lama punya

6
Krioterapi merupakan salah satu terapi destruksi untuk pengelolaan lesi prakanker, dengan mendinginkan serviks sampai temperatur mencapai -50 o C yang akan menyebabkan kematian sel. Akibat dari proses pendinginan tersebut, sel-sel jaringan akan mengalami nekrosis. Proses nekrosis ini melalui perubahan tingkat vaskular dan seluler, yaitu: 1. Sel mengalami dehidrasi dan mengerut. 2. Konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu. 3. Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein. 4. Statis umum mikrovaskular. Efek terapi dari krioterapi ini mencapai 80% dibandingkan dengan 95% menggunakan CO2 laser. 2 Keuntungan dari prosedur krioterapi selain mengakibatkan nekrosis jaringan mencapai kedalaman 7 mm, krioterapi merupakan metode pengelolaan lesi prakanker yang relatif sedikit menyebabkan komplikasi dan relatif murah dibandingkan metode destruksi lainnya. Jika dilakukan secara tepat, insiden rekurensi displasia cukup rendah (0,41–0,44 %). Karena tergantung dari besar lesi dan kedalamannya, krioterapi lebih tepat digunakan untuk lesi risiko rendah yang persisten. Keefektivitas dari krioterapi ditentukan oleh temperatur yang ditimbulkan, waktu pendinginan, tipe dari probe, perluasan pembentukan bunga es dari probe, serta ukuran dan grading dari lesi. Dibandingkan dengan jaringan lain, jaringan epidermal dan lemak mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam merespons pendinginan

Upload: ocsrin-handayani

Post on 02-Oct-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hdsksnc

TRANSCRIPT

Krioterapi merupakan salah satu terapi destruksi untuk pengelolaan lesi prakanker, dengan mendinginkan serviks sampai temperatur mencapai -50oC yang akan menyebabkan kematian sel. Akibat dari proses pendinginan tersebut, sel-sel jaringan akan mengalami nekrosis. Proses nekrosis ini melalui perubahan tingkat vaskular dan seluler, yaitu:1. Sel mengalami dehidrasi dan mengerut.2. Konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu.3. Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein.4. Statis umum mikrovaskular.Efek terapi dari krioterapi ini mencapai 80% dibandingkan dengan 95% menggunakan CO2 laser.2 Keuntungan dari prosedur krioterapi selain mengakibatkan nekrosis jaringan mencapai kedalaman 7 mm, krioterapi merupakan metode pengelolaan lesi prakanker yang relatif sedikit menyebabkan komplikasi dan relatif murah dibandingkan metode destruksi lainnya. Jika dilakukan secara tepat, insiden rekurensi displasia cukup rendah (0,410,44 %). Karena tergantung dari besar lesi dan kedalamannya, krioterapi lebih tepat digunakan untuk lesi risiko rendah yang persisten. Keefektivitas dari krioterapi ditentukan oleh temperatur yang ditimbulkan, waktu pendinginan, tipe dari probe, perluasan pembentukan bunga es dari probe, serta ukuran dan grading dari lesi. Dibandingkan dengan jaringan lain, jaringan epidermal dan lemak mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam merespons pendinginan pada kondisi -90o C sampai -25o C.2 Sedangkan kerugiannya prosedur krioterapi ini hanya mengakibatkan nekrosis jaringan dengan kedalaman 5-6 mm, dengan maksimum kedalaman 7,8 mm sehingga tidak dapat mencapai bila lesi melibatkan glandula serviks. Di samping itu, sambungan skuamokolumner akan tertarik ke dalam kanalis endoserviks sesudah krioterapi. Hal ini akan menyulitkan saat dilakukan kolposkopi dan evaluasi Papsmear. Keadaan ini tidak terjadi jika dilakukan dengan CO2 laser. Diketahui bahwa proses re-epitelisasi sering dimulai dari sambungan skuamokolumner. Kerugian lain adalah jika proses NIS tidak seluruhnya dapat tercapai oleh metode krioterapi, proses akan berlanjut ke dalam menjadi lebih progresif dan tidak terdeteksi oleh kolposkopi atau sitologi. Untuk lesi besar dan luas mencapai lebih dari 30 mm, lesi displasia moderat, dan karsinoma in situ, krioterapi tidak menguntungkan dibanding dengan laser. Jika dibandingkan dengan laser ablasi, kegagalan krioterapi lebih besar, 25% untuk krioterapi dan 7,7% untuk laser ablasi.2

2.1.1 Carbon Dioxide LaserCarbon dioxide laser merupakan suatu metode penyinaran dengan energi tinggi secara langsung ke target jaringan. Pada saat penyinaran, cairan intrasel akan mendidih dan menguap dari sel. Seluruh daerah transformasi dan bagian yang dicurigai diharapkan akan terjadi perubahan karena dirusak. Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan intrasel mendidih, sedangkan jaringan di bawahnya mengalami nekrosisi. Penyembuhan luka juga cepat dan komplikasi yang terjadi tidak lebih berat dibanding krioterapi atau konisasi. Keberhasilan laser terapi ini tergantung pada kekuatan dan lamanya penyinaran. Laser terapi ini dapat mencapai pengobatan pada semua tingkat displasia hingga mencapai 95%. Untuk NIS I dan II dapat mencapai tingkat kesembuhan 84%, sedangkan angka kegagalan terapi hanya 6% dibanding 29% krioterapi. Untuk lesi kurang dari 30 mm, kegagalan terapi hampir sama jika dibandingkan dengan krioterapi. Tetapi, jika lesi lebih dari 30 mm, kegagalan terapi 8% dibanding dengan krioterapi yang mencapai 38%. Keuntungan penggunaan laser dalam pengelolaan NIS ini antara lain:1. Kerusakan jaringan dapat ditentukan dengan tepat, baik luas maupun kedalamannya.2. Penyembuhan luka lebih cepat.3. Tidak mengubah skuamokolumner.4. Keluhan yang ditimbulkan sedikit.5. Dapat digunakan pada lesi di vagina karena tidak menimbulkan jaringan parut.2

2.1.2 ElektrokauterDiketahui bahwa elektrosurgeri mempunyai 3 fungsi, yaitu diseksi, fulgurasi, dan desikasi. Elektrokauter merupakan teknik destruksi jaringan dengan menggunakan panas antara 400O F sampai 1500O F. Elektrokauter ini juga efektif untuk 2/3 CIN 3, lesi yang melibatkan multipel kuadran dari serviks serta lesi yang mencapai kanalis endoserviks. Tetapi, elektrokauter ini lebih efektif digunakan pada lesi CIN 1, terutama sewaktu melakukan pemeriksaan kolposkopi. Elektrokauter ini tidak efektif untuk lesi dengan kedalaman lebih dari 3 mm.2

2.1.3 ElektrokoagulasiPada NIS 1-2 dapat dilakukan meskipun lesi luas dan telah mencapai kanalis servikalis. Hal inilah yang membedakannya dengan penggunaan krioterapi. Sedangkan pada NIS III dilakukan bila ada kontraindikasi operasi, serta dapat dilakukan pada lesi luas dan telah mencapai kanalis servikalis. Laser dan elektrosurgeri mempunyai prinsip yang sama, di mana cairan seluler mendapat pengaruh panas yang hebat dan mengakibatkan membran sel pecah. Proses ini terjadi pada saat cutting, sedangkan pada proses koagulasi terjadi proses dehidrasi yang lebih lambat.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Goedadi A. Kebijakan dan Strategi Program Kesehatan Reproduksi. Indonesia: BKKBN; 2012: 80-90.2. Iskandar TM. Pengelolaan Lesi Prakanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer. 2009:97-1023. Buku Ajar Patologi Robbins. Ed. 7. Jakarta: EGC, 20074. Gambaran Imunosupresi Matrix Metalloproteinase 9 (MMP-9) Pada Lesi-lesi Prakanker dan Karsinoma Serviks Invasif5. Cheng X, Feng Y, Wang X, et al. The effectiveness of conization treatment for postmenopausal women with high-grade cervical intraepithelial neoplasia. 2012:185-1886. Jin XW. Cervical Cancer Screening and Prevention. Center for Continuing Education [cited on 25 Februari 2014]. 2010. Available from: http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/womens-health/cervical-cancer/#top7. Munk AC, Gudlaugsson E, Malpica A, et al. Consistent Condom Use Increases the Regression Rate of Cervical Intraepithelial Neoplasia 23. 2012:1-58. Leon SS, Camargo M, Sanchez R. Distribution Patterns of Infection with Multiple Types of Human Papillomaviruses and Their Association with Risk Factors. 2011:1-79. Barbara L. Hoffman, et al. Williams Gynecology. Ed.2 Preinvasive lesions of the lower genital tract. 2012:730-75410. Pfenninger J. Pap Smear Information. [cited on 25 Februari 2014].2011. Available from: http://www.mpcenter.net/patient_ed/pap_smear_info.html11. Tewari L, Chaudary C. Atypical Squamous Cell of Undetermined Significance: A Follow Up Study. 2010: 225-22712. Comprehensive cervical cancer control: a guide to essential practice 2nd ed. World Health Organization.13. Pfenninger J. Pap Smear Information. [cited on 25 Februari 2014].2011. Available from: http://www.mpcenter.net/patient_ed/pap_smear_info.html14. Tewari L, Chaudary C. Atypical Squamous Cell of Undetermined Significance: A Follow Up Study. 2010: 225-22715. Mackay HT. Gynecologic Disorder. Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: McGrawHill; 2009:661-66316. Depkes RI. Skrining Kanker Leher Rahim dengan Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). 2008:24-2717. Robles S, Ferreccio C, Gage J. Visual Inspection Of The Uterine Cervix With Acetic Acid (VIA). Pan American Health Organization. 2005:39-5118. Goel A, Gandhi G, Batra S, et al. Visual Inspection of the Cervix with Acetic Acid for Cervical Intraepithelial Lesions. 2005:25-3019. Parkin MD, Sankaranarayanan R, Chithrathara K. Visual Inspection With Lugols Iodine (VILI): Evidence to date. New York: Alliance for Cervical Cancer Prevention (ACCP). [cited on 23 Januari 2012]. 2004. Available from: www.alliance-cxca.org.