lanjutan makalah pai
DESCRIPTION
makalah Pendidikan agama islamTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan dimuka bumi ini oleh Allah SWT tidak lepas dari satu
tujuan yaitu sebagai kholifah dimuka bumi ini. Manusia, hewan, tumbuhan, makhluk
gaib, alam semesta dan semua yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan segala
sesuatu yang terjadi dimuka bumi ini tak terlepas dari rencana dan kehendak Allah
SWT. Allah SWT menciptakan semua makhluknya dan menurunkan agama islam
untuk mengatur laju kehidupan semua makhluk ciptaan-Nya agar selaras serta
seimbang antara satu dan yang lainnya. Oleh karena itu setiap umat Islam yang
bertaqwa, tidak akan terlepas dari syari’at, hukum dan ketentuan yang terkandung
dalam ajaran agama Islam yang tertulis dengan jelas dalam Al-Qur’an dan telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam perkataan, perbuatan, tingkah laku
serta kebiasaannya yang disebut dengan hadist. Hukum yang harus di patuhi oleh
semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupun perempuan,
diantaranya tidak ada satupun perbedaan di mata Allah SWT. Namun hanya satu hal
yang membedakannya yaitu hanyalah ketaqwaan umat tersebut.
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan. Pada dasarnya
perkawinan atau pernikahan adalah bersatunya dua insan manusia didunia untuk
membangun sebuah bahtera rumah tangga yang diridhoi Allah SWT dan sesuai
dengan syari’at agama islam untuk melanjutkan keturunan dan memperbanyak
jumlah umat islam yang ada didunia. Pernikahan atau dalam ajaran islam disebut
dengan munakahat ini sudah di atur ketentuan dan persyaratannya dalam hukum
Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah SAW.
Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup ini.
Setiap harinya banyak berlangsung perkawinan atau pernikahan, antara umat muslim
dengan umat muslim bahkan ada juga pernikahan antara umat muslim dengan non
muslim. Padahal telah kita ketahui bahwa umat muslim dilarang untuk menikah
dengan orang non muslim. Tetapi hukum Islam disamping menentukan hukum juga
memberikan alternatif jalan keluar yang bisa di tempuh oleh umatnya jika ingin tetap
melangsungkan pernikahan mereka dengan umat non muslim dan tidak menimbulkan
dosa sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan ajaran agama islam, asalkan orang yang
akan dinikahi tersebut mau dengan ikhlas berpindah keyakinan menuju jalan yang di
ridhoi Allah SWT. Maka pernikahan mereka pun akan menjadi suatu pernikahan
yang penuh dengan berkah dari Allah SWT dan halal tentunya.
BAB II
ISI
A. HUKUM PERNIKAHAN ATAU PERKAWINAN MENURUT ISLAM
Hukum pernikahan atau perkawinan menurut agama islam adalah
suatu yang wajib hukumya, tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa
hokum pernikahan itu mubah atau boleh. Akan tetapi hukum itu akan berlaku
sesuai dengan situasi dan kondisi yang bersangkutan serta permasalahannya.
Dalam situasi dan kondisi tertentu hukum perkawinan dapat bersifat wajib,
sunnah, haram, makruh dan mubah. Dalam makalah ini akan dijelaskan hukum-
hukum pernikahan tersebut secara satu-persatu. Adapun hukum pernikahan
tersebut sebagai berikut ini :
1. Pernikahan Yang Wajib Hukumnya
Wajib adalah suatu perkara yang harus dilakukan oleh pemeluk
agama islam yang telah dewasa dan waras (mukallaf), di mana jika dikerjakan
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa. Suatu
pernikahan itu akan menjadi wajib hukumnya bagi seorang yang sudah
mampu secara financial atau secara materinya, siap secara lahir dan batinya
dan juga seseorang itu sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu
disebabkan karena menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan
keluarnya hanyalah dengan cara menikah dan tidak ada jalan keluar lainnya,
tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina
adalah wajib hukumnya.
Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat
tentang wajibnya seorang untuk menikah, bila dia adalah orang yang mampu
secara lahir batin dan finansialnya serta dia takut tertimpa resiko zina pada
dirinya. Dan bila dia tidak mampu memenuhi persyaratan dan ketentuan Allah
SWT, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah
rezekinya dan memberikan jalan untuk menempuhnya, sebagaimana firman-
Nya dalam surat An-Nuur ayat 33 berikut ini:
surah / surat : An-Nuur Ayat : 33
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-
Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka [1037], jika kamu mengetahui
ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari
harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu [1038]. Dan janganlah kamu
paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka
sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan
duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah
mereka dipaksa itu [1039].”
2. Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya
Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah
mereka yang sudah mampu secara lahir batin dan finansialnya namun masih
tidak merasa takut jatuh kepada perbuatan zina. Barangkali karena memang
usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan
kondusif. Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk
menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak dan batas-batas
tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang
dilarangkan dan diharamkan oleh Allah SWT.
Bila dia memilih untuk menikah, maka dia akan mendapatkan
keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita.
Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk
memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Menikahlah,
karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah
kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78)
Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak
mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.
Jadi, orang yang memilih untuk tidak menikah, maka ibadahnya
kurang sempurna karena menikah adalah sebagian dari ibadah yang
disunnahkan oleh Rasulullah SAW.
3. Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi
haram untuk melaksanakan suatu pernikahan. Pertama, tidak mampu memberi
nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual karena memiliki
suatu penyakit pada organ tubuhnya tersebut. Kecuali bila dia telah berterus
terang sebelumnya kepada calon istrinya dan calon istrinya itu mengetahui
dan mau dengan ikhlas menerima keadaannya.
Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat fisik lainnya yang secara
umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal
dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas
kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya untuk
menerima segala kekurangannya dengan ikhlas.
Misalnya orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah
dengan seseorang maka akan beresiko menulari pasangannya itu dengan
penyakitnya. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali
pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.
Selain hal-hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang
mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah
dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Dan juga apabila seorang
laki-laki muslim menikahi wanita pezina dan pelacur, termasuk menikahi
wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang
berada dalam masa iddah.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan
yang tidak memenuhi syarat dan rukun yang ditentukan oleh ajaran agama
islam. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau menikah dengan niat
untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita
kenal dengan nikah kontrak.
4. Pernikahan Yang Makruh Hukumnya
Orang yang tidaj bekerja atau tidak punya penghasilan sama sekali
dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya
makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang
bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk
menikah meski dengan karahiyah. Sebab idealnya bukan wanita yang
menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab
pihak suami untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar
bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada
ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya
menjadi jauh lebih besar.
5. Pernikahan Yang Mubah Hukumnya
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang
mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya
untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh.
Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau
anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka
hukum nikah baginya adalah mubah
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada 5 hukum nikah dalam
islam yang kesemuanya ada meliputi kondisi tertentu yang menjadikan hukum
perkawinan tersebut menurut komposisinya masing – masing.
B. PERMASALAHAN YANG TIMBUL DALAM MASYARAKAT
Kehidupan didunia sangat beraneka ragam, baik itu dalam hal agama,
sulu bangsa, ras, dan sebagainya. Perbedaan agama yang ada didalam masyarakat
menimbulkan suatu permasalahan dalam urusan pernikahan, khussnya
pernikahan beda agama. Lalu bolehkah menurut hukum Islam seorang Muslim,
baik pria maupun wanita menikah dengan orang yang berbeda agama atau umat
non muslim meskipun mereka telah saling mencintai dan menyayangi?
Masalah perkawinan beda agama telah mendapat perhatian serius para
ulama di Tanah Air. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah
Nasional II pada 1980 telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama.
MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda agama ini. Pertama,
para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa perkawinan wanita Muslim dengan
laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki Muslim
diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Perkawinan antara laki-laki
Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat perbedaan pendapat.
"Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya,
MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram," ungkap Dewan
Pimpinan Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa itu.
Dalam memutuskan fatwanya, MUI menggunakan Alquran dan Hadis
sebagai dasar hukum.
Adapun ayat Al-Qur’an yang digunakan sebagai dasar hokum oleh
MUI adalah sebagai berikut :
Q.S. Al-Baqarah:221
Artinya : "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah : 221).
Q.S. Al-Maidah:5
Artinya : “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini)
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin
mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan
tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya
dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”
Q.S. At Tahrim:6
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.
Sedangkan, hadis yang dijadikan dalil adalah Sabda Rasulullah SAW
yang diriwayatkan Tabrani: "Barang siapa telah kawin, ia telah memelihara
setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa (takut) kepada
Allah dalam bagian yang lain."
Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait
nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta
pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa
nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa
tentang penikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah menyatakan
bahwa seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Hal
itu sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas.
"Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita
non-Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan
laki-laki non-Muslim," ungkap ulama Muhammadiyah dalam fatwanya. Ulama
Muhammadiyah pun menyatakan kawin beda agama juga dilarang dalam agama
Nasrani. Dalam perjanjian alam, kitab ulangan 7:3, umat Nasrani juga dilarang
untuk menikah dengan yang berbeda agama.
"Dalam UU No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga disebutkan bahwa:
"Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu." Jadi, kriteria sahnya perkawinan adalah
hukum masing-masing agama yang dianut oleh kedua mempelai," papar ulama
Muhammadiyah dalam fatwanya. Ulama Muhammadiyah menilai pernikahan
beda agama yang dicatatkan di kantor catatan sipil tetap tak sah nikahnya secara
Islam. Hal itu dinilai sebagai sebuah perjanjian yang bersifat administratif.
Ulama Muhammadiyah memang mengakui adanya perbedaan pendapat tentang
bolehnya pria Muslim menikahi wanita nonMuslim berdasarkan surat al-Maidah
ayat 5. "Namun, hendaknya pula dilihat surat Ali Imran ayat 113, sehingga dapat
direnungkan ahli kitab yang bagaimana yang dapat dinikahi laki-laki Muslim,"
tutur ulama Muhammadiyah.
Dalam banyak hal, kata ulama Muhammadiyah, pernikahan wanita ahli
kitab dengan pria Muslim banyak membawa kemadharatan. "Maka, pernikahan
yang demikian juga dilarang." Abdullah ibnu Umar RA pun melarang pria
Muslim menikahi wanita non-Muslim.
Oleh karena itu alangkah baiknya, pernikahan itu dilandasi dengan satu
tiang agama yang sama dan agama yang diridhoi Allah SWT, yaitu agama islam.
Agar pernikahan tersebut tidak menimbulkan suatu masalah duniawi, dan juga
agar pernikahan tersebut mendapat berkah dan lindungan dari Allah SWT.
Sehingga menjadi keluarga yang sakinah, mwadah dan warahmah. Amin.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
1. Terdapat 5 hukum pernikahan, yaitu wajib, sunnah, mubah, haram dan
makruh.
2. Kelima hukum pernikahan tersebut akan berlaku sesuai dengan keadaan,
situasai, kondisi dan sebab-sebabnya setiap individu masing-masing.
3. Ulama Muhammadiyah menilai pernikahan beda agama yang dicatatkan di
kantor catatan sipil tetap tak sah nikahnya secara Islam.
4. Menurut ulama pernikahan antara wanita muslim dengan laki-laki non
muslim adalah tidak sah, begitu pula pernikahan antara laki-laki muslim
dan wanita non muslim juga tidak sah.
5. Kriteria sahnya perkawinan adalah hukum masing-masing agama yang
dianut oleh kedua mempelai.
6. Sahnya suatu pernikahan dalam islam adalah pernikahan yang sesuai
dengan ketentuan, persyaratan, dan tuntunan yang ada dalam hukum islam.
B. SARAN
1. Suatu pernikahan sebaiknya dilandasi dengan satu agama yang diridhoi
oleh Allah SWT.
2. Sebaiknya dalam memilih calon pendamping hidup, dipilih orang yang
seiman dan seagama.
3. Sebaiknya sebelum melaksanakan pernikahan atau memilih calon
pendamping hendaknya diserahkan kepada Allah SWT melalui sholat
istuqarah.
Seorang yang berpindah agama hanya untuk menikah?
Awalnya sah dan akhirnya pernikahan tersebut dinyatakan batal atau sudah tidak sah
kembali saat orang tersebut telah orang tersebut keluar dari koridor islam.