lap. antibiotik of perforasi app (pbl 4) ddt
DESCRIPTION
Antibiotik perforasi appTRANSCRIPT
Antibiotik
1. Ampisilin
Ampisilin merupakan prototip golongan aminopenisilin berspektrum luas,
tetapi aktivitasnya terhadap kokus gram-positif kurang daripada penisilin
G. Semua penisilin golongan ini dirusak oleh betalaktamase yang
diproduksi kuman gram-positif maupun gram-negatif. Kuman
meningokokus pneumokokus, gonokokus dan L. monocytogenes sensitil
terhadap obat ini. Selain itu H. influenzae, E. coli dan Pr. mirabilis
merupakan kuman gram-negatif yang juga sensitil. Tetapi dewasa ini telah
dilaporkan adanya kuman yang resisten di antara kuman yang semula
sangat sensitif tersebut. Umumnya pseudomonas, klebsiela, serrafia,
asinobakter dan proteus indol positif resisten terhadap ampisilin dan
aminopenisilin lainnya.1,2
Farmakokinetik
Absorpsi ampisilin oral tidak lebih baik daripada penisilin V atau
lenetisilin. Adanya makanan dalam saluran cerna akan menghambat
absorpsi obat. Perbedaan absorpsi ampisilin bentuk trihidrat dan bentuk
anhidrat tidak memberikan perbedaan. Ampisilin juga didistribusi luas di
dalam tubuh dan pengikatannya oleh protein plasma nanya 20%.
Ampisilin yang masuk ke dalam empedu mengalami sirkulasi
enterohepatik, tetapi yang diekskresi bersama tinja jumlahnya cukup
tinggi. penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar yang efektif pada keadaan
peradangan meningen. Pada bronkitis atau pneumonia, ampisilin disekresi
ke dalam sputum efektif 10% kadar serum. Bila diberikan sesaat sebelum
persalinan, dalam satu jam kadar darah fetus menyamai kadar darah
ibunya. Pada bayi prematur dan neonatus, pemberian ampisilin
menghasilkan kadar darah yang lebih tinggi dan bertahan lebih lama dalam
darah.1
Efek samping
Ampisilin dapat menimbulkan efek samping. Reaksi alergi yang sifatnya
ringan sampai sedang berupa berbagai bentuk kemerahan kulit, dermatitis
kontak, glositis, serta gangguan lain pada mulut, demam yang kadang-
kadang disertai menggiggil. Yang paling sering terjadi di antara semuanya,
adalah kemerahan kulit.1
Reaksi Toksik dan iritasi lokal
Hanya sebagian kecil kemerahan kulit oleh ampisilin berdasarkan reaksi
alergi dan di sini pemberian ampisilin harus dihentikan. Namun sebagian
besar kemerahan kulit diperkirakan karena reaksi toksik. Kemerahan ini
bersifat difus, tidak gatal berbentuk makulo papular dan bersifat non
urtikarial. Kemerahan kulit ini sering timbul 7-10 hari setelah dimulainya
terapi dan menghilang sendiri walaupun pemberian ampisilin diteruskan.
Efek samping ini sering timbul bila ampisilin diberikan kepada penderita
infeksi virus misalnya mononukleosis infeksiosa.1
Sediaan dan Posologi
Ampisilin untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk tablet atau kapsul
sebagai ampisilin trihidrat atau ampisilin anhidrat 125 mg, 250 mg, 500
mg dan 1000 mg sedangkan untuk bubuk suspensi sirup mengandung 125
atau 500 mg/5 ml. Selain itu, ampisilin tersedia juga untuk suntikan dalam
ukuran 0,1; 0,25; 0,5 dan 1 g per vial. Dosis ampisilin tergantung dari
beratnya penyakit, fungsi ginjal dan umur penderita. Garis besar
penentuan dosis ialah sebagai berikut:
- Dewasa, penyakit ringan sampai sedang diberikan 2-4 g sehari, dibagi
untuk 4 kali pemberian; untuk penyakit berat sebaiknya diberikan
preparat parenteral sebanyak 4-8 g sehari. Pada meningitis bahkan
dibutuhkan dosis lebih tinggi lagi.
- Anak dengan berat badan kurang dari 20 kg diberikan per oral : 50-100
mg/kgBB sehari yang dibagi datam 4 dosis; IM : 100-200 mg/kgBB
sehari yang dibagi dalam 4 dosis, bayi berumur kurang dari 7 hari
diberi 50 mg/kgBB sehari dalam 2 dosis, bayi berumur lebih dari 7
hari diberi 75 mg/kgBB sehari dibagi dalam 3 dosis; IV: empat kali
250-500 mg sehari. Untuk meningitis, diberikan 150-250 mg/kgBB
sehari dibagi dalam 6-8 dosis.1
2. Gentamisin
Gentamisin merupakan prototip dari golongan antibiotik yang dikenal
cukup toksik namun dengan pemantauan kadar dalam darah elek toksik
dapat dihindarkan.1 Gentamisin adalah obat penting untuk pengobatan
banyak infeksi basil gram-negatif yang serius dan biasanya aminoglikosida
sebagai pilihan pertama karena biayanya rendah dan aktivitasnya dapat
diandalkan terhadap semua infeksi kecuali terhadap bakteri aerob gram-
negatif yang paling resisten. Gentamisin diberikan secara parenteral,
oftalmik, dan topikal.2 Untuk gentamisin, mikroorganisme dinyatakan
sensitif bila pertumbuhannya dihambat dengan kadar puncak antibiotik
dalam plasma tanpa efek toksik yaitu 4-8 μg/ml. Secara umum aktivitas
antimikroba gentamisin, tobramisin, netilmisin dan amikasin lebih tinggi
daripada kanamisin. Tobramisin, sisomisin dan gentamisin sama aktif
terhadap kuman gram-negatif dengan catatan bahwa tobramisin lebih aktif
terhadap Ps. aeruginosa dan beberapa galur spesies Proteus. Kebanyakan
kuman gram-negatif yang resisten terhadap gentamisin, juga akan resisten
terhadap tobramisin dan sisomisin. Tetapi 50% Pseudomonas yang
resisten terhadap gentamisin masih sensitif terhadap tobramisin. Flora
nosokomial telah banyak berubah akhir-akhir ini dengan meningkatnya
galur yang resisten terhadap gentamisin dan tobramisin.1
Farmakokinetik
Aminoglikosid sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga sangat
sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Kurang dari 1% dosis yang
diberikan diabsorpsi lewat saluran cerna. Pemberian per oral hanya
dimaksudkan untuk mendapatkan elek lokal dalam saluran cerna saja,
misalnya pada persiapan prabedah usus. Untuk mendapatkan kadar
sistemik yang efektif aminoglikosid perlu diberikan secara parenteral.
Aminoglikosid dalam bentuk garam sulfat yang diberikan lM baik sekali
absorpsinya. Kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu rata-rata 1/2
sampai 2 jam. Distribusi aminoglikosid ke dalam cairan otak pada
meningen normal sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut aminoglikosid
dianggap tidak berguna untuk mengatasi meningitis kecuali bila diberikan
intratekal. Aminoglikosid yang diberikan dalam dosis tunggal, khususnya
gentamisin, menunjukkan jumlah ekskresi renal yang kurang dari dosis
yang diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui
ginjal, maka keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke dalam
jaringan. Walaupun demikian kadar dalam urin mencapai 50-200 μg/ml.
Sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat diberikan.
gentamisin diekskresi dalam jumlah yang cukup besar melalui empedu
sehingga kadarnya cukup tinggi; streptomisin dosis tinggi menghasilkan
kadar dalam empedu setinggi 10-20 μg/ml.1
Efek Samping
Efek samping gentamisin yang paling penting dan paling serius adalah
nefrotoksisitas dan ototoksisitas yang ireversibel. Pemberian intratekal dan
intraventikular dapat menyebabkan inflamasi lokal dan dapat
mengakibatkan radikulitis dan komplikasi lain.2 Dosis 1 g sehari pada 25%
insidens ototoksisitas gentamisin kurang lebih 20%, 66% diantaranya
berupa gangguan vestibular. Untuk efek nefrotoksik, frekuensi kejadian
untuk gentamisin ialah 2-10%, atau rata-rata sekitar 4%. Sedangkan
penggunaan gentamisin oral cenderung menimbulkan kandidiasis.1
Sediaan
Gentamisin tersedia sebagai larutan steril dalam vial atau ampul 60 mg/1,5
ml; 80 mg/2 ml; 120 mg/3 ml dan 280 mg/2 ml. Salep atau krem dalam
kadar 0,1 dan 0,3%, salep mata 0,3%. Sediaan parenteral ada di pasar tidak
boleh digunakan untuk suntikan intratekal atau intraventrikular (otak)
karena mengandung zat pengawet. Tidak ada korelasi baik antara dosis
dan efektivitas tetapi ada korelasi antara kadar dalam darah dengan
efektivitas. Jadi bila hasil pengobatan dengan dosis standar tidak efektif,
perlu dilakukan pemantauan kadar dalam darah. Kadar gentamisin, juga
aminoglikosid lain perlu dipantau agar mendapat kadar terapi, pada pasien
dengan penyakit ginjal, fungsi ginjal yang labil, lanjut usia, kegemukan,
demam dengan kemungkinan perubahan bersihan kreatinin, sepsis, volume
distribusi labil, misalnya pada gagal jantung dan asites, luka bakar, librosis
kistik, dialisis, obat lain yang berinteraksi dengan aminoglikosid, dan
neonatus.1
Referensi
1. Ganiswarna SG, et al. Farmakologi dan terapi. Ed. 4. Jakarta; Bagian
Farmakologi Universitas Indonesia, 1995.
2. Brunton Laurence L, et al. Goodman & Gilman: Manual farmakologi dan
terapi. Jakarta; EGC, 2010.