lapak ptu egg grading

24
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS Egg GradingOleh : Kelompok 1 Kelas F LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2015 Asep Nurjaman 200110130044 Indra Permana 200110130247 Fajar Nurul Akbar 200110130281 Anindita Mahendra 200110130370 Ganang Tri B 200110130371 Ines Trisnahati 200110130390

Upload: risca-amelia-septyani

Post on 14-Jul-2016

161 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

cfxdfcvg

TRANSCRIPT

Page 1: Lapak PTU Egg Grading

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PRODUKSI TERNAK UNGGAS

“Egg Grading”

Oleh :

Kelompok 1

Kelas F

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2015

Asep Nurjaman 200110130044

Indra Permana 200110130247

Fajar Nurul Akbar 200110130281

Anindita Mahendra 200110130370

Ganang Tri B 200110130371

Ines Trisnahati 200110130390

Page 2: Lapak PTU Egg Grading

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur selalu penulis panjatkan atas segala nikmat dan

karunia-Nya sehingga penyusunan laporan akhir praktikum yang berjudul “Egg

Grading” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah produksi

ternak unggas, asisten laboran praktikum produksi ternak unggas, dan sahabat-

sahabat yang telah banyak membantu menyelesaikan laporan akhir praktikum ini.

Penulis menyadari bahwa segala sesuatu tidak ada yang sempurna,

begitupun dalam penyusunan laporan akhir praktikum, baik dari proses maupun

hasilnya jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis berharap kritik dan

masukan yang membangun dari pembaca untuk perbaikan kedepannya. Akhir kata

penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak dan mohon maaf atas segala

kekurangannya.

Sumedang, 28 April 2015

Penulis

Page 3: Lapak PTU Egg Grading

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Maksud dan Tujuan ....................................................................................... 1

1.3 Waktu dan Tempat ........................................................................................ 1

II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 2

2.1 Struktur telur .................................................................................................. 2

2.2 Bentuk telur ................................................................................................... 2

2.3 Berat telur ...................................................................................................... 3

2.4 Penentuan kualitas telur secara eksterior ....................................................... 3

2.5 Bentuk telur ................................................................................................... 3

2.6 Keadaan kerabang ......................................................................................... 4

2.7 Candling ........................................................................................................ 4

2.8 Kondisi albumen ............................................................................................ 5

2.9 Kondisi yolk .................................................................................................. 6

III ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA .............................................. 7

3.1. Alat ............................................................................................................... 7

3.2 Bahan ............................................................................................................. 7

3.3. Prosedur Kerja .............................................................................................. 7

IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 9

4.1 Hasil ............................................................................................................... 9

4.2 Pembahasan ................................................................................................. 11

4.2.1 Penilaian Kualitas Exterior Telur ........................................................ 12

4.2.2 Penilaian Kualitas Interior Telur........................................................... 14

4.2.3 Pengamatan Tambahan ......................................................................... 16

V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 20

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 20

5.2 Saran ............................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

Page 4: Lapak PTU Egg Grading

1

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telur merupakan sumber protein yang sangat baikdan penting bagi tubuh.

Telur termasuk baha pangan hewani yang mudah didapatkan dan termasuk murahg.

Tidak heran blia telur menjadi bagian dari menu yang terhidang di meja makan

setiap harinya. Selain kaya akan nutrisi, telur juga banyak dimanfaatkan dalam

pengolahan makanan. Kandungan protein yang tinggi dan spesifik membuat telur

mempunyai nilai fungsional dalam proses pengolahan makanan.

Namun demikian, telur juga merupakan bahan yang mudah rusak dan telah

tercatat sebagai salah satu bahan pangan yang sangat rentan terkontaminasi,

terutama bakteri pathogen.

Penanganan telursebagai bahan pangan manjadi sangat penti8ng untuk

memastikan kualitas telur yang di konsumsi atau di tetaskan. Oleh karena itu,

pemahaman mengenai asal, karakteristik dan fungsinya menjadi sangat penting.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui grade

telur berdasarkan kelompok dan penilaian karakteristiknya baik secara eksterior

maupun interior.

1.3 Waktu dan Tempat

Hari dan Tanggal : Selasa, 22 Maret 2015.

Waktu : Pukul 07.30 - 09.30 WIB .

Tempat : Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas

Peternakan Universitas Padjadjaran.

Page 5: Lapak PTU Egg Grading

2

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur telur

Menurut Nurwantoro dan Sri Mulyani, 2003 struktur telur secara terperinci

dapat dibagi menjadi :

a). Kerabang telur dengan permukaan agak berbintik-bintik. Kerabang telur

merupakan pembungkus telur yang paling tebal, bersifat keras dan kaku. Pada

kerabang terdapat pori-pori yang berfungsi untuk pertukaran gas. Pada permukaan

luar kerabang terdapat lapisan kutikula, yang merupakan pembungkuss telur paling

luar.

b). Selaput kerabang luar dan dalam. Selaput kerabang dalam lebih tipis dari selaput

kerabang luar dan keduanya memiliki ketebalan 0.01-0.02 mm. Pada ujung telur

yang tumpul, kedua selaput terpisah dan membentuk rongga.

c). Albumen (putih telur) terdii dari 4 lapisan, paling dalam lapisan tipis dan encer

atau lapisan chalaziferous (lapisan 4), lapisan ini berhubungan langsung dengan

selaput vitelina. Lapisan luar yang tipis dan encer (lapisan 3) yang mengelilingi

lapisan kental (lapisan 2) dan palin luar adalah lapisan tipis dan encer (lapisan 1).

d). Struktur keruh berserat yang terdapat pada kedua ujung kuning telur yang

disebut chalaza dan berfungsi memantapkan posisi kuning telur.

e). Kuning telur yang terdiri dari latebra, diskus terminalis, cincin/lingkaan

konsentris dengan warna gelap dan terang, dan dikelilingi oleh selaput vitelina.

2.2 Bentuk telur

Berdasarkan bentuknya telur dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:

a) Biconical, adalah telur yang kedua ujungnya runcing seperti kerucut.

Page 6: Lapak PTU Egg Grading

3

b) Conical, adalah yang salah satu ujungnya runcing seperti kerucut.

c) Elliptical, adalah bentuk telur yang menyerupai elips.

d) Oval, adalah bentuk telur yang menyerupai oval, dan ini merupakan bentuk yang

paling baik.

e) Spherical, adalah bentuk telur yang hampir bulat.

Faktor yang mempengaruhi bentuk telur yaitu genetik dan umur induk.

Induk yang baru mulai bertelur bentuk telur yang dihasilkan cenderung runcing,

memanjang sedangkan induk yang semakin tua menghasilkan telur yang semakin

ke arah bulat bentuknya.

2.3 Berat telur

Berdasarkan beratnya, telur dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu:

a) Jumbo : lebih dari 65 gram

b) Ekstra large : 60-65 gram

c) Large : 55-60 gram

d) Medium : 50-55 gram

e) Small : 45-50 gram

f) Peewee : kurang dari 45 gram

2.4 Penentuan kualitas telur secara eksterior

Dalam penentuan kualitas secara eksterior, beberapa faktor yang perlu

diperhatikan adalah:

2.5 Bentuk telur

Untuk menentukan bentuk telur, sebelumnya harus diketahui bentuk telur

yang ideal. Hal ini dapat dibantu dengan penentuan indeks bentuk telur (ayam)

yang normal adalah 74.

Page 7: Lapak PTU Egg Grading

4

Index telur = Lebar Telur

Panjang Telur x 100 %

2.6 Keadaan kerabang

USDA Egg Grading Manual telah membuat klasifikasi kualitas telur

berdasarkan bentuk dan tekstur kerabang menjadi tiga, sebagai berikut:

a) Normal, yaitu kerabang telur yang memliki bentuk normal, termasuk tekstur

dan kekuatan kerabang. Pada kerabang tidak ada bagian yang kasar, sehingga

tidak berpengaruh pada bentuk, tekstur dan kekuatan dari kerabang.

b) Sedikit normal, yaitu pada kerabang telur ada agian yang bentuknya

tidak/kurang beraturan. Pada kerabang ada sedikit bagian yang kasar, tetapi

tidak terdapat bercak-bercak.

c) Abnormal, yaitu bentuk kerabang tidak normal, tekstur kasar, terdapat bercak-

bercak atau bagian yang kasar pada bagian kerabang.

Penentuan kualitas telur secara interior

Penentuan luar tidak bisa menjadi indikasi yang akurat terhadap apa yang

dijumpai di dalam cangkang. Oleh karena itu, untuk mengukur kualitas interior

dilakukan dengan candling (peneropongan) dan pemecahan telur.

2.7 Candling

Candling yang akurat paling baik dikerjakan di dalam ruangan gelap dengan

pengaturan arah sinar lampu melewati telur ke pengamat. Karakter-karakter yang

di amati adalahcangkang, rongga udara, yolk, albumen dan blastoderm. Dengan

candling memungkinkan untuk mendeteksi retak-retak pada cangkang, ukuran

rongga udara, ukuran dan mobolitas yolk, blood spot, meat spot, cacat

mikrobiologis dan germinasi (ada tidaknya prkembangan embrio).

Page 8: Lapak PTU Egg Grading

5

Telur yang bercangkang tipis, sangat berpori-pori atau retak dengan mudah

terdeteksi. Dengan candling, rongga udara dapa terlihat dengan jelas.rongga udara

biasanya terletak di ujung telur yang tumul (besar). Rongga udara yang besar

mrupakan indikasi lamanya umur telur dan lemahnya membran kulit telur atau

karena penanganan yang kasar. Sedangkan rongga udara yang bergerak bebas pada

beberapa bagian telur adalah akibat pecahnya membran kulit telur dalam.

Dengan candling, yolk telur segar tidak dapat terlihat dengan jelas, tetapi

yang terlihat hanya bayangannya yang kabur (tidak jelas). Pada telur yang

kualitasnya lebih rendah, yolk tampak bergerak lebih bebas da bayangannya lebih

gelap karena yolk terapung lebih dekat dengan cangkang. Perbedaan dalam

penampakan ini lebih banyak disebabkan karena perubhan yolk. Albumen telur

yang yang berkualitas baik, adalah kental dan jernih. Karena kentalnya albumen,

yolk tidak bisa bergerak bebas didalamnya. Selama penyimpanan, albumen secara

betahap menipis, lemah dan tampak berair,sehingga memungkinnkan yolk bergerak

jika telur diputar. Sebagai akibatnya yolk mengapung dekat dengan cangkang yang

tampak sebagai bayangan gelap.

2.8 Kondisi albumen

Penentuan kualitas albumen dapat ditentukan dengan indeks putih telur dan

dengan nilai haugh unit.

Indeks Albumen = Tinggi putih telur kental

Rerata diameter putih telur kental x 100 %

Haugh Unit digunakan sebagai parameter mutu kesegaran telur yang

dihitung berdasarkan tinggi putih telur dan bobot telur. Penghitungan nilai HU

menggunakan rumus menurut petunjuk Yuwanta (2004).

Page 9: Lapak PTU Egg Grading

6

HU = 100log (h+7,57-1,7.W0,37)

Ket: HU = Haugh Unit

h = tinggi albumen pekat (mm)

W = bobot telur (g)

2.9 Kondisi yolk

Sudaryani (2003) berpendapat bahwa indeks kuning telur merupakan indeks

mutu kesegaran yang diukur dari tinggi dan diameter kuning telur. Kualitas telur

dipengaruhi beberapa faktor, yaitu penyimpanan, strain unggas, umur, molting,

nutrisi pakan, dan penyakit. Komponen yang digunakan untuk mengukur indeks

kuning telur adalah tinggi kuning telur dan diameter kuning telur. Nilai yang

diperoleh dimasukkan dalam formulasi sebagai berikut.

Indeks Kuning Telur = Tinggi Kuning Telur (mm)

Diameter Kuning Telu (mm) x 100 %

Page 10: Lapak PTU Egg Grading

7

III

ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

3.1. Alat

Alat yang digunakan yaitu:

1. Kaca

2. Baki plastik

3. Pisau

4. Ember

5. Hydrometer

6. Egg youlk colour fan

7. Official air cell gauge

8. Jangka sorong

9. Kantong plastic

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah:

1. Telur ayam ras segar

2. Garam

3. Air

3.3. Prosedur Kerja

1. Setiap kelompok mendapatkan alat dan bahan untuk uji kualitas telur.

2. Beri tanda/nomor pada setiap telur yang akan diuji.

3. Pengamatan berat telur dilakukan dengan cara menimbang telur dengan

menggunakan timbangan analitik (gram).

Page 11: Lapak PTU Egg Grading

8

4. Pengamatan bentuk telur/SI dilakukan dengan menggunakan jangka sorong,

ukur panjang (P) dan lebar telur (L). Hitung SI dengan rumus L/P x 100.

5. Tekstur kerabang telur dilakukan dengan cara perabaan diselur permukaan

telur.

6. Keutuhan telur dilakukan dengan cara penggunakan candler. Letakan telur

diatas lubang candeer, amati bayangan yolk dan rongga udara serta keretakan

kerabang telur.

7. Rongga udara diamati dan di ukur dengan menggunkan official air cell.

8. Pengamatan kebersihan dilakukan dengan mengamati seluruh permukaan telur,

apakah ada noda atau kotoran.

9. Pengamatan Haugh Unit (HU) dilakukan dengan memecahkan telur diatas

kaca, gunakan jangka sorong untuk mengukur tinggi putih telur. Untuk

menghitung Nilai HU-nya gunakan rumus : HU = 100 Log (H + 7,57 – 1,7

W0,37), H adalah tinggi putih telur (mm) dan W adalah berat telur (gram).

10. Kondisi albumin diamati apakah ada noda atau tidak pada albumen.

11. Tebal kerabang diukur menggunakan mikrometerskrup.

12. Bobot bagian-bagain telur dialkuakn dengan cara penimbangan kerabang,

kuning telur (yolk).

13. Index Yolk diamati dengan dengan mengukur diameter kuning telur dan tinggi

kuning telur dengan jangka sorong.

14. Indeks Albumen (IA) dialkuakn dengan ukuran rataan lebar putih telur dengan

tingginya.

Page 12: Lapak PTU Egg Grading

9

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Eksterior dan Interior Telur

Telur Pengamatan Eksterior Pengamatan Interior Kesim-

pulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 L Bulat B Utuh B A AA A AA AA B

2 M Normal A Utuh AA B B AA AA AA B

3 L Bulat A Utuh B AA A AA AA AA B

4 XL Normal A Utuh A B B A AA AA B

5 XL Normal B Utuh A AA A AA A AA B

6 XL Bulat A Utuh A B B AA A AA B

7 L Bulat A Utuh B AA AA C B AA C

8 L Normal A Utuh B AA AA B B A B

9 XL Normal A Utuh B AA AA A AA A B

10 J Bulat A Utuh B A AA B AA A B

11 J Normal B Utuh A A AA A A A B

12 XL Normal A Retak A A AA B A A B

13 XL Normal A Utuh A A AA AA AA

14 XL Normal C Utuh AA A AA AA AA

15 XL Bulat C Utuh B A AA AA AA

16 XL Normal AA Utuh A AA A AA AA

17 L Bulat B Utuh A AA A AA AA

18 XL Bulat C Utuh AA AA AA AA AA

19 L Normal A Utuh A AA A B A AA B

20 XL Normal A Utuh NG AA A B A AA NG

21 J Normal A Utuh C A A B A AA C

22 L Bulat A Utuh B A B C A A C

23 J Bulat B Utuh A AA B AA A AA B

24 XL Normal AA Utuh A AA B AA A AA B

25 XL Bulat AA Utuh A AA A AA C A C

26 XL Bulat A Sedikit

Retak B AA A AA C C C

27 L Bulat B Sedikit

Retak B AA A AA A A B

28 L Normal C Sedikit

Retak C AA A AA A AA C

29 L Normal C Sedikit

Retak B AA A AA A B C

30 XL Normal B Sedikit

Retak B AA A AA B A B

31 M Normal AA Utuh A A AA AA AA AA A

32 L Bulat A Utuh C AA AA AA AA A C

33 XL Normal AA Utuh B AA AA AA A AA B

34 XL Normal AA Utuh A AA AA AA C AA C

35 L Bulat A Utuh A AA AA AA A AA A

36 L Bulat B Utuh B A AA A B B B

37 L Bulat AA Utuh C AA A A AA AA C

Page 13: Lapak PTU Egg Grading

10

Keterangan:

Pengamatan 1: Bobot Telur/Ukuran Telur

Pengamatan 2: Bentuk Telur/Shape Index

Pengamatan 3: Tekstur Kerabang Telur

Pengamatan 4: Keutuhan Telur

Pengamatan 5: Kebersihan Telur

Pengamatan 6: Rongga Udara Telur

Pengamatan 7: Bayangan Yolk

Pengamatan 8: Kekentalan Albumen

Pengamatan 9: Kondisi Albumen

Pengamatan 10: Kondisi Yolk

Tabel 2. Hasil Pengamatan Tambahan Telur

Telur Hasil Pengamatan

1 2 3 4

1 0,35 62,8 0,48 0,04

2 0,41 62,75 0,47 0,23

3 0,41 59,5 0,43 0,23

4 0,40 63,39 0,41 0,19

5 0,43 65,36 0,49 0,25

6 0,38 67,28 0,57 0,24

7 0,42 36,5 9,25 0,02

8 0,39 36,6 9,51 0,04

9 0,36 40,2 10,25 0,06

10 0,38 44,9 8 0,03

11 0,42 52,9 7,8 0,07

12 0,41 48,8 11,6 0,04

13 0,43 22,51 g 0,44 7

14 0,44 21,78 g 0,44 7

15 0,42 20,51 g 0,40 7,7

16 0,39 18,51 0,30 8,3

38 L Normal AA Utuh C AA AA AA C C C

39 M Bulat AA Utuh B A A A AA AA B

40 L Normal AA Utuh B AA AA A AA AA B

41 XL Normal AA Utuh C AA AA A B B C

42 XL Bulat AA Utuh B A A A AA AA B

43 XL Normal AA Utuh A AA AA A A AA A

44 M Normal AA Utuh B A A B AA A B

45 XL Bulat AA Utuh A AA AA AA AA AA A

46 XL Normal AA Utuh B A AA A A AA B

47 L Normal A Utuh AA A AA B AA AA B

48 M Normal B Utuh C C AA B AA A C

Lanjutan Tabel 1. Hasil Pengamatan Eksterior dan Interior Telur

Page 14: Lapak PTU Egg Grading

11

17 0,46 17,67 0,39 6,3

18 0,47 18,09 6,49 8,8

19 0,46 63,57 2,13 14,6

20 0,48 61,56 1,77 15

21 0,49 61,71 1,93 11,07

22 0,43 60,03 2 11,81

23 0,45 62,43 1,97 14,7

24 0,40 59,50 2,16 16,2

25 44,67 43,1 0,23 1,06

26 99,33 45,4 0,32 0,09

27 87,33 36 2,42 1,53

28 93,33 35,2 0,58 0,84

29 83,33 35,3 0,46 0,71

30 86,33 39 0,35 0,08

31 40,66 58,46 0,47 0,08

32 37,33 60,09 0,43 0,09

33 38 60,27 0,43 0,07

34 33,66 Pecah Pecah 0,08

35 35,66 59,64 0,45 0,1

36 39,66 59,64 0,45 0,05

37 46,33 55,97 0,45 0,032

38 44,00 61,32 0,96 0,121

39 31,67 61,01 0,49 0,023

40 21,07 61,93 0,47 0,022

41 21,00 58 0,47 0,051

42 28,33 61,67 0,47 0,029

43 0,38 58,53 0,43 0,044

44 0,37 56,55 0,34 0,031

45 0,41 61,67 0,35 0,056

46 0,4 59,57 0,37 0,040

47 0,44 56,4 0,37 0,029

48 0,46 55,45 0,37 0,035

Keterangan:

Tebal Kerabang (mm)

Persentase albumen (%)

Index Yolk

Index Albumen

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penilaian kualitas telur berdasarkan kualitas luar dan kualitas

dalam dapat diketahui bahwa semua telur yang dinilai (telur 1-6) masuk ke grade

Lanjutan Tabel 2. Hasil Pengamatan Tambahan Telur

Page 15: Lapak PTU Egg Grading

12

B. Berdasarkan kualitas luar telur, telur dinilai dari bobotnya, bentuknya,

teksturnya, keutuhannya, kebersihannya, rongga udaranya, dan bayangan yolk.

Sedangkan berdasarkan kualitas dalam telur dinilai dari kekentalan albumen,

kondisi albumen, dan kondisi yolk.

4.2.1 Penilaian Kualitas Exterior Telur

Kualitas exterior telur dapat dinilai sebelum telur tersebut dipecahkan.

Berdasarkan bobot telur, penilai dapat mengetahui ukuran dari telur yang

diklasifikasi dari mulai peewee, small, medium, large, extra large, dan jumbo. Dari

keenam telur yang ditimbang bobotnya dan dikonversi menjadi ons/dozen dengan

membagi bobot telur (gr) dengan 28,349 dan dikalikan 12, telur 1 sampai 6 berbobot

secara berurut 24,128 ons/dozen; 23,535 ons/dozen; 25,398 ons/dozen; 27,514

ons/dozen; 27,98 ons/dozen; dan 27,556 ons/dozen. Setelah dikonversi menjadi

ons/dozen dapat diketahui bahwa telur 2 berukuran medium karena bobotnya diatas

21 ons/dozen namun dibawah 24 ons/dozen, telur 1 dan 3 berukuran large karena

bobotnya diatas 24 ons/dozen dan dibawah 27 ons/dozen, dan telur 4 sampai 6

berukuran extra large karena beratnya diatas 27 ons/dozen namun dibawah 30

ons/dozen. Ukuran tersebut masih bisa dikatakan normal, namun apabila terlalu

besar, berarti terdapat kesalahan terhadap tata laksana ayam petelur yang

menyebabkan ayam telat dewasa kelamin. Biasanya ayam yang dewasa kelaminnya

telat akan memproduksi telur dalam ukuran yang besar (abnormal) (Medion, 2011).

Berdasarkan bentuk telur, telur yang normal akan memiliki bentuk yang

tidak terlalu bulat namun tidak terlalu lonjong. Telur yang normal memiliki shape

index antara 69 – 77. Apabila shape index kurang dari 69, berarti telur terlalu

lonjong dan apabila shape index lebih dari 77 maka telur terlalu bulat. Keadaan

bentuk lonjong dan bulat pada telur menunjukkan adanya abnormalitas bentuk yang

Page 16: Lapak PTU Egg Grading

13

menurunkan kualitasnya. Shape index itu sendiri dapat dicari dengan membagi

lebar telur dengan panjang telur yang diukur menggunakan jangka sorong dan

kemudian dikali 100. Berdasarkan 6 telur yang dinilai, telur 1, 3, dan 6 memiliki

bentuk yang bulat atau dapat dikatakan abnormal karena memiliki shape index

78,65; 80,27; dan 78,97. Sedangkan telur 2, 4, dan 5 memiliki bentuk yang normal

karena memiliki shape index 72,72; 75,14; dan 76,28.

Pada pengamatan berikutnya, telur dilihat berdasarkan teksturnya. Telur 1

dan 5 di kelompokkan ke kelas B karena teksturnya yang kurang baik dan sedikit

kasar serta terdapat bintik dan keriput yang jelas. Sedangkan telur lainnya

dikelompokkan ke kelas A karena teksturnya yang halus walaupun terdapat sedikit

kasar dan ada sedikit keriput walaupun tidak terlalu terlihat.

Kemudian telur dilihat berdasarkan kebersihannya. Noda-noda yang terlihat

pada telur menunjukkan kurang bersihnya tatalaksana pada tempat produksi telur.

Berdasarkan kebersihannya telur 1 dan 3 dikelompokkan ke kelas B karena

walaupun secara kasat mata terlihat agak bersih, ketika diperhatikan ternyata tada

noda yang berkumpul walaupun tidak banyak. Telur 4 sampai 6 dikelaskan ke kelas

A karena telur tersebut bersih dan ada noda yang sangat ringan. Sedangkan telur ke

2 dikelompokkan ke kelas AA karena telur tersebut sangat bersih dan bebas dari

kotoran.

Lalu telur-telur tersebut dinilai menggunakan candler untuk melihat

keutuhannya, rongga udara, dan bayangan yolk. Apabila berdasarkan keutuhan,

telur 1 sampai 6 tidak memiliki retakan sama sekali. Maka dapat dikatakan semua

telur memiliki kualitas yang baik berdasarkan keutuhannya.

Rongga udara telur akan terlihat apabila bagian runcing telur ditempatkan

keatas lbang candler yang menyala. Rongga udara akan terlihat di titik pusat ujung

Page 17: Lapak PTU Egg Grading

14

tumpul. Kedalaman rongga udara diukur menggunakan official air cell gauge

dengan cara menempelkan alat tersebut pada bagian rongga udara. Rongga udara

yang berkualitas AA akan memliki kedalaman 0,31 cm dan semakin lebar

kedalamannya, semakin buruk kualitasnya. Rongga udara yang seharusnya ada di

titik pusat ujung tumpul bisa saja ditemukan tidak pada tempatnya. Adanya

pergeseran rongga udara menunjukkan sobeknya inner shell membrane dan berarti

menurunkan kualitas telur. Telur 2, 4 dan 6 memiliki kedalaman rongga udara

sekitar 0,94 cm dan terlihat tidak pada titik pusat ujung tumpul sehingga telur-telur

tersebut dikelompokkan pada kelas B. Lain halnya dengan telur nomor 1 yang

dikelompokkan ke kelas A karena walaupun rongga udaranya ada pada titik pusat

ujung tumpul, namun kedalamannya sebesar 0,47 cm. Sedangkan telur nomor 3 dan

5 dikelompokkan ke kelas AA karena rongga udaranya masih pada titik pusat ujung

tumpul dan kedalamannya sekitar 0,31 cm.

Bayangan yolk juga diamati dengan menggerak-gerakan telur diatas lubang

candler yang menyala. Bayangan yolk yang tidak terlihat menunjukkan kerabang

telur yang tebal dan proporsi albumen yang cukup besar dan kental sehingga telur

tersebut dapat dikatakan berkualitas baik. Telur 2, 4, dan 6 ketika dilihat

menggunakan candler, bayangan yolknya terlihat jelas ketika telur digerakkan

sehingga dikelaskan di kelas B berdasarkan bayang yolk. Telur 3 dan 5 terlihat

bayangan yolknya walaupun tidak jelas maka telur-telur tersebut dikelompokkan

ke kelas A. Sedangkan telur 1 karena bayangan yolknya tidak terlihat sama sekali

maka dikelompokkan ke kelas AA.

4.2.2 Penilaian Kualitas Interior Telur

Kualitas interior telur dapat di nilai setelah dipecahkan. Parameter yang

dinilai berdasarkan interior telur adalah kekentalan albumen, kondisi albumen, dan

Page 18: Lapak PTU Egg Grading

15

kondisi yolk. Kekentalan albumen diukur dengan cara mengukur tinggi putih telur

dekat yolk namun tidak dekat kalaza menggunakan jangka sorong yang ditusukkan.

Tinggi putih telur tersebut digunakan untuk menghitung nilai HU atau Haugh Unit

dengan rumus:

HU = 100 log(H + 7,57 – 1,7W0,37)

Dimana: H = tinggi putih telur (mm) dan W = bobot telur (g)

HU yang bernilai lebih dari 72 menunjukkan bahwa albumennya sangat kental,

tebal, dan teguh sehingga telur dengan HU lebih dari 72 masuk ke kelas AA.

Albumen yang encer atau HU dibawah 31 menunjukkan adanya abnormalitas dari

telur yang mungkin disebabkan oleh infeksi penyakit sehingga albumen tidak bisa

melindungi yolk dan telur dimasukkan ke kelas C. Berdasarkan kekentalannya,

telur 1 dan 4 dimasukkan ke kelas A karena HUnya yang bernilai 67,5 dan 68,16

yang menunjukkan bahwa albumennya kurang kental dan teguh sehingga yolk

mulai mendekati inner shell membrane. Sedangkan telur 2, 3, 5 dan 6 dikelaskan

ke kelas AA karena HUnya bernilai 117,9; 79,15; 95,34; dan 96,85 yang berarti

menunjukkan bahwa albumennya kental dan teguh.

Kondisi albumen yang baik adalah albumen yang bersih dari segala noda

apalagi blood spot. Berdasarkan albumennya, telur 5 dan 6 dikelaskan di kelas A

karena terlihat sedikit noda ringan sedangkan telur lainnya dikelaskan di kelas AA

karena tidak ada noda sama sekali.

Sedangkan kondisi yolk semua telur dikelaskan di kelas AA karena tidak ada

noda sama sekali. Maka berdasarkan kondisi yolk, dapat dikatakan berkualitas baik.

Page 19: Lapak PTU Egg Grading

16

4.2.3 Pengamatan Tambahan

Hasil pengamatan ketebalan kerabang telur adalah 0,35 mm, 0,41 mm, 0,41

mm, 0,40 mm, 0,43 mm, dan 0,38 mm. Dan rata-rata tebal kerabang telur adalah

0,40 mm. Tebal kerabang telur diukur menggunakan alat mikrometer. Pengukuran

dilakukan pada bagian tengah, ujung tumpul dan ujung lancip telur kemudian

dirata-ratakan. Menurut Yuwanta (2010) tebal maksimal diperoleh pada ujung

lancip, dan yang paling tipis pada bagian tengah, sedangkan pada bagian ujung

tumpul mempunyai ketebalan medium. Hubungan antara ketebalan kerabang dan

indeks kerabang telur dikemukakan oleh Hamilton dkk, dalam buku Yuwanta

(2010) dengan rumus:

T = 3,98 SW/SA + 16,8

T = Ketalan kerabang (mm)

SW = Berat kerabang telur (g)

SA = Luas permukaan kerabang telur (cm2)

Tebal kerabang telur bervariasi antara 0,33-0,38 mm tergantung dari jenis

unggas, umur, pakan yang diberikan, penggunaan cahaya penerangan. Semakin tua

umur ayam semakin tipis kerabang telurnya. Kerabang telur ini mempunyai pori-

pori yang digunakan untuk pertukaran udara luar dengan embrio didalam telur.

Jumlah pori-pori ini paling banyak ditemukan pada bagian yang tumpul karena

berhubungan langsung dengan rongga udara (Yuwanta, 2010)

Menurut Sahara (2012), perbedaan ketebalan kerabang telur disebabkan

karena kemampuan masing-masing ayam dalam mengabsorpsi unsur kalsium. Hal

ini juga dimaksudkan secara fisiologis fungsi dari sistem pencernaan normal,

absorbsi nutrisi terutama kalsium dapat dengan sempurna didepositkan ke

pembentukan kerabang pada oviduk atau saluran telur sehingga ketebalan kerabang

Page 20: Lapak PTU Egg Grading

17

yang matriks utamanya terdiri dari senyawa kalsium karbonat (CaCO3) menjadi

sempurna terbentuk. Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa zat nutrisi

utama yang mempengaruhi tebal kerabang telur adalah kalsium, fosfor dan vitamin

D3.

Telur terdiri dari tiga bagian utama yaitu kerabang telur, albumin dan yolk

telur. Proporsi dan komposisi telur ini dapat bervariasi tergantung dari beberapa

faktor antara lain umur ayam, pakan, temperatur, genetik, dan cara pemeliharaan.

Bagian-bagian dalam sebutir telur dan nilai relatif dari sebutir telur disajikan pada

tabel berikut.

Tabel 3. Persentase bobot bagian telur

Material penyusun Berat (g) Persen dari total telur (%)

Rata-rata ekstrem

Kerabang telur 5,50 9,20 8,5-10,5

Kerabang tipis 0,25 0,40 -

Putih telur 37,00 61,50 57,0-65,0

Kuning telur 17,30 29,00 25,0-33,0

total 60,00 100,00 -

Bagian yang dikonsumsi 54,00 90,50 89,0-92,0

Sumber : Sauver dikutip dari Yuwanta (2010)

Berdasarkan hasil pengamatan 6 telur ayam yang berbeda didapat berat

persentase rata-rata albumin, yolk dan kerabang telurnya adalah 63,52 %, 25,12 %

dan 11,53 %. Persentase berat bagian telur didapat dari pengukuran bobot telur,

kerabang telur, dan yolk telur yang sudah dipisahkan dengan albuminnya,

sedangkan persentase albumin didapat dari hasil perhitungan berat telur dikurang

berat yolk yang ditambah berat kerabannya.

Page 21: Lapak PTU Egg Grading

18

Perbandingan yang jauh berbeda antara hasil pengamatan dengan sumber

mungkin bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ayam atau strain ayam,

jenis pakan, temperatur, umur dan genetik. Massa total dari kuning telur terdiri dari

lapisan kuning dan lapisan putih yang disebabkan oleh konsentrasi xantofil dari

pakan yang dikonsumsi ayam. Putih telur tersusun dari 4 bagian yaitu ; a). Putih

telur cair bagian luar sebanyak 23 % dari total putih telur. b). Putih yelur kental tipis

seperti gelatin sebanyak 57 %. c). Putih telur cair bagian dalam sebanyak 17%. d).

Khalaza sebanyak 3%. Persentase kerabang telur sekitar 10% dari berat telur yang

tersusun dari 95,1 % mineral, 3,3 % protein, dan 1,6 % air (Yuwanta, 2010).

Perbandingan antara tinggi yolk dengan rata-rata diameter yolk (indeks

yolk) telur segar berada pada kisaran 0.33 – 0.50 dengan nilai ratarata 0.42 (Buckle,

dikutip dari Alberth, 2008). Berdasarkan tabel hasil pengamatan Index Yolk

didapatkan rata-rata indeks yolk kelompok 1 yaitu sebesar 0,48.

Pengukuran indeks yolk ini dengan cara telur dipecahkan di atas bidang

datar dan licin (kaca). Kuning telur dipisahkan dari putih telur secara hati-hati.

Indeks Kuning Telur diukur dengan menggunakan alat jangka sorong untuk tinggi

kuning telur dan lebar kuning telur. Telur yang telah mendapat perlakuan masing-

masing sebanyak enam butir diukur Indeks Kuning Telurnya. Hasil pengamatan

indeks kuning telur dicatat pada tabel hasil pemeriksaan.

Pengukuran indeks yolk relatif lebih mudah dibandingkan dengan putih

telur karena kuning telur relatif stabil dibanding putih telur. Indeks kuning telur

pada saat telur dikeluarkan adalah 0,45 kemudian akan menurun menjadi 0,30

apabila telur disimpan selama 25 hari (25oC). Penyimpanan telur pada 0oC selama

5,5 bulan mampu memberikan daya tahan indeks kuning telur sebesar 0,45

(Yuwanta, 2010).

Page 22: Lapak PTU Egg Grading

19

Indeks albumen dihitung dengan menggunakan alat jangka sorong untuk

mengukur tinggi putih telur dan lebar putih telur. Telur yang telah mendapat

perlakuan masing-masing sebanyak enam butir diukur Indeks albumennya. Hasil

pengamatan Indeks albumen dicatat pada tabel hasil pemeriksaan.

Ternyata bahwa ukuran indeks albumen berkisar antara 0.04-0.25 dengan

rataan 0.2. Kisaran yang direkomendasikan menurut Warsono dan Rumetor (1989)

adalah 0.05-0.12 sedangkan menurut (Buckle, dkk., 1987) berada pada kisaran

0.09-0.12. Dengan demikian perolehan hasil pengamatan masih jauh berbeda

dengan yang direkomendasikan. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi dalam

pengukuran sehingga nilainya jauh dari yang direkomendasikan.

Menurut Yuwanta (2010) perubahaan putih telur sebagai akibat dari

pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur melalui pori-pori kerabang telur

akan selalu terjadi. Kehilangan air dapat terjadi karena evaporasi akibat dari lama

waktu penyimpanan telur, temperatur, kelembaban, permukaan dan porositas

kerabang telur.

Page 23: Lapak PTU Egg Grading

20

V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan praktikum mengenai egg grading dan penyusunan laporan

praktikum, dapat disimpulkan bahwa:

1. Telur1, telur 2, telur 3, telur 4, telur 5, dan telur 6 dikelompokkan ke grade B

berdasarkan penilaian karakteristik eksterior dan interiornya.

2. Penilaian kualitas telur terdiri dari pengamatan eksterior (sebelum dipecahkan)

dan interior (sesudah dipecahkan) dan pengamatan tambahan.

3. Rendahnya kualitas telur disebabkan karena rendahnya kebersihan ekterior telur.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan praktikum kali ini, penulis memberikan

rekomendasi berupa saran-saran sebagai berikut :

1. Kegiatan praktikum selanjutnya harus mengalokasikan waktu praktikum sebaik

mungkin.

2. Penjelasan pemaparan materi pra praktikum yang tidak dilakukan praktikumnya

sebaiknya dilakukan demonstrasi.

Page 24: Lapak PTU Egg Grading

21

DAFTAR PUSTAKA

Alberth, Mampioper, Sientje D. Rumetor Dan Freddy. 2008. Kualitas Telur Ayam

Petelur Yang Mendapat Ransum Perlakuan Substitusi Jagung Dengan

Tepung Singkong. Jurnal Ternak Tropika Vol. 9. No.2: 42-51,

Buckle, A.K., A.R. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan.

Universitas Indonesia Jakarta.

Leeson, S. And J.D. Summers. 2001. Nutrition Of The Chicken. 4th Ed. University

Books. Guelph, Ontario.

Medion. 2011. Telur dan problematikanya.

https://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/penyakit/telur-dan-

problematikanya (diakses pada tanggal 28 April 2015 pukul 18.38)

Nurwantoro dan Sri Mulyani, 2003. Buku Ajar Dasar Hasil Teknologi Ternak.

Universitas Diponegoro. Semarang.

Sahara, Eli . M.L. Sari Dan N. Nuzulistyaningsih. 2012. Penambahan Grit Kerang

Dan Pembatasan Pemberian Pakan Terhadap Kualitas Kerabang Telur

Ayam Arab (Silver Brakel Kriel). Workshop Nasional Unggas Lokal. Fakultas

Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang

Shinta, D.K, Koen Praseno dan Kasiyati. 2012. Indeks Kuning Telur (Ikt) Dan

Haugh Unit (Hu) Telur Puyuh Hasil Pemeliharaan Dengan Pemberian

Kombinasi Larutan Mikromineral (Fe, Co, Cu, Zn) Dan Vitamin (A, B1, B12,

C) Sebagai Drinking Water. Fakultas Biologi Universitas Diponegoro.

Semarang.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Warsono, I.U. dan S.D. Rumetor, 1989. Teknologi Hasil Ternak (Telur, Susu dan

Daging). Diktat Kuliah Faperta Uncen Manokwari.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.