abstrak -...

16
Tingkat Pertumbuhan Lamun (Syringodium isoetifolium) dengan Teknik Transplantasi TERFs dan PLUG Pada Tegakan Berbeda Dalam Rimpang Fizzi Pranata Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Ita Karlina Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Risandi Dwirama Putra Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui laju pertumbuhan lamun dan tingkat kelangsungan hidup lamun Syringodium isoetifolium dan mengetahui tegakan yang optimal yang ditransplantasi dengan metode TERFs dan PLUG. Penelitian ini dilakukan pada bulan februari sampai mei 2016, di kampung kampe, desa malangrapat, kecamatan gunung kijang, kabupaten bintan. Metode transplantasi yang digunakan adalah TERFs dan PLUG, Jumlah perlakuan lamun diberi 5 yaitu tegakan 1 sampai 5 dengan 5x pengulangan pada setiap tegakan. Analisis yang digunakan ialah Two-Way ANOVA. Menunjukan tingkat kelangsungan hidup yang berbeda (p<0,05): Sedangkan untuk laju pertumbuhan lamun Syringodium isoetifolium terdapat perbedaan nyata pada tiap tegakan:metode (p<0,05). Jumlah tegakan optimal didapat pada metode TERFs yaitu pada tegakan 3 dan PLUG pada tegakan 2, Yaitu perlakuan dengan jumlah tegakan yang sedikit namun memiliki laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup paling tinggi . Tegakan optimal ini dinilai sebagai pertumbuhan lamun yang efektif dan efisien dalam kegiatan transplantasi lamun Syringodium isoetifolium. Kata Kunci : Transplantasi Lamun, Tegakan Lamun, Tegakan Optimal, TERFs dan PLUG Syringodium isoetifolium

Upload: dongoc

Post on 06-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tingkat Pertumbuhan Lamun (Syringodium isoetifolium) dengan Teknik

Transplantasi TERFs dan PLUG Pada Tegakan Berbeda Dalam Rimpang

Fizzi Pranata

Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

[email protected]

Ita Karlina

Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

[email protected]

Risandi Dwirama Putra

Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui laju pertumbuhan

lamun dan tingkat kelangsungan hidup lamun Syringodium isoetifolium dan

mengetahui tegakan yang optimal yang ditransplantasi dengan metode TERFs dan

PLUG. Penelitian ini dilakukan pada bulan februari sampai mei 2016, di

kampung kampe, desa malangrapat, kecamatan gunung kijang, kabupaten bintan.

Metode transplantasi yang digunakan adalah TERFs dan PLUG, Jumlah perlakuan

lamun diberi 5 yaitu tegakan 1 sampai 5 dengan 5x pengulangan pada setiap

tegakan. Analisis yang digunakan ialah Two-Way ANOVA. Menunjukan tingkat

kelangsungan hidup yang berbeda (p<0,05): Sedangkan untuk laju pertumbuhan

lamun Syringodium isoetifolium terdapat perbedaan nyata pada tiap

tegakan:metode (p<0,05). Jumlah tegakan optimal didapat pada metode TERFs

yaitu pada tegakan 3 dan PLUG pada tegakan 2, Yaitu perlakuan dengan jumlah

tegakan yang sedikit namun memiliki laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan

hidup paling tinggi . Tegakan optimal ini dinilai sebagai pertumbuhan lamun yang

efektif dan efisien dalam kegiatan transplantasi lamun Syringodium isoetifolium.

Kata Kunci : Transplantasi Lamun, Tegakan Lamun, Tegakan Optimal,

TERFs dan PLUG Syringodium isoetifolium

Seagrass Growth Rate (Syringodium isoetifolium) with TERFs Transplantation

Technique and PLUG In contrast stands in Rhizome

ABSTRACT

The research was conducted with the aim of knowing the seagrass growth

rate and survival rate of seagrass Syringodium isoetifolium and determine the

optimal stand transplanted with TERFs and PLUG methods. This research was

conducted in February to May 2016, in Kampe area, malangrapat village, gunung

kijang district, bintan regency. Transplant used is TERFs and PLUG methods,

Number of seagrass treatment given 5 which stands 1 to 5 with 5x repetitions on

each stand. The analysis is Two-Way ANOVA. Shows survival rates were

different (p <0.05): As for the rate of growth of seagrass Syringodium

isoetifolium there are real differences in each stand: the method (p <0.05).

Obtained optimal number stands at TERFs method that is on the stand 3 and

PLUG in the stands 2, is treatment with a number of stands that less but have

growth rate and the highest survival. Stand optimal seagrass growth is considered

as effective and efficient in Syringodium isoetifolium seagrass transplantation

activities.

Keywords: Seagrass Transplantation, Seagrass stands, stands Optimal,

TERFs andPLUGSyringodium isoetifolium

I. Pendahuluan

Padang lamun merupakan

salah satu ekosistem pesisir yang

sangat produktif dan bersifat

dinamis. Produktifitas daerah

ekosistem padang lamun yang

dinamis ini dipengaruhi oleh

faktor lingkungan baik secara

fisika, kimia maupun biologi.

Faktor lingkungan ini

memberikan pengaruh terhadap

kesuburan padang lamun yang

merupakan sebagai habitat bagi

banyak hewan laut dan bertindak

sebagai penyeimbang substrat

(McKenzie, 2008).

Ekosistem lamun sudah

banyak terancam termasuk di

Indonesia baik secara alami

maupun oleh aktifitas manusia.

Hilangnya padang lamun

terutama merupakan akibat dari

dampak langsung kegiatan

manusia termasuk kerusakan

secara mekanis (pengerukan dan

jangkar), eutrofikasi, budidaya

perikanan, pengendapan,

pengaruh pembangunan

konstruksi pesisir. Hilangnya

padang lamun ini diduga akan

terus meningkat akibat tekanan

pertumbuhan penduduk di daerah

pesisir (Kiswara, 2009).

Ancaman-ancaman alami

terhadap ekosistem lamun dapat

berupa gelombang pasang,

kegiatan gunung berapi bawah

laut, interaksi populasi dan

komunitas (pemangsa dan

persaingan), pergerakan sedimen,

hama dan penyakit serta

vertebrata pemangsa lamun.

Diantara hewan invertebrata,

Bulu babi adalah pemakan lamun

yang utama (Sangaji 1994 in

Wulandari et al., 2013).

Melihat dampak

kerusakan pada padang lamun

baik secara alami maupun

disebabkan karena aktivitas

manusia, maka perlu dilakukan

usaha rehabilitasiuntuk

mengembalikan kondisi padang

lamun menjadi lebih baik. Salah

satu usaha rehabilitasi yang dapat

dilakukan yaitu dengan

transplantasi lamun.

Cara transplantasi lamun

belum banyak berkembang di

Indonesia, namun telah banyak

dilakukan oleh para ahli di luar

negeri dengan metode dan jenis

yang berbeda(Sangaji 1994 in

Wulandari et al., 2013). Adapun

Teknik Tranplantasi yang

digunakan yaituTERFs

(Transplanting Eelgrass

Remotely with Frame systems),

adalah unit penanaman lamun

berupa tunas yang diikatkan pada

frame besi yang ditanamkan pada

substrat, dan Plug (memindahkan

unit lamun berukuran bulat

dengan kedalaman 10-15cm), dan

biji yang disebarkan di atas

permukaan substrat di daerah

berarus rendah.

Kampung Kampe

merupakan suatu desa yang

terletak Di kabupaten bintan

Kecamatan Gunung Kijang Desa

Malang Rapat. Kondisi padang

lamun di kampung Kampe relatif

subur, dengan tingkat kerapatan

yang cukup tinggi dan luas.Desa

kampe memiliki dermaga yang

dijadikan sebagai tempat

berlabuhnya para nelayan,

Banyak nelayan yang melakukan

kegiatan mencari ikan di daerah

padang lamun yang secara tidak

sengaja ikut merusak ekosistem

di padang lamun di lokasi

tersebut.

Syringodium

isoetifoliumdipilih sebagai jenis

lamun yang digunakan untuk

transplantasi dalam penelitian ini.

karena jenisSyringodium

isoetifolium cukup banyak

ditemukan di Perairan kampung

Kampe. Ketersediaan bibit lamun

penting untuk dilakukan agar

ekosistem lamun tidak semakin

mengalami kerusakan akibat

banyaknya kegiatan manusia

ataupun faktor alam.

II.TinjauanPustaka

Lamunmerupakantumbuh

anlaut yang

berbentuksepertirumputnamunme

milikiakar, Rhizoma,

danDaunsejati.Kelebihaninilah

yang dimilikilamun yang

tidakdimilikirumputlautsebagaitu

mbuhan yang ada di

laut.Lamunbiasanyatumbuhterbe

nam di

lautdanumumnyamembentukpad

angatauhamparan yang

luassehingga di

sebutpadanglamun

(Febryantoro,2013). Padang

Lamunmerupakanekosistempenti

ng yang

menyediakanjasaekosistemsepert

iperbaikankualitas air,

ketersediaancahayakeanekaraga

manhayatidan habitat

sertakarbondannutrien (Greiner

et al., 2013).

klasifikasi lamun

Syringodium isoetifoliummenurut

Phillip danMenez (1988):

Divisi : Magnoliopyhta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Potamogetonales

Suku : Cymadoceaceae

Marga : Syringodium

Jenis : Syringodium isoetifolium

III.Metode Penelitian

A.Waktu dan Tempat

Penelitian

Penelitianakandilaksanak

anpadabulan November 2015

sampaidenganbulan Mei 2016 di

KampungKampe,

DesaMalangrapat,

KecamatanGunungKijang,

KabupatenBintan.

B.Jenis dan Metode Penelitian

Jenis data yang

dikumpulkan adalah data primer.

Data primer yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah data

yang diperoleh langsung di lokasi

penelitian yang meliputi data

kondisi perairan, tingkat

pertumbuhan daun lamun, dan

tingkat kelangsungan hidup

lamun jenis Syringodium

Isoetifolium yang ditransplantasi

menggunakan metode TERFs

dan PLUG di Kampung Kampe,

Desa Malangrapat, Kecamatan

Gunung Kijang, Kabupaten

Bintan.

C.Bahan dan Alat

Bibit Lamun tegakan 1

sampai 5 masing-masing 10 unit,

alat snorkling, GPS, Frame,

PLUG, Kipas angin, Sepatu

Boot, Box, kertas Tisu, Plastik

sampel, alat tulis, Multi tester,

Salt meter, Current drouge,

Secchi disk.

D.Metode Penelitian

1.Pemilihan Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi untuk

penelitian transplantasi lamun

mengikuti cara yang dijelaskan

oleh F.T. Short, et all, (2002);

BTNKpS (2006) dengan sedikit

perubahan untuk menyesuaikan

dengan kondisi lokasi yang akan

dilakukan transplantasi.

Informasi tentang karakteristik

padang lamun yang ada / sumber

bibit (reference sites) pada lokasi

yang akan dilakukan transplantasi

diambil untuk perhitungan indeks

kesesuaian lokasi penanaman

atau preliminary transplant

suitability index (PTSI) dan

memilih proritasnya.

2.Pembuatan Kurungan di

Lokasi Transplantasi

Lokasi transplantasi

lamun dibuat dalam kurungan

jaring seluas 30 meter x 20 meter.

Tujuan dari pembuatan kurungan

ini agar transplantasi lamun di

lapangan tidak tergnaggu oleh

aktifitas manusia, grazer dan

kondisi alam.

3.Penanganan Bibit Lamun

Penanganan bibit lamun

saat di transplantasi setelah bibit

lamun di ambil dari padang

lamun donor saat air pasang

kemudian dimasukkan ke dalam

wadah jaring/ keranjang tetapi

tetap berada dalam air. bibit

lamun dibersihkan dari sedimen

dan kotoran yang melekat pada

daun lamun dan dikeringkan

menggunakan tisu. kemudian

bibit langsung di tanam di daerah

transplantasi( metode TERFs )

sedangkan untuk metode PLUG

dikembalikan ke lokasi awal

untuk kembali tergabung bersama

substrat (metode PLUG). Untuk

metode PLUG bibit lamun

diambil dengan menggunakan

pvc di daerah lamun donor, lalu

bawa lamun bibit ke daerah

transplantasi.

4.Metode Transplantasi

Penelitian ini dilakukan

disatu(1) stasiun, dengan dua (2)

metode, yaitu TEFRs dan PLUG,

pada setiap metode transplantasi

di lakukan penggandaan jumlah

pengulangan pada setiap

perlakuan yang terdiri dari bibit

utama dan bibit cadangan.

Metode transplantasi

lamun TERFs dan PLUG:

Langkah-langkah

transplantasi dengan

menggunakan medote

Transplanting Eelgrass Remotely

with Frame System (TERFs),

sebagai berikut:

1.Siapkan frame besi / kawat

ukuran 120 cm X 120 cm dan

tisu pengikat yang telah digulung

usahakan kedua alat ini jangan

sampai basah.

2.Benih yang diambil dari

padang lamun donor dipotong

menjadi 1, 2, 3, 4, dan 5 tegakan.

3.Benih yang telah dipotong

diikat pada frame dengan

menggunakan tisu dengan cara

ikat simpul.

4.Jumlah bibit lamun 5 buah tiap

barisnya jadi, satu frame diisi 50

bibit lamun ( 25 bibit utama dan

25 bibit cadangan).

5.Setelah proses pengikatan

selesai frame dan bibit siap untuk

ditanam dengan cara

membalikkan frame dan

selanjutnya diletakkan diatas

subtrat dengan sedikit tekanan

sehingga frame besi/kawat

bagian bawah dapat masuk

beberapa centimeter ke dalam

subtrat.

Langkah-langkah

transplantasi dengan

menggunakan medote PLUG:

1.Pembuatan lubang dengan PVC

Corer untuk penanaman bibit

lamun dengan diameter 15 cm

dan memiliki kedalaman 15-20

cm.

2.Bibit lamun diambil dari

tanaman induknya beserta subtrat

dengan menggunakan PVC Corer

yang berukuran 15 cm dan telah

diatur kevakuman udaranya.

3.Bibit lamun yang diambil

dimasukkan ke dalam lubang

yang telah disediakan

sebelumnya.

4.Jarak tanam yang baik adalah

0,5 meter-1 meter.

5.Metode Pengamatan

Tingkat Kelangsungan

hidup lamun pada awal dan akhir

waktu penelitian, Pertumbuhan

panjang daun lamun setiap

minggu selama 2 bulan, dan

parameter perairan.

6.Pengolahan Data

a.Tingkat Kelangsungan

Hidup

Tingkat

kelangsunganhiduplamunjenisSyr

ingodiumIsoetifoliumiyang

ditransplantasidenganjumlahtega

kan yang

berbedadihitungdenganrumus

yang dijelaskanEffendie (1978);

Widiastuti (2009), yaitu:

𝑺𝑹 =𝑵𝒕

𝑵𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎

Keterangan:

SR : Tingkat

KelangsunganHidup (%)

Nt : Jumlah unit

transplantasipadawaktu t

(minggu)

No : Jumlah unit

transplantasipadawaktuawalatau

t=0

b.Pertumbuhan Panjang Daun

Pengukuranpanjangdaund

ilakukanpadasetiapbibitlamun

yang

ditransplantasidenganmengunaka

njangkarsorongataupenggaris

,pengukurandilakukandaripangka

ldaun yang

telahdiberitandadengancaradiluba

ngisampaidenganujungdaun

(Azbaz 2009). Tingkat

pertumbuhandaunlamunjenisSyri

ngodiumisoetifoliumyang

ditransplantasidenganjumlahtega

kan yang

berbedadihitungdenganrumus

yang dijelaskanSupriadi (2003)

yaitu:

𝑷 =𝑳𝒕 − 𝑳𝒐

∆𝒕

Keterangan :

P : Tingkat

pertumbuhanpanjangdaun (mm)

Lt :

Panjangdaunakhirsetelahwaktu t

(mm)

Lo :

Panjangdaunpadapengukuranawa

l (mm)

Δt : Selang waktu

pengukuran (Minggu)’

c.Parameter Perairan

Pengukuran dilakukan

menggunakan alat parameter dan

yang diukur adalah suhu,

kecerahan, salinitas, PH, DO,

Arus.

6.Analisis Data

a.Analisis Data dengan aplikasi

R

Data yang didapat dari

hasil pengamatan di lapangan

akan dianalisis secara kuantitatif.

Hasil perhitungan data tingkat

kelangsungan hidup, dan

pertumbuhan daun lamun yang

ditransplantasi dengan jumlah

tegakan yang berbeda dalam

rimpang, setiap parameter untuk

tiap perlakuan dianalisis

menggunakan Two Way

ANOVAdengan tingkat ketelitian

95% menggunakan aplikasi R.

b.Penentuan Tegakan Optimal

Penentuan ukuran rimpang

tegakan yang optimal dari semua

perlakuan adalah dilihat dengan

cara manual, dari hasil data

selisih masing-masing parameter

pertumbuhan lamun

Syrungodium isoetifolium yang

dihitung. Data hasil tersebut

dilihat perlakuan jumlah Tegakan

yang paling sedikit tetapi

memiliki parameter pertumbuhan

yang paling cepat atau pun

parameter pertumbuhan yang

tercepat atau tertinggi.

c.Analisis Parameter Perairan

Data parameter perairan

yang diukur di lapangan akan

dianalisis secara deskriptif,

dengan membandingkan data

hasil pengukuran secara langsung

di lapangan dengan Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup

Nomor 51 Tahun 2004 Tentang

Baku Mutu Air Laut untuk Biota

Laut. Analisis peremeter perairan

digunakan untuk melihat

pengaruh parameter perairan di

lokasi penelitian terhadap

pertumbuhan lamun Syringodium

isoetifolium.

IV.Hasil Dan Pembahasan

A.Keberhasilan Transplantasi

Lamun Syringodium

isoetifolium

1.Tingkat Kelangsungan Hidup

Lamun

Tingkat kelangsungan

hidup lamun adalah seberapa

tinggi dan rendahnya

kemampuan lamun bertahan

hidup tanpa mengalami kematian

selama penelitian yang

dinyatakan dalam persen

(Jipriandi,2013). Hasil

pengamatan tingkat

kelangsungan hidup lamun pada

metode TERFs dan PLUG

selama 2 bulan.

Penurunan tingkat

kelangsungan hidup transplant

Syringodium isoetifolium ini

terjadi karena frame transplantasi

mengalami penurunan jumlah

bibit transplant . Hal ini

disebabkan karena jangkar

terangkat dari substrat akibat

sedimen tergerus oleh gelombang

yang cukup besar. Jangkar yang

terangkat tidak efektif lagi untuk

mencengkram transplant dengan

baik sehingga lamun yang

sedianya akan beradaptasi

dengan substrat baru terbawa

arus . Bisa dilihat dari grafik

dibawah ini :

Tingkat kelangsungan hidup

lamun tiap minggu mengalami

penurunan ini dapat dilihat dari

grafik . Pada minggu pertama

tegakan (1),(2),(3) tidak

mengalami penurunan sedangkan

pada tegakan (2) dan (4)

mengalami penurunan sebesar

20% ini disebabkan oleh seperti

musim arus dan juga adanya

hewan yang mengganggu proses

transplantasi seperti udang

sehingga bibit hilang walaupun

sudah di ikat pada frame yang

ada.

Tingkat kelangsungan hidup

lamun pada tegakan (1) adalah

sebesar 40% pada minggu kedua,

sedangkan pada minggu ketiga

dan keempat. Pada minggu

kelima, keenam, ketujuh dan

kedelapan lamun tersebut hanya

bisa bertahan hidup sebesar 20%

penurunan ini disebabkan adanya

faktor lingkungan yang

mempengaruhinya seperti

gelombang kuat.

Sedangkan pada tegakan (2),

pada minggu pertama hingga

minggu ke empat tidak

mengalami penurunan dan

mengalami penurunan pada

minggu ke lima sampai minggu

ke delapan sebesar 20% . Pada

tegakan (3) penurunan terjadi

pada minggu ke 5 ini terjadi di

sesabkan karena cuaca pada

minggu ke 5 sangat ektrim dan

mengakibatkan tegakan (3)

mengalami penurunan hingga

minggu 8 penelitian.

Pada tegakan (4) tingkat

kelangsungan hidup lamun ini

mengalami penurunan pada

minggu ke 2 penurunan terjadi

sebanyak 20% penurunan ini

tetap hingga minggu ke 8

sedangkan pada tegakan (5)

penurunan tingkat kelangsungan

hidup 20% ini terjadi hingga

minggu ke 8 penelitian.

Penurunan ini terjadi karena

adanya faktor alam seperti

gerezer, arus, dan kematian pada

lamun transplantasi.

Kondisi lain yang

menyebabkan penurunan

kelangsungan hidup lamun yaitu

kondisi perairan yang sebagian

besar mengalami kekeruhan dan

gelombang yang cukup besar.

Menurut Lanuru (2013) di pantai

barat sulawesi , banyaknya

transplant yang mati disebabkan

oleh sebagian besar karena tidak

mampu bertahan dengan kondisi

perairan yang berubah seperti

angin yang kencang.Selain itu

menurut Asriani (2014) ukuran

rimpang kecil memiliki akar

dengan daya cengkram yang

lebih rendah dibandingkan

dengan lamun rimpang besar

sehingga diperkirakan dapat

menyebabkan lamun mudah

tercabut saat pengadukan air

yang cukup besar.

Grafik PLUG

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8

tegakan 1

tegakan 2

tegakan 3

tegakan 4

tegakan 5

Metode PLUG memiliki

tingkat kelangsungan hidup yang

lebih besar dibandingkan dengan

metode TERFs. Hal ini terjadi

karena pada metode PLUG bibit

lamun yang ditanam di daerah

transplantasi beserta substratnya

yang di ambil dari sumber lamun

donor menggunakan PLUG,

sehingga bibit lamun lebih kokoh

dan terlindung. Bibit lamun yang

ditanam beserta subtratnya tidak

perlu mengalami adaptasi dan

pembenaman akar yang

dilakukan lebih sedikit.

Tingkat kelangsungan

hidup lamun tiap minggu

mengalami penurunan ini dapat

dilihat dari grafik . Namun pada

minggu ke 2 hilang yang

diakibatkan oleh gelombang yang

cukup kuat maka transplantasi di

ganti menggunakan bibit

cadangan yang telah disediakan

sebelumnya yang berfungsi

sebagaoi pengganti bibit yang

asli apabila mengalami kematian

dan hilang. Pada minggu

pertama tegakan

(1),(2),(3),(4),dan (5) tidak

mengalami penurunan karena

pada minggu pertama lingkungan

di sekitar transplantasi tidak

mengalami cuaca yang buruk

sehingga tingkat kelangsungan

hidup lamun tidak mengalami

penurunan

Sedangkan pada minggu

ke 2 tegakan (1),(2),(3),(4)

mengalami penurunan sebesar 20

% ini disebabkan oleh adanya

gangguan dari biota laut yang

terdapat di lokasi biota itu ialah

udang yang membuat lubang di

daerah transplantasi sehingga

mengganggu tingkat

kelangsungan hidup lamun

tersebut , sedangkan pada

tegakan (5) tidak ada penurunan

yang terjadi karena tegakan (5)

sudah sangat menempel pada

substrat tersebut sehingga apabila

di ganggu dengan biota

yangterdapa di lokasi tingkat

kelangsungan hidup lamun tidak

mengalami masalah.

Pada minggu ke 3 sampai

minggu ke 8 penelitian tingkat

kelangsungah hidup lamun pada

tiap tegakan tidak mengalami

penurunan tegakan 1 (80%),

tegakan 2 (80%), tegakan 3

(80%), tegakan 4 (80%), dan

tegakan 5 (100%) . ini terjadi di

sebabkan bibit donor telah

menyatu dengan substrat yang

ada hingga bila mengalami arus

yang kuat bibit tidak mengalami

masalah .

Daerah dekat garis pantai

memiliki kedalaman lebih rendah

(<1m) dibandingkan daerah yang

menjauhi garis pantai (>1m).

Selama pengamatan di lapangan,

transek yang terletak di daerah

dekat garis pantai selalu

mengalami penimbunan sedimen

yang berlebih akibat pengadukan

air. Sehingga seluruh bagian

tanaman yang ditransplantasi

tertutupi oleh sedimen.

Menurut Ganassin dan

Gibbs (2008), beberapa faktor

yang dilaporkan dapat

berkontribusi pada kegagalan

transplantasi lamun adalah erosi,

penguburan dengan pasir,

perubahan kondisi perairan yang

drastis, kekeruhan, konsentrasi

amonia sedimen yang tinggi,

pertumbuhan epifit, akibat

kegiatan antropogenik dan

jangkar yang digunakan saat

transplantasi. Pada lokasi

penelitian, beberapa faktor diatas

yang menjadi penyebab utama

terjadinya kematian/pembusukan

dan hilangnya bibit pada

transplant sehingga mengurangi

tingkat kelangsungan hidupnya

adalah penguburan dengan

sedimen. Penyebab lain

disebabkan karena adanya

gesekan jangkar saat gelombang

cukup besar .

Hasil data penelitian

kemudian di uji dengan

menggunakan one-Away ANOVA

di mana untuk mengetahui

perbandingan dari kedua metode

tersebut dan mana metode yang

mengalami tingkat kelangsungan

hidup yang lebih tinggi terhadap

jenis lamun Syringodium

isoetifolium Dapat dilihat pada

Gambar.

TERFs PLUG

Pada gambar diatas

perbandingan antara kedua

metode ini tingkat kelangsungan

hidup lamun berbeda dari kedua

metode tersebut metode yang

memiliki tingkat kelangsungan

hidup yang lebih tinggi terjadi

pada metode plug dimana pada

metode plug tingkat

kelangsungan hidupnya

mencapai 90% sedangkan untuk

metode terfs sedikit lebih kecil

yaitu 70% . data perbandingan ini

sebanyak 40 data yang terbagi

dari waktu, tegakan dan metode.

2.Pertumbuhan Panjang Daun

Rata-rata pertumbuhan

lamun selama 2 bulan penelitian

didapatkan hasil pada tegakan 1

rata-rata lamun tumbuh sebesar

0,7 cm pada tegakan 2 juga

mengalami hal yang sama

sebesar 0,7 cm dantegakan 5 juga

sebesar 0,7 cm , rata-rata pada

tegakan 3 merupakan paling

tinggi sebesar 0,9 cm untuk

tegakan 4 rata-rata pertumbuhan

sebesar 0,8 cm.

Untuk Rata-rata

pertumbuhan menggunakan

metoede PLUG yang hampir

sama dengan metode TERFs

yaitu pada tegakan 1 dan 3

sebesar 0,8 cm untuk tegakan 4

dan 5 sama-sama mengalami

pertumbuhan sebesar 0,7 cm ,

sedangkan pada tegakan 3

merupakan tegakan dengan rata-

rata pertumbuhan yang tinggi

ketimbang tegakan lain yaitu

sebesar 1 cm selama kurun waktu

2 bulan .

One-way ANOVA displaying 2 groups

40 40

terf

plug

Group Sizes:

| |

-0.0

7

0.07

0

0.8

0.2

1.0

0.7

0.9

0.6

1.0

gm-s

dwgm

+sdw

Contrast coefficients based on group means and sizes

Dep

ende

nt v

aria

ble

(resp

onse

)

Group Means

Grand Mean

MS-withinMS-between

F-statistic = 10.19

Data lapangan yang

diambil dikakukan uji asumsi

homogentitas dan normalitas.

Pada gambar. diketahui bahwa

data lapangan bersifat homogen

dan normal, dikarenakan untuk

melakukan uji ANOVA syarat

utama yang harus diperhatikan

adalah homogenitas dan

normalitas data, maka data

terebut harus ditranspormasi kan

agar dapat dianalisis dengaan

menggunakan analisis ANOVA

yaitu varian seragam dan varian

harus normal. Setelah

ditranspormasikan terlihat bahwa

data menjadi normal dan

variannya seragam.

Pada gambar diatas

perbandingan antara kedua

metode ini pertumbuhan daun

lamun dari kedua metode:waktu

tersebut hampir sama dan tidak

ada perbandingan nyata , karena

pada setiap metode:waktu

pertumbuhan daun merata

dengan panjang 0,8 cm jadi dapat

disimpul kan bahwa

metode:waktu tidak

mempengaruhi pertumbuhan

lamun jenis Syringodium

isoetifolium. Dan dapat kita

nyatakan bahwa lamun jenis

Syringodium isoetifolium dapat

hidup walaupun di tanam tanpa

menggunakan metode

Transplantasi.

B.Tegakan Optimal Lamun

Berdasarkan

perbandingan hasil data rata-rata

pertumbuhan yang didapat, bisa

di lihat bahwa pertumbuhan

lamun pada metode PLUG lebih

tinggi pertumbuhan pada setiap

tegakan dibandingkan dengan

metode TERFs yang mengalami

penurunan. Hal ini disebabkan

karena metode PLUG ditanam

langsung menggunakan subtrat

dan tidak memperlukan

adapatasi, sedangkan metode

TERFs di ikat pada frame untuk

diletakkan pada daerah

transplantasi sehingga

memperlukan adaptasi yang

lama.

Jadi tegakan yang

mengalami pertumbuhan optimal

untuk metode TERFs terjadi pada

tegakan 3 dengan nilai rata-rata

keseluruhan bibit mengalami

pertumbuhan panjang sebesar 0,9

cm hal ini terjadi kaena pada

tegakan 3 tidak mengalami

kerusakan akibat faktor

lingkungan seperti gelombang

besar dan pada tegakan 3 akar

akan mencengkram substrat lebih

kuat ketimbang dengan tegakan

yang lebih kecil , sedangkan

untuk metode PLUG tegakan

optimal terjadi pada tegakan 2

yang mengalami pertumbuhan

sebesar 1 cm untuk rata-rata per

bibit tersebut ini terjadi karena

pada metode plug akar sudah

menempel kuat pada substrat.

C.Parameter Kualitas Air

a.Suhu

suhu tertinggi terjadi pada

minggu kelima yaitu sebesar

31oC. Hal ini dikarenakan pada

pengambilan sampel dilakukan

pada siang hari. Pada siang hari

suhu meningkat dikarenakan

intensitas cahaya matahari sangat

tinggi. Sedangkan suhu terendah

berada pada minggu ketiga yaitu

sebesar 25,7oC. Hal ini

dikarenakan pengukuran

dilakukan pada pagi hari. Pada

pagi hari udara masih sejuk dan

suhu masih menurun. Dari hasil

rata-rata didapatkan bahwa suhu

di perairan Kampe adalah

28,60oC. Pada suhu tersebut

sangat baik untuk pertumbuhan

lamun karena berdasarkan

Kepmen LH No.51 Tahun 2004

dan Phillips dan Menez (1988)

bahwa suhu optimal pada lamun

adalah kisaran antara 28 – 30oC.

b.pH

pH pada perairan Kampe

pada minggu ketiga lebih tinggi

dibandingkan dengan minggu

lainnya yaitu sebesar 11,47. Ini

sudah diambang batas. Karena

pada saat pengambilan sampel,

air dari darat sangat berlimpah

sehingga warna air pada lokasi

transplan berubah menjadi

kuning. Sedangkan pada minggu

pertama adalah pH yang

terendah yaitu sebesar 6,87. Dari

hasil rata-rata didapatkan bahwa

pH di Perairan Kampe adalah

sebesar 8,70. Berdasarkan

Kepmen LH dan literatur bahwa

pH yang optimal untuk lamun

adalah 7 – 8,5. Hal ini

membuktikan bahwa ph di

perairan kampe sangat baik untuk

pertumbuhan dan kelangsungan

hidup lamun.

c.Salinitas

Pada minggu kedua

adalah hasil salinitas tertinggi

yaitu sebesar 33,9‰ sedangkan

pada minggu kelima adalah

salinitas terendah yaitu sebesar

30,2‰. Rata-rata salinitas di

perairan Kampe adalah 32,27‰.

Seperti yang diungkapkan Dahuri

(2003) bahwa lamun dapat

bertoleransi pada salinitas 10 -

40‰.

d.Kecerahan

Hasil kecerahan yang

didapat adalah 100% setiap

minggunya. Ini dikarenakan

cahaya matahari mampu

menembus dasar perairan. Ini

sangat baik terhadap

pertumbuhan lamun, karena

lamun dapat berfotosintesis.

e.Kecepatan Arus

Arus pada minggu

pertama adalah arus yang

tertinggi hasilnya yaitu 0,31m/s.

Ini disebabkan karena pada

minggu pertama terjadi musim

utara. Akibatnya banyak lamun

yang tercabut karena arus yang

kuat dan gelombangpun menjadi

tinggi. Sedangkan pada minggu

kedelapan kecepatan arus sangat

lambat yaitu 0,05m/s.

f.DO (Dissolved Oxygen)

DO terendah terjadi pada

minggu keempat yaitu sebesar

5,8 mg/l sedangkan DO yang

tertinggi pada minggu ketiga

yaitu 7,4 mg/l. Rata-rata DO

pada perairan kampe adalah

sebesar 6,65 mg/l. Ini

menandakan bahwa lamun pada

perairan tersebut bisa

menghasilkan oksigen yang baik

bagi organisme lain. Hal ini juga

terdapat pada Kepmen LH no.51

Tahun 2004 bahwa DO yang baik

untuk perairan adalah >5 .

g.Sedimen

Sedimen yang

dikategorikan secara visual

(pandangan mata), substrat

perairan tersebut adalah pasir

berkarang. Ini karena lamun

berada pada zona intertidal

dimana pada zona tersebut

substratnya adalah pasir.

V.Kesimpulan dan Saran

A.Kesimpulan

1.Terdapat perbedaan pada setiap

metode dalam tegakan optimal ,

pada metode PLUG tegakan

optimal terjadi pada tegakan 2

dengan panjang daun sepanjang

1,0 cm sedangkan tegakan

optimal pada metode TERFS

terjadi pada tegakan 3 dengan

panjang 0,9 cm.

2.Pada pertumbuhan lamun

Syringodium isoetifolium untuk

tingkat kelangsungan hidup

untuk kedua metode tersebut

sama-sama mempunyai nilai

keberhasilan transplantasi yang

cukup tinggi dan pertumbuhan

lamun di lokasi tersebut dengan

menggunakan metode TERFs

maupun PLUG .

B.Saran

1.Untuk Transplantasi Lamun

kedepan sebaiknya jangan

dilakukan pada musim angin

utara karena dapat menghambat

proses penelitian yang

diakibatkan faktor lingkungan

seperti terjadinya gelombang

tinggi kekeruhan dan hilangnya

bibit transplantasi .

2.Perlu adanya penelitian lebih

lanjut untuk Transplantasi

Syringodium isoetifolium

tersebut

Daftar Pustaka

Arifa D, A. Pratomo,

Muzahar.2013,Biomasa

Padang Lamun di

Perairan Teluk Bakau

Kabupaten Bintan

Kepulauan Riau.

Asriani, N. 2014. Tingkat

Kelangsungan Hidup dan

Persen Penutupan

Berbagai Jenis

Lamunyang

Ditransplantasi di Pulau

Barranglompo. Skripsi.

Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan

dan Produksi Lamun,

Enhalus Acoroides di

Rataan Terumbu di Pari

Pulau Seribu. Dalam:

P3O-LIPI, Teluk Jakarta:

Biologi, Budidaya,

Oseanografi, Geologi dan

Perairan. Balai

Penelitian Biologi Laut,

Pusat Penelitian dan

Pengembangan

Oseanologi-LIPI, Jakarta.

Azkab, M.H. 1999b. Petunjuk

penanaman lamun. In:

Ruyitno, Rositasari R &

Fahmi (eds.). Oseana :

Majalah ilmiah semi

populer, XXIV(3):11-25.

Pusat Penelitian

Oseanografi – LIPI.

Jakarta.

Bethel, J.P. 1961. Webster’s new

collegiate dictionary. The

Riverside Preass,

Cabridge, 1774p

Balai Taman Nasional Kepulauan

Seribu. 2006. Metode

Penanaman Lamun.

BTNKpS. Jakarta.

Dahuri, R. J.Rais,P.S,Ginting,

dan J.M. Sitepu. 2001.

Pengelolaan Sumber

Daya Pesisir Dan Lautan

Secara Terpadu. Pradya

Paramita. Jakarta.

DuarteC.M ,2002.The future of

seagrass

meadows.Environmental

Conservation 29 (2): 192–

206 © Foundation for

Environmental

Conservation

Febriyantoro, I.Riniatsih, dan

H.Endrawati.2013.

Rekayasa Teknologi

Transplantasi Lamun

(Enhalus acoroides) di

Kawasan Padang Lamun

Perairan Prawean

Bandengan Jepara,Jurnal

Penelitian Kelautan.

Volume 1. Nomor 1.

Fonseca, M. S., W. J. Kenworthy,

dan G. W. Thayer. 1998.

Guidelines for the

Conservation and

Restoration of Seagrasses

in the United States and

Adjacent Waters. NOAA

Coastal Ocean Program

Decision Analysis Series

No. 12. NOAA Coastal

Ocean Office, Silver

Spring, MD. 222 pp

Fransiadini.I,R.P. Puspitawati ,

N.K. Indah .2012.

Struktur Morfologi dan

Anatomi Syringodium

Isoetifolium di pantai

Kondang Merak Malang.

Ganassin, C. dan P.J Gibbs.

2008. A Review of

Seagrass Planting as a

Means of Habitat

Compensation Following

loss of Seagrass Meadow.

NSW Departement of

primary Industries-

Fisheries Final Report

Series No. 96 ISSN 1449-

9967

Greiner J.T, Mc. J. Karen, J.

Gunnell , McKee. A

Brent.2013. Seagrass

Restoration Enhances

“Blue

Carbon”Sequestration in

Coastal Waters.Volume

8.Issue 8.

Hutabarat, S, dan S.M. Evans.

2000. Pengantar

Oseanografi. Universitas

Indonesia (UI-Press).

Jakarta

Kordi K, M Ghufran H &

Bancung. A Baso. 2011.

Padang Lamun. Rineka

Cipta. Jakarta

Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup.2004. Keputusan

Menteri Negara

Lingkungan Hidup nomor

51 tahun 2004 tentang

kriteria baku mutu air

laut untuk biota air laut.

Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup.2004. Keputusan

Menteri Negara

Lingkungan Hidup nomor

200 tahun 2004 tentang

kriteria baku kerusakan

dan pedoman penentuan

status padang lamun.

Kiswara, W dan M. Hutomo,.

1985. Habitat Dan

Sebaran Geografi Lamun.

Oseana, Volume X,

Nomor 1 : 20-30. Jakarta :

Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

Kiswara, W. 2009. Perspektif

lamun dalam produktifitas

hayati pesisir. Makalah

disampaikan pada

Lokakarya Nasional 1

Pengelolaan Ekosistem

Lamun “Peran Ekosistem

Lamun pada Produktifitas

Hayati dan Meregulasi

Perubahan Iklim”. 18

November 2009. PKSPL-

IPB, DKP, LH, dan LIPI.

Jakarta.

Lanuru, Mahtma, Supriadi. Dan

Amri, Khairul.2013.

Kondisi Oseanografi

Prairan Lokasi

Transplantasi Lamun

Enhalus Accoroides

Pulau Barang Lompo

Kota Makassar. Jurnal

Mitra Bahari. Vol 7 No.1

Marsh J. A, Dennison, W. C. Dan

R.C Alberte. 1986. Effects

of Temperature on

Photosynthesis and

Respiration in Eelgrass

(Zostera marina L.)

Journal Exp Mar Biol

Ecol. 101: 257–267.

McKenzie, L.J. 2008. Seagrass

Educators Handbook.

Seagrass-Watch HQ,

Cairns, 20 p.

Patadjai, S. Rahmad, T. Ambo,

D. Dody, dan Sharipudin.

2006. Pertumbuhan

Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii

pada Berbagai Habitat.

Jurnal AGRIPLUS. Vol

16: No. 03.

Phillips, R.C. dan E.G Menez.

1988. Seagrasses.

Smithsonian Institution

Press, Washington, D.C.

104 pp.

Romimohtarto R. dan S. Juwana.

2001. Biologi Laut.

Penerbit Djambatan.

Jakarta

Sambara, R.Z. 2014. Laju

Penjalaran Rhizoma

Lamun yang

Ditransplantasi Secara

Multi Spesies di Pulau

Barrang Lompo. Skripsi.

Universitas Hasanuddin.

Makassar

Supriadi. 2003. Produktivitas

Lamun E. acoroides

(Linn. F) Royle dan

Thalassia hemprichii

(Enrenb) Ascherson di

Pulau Barrang Lompo

Makassar (Tesis).

Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. IPB.

Bogor.

S, Dedi. 2007. Ekologi Laut

Tropis.

http://web.ipb.ac.id.1

November 2015

Taurusman, Am, Azbaz, D.

Ario.,A. Luky, T. Arif.

2009. Prosiding

Lokakarya Nasional 1

Pengelolaan Ekosistem

Lamun. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan

Kelautan – Institut

Pertanian Bogor.

Widiastuti, I.M. 2009.

Pertumbuhan dan

Kelangsungan Hidup

(Survival Rate) Ikan Mas

(Cyprinus carpio) yang

Dipelihara dalam Wadah

Terkontrol dengan Padat

Penebaran Berbeda.

Media Litbang Sulteng 2

(2) : 126-13.

Wirawan, Anisa Ayu.

2014.Tingkat

Kelangsungan Hidup

Lamun Yang

Ditransplantasi Secara

Multispesies Di Pulau

Barang Lompo. Skripsi.

Universitas Hasanuddin.

Makasar.

Wulandari, D., I. Riniatsih dan

E. Yudiati.

2013.Transplantasi lamun

thalassia hemprichii

dengan metode Jangkar

di perairan teluk awur

dan bandengan, jepara.