lapkas tifoid

70
IDENTITAS PASIEN Nama : An. Nadila pobela Umur : 10 tahun 5 bulan Alamat : Mogolaing Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal masuk RS SM : 18 Juni 2014 RIWAYAT PENYAKIT Keluhan Utama : panas tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT SEKARANG Pasien datang dengan keluhan utama panas tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas timbul mendadak tinggi hingga 39º C, bersifat naik turun dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak disertai kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke dokter dan diberi obat puyer penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi. Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang batuk berdahak sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas. Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada muntah 1 kali, cair, ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira sebanyak ½ gelas aqua (±100 cc). Pasien juga mengeluh belum BAB ± 3 hari SMRS.BAK normal. Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga dan lingkungan keluarga

Upload: annas-lantip-abdullah

Post on 20-Jul-2016

65 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapkas tifoid

IDENTITAS PASIENNama : An. Nadila pobelaUmur : 10 tahun 5 bulanAlamat : MogolaingJenis Kelamin : PerempuanTanggal masuk RS SM : 18 Juni 2014

RIWAYAT PENYAKITKeluhan Utama : panas tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah

sakit

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT SEKARANGPasien datang dengan keluhan utama panas tinggi sejak 4 hari sebelum

masuk rumah sakit. Panas timbul mendadak tinggi hingga 39º C, bersifat naik turun dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak disertai kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke dokter dan diberi obat puyer penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi. Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang batuk berdahak sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas.

Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada muntah 1 kali, cair, ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira sebanyak ½ gelas aqua (±100 cc). Pasien juga mengeluh belum BAB ± 3 hari SMRS.BAK normal.

Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga dan lingkungan keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berdarah ataupun mengalami sakit serupa.

Riwayat makan : Sebelum sakit pasien makan banyak 3 kali sehari atau lebih, porsi cukup dan bervariasi. Kadang-kadang pasien suka jajan makanan dan minuman di luar rumah, seperti burger dan chiki-chikian. Namun, saat sakit nafsu makan pasien berkurang.

Riwayat BAB : Sebelum sakit BAB pasien lancar, teratur 1x sehari, konsistensi lunak, warna coklat kekuningan, darah (-), lendir (-). Saat sakit pasien mengeluh susah BAB.

Page 2: lapkas tifoid

Riwayat BAK : Lancar, banyak, kuning, tidak nyeri sewaktu BAK.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA Tidak ada riwayat alergi. Tidak ada riwayat asma Tidak ada riwayat penyakit flek paru Tidak ada riwayat kejang

A. Riwayat Penyakit yang Pernah DideritaPenyakit Umur Penyakit Umur

Diare - Darah -

Otitis - Difteri -

Radang paru - Morbili -

Tuberkulosis - Parotitis -Kejang - Demam berdarah -

Ginjal - Demam Typhoid -

Jantung - Operasi -Cacingan - Kecelakaan -

Alergi (biduran) - Lain – lain -

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGADi keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit tertentu. Sekarang

tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Page 3: lapkas tifoid

Tanggal : 18 Juni 2014

PEMERIKSAAN UMUM Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis Tanda vital :

Frekuensi nadi : 120x / menit Tekanan darah : 110 / 80 mmHg Frekuensi napas : 30x / menit Suhu tubuh : 38,1 C

DATA ANTROPOMETRI Berat badan : 22 kg Tinggi badan : 115 cm Lingkar kepala : 54 cm Lingkar lengan atas : 29 cm

PEMERIKSAAN SISTEMATIS

KEPALA Bentuk dan ukuran : normocephal Rambut dan kulit kepala : hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut Mata : palpebra superior tidak edema, mata tidak

cekung, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak anemis, pupil bulat isokor, diameter 3mm, refleks cahaya +/+

Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret

Hidung : bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada sekret, tidak ada pernapasan cuping hidung

Mulut : bentuk normal, bibir tidak kering, tidak ada sianosis, tidak keluar darah dari mulut, ditemukan adanya stomatitis, lidah kotor di bagian tengah, tepi lidah hiperemis, tidak ada tremor lidah

Tenggorokan : faring tidak hiperemis, tonsil T1 tenang Leher : trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba,

kelenjar submandibula, supra-infra clavicula dan cervical tidak teraba

THORAX

Page 4: lapkas tifoid

Paru- Inspeksi : pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan

dinamis, tidak terdapat retraksi intercostae dan suprasternal- Palpasi : stem fremitus kanan-kiri dan depan-belakang sama kuat- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru batas paru-hepar di ICS VI

MCL dektra- Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/-

Jantung- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak- Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri- Perkusi : redup, batas jantung kiri : sela iga V linea midclavicula

sinistra kanan : parasternal

atas : sela iga II linea parasternal sinistra

- Auskultasi : BJ I dan II murni, murmur (-), Gallop (-)

ABDOMEN- Inspeksi : tampak datar- Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, defans muskular (-)- Perkusi : timpani, shifting dullness (-), meteorismus (+)- Auskultasi : bising usus (+) normal

GENITALIA : ♀, bentuk normal

ANUS REKTUM : tidak tampak kelainan dari luar

EKSTREMITAS : akral hangat, tidak sianosis, tidak ada edema, tidak ada deformitas

KULIT : turgor baik, petechiae (-)

KGB : submandibula, cervical, supra-infra clavicula, axilla, inguinal tidak teraba

Page 5: lapkas tifoid

PEMERIKSAAN LABORATORIUMTanggal 18 Juni 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

HematologiHemoglobin 13,2 gr% 11,7-15,5Hematokrit 36,9 vol% 35-47Trombosit 295.000/μl 150.000-440.000Leukosit 6.000/μl 3.600-11.000

Serologi WidalSalmonella Typhi O (+) 1/320Salmonella Typhi H (+) 1/160Salmonella Paratyphi A O (+) 1/40Salmonella Paratyphi A H (-)Salmonella Paratyphi B O (+) 1/40Salmonella Paratyphi B H (-)Salmonella Paratyphi C O (+) 1/80Salmonella Paratyphi C H (+) 1/40

RESUME

Telah diperiksa seorang anak berumur 10 tahun 5 bulan datang ke RSU Kota Kotamobagu dengan keluhan utama demam tinggi mendadak yang hilang timbul sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik turun terutama sore menjelang malam hari, menggigil dan mengigau. Pasien juga menderita mual dan sempat muntah 1x cair, ada lendir,tidak ada darah, kira-kira sebanyak 1/2 gelas aqua sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh susah BAB sejak ± 3hari SMRS, BAK pasien normal. Tidak ada yang menderita kelainan serupa di keluarga dan lingkungan tetangga. Pasien sering jajan makanan di luar rumah. Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap debu, dingin dan susu sapi saat bayi.

Pada pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, tampak sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis.

Tanda vital : Frekuensi nadi : 120 x/menit, regular, isi cukup, teraba kuat Tekanan darah : 110/80 mm Hg Frekuensi napas : 30 x/menit Suhu tubuh : 38,1ºC

Pada pemeriksaan sistematis didapatkan lidah yang kotor pada bagian permukaan dan hiperemis pada tepi lidah. Cor dan pulmo dalam batas normal.

Page 6: lapkas tifoid

Pada pemeriksaan laboatorium pada tanggal 18 Juni 2014 didapatkan hasil positif pada serologi Salmonella Typhi O (+) 1/320.

DIAGNOSASusp. Demam tifoid

DIAGNOSA BANDING- DHF- ISK- Bronkitis- Influenza- TB paru - Demam paratifoid- Bronkopneumonia

PENATALAKSANAAN Tirah baring selama ±2 minggu Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat.

CausalKloramfenikol : 44 kg x 50 mg/kgBB/hari (dibagi 4 dosis)

: 4 x 550 mg sehari Simptomatis

Paracetamol : 44 kg x 10 mg/kgBB/kali: 3 x 440 mg (bila demam)

Metoclopramid : 44 kg x 0,1 mg/kgBB/kali: 4,4 mg (bila mual)

ANJURAN PEMERIKSAAN Kultur darah (gaal) Kultur feses Pemeriksaan urine lengkap Pemeriksaan foto thorax Tes mantoux Widal ulang

PROGNOSAAd vitam : bonamAd fungtionam : bonamAd sanationam : bonam

Page 7: lapkas tifoid

ANALISA KASUS

Demam typhoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Pada kasus khas terdapat demam remitten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga.

Pada pasien ini di tegakkan diagnosa demam typhoid tanpa komplikasi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan :Anamnesis:

Pasien demam 7 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan demam turun pagi harinya sehingga pasien dapat bersekolah pada pagi harinya (aktivitas pasien tidak terganggu)

Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa mual dan konstipasi Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas

kebersihannya

Pada pasien ini pemerikasaan fisiknya ditemukan : Didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, keadaan umum yang

sedang, tanpa gangguan kesadaran Pada lidah pasien ditemukan kotor pada tengahnya dan hiperemis pada

pinggirnya, tremor (-) Hepatomegali 2 cm dibawah arcus costae, tepi tajam, permukaan licin,

konsistensi kenyal, dan nyeri tekan (+)

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa demam typhoid dibagi dalam 3 kelompok, yaitu (1) isolasi kuman penyebab demam typhoid melalui biakan kuman dari spesimen penderita seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan duodenum dan rose spot, (2) uji serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen, (3) pemeriksaan melacak DNA kuman S. Tyhpi

Diagnosis demam typhoid dengan biakan kuman sebenarnya amat diagnostik, namun identifikasi kuman memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan darah positif pada 40-60% kasus yang diperiksa pada minggu pertama sakit, sedangkan biakan feses atau urin akan positif setelah minggu pertama. Biakan dari sumsum tulang akan positif pada penyakit stadium lanjut, dan merupakan pemeriksaan yang paling sensitif. Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typhoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain (1) jumlah darah yang diambil, (2) perbandingan volume darah dan media empedu, (3) waktu pengambilan darah.

Page 8: lapkas tifoid

Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur darah karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui hasilnya dan pemeriksaan melacak DNA tidak dilakukan karena biaya yang mahal dan fasilitas rumah sakit yang terbatas.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan serologis dan didapatkan hasil positif pada serologi Salmonella typhi O dan Salmonella paratyphi CO sebesar 1/320. Walaupun uji serologi Widal untuk menunjang diagnosis demam typhoid telah luas digunakan namun manfaatnya masih menjadi perdebatan.

Penatalaksanaan penderita dengan demam typhoid, terutama pada pasien ini dengan perawatan bed rest, pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna dengan kalori dan protein yang cukup dan rendah serat. Pemberiaan obat-obatan diberikan antibiotik kloramfenikol sebesar 550 mg perkali pemberian 4 x sehari sebagai pengobatan kausalnya. Selain itu diberikan antipiretik (paracetamol), anti mual (metoklopramid), dan ekspektorant (Gliseril Guaiakolat) sebagai pengobatan simptomatis.

Untuk memastikan diagnosa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur darah atau urin atau feses.

Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena tidak ada keluhan dan ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan untuk istirahat dan mobilisasi bertahap, diet makanan lunak, dan melanjutkan antibiotik sampai 5 hari bebas demam.

Page 9: lapkas tifoid
Page 10: lapkas tifoid

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM TIFOID

DEFINISI

Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enterik fever, Eberth disease) adalah

penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan

gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan

gangguan kesadaran.

Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan

bakteriemia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi

bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa,

kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.1

EPIDEMIOLOGI

Insiden, cara penyebaran dan konsekuensi demam enterik sangat berbeda

di negara maju dan yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara

maju. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus

demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sisanya disebabkan oleh

Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada

umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.2 Sebagian besar dari

penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur

di atas lima tahun.5

Diperkirakan setiap tahun masih terdapat 35 juta kasus dengan 500.000

kematian di seluruh dunia. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk

negara dengan pendapatan yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara,

Afrika, dan Amerika Latin.

Page 11: lapkas tifoid

Di negara-negara berkembang perkiraan angka kejadian demam tifoid

bervariasi dari 10 sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka kejadian

demam tifoid turun dengan adanya perbaikan sanitasi pembuangan di berbagai

negara berkembang. Di negara maju perkiraan angka kejadian demam tifoid

lebih rendah yakni setiap tahun terdapat 0,2 – 0,7 kasus per 100.000 penduduk

di Eropa Barat; Amerika Serikat dan Jepang serta 4,3 sampai 14,5 kasus per

100.000 penduduk di Eropa Selatan. Di Indonesia demam tifoid masih

merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi. Angka

kejadian demam tifoid di Indonesia diperkirakan 350-810 kasus per 100.000

penduduk per tahun; atau kurang lebih sekitar 600.000 – 1,5 juta kasus setiap

tahunnya. Diantara penyakit yang tergolong penyakit infeksi usus, demam tifoid

menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak

RSCM sejak tahun 1992 – 1996 tercatat 550 kasus demam tifoid yang dirawat

dengan angka kematian antara 2,63 – 5,13%.6

Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit ini

sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang

diperhatikan.7

ETIOLOGI

Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella

typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella

paratyphi C. Jika penyebabnya adalah Salmonella paratyphi, gejalanya lebih

ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Pada minggu

pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam

lainnya. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman

untuk konfirmasi.8

Salmonella typhi termasuk bakteri famili Enterobacteriaceae dari genus

Salmonella. Kuman Salmonella typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak

Page 12: lapkas tifoid

berspora, motile, berflagela, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal

370C (150C-410C), bersifat fakultatif anaerob, dan hidup subur pada media yang

mengandung empedu. Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,40C selama satu

jam dan 600C selama 15 menit, serta tahan pada pembekuan dalam jangka lama.

Salmonella mempunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa,

namun tidak terhadap laktosa atau sukrosa.9

Salmonella typhi dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan

beku, peka terhadap proses klorinasi dan pasteurisasi pada suhu 63 0C.

Organisme ini juga dapat bertahan hidup beberapa minggu dalam air, es, debu,

sampah kering, pakaian, mampu bertahan disampah mentah selama 1 minggu,

dan dapat bertahan serta berkembang biak dalam susu, daging, telur, atau

produknya tanpa merubah warna dan bentuknya. Manusia merupakan satu-

satunya sumber penularan alami Salmonella typhi melalui kontak langsung

maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau karier

kronis.3

Bakteri ini berasal dari feses manusia yang sedang menderita demam

tifoid atau karier Salmonella typhi. Mungkin tidak ada orang Indonesia yang

tidak pernah menelan bakteri ini. Bila hanya sedikit tertelan, biasanya orang

tidak menderita demam tifoid. Namun bakteri yang sedikit demi sedikit masuk

ke tubuh menimbulkan suatu reaksi serologi Widal yang positif dan bermakna.10

Salmonella typhi sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam antigen,

yaitu:

- Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (tidak menyebar)

- Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat

termolabil.

- Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman

dan melindungi O antigen terhadap fagositosis

Page 13: lapkas tifoid

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan

menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut

aglutinin.

Ada 3 spesies utama yaitu :

- Salmonella typhosa (satu serotype)

- Salmonella choleraesius (satu serotype)

- Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotype)2

Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga

macam antigen tersebut. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida

kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan

endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang

berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.1

Dosis infeksius S. enterica serotipe typhi pada pasien bervariasi dari 1000

hingga 1 juta organisme. Strain Vi negatif dari Salmonella enterica serotipe

typhi ini kurang infeksius dan kurang virulen dibandingkan strain Vi positif.

Untuk dapat mencapai usus halus biasanya Salmonella typhi ini harus dapat

bertahan melalui sawar asam lambung dan kemudian melekat pada sel mukosa

serta melakukan invasi. Sel M sebagai sel epitel khusus yang melapisi sepanjang

lapisan Peyer ini merupakan tempat potensial Salmonella typhi untuk invasi dan

sebagai transpor menuju jaringan limfoid. Pasca penetrasi, bakteri ini menuju ke

dalam folikel limfoid intestinal dan nodus limfe mesenterik dan kemudian

masuk dalam sel retikuloendotelial dalam hati dan limpa. Pada keadaan ini

terdapat perubahan degeneratif, proliferatif, dan granulomatosa pada villi,

kelenjar kript, lamina propria usus halus, dan kelenjar limfe mesenterica.6

Organisme Salmonella typhi mampu bertahan hidup dan bermultiplikasi

dalam fagosit mononuklear folikel limfoid, hati, dan limpa. Faktor penting

proses ini mencakup jumlah bakteri, tingkat, tingkat virulensi dan respon tubuh.

Page 14: lapkas tifoid

Bakteri ini kemudian dilepaskan dari habitat intraseluler masuk aliran darah.

Masa inkubasi ini berkisar 7-14 hari. Pada fase bakteriemi, bakteri akan

menyebar dan tempat infeksi sekunder paling sering ialah hati, limpa, sumsum

tulang, kandung empedu, dan lapisan Peyer ileum terminal. Invasi kandung

empedu terjadi langsung dari asam empedu. Jumlah bakteri pada fase akut

diperkirakan 1 bakteri /ml darah (sekitar 66 % dalam sel fagositik) dan sekitar

10 bakteri /ml sumsum tulang. Walaupun Salmonella typhi menghasilkan

endotoksin namun angka mortalitas stadium ini < 1 %. Studi menunjukkan

peningkatan kadar proinflamasi dan sitokin anti inflamasi dalam sirkulasi pasien

tifoid.1

PATOLOGI

Huckstep membagi patologi dalam plaque Peyeri dalam empat fase.

Keempat fase ini akan terjadi secara berurutan bila tidak segera diberikan

antibiotik yaitu :

Fase 1 : hiperplasia folikel limfoid

Fase 2 : nekrosis folikel limfoid selama seminggu kedua melibatkan

mukosa dan submukosa

Fase 3 : ulserasi pada aksis panjang bowel dengan kemungkinan

perforasi dan pendarahan

Fase 4 : penyembuhan terjadi pada minggu keempat dan tidak

menyebabkan terbentuknya struktur seperti pada tuberkulosis bowel.11

Ileum merupakan lokasi patologi tifoid klasik, tetapi folikel limfoid pada

bagian traktus gastrointestinal lainnya juga dapat terlibat seperti yeyunum dan

kolon ascending. Ileum biasanya mengandung plaque Peyeri lebih banyak dan

luas dibandingkan yeyunum. Jumlah folikel limfoid akan berkurang seiring

dengan pertambahan usia.11

Page 15: lapkas tifoid

PATOFISIOLOGI

Beberapa faktor yang ikut berperan penting dalam patofisiologi demam

tifoid berdasarkan penelitian terbaru ialah :

a. bacterial type III protein secretion system (TTSS)

b. lima gen virulensi (A< B< C< D< dan E) of Salmonella spp yang

mengkode Sips (Salmonella Invasion Proteins).

c. Reseptor Toll R2 and Toll R4 dijumpai pada permukaan makrofag

yang berperan penting dalam signalisasi yang diperantarai LPS

dalam makrofag

d. Mekanisme pertahanan tubuh antara lumen intestinal dan organ

dalam

e. Peranan fundamental sel endotelial pada deviasi inflamasi dari

aliran darah menuju jaringan yang terinfeksi bakteri.12

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut

bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman

sampai lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang

bersifat kimiawi yaitu, adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang

dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat

melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah kuman yang masuk dan (2)

kondisi asam lambung.9

Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 103-

109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat

menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman

akan terbunuh dengan cepat. Pada penderita yang mengalami gastrektomi,

hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan mempengaruhi kondisi asam

Page 16: lapkas tifoid

lambung. Pada keadaan tersebut Salmonella typhi lebih mudah melewati

pertahanan tubuh.8

Sebagian kuman yang tidak mati akan mencapai usus halus yang

memiliki mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus.

Tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh

non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri

anaerob di usus juga akan merintangi pertumbuhan kuman dengan pembentukan

asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan suasana asam. Bila kuman

berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, maka kuman akan

melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus, kuman akan

masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan

difagositosis oleh monosit dan makrofag. Namun demikian Salmonella typhi

dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena adanya

perlindungan oleh kapsul kuman. Melalui plak peyeri pada ileum distal bakteri

masuk ke dalam KGB mesenterium dan mencapai aliran darah melalui duktus

torasikus menyebabkan bakteriemia pertama yg asimptomatis.9

Kemudian kuman akan masuk kedalam organ–organ system

retikuloendotelial (RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut

akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Dari sini kuman akan masuk ke

dalam peredaran darah, sehingga terjadi bakteriemia kedua yang simptomatis

(menimbulkan gejala klinis). Disamping itu kuman yang ada didalam hepar akan

masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak disana, lalu kuman

tersebut bersama dengan asam empedu dikeluarkan dan masuk ke dalam usus

halus. Kemudian kuman akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan

tukak yang berbentuk lojong pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut

dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang

menimbulkan gejala peritonitis.1

Page 17: lapkas tifoid

Pada masa bakteriemia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan

kimianya sama dengan somatic antigen (lipopolisakarida). Endotoksin sangat

berperan membantu proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak

yaitu merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan

yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi

pusat termoregulator di hypothalamus yang mengakibatkan terjadinya demam.1

Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.5

Akhir-akhir ini beberapa peneliti mengajukan patogenesis terjadinya

manifestasi klinis sebagai berikut: Makrofag pada penderita akan menghasilkan

substansi aktif yang disebut monokin, selanjutnya monokin ini dapat

menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun, instabilitas

vaskuler, depresi sumsum tulang, dan panas.

Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh

makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah berdegenerasi

yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini beragregasi, terbentuklah nodul.

Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe mesenterium,

limpa, hati, sumsum tulang, dan organ-organ yang terinfeksi.

Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi

(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua), dan ulserasi (minggu ketiga) serta

bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk

bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat

menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak didapatkan

pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital.2

GEJALA KLINIK

Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang

ringan bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun

Page 18: lapkas tifoid

gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2)

gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran.5

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit.

Demam pada pasien demam tifoid disebut step ladder temperature chart yang

ditandai dengan demam timbul indisius, kemudian naik secara bertahap tiap

harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu

demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan

secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses

jaringan lunak, maka demam akan menetap. Demam lebih tinggi saat sore dan

malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam sudah tinggi

pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat seperti

kesadaran berkabut atau delirium, atau penurunan kesadaran.1

Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat

ditemukan gejala prodromal, yaitu: anoreksia, letargia, malaise, dullness, nyeri

kepala, batuk non produktif, bradicardia. Timbulnya gejala klinis biasanya

bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri

kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran

hati dan limpa, serta gangguan status mental.1 Pada sebagian pasien lidah

tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan juga

banyak dijumpai meteorismus. Sembelit dapat merupakan gangguan

gastrointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua timbul diare. Diare

hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi, sedangkan sembelit lebih

jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat meningkat. Lemah,

anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan diare, menjadi berat.

Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu tubuh tinggi dengan

bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Roseola

(bercak makulopapular) berwarna merah, ukuran 2-4 mm, dapat timbul pada

kulit dada dan abdomen, ekstremitas, dan punggung, timbul pada akhir minggu

pertama dan awal minggu kedua, ditemukan pada 40-80% penderita dan

Page 19: lapkas tifoid

berlangsung singkat (2-3 hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu,

gejala dan tanda klinis menghilang, namun malaise dan letargi menetap sampai

1-2 bulan.2

Fase relaps adalah keadaan berulangnya gejala penyakit tifus, akan tetapi

berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah

suhu badan normal kembali. Terjadi sukar diterangkan, seperti halnya keadaan

kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi

yang cukup berat Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam

organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil

bersamaan dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.5 Sepuluh persen

dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.6

Rifai dkk, melaporkan dalam penelitiannya di Rumah Sakit Karantina,

Jakarta, diare lebih sering ditemukan dari pada sembelit, masing-masing 39,47%

dan 15,79% pada anak. Gejala sakit kepala ditemukan pada 76,32% anak, nyeri

perut 60,5%, muntah 26,32%, mual 42,11%, gangguan kesadaran 34,21%,

gangguan mental berupa apatis ditemukan 31,58% dan delirium pada 2,63%

anak. Penulis lain melaporkan ditemukannya lidah khas tifoid.1

Anak usia sekolah dan remaja

Gejala awal demam, malaise, anoreksia, mialgia, nyeri kepala, dan nyeri

perut berkembang selama 2-3 hari, walaupun diare berkonsistensi mungkin ada

selama awal perjalanan penyakit, konstipasi kemudian menjadi gejala yang lebih

mencolok, mual muntah adalah jarang dan memberi kesan komplikasi terutama

jika terjadi pada minggu ke-2 atau ke-3. Batuk dan epistaksis mungkin ada.

Kelesuhan berat dapat terjadi pada beberapa anak. Demam yang terjadi secara

bertingkat menjadi tidak turun-turun dan tinggi dalam 1 minggu, sering

mencapai 40 0C.8

Page 20: lapkas tifoid

Tanda-tanda fisik adalah bradikardi relatif, yang tidak seimbang dengan

tingginya demam. Hepatomegali, splenomegali, dan perut kembung dengan

nyeri difus, terjadi pada minggu ke-2 penyakit.8

Bayi dan Anak Muda (< 5 tahun)

Demam enterik relatif jarang pada kelompok umur ini. Demam ringan dan

malaise, salah interpretasi sebagai sindrom virus, ditemukan pada bayi dengan

demam tifoid terbukti secara biakan . Diare lebih lazim pada anak muda dengan

demam tifoid daripada orang dewasa, membawa pada diagnosis gastroenteritis

akut. Yang lain dapat datang dengan tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi

saluran pernafasan bawah.

Neonatus

Disamping kemampuannya menyebabkan aborsi dan persalinan prematur,

demam enterik selama kehamilan dapat ditularkan secara vertikal. Penyakit

neonatus biasanya mulai dalam 3 hari persalinan. Muntah, diare ,dan kembung

sering ada. Suhu bervariasi, tetapi dapat setinggi 40,5 0C. Dapat terjadi kejang-

kejang. Hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan mungkin

nyata.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

Demam yang naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada

akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering

mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare

atau konstipasi, muntah, perut kembung. Pada demam tifoid berat dapat

dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus.

2. Pemeriksaan fisik

Page 21: lapkas tifoid

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.

Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu

di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus,

hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang

dijumpai terdengar ronki pada pemeriksaan paru.

3. Pemeriksaan penunjang

# Darah tepi perifer

- Anemia

Pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe,

atau perdarahan usus.

- Leukopenia

Namun jarang kurang dari 3000/ul

- Limfositosis relatif

- Trombositopenia

Terutama pada demam tifoid berat.

# Pemeriksaan serologi

- Serologi Widal

Kenaikan titer Salmonella typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer

fase akut ke fase konvalesens.

- Kadar IgM dan IgG (Typhidot)

# Pemeriksaan biakan Salmonella

- Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.

- Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4.

# Pemeriksaan radiologik

- Foto toraks

Apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia.

- Foto abdomen

Apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus

atau perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak distribusi

Page 22: lapkas tifoid

udara tak merata, tampak air fluid level, bayangan radiolusen di daerah

hepar, dan udara bebas pada abdomen.1

DIAGNOSIS BANDING

Sesuai dengan perjalanan penyakit tifoid, permulaan sakit harus dibedakan

antara lain :2

# Bronkitis

# Influensa

# Bronkopneumonia

Pada stadium selanjutnya :

# Demam paratifoid

# Malaria

# TBC milier

# Pielitis

# Meningitis

# Endokarditis bakterial

# Rickettsia

Pada stadium toksik :

# Leukemia

# Limfoma

# Penyakit Hodgkin

PEMERIKSAAN FISIK

Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

1. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat

febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh

cenderung meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita

terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-

angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu III.

2. Gangguan saluran cerna

Page 23: lapkas tifoid

Pada mulut; nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah- pecah

(rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue).,

ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya

kembung (meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri

pada perabaan. Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih

tua dan remaja, akan tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada

anak yang lebih muda.

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam

berupa apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopr, coma atau gelisah.

Disamping gejala-gejala diatas yang biasa ditemukan mungkin juga dapat

ditemukan gejala-gejala lain:

- Roseola atau rose spot; pada punggung, upper abdomen dan, lower

chest dapat ditemukan rose spot (roseola), yaitu bintik-bintik merah

dengan diameter 2-4 mm yang akan hilang dengan penekanan dan

sukar didapat pada orang yang bekulit gelap. Rose spot timbul karena

embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada

minggu pertama demam.

- Bradikardia relatif; Kadang-kadang dijumpai bradikardia relative yang

biasanya ditemukan pada awal minggu ke II dan nadi mempunyai

karakteristik notch (dicrotic notch).5,13

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran klinis pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya

ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam

menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu

untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan

laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu

Page 24: lapkas tifoid

menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi,

bakteriologis dan serologis.

1. Pemeriksaan yang menyokong diagnosis.

a. Pemeriksaan darah tepi.

Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia

pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.

Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium

yang sederhana akan tetapi berguna untuk membuat diagnosis yang cepat.5

Pada 2 minggu pertama demam dijumpai leukopenia dengan

neutropenia dan limfositosis relatif. Leukopenia dapat dijumpai tetapi jarang

hingga di bawah 3000/ul. Trombositopenia juga dapat terjadi bahkan dapat

berlangsung beberapa minggu. Adanya leukositosis menunjukkan

kemungkinan perforasi usus atau supurasi. Pada penderita demam tifoid

sering dijumpai anemia normositik normokrom. Anemia normositik

normokrom terjadi akibat perdarahan usus atau supresi sumsum tulang. Pada

20% penderita demam tifoid terjadi perdarahan intestinal tersamar.14

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak

termasuk pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum

tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem

eritropoesis, granulopoesis, dan trombopoesis berkurang.5

2. Pemeriksaan untuk membuat diagnosa

a. Pemeriksaan kultur

Diagnosis pasti dengan Salmonella typhii dapat diisolasi dari darah,

sumsum tulang, tinja, urin, dan cairan duodenum dengan cara dibiakkan

Page 25: lapkas tifoid

dalam media ( kultur). Pengetahuan mengenai patogenesis penyakit sangat

penting untuk menentukan waktu pengambilan spesimen yang optimal.

Salmonella typhi dapat diisolasi dari darah atau sumsum tulang pada 2

minggu pertama demam. Pada 90% penderita demam tifoid, kultur darah

positif pada minggu pertama demam dan pada saat penyakit kambuh. Setelah

minggu pertama, frekuensi Salmonella typhi yang dapat diisolasi dari darah

menurun. Pada akhir minggu ke 3 hanya dapat ditemukan pada 50%

penderita, setelah minggu ke 3 pada kurang dari 30% penderita. Sensitifitas

kultur darah menurun pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotik.

Kultur sumsum tulang lebih sensitif bila dibandingkan dengan kultur darah

dan tetap positif walaupun setelah pemberian antibiotik dan tidak

dipengaruhi waktu pengambilan.2

Salmonella typhi lebih mudah diisolasi dari tinja antara minggu ke-3

sampai minggu ke-5. Pada minggu pertama hanya 50% Salmonella typhi

dapat diisolasi dari tinja. Frekuensi kultur tinja positif meningkat sampai

minggu ke-4 atau minggu ke-5. Kultur tinja positif setelah bulan ke-4

menunjukkan karier Salmonella typhi. Pada penderita karier Salmonella

typhi dapat dijumpai 1011 organisme per gram tinja. Salmonella typhi dapat

diisolasi dari urin setelah minggu ke-2 demam. Pada 25% penderita, kultur

urin positif pada minggu ke 2-3.

Kultur merupakan pemeriksaan baku emas, akan tetapi sensitifitasnya

rendah, yaitu berkisar antara 40-60%. Hasil positif memastikan diagnosis

demam tifoid sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil

negatif palsu dapat dijumpai bila jumlah kuman atau spesimen sedikit, waktu

pengambilan spesimen tidak tepat atau telah mendapat pengobatan dengan

antibiotik.15

Biakan empedu untuk menemukan Salmonella dan pemeriksaan Widal

ialah pemeriksaan yang digunakan untuk menbuat diagnosa tifus abdominalis

yang pasti. Kedua pemeriksaan perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap

Page 26: lapkas tifoid

minggu berikutnya. Pada biakan empedu, 80% pada minggu pertama dapat

ditemukan kuman di dalam darah penderita. Selanjutnya sering ditemukan

dalam urin dan feses dan akan tetap positif untuk waktu yang lama.5

b. Tes Widal

Pada awalnya pemeriksaan serologis standar dan rutin untuk diagnosis

demam tifoid adalah uji Widal yang telah digunakan sejak tahun 1896. Uji

serologi Widal memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O),

flagela ( H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid.14

Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum

penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella. Untuk membuat

diagnosa dibutuhkan titer zat anti thd antigen O. Titer thd antigen O yang

bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif pada

pemeriksaan 5 hari berikutnya (naik 4 x lipat) mengindikasikan infeksi akut.

Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan

penderita. Titer thd antigen H tidak diperlukan untuk diagnosa, karena dapat

tetap tinggi setalah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama

sembuh. Titer thd antigen Vi juga tidak utk diagnosa karena hanya

menunjukan virulensi dari kuman.5

Pada umumnya peningkatan titer anti O terjadi pada minggu pertama

yaitu pada hari ke 6-8. Pada 50% penderita dijumpai peningkatan titer anti O

pada akhir minggu pertama dan 90% penderita pada minggu ke-4. Titer anti O

meningkat tajam, mencapai puncak antara minggu ke-3 dan ke-6. Kemudian

menurun perlahan-lahan dan menghilang dalam waktu 6-12 bulan.

Peningkatan titer anti H terjadi lebih lambat yaitu pada hari ke 10-12

dan akan menetap selama beberapa tahun. Kurva peningkatan antibodi

bersilangan dengan kultur darah sebelum akhir minggu ke 2. Hal ini

Page 27: lapkas tifoid

menunjukkan bahwa kultur darah positif lebih banyak dijumpai sebelum

minggu ke-2, sedangkan anti Salmonella typhi positif setelah minggu ke-2.

Pada individu yang pernah terinfeksi Salmonella typhi atau mendapat

imunisasi, anti H menetap selama beberapa tahun. Adanya demam oleh sebab

lain dapat menimbulkan reaksi anamnestik yang menyebabkan peningkatan

titer anti H. Peningkatan titer anti O lebih bermakna, tetapi pada beberapa

penderita hanya dijumpai peningkatan titer anti H. Pada individu sehat yang

tinggal di daerah endemik dijumpai peningkatan titer antibodi akibat terpapar

bakteri sehingga untuk menentukan peningkatan titer antibodi perlu diketahui

titer antibodi pada saat individu sehat.

Anti O dan H negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi. Hasil

negatif palsu dapat disebabkan antibodi belum terbentuk karena spesimen

diambil terlalu dini atau antibodi tidak terbentuk akibat defek pembentukan

antibodi seperti pada penderita gizi buruk, agamaglobulinemia,

imunodefisiensi atau keganasan. Pengobatan antibiotik seperti kloramfenikol

dan ampisilin, terutama bila diberikan dini, akan menyebabkan titer antibodi

tetap rendah atau tidak terbentuk akibat berkurangnya stimulasi oleh

antigen.15

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin > 1/40 dengan

memakai uji Widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan

waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Beberapa klinisi di

Indonesia berpendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa > 1/200 atau

terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.

Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi

masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman

Salmonella typhi ( karier). Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji

serologik Widal kurang dapat dipercaya sebab tidak spesifik, dapat positif

palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya.14

Uji Widal ini ternyata tidak spesifik oleh karena:

Page 28: lapkas tifoid

- semua Salmonella dalam grup D ( kelompok Salmonella typhi) memiliki

antigen O yang sama yaitu nomor 9 dan 12, namun perlu diingat bahwa

antigen O nomor 12 dimiliki pula oleh Salmonella grup A dan B ( yang

lebih dikenal sebagai paratyphi A dan paratyphi B).

- semua Salmonella grup D memiliki antigen d-H fase1 seperti Salmonella

typhi dan

- titer antibodi H masih tinggi untuk jangka lama pasca infeksi atau

imunisasi.

Sensitivitas uji Widal juga rendah, sebab kultur positif yang bermakna

pada pasien tidak selalu diikuti dengan terdeteksinya antibodi dan pada pasien

yang mempunyai antibodi pada umumnya titer meningkat sebelum terjadinya

onset penyakit. Sehingga keadaan ini menyulitkan untuk memperlihatkan

kenaikan titer 4 kali lipat. Kelemahan lain uji Widal adalah antibodi tidak

muncul di awal penyakit, sifat antibodi sering bervariasi dan sering tidak ada

kaitannya dengan gambaran klinis, dan dalam jumlah cukup besar (15%

lebih) tidak terjadi kenaikan titer O bermakna.16

Hasil negatif palsu pemeriksaan Widal mencapai 30% karena adanya

pengaruh terapi antibiotik sebelumnya. Spesifisitas pemeriksaan Widal

kurang baik karena serotype Salmonella lain juga memiliki antigen O dan H.

Epitop Salmonella typhi bereaksi silang dengan enterobacteriaceae lain

sehingga memicu hasil positif palsu.17

Sebaiknya tes Widal dilakukan dua kali yaitu pada fase akut dan

konvalesen, untuk mendeteksi adanya peningkatan titer. Diperlukan 2

spesimen dengan interval 7-10 hari, peningkatan titer anti O dan H minimal

empat kali menunjang diagnosis demam tifoid. Pada beberapa penderita tidak

dijumpai peningkatan titer antibodi karena spesimen diambil pada stadium

lanjut, titer antibodi yang tinggi pada daerah endemik atau respon antibodi

tidak baik sebagai akibat pemberian antibiotik yang terlalu dini. Akhir-akhir

Page 29: lapkas tifoid

ini tes Widal dilakukan satu kali pada fase akut. Penilaian hasil tes Widal

pada satu spesimen sangat sulit.15

Mengingat hal-hal tersebut di atas, meskipun uji serologi Widal

sebagai alat penunjang diagnosis demam tifoid telah luas digunakan di

seluruh dunia, namun manfaatnya masih menjadi perdebatan. Hingga saat ini

pemeriksaan serologik Widal sulit dipakai sebagai pegangan karena belum

ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut off point) 16

Tidak selalu widal positif walaupun penderita sungguh-sngguh

menderita tifus abdominalis. Dan widal juga bukan mrpkan pemeriksaan

untuk menentukan kesembuhan penderita.

Sebaliknya titer dapat positif pada keadaan berikut:

- Titer O dan H tinggi karena terdapatnya agglutinin normal,karena infeksi

basil coli patogen dlm usus.

- Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui plasenta.

- Terdapatnya infeksi silang dgn rickettsia (Weil Felix).

- Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basisl perora; atau pada

keadaan infeksi.5

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan antibodi

Antibodi terhadap antigen O merupakan IgM yang mendominasi,

muncul pada awal penyakit dan menghilang lebih dini. Antibodi terhadap H baik

IgM maupun IgG muncul lebih lambat tetapi bertahan lebih lama. Biasanya

antibodi O muncul pada hari ke 6-8 sedangkan antibodi H pada hari 10-12 dari

onset penyakit.10

Mengingat tingkat sensitivitas dan spesifisitas tes Widal rendah maka

pemeriksaan serologis untuk diagnosis dini demam tifoid mulai beralih dari tes

Page 30: lapkas tifoid

Widal menuju pelacakan antibodi terhadap antigen Salmonella typhi yang lebih

spesifik seperti:

# Dot EIA ( Dot Enzyme Immunoabsorbent Assay ), pemeriksaan ELISA untuk

mendeteksi protein spesifik pada membran luar atau outer membrane protein

(OMP) dimana OMP dengan berat 50 kDa ternyata sangat spesifik pada serum

pasien tifoid. Sensitivitas Dot EIA mencapai 95-100% jauh lebih baik daripada

sensitivitas Widal yang hanya 60%. Pemeriksaan Dot EIA tidak ada reaksi

silang dengan salmonelosis non tifoid dibandingkan dengan Widal. Produk

komersial pemeriksaan ini dikenal sebagai Typhidot.13 Salah satu modifikasi

Typhidot dengan inaktivasi IgG dalam sampel serum untuk menyingkirkan

kemungkinan ikatan kompetitif dan memungkinkan akses antigen terhadap IgM

spesifik, dikenal sebagai Typhidot M.6 Dengan kata lain, Typhidot M hanya

mendeteksi antibodi IgM spesifik sedangkan Typhidot mendeteksi antibodi IgM

dan IgG terhadap antigen 50 kD Salmonella typhi. Pemeriksaan Typhidot

membutuhkan waktu 3 jam.18

# Polymerase Chain Reaction (PCR)

Untuk amplifikasi DNA dari teknik hibridisasi asam nukleat. Pada sistem

hibridisasi ini, sebuah molekul asam nukleat yang sudah diketahui

spesifisitasnya (DNA probe) digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya

urutan asam nukleat yang sepadan dari target DNA (kuman). Meskipun DNA

probe memiliki spesifisitas tinggi, pemeriksaan ini tidak cukup sensitif untuk

mendeteksi jumlah kuman dalam darah yang sangat rendah, misalnya 10-15

Salmonella typhi/ml darah dari pasien demam tifoid. Oleh sebab itu target DNA

telah dapat diperbanyak terlebih dahulu sebelum dilakukan hibridisasi.

Penggandaan target DNA dilakukan dengan teknik PCR menggunakan enzim

DNA polimerase. Cara ini dapat melacak DNA Salmonella typhi sampai sekecil

1 pikogram namun usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum

memberikan hasil yang memuaskan.16

# IgM Dipstick test

Page 31: lapkas tifoid

Pemeriksaan ini didasarkan pada ikatan antibodi IgM spesifik Salmonella

typhi pada LPS antigen Salmonella typhi.

Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif sederhana dan

cepat. Hasil positif tes Tubex menunjukkan adanya infeksi Salmonella walaupun

tidak dapat menunjukkan Salmonella grup D mana yang menjadi faktor

kausatifnya. Infeksi Salmonella serotipe lainnya seperti Salmonella paratyphi A

memberikan hasil yang negatif. Oleh sebab itu, tes ini sangat akurat dalam

diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak

mendeteksi antibodi IgG dalam waktu singkat.10,18

KOMPLIKASI

Komplikasi typoid dapat terjadi pada :

1. Intestinal (usus halus) :

Umumnya jarang terjadi, tapi sering fatal, yaitu:

a. Perdarahan (haemorrhage) usus.

Bervariasi dari mikroskopik sampai terjadi melena. Pada

anak lebih jarang. Dilaporkan di Surabaya terjadi pada hari

ketujuh belas atau awal minggu ke-3.

Insidennya berbeda-beda berkisar antara 0,8%-8,6%

Diagnosis dapat ditegakkan dengan:

Penurunan tekanan darah

Denyut nadi bertambah cepat dan kecil

Kulit pucat

Penurunan suhu tubuh

Mengeluh nyeri perut

Sangat iritabel

Darah tepi: sering diikuti peningkatan lekosit dalam waktu

singkat

b. Perforasi usus

Page 32: lapkas tifoid

Timbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan sering

terjadi pada ileum terminalis. Lebih jarang dibandingkan

pada orang dewasa. Angka kejadian antara 0,4-2,5%.

Apabila hanya terjadi perforasi tanpa peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara dalam rongga peritoneum,

yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas (free

air sickle) diantara hati dan diafragma pada foto Rontgen

abdomen yang dibuat dalam posisi tegak.

c. Peritonitis

Pada umumnya tanda/gejala peritonitis sering didapatkan,

penderita nampak kesakitan di daerah perut yang mendadak,

perut kembung, dinding abdomen tegang ( defense musculair

), nyeri tekan, tekanan darah menurun, suara bising usus

melemah, pekak hati berkurang. Pada pemeriksaan darah tepi

didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.

2. Ekstraintestinal

Terjadi umumnya karena lokalisasi peradangan akibat sepsis

(bakteriemia):

a. Liver, gallbladder, dan pancreas

Dapat terjadi mild jaundice pada enteric fever oleh karena

terjadi hepatitis typhosa, kolesistitis, kholangitis atau

hemolisis. Dapat juga terjadi pankreatitis.

b. Kardiorespiratory

Toxic myocarditis adalah penyebab kematian yna signifikan

pada daerah endemic. Hal tersebut terjadi pada pasien yang

sangat parah sekali dan ditandai oleh takikardia, nadi dan

Page 33: lapkas tifoid

bunyi jantung yang lemah, hypotensi, dan EKG yang

abnomal.

Bronkitis ringan sering terjadi, broncopneumonia .

c. Nervous system

Berupa disorientasi, delirium, meningismus, meningitis

(jarang), encephalomyelitis.

d. Hematologi dan renal

Terjadi DIC yang subclinical pada typhoid fever yang mana

merupakan manifestasi sindrom uremia hemolitik, dan

hemolisis. Glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.5,13

Bronkitis dan Bronkopneumonia

Bronkitis terjadi pada akhir minggu pertama dari perjalanan penyakit,

pada kasus yang berat bilamana disertai infeksi sekunder dapat terjadi

bronkopneumoni.

Angka kejadian bervariasi antara 2,5-7%.

Kolesistitis

Pada anak-anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhir minggu

kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas.

Bila terjadi kolesistitis maka penderita cenderung untuk menjadi seorang

karier.

Tifoid Ensefalopati

Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa:

kesadaran menurun, kejang-kejang, muntah, demam tinggi dan pemeriksaaan

cairan otak masih dalam batas-batas normal.

Page 34: lapkas tifoid

Angka kejadian yang dilaporkan berkisar 0,3-9.1%.

Bila disertai kejang-kejang maka biasanya prognosa jelek dan bila

sembuh sering diikuti oleh gejala sisa sesuai dengan lokasi yang terkena.

Meningitis

Meningitis oleh karena Salmonella typhosa atau species salmonella yang

lain lebih sering didapatkan pada neonatus maupun bayi dibandingkan pada

anak, dengan gejala klinis sering tidak jelas sehingga diagnosis sering

terhambat.

Ternyata penyebabnya adalah Salmonella Havana dan Salmonella

Oranenburg.

Gejala Klinis:

- Bayi tidak mau menetek

- Kejang

- Letargi

- Sianosis

- Panas

- Diare

- Kelainan neurologis seperti: opistotonus, fontanella cembung, refleks

grasp menurun, reflex mengisap menurun.

Komplikasi tifoid meningitis dapat berupa:

Efusi subdural

Ventrikulitis

Hidrosefalus

Miokarditis

Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran

klinisnya tidak khas. Insidensnya terutama pada anak-anak umur 7 tahun ke atas

serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga.

Page 35: lapkas tifoid

Diagnosis klinis berdasarkan: (menurut Keith, dkk 1978)

- Irama mendua

- Takikardi yang menetap

- Bunyi jantung melemah

- Bising sistolik di apex

- Pembesaran jantung

Gambaran EKG dapat bervariasi antara lain: sinus takikardi, depresi segmen ST,

perubahan gelombang T; AV blok tingkat 1, arithmia, supraventrikulertakikardi.

Karier kronik

Tifoid karier adalah seseorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit

demam tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella typhosa di dalam

ekskretnya. Mengingat karier sangat penting dalam hal penularan yang

tersembunyi, maka penemuan kasus sedini mungkin serta pengobatannya sangat

penting dalam hal menurunkan angka kematian.

Pada anak-anak jarang untuk menjadi karier dibandingkan dengan orang

dewasa.

Mengingat ekskresi Salmonella dapat terjadi intermitten maka paling

sedikit diperlukan 3-6 kali biakan sebelum hasilnya dapat dikatakan negatif.

Pengobatan karier merupakan masalah yang sulit, kadang-kadang dengan

pemberian obat-obatan antimikroba gagal karena Salmonella typhosa bersarang

dalam saluran empedu intrahepatik sehingga diperlukan pengobatan kombinasi

antara operasi dan obat-obatan.2

TATALAKSANA

Penderita yang harus dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid harus

dianggap dan dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis besar

ada 3 bagian yaitu:

perawatan

Page 36: lapkas tifoid

diet

obat

Perawatan

Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,

observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi

tidak harus tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa

lampau. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi

penderita. Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi

agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komplikasi demam tifoid yang lain

termasuk buang air kecil dan buang air besar perlu mendapat perhatian.

Mengenai lamanya perawatan di rumah sakit sampai saat ini sangat

bervariasi dan tidak ada keseragaman, sangat tergantung pada kondisi penderita

serta adanya komplikasi selama penyakitnya berjalan.

Diet

Di masa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur

saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat

kekambuhan penderita. Banyak penderita tidak senang diet demikian, karena

tidak sesuai dengan selera dan ini mengakibatkan keadaan umum dan gizi

penderita semakin mundur dan masa penyembuhan ini menjadi makin lama.

Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai

dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun

kuantitas ternyata dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan

kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta

diusahakan makan yang rendah/bebas selulose, menghindari makan iritatif

sifatnya. Pada penderita dengan gangguan kesadaran maka pemasukan makanan

harus lebih diperhatikan.

Page 37: lapkas tifoid

Ternyata pemberian makanan padat dini banyak memberikan keuntungan

seperti dapat menekan turunnya berat badan selama perawatan, masa di rumah

sakit sedikit diperpendek, dapat menekan penurunan kadar albumin dalam

serum, dapat mengurangi kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan.

Obat-obatan

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian

menurun secara drastis(1-4%).

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain:

- Kloramfenikol

- Tiamfenikol

- Co trimoxazol

- Ampisilin

- Amoksisilin

- Seftriakson

- Sefiksim

Page 38: lapkas tifoid

Kloramfenikol

Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat

pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase

sehingga ikatan peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.

Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap

kloramfenikol di berbagai daerah. Kloramfenikol tetap digunakan sebagai

drug of choice pada kasus demam tifoid, karena sejak ditemukannya obat ini

oleh Burkoder (1947) sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang

dapat menurunkan demam lebih cepat, di samping harganya murah dan

terjangkau oleh penderita. Di lain pihak kekurangan kloramfenikol ialah

reaksi hipersentifitas, efek toksik pada system hemopoetik (depresi sumsum

tulang, anemia apastik), Grey Syndrome, kolaps serta tidak bermanfaat

untuk pengobatan karier. Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat

keseragaman dosis, dosis yang dianjurkan ialah 50-100 mg/kg.bb/hari, oral

atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari serta untuk neonatus

sebaiknya dihindarkan, bila terpaksa dosis tidak boleh melebihi 25

mg/kgbb/hari.2,3

Tiamfenikol

Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol, mengingat

susunan kimianya hampir sama hanya berbeda pada gugusan R-nya. Dengan

pemberian tiamfenikol demam turun setelah 5-6 hari, hanya komplikasi

hematologi pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dilaporkan, sedangkan

strain salmonella yang resisten terhadap tiamfenikol.

Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/kg.bb/hari.

Page 39: lapkas tifoid

Co Trimoxazole

Efektifitasnya terhadap demam tifoid masih banyak pendapat yang

kontroversial. Kelebihan co trimoxazole antara lain dapat digunakan untuk

kasus yang resisten terhadap kloramfenikol, penyerapan di usus cukup baik,

kemungkinan timbulnya kekambuhan pengobatan lebih kecil dibandingkan

kloramfenikol.

Kelemahannya ialah terjadi skin rash (1-15%). Steven Johnson

sindrome, agranulositosis, tromositopenia, megaboblastik anemia, hemolisis

eritrosit terutama pada penderita defisiensi G6PD.

Dosis oral: 30-40 mg/kg.bb/hari dari sulfametoxazole dan 6-8

mg/kg.bb/hari, oral, selama 10 hari untuk trimetoprim, diberikan dalam 2

kali pemberian.

Ampisilin dan Amoksisilin

Merupakan derivat penisilin yang digunakan pada pengobatan demam

tifoid, terutama pada kasus yang resisten terhadap kloramfenikol, tetapi

pernah dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap ampisilin di

Thailand.

Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila

dibandingkan dengan kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati

karier serta kurang toksisitas.

Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3-18%), diare (11%).

Amoksisilin mempunyai daya antibakteri yang sama dengan

ampisilin, tetapi penyerapan peroral lebih baik, sehingga kadar obat yang

tecapai 2 kali lebih tinggi, timbulnya kekambuhan lebih sedikit (2%-5%) dan

karier (0-5%).

Dosis yang dianjurkan:

Page 40: lapkas tifoid

Ampisilin 100-200 mg/kg.bb/hari, oral atau IV selama 10 hari

Amoksisilin 100 mg/kg.bb/hari,

Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak

memberikan keuntungan yang lebih baik bila diberikan obat tunggal.

Seftriakson

Lebih aman dari Kloramfenikol. DOC jika terdapat resistensi terhadap

kloramfenicol. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik.

Dosisnya 80 mg/kgbb/hari, IV atau IM, sekali sehari, 5 hari.

Sefiksim

10mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari.

# Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat

menyebabkan perdarahan usus dan relaps. Tetapi pada kasus berat maka

penggunaan kortikosteroid secara bermakna menurunkan angka kematian.

Diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Dexametason 1-

3mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.2,3

# Antipiretik

Diberikan apabila demam > 39ºC, kecuali pada riwayat kejang

demam dapat diberikan lebih awal.

Lain-lain

Transfusi darah

Kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan

perforasi usus.

Page 41: lapkas tifoid

Bedah

Konsultasi Bedah Anak apabila dijumpai komplikasi perforasi usus.

Monitoring

Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari 4-

5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka segera harus dievaluasi

adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap

antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis.

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa

antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai

komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.3

PENCEGAHAN

Higiene perorangan dan lingkungan

Demam tifoid ditularkan melalui rute oro fekal, maka pencegahan

utama memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan

dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air

bersih, dan pengamanan pembuangan limbah feses, pemberantasan lalat,

pengawasan terhadap kebersihan penjual makanan.2,3

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar

Salmonella typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas

makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi dalam air

akan mati apabila dipanaskan setinggi 57°C beberapa menit atau dengan

proses iodinasi/ klorinasi.

Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan

secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan

Page 42: lapkas tifoid

endemisitas suatu negara atau suatu daerah tergantung pada baik buruknya

pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat

kesadaran individu terhadap hygiene pribadi.3

Imunisasi

Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam

tifoid. Beberapa vaksin telah ditemukan untuk mencegah demam tifoid,

bentuknya berupa vaksin demam tifoid oral, dan vaksin polisakarida

parenteral.1

Vaksin Demam Tifoid Oral

Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur

non patogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan

mengalami siklus pembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam

waktu 3 hari setelah pemakaiannya. Tidak seperti vaksin parenteral,

respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum

efektivitas vaksin oral sama dengan vaksin parenteral yang

diinaktivasi dengan pemanasan, namun vaksin oral mempunyai reaksi

samping lebih rendah. Vaksin tifoid oral dikenal dengan nama Ty-

21a. Penyimpanannya pada suhu 2ºC-8ºC. Kemasan dalam bentuk

kapsul, untuk anak umur 6 tahun atau lebih. Cara pemberian 1 kapsul

vaksin dimakan setiap hari ke 1,3,5 satu jam sebelum makan dengan

minuman yang tidak lebih dari 37°C. Kapsul ke 4 pada hari ke 7,

diberikan terutama bagi turis. Kapsul harus ditelan utuh dan tidak

boleh dibuka karena kuman dapat mati oleh asam lambung. Vaksin

tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau

anti malaria yang aktif terhadap Salmonella. Karena vaksin ini juga

Page 43: lapkas tifoid

menimbulkan respon yang kuat dari interferon mukosa, pemberian

vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu setelah pemberian

terakhir dari vaksin tifoid ini. Imunisasi ulangan diberikan setiap 5

tahun. Namun pada individu yang terus terekspos dengan infeksi

Salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul setiap beberapa tahun.

Daya proteksi vaksin ini hanya 50-80%, maka yang sudah divaksinasi

juga dianjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan

minuman.

Vaksin Polisakarida Parenteral

Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5ml mengandung kuman

Salmonella typhi, polisakarida 0,025mg, fenol, dan larutan buffer

yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat, monosodium

fosfat, dan pelarut untuk suntikan. Penyimpanan pada suhu 2°C-8ºC,

jangan dibekukan. Vaksin ini akan kadaluarsa dalam jangka waktu 3

tahun. Pemberian secara intramuskuler atau subkutan pada daerah

deltoid atau paha. Imunisasi ulangan dilakukan tiap 3 tahun. Reaksi

samping lokal dari vaksinasi ini berupa bengkak, nyeri, kemerahan di

tempat suntikan. Reaksi sistemik yang dapat timbul yaitu demam,

nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea, nyeri perut tapi

jarang dijumpai. Sangat jarang terjadi reaksi alergi berupa pruritus,

ruam kulit, dan urtikaria. Kontraindikasi pemberian vaksin ini adalah

pasien yang alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, saat demam,

penyakit akut, penyakit kronik progresif. Daya proteksi 50-80%, maka

yang sudah divaksinasi juga dianjurkan untuk melakukan seleksi pada

makanan dan minuman.15

Page 44: lapkas tifoid

PROGNOSIS

Prognosis pasien Demam Tifoid tergantung ketepatan terapi, usia,

keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara

maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di

negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita

yang dirawat 6%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan

pengobatan yang meningkatkan kemungkinan komplikasi dan waktu

pemulihan.19

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser

Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko

menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier

kronik dapat terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens

penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan

populasi umum. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi

karier sementara, sedangkan 2% yang lain akan menjadi karier kronis.7

Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal

penderita cepat datang berobat dan istirahat total. Prognosis menjadi buruk

bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:

- Hiperpireksia atau febris kontinua

- Kesadaran yang menurun sekali; sopor, koma, delirium.

- Komplikasi berat; dehidrasi dan asidosis, peritonitis,

bronkopneumonia.

- Keadaan gizi buruk (malnutrisi energi protein).5

Page 45: lapkas tifoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia: h.367-75.

2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak, ed 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008: h.46-62.

3. Pusponegoro HD, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak, ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: h.91-4.

4. NN. Mengenal demam typhoid. Available from : http://abughifari.blogspot.com/2008/11/mengenal-demam-typhoid.html (updated 2008 November 1st, cited : 2009 July 28th).

5. Hassan R, dkk. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2, ed 11. Jakarta : Percetakan Infomedika, 2005: h.592-600.

6. NN. Demam typhoid. Available from : http://cetrione.blogspot.com/2008/11/demam-typhoid.html (updated 2008 November 13th, cited : 2009 July 28th).

7. NN. Demam tifoid (typhoid fever). Available from : http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever (updated 2008, cited : 2009 July 28th).

8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics, 18th ed. Philadelphia, 2007: p.1186-1190.

9. Partini P. Tritanu dan Asti Proborini. Demam Tifoid. Pediatrics Update. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003: h.37-43.

10. Hartoyo E, Yunanto A, Budiarti L. UJi sensitivitas salmonella typhi terhadap berbagai antibiotik di bagian anak RSUD Ulin Banjarmasin. Sari Pediatri. September 2006;8(2):118-121.

11. Concise Reviews of Pediatrics Infectious Diseases. Management of Typhoid Fever in Children. February 2002: p.157-159.

12. NN. Demam tifoid. Available from: http://www.medicastore.com (cited : 2009 August 5th).

13. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatrics diagnosis & treatment., 18th ed. USA, 2007: p.279, 1184-5.

Page 46: lapkas tifoid