landasan teori infeksi cacing pada anak

19
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Infeksi cacing adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) (Jawetz et al, 1996). Infeksi cacingan banyak terdapat pada ank usia sekolah dasar, yang didalam usus anak terdapat satu atau beberapa jenis cacing yang merugikan pertumbuhan dan kecerdasan anak. 2.1.1. Infeksi Cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil- Transmited Helminths) a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus,

Upload: supit1

Post on 19-Jan-2016

52 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

TRANSCRIPT

Page 1: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Cacing

Infeksi cacing adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan minuman atau

melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing

gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan cacing tambang

(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) (Jawetz et al, 1996). Infeksi cacingan

banyak terdapat pada ank usia sekolah dasar, yang didalam usus anak terdapat satu atau

beberapa jenis cacing yang merugikan pertumbuhan dan kecerdasan anak.

2.1.1. Infeksi Cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmited Helminths)

a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm,

sedangkan cacing betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus,

cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang

dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi

tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini

bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus,

b. Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk )

Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara infeksi adalah langsung,

tidak diperlukan hospes perantara. Bila telur yang telah berisi embrio tertelan manusia,

larva yang menjadi aktif akan keluar di usus halus masuk ke usus besar dan menjadi

dewasa dan menetap. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di usus besar hospes. Telur

yang infektif bila tertelan manusia menetes menjadi larva di usus halus. Larva menembus

dinding usuu halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh

darah sampai ke jantung menuju paru-paru (Onggowaluyo, 2002)

Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa terutama terjadi karena

Page 2: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan ini erat

hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan status kesehatan umum dari

hospes (penderita). Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya tanpa gejala

pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat menimbulkan anemia, diare, sakit perut,

mual dan berat badan turun (Onggowaluyo, 2002).

Penyebaran geografis T.trichuira sama A. lumbricoides sehingga seringkali kedua cacing

ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Frekuensinya di Indonesia tinggi,

terutama di daerah pedesaan, frekuensinya antara 30% - 90 %. Angka infeksi tertinggi

ditemukan pada anak–anak. Faktor terpenting dalam penyebaran trikuriasis adalah

kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang baik pada

tanah liat, lembab dan teduh (Onggowaluyo, 2002)

c. Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus (Cacing Tambang)

Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, Cacing melekat pada mukosa usus

dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada manusia dapat

terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariorm yang ada di tanah. Cacing betina

menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar

1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti hurup S atau C dan

di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya

telur cacing bersama feses, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi

larva rhabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform

yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah

menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru

menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk,

larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi

terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan

(Gandahusada dkk, 2004).

Page 3: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

2.1.2. Dampak Infeksi Kecacingan pada Anak

Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat

mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat akan

menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak.

Infeksi cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan Trichuris trichiura menimbulkan

morbiditas yang tinggi (Soedarto, 1999).

Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi manusia tidak

dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam tubuh. Pada infeksi ringan akan

menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3% dari kalori yang dicerna,

pada infeksi berat 25% dari kalori yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan oleh badan.

Infeksi Ascaris lumbricoides yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori

protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A (Hidayat, 2002).

Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan

dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan

hemoglobin 30% di bawah normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi

Trichuris trichiura mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml/hari/cacing (Gandahusada

dkk, 2004).

Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini

sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah

0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah

secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat (Gandahusada dkk, 2004).

2.1.3. Transmisi Telur Cacing ke Tubuh Manusia

Pencemaran tanah dengan tinja manusia merupakan penyebab transmisi telur

A.lumbricoides dan T.trichiura dari tanah kepada manusia melalui tangan dan kuku yang

tercemar telur cacing, lalu masuk kemulut melalui makanan (Mahfuddin, 1994).

Agustina (2000) mendapatkan bahwa ada hubungan yang erat antara tanah dan kuku yang

Page 4: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

tercemar telur A.lumbricoides dan kejadian askariasis pada anak balita di Kecamatan

Paseh Jawa Barat.

Transmisi telur cacing, selain melalui tangan, ini dapat juga melalui makanan dan

minuman, terutama makanan jajanan yang tidak dikemas dan tidak tertutup rapat. Telur

cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut, jika diterbangkan

oleh angin, atau dapat juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah/selokan/air

limbah sehingga kaki-kakinya membawa telur cacing tersebut (Helmy, 2000).

Transmisi melalui sayuran yang dimakan mentah (tidak dimasak) dan proses

membersihkannya tidak sempurna juga dapat terjadi, terlebih jika sayuran tersebut diberi

pupuk dengan tinja segar. Di beberapa negara penggunaan tinja sebagai pupuk harus

diolah dahulu dengan bahan kimia tertentu berupa desinfestasi (Brown, 1979).

2.1.4. Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan

Secara Nasional di Indonesia upaya pencegahan dan pemberantasan Infeksi Kecacingan

sudah dilakukan sejak tahun 1975 dengan kebijakan pemberantasan terbatas pada daerah

tertentu karena biaya yang tersedia terbatas. Pada Pelita V dan VI Program

pemberantasan penyakit kecacingan meningkat kembali karena pada periode ini lebih

memperhatikan pada peningkatan perkembangan dan kualitas hidup anak (Dirjen P2M &

PL, 1998). Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan pada umumnya adalah

dengan pemutusan rantai penularan, yang antara lain dilakukan dengan pengobatan

massal, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta pendidikan

kesehatan (Soedarto, 1991).Penyakit cacingan dapat terjadi sebagai berikut (Nadesul,

1997).

1. Biasakan mencuci tangan sebelum makan atau memegang makanan, gunakan

sabun dan bersihkan bagian kuku yang kotor.

2. Biasakan menggunting kuku secara teratur seminggu sekali.

3. Tidak membiasakan diri menggigit kuku jemari tangan atau menghisap jempol.

Page 5: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

4. Tidak membiasakan bayi dan anak-anak bermain-main di tanah.

5. Tidak membuang kotoran di kebun, parit, sungai atau danau dan biasakan buang

kotoran di jamban.

6. Biasakan membasuh tangan dengan sabun sehabis dari jamban

7. Biasakan tidak jajan penganan yang tidak tertutup atau terpegang-pegang tangan.

8. Di wilayah yang banyak terjangkit penyakit kecacingan, periksakan diri ke

puskesmas terlebih ada tanda gejala kecacingan.

9. Segera mengobati penyakit cacing sampai tuntas

10. Penyakit cacing berasal dari telur cacing yang tertelan dan kurangnya kebersihan

diri dan lingkungan yang tidak baik.

11. Biasakan makan daging yang sudah benar-benar matang dan bukan yang mentah

atau setengah matang.

12. Biasakan berjalan kaki kemana-mana dengan memakai alas kaki.

13. Obat cacing hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mengidap penyakit

kecacingan

14. Biasakan makan lalap mentah yang sudah dicuci dengan air bersih yang mengalir.

Penanggulangan infeksi cacing usus tidak mudah karena keterkaitan dengan masalah

lingkungan. Pemberian obat-obatan hanya bersifat mengobati tetapi tidak memutuskan

mata rantai penularan. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan melalui

kegiatan terpadu yang mencakup pengobatan massal, penyuluhan kesehatan, peningkatan

status gizi, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta partisipasi

masyarakat (Hadidjaja, 1994).

Page 6: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

Menurut Sasongko (2007) kunci pemberantasan cacingan adalah memperbaiki higiene

dan sanitasi lingkungan. Misalnya, tidak menyiram jalanan dengan air got. Sebaiknya,

bilas sayur mentah dengan air mengalir atau mencelupkannya beberapa detik ke dalam air

mendidih. Juga tidak jajan di sembarang tempat, apalagi jajanan yang terbuka. Biasakan

pula mencuci tangan sebelum makan, bukan hanya sesudah makan. Dengan begitu, rantai

penularan cacingan bisa diputus.Pada saat bersamaan, anak-anak yang menderita

cacingan harus segera diobati. Namun, meski semua anak sudah minum obat cacing, tak

berarti masalah cacingan akan selesai saat itu juga. Pemberantasan kecacingan adalah

kerja gotong royong yang butuh waktu bertahun- tahun. Negara maju sepenti Jepang pun

pernah dibuat sibuk oleh ulah para cacing perut ini. Setelah kalah oleh Sekutu saat Perang

Dunia II, Jepang jatuh menjadi negara miskin. Karena miskin, masyarakat menggunakan

kotoran manusia sebagai pupuk pertanian. Akibatnya, penularan cacing menjadi tak

terkendali, sampai menyerang 80% penduduk

2.2. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan.

Secara epidemiologi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kecacingan, salah

satunya adalah faktor manusia (Soedarto, 1991) dijelaskan sebagai berikut :

2.2.1. Faktor Manusia

a) Hygiene Perorangan

Entjang (2001) usaha kesehatan pribadi (Hygiene perorangan) adalah upaya dari

seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya meliputi:

• Memelihara kebersihan

• Makanan yang sehat

• Cara hidup yang teratur

• Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani

• Menghindari terjadinya penyakit

Page 7: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

• Meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah

• Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat

• Pemeriksaan kesehatan

Onggowaluyo (2002) kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan

kepribadian seseorang, kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat

melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikro organisme

diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui tangan

yang kotor, kuku yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan

tertelan ketika makan, hal ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci tangan

memakai sabun sebelum makan.

Hygiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan, artinya apabila

melakukan hygiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh sanitasi lingkungan yang

baik, kaitan keduanya dapat dilihat misalnya pada saat mencuci tangan sebelum makan

dibutuhkan air bersih, yang harus memenuhi syarat kesehatan.

b) Konsep Perilaku.

Notoadmodjo (2005) mendefinisikan perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa

(berpendapat, berpikir, bersikap dan sebagainya) untuk memberikan respon terhadap

situasi diluar subjek tersebut. Respons ini dapat bersifat aktif (tindakan) dan dapat juga

bersifat pasif (tanpa tindakan). Bentuk operasional dari perilaku ini dapat dikelompokkan

menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi dan

rangsangan dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggap bathin terhadap keadaan atau

rangsangan dari luar diri subjek atau lingkungan. Dengan demikian, berarti

lingkungan akan berperan membentuk perilaku manusia yang hidup didalamnya.

Page 8: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

Lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik yang akan

mencetak perilaku manusia dengan sifat dan keadaan alam tersebut.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit yakni berupa action/perbuatan

terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

Pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun demikian tidak

berarti bahwa bentuk dari perilaku itu hanya dilihat dari sikap dan tindakannya. Perilaku

dapat juga bersifat konvensional, yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi dan

motivasi.

Bloom (1956), membedakan bentuk perilaku menjadi 3 macam yakni” cognitive, effective

dan psikomotor. Para ahli lain menyebutnya dengan pengetahuan (knowledge), sikap

(Attitude), dan tindakan (practice). Kihajar dewantoro menyebutkan dengan cipta, rasa

dan karsa atau perirasa dan peritindakan.

c) Pengetahuan

Menurut notoadmodjo (2003), Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Salah satu factor yang menyebabkan terjadinya penularan infeksi cacingan adalah

kurangnya pengetahuan tentang infeksi cacingan. Penelitian Wachidanijah (2002),

menunjukkan bahwa terdpat kecenderungan makin tinggi pengetahuan semakin baik

perilaku dalam hubungannya dengan penyakit kecacingan.

Page 9: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

d) Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus

atau objek (Notoatmodjo, 2003). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sikap adalah

tanggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang diketahuinya. Jadi sikap tidak dapat

dilihat langsung secara nyata tetapi hanya dapat ditafsirkan sebagai perilaku yang

tertutup. Menurut Allport (1954), seperti yang dikutip dari Notoadmodjo (2003),

menjelaskan bahwa sikap terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek)

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emocional terhadap statu objek

3. kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (Total Attitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini kemampuan berfikir, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting. Decicion Theory (Janis, 1985, dikutip dari Bart, 1994),

menganggap bahwa pasien sebgai seorang pengambil keputusan. Hal ini juga tercermin

dalam Conflict Theory dari Janin dan Mann (1997) yang dikutip dari Bart (1994), bahwa

pasienlah yang harus memutuskan apakah mereka akan melakukan suatu tindakan medis.

e) Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi satu perbuatan nyata.

Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau

terbuka (Notoadmodjo, 2003). Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktek (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat

oleh orang lain oleh karena itu disebut juga Over behaviour.

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk

hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua mahluk

Page 10: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,

karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dan yang dimaksud dengan perilaku

pada hakikatbya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai

bentangan sangat luas antara lain berbicara, menangis, tertawa, bekerja, menulis,

membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati olah pihak luar.(Notoatmodjo, 2003).

Perilaku sehat pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan

(Notoatmodjo, 2003). Sebagai contoh perilaku yang berkaitan dengan lingkungan

misalnya perilaku seseorang berhubugan dengan pembuangan air kotor yang menyangkut

segi-segi hygiene, pemeliharaan teknik dan penggunaannya. Wachidanijah (2002)

menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan makin tinggi pengetahuan seseorang

semakin baik perilaku dalam hubungan dengan penyakit kecacingan. Perilaku masyarakat

untuk buang air besar di sembarang tempat dan kebiasaan tidak memakai alas kaki

mempunyai intensitas infeksi cacing tambang pada penduduk di Desa Jagapati Bali,

dengan pola transmisi infeksi cacing tersebut pada umumnya terjadi disekitar rumah

(Bakta, 1995).

Kebiasaan buang air besar di sungai secara menetap ternyata menyebabkan tinggi infeksi

oleh ”Soil-Transmited Helminths” pada masyarakat.

f) Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman serta lingkungan, atau reaksi manusia baik bersifat pasif maupun bersifat aktif.

Page 11: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

Dengan demikian perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance) ini terdiri dari 3 aspek

• Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (Health promotion Behavior)

• Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit (Health prevention behavior)

• Perilaku terhadap gizi makanan dan minuman (Health nutrion behavior)

2. Perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior)

3. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (Enviromental health behavior).

Page 12: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

LANDASAN TEORI

Infeksi kecacingan adalah infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah, terutama

disebabkan oleh infeksi Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma

duodenale, dan Necator americanus. Infeksi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja,

terutama di negara berkembang dan beriklim tropis, serta kondisi sanitasi yang buruk dan

kepadatan penduduk. Infeksi terjadi pada saat anak menelan telur melalui

makanan/minuman/tangan, atau masuk melalui kulit. Intensitas infeksi dapat bersifat

ringan, sedang, maupun berat.

Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya infeksi dan intensitas infeksi, antara lain

faktor geografis suatu wilayah, faktor genetik, dan faktor demografi. Faktor pengetahuan

yang tercermin melalui perilaku, dan faktor ada tidaknya interfensi yang telah dilakukan

dalam bentuk pendidikan kesehatan,

khususnya berkaitan dengan mekanisme penularan dan penyebaran infeksi cacing,

maupun interfensi dalam bentuk pengobatan turut berperan terhadap prevalensi dan

intensitas infeksi. Kurangnya perhatian terhadap infeksi cacing, karena sangat jarang

menimbulkan kematian juga menjadi salah satu faktor yang berkaitan dengan

meningkatnya prevalensi infeksi.

Anak usia sekolah dasar memiliki risiko terbesar untuk terinfeksi. Infeksi cacing

memiliki dampak yang cukup signifikan di dalam mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan seorang anak. Seorang anak dapat kehilangan kesempatan untuk menjadi

sehat dan bebas dari penyakit. Seorang anak yang merupakan aset masa depan suatu

bangsa akan mengalami pertumbuhan yang terputus akibat mekanisme gangguan yang

ditimbulkan oleh cacing yang tersembunyi di dalam tubuhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Landasan Teori Infeksi Cacing Pada Anak

Brown 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Penerjemah Rukmono, Jakarta

Entjang I 2001. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti: Bandung

FKUI, 2010. Parasitologi Kedokteran, Jakarta.

Nadesul H. 1997. Bagaimana Kalau Kecacingan, Puspa Swara: Jakarta

Notoatmodjo S. 1993. Pengantar Pendidikan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Andi Offset: Yogyakarta.

Onggowaluyo J.S. 2002. Parasitologi Medik I (Helmintologi). EGC: Jakarta

Sasongko. A. 2007. Kuncinya Hidup Bersih. http://www.Depkes.go.id, diakses 16

Juni 2013

Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran, EGC: Jakarta