lapkas acid rev1

Upload: lilisapriliapratiwi

Post on 03-Mar-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cd

TRANSCRIPT

docx

BAB IPENDAHULUAN

Pterygium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular konjugtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium akan berwarna merah. Pterygium sering mengenai kedua mata.1,2,3,4,5,6

ANATOMIKonjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1,7

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.Konjungtiva bulbi dan konjungtiva forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya, sehingga bola mata mudah bergerak.

ETIOPATOFISIOLOGIEtiologi belum diketahui pasti. Penyebab pterygium belum dapat dipahami secara jelas. Namun, pterygium banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya pterygium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar.Pterygium sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak. Paparan sinar matahari dalam waktu lama, terutama sinar UV, serta iritasi mata kronis oleh debu dan kekeringan diduga kuat sebagai penyebab utama pterygium. Teori yang dikemukakan :4,5,6,7,91. Paparan sinar matahari (UV)Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya pterygium. Hal ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah dekat equator dan pada orang orang yang menghabiskan banyak waktu di lapangan.2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterygium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.

Pterygium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing dan mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi aksis visual yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan.1,5,7,10Berdasarkan luas perkembangannya diklasifikasikan menjadi:Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :Stasioner : relatif tidak berkembang lagi (tipis, pucat, atrofi)Progresif : berkembang lebih besar dalam waktu singkat

Gradasi klinis menurut YoungsonDerajat 1 : Jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.Derajat 2:Jika pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.Derajat 3 :Jika pterygium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).Derajat 4:Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

GEJALA KLINIS Mata sering berair dan tampak merah Merasa seperti ada benda asing Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pterygium karena pertumbuhan fibrovaskular, biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme irreguler sehingga mengganggu penglihatan Pada pterygium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun

PENATALAKSANAANKarena munculnya pterygium akibat paparan lingkungan, penatalaksanaan kasus dengan tanpa gejala atau iritatif yang sedang dengan kacamata anti UV dan pemberian air mata buatan/topical lubricating drops. Pasien disarankan untuk menghindari daerah yang berasap atau berdebu. Pterygium dengan inflamasi atau iritasi diobati dengan kombinasi dekongestan/antihistamin (seperti Naphcon-A) dan/atau kortikosteroid topikal potensi sedang (seperti FML, Vexol) 4 kali sehari pada mata yang terkena.7,10Indikasi operasi eksisi pterygium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya gangguan penglihatan, pertumbuhan pterigium yang signifikan (> 3-4 mm), pergerakan bola mata yang terganggu/terbatas, dan bersifat progresif dari pusat kornea/aksis visual.6,7,10

Operasi mikro eksisi pterygium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara topografi membuat permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah menghilangkan pterygium menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju limbus. Meskipun teknik ini lebih disukai dilakukan diseksi ke bawah bare sclera pada limbus, akan tetapi tidak perlu diseksi eksesif jaringan Tenon, karena kadang menimbulkan perdarahan akibat trauma terhadap jaringan otot. Setelah eksisi, biasanya dilakukan kauter untuk hemostasis sclera. Beberapa teknik operasi antara lain : Bare Sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk melekatkan konjungtiva pada sklera superfisial di depan insersi tendon rektus, meninggalkan area sklera yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat rekurensi 40% - 50%). Simple Closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek konjungtiva sangat kecil) Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva langsung menutup luka tersebut. Rotational flap : insisi U-shaped dibuat membuat ujung konjungtiva berotasi pada luka. Conjunctival graft: graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior dieksisi sesuai ukuran luka dan dipindahkan kemudian dijahit. Amnion membran transplantasi : mengurangi frekuensi rekuren pterigium, mengurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata dan pada penelitian, mengungkapkan penekanan TGF pada konjungtiva dan fibroblast pterigium. Lamellar keratoplasty, excimer phototerapeutic keratectomy dan menggunakan gabungan angiostatic steroid.

DIAGNOSIS BANDING PinguekulaMerupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva PseudopterigiumMerupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea

PROGNOSISEksisi pada pterygium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus terdapat rekurensi dan risiko ini biasanya karena pasien yang terus terpapar radiasi sinar matahari, juga beratnya atau derajat pterygium. Pasien dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting.7,10

KOMPLIKASI Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut: Gangguan penglihatan Kemerahan Iritasi Gangguan pergerakan bola mata

BAB IILAPORAN KASUS1. Identitas PasienNama : Ny. YLUmur : 55 tahun Jenis kelamin: PerempuanAgama : Kristen ProtestanBangsa : IndonesiaPekerjaan : PetaniAlamat : Perkamil Kunjungan : 23 September 2015

2. AnamnesisKeluhan Utama Pasien merasa kabur pada kedua mata.Riwayat Penyakit SekarangKabur pada kedua mata dirasakan penderita sejak sekitar 8 bulan yang lalu disertai rasa gatal, perih dan panas terutama bila penderita sedang beraktifitas diluar rumah seperti terkena cahaya matahari, debu, dan angin. Penderita merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal ketika akan menutup kedua mata. Awalnya penderita merasa gatal pada kedua mata kemudian penderita mengucek-ngucek matanya dan rasa perih yang disertai dengan pengeluaran air mata dan mata menjadi merah.

Penyakit DahuluRiwayat Penyakit MataPasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya dan menyangkal riwayat trauma pada mata. Riwayat penggunaan kacamata disangkal. Pasien mengaku sering mengalami mata merah sebelumnya.Riwayat Penyakit SistemikRiwayat hipertensi dan diabetes disangkal.Riwayat PengobatanBelum pernah diobati sebelumnya.Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien.Riwayat AlergiRiwayat alergi obat, alergi makanan dan alergi debu/bulu binatang disangkal.Riwayat PsikososialPasien bekerja banyak di luar rumah, namun jarang memakai kacamata dan topi saat keluar rumah.

PEMERIKSAAN FISIKStatus GeneralisKeadaan umum: cukup baikKesadaran: kompos mentisTekanan darah : 120/90 mmHgNadi : 86x/menitRespirasi : 18x/menitSuhu badan (aksila): 37,1oCKepala: tidak ada kelainanThoraks: jantung, paru dalam batas normalAbdomen: dalam batas normalEkstremitas: akral hangat, tidak ada kelainanStatus PsikiatriSikap penderita kooperatif, selama dilakukan pemeriksaan ekspresi wajah dan sikap yang ditunjukkan baik.Status NeurologisMotorik dan sensorik normal, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)Pemeriksaan OftalmikusDengan snellen chart didapatkan visus okulus dekstra (VOD) = 6/12, visus okulus sinistra (VOS) = 6/18, penglihatan dekat didapatkan ODS yaitu N 14 yang dikoreksi dengan lensa add + 2,50 D menjadi N 8.ODPEMERIKSAANOS

NormalInjeksi konjungtiva (+)Jaringan fibrovaskular bentuk segitigaPuncak dari pterygiumRegular 3 mm, RC (+)JernihDalamJernih

(+) UniformNormalRefleks Fovea (+), normalBulat, berbatas tegas, warna vital, CDR 0,3ANTERIOR :PalpebraKonjungtivaKongjungtiva BulbiKorneaIrisPupilLensaCOAVitreous

POSTERIOR :Refleks FundusPembuluh DarahMakulaPapil N II

NormalInjeksi konjungtiva (+)Jaringan fibrovaskular bentuk segitigaPuncak dari pterygiumRegular 3 mm, RC (+)JernihDalamJernih

(+) UniformNormalRefleks Fovea (+), normalBulat, berbatas tegas, warna vital, CDR 0,3

RESUME Seorang penderita perempuan , 55 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan keluhan utama kabur pada kedua mata. Rasa gatal, perih, mengganjal dan panas terutama jika mata terkena cahaya matahari, debu, dan angin. Riwayat sering mata merah (+).Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan snellen chart didapatkan visus okulus dekstra (VOD) = 6/12, visus oculus sinistra (VOS) = 6/18. penglihatan dekat didapatkan ODS yaitu N 14 yang dikoreksi dengan lensa add + 2,50 D menjadi N 8. Pemeriksaan slit lamp yaitu kornea OD ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya sudah melewati kornea, tapi tidak melebihi pinggiran pupil.DIAGNOSISOkulus Dekstra: Pterigium stadium II + Presbiopia Okulus Sinistra: Pterigium stadium III + Presbiopia

PENANGANAN1. Penatalaksaan bersifat non bedah yaitu diberikan edukasi untuk mengurangi iritasi atau paparan terhadap sinar ultraviolet, debu, dan angin. 2. Noncort 4 kali tetes per hari pada kedua mata.3. Kacamata OD : Plano OS : Plano Add +2,50 Add +2,50

PROGNOSISDubia ad bonam.

ANJURAN Pasien dianjurkan memakai kacamata atau topi pelindung bila sedang beraktivitas di luar rumah. Pro ekstirpasi pterygium

BAB IIIPEMBAHASAN

Diagnosis pterygium pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis didapatkan keluhan kabur pada kedua mata dirasakan penderita sejak sekitar 8 bulan yang lalu disertai rasa gatal, perih dan panas terutama bila penderita sedang beraktifitas diluar rumah seperti terkena cahaya matahari, debu, dan angin. Penderita merasakan seperti ada sesuatu ketika akan menutup kedua mata. Awalnya penderita merasa gatal pada kedua mata kemudian penderita mengucek-ngucek matanya dan rasa perih yang disertai dengan pengeluaran air mata dan mata menjadi merah. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pada tahap awal pterygium penderita sering matanya terasa panas, perasaan menganjal seperti ada benda asing, sering merah dan terjadi kemunduran tajam penglihatan akibat astigmat kornea.11,12,14Penyebab pterygium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga disebabkan oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet atau inframerah, disamping debu, angin, dan udara panas. Hal inilah yang dapat menerangkan mengapa pterygium lebih banyak ditemukan di daerah ekuator atau tropis, termasuk Indonesia. Mereka yang beresiko terkena penyakit ini adalah mereka yang sering beraktivitas di luar rumah di mana paparan terhadap sinar matahari langsung dan debu serta angin sangat memungkinkan untuk terjadi.16,17Daerah yang dekat khatulistiwa mendapatkan intensitas sinar ultraviolet lebih tinggi sehingga dapat menyebabkan perubahan seluler pada limbus kornea bagian medial. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan angka kejadiaan pterygium semakin meningkat bila mendekati garis khatulistiwa. Khususnya daerah yang berada di antara 37 lintang utara dan 37 lintang selatan yang disebut dengan pterygium belt. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan perubahan histologis sel epitel, jaringan konjungtiva sub mukosa dan destruksi sel stem pada limbus, akibatnya fungsi barier limbus tidak ada sehingga konjungtiva yang mengalami inflamasi dan degenerasi dapat dengan mudah menjalar melewati limbus menuju kornea dan membentuk jaringan pteyigium di daerah interpalpebra (celah kelopak) biasanya bagian nasal. 12,13,14Pada pemeriksaan snellen chart didapatkan visus OD yaitu 6/12, visus OS 6/18. Pada okulus dekstra et sinistra terdapat benjolan di konjungtiva bulbi bagian nasal (+) bentuk segitiga dengan sudah melewati kornea, tapi tidak melebihi pinggiran pupil. Permukaan kornea tidak rata, tertutup oleh lipatan jaringan konjungtiva. Pemeriksaan slit lamp yaitu kornea murni ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya sudah melewati kornea, tapi tidak melebihi pinggiran pupil. Hal inilah yang memperkuat penegakan diagnosis pterygium.Pada kepustakaan pterygium didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk suatu membran segitiga dengan dasar pada konjungtiva bulbi dan puncak di daerah kornea. Pada awalnya pterygium tampak sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh darah sehingga warnanya merah, yang kemudian menjadi suatu membran tipis dan berwarna putih. Bagian sentral yang melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel, juga membran Bowman dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan mendekati pupil, yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada seorang dengan pterygium.11,15Pada pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp didapatkan kornea jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil, COA dalam dan lensa jernih. Berdasarkan kepustakaan, pemeriksaan di atas yang mencakup observasi eksternal dan pemeriksaan dengan instrumen yaitu slit lamp, sudah memenuhi syarat dalam mendiagnosis pterigium. Penderita ini didiagnosis sebagai pterygium derajat III okulus sinistra + pterygium derajat. II okulus dextra.Menurut kepustakaan, pterygium terbagi atas 4 grade, yaitu:171. Stadium I : hanya terbatas pada limbus kornea.2. Stadium II : sudah melewati limbus kornea tapi tidak lebih dari 2 mm.3. Stadium III : sudah melebihi derajat 2 tapi tidak melewati pinggiran pupil, dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil 3-4 mm).4. Stadium IV : puncak sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterygium meliputi menurunnya ketajaman penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang bersifat kronik pada konjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas mata menjadi terbatas karena terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus ekstraokuler.14Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi penatalaksaan bersifat non bedah yaitu diberikan edukasi untuk mengurangi iritasi atau paparan terhadap sinar ultraviolet. Penderita juga dianjurkan untuk memakai kacamata dan topi pelindung bila sedang beraktivitas di luar rumah. Noncort 4 kali tetes per hari pada kedua mata. Bila terjadi peradangan dapat diberikan steroid topikal.11 Untuk mengoreksi penglihatan kedua mata penderita terutama pada saat membaca dan melihat benda dengan jarak dekat, dikoreksi dengan kecamata baca:OD : Plano OS : Plano Add +2,50 Add +2,50Pembedahan yaitu ekstirpasi pterygium dilakukan jika pterygium sudah sangat mengganggu pasien dan juga sudah menyebabkan gangguan penglihatan. Berdasarkan kepustakaan suatu pterygium ditangani dengan pembedahan apabila menyebabkan gangguan visus, bersifat progresif, menyebabkan gangguan pergerakan bola mata, ukurannya lebih dari 3-4 mm, pertumbuhan yang progresif menuju tengah kornea atau visual axis, dan alasan kosmetik.13Operasi mikro eksisi pterygium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara topografi membuat permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah menghilangkan pterygium menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju limbus. Setelah eksisi biasanya kauter untuk hemostasis sklera. Beberapa teknik operasi antara lain :1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk melekatkan kongjutiva pada sclera superfisial di depan insersi tendon rektus, meninggalkan area sclera yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat rekurensi 40-50%).2. Simple closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek konjungtiva sangat kecil)3. Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva langsung menutup luka tersebut.4. Rotational flap : insisi U-shaped dibuat ujung konjungtiva berotasi pada luka5. Conjutinctival graft : graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior dieksisi sesuai ukuran luka dan dipindahkan kemudian dijahit.6. Amnion membrane transplantasi : mengurangi frekuensi rekuren pterigium, mengurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata.7. Keratoplasti lamelar, keraktomi excimer phototerapeutic dan menggunakan gabungan angiostatis steroid.Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan umumnya pterygium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang bermakna, karena itu prognosisnya adalah baik.14Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi pelindung bila keluar rumah dan pro ekstirpasi pterygium. Selain itu juga diharapkan agar penderita sedapat mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya pterygium seperti sinar matahari dan debu serta rajin merawat dan menjaga kebersihan kedua mata. Hal ini sesuai kepustakaan bahwa untuk mencegah pterygium terutama bagi mereka yang sering beraktivitas di luar rumah dapat menggunakan kacamata atau topi pelindung untuk menghindari kontak dengan sinar matahari, debu, udara panas dan angin.11,16

BAB IVKESIMPULANPterygium dapat menyebabkan gangguan penglihatan serta iritasi yang sering menggangu. Penanganan pterygium dilakukan secara konservatif dan operatif dengan hasil perbaikkan visus, kosmetik yang memuaskan dan radang dapat dicegah.Demikian telah dilaporkan kasus tentang Pterygium Stadium II Okulus Dextra + Pterygium Stadium III Okulus Sinistra + Presbiopia, pada seorang perempuan, umur 55 tahun yang datang ke Poliklinik Mata RSU Prof. R.D Kandou Manado tanggal 23 September 2015.

DAFTAR PUSTAKA

1. Demartini DR, DW Vastine. Pterygium. In : Abbott RL, editor. Surgical interventions Corneal and External diseases . Pterigium:. Pada Abbott RL, editor penyakit Bedah. Intervensi Kornea dan Eksternal. Grune and Straton: Orlando, USA; 1987. Grune dan Straton: Orlando, USA; 1987.2. Fong KS, Balakrishnan V, Chee SP, Tan DT. KS Fong, V Balakrishnan, SP Chee, DT Tan. Refractive change following pterygium surgery. CLAO J 1998;24:115-7. Bias perubahan setelah operasi pterigium;. CLAO J 1998.3. Maheshwari S. Effect of pterygium excision on pterygium-induced astigmatism. Indian J Ophthalmol 2003;51:187-8. Maheshwari S. Pengaruh eksisi pterygium pada pterygium-Silindris diinduksi;. India J Ophthalmol 2003. 4. Hansen A, Norn M. Astigmatism and surface phenomena in pterygium. Acta Ophthalmol (Copenh) 1980;58:174-81. Hansen A, Norn M. astigmatisma dan fenomena permukaan di pterigium.. Acta Ophthalmol (Copenh) 1980.5. Lin A, Stern G. Correlation between pterygium size and induced corneal astigmatism. Cornea 1998;17:28-30. Lin A, Stern G. Korelasi antara ukuran pterygium dan astigmatisme kornea diinduksi; Kornea.998.6. Stern G, Lin A. Effect of pterygium excision on induced corneal topographic abnormalities. Cornea 1998;17:23-7. Stern G, Lin A. Pengaruh eksisi pterygium pada kelainan yang disebabkan topografi kornea;. Cornea 1998.7. Tomidokoro A, Miyata K, Sakaguchi Y, Samejima T, Tokunaga T, Oshika T. Effects of pterygium on corneal spherical power and astigmatism . Tomidokoro A, Miyata K, Sakaguchi Y, T Samejima, Tokunaga T, Oshika T. Pengaruh pterygium daya bola kornea dan astigmatisme. Ophthalmology 2000;107:1568-71. Ophthalmology 2000.8. Cinal A, Yasar T, Demirok A, Topuz H. The effect of pterygium surgery on corneal topography. Ophthalmic Surg Lasers 2001;32:35-40. Cinal A, T Yasar, Demirok A, Topuz H. Pengaruh operasi pterygium pada topografi kornea;. Kedokteran Laser 2001 Surg 40.9. Yagmar M, Altan A, Ozcan MD, Sari S, Ersoz RT. Yagmar M, Altan A, Ozcan MD, S Sari, RT Ersoz. Visual acuity and corneal topographic changes related with pterygium surgery. J Refract Surg 2005;21:166-70. Visual ketajaman dan perubahan topografi kornea terkait dengan operasi pterigium;. Membiaskan J Surg 2005.10. Oldenburg JB, Garbus J, McDonnell JM, McDonnell PJ. JB Oldenburg, Garbus J, JM McDonnell, McDonnell PJ. Conjunctival pterygia. Konjungtiva pterygia. Mechanism of corneal topographic changes. Cornea 1990;9:200-4. Mekanisme perubahan topografi kornea;. Cornea 1990 9:200-411. Ilyas S. Pterigium. Dalam: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2003 : 119-20.12. Wijaya N. Kelainan Konjungtiva. Dalam: Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan keenam. Jakarta. 198913. Mary P, Coday. Pterygium. Dalam: Digital Journal of Ophtalmology. Last update: Pebruary 2004. Available on: http://www.djo.harvard.edu.14. Fisher JP. Pterygium. Last update: March 28th 2001. pp1-9. Available on : http://www.emedicine.com15. Droutsas K, Sekundo W. 2010. Epidemiology of pterygium a review. Ophthalmology 107 (6):511-6 16. Pterygium. Dalam : Handbook of Ocular Diseases Management. Available on: http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thm17. Williams W. Corneal and Refractive Surgery. Dalam: Wright K, Head MD, editor. Textbook Of Ophthalomology. Waverly company. London, 1997: 767-8.

3