas Udayana, seluruh rekan kerja dan kerabat yang

membantu terlaksananya penelitian ini.

Denpasar, 9 November 2015

Penulis

Page 5: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

RINGKASAN

PRAKATA

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Penelitian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Kualitatif dan Kuantitatif

3.2. Unit Analisis

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.4. Penafsiran Data

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 6: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata dunia yang terkenal akan keindahan alam

dan keunikan budaya masyarakatnya. Bentang alam Bali banyak dihiasi oleh pemandangan

sistem sawah berundak yang merupakan hasil dari budaya pengairan tradisional Bali yang

dikenal dengan nama subak. Badan Dunia yang menangani pendidikan dan kebudayaan, United

Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), bahkan mengakui

keunikan budaya pertanian Bali dengan mencantumkan Lanskap Budaya Bali ke dalam Daftar

Situs Warisan Budaya Dunia di tahun 2012. The Cultural Landscape of Bali Province: The

Subak System as a Manifestation of the Tri Hita Karana Philosophy merupakan nama dari Situs

Warisan Budaya Dunia di Bali yang terdiri dari empat kawasan, yaitu: Pura Ulun Danu Batur

dan Danau Batur, Pura Taman Ayun, Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan, dan Catur Angga

Batukaru. Keempat kawasan tersebut dianggap mampu merefleksikan filosofi Tri Hita Karana

yang merupakan landasan dalam sisem pengairan tradisional yang diberlakukan dalam bidang

pertanian di Bali.Akan tetapi, sistem pengairan tradisional yang sudah berlangsung selama

berabad-abad di Bali tersebut terancam keberadaannya oleh derasnya arus pembangunan dan

pariwisata di Bali.Masuknya sistem pengairan subak yang direpresentasikan oleh empat

kawasan diatas ke dalam Daftar Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO merupakan salah satu

upaya untuk melindungi dan melestarikan budaya pertanian yang ada di Bali.

Salah satu kawasan yang termasuk dalam Situs Warisan Budaya Dunia Lanskap Budaya

Provinsi Bali adalah kawasan Catur Angga Batukaru.Kawasan yang terletak di Kabupaten

Tabanan tersebut memiliki cakupan wilayah subak yang sangat luas dibandingkan dengan

kawasan lainnya dalam Lanskap Budaya Provinsi Bali. Catur Angga Batukaru meliputi 20

subak dengan total luas wilayah kurang lebih 17.376,1 ha dengan luasan wilayah penyangga

974,4 ha (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan Pemerintah Provinsi Bali, 2011).

Luasnya cakupan wilayah Catur Angga Batukaru memberikan tantangan pengelolaan kawasan

secara menyeluruh.Keterlibatan masyarakat lokal, terutama petani, dalam perlindungan dan

pelestarian kawasan menjadi sangat penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di

wilayah tersebut.

Dua tahun setelah diakuinya Lanskap Budaya Provinsi Bali oleh UNESCO sebagai Situs

Warisan Budaya Dunia di tahun 2012, tidak terlihat pengelolaan yang menyeluruh di kawasan

tersebut. Gencarnya alih fungsi lahan di kawasan Catur Angga Batukaru, terutama di wilayah

Page 7: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

Subak Jatiluwih, menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan subak di kawasan

tersebut. Ini tentu juga mengancam status Warisan Budaya Dunia yang baru disandang Lanskap

Budaya Provinsi Bali tiga tahun terakhir. Awal tahun 2015, Pemerintah Indonesia mengundang

ahli-ahli dari ICOMOS dan ICCROM untuk melihat dan memberi masukan kepada sistem

pengelolaan kawasan dalam Lanskap Budaya Provinsi Bali sebagaimana yang disarankan oleh

UNESCO (2014) pada sidangnya di Doha, Qatar.

UNESCO (2012) dalam keputusannya saat memasukkan Lanskap Budaya Provinsi Bali

ke dalam Daftar Situs Warisan Budaya Dunia telah menyatakan kekhawatirannya terhadap

kelestarian dan keberlangsungan sistem subak di Bali.Adapun tantangan yang dihadapi ialah

serangkaian perubahan sosial dan ekonomi seperti perubahan praktek pertanian masyarakat dan

tekanan pembangunan terutama dari sektor pariwisata.UNESCO kemudian menyarankan

diberlakukannya sebuah sistem pengelolaan yang mampu mendukung pelaksanaan sistem

pertanian tradisional dan meningkatkan kesejahteraan petani agar terus dapat tinggal dan

bekerja sebagai petani di kawasan tersebut.Penelitian ini menjadi penting untuk melihat

pandangan dan partisipasi masyarakat terutama petani dalam memaknai status Warisan Budaya

Dunia pada wilayah mereka, sehingga mampu berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan

kawasan.

1.2. Penelitian

Partisipasi aktif masyarakat lokal sangatlah penting dalam menentukan kebijakan-

kebijakan, strategi, dan aksi yang tepat dan menyeluruh dalam pengelolaan kawasan Warisan

Budaya Dunia.Penelitian ini dalam pelaksanaannya dibagi kedalam tiga tahapan. Adapun

ketiga tahapan tersebut terdiri dari: sosialisasi penelitian dengan menjelaskan tujuan dari

penelitian yang dilakukan, mengajak petani berpartisipasi secara langsung melalui perencanaan

partisipatif (participatory planning), dan terakhir dengan menganalisa berbagai data dan

informasi yang diperoleh untuk kemudian dirumuskan menjadi sebuah perencanaan

pengelolaan dan pelestarian kawasan Warisan Budaya Dunia yang efektif.

Penelitian ini menggunakan metode perencanaan partisipatif (participatory planning)

yaitu langkah-langkah dalam pelestarian kawasan Warisan Budaya Dunia dengan pendekatan

Stepping Stones for Heritage (selanjutnya dalam penelitian ini disebuh dengan SSH) (Bainton,

et al, 2011:93). Ada sepuluh langkah yang diperkenalkan dalam SSH. Langkah-langkah

tersebut diantaranya: (1) Vision for the future, (2) Who is involved, (3) What we know, (4) What

is important, (5) What the issues are, (6) Strengths and weaknesses, (7) What the ideas are, (8)

Page 8: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

What the objectives are, (9) Action Plan, (10) Making it happen. Penelitian ini memfokuskan

pada langkah pertama dan kedua, yaitu vision for the future dan who is involved.

Page 9: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Budaya sebagaimana dijelaskan oleh UNESCO (2010) dalam pembukaan The Universal

Declaration on Cultural Diversity adalah “… serangkaian bagian-bagian spiritual, intelektual,

dan ikatan emosional masyarakat atau kelompok sosial yang meliputi selain seni dan sastra,

yakni gaya hidup, cara hidup, sistem nilai, tradisi, dan keyanikan yang dianut”. Budaya

memberikan solusi bagi kepentingan-kepentingan masyarakat lokal dalam mengawasi

pembangunan di suatu wilayah sehingga dapat memberikan hasil maksimal sebagaimana yang

diharapkan oleh masyarakat tersebut.Pembangunan dewasa ini telah menerapkan pendekatan

pembangunan berkelanjutan dalam pelaksanaannya.Dasar pemikiran dari pendekatan

pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana menggunakan sumber daya-sumber daya yang

ada secara bijak. Budaya membentuk hubungan antara manusia dalam kelompok sosialnya dan

hubungannya dengan lingkungan disekitarnya yang kemudian akan mempengaruhi perilaku

manusia itu sendiri (UNESCO, 2010). Oleh karenanya, budaya harus berperan sebagai pusat

dalam strategi pembangunan berkelanjutan.

Salah satu upaya yang dilakukan UNESCO dalam memperkenalkan pentingnya budaya

dalam pembangunan berkelanjutan adalah dengan memberikan status Warisan Budaya

Dunia.Status ini diberikan kepada kawasan-kawasan maupun bentuk-bentuk kebudayaan yang

dianggap memiliki nilai luar biasa dan universal (Outstanding Universal Value) dan terancam

hilang atau punah sehingga perlu untuk dilindungi dan dilestarikan.Situs Warisan Budaya

Dunia UNESCO (2010:5) mampu memberikan penghasilan tambahan dari kunjungan

wisatawan, penjualan kerajinan tangan, musik, dan produk-produk budaya lokal, termasuk juga

memberikan lapangan pekerjaan baru kepada masyarakat setempat. Di Kolumbia misalnya,

650.000 wisatawan memberikan penghasilan ekonomi sebesar USD 800 juta. Sebesar USD

400 juta dari pendapatan Kolombia tersebut berasal dari penjualan kerajinan tangan (UNESCO,

2010:8). Di Australia, 15 kawasan yang masuk ke dalam Situs Warisan Budaya Dunia mampu

memberikan pendapatan sebesar lebih dari AUSD 12 trilyun dengan lebih dari 40.000 lapangan

pekerjaan (UNESCO, 2010:8).

Stepping Stones for Heritage (SSH) merupakan sebuah pendekatan berbasis partisipasi

masyarakat lokal dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.Pendekatan SSH dilakukan

oleh Stepwise Heritage and Tourism di Pulau Lihir di tahun 2007. Pulau Lihir yang terletak di

New Ireland, Kepulauan Bismarch, Papua Nugini, merupakan sebuah wilayah yang kaya akan

emas. Tahun 1995, Pulau Lihir berubah menjadi pusat pertambangan emas dengan

Page 10: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat setelah ditandatanganinya perjanjian antara

masyarakat Lihir, pemerintah, dan Lihir Management Company (LMC) (Bainton, et al,

2011:88). Akan tetapi, perjanjian yang ditandatangani di tahun 1995 tersebut tidak secara jelas

memberikan pembagian hasil pertambangan untuk masyarakat Lihir, serta bagaimana bentuk

tanggung jawab dari perusahaan pengelolaan tambang LMC dan Pemerintah Papua Nugini

(Filler, 1997). Perjanjian tersebut juga tidak memberikan bentuk pengelolaan pelestarian

kawasan dan warisan masyarakat Lihir yang akan dilakukan (Bainton, et al, 2010:89). Tahun

2007, Stepwise Heritage and Tourism dikontrak oleh Lihir Gold Limited (LGL), yang

menggantikan LMC di tahun 2005, untuk memfasilitasi workshop pengelolaan pelestarian

kawasan dan budaya dengan masyarakat Lihir dan mendokumentasikan hasil yang diperoleh.

Stepwise Heritage and Tourism menggunakan pendekatan SSH dan mendapatkan bahwa ada

lima hal yang dipercaya oleh masyarakat setempat menjadi dasar dalam pengelolaan

pelestarian warisan budaya lokal. Kelima hal tersebut terdiri dari: men’s house institutions,

custom law, language, matrilineal clan system, danleadership. Semuanya dirangkum dalam

sebuah Perencanaan Warisan Budaya Lihir yang dijadikan acuan dasar dalam pembuatan

kebijakan pengelolaan pelestarian kawasan dan budaya di Pulau Lihir (Bainton, et al, 2011).

Catur Angga Batukaru merupakan kawasan nominasi Situs Warisan Budaya Dunia

UNESCO yang mencakup areal persawahan yang sangat luas. Sebagai kawasan yang meliputi

20 wilayah subak, dibutuhkan sebuah bentuk perencanaan pengelolaan yang terintegrasi dan

menyeluruh antara masyarakat, kelompok subak, dan pemerintah. Masuknya kawasan Catur

Angga Batukaru sebagai Situs Warisan Budaya Dunia menarik minat wisatawan baik domestik

maupun internasional untuk datang berkunjung.Sebuah perencanaan pengelolaan yang

melibatkan gagasan dan partisipasi petani secara langsung dapat menentukan pola

pembangunan bagi kawasan Catur Angga Batukaru yang lebih berkelanjutan.

Page 11: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

BAB 3

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Partisipasi masyarakat lokal sangat penting dan dibutuhkan dalam pengelolaan Situs

Warisan Budaya Dunia. Kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat dipenuhi sembari

mempertahankan keberlangsungan budaya dan proses ekologi di suatu kawasan. Penelitian ini

menjadi sarana untuk meningkatkan dan melestarikan praktek-praktek, nilai-nilai, dan

pengetahuan tradisional untuk melengkapi dan memajukan pengelolaan dan pelestarian Situs

Warisan Budaya Dunia Lanskap Budaya Provinsi Bali.Pembuatan kebijakan pengelolaan

kawasan yang seringkali tidak melibatkan partisipasi masyarakat lokal menyebabkan kurang

efektifnya pengelolaan di suatu kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelestarian

kawasan Situs Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru.

2. Mengembangkan perencanaan pengelolaan (management plan) yang lebih efektif

melalui berbagai gagasan dan pendapat yang diperoleh melalui kegiatan

participatory planning dengan melibatkan petani setempat.

3.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai partisipasi masyarakat

lokal dalam upaya perlindungan dan pengelolaan Kawasan Warisan Budaya

Dunia.Keterlibatan masyarakat lokal penting dalam pengelolaan Situs Warisan Budaya Dunia

sesuai dengan Petunjuk Pengelolaan yang dikeluarkan oleh UNESCO.Upaya pelestarian dan

pengelolaan dapat dilakukan apabila terbentuk visi dan misi pengelolaan baik secara jangka

pendek maupun jangka panjang, dan identifikasi pihak-pihak atau pemangku kepentingan yang

terlibat didalamnya.

Page 12: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

BAB 4

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Kualitatif dan Kuantitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik dengan metode kualitatif yang

memberikan perhatian pada data ilmiah dan data dalam hubungannya dengan konteks

keberadaannya (Ratna, 2008:47-48). Ciri-ciri penelitian kualitatif adalah: (1) memberikan

perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat obyek, yaitu sebuah studi

kultural; (2) lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna

selalu berubah; (3) tidak ada jarak antara subyek peneliti dan obyek peneliti, subyek peneliti

sebagai instrumen utama sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya; (4) desain dan

kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka; dan (5) penelitian

bersifat ilmiah, terjadi dalam konteks sosial budaya masing-masing (Ratna, 2008:47-48).

Metode kualitatif pada dasarnya digunakan untuk menghasilkan data tentang pengalaman

seseorang dan makna-makna tindakan yang dilakukan oleh aktor sosial.Penelitian kualitatif

juga mengacu pada karakteristik, simbol, dan deskripsi unit analisa yang diteliti (Berg, 1989:3).

Metode kuantitatif yang dipakai adalah untuk melihat praktek-praktek dan nilai-nilai

petani dalam pengelolaan kawasan dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pengelolaan

tersebut.Metode ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara

terstruktur kepada petani di kawasan Catur Angga Batukaru.Masukdan dan gagasan yang

diperoleh dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang terlibat dalam

pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru dan untuk merumuskan rencana pengelolaan

kawasan secara berkelanjutan.

3.2. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah petani yang tergabung dalam kelompok subak

yang tersebar dalam kawasan Catur Angga Batukaru. Ada 20 subak yang termasuk kedalam

kawasan Catur Angga Batukaru, yaitu: Subak Piling, Subak Kedampal, Subak Wongaya Betan,

Subak Jatiluwih, Subak Bedugul, Subak Piak, Subak Keloncing, Subak Tengkudak, Subak

Puakan, Subak Pancoran Sari, Subak Tingkih Kerep, Subak Penatahan, Subak Tegal Linggah,

Subak Sangketan, Subak Anyar Sangketan, Subak Puring, Subak Pesagi, Subak Dalem, Subak

Rejasa, dan Subak Sri Gumana. Jumlah informan dibatasi pada 20 pekaseh dan 2 orang petani

dari masing-masing subak tersebut diatas.

Page 13: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh melalui perencanaan partisipatif

masyarakat atau participatory planning dengan melibatkan petani secara langsung dan

bersama-sama dalam mengisi pertanyaan yang diajukan.Pada tahap awal penelitian ini, peneliti

dan asisten peneliti memperkenalkan tujuan penelitian secara menyeluruh dan bagaimana agar

petani dapat berpartisipasi secara aktif. Selanjutnya, para petani diajak untuk mengisi langkah-

langkah dalam SSH yang telah ditentukan peneliti yaitu vision for the future dan who is

involved. Peneliti dan asisten peneliti dalam tahapan ini bertindak sebagai observer selama

pengisian oleh masing-masing pekaseh dan perwakilan petani yang mewakili masing-masing

subak dalam Catur Angga Batukaru. Adapun dua langkah dalam SSH yang dilakukan yaitu:

Step 1. Vision for the future (visi masa depan)

Tahapan ini membantu petani dalam menerjemahkan keinginan mereka dalam

pelestarian dan pengelolaan kawasan. Pertanyaan umum yang ditanyakan:

1. Apakah Anda pernah mendengar tentang Warisan Budaya Dunia Catur Angga

Batukaru?

2. Apakah Anda pernah mendengar pengelolaan Warisan Budaya Dunia Catur Angga

Batukaru?

3. Menurut Anda, apa pentingnya Catur Angga Batukaru sehingga menjadi Warisan

Budaya Dunia?

4. Menurut Anda, apa tujuan pengelolaan Warisan Budaya Dunia Catur Angga

Batukaru?

5. Menurut Anda, apa saja yang harus dilindungi dan diatur dalam pengelolaan

kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru?

6. Mengapa hal diatas perlu untuk dilindungi dan diatur dalam pengelolaan?

7. Menurut Anda, hal apa saja yang dapat mengancam atau melanggar peraturan dalam

pengelolaan demi melindungi hal-hal pada pertanyaan sebelumnya?

8. Apakah sanksi perlu diberlakukan untuk memastikan perlindungan terhadap

kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru?

9. Pedoman apa yang Anda gunakan untuk mengelola lahan sawah untuk melindungi

Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru selama ini?

10. Apakah Anda merasa dilibatkan dalam usaha pengelolaan dan pelestarian kawasan

Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru?

Page 14: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

11. Apakah Anda perlu untuk dilibatkan atau melakukan sesuatu dalam usaha

pelestarian dan pengelolaan kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga

Batukaru?

12. Apakah Anda merasa memiliki peran dalam usaha pengelolaan dan pelestarian

kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru?

13. Apa visi Anda dalam pelestarian lahan dan budaya kawasan Catur Angga Batukaru?

14. Apa tujuan jangka pendeknya (short term goals)?

15. Apa tujuan jangka panjangnya (long term goals)?

Step 2. Who is involved (pihak-pihak yang terlibat)

Tahapan ini mengidentifikasi pihak-pihak yang telah terlibat, dapat terlibat, dan perlu

untuk dilibatkan dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru. Pertanyaan umum yang

ditanyakan:

1. Apakah Anda tahu siapa (pemangku kepentingan) atau institusi mana saja yang

terlibat dalam pengelolaan kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru

saat ini?

2. Bagaimana keterlibatan dan peran mereka dalam pengelolaan kawasan Warisan

Budaya Dunia Catur Angga Batukaru?

3. Siapa yang membuat keputusan atau kebijakan setempat?

4. Siapa yang mengatur dan mengelola kawasan selama ini?

5. Bagaimana peran pekaseh, kelian tempek, dan petani dalam mengelola subak?

6. Siapa atau institusi yang perlu untuk dilibatkan dalam pengelolaan kawasan?

Page 15: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

3.4. Penafsiran Data

Peneliti menganalisa setiap informasi dan gagasan yang didapat dari dua langkah SSH

yang diterapkan dalam penelitian ini. Berbagai permasalahan yang muncul dikelompokkan dan

kemudian berbagai alasan untuk pengelolaan dirumuskan untuk dijadikan rancangan

perencanaan pelestarian dan pengelolaan kawasan.Informasi dan gagasan yang didapat dari

responden melalui pertanyaan vision for the future diterjemahkan menjadi visi dan misi

pelestarian dan pengelolaan jangan pendek dan jangka panjang. Sementara informasi dan

pendapat dari pertanyaan who is involved digunakan untuk mengidentifikasi pihak-pihak atau

pemangku kepentingan yang terlibat dan perlu dilibatkan dalam upaya pelestarian dan

pengelolaan kawasan. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini diserahkan kembali kepada

masyarakat, terutama petani di Kawasan Catur Angga Batukaru untuk mendapatkan masukan

(feedback).

Page 16: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Catur Angga Batukaru merupakan kawasan yang masuk ke dalam situs Warisan Budaya

Dunia Lanskap Budaya Bali. UNESCO menetapkan Lanskap Budaya Bali ke dalam Daftar

Situs Warisan Budaya Dunia di tahun 2012 di Saint Petersburg, Rusia. Lanskap Budaya

Provinsi Bali terdiri dari kawasan Pura Luhur Ulun Danu Batur dan Danau Batur, Daerah

Aliran Sungai (DAS) Pakerisan, Pura Taman Ayun, dan Lanskap Subak Catur Angga Batukaru.

Keempat kawasan tersebut menggambarkan sistem pengairan tradisional Bali yang dikenal

dengan nama subak. Subak dianggap mampu merefleksikan nilai filosofi Tri Hita Karana, tiga

penyebab kesejahteraan dan kebahagiaan menurut kepercayaan masyarakat Bali.Tri Hita

Karana terdiri dari hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (parhyangan),

manusia dengan manusia (pawongan), dan manusia dengan lingkungannya (palemahan).

Pembangunan yang berlangsung pesat terutama di sektor pariwisata mengancam

keberlangsungan sistem subak di Bali.Pemerintah Daerah didukung oleh Pemerintah Pusat

kemudian mengajukan Lanskap Budaya Provinsi Bali ke dalam Daftar Situs Warisan Budaya

Dunia UNESCO sebagai salah satu upaya untuk melindungi dan melestarikan sistem subak di

Bali. Pengakuan Lanskap Budaya Provinsi Bali sebagai Warisan Budaya Dunia menyebabkan

Pemerintah Indonesia, terutama Pemerintah Daerah Bali, untuk mengikuti Petunjuk Pelaksana

Pengelolaan Situs Warisan Budaya Dunia. Petunjuk Pelaksana Pengelolaan UNESCO

mengharuskan agar pemilik dan pengelola asli kawasan dilibatkan dalam upaya perlindungan

dan pengelolaan kawasan Warisan Budaya Dunia.

Penelitian ini melihat partisipasi petani, sebagai pemilik dan pengelola asli kawasan,

dalam pengelolaan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru. Catur Angga Batukaru

dipilih karena merupakan kawasan yang paling luas dibandingkan dengan kawasan lainnya

didalam Lanskap Budaya Provinsi Bali dan memiliki tingkat kompleksitas ekologi subak yang

paling lengkap. Kawasan Catur Angga Batukaru terdiri dari hutan, danau, pura-pura yang

terkait dalam sistem subak, desa, dan 20 subak yang termasuk didalamnya.Keterlibatan petani

dalam perlindungan dan pengelolaan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru oleh

karenanya menjadi sangat penting.Subak berkembang dan bertahan selama ribuan tahun karena

keterlibatan petani didalamnya.Penelitian ini melihat partisipasi petani dalam upaya

perlindungan dan pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru.

Penelitian ini terbagi kedalam dua bagian yaitu vision for the future dan who is

involved.Dua pertanyaan tersebut merupakan bagian dari Stepping Stones for Heritage yang

Page 17: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

diperkenalkan oleh Stepwise Heritage and Tourism.Vision for the future digunakan untuk

melihat pemahaman petani dalam memaknai Kawasan Catur Angga Batukaru sebagai Situs

Warisan Budaya Dunia UNESCO. Pemahaman petani tersebut penting untuk menentukan visi

dari pelestarian dan pengelolaan Kawasan Catur Angga Batukaru.Who is involved digunakan

untuk dapat mengidentifikasi para pemangku kepentingan selain petani dalam pelestarian dan

pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia di Bali.Identifikasi para pemangku kepentingan

sangat penting dilakukan agar peran dan pembagian tanggung jawab pengelolaan dapat

dilakukan.

5.1. Vision for the future

Penelitian ini dimulai dengan menanyakan status Warisan Budaya Dunia kepada para

petani yang dijadikan responden. Proses untuk menjadikan Kawasan Catur Angga Batukaru

sebagai Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO yang dimulai sejak tahun 2003 menyebabkan

semua petani tahu akan status Warisan Budaya Dunia yang disandang subak mereka sejak

tahun 2012. Selain karena mengikuti proses dari awal, para petani mendengar mengenai status

Warisan Budaya Dunia dari sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali

dan melalui media elektronik. Akan tetapi pengetahuan sebagai bagian dari Daftar Situs

Warisan Budaya Dunia tidak serta merta memberikan sistem pengelolaan yang efektif dalam

kawasan.

Para petani melihat bahwa pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan sangatlah

penting untuk mengacu pada filosofi Tri Hita Karana.Berbagai ritual dalam sistem subak harus

dilestarikan dan pengolahan lahan harus menggunakan pendekatan pertanian organik dan

berkelanjutan.Para petani harus tetap bekerja sama dalam pengolahan lahan pertanian melalui

keorganisasian subak. Adapun koordinasi dalam sistem subak yang harus dipertahankan

diantaranya; pengolahan tanah, sistem bagi air seperti tembuku dan lainnya, pemilihan bibit

lokal, penggunaan pupuk organik, dan pelestarian budaya bertani tradisional melalui berbagai

ritual dan upacara.

Beberapa tantangan yang ada dalam mempertahankan sistem subak di Bali saat ini,

diantaranya; (1) Meningkatnya harga kebutuhan ritual dan upacara dalam pengolahan

pertanian, (2) Persepsi anggota subak yang semakin berubah karena derasnya arus modernisasi,

(3) Kondisi air dan lingkungan yang semakin tidak mendukung sistem pertanian tradisional

karena alih fungsi lahan yang cukup tinggi di Bali, (4) Tingkat pendapatan sebagai petani yang

masih sangat rendah sehingga pekerjaan menjadi petani mulai ditinggalkan, (5) Meningkatnya

hama tanaman padi seperti tikus dan wereng, (6) Tidak semua lahan diketahui pemiliknya

Page 18: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

karena banyak lahan pertanian yang digarap oleh orang lain atau pekerja musiman, (7)

Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan, (9) Polusi di saluran irigasi terutama dari sampah

plastik dan kotoran dari peternakan-peternakan besar seperti ayam dan babi, (10) Kurangnya

infrastruktur pertanian seperti perbaikan pura-pura yang berkaitan dengan subak, balai subak,

jalan usaha tani, dan koperasi untuk petani, (11) Bantuan pemerintah yang kadang tidak sesuai,

seperti misalnya bantuan traktor yang terlalu besar sehingga tidak sesuai dan tidak bisa

digunakan. Petani memiliki keinginan untuk menjual dan membeli yang lebih kecil tapi tidak

diperbolehkan sehingga akhirnya traktor tersebut dibiarkan saja (12) Rendahnya tingkat

kepedulian generasi muda kepada kehidupan bertani di Bali karena dianggap pekerjaan kotor

dan tidak menguntungkan.

Beberapa tantangan yang dihadapi oleh petani diatas, alih fungsi lahan merupakan

ancaman yang paling utama dalam melestarikan sistem subak di Bali. Tanpa lahan persawahan,

maka subak dengan sendirinya akan hilang. Oleh karenanya, diperlukan upaya bersama dalam

mengurangi dan mencegah alih fungsi lahan yang berlangsung sangat cepat di Bali.Pelestarian

hutan sebagai daerah tangkapan air dan sumber mata air yang mengairi sawah-sawah dalam

sistem subak sangatlah penting untuk dilakukan. Seringkali terjadi penyalahgunaan air oleh

pihak-pihak lain selain petani, seperti untuk kebutuhan rumah tangga, pariwisata, dan

perusahaan swasta seperti air kemasan, sehingga kebutuhan air pertanian menjadi sangat

berkurang. Masyarakat yang tinggal dalam kawasan WBD merasa terbebani dengan

tanggungjawab untuk menjaga hutan.Selain itu, mereka tidak berdaya menghadapi perilaku

pihak luar kawasan seperti hotel, perusahaan air minum, dan lainnya yang tidak kontributif

terhadap pelestarian hutan.Berbagai flora dan fauna yang ada dalam sistem subak juga patut

dilestarikan untuk menjaga rantai makanan. Ini penting dilakukan untuk mengendalikan hama

karena beberapa diantara jenis flora dan fauna tersebut merupakan predator hama yang

menguntungkan petani dalam melakukan pengelolaan pertanian.

Kerjasama dari berbagai pihak atau pemangku kepentingan, dari petani, pemerintah

daerah dan pemerintah pusat, hingga pelaku industri lain yang memiliki pengaruh secara

langsung maupun tidak kepada sektor pertanian perlu dilakukan. Petani saja tidak bisa

dibebankan untuk melestarikan dan mempertahankan sistem subak di Bali. Pemerintah

seharusnya memberikan dukungan kepada subak dalam melakukan rangkaian upacara

pertanian karena harga upacara yang semakin mahal, mengakui dan membantu sosialisasi dan

penerapan awig-awig, memberikan asuransi untuk petani sehingga pada saat panen raya harga

tidak akan turun secara drastis dan jika terjadi gagal panen maka petani memiliki dana talangan

dari asuransi tersebut, memberikan subsidi gabah dan bukan pupuk karena petani berharap agar

Page 19: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

dapat kembali kepada sistem pertanian organik seperti dulu, melakukan reboisasi karena

terjadinya penurunan debit air dan ini harus dilakukan secara sekala dan niskala melalui matur

piuning, melakukan pembasmian hama dengan cara-cara tradisional dan bukan dengan bahan

kimia seperti pestisida, membantu pengajuan proposal-proposal ke dinas-dinas terkait untuk

mendukung kebutuhan pengolahan pertanian, membantu koordinasi antara subak dan desa,

mendukung pengembangan teknologi pertanian dan memberikan inovasi pengolahan limbah,

memberikan sanksi berupa teguran ataupun pidana dan perdata kalau terjadi pelanggaran, dan

memberikan hak swa-kelola sistem subak dengan bantuan dana dari pemerintah.

Subak sebagai sebuah ekosistem merupakan warisan dari leluhur untuk generasi

sekarang dan mendatang.Sistem pengelolaan yang efektif dibutuhkan agar keberlangsungan

subak terjamin.Upaya pelestarian dan pengelolaan yang dilakukan selama ini dirasa masih

lemah karena hanya melibatkan petani dan pemerintah kurang terlibat didalamnya.Pedoman

pengelolaan yang dipakai sejauh ini hanya pedolam Warisan Budaya Dunia yang diterbitkan

oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.Beberapa upaya yang dapat

dilakukan didalam pengelolaan yaitu; (1) Perlindungan terhadap hutan dan flora dan

fauna.Masyarakat sebaiknya dihimbau agar tidak semena-mena menebang hutan. Keberhasilan

pelestarian hutan akan menjamin penyimpanan air yang dibutuhkan dalam pertanian. Hutan

merupakan daerah tangkapan air yang dapat menjaga tingkat debit air.Perlindungan dan

pelestarian hutan juga penting untuk mencegah terjadinya bencana seperti kekeringan, longsor,

dan banjir. (2) Pengenalan sistem pertanian organik. Petani berpendapat bahwa pengurangan

penggunaan pupuk kimia dan peningkatan penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki

struktur kesuburan tanah dan meningkatkan kualitas hasil produksi padi. (3) Pelaksanaan

berbagai ritual dan upacara dalam subak yang harus dilestarikan. Pemerintah memiliki peran

disini untuk mendukung petani dalam menjalankan berbagai tradisi ritual yang diperlukan

dalam pengolahan lahan pertanian.Tingkat kebutuhan yang tinggi dan pendapatan masyarakat

tani yang masih rendah membutuhkan campur tangan pemerintah terutama dalam perlindungan

harga hasil produksi.Jika pendapatan petani meningkat, maka berbagai ritual yang dibutuhkan

dalam pengolahan pertanian dapat terus dilakukan.Ini dikarenakan biaya yang dibutuhkan

dalam melakukan berbagai ritual semakin meningkat.(4) Pencegahan alih fungsi lahan.

Pemerintah sebaiknya menghimbau masyarakat agar tidak menjual lahan atau mengalih-

fungsikan lahan pertanian.Walaupun subak memiliki awig-awig yang mengatur alih fungsi

lahan, seringkali pemerintah juga yang mengeluarkan ijin untuk jual-beli lahan maupun alih

fungsi lahan.Petani menganggap pemerintah daerah, terutama pemerintah lokal, belum

Page 20: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

memiliki keseriusan dalam pencegahan alih fungsi lahan baik melalui penetapan peraturan

daerah maupun pengimplementasian peraturan tersebut.

Pengelolaan yang efektif membutuhkan pengawasan didalamnya.Salah satu cara yang

dapat dilakukan untuk mengatasi pelanggaran dalam pelestarian dan pengelolaan Kawasan

Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru adalah dengan mengusulkan agar ada sanksi

tegas dari pemerintah baik secara pidana maupun perdata.Walaupun masing-masing subak

memiliki awig-awig, peraturan tradisional, seluruh responden sepakat bahwa sulit melawan ijin

yang dikeluarkan oleh pemerintah yang bertentangan dengan upaya pelestarian dan

pengelolaan kawasan.Pekaseh merupakan kunci dalam pengelolaan dan pengawasan sistem

pertanian dalam subak.Pekaseh sebagai ketua subak harus mampu mengkoordinasi krama

(anggota) subaknya dan menjembatani komunikasi antara subak, desa, pemerintah, dan

pemangku kepentingan lainnya. Berbagai tantangan yang ada dalam pelestarian dan

pengelolaan subak bisa diatasi kalau melibatkan pemerintah daerah, desa (kepala desa), desa

adat (bendesa adat), pekaseh, krama subak, pura (pemangku), puri, dan pihak lain yang harus

dilibatkan.

Harapan jangka pendek (short term goals) dalam upaya-upaya pelestarian dan

pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru adalah;

1. Bantuan dari pemerintah daerah dalam pengelolaan pertanian baik dari bantuan

teknologi maupun pengembangan pertanian organik.

2. Harus tetap diakui sebagai Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO. Status tersebut

telah memberikan keuntungan kepada pemilik lahan, walaupun berbagai kerja sama

baik secara internal maupun eksternal masih sangat perlu untuk ditingkatkan.

3. Pendidikan mengenai sistem subak agar kawasan pertanian menjadi lestari dan ajeg

dan menarik minat generasi muda untuk menjadi petani.

4. Bantuan pertanian perlu ditingkatan seperti subsidi harga padi, infrastruktur subak,

alat pertanian sesuai kegunaan, pompa air, dan sebagainya.

5. Rehabilitasi pura-pura yang terkait dengan subak seperti pura ulun suwi dan

kelengkapannya.

6. Meningkatkan kesejahteraan petani melalui pembangunan koperasi pertanian.

7. Penataran kepada pekaseh dan krama subak lain akan pedoman pengelolaan Kawasan

Warisan Budaya Dunia.

Harapan jangka panjang (long term goals) dalam upaya-upaya pelestarian dan

pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru adalah;

Page 21: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

1. Tetap diakui sebagai Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO. Status tersebut telah

memberi keuntungan kepada pemilik lahan, walapun kerja sama secara internal

maupun eksternal masih perlu untuk ditingkatkan

2. Tetap sebagai lahan pangan. Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada

kawasan agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang

3. Peningkatan insentif pertanian.

4. Peningkatan kesejahteraan petani, melestarikan panca usaha tani yang meliputi

pengolahan tanah, pemilihan bibit, pemupukan, panen, pemasaran.

Visi jangka pendek dan jangka panjang dalam pelestarian dan pengelolaan sistem subak

di Bali harus disepakati dan didukung oleh seluruh pemangku kepentingan yang terlibat.

5.2. Who is involved

Upaya pelestarian dan pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga

Batukaru dapat dilakukan apabila pihak-pihak atau pemangku kepentingan yang terlibat

didalamnya dapat diidentifikasi.Identifikasi pemangku kepentingan dalam sistem subak oleh

karenanya menjadi signifikan. Penelitian ini menemukan bahwa para pemangku kepentingan

tersebut diantaranya; petani dan pekaseh, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Kebudayaan,

Pemerintah Daerah, akademisi, puri, pemangku, Dinas Pekerjaan Umum, Desa Dinas, Desa

Adat, Kecamatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dinas Pertanian Kabupaten, Dinas

Pajak. Koordinasi dari berbagai pemangku kepentingan tersebut dapat membantu

keberlanjutan sistem subak melalui perbaikan saluran irigasi dan peningkatan hasil tani.

Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pajak

Kabupaten Tabanan dan dinas lainnya telah berkontribusi dalam memberikan keringanan

pembayaran pajak sebesar 50 persen kepada petani-petani yang masuk dalam Kawasan Catur

Angga Batukaru. Para petani di Kawasan Catur Angga Batukaru melihat bahwa semua

pemangku kepentingan yang disebutkan diatas telah terlibat dalam pengambilan keputusan,

akan tetapi peran Pemerintah Kabupaten dirasa masih sangat kurang. Pemerintah Daerah

dilihat masih sering memberikan ijin dan berlaku lunak kepada pelaku pelanggaran alih fungsi

lahan di Kawasan Catur Angga Batukaru.Pengurusan ijin penjualan tanah seharusnya melalui

pekaseh dan desa.Akan tetapi, peraturan baru dari Dinas Agraria yang memperbolehkan

penjualan atau perijinan hanya melalui desa tanpa melalui kesepakatan pekaseh membuat

banyaknya terjadi alih fungsi lahan sawah.Hal ini sering menimbulkan masalah ketika tanah

yang telah dijual pemilik yang baru meminta SPTT ke pekaseh.Petani juga melihat perlunya

Page 22: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

untuk melibatkan Dinas Pariwisata karena terjadinya peningkatan kunjungan wisatawan baik

domestik maupun internasional kedalam Kawasan Catur Angga Batukaru.Hal ini telah

menimbulkan konflik kepentingan antara petani sebagai pemilik dan pengelola lokal dengan

pelaku industri pariwisata yang banyak berasal dari luar kawasan.

Peran pekaseh, kelian tempek, dan petani dalam pengelolaan subak adalah untuk

pengaturan pembagian air, aci atau upakara serta pola tanam.Berdasarkan pada peran tersebut,

hubungan pekaseh, kelian tempek, dan petani adalah merupakan satu kesatuan.Peran mereka

dalam pengelolaan subak hanyalah sebatas koordinasi dan ini dilakukan dengan cara

melakukan pertemuan rutin yang diadakan tiap kali musim tanam dan bila terjadi masalah yang

perlu untuk didiskusikan bersama. Berikut adalah beberapa peran yang dilakukan oleh

pemangku kepentingan dalam pengelolaan subak:

1. Pekaseh berperan dalam memimpin subak, menjadi jembatan untuk menghubungkan

kepentingan krama subaknya dengan pemerintah, menunjang segala kegiatan yang

ada di subak seperti pembagian air dan upacara. Peran ini bertambah menjadi

pelaksana ketentuan-ketentuan pengelolaan Warisan Budaya Dunia semenjak

Kawasan Catur Angga Batukaru diakui oleh UNESCO.

2. Petani bertugas untuk mengatur keberlangsungan sawah dan melaksanakan kegiatan

sesuai dengan arahan pekaseh atau kelian tempek dan aci atau upakara.

3. Kelian tempek mengerahkan tenaga untuk kegiatan gotong royong di subak, saling

berkoordinasi, mendukung dengan kelian tempek lain, pekaseh, dan krama subaknya

secara terintegrasi.

4. Pura atau pemangku sebagai wadah untuk memohon keselamatan, pemimpin ritual

keagamaan untuk subak.

5. Puri sebagai pelindung di semua wilayah Tabanan dan juga ketika ada masalah hama

di sawah, krama subak akan tangkil atau menghadap ke puri sebagai panutan

termasuk dalam penentuan upakara.

6. Desa adat dan desa dinas dianggap memiliki peran otonom sehingga tugasnya hanya

untuk koordinasi atau penyampaian informasi saja. Secara khusus, desa adat ikut

terlibat dalam kegiatan prastiti sedangkan desa dinas mengawal dana bantuan untuk

subak, yaitu untuk menyatukan dan melestarikan subak.

7. Pemerintah Kabupaten berperan dalam mendukung program pertanian dan sebagai

penghubung masyarakat bawah. Peran ini dirasa belum optimal dilakukan.

Lembaga-lembaga yang ditugaskan untuk mensejahterakan pelaku usaha pertanian

Page 23: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

seperti Badan Penyuluh Lapangan (BPL) masih belum memberikan manfaat. Slogal

“Indah Serasi” hanya menjadi slogan dan tidak ada penerapannya.

8. Pemerintah Provinsi berperan dalam monitoring dan sudah terlaksana secara intensif

dan pemberian sumbangan pertanian yang juga sudah dilakukan. Pemerintah

Provinsi juga sudah lebih tanggap apabila terjadi pelanggaran.

9. Pemerintah Nasional berperandalam pengambil kebijakan untuk pelestarian

kawasan. Namun terkadang peran ini dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan di

lapangan, seperti subsidi pupuk dan bantuan irigasi yang terkadang kurang tepat

sasaran.

10. Akademisi seperti Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana memiliki peran

dalam pengakuan Warisan Budaya Dunia dan hingga sekarang masih sering

melakukan sosialisasi. Para akademisi telah memberikan dukungan terhadap

terbentuknya Forum Pekaseh dalam pelestarian dan pengelolaan Kawasan Warisan

Budaya Dunia Catur Angga Batukaru melalui berbagai penelitian dan fasilitasi.

11. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) belum memiliki peran yang jelas, walaupun

beberapa LSM terlibat dalam program pemetaan di dalam Kawasan Warisan Budaya

Dunia Catur Angga Batukaru dan pelaksanaan musyawarah subak.

12. Pelaku pariwisata masih belum terlibat dalam pelestarian dan pengelolaan Kawasan

Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru dan justru seringkali merusak

sehingga menjadi ancaman bagi pelestarian kawasan.

13. Lembaga asing yaitu UNESCO berperan dalam pemberian sertifikat Warisan

Budaya Dunia dan pengawasan terhadap upaya pengelolaan situs. Akan tetapi petani

berharap kedepannya UNESCO dapat memberikan bantuan sebagai penyalur

aspirasi petani.

Identifikasi pelaku atau pemangku kepentingan dan perannya akan memudahkan upaya-

upaya pelestarian dan pengelolan Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru.

Beberapa diantaranya yaitu;

1. Pengelolaan mampu mendirikan koperasi yang berfungsi untuk memasarkan hasil

panen para petani. Ini dilakukan untuk menghindari pemasaran hasil panen kepada

para tengkulak yang merugikan petani. Para tengkulak biasanya membeli hasil panen

petani dengan harga yang rendah.

2. Pengelolaan dapat menciptakan skema jasa lingkungan bagi para petani selaku

pengelola sumber daya air. Jasa lingkungan ini dibayar oleh pihak-pihak yang ikut

Page 24: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

menggunakan sumber air yang sama seperti pengelola hotel, rumah tangga, villa,

perusahaan air minum, dan sebagainya.

3. Pengelolaan dengan melibatkan pengembangan pariwisata di Kawasan Warisan

Budaya Dunia Catur Angga Batukaru dapat menunjang perekonomian petani

sekaligus melibatkan petani secara langsung dalam pariwisata, misalnya dengan

wisata budaya tanam padi, membajak sawah, dan sebagainya. Pengelolaan pariwisata

sebaiknya tidak dilakukan secara massif.

4. Pengelolaan yang baik dan efektif dapat menunjang usaha pertanian berkelanjutan di

masa depan. Penggunaan bibit lokal dan pupuk organik yang digabungkan dengan

penggunaan teknologi pertanian terbaru akan dapat menunjang pengolahan tanah

dengan tenaga dan waktu yang lebih efisien dengan hasil produksi yang lebih baik.

Page 25: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani merupakan pemangku kepentingan yang

memiliki peran utama sehingga harus dilibatkan dalam segala proses pembuatan kebijakan

terkait pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukaru. Selain itu,

pemerintah daerah harus meningkatkan perannya untuk mendukung petani sebagai pengelola

kawasan.Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa visi pengelolaan WBD yang utama adalah

untuk melestarikan budaya subak sesuai dengan nilai-nilai Tri Hita Karana serta penguatan

peran pekaseh dalam mengawasi pengelolaan Warisan Budaya Dunia Catur Angga

Batukaru.Pengelolaan yang sesuai dengan nilai-nilai Tri Hita Karana penting dilakukan karena

ketiganya saling terkait.

Pengelolaan seharusnya melihat petani dan pekaseh sebagai ujung tombak dalam

pelestarian sistem subak di Bali.Petani dan pekaseh membuat perarematau awig-awig atau

aturan baru kemudian diusulkan kepada pemerintah menyesuaikan kebijakan

pemerintah.Kalau pemerintah yang membuat kebijakan maka petani hanya bisa melakukan

demo bila terjadi pelanggaran.Pemerintah harus mempertimbangkan awig-awig atau perarem

dalam pengeluaran ijin.Kalau pemerintah mengeluarkan kebijakan sesuai dengan perarem

maka kecil kemungkinan terjadinya pelanggaran.Sanksi harus diberlakukan melalui peraturan

daerah.Bila terjadi jual beli tanah tanpa syarat, maka itu seharusnya dibatalkan secara

hokum.Bentuk sanksi disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan, misalnya dengan

memberi teguran di tempat, teguran tertulis, penindakan hokum atau penangkapan.Penegak

hokum tersebut bisa pekaseh melalui forum pekaseh, pemerintah daerah maupun pusat, dan

penegak hukum yaitu polisi.

Page 26: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM … · dalam memahami partisipasi petani dalam pengelolaan kawasan Catur Angga Batukaru.Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner berisi

DAFTAR PUSTAKA

Bainton, Nicholas A., Chriss Ballard, Kirsty Gillespie, Nicholas Hall. (2011).

“Stepping Stones Across the Lihir Islands: Developing Cultural Heritage Management

in the Context of a Gold-Mining Operation” dalam International Journal of Cultural

Property, No. 18, International Cultural Property Society.

Berg, B. (1989). “Qualitative Research Methods for the Social Sciences”, Allyn & Bacon,

Boston.

Filler, Colin. (1997). “Compensation, Rent, and Power in Papua New Guinea” dalam

Compensation for Resource Development in Papua New Guinea, editor: Susan Toft,

Australian National University, Canberra.

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan Pemerintah Provinsi Bali. (2011). “Nomination

for inscription on the UNESCO World Heritage List, Cultural Landscape of Bali

Province”, Indonesia.

Lansing, J. Stephen, Yunus Arbi, dan D.A. Wiwik Dharmiasih. (2011). “The Proposal to Create

a UNESCO World Heritage Cultural Landscape: Celebrating the Subaks and Water

Temples of Bali” dalam Bali dalam Proses Pembentukan Karakter Bangsa, editor: I

Nyoman Darma Putra dan I Gde Pitana, Pustaka Larasan, Denpasar.

Ratna, Nyoman Kutha. (2008). “Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik”, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

UNESCO. (2010). “The Power of Culture for Development”, Paris.

UNESCO. (2012). “Decision 36 COM 8B.26. 36th Session of the World Heritage Committee,

Saint Petersburg, Russian Federation.Diakses dari

http://whc.unesco.org/en/decisions/4797 tanggal 10 April 2015.

UNESCO. (2014). “38th COM 7B.14. 38th Session of World Heritage Conference, Doha, Qatar.

Diakses dari http://whc.unesco.org/en/decisions/6002 tanggal 12 April 2015