lapkas anastesi umum peritonitis
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Suci Nurfadhilas
Umur : 12tahun
Berat badan : 40 kg
Tinggi badan : 150 cm
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kampar
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 07 Agustus 2015
No. RM : 12.00.64
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak seminggu yang
lalu, keluhan yang dirasakan makin lama semakin berat. Awalnya
pasien mengeluhkan sakit disekitar pusarnya dan semakin lama rasa
sakit yang dirasakan kearah perut kanan bawah, sakit yang dirasakan
terus menerus dan sedikit berkurang setelah berobat kepuskesmas
dengan pasien diberi obat suntik penghilang rasa sakit. Pasien juga
mengeluhkan sering mual dan muntah selama sakit.
1
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Tidak ada riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada riwayat penyakit keluarga
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Respirasi : 22 kali/menit
- Nadi : 120 kali /menit, isi dan tekanan penuh
- Suhu : 38 C
Kepala : Mesochepal, simestris, tumor (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera tidak iktenk
Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir kering (-), pembesaran tonsil (-)
Gigi : Gigi palsu (-)
Telinga : Discharge (-), deformitas (-)
Leher : Simestris, trakea ditengah, pembesaran tiroid dan
limfe (-)
Thorax : thoraks simetris, pengembangan dada simetris,
retraksi(-), suara nafas vesikuler (+/+), bunyi jantung I dan II, gallop
(-), murmur(-)
Abdomen : Status lokalis
Vertebrae : Tidak ada kelainan
2
b. Status Lokalis
Inpeksi : Abdomen tampak datar, spider navy (-), caput medusa (-),
tidak tampak adanya tumor.
Perkusi : Bunyi abdomen timpani disetiap kuadran kecuali
kuadaran kanan bawah.
Palpasi : defens muscular (+), nyeri tekan (+), nyeri lepas
(+)
Auskultasi Abdomen : Bising usus 10 x/menit
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 7 Agustus 2015
Pemeriksaan darah lengkap :
Hb : 11,1 g/dl
Leukosit : 14.100 ul
Ht : 39,0 %
Eritrosit : -
Trombosit : 270000/ul
LED : 15
Widal tes : S. Typhi H = 1/360
S. Typhi O =1/360
Elektrolit : Natrium= 130
Kalium = 4.2
Chlorida = 102
V. DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis pra operasi : Peritonitis et causa Appendiksitis Perforatif
Diagnosis post operasi : Post Laparatomi
VI. STATUS ANASTESI
ASA I (Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia)
3
VII. TINDAKAN
Dilakukan : Laparatomi
Tanggal : 07 Agustuts 2015
VIII. LAPORAN ANESTESI
a. Persiapan Anestesi
- Informed concent
- Puasa
Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi
lambung karena regurgitasi. Pasien puasa 6 jam sebelum
operasi.
- Pemasangan IV line
Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter
ukuran 18
- Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi
O2
b. Penatalaksanaan Anestesi
Jenis anestesi : General Anestesi (GA)
Premedikasi :
- Dexamethason IV 5 mg
- Atropin IV 0,25 mg
Medikasi Intra Operatif:
- Ketamin IV 10 mg
- Propofol 100 mg
- Fentanyl 0,1 mg
- N2O inhalasi Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit
Medikasi Post Operatif:
- Ketorolac 30 mg
- Tramadol 200 mg
4
Teknik anestesi :
Untuk premedikasi diberikan Atropin IV 0,25 mg dikarenakan nadi
pasien yang sudah rendah sebelum proses anastesi dilakukan. Anastesi
inhalasi menggunakan kombinasi Isoflurance 2L/menit dengan O2
3L/menit, diberikan anastesi inhalasi dengan sungkup muka (face
mask) kemudian pasien diposisikan tidur terlentang dan dipasang oro-
pharyngeal airway (OPA) untuk mempertahankan jalan napas dengan
menggunakan manuver head tilt -chin lift-jaw thrust, dan setelah
proses operasi selesai pasien diberikan infus yang telah terisi Ketorolac
30mg dan Tramadol 200mg secara full drip.
Jumlah cairan yang masuk :
Kristaloid = 2000 cc
Cairan keluar selama operasi : ± 150 cc
Pemantauan selama anestesi :
Mulai anestesi : 14.20
Mulai operasi : 14.30
Selesai operasi : 15.30
Frekuensi nadi dan saturasi
Pukul (WIB) Nadi (kali/menit) Saturasi (%)
14.20 95 100
14.25 90 100
14.30 90 100
14.35 95 100
14.40 94 100
14.45 99 100
14.50 84 100
14.55 79 100
15.00 72 100
15.05 70 100
5
15.10 77 100
15.15 80 100
15.20 90 100
15.25 90 100
15.30 80 100
IX. PROGNOSA
Dubia ad bonam
6
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
1. Peritonitis merupakan infeksi yang terjadi pada peritoneum yang
paling sering disebabkan oleh appendiksitis perforasi. Selain
appendiksitis penyebab peritonitis bisa disebabkan oleh berbagai
infeksi yang terjadi pada saluran cerna sehingga menyebabkan
kerusakan saluran cerna dan meninfeksi hinggar peritoneum.
ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI
Perionitis secara etiolig dibagi atas 5 berdasarkan tipe dan lokasinya, yaitu
peritonitis primer, peritonitis sekunder, peritonitis tersier, peritonitis kimia,
abses peritonitis. Peritonitis primer merupakan peritonitis bakteri spontan
(PBS) yang disebabakan infeksi bakteri akut pada cairan asam, penyebab
terseringnya pada bakteri gram negative (E. coli, K. pneumonia,
Pseudomonas spesies, Proteus spesies, Proteus species), gram positif
(Streptococcus pneumonia, streptococcus lainnya, Staphylococcus species).
Peritonitis sekunder penyebab yang paling umum adalah appendiksitis
perforasi, perforasi gaster, ulkus duodenum, perforasi sigmoid yang
disebabkan diverticulitis, volvulus atau kanker dan lilitan pada saluran cerna
kecil.
Peritonitis tersier, merupakan peritonitis yang terjadi pada pasien dengan
immunocompromise atau pasien dengan kondisi komorbid yang sudah ada,
salah satunya pasien dengna HIV dan tuberkulosi peritoneum.
Peritonitis kimiawi bisa disebabkan oelh iritasi dari empedu, darah, barium
atau substansi lain atau bisa juga disebabkan oleh inflamasi transmural pada
saluran cerna (Crohn diseases) tanpa adanya inokulasi bakteri pada ruang
peritoneum.
Abses peritoneum merupakan pembentukan carian infeksi yang
disebabkan oleh berbagai faktor terutama peritonitis sekunder.
7
TANDA & GEJALA
1. Demam dan mengigil
2. Nyeri perut
3. Kelainan encephalopati yang tidak jelas
4. Diarrhea
5. Asites yang tidak berkurang setalah diberkan diuretic
6. Ileus
PATOFISIOLOGI
Dalam peritonitis yang disebabkan oleh bakteri, respon fisiologis
ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk virulensi kontaminan, ukuran
inokulum, status kekebalan tubuh dan kesehatan secara keseluruhan dari host
(misalnya, seperti yang ditunjukkan oleh Fisiologi akut dan Evaluasi
Kesehatan Kronis II [APACHE II] skor), dan unsur-unsur lingkungan
setempat, seperti jaringan nekrotik, darah, atau empedu.
Sepsis intra-abdominal dari viskus berlubang (yaitu, peritonitis sekunder
atau peritonitis supuratif) dihasilkan dari tumpahan langsung isi luminal ke
dalam peritoneum (misalnya, ulkus peptikum perforasi, divertikulitis,
apendisitis, perforasi iatrogenik). Dengan tumpahan isi, bakteri gram negatif
dan anaerobik, termasuk flora usus yang umum, seperti Escherichia coli dan
Klebsiella pneumoniae, masukkan rongga peritoneum. Endotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif menyebabkan pelepasan sitokin yang
menginduksi kaskade seluler dan humoral, yang mengakibatkan kerusakan
sel, syok septik, dan sindrom disfungsi organ multiple
Mekanisme untuk inokulasi bakteri asites telah menjadi subyek dari
banyak perdebatan sejak Harold Conn pertama kali diakui di tahun 1960-an.
Organisme enterik secara tradisional telah diisolasi dari lebih dari 90% dari
cairan asites yang terinfeksi di bacterial peritonitis spontan (SBP),
menunjukkan bahwa saluran pencernaan adalah sumber kontaminasi bakteri.
Dominasi organisme enterik, dalam kombinasi dengan kehadiran endotoksin
8
dalam cairan asites dan darah, argumen yang digunakan bahwa SBP
menyebabkan migrasi transmural bakteri dari lumen organ usus atau
berongga, fenomena yang disebut translokasi bakteri. Namun, bukti
eksperimental menunjukkan bahwa migrasi transmural langsung dari
mikroorganisme mungkin bukan penyebab SBP.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Peritonitis dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik akan didapati peningkatan
suhu hingga lebih dari 38oC peningkatan suhu ini disebabkan adanya infeksi,
selain itu akan didapati nyeri pada perut baik itu nyeri tekan maupun nyeri
lepas yang menandakan infeksi sudah mencapai lapisan peritoneum, pada
pemeriksaan fisik lainnya didapati defens muscular yang menandakan usaha
tubuh untuk melindungi daerah yang terkena infeksi tersebut. Pada peritonitis
yang disebabkan oleh etiolgi yang lain bisa didapati berbagai kelainan terutama
pada multiple organ failure.
Pemeriksaan penunjuang itu sendiri bisa diliat dari etiologi
penyebabnya, yang paling sering adalah appendiksitis atau peritonitis sekunder
yang harus dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laparascopy
2. USG
3. Appendikogram
4. Urinalisis
5. PET ( Positron Emision Tomografi )
6. MRI
7. CT – Scan
TREATMENT
Pengobatan peritonitis adalaha sebagai berikut
9
1. Laparatomi, merupakan proses operasi pembedahan pada abdomen
bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi dan melakukan pembilasan
pada bagian dalam abdomen.
2. Pemberian antibiotic untuk menghindari sepsis
3. Penggantian cairan tubuh
10
BAB III
LAPORAN ANASTESI
A. PRE OPERATIF
Pasien yang akan dilakukan tindakan operasi berupa Mastektomi
adalah pasien yang dirawat di bangsal bedah kelas III. Pada saat visite
pasien, keadaan umum tampak baik dan tanda-tanda vital normal kecuali
nadi lemah. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian
dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan.
Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi :
- informasi penyakit
- anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit
- riwayat alergi, riwayat sesak napas dan asthma, ada/tidaknya memakai
gigi palsu dan riwayat operasi sebelumnya.
- riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)
- makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena
regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)
- Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent,
suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri
dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi,
sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai
risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam
klasifikasi ASA I
B. INTRA OPERATIF
Jenis anastesi yang diberikan pada pasein ini dengan menggunakan
anastesi inhalasi sungkup muka yaitu anastesi yang menggunakan
kombinasi obat berupa gas melalui sungkup muka dengan pola nafas
spontan. Komponen trias anastesi yang dicapai adalah hipnotik, analgesi,
dan relaksasi otot ringan.
11
Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka
karena durasi operasi tidak lama. Dikarenakan denyut nadi pasien yang
sudah lemah sebelum proses anastesi dimulai maka diberikan atropin dan
juga dexa untuk meminimalisir terjadinya alergi obat, kemudian pasien
diposisikan tidur terlentang dan dipasang oro-pharyngeal airway (OPA)
dan diberikan anastesi inhalasi dengan sunkup muka ( face mask) ukuran 3
dengan mempertahan kan jalan napas head tilt -chin lift-jaw thrust,
anastesi inhalasi menggunakan kombinasi Isoflurance 2L/menit dengan
O2 3L/menit.
• Pasien sudah tidak makan dan minum ± 6 jam, maka kebutuhan cairan
pada pasien dengan BB = 40 kg:
• Pemeliharaan cairan per jam:
(4X 10) + (2 X 10) + (1 X 20) = 80 mL/jam
• Pengganti defisit cairan puasa:
6 X 80 mL = 480 mL
• Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:
4 X 40 = 160 mL
• 1 jam pertama = (50 % X defisit puasa ) + pemeliharaan + pendarahan
operasi :
240 + 60 + 480 = 780 mL
• 1 jam kedua = (25 % X defisit puasa ) + pemeliharaan:
120 + 80 = 200 mL
• Jumlah terapi cairan:
80 + 780 + 200= 1.060 mL + 2,1 kolf Ringer Laktat (kristaloid)
C. POST OPERATIF
Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang observasi. Pasien
berbaring dengan posisi terlentang karena efek obat anestesi masih ada dan
tungkai tetap lurus untuk menghindari edema. Observasi post operasi
dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan
darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen tetap
12
diberikan 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien
dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.
13
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien berusia 12tahun dengan berat 40kg dan tinggi 150cm dilakukan
tindakan pembedahan dengan diagnosi pra operasi peritonitis dan diagnosis post
operasinya adalah Post Operasi Laparatomi pada tanggal 7 Agustus 2015 memulai
anastesi pada pukul 14.20, mulai operasi 15.30 dan selesai operasi 15.30 dengan
lama durasi anastesi selama 1 jam.
Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka karena
durasi operasi tidak lama. Dikarenakan denyut nadi pasien yang sudah lemah
sebelum proses anastesi dimulai maka diberikan atropin dan juga dexa untuk
meminimalisir terjadinya alergi obat, kemudian pasien diposisikan tidur terlentang
dan dipasang oro-pharyngeal airway (OPA) dan diberikan anastesi inhalasi
dengan sunkup muka ( face mask) ukuran 3 dengan mempertahan kan jalan napas
head tilt -chin lift-jaw thrust, anastesi inhalasi menggunakan kombinasi
Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit.
Observasi post operasi dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan
vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen
tetap diberikan 2-3 liter/menit. Setelah pasien sadar dan kondisi stabil maka
pasien dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.
14