laju pertumbuhan jenis lamun (syringodium...

15
LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium isoetifolium) DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI POLYBAG DAN SPRIG ANCHOR PADA JUMLAH TEGAKAN YANG BERBEDA DALAM RIMPANG DI PERAIRAN KAMPE DESA MALANG RAPAT Anggun Permatasari Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Ita Karlina Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Henky Irawan Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun dan tingkat kelangsungan hidup lamun Syringodium isoetifoliumdan mengetahui jumlah tegakan optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang ditransplantasi dengan metode Polybag dan Sprig anchor. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei tahun 2016, di daerah Kampe, Desa Malangrapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Metode yang digunakan adalah metode transplantasi Polybag dan Sprig anchor. Jumlah tegakan lamun Syringodium isoetifolium diberi perlakuan yaitu 1 tegakan, 2 tegakan, 3 tegakan, 4 tegakan, dan 5 tegakan dengan 5 kali pengulangan tiap perlakuan. Analisis data dengan menggunakan Uji One-Way ANOVA menunjukkan laju pertumbuhan lamun Syringodium isoetifoliumpada metode Polybag tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang berbeda (p>0,05) dengan penambahan panjang daun lamun Syringodium isoetifolium ± 0,58 hingga 1,49 cm per-minggu dan untuk metode Sprig anchor terdapat perbedaan yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang berbeda (p<0,05) dengan penambahan panjang daun lamun Syringodium isoetifolium ± 0,02 hingga 0,54 cm per-minggu sedangkan untuk tingkat kelangsungan hidup lamun Syringodium isoetifolium pada metode Polybag dan Sprig anchor menggunakan analisis data Kruskal Wallis tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang berbeda (p>0.05) dengan tingkat kelangsungan hidup lamun tertinggi 100% pada semua tegakan untuk metode Polybag dan terendah 0% pada tegakan 1 untuk metode Sprig anchor. Jumlah tegakan yang optimal lamun Syringodium isoetifolium didapat oleh perlakuan dengan jumlah tegakan 1 untuk metode Polybag dan Sprig anchor, yaitu perlakuan dengan jumlah tegakan sedikit mungkin, tetapi memiliki laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup tertinggi dan tidak memiliki perbedaan yang nyata di setiap perlakuan. Tegakan optimal ini dinilai sebagai pertumbuhan lamun yang efektif dan efisien dalam kegiatan transplantasi lamun Syringodium isoetifolium. Kata Kunci : Transplantasi Lamun, Syringodium isoetifolium, Polybag dan Sprig anchor

Upload: phamque

Post on 16-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium isoetifolium) DENGAN

TEKNIK TRANSPLANTASI POLYBAG DAN SPRIG ANCHOR PADA JUMLAH

TEGAKAN YANG BERBEDA DALAM RIMPANG DI PERAIRAN KAMPE

DESA MALANG RAPAT

Anggun Permatasari

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Ita Karlina

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Henky Irawan

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan lamun dan

tingkat kelangsungan hidup lamun Syringodium isoetifoliumdan mengetahui jumlah tegakan

optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang ditransplantasi dengan metode

Polybag dan Sprig anchor. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei

tahun 2016, di daerah Kampe, Desa Malangrapat, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.

Metode yang digunakan adalah metode transplantasi Polybag dan Sprig anchor. Jumlah tegakan

lamun Syringodium isoetifolium diberi perlakuan yaitu 1 tegakan, 2 tegakan, 3 tegakan, 4 tegakan,

dan 5 tegakan dengan 5 kali pengulangan tiap perlakuan. Analisis data dengan menggunakan Uji

One-Way ANOVA menunjukkan laju pertumbuhan lamun Syringodium isoetifoliumpada metode

Polybag tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang berbeda

(p>0,05) dengan penambahan panjang daun lamun Syringodium isoetifolium ± 0,58 hingga 1,49

cm per-minggu dan untuk metode Sprig anchor terdapat perbedaan yang nyata terhadap perlakuan

jumlah tegakan yang berbeda (p<0,05) dengan penambahan panjang daun lamun Syringodium

isoetifolium ± 0,02 hingga 0,54 cm per-minggu sedangkan untuk tingkat kelangsungan hidup

lamun Syringodium isoetifolium pada metode Polybag dan Sprig anchor menggunakan analisis

data Kruskal Wallis tidak terdapat pengaruh yang nyata terhadap perlakuan jumlah tegakan yang

berbeda (p>0.05) dengan tingkat kelangsungan hidup lamun tertinggi 100% pada semua tegakan

untuk metode Polybag dan terendah 0% pada tegakan 1 untuk metode Sprig anchor. Jumlah

tegakan yang optimal lamun Syringodium isoetifolium didapat oleh perlakuan dengan jumlah

tegakan 1 untuk metode Polybag dan Sprig anchor, yaitu perlakuan dengan jumlah tegakan sedikit

mungkin, tetapi memiliki laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup tertinggi dan tidak

memiliki perbedaan yang nyata di setiap perlakuan. Tegakan optimal ini dinilai sebagai

pertumbuhan lamun yang efektif dan efisien dalam kegiatan transplantasi lamun Syringodium

isoetifolium.

Kata Kunci : Transplantasi Lamun, Syringodium isoetifolium, Polybag dan Sprig anchor

Page 2: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

GROWTH RATE TYPE SEAGRASS (Syringodium isoetifolium) WITH

TRANSPLANTATION TECHNIQUE POLYBAG AND SPRIG ANCHOR AT

NUMBER STANDS DIFFERENT IN THE RHIZOME IN WATER VILLAGE

KAMPE MALANG RAPAT

ABSTRACT

This research was conducted in order to determine seagrass growth rate and survival rate

of seagrass Syringodium isoetifoliumand determine the number of stands to the growth of seagrass

Syringodium isoetifolium transplanted with method polybag and sprig anchor. This study was

conducted from February to May 2016, in the area Kampe, Malangrapat Village, District Gunung

Kijang, Bintan regency. The method used is the method of transplantation polybag and sprig

anchor. Number of stands of seagrass Syringodium isoetifolium treated that first stand, two stands,

stands 3, 4 stands, and 5 stands with five repetitions of each treatment. Analysis of the data using

One-Way ANOVA test showed the rate of growth of seagrass Syringodium isoetifolium in polybag

method there is no real difference to the number of stands of different treatments (p>0.05) with the

addition of the long leaves of seagrass Syringodium isoetifolium ± 0.58 to 1.49 cm per week and to

methods sprig anchor there is a real difference to the number of stands of different treatments

(p<0.05) with the addition of the long leaves of seagrass Syringodium isoetifolium ± 0.02 to 0.54

cm per week whereas the survival rate of seagrass Syringodium isoetifolium the method polybag

and sprig anchor using data analysis Kruskal Wallis there is no significant effect on the number of

stands of different treatments (p> 0.05) with the highest survival rate of 100% of seagrass in all

stands for polybag method and the lowest 0% on stand 1 to methods sprig anchor. Stands optimal

amount of seagrass Syringodium isoetifolium obtained by treatment with the number 1 stands for

polybag and sprig anchor method, namely the treatment by the number of stands little as possible,

but it has the growth rate and the highest survival rate and does not have a significant difference in

each treatment. Optimal stands is considered as the growth of seagrass effective and efficient in

Syringodium isoetifolium seagrass transplantation activities.

Keywords : Seagrass Transplantation, Syringodium isoetifolium, Polybag and Sprig anchor

PENDAHULUAN

Ekosistem padang lamun berperan

penting dalam ekologi kawasan pesisir

karena menjadi habitat berbagai biota laut

termasuk menjadi tempat mencari makan

(feeding ground), sebagai tempat

perlindungan (nursery ground), dan sebagai

tempat memijah (spawning ground)

(Kikuchi, 1971 dalam Marabessy, 2010).

Menurut Sugianti, 2014 bahwa

ekosistem lamun merupakan ekosistem yang

cukup rentan terhadap perubahan yang

terjadi sehingga lamun mudah mengalami

kerusakan. Fungsi lamun belum banyak

dipahami, banyak lamun yang rusak akibat

ancaman atau gangguan secara alami

maupun aktivitas manusia seperti kerusakan

fisik padang lamun disebabkan oleh aktivitas

perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan

perairan dan merusak padang lamun.

Reklamasi dan pembangunan kawasan

industri dan pelabuhan juga telah

melenyapkan sejumlah besar daerah padang

lamun.

Kerusakan lamun terus terjadi,

sedangkan upaya konservasi dan rehabilitasi

belum banyak dilakukan, sehingga luas

padang lamun di Indonesia mengalami

penurunan. Luas total padang lamun di

Page 3: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

Indonesia semula di perkirakan mencapai

30.000 km2, tetapi kini diperkirakan

menyusut 30 - 40% (Nontji, 2010).

Melihat kenyataan di atas, maka perlu

dilakukan upaya rehabilitasi padang lamun.

Salah satunya melalui transplantasi lamun

yang sudah ada dilakukan, namun belum ada

tegakan lamun yang optimal.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui

laju pertumbuhan lamun jenis Syringodium

isoetifolium yang ditransplantasi dengan

jumlah tegakan berbeda dan mengetahui

jumlah tegakan yang optimal bagi

pertumbuhan lamun jenis Syringodium

isoetifolium yang di transplantasi dengan

metode Spring anchor dan Polybag.

Manfaat dalam penelitian ini yaitu

untuk mendapatkan jumlah tegakan yang

optimal dan metode yang sesuai sehingga

dapat diterapkan dalam kegiatan

transplantasi lamun agar terciptanya

efisiensi dan efektivitas; dan sebagai

informasi ilmiah yang bermanfaat dalam hal

pengembangan teknik transplantasi lamun.

METODE

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan

Februari sampai Mei 2016 di Kampung

Kampe, Desa Malangrapat, Kecamatan

Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Alat yang digunakan untuk transplantasi

adalah alat snorkling, kamera underwater,

GPS, polybag, plot, kawat diameter 12 mm

sepanjang 30 cm 4 buah dan 5 mm 50 buah,

jaring, patok kayu, linggis, corer, keranjang,

sepatu boat, alat tulis, gunting, kertas label,

jangka sorong dan alat untuk pengukuran

parameter adalah salt meter, multitester,

spektrofotometer, corer, tali 5 meter,

stopwatch, sedangkan bahan yang digunakan

untuk transplantasi adalah lamun jenis

Syringodium isoetifolium dan bahan untuk

pengukuran parameter adalah sedimen dan

air laut untuk mengukur DO, salinitas, suhu,

pH.

Penelitian dilakukan dengan tahap

persiapan, pemilihan lokasi, pembuatan

kurungan, penanganan bibit lamun,

perlakuan transplantasi lamun, dan

pengamatan pertumbuhan lamun.

Tahap persiapan terdiri dari konsultasi

dengan Penasehat Akademik, Dosen

Pembimbing dan survei lokasi penelitian.

Pemilihan lokasi mengikuti cara yang

dijelaskan oleh F.T. Short, et al, 2002 dalam

BTNKpS, 2006 dengan sedikit perubahan

untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi

yang akan dilakukan transplantasi dengan

perhitungan indeks kesesuaian lokasi

penanaman atau preliminary transplant

suitability index (PTSI) dan memilih

proritasnya.

Pembuatan kurungan agar transplantasi

lamun di lapangan tidak terganggu oleh

aktifitas manusia, grazer dan kondisi alam.

Page 4: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

Gambar 2.Kurungan di Lokasi Transplantasi

Penanganan bibit lamun Bibit lamun

diambil dari habitat asli saat air surut

kemudian dimasukkan kedalam wadah

jaring/ keranjang tetapi tetap berada dalam

air. Bibit lamun yang telah cukup langsung

di tanam kedaerah transplantasi untuk

metode Sprig anchor. Untuk metode

polybag bibit lamun di ambil dengan

menggunakan pvc di daerah lamun donor.

Bibit lamun dimasukkan dalam polybag dan

di sortir sesuai dengan jenis lamun

Syringodium isoetifolium dan sesuai tegakan

,lalu bawa lamun bibit kedaerah

transplantasi.

Perlakuan transplantasi lamun yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu 25 bibit

lamun utama dan 25 bibit lamun stok

(cadangan ) untuk metode Sprig anchor dan

25 bibit lamun utama dan 25 bibit lamun

stok (cadangan) untuk metode polybag

dengan jumlah tegakan yang berbeda dalam

rimpang.

Gambar 3. Desain tata letak lamun

tranplantasi metode Polybag

Gamba 4. Desain Tatak letak lamun

transplantasi metode Sprig anchor

Gambar 5. Sketsa penanaman menggunakan

jangkar (Asriani, (2014)

Pengamatan pertumbuhan lamun dan

parameter perairan dilakukan selama 2 bulan

di perairan Kampe.

Metode yang digunakan adalah polybag

dan sprig anchor. Tegakan lamun

Syringodium isoetifolium yang digunakan

yaitu tegakan 1, tegakan 2, tegakan 3,

tegakan 4, dan tegakan 5.

Pengolahan data pertumbuhan lamun

menggunakan rumus sebagai berikut.

1.Laju Pertumbuhan Panjang Daun

Lamun (Supriadi, 2003)

Keterangan :

P= Tingkat pertumbuhan panjang daun (cm)

Lt= Panjang daun akhir pada waktu ke- (cm)

Lo= Panjang daun pada pengukuran awal

(cm)

t = Selang waktu pengukuran (Minggu)

Page 5: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

2. Tingkat Kelangsungan Hidup (Lanuru

et al, 2013)

Keterangan:

SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

Nt = Jumlah tegakan lamun utama pada

awal penelitian

No = Jumlah tegakan lamun utama pada

akhir penelitian

Analisis data dilakukan dengan uji One-

Way ANOVA dan Post Hoc Duncan pada

tingkat ketelitian 95%. Sebaran data yang

tidak normal dianalisis secara nonparametrik

dengan uji Kruskal Wallis. Penentuan

tegakan optimal lamun dilihat dari perlakuan

tegakan sekecil mungkin tetapi memiliki

parameter pertumbuhan yang tercepat atau

tertinggi ataupun tidak berbeda nyata dari

perlakuan dengan parameter pertumbuhan

tercepat atau tertinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Laju Pertumbuhan Panjang Daun

Lamun Syringodium isoetifolium

Pertumbuhan panjang daun adalah selisih

antara panjang daun yang tumbuh waktu

awal dengan waktu akhir pada interval

waktu yang telah di tentukan.

a. Metode Polybag

Hasil pengukuran pertumbuhan panjang

daun lamun Syringodium isoetifolium pada

metode polybag dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 6. Laju Pertumbuhan Panjang Daun

Lamun Syringodium isoetifolium

pada Metode Polybag

Berdasarkan gambar laju pertumbuhan

panjang daun lamun Syringodium

isoetifolium terjadi penurunan yang pada

minggu ke -3 dan ke -4 pada setiap tegakan.

Hal ini disebabkan pada minggu ke-3 dan

ke-4 terjadi gelombang sangat besar dan

arus sangat kuat, sehingga lamun

Syringodium isoetifolium mengalami

hambatan untuk tumbuh lebih cepat. Pada

minggu ke-5 hingga minggu ke-8

pertumbuhan lamun terlihat mengalami

penambahan panjang. Hal ini disebabkan

karena pada minggu ke -5 hingga minggu

ke-8 gelombang dan arus sudah mulai

tenang.

Analisis data laju pertumbuhan panjang

daun lamun Syringodium isoetifolium

menggunakan One-Way ANOVA dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.Uji One-Way ANOVA pada laju

pertumbuhan panjang dau lamun

Syringodium isoetifolium pada

metode Polybag

Source

Sum of

Squares

df

Mean

Square

F

Sig.

Intercept 24.010 1 24.010 1304.891 .000

Polybag - - - - .000

Tegakan .052 4 .013 .707 .597

Error .368 20 .018

Total 25.776 25

Page 6: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

Berdasarkan uji one-Way ANOVA bahwa

nilai signifikan menunjukan lebih besar dari

α (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang nyata dari

rata-rata pertumbuhan lamun pertegakan

dalam 8 minggu. Pengujian statistik lanjutan

menggunakan analisis Post Hoc Duncan

dengan tingkat ketelitian 95% untuk

meyakinkan bahwa dari setiap tegakan tidak

berbeda nyata dalam satu metode.

Tabel 2.Uji Post Hoc Duncan laju

pertumbuhan panjang daun

lamun Syringodium isoetifolium

dengan metode Polybag

Tegakan N Subset

1

Duncana Tegakan 5 5 .9000

Tegakan 2 5 .9600

Tegakan 4 5 1.0000

Tegakan 3 5 1.0200

Tegakan 1 5 1.0200

Sig. .223

Berdasarkan laju pertumbuhan

panjang daun lamun pada metode polybag,

pengujian statistik lanjutan menggunakan

analisis Post Hoc Duncan dengan tingkat

ketelitian 95% setiap tegakan terdapat

dalam satu kelompok. Hal ini yang

membuktikan jika tidak terdapat perbedaan

yang nyata dari setiap tegakan pada metode

Polybag dan mempunyai nilai yang

signifikan sebesar 0,223.

b. Metode Sprig anchor

Hasil pengukuran laju pertumbuhan

panjang daun lamun pada metode sprig

anchor dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Laju Pertumbuhan Panjang Daun

Lamun Syringodium isoetifolium

pada Metode Sprig anchor

Berdasarkan gambar laju pertumbuhan

panjang daun lamun metode Sprig anchor

terjadi penurunan yang sangat drastis di

setiap minggu hingga minggu terakhir. Hal

ini disebabkan didaerah transplantasi lamun

terdapat udang yang membuat lubang

disekitar daerah transplantasi. Sehingga

banyak lamun yang hilang dan sebagian

lamun yang hilang digantikan dengan lamun

cadangan yang masih utuh. Sehingga

tegakan 5 pada minggu ke-5 mengalami

kenaikan disebabkan pada tegakan 5

menggunakan lamun cadangan.

Tabel 3.Uji one-Way ANOVA pada laju

pertumbuhan panjang daun lamun

Syringodium isoetifolium pada

metode Sprig anchor

Source

Sum of

Squares

Df

Mean

Square

F

Sig.

Intercept 1.904 1 1.904 238.050 .000

Sprig

anchor

- - - - .000

Tegakan .026 4 .031 3.923 .016

Error .160 20 .008

Total 2.190 25

Berdasarkan laju pertumbuhan lamun

Syringodium isoetifolium, pengujian statistik

menggunakan one-Way ANOVA bahwa nilai

signifikan menunjukan lebih kecil dari α

(p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata dari rata-rata

Page 7: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

pertumbuhan lamun pertegakan dalam 8

minggu dan dapat dikatakan metode dan

tegakan mempengaruhi pertumbuhan lamun

Syringodium isoetifolim. Pengujian statistik

lanjutan menggunakan analisis Post Hoc

Duncan dengan tingkat ketelitian 95% untuk

melihat nilai perbedaan antara pertumbuhan

lamun pada setiap tegakan.

Tabel 4.Uji Post Hoc Duncan laju

pertumbuhan lamun Syringodium

isoetifolium dengan metode Sprig

anchor

Tegakan N Subset

1 2

Duncana Tegakan 2 5 .1800

Tegakan 3 5 .2000

Tegakan 1 5 - .03200

Tegakan 4 5 - .03400

Tegakan 5 5 - .03400

Sig. .727 .742

Berdasarkan laju pertumbuhan panjang

daun pada metode sprig anchor, pengujian

lanjutan menggunakan Post Hoc Duncan

dengan tingkat ketelitian 95% setiap

tegakan bahwa terdapat nilai perbedaan

pertumbuhan lamun metode Sprig anchor

antar tegakan didapatkan nilai signfikan

sebesar 0,727 untuk tegakan 2 dan tegakan

3, dan signifikan sebesar 0,742 untuk

tegakan 1, tegakan 4 dan tegakan 5. Hasil

analsis Post Hoc Duncan dengan tingkat

ketelitian 95% perbedaan nilai terbesar

terdapat pada kelompok kedua.

Pertumbuhan panjang daun lamun

Syringodium isoetifolium pada metode

Polybag dan Sprig anchor mengalami

ketidakstabilan disebabkan gangguan alam,

terutama arus. Hal ini di dukung oleh

penelitian Dahuri et al. (2004) dalam

Feryatun (2012) bahwa pergerakan arus

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

lamun yang terkait dengan suplai unsur hara

dan persedian gas-gas terlarut yang

dibutuhkan oleh lamun.

Faktor lain penurunan laju pertumbuhan

transplantasi ini di duga karena adanya

pengaruh kurang tersedianya nutrien pada

lokasi transplantasi di perairan Kampe

dimana nilai nitrat dan fosfat pada daerah

transplantasi tergolong rendah dan kurang

subur dan banyaknya epifit yang menempel

di daun lamun ini menyebab cahaya

matahari sulit menembus dan menghambat

laju pertumbuhan lamun (Wirawan, 2014).

2. Tingkat Kelangsungan Hidup Lamun

Syringodium isoetifolium

Tingkat kelangsungan hidup lamun

adalah seberapa tinggi dan rendahnya

kemampuan lamun bertahan hidup tanpa

mengalamin kematian selama penelitian

yang dinyatakan dalam persen (Jipriandi,

2013). Hasil pengamatan tingkat

kelangsungan hidup lamun pada metode

Sprig anchor dan Polybag selama 2 bulan

dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Tingkat kelangsungan hidup

lamun Syringodium isoetifolium

dengan metode polybag dan

sprig anchor

1 2 3 4 5

sprig anchor 0 30 60 5 4

polybag 100 100 100 100 100

0

50

100

150

Tin

gkat

Kel

angs

un

gan

Hid

up

(%

)

Page 8: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

Berdasarkan rata-rata tingkat

kelangsungan hidup lamun Syringodium

isoetifolium menunjukkan bahwa tingkat

kelangsungan hidup lamun tertinggi pada

metode Polybag dengan tingkat hidup 100%

pada setiap tegakan dan terendah pada

metode Sprig anchor dengan tingkat hidup

0% pada tegakan 1.

Transplantasi lamun Syringodium

isoetifolium menggunakan metode Sprig

anchor mengalami penurunan ketahanan

hidup yang drastis karena pada lokasi

penelitian udang yang membuat lubang,

jangkar yang korosi dan karena adanya

gesekan jangkar saat gelombang cukup

besar. Udang yang membuat lubang

berperan penting dalam kegagalan

transplantasi di lokasi pada metode Sprig

anchor.

Hal ini di dukung oleh penelitian

Ganassin dan Gibbs (2008), beberapa faktor

yang dilaporkan dapat berkontribusi pada

kegagalan transplantasi lamun adalah

penguburan dengan pasir, perubahan kondisi

perairan yang drastis, konsentrasi amonia

sedimen yang tinggi, pertumbuhan epifit,

akibat kegiatan antropogenik dan jangkar

yang digunakan saat transplantasi dan faktor

korosi diduga berperan paling penting dalam

kegagalan transplantasi lamun yang

dilakukan.

Data tingkat kelangsungan hidup

lamun Syringodium isoetifolium yang

diperoleh merupakan sebaran data yang

tidak normal dilihat dari uji normalitas pada

statistik. Oleh karena itu, analisis data

tingkat kelangsungan hidup lamun

Syringodium isoetifolium secara

nonparametrik menggunakan uji Kruskal

Wallis. Hasil analisis data tingkat

kelangsungan hidup lamun Syringodium

isoetifolium dengan metode polybag

menggunakan uji Kruskal Wallis dapat

dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Uji Kruskal Wallis pada tingkat

kelangsungan hidup lamun

Syringodium isoetifolium dengan

metode Polybag

Tegakan N Mean Rank

SR Tegakan 1 5 13.00

Tegakan 2 5 13.00

Tegakan 3 5 13.00

Tegakan 4 5 13.00

Tegakan 5 5 13.00

Total 25

Berdasarkan tingkat kelangsungan

hidup lamun pada metode Polybag,

pengujian menggunakan Kruskal Wallis

bahwa setiap tegakan tidak memiliki nilai

perbedaan dan memiliki mean reank yang

sama pada setiap tegakan. Sedangkan

tingkat kelangsungan hidup lamun

Syringodium isoetifolium pada metode Sprig

anchor menggunakan uji uji Kruskal Wallis

dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Uji Kruskal Wallis pada tingkat

kelangsungan hidup lamun

Syringodium isoetifolium dengan

metode Sprig anchor

Tegakan N Mean Rank

SR Tegakan 1 5 9.00

Tegakan 2 5 16.20

Tegakan 3 5 18.00

Tegakan 4 5 11.00

Tegakan 5 5 10.80

Total 25

Berdasarkan tingkat kelangsungan

hidup lamun pada metode Sprig anchor,

pengujian menggunakan Kruskal Wallis

bahwa setiap tegakan memiliki nilai

Page 9: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

perbedaan, dan nilai tingkat kelangsungan

hidup tertinggi pada tegakan 3 dengan mean

rank sebesar 18,00.

Metode Polybag memiliki tingkat

kelangsungan hidup yang lebih besar

dibandingkan dengan metode Sprig anchor.

Hal ini terjadi karena pada metode Polybag

bibit lamun yang ditanam di daerah

transplantasi beserta substratnya yang di

ambil dari sumber lamun donor

menggunakan Plug, sehingga bibit lamun

lebih kokok dan terlindung. Bibit lamun

yang ditanam beserta subtratnya tidak perlu

mengalami adaptasi. Sedangkan pada

metode Sprig anchor ditanam dengan

menggali sebuah lubang kecil di daerah

transplantasi, kemudian ditutup dengan

subtrat yang sama. Hal ini mengakibatkan

bibit lamun yang ditanam lebih rentan

terpengaruh oleh kondisi alam, khususnya

pada saat kondisi alam yang begitu besar

dapat mengakibatkan lamun terangkat dari

subtratnya.

3. Tegakan Optimal Lamun Syringodium

isoetifolium

Penentuan tegakan yang optimal

dilakukan dengan melihat hasil analisi

parameter pertumbuhan lamun Syringodium

isoetifolium menggunakan One Way Anova

dengan post hoc test dengan tingkat

ketelitian 95% menggunakan SPSS. Hasil

analisis dilihat perlakuan setiap jumlah

tegakan yang paling sedikit tetapi memiliki

laju pertumbuhan yang tercepat ataupun

tidak berbeda nyata dari perlakuan dengan

parameter laju pertumbuhan lamun.

Penentuan tegakan optimal metode

polybag dan sprig anchor dilihat dari laju

pertumbuhan panjang daun lamun, dan

tingkat kelangsungan hidup lamun

Syringodium isoetifolium.

Tabel 7. Penentuan jumlah tegakan optimal

laju pertumbuhan lamun

Syringodium isoetifolium dengan

metode Polybag

Tegakan N Subset

1

Duncana Tegakan 5 5 .9000

Tegakan 2 5 .9600

Tegakan 4 5 1.0000

Tegakan 3 5 1.0200

Tegakan 1 5 1.0200

Sig. .223

Tabel 8.Penentuan jumlah tegakan optimal

tingkat kelangsungan hidup lamun

Syringodium isoetifolium dengan

metode Polybag

Tegakan N Mean Rank

SR Tegakan 1 5 13.00

Tegakan 2 5 13.00

Tegakan 3 5 13.00

Tegakan 4 5 13.00

Tegakan 5 5 13.00

Total 25

Berdasarkan penentuan tegakan optimal

parameter pertumbuhan lamun Syringodium

isoetifolium metode Polybag, tegakan yang

optimal terdapat pada tegakan 1. Sesuai

kriteria tegakan yang paling sedikit tetapi

memiliki parameter pertumbuhan tercepat

ataupun tidak berbeda nyata dari perlakuan

dengan parameter pertumbuhan merupakan

tegakan yang paling optimal, maka tegakan

1 merupakan tegakan yang paling optimal

karena tidak berbeda nyata dari perlakuan

dengan parameter pertumbuhan.

Page 10: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

Tabel 9. Penentuan jumlah tegakan optimal

laju pertumbuhan lamun

Syringodium isoetifolium dengan

metode Sprig anchor

Tegakan N Subset

1 2

Duncana Tegakan 2 5 .1800

Tegakan 3 5 .2000

Tegakan 1 5 - .03200

Tegakan 4 5 - .03400

Tegakan 5 5 - .03400

Sig. .727 .742

Tabel 10.Penentuan jumlah tegaka optimal

tingkat kelangsungan hidup

lamun Syringodium isoetifolium

dengan metode Sprig anchor

Tegakan N Mean Rank

SR Tegakan 1 5 9.00

Tegakan 2 5 16.20

Tegakan 3 5 18.00

Tegakan 4 5 11.00

Tegakan 5 5 10.80

Total 25

Berdasarkan penentuan tegakan optimal

parameter pertumbuhan lamun Syringodium

isoetifolium metode Sprig anchor, tegakan

yang optimal terdapat pada tegakan 1 untuk

laju pertumbuhan panjang daun lamun dan

tegakan 1 untuk tingkat kelangsungan hidup

lamun karena tidak berbeda nyata dari

perlakuan dengan parameter pertumbuhan

lamun. Sesuai kriteria tegakan yang paling

sedikit tetapi memiliki pertumbuhan tercepat

ataupun tidak berbeda nyata dari perlakuan

dengan parameter pertumbuhan merupakan

tegakan yang paling optimal, maka tegakan

1 merupakan tegakan yang paling optimal

karena tidak berbeda nyata dari perlakuan

dengan parameter pertumbuhan

4. Kondisi Umum Kualitas Perairan di

Lokasi Penelitian

Secara umum, kondisi kualitas perairan

merupakan faktor utama yang

mempengaruhi kehidupan lamun dan

ekosistemnya. Hasil pengukuran kondisi

umum kualitas perairan selama penelitian

dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Hasil Pengukuran Kualitas

Perairan Selama Penelitian

Parameter Satuan

Rata-rata

Pengukuran Baku Mutu

Suhu °C 28,6 28 - 30 °C Kecepetan

Arus m/s 0,17

0,7

(Asriani,2014)

Kecerahan M 100%

100% (Aprimilda,2011)

Salinitas °/∞ 32.3 33 - 34 °/∞

DO mg/L 6.7 >5

pH 8,7 7 – 8,5

1. Suhu

Suhu yang didapatkan di lokasi

transplantasi berkisar 28,6 °C. Secara umum

kandungan oksigen terlarut pada daerah

transplantasi telah memenuhi standar baku

mutu air untuk biota laut yaitu 28-30 °C,

sesuai dengan KepMen LH No. 51 Tahun

2004. Menurut Phillips dan Menez (1988)

dalam Sambara (2014), lamun dapat

mentolerir suhu perairan antara 26-36 °C,

akan tetapi suhu optimum untuk fotosintesis

lamun berkisar 28-30°C. Pengaruh suhu bagi

lamun sangat besar, suhu mempengaruhi

proses-proses fisiologis yaitu fotosintesis,

laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi.

2. Kecepatan Arus

Kecepatan arus yang didapatkan pada

lokasi transplantasi selama penelitian adalah

0,17 m/s. Phillips & Menez (1988) dalam

Asriani (2011) yang menyatakan bahwa

lamun umumnya dapat tumbuh pada

Page 11: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

perairan tenang dengan kecepatan arus

sampai 3,5 knots (0,7 m/s). Hal ini

menyatakam bahwa perairan daerah

transplantasi sangat tenang dan cocok untuk

transplantasi.

3. Kecerahan

Kecerahan perairan dilokasi penelitian

adalah sebesar 100%. Kecerahan perairan

merupakan salah satu faktor pembatas yang

penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan lamun. Cahaya merupakan

faktor pembatas pertumbuhan dan produksi

lamun di perairan pantai yang keruh

(Hutomo,1997 dalam Apramilda ,2011 ).

4. Salinitas

Salinitas yang diperoleh selama

penelitian di lokasi transplantasi sebesar

32,3‰. Hasil salinitas ini masih sesuai

dengan kisaran salinitas yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan lamun dan telah

memenuhi standar baku mutu air untuk biota

laut yaitu 33-34 ‰, sesuai dengan KepMen

LH No. 51 Tahun 2004. Menurut Hilman

et.al (1989) dalam Asriani (2011) bahwa

kisaran salinitas 24‰ - 35‰ dapat

mendukung pertumbuhan lamun.

5. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut (DO) yang dieroleh

selama penelitian di lokasi transplantasi

sebesar 6,7 mg/L. Secara umum kandungan

oksigen terlarut pada daerah transplantasi

telah memenuhi standar baku mutu air untuk

biota laut yaitu > 5 mg/l, sesuai dengan

KepMen LH No. 51 Tahun 2004.

Kandungan oksigen terlarut yang tinggi

merupakan indikasi aktifnya fotosintesis

yang terjadi pada habitat lamun.

Oksigen terlarut dapat menjadi indikator

pencemaran karena oksigen terlarut

merupakan asupan oksigen yang berasal dari

air. Semakin rendah tingkat kadang oksigen

terlarut maka makin banyak pencemaran

yang terjadi, karena kadar oksigen terlarut di

perairan dipengaruhi oleh limbah yang

terbuang dalam air (Rahayu, 2013 dalam

Dirgandini, 2013).

6. Derajat Keasaman (pH)

pH yang diperoleh selama penelitian di

lokasi transplantasi sebesar 8,7. Secara

umum kandungan pH pada daerah

transplantasi tidak memenuhi standar baku

mutu air untuk biota laut yaitu 7-8,5. Nur

(2004) dalam Eki, 2013 mengatakan bahwa

suatu perairan dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH

yang lebih dari 8,5 merupakan perairan yang

tidak produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5

termasuk dalam perairan yang masih

produktif dan perairan dengan pH antara 7,5

– 8,5 mempunyai tingkat produktifitas yang

tinggi. pH merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi produktifitas. Pada penelitian

ini pH yang diperoleh lebih dari 8,5, berarti

pH di perairan transplantasi tidaklah

produktif.

7. Nutrien (Nitrat Fosfat)

Nutrien dalam ekosistem lamun

memberikan konstribusi penting untuk

pertumbuhan lamun daripada penguraian

daun - daun serasa ini yang nantinya akan

menjadi nutrien-nutrien yang sangat

dibutuhkan oleh organisme - organisme

Page 12: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

perairan terutama lamun itu sendiri yang

telah membusuk. (Hasanuddin, 2013).

Kadar nitrat fosfat air dan sedimen yang

diperoleh dari hasil uji di Laboratorium

Balai Perikanan Budidaya Laut Batam dapat

dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Hasil uji nitrat dan fosfat

Parameter Hasil

Nitrat <0,1

mg/L

Phosphat 0,488 mg/L

Berdasarkan Yatim (2005) dalam

Sambara (2014), konsentrasi nitrat dalam

tanah dibagi menjadi 3 bagian yaitu < 3 ppm

(rendah), 3-10 ppm (sedang), dan > 10

(tinggi). Dari hasil pengukuran, kandungan

nitrat di daerah transplantasi masuk kedalam

golongan rendah. Sedangkan kadar fosfat

0,488 mg/L lebih kecil dari yang

dikemukakan oleh Sulaeman (2005) dalam

Wirawan (2014) dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13.Tingkat Kesuburan Berdasarkan

Kandungan Fosfat

No Kandungan Fosfat Tingkat Kesuburan

1 <5 ppm Sangat rendah

2 5 – 10 ppm Rendah

3 11 – 15 ppm Sedang

4 16 – 20 ppm Baik sekali

5 >21 ppm Sangat baik

Sedimen merupakan tempat

penyimpanan utama fosfor dalam siklus

yang terjadi di lautan. Umumnya dalam

bentuk partikulat yang berikatan dengan

oksida besi dan senyawa hidroksida.

Senyawa fosfor yang terikat di sedimen

dapat mengalami dekomposisi dengan

bantuan bakteri maupun melalui proses

abiotik menghasilkan senyawa fosfat terlarut

yang dapat mengalami difusi kembali ke

dalam kolom air (Paytan and McLaughlin,

2007 dalam Makatita, et al 2014).

Berdasarkan hasil uji fosfat (tabel 12)

bahwa fosfat tergolong sangat rendah,

sehingga fosfat sangat berpengaruh

terhadap pertumbuhan lamun. Menurut

Smith (1950) dalam Hasanuddin (2013)

menyatakan posfat merupakan unsur hara

yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan

untuk tumbuh dan sangat berpengaruh

terhadap kandungan biomassa dan

pertumbuhan lamun. Menurut Paytan dan

McLaughlin, (2007) dalam Steven, (2013)

bahwa substrat merupakan tempat

penyimpanan utama fosfor dalam siklus

yang terjadi di lautan, umumnya dalam

bentuk partikulat yang berikatan dengan

oksida besi dan senyawa hidroksida.

Zat hara nitrat dan fosfat diserap oleh

lamun melalui daun dan akarnya, namun

Soemodihardjo, (1999) dalam Hasanuddin,

(2013) menyatakan bahwa penyerapan zat

hara melalui daun di daerah tropis sangat

kecil dibandingkan dengan penyerapan

melalui akar.

Dari data Nitrat dan Fosfat air +

sedimen (tabel 12) , pada lokasi transplantasi

masih memiliki tingkat kesuburan rendah.

Hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan

lamun pada daerah transplantasi. Nitrat dan

fosfat yang kurang pada perairan

menyebabkan oksigen rendah di perairan

dan kegiatan fotosintesis tumbuhan lamun

dapat terganggu (Asriani, 2014).

Page 13: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat

disimpulkan bahwa laju pertumbuhan

panjang daun lamun setiap tegakan pada

metode Polybag bertambah ± 0,58 – 1,49

cm setiap minggunya dengan rata-rata

tingkat kelangsungan hidup 100%,

sedangkan laju pertumbuhan panjang daun

lamun setiap tegakan pada metode Sprig

anchor bertambah ± 0,02 – 0,54 cm setiap

minggunya dengan rata-rata tingkat

kelangsungan hidup 19,8 %, dan tegakan

optimal yang diperoleh adalah tegakan 1

pada metode Polybag dan Sprig anchor.

Tegakan 1 sebagai tegakan yang efisien dan

efektif dalam transplantasi secara

berkelanjutan untuk metode Polybag dan

Sprig anchor.

SARAN

Sebaiknya transplantasi lamun untuk

kedepannya menggunakan lamun tegakan 1

pada jenis Syringodium isoetifolium dengan

menggunakan metode polybag dansprig

anchor agar tercipta efisiensi dan efektifitas

transplantasi secara berkelanjutan dan di

perlukan penelitian lanjutan untuk metode

polybag dan sprig anchor dengan

penambahan nitrat dan phospat pada jenis

Syringodium isoetifolium , dan perlu

penelitian lanjutan untuk mengetahui epifit

yang menempel pada lamun Syringodium

isoetifolium pada daerah transplantasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah mendanai

dan membantu penelitian ini yaitu Kedua

orangtuaku tercinta (Tarsiman dan Suryati),

Abang dan adek tersayang, Dosen

pembimbing (Ita Karlina dan Henky

Irawan), dan teman- teman seperjuangan

“Transplantasi Lamun” yang memberikan

motivasi serta ikut andil dalam penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Apramilda, Riesna. 2011. Status Temporal

Komunitas Lamun Dan Keberhasilan

Transplantasi Lamun Pada Kawasan

Rehabilitasi Di Pulau Pramuka Dan

Harapan. Kepulauan Seribu. Provinsi

Dki Jakarta ; IPB.

Asriani, Neni. 2014. Tingkat Kelangsungan

Hidup Dan Persen Penutupan

Berbagai Jenis Lamun Yang

Ditransplantasi Di Pulau

Barranglompo. FIKP. UNHAS.

Makassar.

Azkab, M.H. 1999.Kecepatan Tumbuh dan

Produksi Lamun dari Teluk Kuta,

Lombok. Dalam:P3O-LIPI, Dinamika

komunitas biologi pada ekosistem

lamun di pulau Lombok, Balitbang

Biologi Laut, Puslitbang Biologi

Laut-LIPI, Jakarta.

Bakrie.K.A, 2012. Laju Sedimentasi Pada

Lamun Buatan Organik Dan Lamun

Alami (Enhalus acoroides) Di Pulau

Barrang Lompo. Kecamatan Ujung

Tana. Makassar Sulawesi Selatan.

Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu,

2006. Metode Penanaman Lamun .

BTNKpS. Jakarta.

Calumpong, H.P. dan M.S. Fonseca. 2001.

Seagrass Transplantasi and Other

Seagrass Restoration Method. In F.T.

Short dan R.G. Coles (ed), Global

Research Seagrass Methods. Elsevier

Science B.V, Amsterdam.

Netherlands.

Dirgandini, Lita. 2013. Laju Pertumbuhan

Lamun Enhalus acoroides Hasil

Transplantasi pada Kerapatan dan

Substrat yang berbeda di Bintan

Kepualaun Riau. FPIK; UNPAD.

Page 14: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

Eki, N. Y. 2013. Kerapatan dan

Keanekaragaman Jenis Lamun

(Seagrass) di Desa Ponelo

Kecamatan Ponelo Kepulauan

Kabupaten Gorontalo. Fakultas

Teknologi Perikanan. Universtas

Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Faricha.R,2007.Lamunisasi Sebagai Upaya

Pelestarian Biota Laut. Karya Ilmiah

Remaja Bidang Perikanan dan

Kelautan 2007. SMP N 1 Tuban

Jatim.

Febriantoro, Ita Riniatsih, Hadi Endrawati,

2013. Rekayasa Teknologi

Transplantasi Lamun (Enhalus

acoroides) Di Kawasan Padang

Lamun Perairan Prawean Bandengan

Jepara. Jurnal Penelitian Kelautan.

Volume 1, Nomor 1, Tahun 2013,

Halaman 1-10.

Feryatun, F., B. Hendrarto., N. Widyorini.

2012. Kerapatan Dan Distribusi

Lamun (Seagrass) Berdasarkan Zona

Kegiatan Yang Berbeda Diperairan

Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Journal of Management of Aquatic

Resources. Volume, Nomor, Tahun

2012, Halaman 1-7 online di :

http://ejournals1.undip.ac.id/index.ph

p/maquare.

Ganassin, C. dan P.J Gibbs. 2008. A Review

of Seagrass Planting as a Means of

Habitat Compensation Following loss

of Seagrass Meadow. NSW

Departement of primary Industries-

Fisheries Final Report Series No. 96

ISSN 1449-9967.

Hartog C Den. 1970. The sea-grasses of the

world. Verh. kon. ned. Akad. Wet.,

Afd. Natuurkunde 59, 1. 275 pp.

North-Holland Publ. Co.: Amsterdam

& London.

Hasanuddin, Rabuanah. 2013. Hubungan

Antara Kerapatan dan Morfometrik

Lamun Enhalus Acoroides dengan

Substrat dan Nutrien di Pulau

Sarappo Lompo. Kab. Pangkep.

Skripsi Ilmu Kelautan Hasanuddin.

Makassar

ITK-IPB, 2007.Parameter Lingkungan

Hidup Lamun.Bogor.

Jipriandi, 2013. Pertumbuhan Karang

(Acropora Formosa) Dengan Teknik

Transplantasi Pada Ukuran

Fragmen Yang Berbeda. UMRAH.

Tanjungpinang.

Kawaroe, Mujizat, Indra Jaya dan Indarto.

2008. Rekayasa Teknologi

Transplantasi Lamun pada Jenis

Enhalus acoroides dan Thallassia

hemprichii di Kepulauan Seribu. DKI

Jakarta. IPB.

Kiswara, W. 2004. Kondisi Padang Lamun

(seagrass) di Perairan Teluk

Banten. LIPI. Jakarta.

Kiswara, 2007.Transplantasi Dan Restorasi

Lamun Serta Hubungannya Dengan

Rekolonisasi Biota Di Perairan

Teluk Banten. vi, 26 hal: ill. :29 cm.

Kordi K, M Ghufran H & Bancung, A Baso,

2011. Ekosistem Lamun(Sea grass).

Rineka Cipta. Jakarta.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup,2004.

Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup nomor 51 tahun

2004 tentang kriteria baku mutu air

laut untukbiota air laut.

Keputusan Menteri Lingkunagan Hidup,

2004. Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup nomor 200

tahun 2004 tentang Kriteria Baku

Kerusakan Dan Pedoman Penentuan

Status Padang Lamun.

Lanuru, M. Supriadi. Khairul Amri, 2013.

Kondisi Oseanografi Perairan

Lokasi Transplantasi Lamun

Enhalus acoroides Pulau Barrang

Lompo. Kota Makasar. Mitra

Bahari.vol.7 no.1 ISSN 0216 –

48414.

Makatita, Jan R., A.B. Susanto, Jubhar.C.

Mangimbulude, 2014. Kajian Zat

Hara Fosfat Dan Nitrat Pada Air

Dan Sedimen Padang Lamun Pulau

Tujuh Seram Utara Barat Maluku

Tengah. Program Studi Magister

Biologi Universitas Kristen Satya

Wacana. Salatiga Universitas

Diponegoro. Semarang.

Page 15: LAJU PERTUMBUHAN JENIS LAMUN (Syringodium …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · optimal bagi pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium yang

Marabessy, Djen Muhammad. 2010. Sumber

Daya Ikan di Daerah Padang

Lamun Pulau-Pulau Derawan,

Kalimantan Timur. Oseanologi dan

Limnologi di Indonesia. 36 (2) :

193-210.

Mukhtosar, 2007. Pencemaran Pesisir dan

Laut. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Nontji, A. 2010. Laut Nusantara. Penerbit

Djambatan, Jakarta.

Paterson. G, 2011. Marine Flora and Fauna

of Ranong. Thailand.

Rustam,A, Dietriech Geoffrey Bengen,

Zainal Arifin, Jonson Lumban Gaol

and Risti Endriani Arhatin, 2013.

Growth Rate And Productivity

Dynamics Of (Enhalus acoroides)

Leaves At The Seagrass Ecosystem In

Pari Islands Based On In Situ And

Alos Satellite Data. International

Journal of Remote Sensing and Earth

Sciences Vol. 10, No.1 June 2013:37-

46).

Sambara, Rapi Zusan. 2014. Laju

Penjalaran Rhizoma Lamun yang

Ditransplantasi Secara Multi

Spesies di Pulau Barrang Lompo.

Skripsi. Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Soedharma, D. 2007. Pertumbuhan,

Produktivitas dan Biomassa,

Fungsi dan Peranan Lamun.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Steven, 2013. Pengaruh Perbedaan Substrat

Terhadap Pertumbuhan Semaian

dari Biji Lamun Enhalus acoroides.

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Sugianti, Y dan Mujiyanto. 2014. Kualitas

Air Sebagai Dasar Pengelolaan

Ekosistem Lamun di Kawasan

Pulau Parang, Karimunjaya.

Prosiding Forum Nasional

Pemulihan dan Konservasi

Sumberdaya Ikan IV ; Kerjasama

antara Balai Penelitian dan

Konservasi Ikan, Ditjen KP3K,

FPIK-Unpad dan MII; Bandung.

Hal KSI-PI 45.

Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem

Sumber Daya Hayati di wilayah

pesisir dan laut tropis. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta.

Supriadi. 2003. Produktivitas Lamun E.

acoroides (Linn. F) Royle dan

Thalassia hemprichii (Enrenb)

Ascherson di Pulau Barrang Lompo

Makassar. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Takwa, Andi., 2011. Potensi Eutrofikasi

Kandungan Nutrien pada Sedimen

Tanah Mangrove. Provinsi Jawa

Tengah.

Tomascik, T., AJ. Mah, A Nontji, dan M.K.

Moosa. 1997. The Ecology of The

Indonesian Seas. Part Two. The

Ecology of Indonesia Series. Volume

VIII. Periplus Edition (HK) , Ltd,

Singapore.

Wagey.B.T dan Webi Sake, 2013.Variasi

Morfometrik Beberapa Jenis Lamun

Di Perairan Kelurahan Tongkeina

Kecamatan Bunaken. Jurnal Pesisir

dan Laut Tropis. Volume 3 Nomor 1

Tahun 2013.

Wicaksono.S.G,Widianingsih, Sri Turni

Hartati. 2012. Struktur Vegetasi Dan

Kerapatan JenisLamun Di Perairan

Kepulauan Karimunjawa Kabupaten

Jepara. Journal Of Marine

Research.Volume 1, Nomor 2,

Tahun 2012, Halaman 1-7.

Wirawan, A.A, 2014. Tingkat Kelangsungan

Hidup Lamun Yang Ditransplantasi

Secara Multispesies Di Pulau

Barrang Lompo. FIKP. UNHAS.

Makassar.