hubungan antara infeksi cacing usus dengan status gizi pada anak usia sekolah dasar di sdn 2...

65
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan bagian terpenting dalam proses kehidupan dan proses tumbuh kembang anak sehingga pemenuhan kebutuhan gizi adekuat turut menentukan tumbuh kembang sebagai sumber daya manusia di masa yang akan datang. Secara umum gizi sebagai bagian dari kesehatan untuk semua, mempunyai peran yang strategis dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama dalam menciptakan generasi baru yang berkualitan maju, mandiri dan cerdas. 1 Kebutuhan gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat manfaat gizi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang gizi dalam tubuh. 1

Upload: alifiyanfithriyana

Post on 27-Dec-2015

287 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

WHO menyebutkan lebih dari satu milliar penduduk dunia menderita penyakit cacingan. Sekitar 40% hingga 60% penduduk Indonesia menderita cacingan.

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi merupakan bagian terpenting dalam proses kehidupan dan proses

tumbuh kembang anak sehingga pemenuhan kebutuhan gizi adekuat turut

menentukan tumbuh kembang sebagai sumber daya manusia di masa yang

akan datang. Secara umum gizi sebagai bagian dari kesehatan untuk semua,

mempunyai peran yang strategis dalam upaya peningkatan kualitas sumber

daya manusia terutama dalam menciptakan generasi baru yang berkualitan

maju, mandiri dan cerdas.1

Kebutuhan gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam

membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak,

mengingat manfaat gizi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan

dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat

kurang gizi dalam tubuh. Adapun salah satu penyebab dari gangguan status

gizi adalah penyakit cacingan.1

WHO menyebutkan lebih dari satu milliar penduduk dunia menderita

penyakit cacingan. Sekitar 40% hingga 60% penduduk Indonesia menderita

cacingan. Menurut survey yang pernah dilakukan oleh Sub Direktorat

Penanggulangan dan Pencegahan Diare, Cacingan, dan ISPL, Departemen

Kesehatan Jakarta di suatu daerah terutama pada anak usia sekolah dasar (SD)

1

Page 2: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

2

menyebutkan sekitar 49,5% dari 3160 siswa di 13 SD ternyata menderita

cacingan.2

Studi pendahuluan yang dilaksanakan di SDN 2 Hanura di kabupaten

Pesawaran pada bulan September 2013 didapat satu kasus penyakit cacingan.

Lima siswa yang diperiksa ditemukan satu siswa yang positif terdapat telur

cacing pada saat pemeriksaan kesehatan berkala oleh puskesmas. Tetapi di

wilayah ini belum pernah dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui

hubungan antara infeksi cacing usus dengan status gizi pada anak usia sekolah

dasar.3

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan antara infeksi cacing usus dengan status gizi anak usia

sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran”.

1.2 Perumusan Masalah

“Bagaimana Hubungan Antara Infeksi Cacing Usus dengan Status Gizi Anak

usia sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara infeksi cacing usus dengan status gizi

anak usia sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui gambaran infeksi cacing usus pada anak usia

sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran.

Page 3: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

3

b. Untuk mengetahui gambaran status gizi pada anak usia sekolah dasar

di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran.

1.4 Ruang Lingkup

Mengingat banyaknya cacing yang menginfeksi Usus maka pada

penelitian ini dibatasi pada parasit Nematoda Usus, yang akan

dilaksanakan pada bulan Maret 2014 dengan populasi anak usia sekolah

dasar kelas 4, 5 dan 6 di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran

menggunakan rancangan penelitian cross sectional.

1.5 Manfaat Penelitian

Bagi Peneliti

- Penelitian ini merupakan sarana latihan untuk melakukan

penelitian.

- Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai Hubungan

Infeksi Cacing Usus dengan status gizi pada anak usia sekolah

dasar.

Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lanjutan

yang terkait dengan Hubungan Infeksi Cacing Usus dengan status

gizi pada anak usia sekolah dasar.

Bagi Institusi

Page 4: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

4

- Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai Hubungan

Infeksi Cacing Usus dengan status gizi pada anak usia sekolah

dasar.

- Penelitian ini ikut berperan dalam peningkatan bidang penelitian.

Bagi Keilmuan

Hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan ilmu

kesehatan.

BAB II

Page 5: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cacing Usus

2.1.1 Definisi

Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya

merugikan. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian

besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Diantara nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang

ditularkan melalui tanah dan disebut“ Soil Transmitted Helmints” dan

yang terpenting adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus,

Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura.4

2.1.2 Jenis Cacing Usus

A. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Morfologi dan Daur Hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing

jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Cacing betina

dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari pada stadium

dewasa hidup dirongga usus halus, terdiri dari telur yang dibuahi dan

telur yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk

infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu dalam 22 lingkungan yang

sesuai. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi

larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju 5

Page 6: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

6

pembuluh darah atau saluran limfa dan di alirkan ke jantung lalu

mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh

darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian

naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus, larva menuju ke

faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan

masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi

cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2

bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa.4

Gambar 2.1 Lingkaran hidup cacing gelang

Patofisiologi

Page 7: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

7

Gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-

paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus

yang disebut Sindroma loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh

cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami

gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan

konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi

gangguan penyerapan makanan (Malabsorbtion). Keadaan yang serius,

bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan

pada usus (Ileus obstructive).2

Gejala Klinis

Gejala penyakit cacingan memang tidak nyata dan sering

dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Permulaan mungkin ada

batuk-batuk dan eosinofelia. Orang (anak) yang menderita cacingan

biasanya lesu, tidak bergairah, dan konsentrasi belajar kurang.2

Anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya

nampak buncit (karena jumlah cacing dan perut kembung), biasanya

matanya pucat dan kotor seperti sakit mata (rembes), dan seperti batuk

pilek.2

Perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Karena

orang (anak) masih dapat berjalan dan sekolah atau bekerja, sering kali

tidak dianggap sakit, sehingga terjadi salah diagnosis dan salah

pengobatan. Padahal secara ekonomis sudah menunjukkan kerugian

Page 8: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

8

yaitu menurunkan produktifitas kerja dan mengurangi kemampuan

belajar.2

Diagnosis

Karena gejala klinik yang tidak khas, perlu diadakan

pemeriksaan tinja untuk membuat diagnosis yang tepat, yaitu dengan

menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur

juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya

infeksi.2

Epidemiologi

Lingkungan Penyakit cacingan biasanya terjadi di lingkungan

yang kumuh terutama didaerah kota atau daerah pinggiran. Jumlah

prevalensi Ascaris lumbricoides banyak ditemukan di daerah perkotaan,

dan jumlah prevalensi tertinggi ditemukan didaerah pinggiran atau

pedesaan yang masyarakatnya sebagian besar masih hidup dalam

kekurangan.5

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit cacingan

seperti kebiasaan ibu dan anak mencuci tangan sebelum makan,

kebiasaan memakai alas kaki, frekuensi memotong kuku, kebiasaan

bermain ditanah, kepemilikan jamban, lantai rumah, ketersediaan air.5

Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara individu atau masal pada

masyarakat. Pengobatan individu dapat digunakan bermacam-macam

Page 9: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

9

obat misalnya Preparat piperasin, Pyrantel pamoate, Albendazole atau

Mebendazole. Pemilihan obat cacing untuk pengobatan massal harus

memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: mudah diterima di masyarakat,

mempunyai efek samping yang minimum, bersifat polivalen sehingga

dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing dan harganya murah.2

B. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

Morfologi dan Daur Hidup

Manusia merupakan hospes cacing ini. Cacing betina

panjangnya sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa

hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam

mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur

sehari sekitar 3.000-5.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32

mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang

jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-

kuningan dan bagian di dalamnya jernih. Telur yang dibuahi

dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi

larva dan infektif) dalam waktu 3–6 minggu di dalam tanah yang

lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan

merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung terjadi bila telur

yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan

keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah

menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon

asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai

menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30-90 hari.4

Page 10: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

10

Gambar 2.2 Lingkaran hidup cacing cambuk

Patofisiologi

Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat

juga ditemukan di dalam kolon asendens. Infeksi berat, terutama pada

anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang

terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat

mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan

kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang

menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Tempat

pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini

menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia.4

Gejala Klinis

Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan

gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan

Page 11: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

11

infeksi cacing cambuk yang berat dan menahun terutama pada anak

menimbulkan gejala seperti diare, disenteri, anemia, berat badan

menurun dan kadang-kadang terjadi prolapsus rektum. Infeksi cacing

cambuk yang berat juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya

atau protozoa.4

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.4

Epidemiologi

Penyebaran penyakit disebabkan oleh kontaminasi tanah

dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh

dengan suhu optimum kira-kira 30 derajat celcius. Pemakaian tinja

sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi di berbagai negara.

Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi.4

Frekuensinya berkisar antara 30-90 % di beberapa daerah

pedesaan di Indonesia. Infeksi dapat dicegah dengan pengobatan

penderita trikuriasis di daerah yang sangat endemik, pembuatan

jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan

perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci

dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di

negera-negera yang memakai tinja sebagai pupuk.4

Pengobatan

Page 12: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

12

Dahulu infeksi cacing cambuk sulit sekali diobati. Obat seperti

tiabendazol dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Pengobatan yang dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh cacing

cambuk (Trichuris trichiura) adalah Albendazole/Mebendazole dan

Oksantel pamoat.4

C. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

Morfologi dan Daur Hidup

Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di

rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing

betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina

mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm,

cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya

ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut :

telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah,

telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar

3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus

kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing

tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan

mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva

rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva

filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus

kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-

paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea

Page 13: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

13

dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus

halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform

menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan.2

Gambar 2.3 Lingkaran hidup cacing tambang (Necator americanus)

Patofisiologi

Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat

dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing

tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan

sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya

dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. Tetapi

Page 14: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

14

kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai

cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab.2

Gejala Klinik

Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu,

tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap

penyakit, prestasi kerja menurun, dan anemia (anemia hipokrom

micrositer). Di samping itu juga terdapat eosinofilia.2

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja

segar. Dalam tinja yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk

membedakan spesies N.americanus dan A.duodenale dapat dilakukan

biakan misalnya dengan cara Harada-Mori.2

Epidemiologi

Kejadian penyakit (insiden) ini di Indonesia sering ditemukan

pada penduduk yang bertempat tinggal di pegunungan, terutama di

daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing

ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang

berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat

Page 15: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

15

menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di

tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam

penyebaran infeksi penyakit ini.4

Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah

gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32 0C - 38 0C. Untuk

menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu

bila keluar rumah.4

Tabel 2.1 Jenis Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah

No Species Ukuran Bentuk Warna KeteranganLainnya

1. A.lumbricoides(tidakdibuahi)

60-90 x 40-60 (micron)

Memanjangellipsoidal

Coklatsampaicoklat tua

Lebih ramping daripada telur yang dibuahi, bagian uar mempunyai tonjlan kasar dan lapisan albuminoid. Padabagian dalam penuh berisigranul.

2 A.lumbricoides(dibuahi),tanpa lapisanalbumin(decorticated)

45-70 x 35-50 (micron)

Oval Jernih Bentuk hampir menyerupai telur cacing tambang,tapi dindingnya tebal

3 A.lumbricoides(dibuahi,denganlapisanalbumin..

50-70 x 40-50 (micron

Lonjongataumembulat.

Kuningkecoklatansampaicoklat tua

Dinding tebal dan menunjukkan beberapa lapisanpada pembesaran inggi. Bagian luar dilapisi oleh lapisan yang bertonjol-tonjol, bergelombang danberwarna tengguli

4 T. trichiura 50-54 x 22-23 (micron)

Sepertitempayan/tong.

Cokatsampaicoklat tua

Pada kedua kutubnyaMempunyai “sumbat”. Bilabaru dikeluarkan melalui tinja tidak membelah.

5. CacingTambang.

55-75 x 35-46 (micron)

Oval atauellipsoidal

Jernih Dinding telur satulapis

Bila baru dikeluarkan melalui tinja intinya terdiri dari4-8 sel

Page 16: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

16

2.2 Status Gizi Anak

Status gizi anak adalah suatu keadaan kesehatan akibat interaksi

antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup. Ketiga unsur

tersebut merupakan penggambaran dari konsep hubungan antara host–

agent–environment.6

Status gizi adalah keadaan sehat individu atau kelompok yang

ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat lain yang

diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara

antropometri.1 Pengertian status gizi adalah keadaan keseimbangan antara

asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai

keperluan proses biologi. Keseimbangan zat gizi mempengaruhi:

pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, pemeliharaan kesehatan,

aktivitas.6

Pertumbuhan adalah perubahan fisik dari waktu ke waktu baik dari

segi dimensi proporsi maupun komposisi tubuh. Antropometri disebut juga

ukuran fisik pada manusia (tubuh). Antropometri berasal dari kata

Antropos artinya manusia dan Metric artinya ukuran. Jadi Antropometri

adalah ukuran tubuh manusia. Perubahan pertumbuhan dapat diukur secara

kuantitatif (contoh : dari 5 kg menjadi 6 kg, dari 54 cm menjadi 60 cm).7

Perkembangan adalah perubahan kemampuan anak dalam gerakan

motorik kasar atau halus, kecerdasan, mental, perilaku dari waktu ke

waktu. Perubahannya hanya dapat diukur secara kualitatif (contoh : dari

dapat merangkap menjadi berdiri, dari tidak dapat bicara menjadi dapat

bicara dan sebagainya.6

Page 17: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

17

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh faktor penyebab langsung

dan faktor tidak langsung. Penyebab langsung yaitu makanan yang

dikonsumsi sehari-hari dan penyakit infeksi yang diderita. Timbulnya KEP

tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit yang

diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering

diserang diare atau demam akhirnya dapat menderita KEP. Sebaliknya

anak yang makan tidak cukup, daya tahan tubuhnya dapat melemah dan

dalam keadaan demikian anak mudah diserang penyakit infeksi.7

Kekurangan gizi dianggap masalah karena dapat menyebabkan

angka kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, terganggunya

pertumbuhan, menurunnya daya kerja, gangguan perkembangan mental

dan kecerdasan. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di

keluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan

lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga adalah kemampuan keluarga

untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam

jumlah cukup. Konsumsi zat gizi sehari-hari dipengaruhi oleh ketersediaan

pangan dalam keluarga yang cukup. Ketersediaan pangan tergantung dari

daya beli keluarga, ketersediaan bahan pangan di pasaran dan produksi.7

2.2.3 Penilaian Status Gizi Anak

Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada anak.

Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal

dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi,

antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan

variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut:7

Page 18: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

18

1. Berat badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang

memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh.

Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik

karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun.

Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat

Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat

perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang

dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini.7

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan

yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi

badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama

yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan

kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam

bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga

indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang

dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan

biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada

umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak

baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun.7

3. Berat badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter

penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya

Page 19: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

19

yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U,

TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat

adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh.7

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas

dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila

dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam

BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -

2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai

masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan

angka kesakitan.7

Tabel 2.2 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB,

Standart Baku Antropometri WHO-NCHS

No Indeks yang dipakai Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi

1 BB/U < -3 SD Gizi buruk

  - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang

  - 2 s/d +2 SD Gizi baik

  > +2 SD Gizi lebih

2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek

Page 20: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

20

- 3 s/d <-2 SD Pendek

- 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Tinggi

3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus

- 3 s/d <-2 SD Kurus

- 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Gemuk

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan

mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku

Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan

Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR) atau dengan menggunakan rumus: 7

Dimana : NIS : Nilai Individual Subjek

NMBR : Nilai Median Baku Rujukan

NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan

Hasil pengukuran dikategorikan sbb

1. Untuk BB/U

a. Gizi Kurang Bila SSB < - 2 SD

b. Gizi Baik Bila SSB -2 s/d +2 SD

c. Gizi Lebih Bila SSB > +2 SD

2. TB/U

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

Page 21: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

21

a. Pendek Bila SSB < -2 SD

b. Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD

c. Tinggi Bila SBB > +2 SD

3. BB/TB

a. Kurus Bila SSB < -2 SD

b. Normal Bila SSB -2 s/d +2 SD

c. Gemuk Bila SSB > +2 SD

2.3 Hubungan Infeksi Kecacingan Dengan Status Gizi

Sebelum anak terkena cacingan, terlebih dahulu telur cacing keluar

dari perut manusia bersama feses. Jika limbah manusia itu dialirkan ke

sungai atau got, maka setiap tetes air akan terkontaminasi telur cacing. Jika

air yang telah tercemar dipakai oleh orang lain untuk menyirami tanaman

atau aspal jalan, telur-telur itu naik ke darat. Begitu air mengering, mereka

menempel pada butiran debu. Telur lainnya terbang ke tempat-tempat

yang sering dipegang tangan manusia. Lewat interaksi sehari-hari, mereka

bisa berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Karena menular lewat

makanan, sehingga dapat menelan telur cacing dari sayuran mentah yang

dicuci kurang bersih. Ketika menetas cacing tersebut akan tinggal di usus

halus dan akan tinggal di perut anak tersebut. Setelah mencapai umur 2-3

bulan, cacing akan menjelma menjadi seekor cacing betina dewasa yang

siap bertelur dan akan membuat siklus baru buat cacing-cacing generasi

berikutnya.8

Page 22: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

22

Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan

dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. Antara gizi

buruk dan penyakit infeksi sesungguhnya mempunyai hubungan timbal

balik yang sangat erat sehingga sering sukar untuk mengidentifikasi mana

dari kedua keadaan itu yang datang lebih dulu. Dalam banyak kejadian

terjadi synergisitas antara gizi buruk dan penyakit infeksi dan akibat yang

terjadi tentu saja sangat fatal.9

Gizi buruk akan menyebabkan terganggunya sistem pertahanan

tubuh. Perubahan morfologis yang terjadi pada jaringan limphoid yang

berperan dalam sistem kekebalan akibat gizi buruk, menyebabkan

pertahanan tubuh menjadi lemah, kekebalan seluler yang dimungkinkan

oleh berfungsinya kelenjar thymus berkurang karena kelenjar thymus

mengecil akbat kekurangan gizi. Produksi berbagai antibodies juga

berkurang disamping terjadi atropi pada dinding usus menyebabkan

berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya

bibit penyakit kedalam tubuh. Keseluruhan gangguan pada sistem

pertahanan tubuh itu berlangsung serentak pada penderita gizi buruk

sehingga menjadi penderita gizi buruk sangat mudah terserang penyakit

terutama jika lingkungan anak tidak mendukung.10

Sebaliknya penyakit infeksi seperti kecacingan yang menyerang

anak menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Memburuknya keadaan gizi

anak akibat penyakit infeksi adalah akibat beberapa hal antara lain:10

1. Turunnya nafsu makan anak akibat rasa tidak nyaman yang di

alami, sehingga masukan zat gizi berkurang padahal anak justru

Page 23: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

23

memerlukan zat gizi yang lebih banyak terutama untuk mengganti

jaringan tubuhnya yang rusak akibat bibit penyakit itu.10

2. Penyakit infeksi sering disertai oleh diare dan muntah yang

menyebabkan penderita kehilangan cairan dan sepuluh zat gizi

seperti berbagai mineral dan sebagainya, dan adanya diare

menyebabkan penyerapan zat gizi dari makanan juga terganggu,

sehingga secara keseluruhan mendorong terjadinya gizi buruk.10

3. Naiknya metabolisme basal akibat demam menyebabkan

termobilisasinya cadangan energi dalam tubuh. Penghancuran

jaringan tubuh oleh bibit penyakit juga akan semakin banyak dan

untuk menggantinya diperlukan masukan protein yang lebih

banyak.9

4. Status gizi kurang atau buruk dapat meningkatkan kerentanan

terhadap penyakit infeksi dan memperberat infeksi tersebut juga

penyakit infeksi akan memperburuk status gizinya.6

5. Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan

atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.

Parasit dalam usus seperti cacing gelang dan sebagainya bersaing

dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian

menghalangi zat gizi ke dalam arus darah, keadaan yang demikian

membantu terjadinya kurang gizi.7

6. Akibat penghisapan zat–zat makanan dan darah oleh cacing,

semakin lama tubuh akan kekurangan zat-zat makanan yang

Page 24: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

Ascaris lumbricoides Trichuris trichiuraHookworm

Larva

Paru-paru

Perdarahan dinding alveolus

Malabsorbtion

Rongga usus halus

Dinding usus

Menghisap darah

anemia

Kolon dan rektum

Infeksi berat

Prolapsus

24

diperlukan oleh tubuh sehingga menyebabkan tubuh penderita

menjadi kurus dan status gizinya menurun.5

2.4 Kerangka Teori

INFEKSI CACING USUS

Status Gizi

Page 25: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

25

Gambar 2.4 Kerangka teori

2.5 Kerangka konsep

Variabel Independen dalam penelitian ini infeksi cacing usus,

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status gizi pada anak usia

sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran.

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2.5. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesa

H0 : Tidak ada Hubungan antara Infeksi Cacing Usus dengan Status Gizi

pada anak usia sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran

H1 : Ada Hubungan antara Infeksi Cacing Usus dengan Status Gizi pada

anak usia sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran

- Infeksi Cacing Usus

- Status Gizi

Page 26: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

26

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Analitik

Deskriptif yaitu mengkaji hubungan antara variabel terikat (Variable

dependent) yaitu Infeksi Cacing Usus dengan variabel bebas (Variable

independent) yaitu status gizi pada anak usia Sekolah Dasar di SDN 2

Hanura Kabupaten Pesawaran.11

Page 27: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

27

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran.

3.2.2 Waktu penelitian

Waktu Penelitian akan dilaksanakan bulan Maret 2014.

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan pendekatan Cross sectional

yaitu suatu penelitian analitik yang mempelajari suatu metode penelitian

yang mencoba menggali bagaimana hubungan suatu variabel bebas kasus

infeksi cacing usus dan variable terikat status gizi secara bersamaan pada

waktu yang sama.11

3.4 Subyek Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan kumpulan obyek penelitian atau

obyek yang diteliti, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah

semua siswa kelas 4, 5 dan 6 di SDN 2 Hanura.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu, sehingga dapat mewakili dari populasi. Teknik pengambilan

sampel yang digunakan adalah simple random sampling yaitu estimasi

besar sampel untuk proporsi atau suatu populasi. Sampel penelitian ini

adalah anak usia sekolah dasar:

n = zα 2 P Q

27

Page 28: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

28

d2

Keterangan:

N besar sampel minimal yang diperlukan

Zα nilai Z pada level of confidence tertentu (1,96)

P

Q

Proporsi penyakit atau keadaan yang dicari (0,4)

1-P (0,6)

D Tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki (10 %)

Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel di atas diperoleh

sampel sebesar 92 anak.

3.4.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria Inklusi

a. Siswa kelas 4, 5, 6

b. Yang bersedia menjadi responden

c. Menyerahkan tinja pada waktu yang ditetapkan

Kriteria Ekslusi

a. Siswa kelas 1, 2, 3

b. Responden yang sakit

3.5 Variabel Penelitian

Page 29: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

29

Variabel independen dalam penelitian ini infeksi cacing usus.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status gizi pada anak usia

kelas 4, 5, dan 6 SDN 2 Hanura.

3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Infeksi Cacing Usus

Ditemukannya telur berdasarkan

pemeriksaan telur Cacing Gelang, Cacing Cambuk, dan Cacing Tambang pada sampel

tinja dengan

menunjukkan hasil

positif (+)

Mikroskopis

Pemeriksan Feses menggunakan metode natif

0= (-) Tidak ditemukan telur cacing dalam feses1= (+) Ditemukan telur cacing pada fese

Nominal

Page 30: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

30

Status Gizi Keadaan sehat individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri

Antropometri

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

0 = Gizi buruk (<-3 SD)

1= Gizi kurang (-3SD sampai dengan -2 SD)

2= Gizi baik (-2 SD sampai dengan (+2 SD)

3= Gizi lebih (>+2SD)

Ordinal

3.7 Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.

Data primer yaitu data yang didapatkan dari responden berupa

pemeriksaan telur cacing pada feses dan status gizi, sedangkan data

sekunder adalah data dari sekolah.

3.7.1 Pemeriksaan Telur Cacing

Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan

kuantitatif. Salah satu metode kualitatif yang digunakan pada pemeriksaan

Page 31: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

31

ini adalah metode natif. Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya

telur dan larva cacing pada sampel tinja. Prinsip pemeriksaan ini adanya

telur atau larva cacing dalam tinja dapat diketahui dengan pemeriksaan

secara makroskopis dengan pengecatan lugol atau eosin, menggunakan

perbesaran 100x (lensa objektif 10x dan lensa okuler 10x).12

Alat dan Bahan

1 Mikroskop

2 Object glass

3 Deck glass

4 Lidi/ tusuk gigi

5 Kertas saring

6 Larutan lugol atau eosin

7 Sampel tinja.12

Cara Kerja

1. Menyiapkan objek glass bersih, kering dan bebas lemak.

2. Teteskan 1 tetes larutan lugol pada object glass.

3. Tambahkan 1 tetes sampel tinja pada object glass.

4. Aduk atau campur dengan tusuk gigi sampai homogen.

5. Tutup dengan deck glass posisi rapi dan simetris. Kelebihan cairan

dihisap dengan kertas saring. Jangan sampai ada gelembung udara.

6. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x (lensa objektif

10x dan lensa okuler 10x) secara simetris.12

Page 32: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

32

3.7.2 Pemeriksaan Status Gizi

Alat

- Meteran

- Timbangan Berat Badan

Prosedur Pemeriksaan

- Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood

- Jenis kelamin

- Usia dan gender

- Tahap perkembangan

- TB, BB

3.8 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini melalui 4 tahap yaitu :

Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan tinja untuk

mengetahui adanya telur dan larva cacing.13

Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Kegunaan coding adalah untuk mempermudah

pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.13

Page 33: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

33

Processing

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah

melewati perkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data

agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry

data hasil pemeriksaan ke paket program komputer.13

Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali

data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. kesalahan

tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry ke computer.13

Skoring Data

Pada langkah ini dilakukan pemberian skor pada setiap jawaban responden

sehingga mempermudah dalam pengolahan data selanjutnya menggunakan

scoring.13

3.9 Teknik Analisis Data

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis ini digunakan hanya untuk memperoleh gambaran

distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti, baik

variabel dependen maupun variabel independen.13

Keterangan:

P =ΣfN

x 100 %

Page 34: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

34

P = Prosentase

f = Jumlah frekuensi

N = Jumlah sampel (responden)

100% = Konstanta

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk menganalisis hubungan dua variabel

yaitu variabel dependen dan independen yang keduanya merupakan

variabel kategorik. Uji yang digunakan dalam analisis ini adalah uji

statistik Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95%.13

X = Nilai pada distribusi Chi Square

O = Nilai Observasi (frekuensi yang terjadi)

E = Nilai Espektasi (frekuensi harapan)

Interpretasi:

1. Tentukan batas kritis α (0,05).

2. Dengan nilai X2 hitung dan nilai df, tentukan nilai p value pada tabel

Chi Square.

X 2=Σ(O-E)2

E

Page 35: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

35

3. Bila p value <α (0,05), Ho ditolak berarti data sampel mendukung

adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).

4. Bila p value >α (0,05), Ho gagal ditolak berarti data sampel tidak

mendukung adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Page 36: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

36

Hasil penelitian meliputi data umum responden yaitu berdasarkan

umur, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan. Sedangkan data khusus

menampilkan identifikasi status gizi dan identifikasi penyakit cacingan

pada anak usia sekolah dasar (SD) kelas 4, 5, dan 6, serta menganalisis

hubungan antara status gizi dan penyakit cacingan pada anak usia sekolah

dasar (SD) kelas 4, 5, dan 6.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ditampilkan pada

tabel 4.1 dan distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

ditampilkan pada tabel 4.2, sedangkan distribusi frekuensi berdasarkan

tinggi badan dan berat badan ditampilkan pada tabel 4.3 dan 4.4.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur

Umur Frekuensi Persentase (%)1011121314

62431238

6.526.133.725.08.7

Jumlah 92 100

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)Laki-laki 49 53.3

Perempuan 43 46.7Jumlah 92 100

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tinggi badan

Tinggi Badan Frekuensi Persentase (%)

36

Page 37: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

37

122-125126-130131-135136-140141-145

120363113

130

39.133.714.2

Jumlah 92 100

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan berat badan

No Berat Badan Frekuensi Persentase (%)1 25-30 22 23.92 31-35 31 6.53 36-40 5 33.74 41-45 19 20.65 46-50 0 06 51-55 15 16.2

Jumlah 92 100

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi

menurut Z-Score

No Status Gizi Frekuensi Persentase (%) 1 Gizi Buruk 0 02 Gizi Kurang 8 8.73 Gizi Baik 84 91.34 Gizi Lebih 0 0

Jumlah 92 100

Tabel 4.5 menampilkan distribusi frekuensi responden

berdasarkan status gizi menurut z-score. Berdasarkan tabel tersebut tidak

ditemukan anak dengan status gizi buruk maupun gizi lebih.

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan hasil

laboratorium dari pemeriksaan feses

No Hasil Laboratorium Frekuensi Persentase (%)1 Hasil Positif (+) 17 18.52 Hasil Negatif (-) 75 81.5

Jumlah 92 100

Page 38: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

38

Tabel 4.6 menampilkan distribusi frekuensi responden berdasarkan hasil

laboratorium dari pemeriksaan feses. Berdasarkan tabel tersebut 81,5%

tidak terinfeksi oleh cacing usus, sedangkan 18,5% terinfeksi oleh cacing

usus.

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi responden hubungan antara status gizi

dengan penyakit cacingan

No Status Gizi Hasil Laboratorium Jumlah Persentase (%)(+) (-)

1 Gizi Buruk 0 0 0 02 Gizi Kurang 3 5 8 8.73 Gizi Baik 14 70 84 91.34 Gizi Lebih 0 0 0 0

Jumlah 17 75 92 100

Tabel 4.7 menampilkan distribusi frekuensi responden hubungan

antara status gizi dengan penyakit cacingan. Berdasarkan tabel tersebut 14

anak yang bergizi baik dengan hasil positif menderita cacingan dan 3 anak

yang bergizi kurang dengan hasil positif menderita cacingan.

Tabel 4.8 Analisis Hubungan Infeksi cacing usus dengan Status gizi

Status Infeksi Cacing Usus

Penurunan Status Gizi Total p (95% CI)(+) (-)

Cacing Usus 3 14 17 0.330Non-Cacing Usus 5 70 75 (0.071-1.558)Total 8 74 92

Analisis hubungan infeksi cacing usus dengan status gizi

ditampilkan pada tabel 4.8. Hasil uji statistik Chi-square didapatkan nilai P

= 0.330 sehingga dapat disimpulkan tidak adanya hubungan antara infeksi

cacing usus dengan status gizi anak.

Page 39: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

39

4.2 Pembahasan

Di dunia prevalensi infeksi cacing usus cukup tinggi, penyakit

kecacingan ini menempati urutan ke 3 dari 10 besar penyakit infeksi yang

umum di dunia dengan angka kejadian sekitar 1,4 miliar pertahun dan

sering ditemukan 48% pada anak. Infeksi parasit khususnya kecacingan

merupakan faktor yang berkontribusi besar terhadap kejadian gangguan

status gizi.1

Sekitar 40 hingga 60 % penduduk Indonesia menderita cacingan

dan data dari WHO menyebutkan bahwa lebih dari satu milliar penduduk

dunia juga menderita cacingan. Infeksi cacing ini akan menyebabkan

gangguan gizi yang mana akan terjadinya penurunan status gizi.9 Dari hasil

pemeriksaan laboratorium didapatkan 75 anak (81,5%) dengan hasil

negatif (-) menderita penyakit cacingan, dan 17 anak (18,5%) dengan hasil

positif (+) menderita penyakit cacingan. Hal ini membuktikan bahwa dari

hasil laboratorium sebagian besar anak usia sekolah dasar di SDN 2

Hanura Kabupaten Pesawaran tidak menderita penyakit cacingan.

Hasil penelitian mengenai status gizi pada anak usia sekolah dasar

di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran didapatkan 14 anak (82,4%)

bergizi baik dan 3 anak (17,6%) bergizi kurang. Hal ini membuktikan

bahwa sebagian besar anak usia sekolah dasar di SDN 2 Hanura

Kabupaten Pesawaran tidak mengalami gizi buruk dan gizi lebih.

Page 40: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

40

Menurut Almatsier (2001) status gizi baik atau status gizi optimal

terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara

efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhab fisik, pertumbuhan otak,

kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi

mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu

atau lebih zat-zat gizi.14

Status gizi individu dipengaruhi dari pemenuhan gizi, penyakit

infeksi pada anak seperti infeksi cacingan, hygiene yang kurang, dan juga

letak demografi/tempat tinggal. Jika pada anak terdapat faktor-faktor yang

disebutkan diatas maka akan berdampak pada status gizinya yaitu

terjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk pada anak.14

Gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam tubuh.

Manfaat gizi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan

perkembangan pada bayi dan anak, serta mencegah terjadinya berbagai

penyakit akibat kurang gizi dalam tubuh. Sehingga jika terpenuhinya

kebutuhan gizi pada anak diharapkan anak dapat tumbuh dengan cepat

sesuai dengan usia tumbuh dan dapat meningkatkan kualitas hidup serta

mencegah terjadinya morbidital dan mortalitas.14

Setelah dilakukan uji statistik dengan Chi-Square Test dari hasil

pengujian p = 0,330 jika p > α (0.330), maka H0 diterima sehingga tidak

ada hubungan antara infeksi cacing usus dengan status gizi pada anak usia

sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten Pesawaran. Hal ini bisa terjadi

dikarenakan beberapa faktor seperti tingginya pengetahuan orang tua

Page 41: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

41

tentang penyakit kecacingan sehinggaorang tua rutin memberikan obat

cacing, tempat tinggal individu yang sudah memadai, dan kebiasaan anak

mencuci tangan sebelum makan.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Pipit Festi (2012)

di Surabaya didapatkan hasi uji statistik p = 0,310 dengan kata lain p > α

(0,05) maka tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan penyakit

cacingan pada anak usia sekolah dasar.1

Secara teori, menurut Nelson (1988) anak-anak usia sekolah dasar

kerap kali mempunyai kebiasaan makan yang tidak teratur dan tidak pada

tempatnya. Kebiasaan makan yang tidak teratur mengakibatkan kecukupan

gizi berkurang dan imunitas tubuh rendah. Sehingga dapat dikatakan,

bahwa selain penyakit cacingan, status gizi juga dipengaruhi dari faktor

yang lainnya antara lain adalah hygiene yang kurang terutama intake

makanan atau asupan gizi yang tidak seimbang dengan kebutuhan anak,

penyakit infeksi pada anak, pengetahuan keluarga, letak demografi atau

tempat tinggal individu serta pola asuh anak yang tidak memadai.15

Dari penelitian ini, memungkinkan bahwa bisa terdapat hubungan

antara infeksi cacing usus dengan status gizi apabila penelitian ini

dilakukan oleh seluruh anak sekolah di Kabupaten Pesawaran dan

melakukan pengukuran status gizi tidak hanya dengan melakukan

pengukuran antropometri tetapi juga melakukan pemeriksaan lainnya

seperti biokimia, klinis dan biofisika serta konsumsi makanan, statistik

vital, dan faktor ekologi. Kelemahan dari penelitian ini peneliti hanya

Page 42: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

42

mengukur status gizi dengan menggunakan pengukuran antropometri dan

melakukan penelitian dengan menggunakan sampel minimum sehingga

memberikan hasil bahwa infeksi cacing usus tidak ada hubungan dengan

status gizi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Page 43: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

43

1. Sebagian besar anak usia sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten

Pesawaran tidak menderita penyakit cacingan (83%).

2. Sebagian besar anak usia sekolah dasar di SDN 2 Hanura Kabupaten

Pesawaran berstatus gizi baik (91,3%).

3.. Tidak ada hubungan antara infeksi cacing usus dengan status gizi.

5.2 Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian faktor-faktor lain efek

dari infeksi cacing usus selain status gizi.

2. Bagi institusi kesehatan agar rutin mengadakan penyuluhan tentang

penyakit kecacingan kepada masyarakat

3. Bagi masyarakat perlu memperhatikan kesehatan dan kebersihan

lingkungan sebagai upaya pencegahan kecacingan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pipit Festi. Hubungan antara penyakit cacingan dengan status gizi pada

anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Al-Mustofa Surabaya (Jurnal).2013.

43

Page 44: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

44

2. Abas B, Jahari. Pemantauan Pertumbuhan Balita, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Gizi dan Makanan. Jakarta : Pusat Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. 2003. Hal : 1-3.

3. Puskesmas Hanura. Profil Puskemas Hanura. Pesawaran. 2012.

4. Srisasi G. Parasitologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta : EGC. 2000.

5. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Riset Kesehatan Dasar

Provinsi Lampung, Lampung. 2007.

6. Miller. Investasi Untuk Kesehatan dan Gizi di Sekolah. Jakarta : BECF.

2009.

7. Depkes. RI. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

2004.

8. Depkes RI. Parasitologi Medik Helmintologi. Pendidikan Tenaga

Kesehatan. Jakarta. 1991. Hal : 18-37.

9. Peter JH. Soil Transmitted Helminth Infection : The Nature, Causes and

Burden of the condition. WHO : Departement of Mikrobiologi and

Tropical Medicine The George Washington University. 2003.

10. Herdinaman T, Pohan. Penyakit cacingan yang ditularkan melalui tanah.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal : 1764-1766.

11. Notoadmojo, Soekidjo. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : rineka

cipta. 2002.

12. Pemeriksaan direct tinja. Diakses pada 9 November 2013 dalam

http://nurulbutterfly.blogspot.com/2013/09/pemeriksaan-direct-tinja.html.

13. Hastono. Analisa Data. Jakarta : FKMUI. 2007.

Page 45: HUBUNGAN ANTARA INFEKSI CACING USUS  DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR   DI SDN 2 HANURA KABUPATEN  PESAWARAN

45

14. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

15. Nelson. 1994. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke-2. Jakarta : EGC.