laboratorium pratransfusi up dateerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci...

172
LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATE

Upload: others

Post on 18-Dec-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

i

LABORATORIUM PRATRANSFUSI

UP DATE

Page 2: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

ii

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 1 1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif

setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

iii

dr. Ni Kadek Mulyantari, Sp.PK(K)Dr.dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, MSi

Udayana UnIveRSIty PReSS2016

LABORATORIUM PRATRANSFUSI

UP DATE

Page 4: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

iv

Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :

dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Penulis:dr. ni Kadek Mulyantari, Sp.PK(K)

dr.dr. I Wayan Putu Sutirta yasa, MSi

Editor: Jiwa atmaja

Cover & Ilustrasi: Repro

Design & Lay Out: I Wayan Madita

Diterbitkan oleh:Udayana University Press

Kampus Universitas Udayana denpasarJl. P.B. Sudirman, denpasar - Bali telp. (0361) 255128

[email protected] http://udayanapress.unud.ac.id

Cetakan Pertama:2016, xvii + 154 hlm, 15 x 23 cm

ISBN: 978-602-294-151-4

LABORATORIUM PRATRANSFUSI

UP DATE

Page 5: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

v

Special for our family “Thank you for the time we spent together, Thank you for never leaving me in the bad times,

Thank you for understanding me and all the motivation.However, the most important is thanks for

loving me like you love yourself.”

Suami tercinta dr. I Ketut Widiyasa, MPHAnanda Putu Bagus Alden Putra Naresha

Kadek Ellisya Ayu Heradiva NareshaKomang Aqila Dharmaswari Naresha

dr. Ni Kadek Mulyantari, Sp.PK(K)

Istri tercinta Ni Putu Sudani. S.IP. MMAnanda dr. Gede Agus Eka Tirta PutraGede Agus Ari Tirta Yasa, S.Farm. Apt

Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, MSi

Page 6: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

vi

PRAKATA

Laboratorium pratransfusi merupakan serangkaian pemeriksaan lab. yang dilakukan sebelum produk darah didistribusikan ke ruang perawatan pasien. Bagian ini merupakan tahapan akhir yang menentukan apakah produk darah layak atau tidak ditransfusikan kepada pasien. Seluruh prosedur dapat menjadi komponen kritis dalam menentukan keselamatan pasien.

Dalam pelaksanaannya, tidak semua hasil pemeriksaan laboratorium pratransfusi memberikan hasil sesuai dengan harapan. Sangat banyak permasalahan baik yang disebabkan oleh faktor teknis maupun faktor pasien dan donor, sehingga hasil pemeriksaan menyimpang dari yang seharusnya. Dalam buku ini, dibahas secara rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul, serta cara mengatasinya.

Penulis berharap buku ini dapat membantu berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan transfusi darah baik teknisi laboratorium, dokter laboratorium, klinisi maupun pihak manajemen sehingga menambah wawasan dan memiliki persepsi yang sama tentang pemeriksaan laboratorium terkait transfusi.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Akhir kata, tidak ada sesuatu yang sempurna. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan. Kritik atau saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan penulisan di kemudian hari.

Denpasar, Januari 2017Penulis

Page 7: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

vii

SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS UDAYANA

Om SwastiastuPerkembangan ilmu kedokteran begitu pesat, agar para dokter

dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada para penderita dengan baik dibutuhkan pemutahiran ilmu pengetahuan. Pembaruan dan pemutahiran (updating) ilmu kedokteran, khususnya dalam bidang laboratorium pratransfusi akan membantu kecermatan dan keselamatan serta menghindarkan bahaya transfusi kepada individu yang memerlukan.

Saya menyambut baik terbitnya buku yang berjudul “Laboratorium Pratransfusi Up Date”. Besar harapan saya agar buku ini mampu menjadi pedoman dan solusi bagi sebagian besar permasalahan terkait pelayanan transfusi darah, dan membuka wawasan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan darah sehingga bisa membangun kesatuan persepsi dalam penatalaksanaan pasien. Buku ini juga diharapkan menjadi bahan bacaan bagi para mahasiswa kedokteran sebagai bekal pengetahuan setelah mereka lulus sebagai dokter.

Akhir kata saya mengucapkan selamat kepada penulis dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu, upaya dan kerja kerasnya dalam penulisan buku ini. Semoga niat baik ini mampu membuahkan hasil semaksimal mungkin, membantu dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya dibidang transfusi darah yang berujung pada keamanan dan keselamatan pasien.Om Shanti, Shanti, Shanti

Denpasar, Januari 2017Rektor Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD

Page 8: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

viii

DAFTAR ISI

Prakata ......................................................................................... viSambutan Rektor Universitas Udayana ........................................ viiDaftar Isi ....................................................................................... viiiDaftar Tabel .................................................................................. xiDaftar Gambar .............................................................................. xiiiDaftar Singkatan ........................................................................... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................... 1

BAB II. UJI PRATRANSFUSI .................................................... 42.1 Definisi............................................................................... 42.2 Jenis Uji Pratransfusi .......................................................... 52.3 Persiapan Uji Pretransfusi .................................................. 62.4 Pemisahan Serum atau Plasma, Pencucian Sel Darah Merah dan Pembuatan Suspensi Sel Darah ........................ 132.5 Uji Pratransfusi Pada Kondisi Emergency .......................... 162.6 Beberapa Kasus Terkait Tahapan Uji Pratransfusi ............. 18Daftar Pustaka .............................................................................. 22

BAB III. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO .......... 243.1 Definisi.............................................................................. 243.2 Sistem Antigen dan Antibodi Pada Golongan darah ......... 243.3 Jenis Pemeriksaan Golongan Darah .................................. 263.4 Pemeriksaan Golongan Darah Dengan Slide Test atau Tile Method ................................................................. 273.5 Pemeriksaan Golongan Darah Dengan Tube Test .............. 303.6 Pemeriksaan Golongan Darah ABO Dengan Mcroplate Test .................................................................... 353.7 Pemeriksaan Golongan Darah Dengan Column Technique (Sephadex Gel) .................................................. 403.8 Pemeriksaan Golongan Darah ABO Dengan Solid Phase Tests ......................................................................... 45

Page 9: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

ix

3.9 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Antigen Antibodi Pada Pemeriksaan Golongan Darah .................... 463.10 Permasalahan Pada Pemeriksaan Golongan Darah ............ 483.11 Penanganannya Discrepancy Golongan Darah ABO ........ 503.12 Contoh Kasus Terkait Pemeriksaan Golongan Darah ABO ........................................................................ 53Daftar Pustaka ............................................................................. 57BAB IV. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS ... 604.1 Golongan Darah Rhesus ..................................................... 604.2 Tujuan Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus ................... 614.3 Prinsip Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus ................... 614.4 Metode Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus .................. 614.5 Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus Dengan Metode Slide Test ............................................................................ 624.6 Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus Dengan Metode Tube Test ............................................................................ 654.7 Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus Dengan Metode Microwell Plate atau Microplate .......................... 674.8 Weak D atau Du Phenotype ................................................ 684.9 Pemeriksaan weak D (Rhesus Du) ...................................... 694.10 Discrepancies dan Permasalahan Pada Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus ..................................................... 704.11 Contoh Kasus Terkait Golongan Darah Rhesus ................. 72Daftar Pustaka .............................................................................. 80BAB V. UJI COCOK SERASI (CROSSMATCHING) ................ 825.1 Definisi............................................................................... 825.2 Tujuan Uji Cocok Serasi (Crossmatching) ....................... 835.3 Jenis-jenis Uji Cocok Serasi (Crossmatching) .................. 835.4 Immediate-Spin (IS) Crossmatch ....................................... 845.5 Crossmacthing Dengan Tube Test .................................... 865.6 Crossmacthing dengan Column Agglutination Test .......... 885.7 Computer (Electronic) Crossmatch ................................... 935.8 Crossmatching Pada Kondisi Khusus ................................ 955.9 Penyebab dan Penanganan Inkompatibilitas Pada Hasil Crossmatching .......................................................... 96

Page 10: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

x

5.10 Contoh Kasus Terkait Crossmatching ............................... 99Daftar Pustaka .............................................................................. 102

BAB VI. ANTIGLOBULIN TEST (COOMB’S TEST) ................. 1046.1 DefinisiCoomb’s Test ....................................................... 1046.2 Tujuan Coomb’s Test ......................................................... 1046.3 Prinsip Pemeriksaan Coomb’s Test ................................... 1056.4 Metode Pemeriksaan Coomb’s Test ................................... 1066.5 Pemeriksaan DCT Dengan Metode Tabung (Tube Test) ... 1076.6 Pemeriksaan ICT Dengan Metode Tabung (Tube Test) .... 1096.7 Interpretasi Hasil Coomb’s Test ......................................... 1116.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan Coomb’s Test ..................................................................... 1116.9 Sumber Kesalahan Pemeriksaan Coomb’s Test ................. 1146.10 Pemeriksaan ICT menggunakan medium LISS ................. 115 6.11 Beberapamodifikasidanautomatisasipemeriksaan Coomb’s Test ..................................................................... 1166.12 Contoh Kasus Terkait Coomb’s Test ................................. 118Daftar Pustaka .............................................................................. 125

BAB VII. PEMERIKSAAN SKRINING DAN IDENTIFIKASIANTIBODI .................................................................................. 1277.1 Definisi............................................................................... 1277.2 Tujuan Pemeriksaan ........................................................... 1287.3 Prinsip Pemeriksaan ........................................................... 1287.4 Metode Pemeriksaan .......................................................... 1297.5 Alat dan Bahan ................................................................... 1297.6 Prosedur Pemeriksaan ........................................................ 1307.7 Interpretasi Hasil ................................................................ 1397.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sensitivitas Skrining Antibodi .............................................................. 1467.9 Penyebab Kesalahan Hasil Pemeriksaan Skrining dan IdentifikasiAntibodi.......................................................... 148Daftar Pustaka .............................................................................. 149INDEK ......................................................................................... 150

Page 11: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Prosedur rutin uji pratransfusi ................................... 15Tabel 2.2 Perbandingan jumlah sel darah merah dan NaCl pada prosedur pembuatan suspensi sel ..................... 15Tabel 3.1 Perbedaan antara IgG dan IgM ................................. 26Tabel 3.2 Interpretasi hasil pemeriksaan golongan darah dengan metode slide test ........................................... 29Tabel 3.3 Interpretasi hasil pemeriksaan golongan darah ABO pada sampel eritrosit dan serum ...................... 34Tabel 3.4 Contoh ABO discrepancy antara cell grouping dan serum grouping ......................................................... 52Tabel 3.5 Pemeriksaan golongan darah dengan slide test ......... 53Tabel 3.6 Pemeriksaan golongan darah ulang dengan tube test 54Tabel 3.7 Pemeriksaan golongan darah ulang setelah pencucian sel dan dikerjakan dengan metode tabung, inkubasi 37 o C ............................................. 54Tabel 3.8 Hasil pemeriksaan golongan darah dengan slide test 55Tabel 3.9 Hasil pemeriksaan golongan darah ulang pada sampel yang sama dengan tube test .......................... 55Tabel 3.10 Hasil pemeriksaan golongan darah dengan slide test 56Tabel 3.11 Hasil pemeriksaan golongan darah ulang pada sampel yang sama dengan tube test .......................... 56Tabel 4.1 Contoh pembacaan titer antibodi Rhesus .................. 77Tabel 4.2 Derajat dan skor aglutinasi ........................................ 77Tabel 5.1 Penyebab dan penanganan inkompatibilitas pada hasil crossmatching ................................................... 98Tabel 6.1 Tujuan dari masing-masing tahapan pemeriksaan ICT ....................................................... 110

Page 12: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

xii

Tabel 6.2 Panel DCT: pola hasil pemeriksaan DCT pada Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) .................. 111Tabel 6.3 Sumber kesalahan hasil pemeriksaan coomb’s test ... 114Tabel 6.4 Pemeriksaan golongan darah dengan blood grouping plate ........................................................... 118Tabel 6.5 Pemeriksaan golongan darah ulang dengan metode tabung ........................................................................ 118Tabel 6.6 Pemeriksaan golongan darah ulang setelah pencucian sel dan dikerjakan dengan metode tabung, inkubasi 37 o C ........................................................... 119Tabel 6.7 Hasil pemeriksaan crossmatch dengan sejumlah donor .......................................................................... 119Table 6.8 Persentase kasus dan hasil DCT pada masing- masing tipe AIHA ..................................................... 121Tabel 7.1 Contoh fenotif eritrosit dari individu homozigot dan heterozigot ................................................................. 141Tabel 7.2 Jenis antibodi yang bereaksi optimal pada masing- masing fase pemeriksaan skrining antibodi ............... 147

Page 13: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mencocokan identitas sampel darah dengan gelang identitas pasien ........................................ 7Gambar 2.2 Contoh pelabelan sampel darah untuk uji pretransfusi ......................................................... 8Gambar 2.3 Tabung tutup merah dan tutup ungu untuk menampung sampel uji pratransfusi ......... 9Gambar 2.4 Contoh prosedur pembuatan suspensi sel 5% ..... 15Gambar 2.5 Contoh label penggunaan produk darah yang belum dilakukan pemeriksaan crossmatch dalam situasi emergency ..................................... 16Gambar 2.6 Hasil pemeriksaan crossmatch dengan metode gel menunjukan hasil kompatibel .......... 18Gambar 2.7 Hasil pemeriksaan crossmatch dengan metode gel menunjukan hasil kompatibel dengan warna kemerahan pada permukaan gel .. 19Gambar 3.1 Struktur molekul IgG dan IgM ........................... 25Gambar 3.2 Prosedur pemeriksaan golongan darah dengan metode slide test ..................................... 28Gambar 3.3 Contoh hasil pemeriksaan golongan darah dengan metode slide test ..................................... 29Gambar 3.4 Prosedur pemeriksaan cell grouping atau forword grouping dengan metode tube test ....... 31Gambar 3.5 Prosedur pemeriksaan serum grouping atau reverse grouping dengan metode tube test ......... 32Gambar 3.6 Derajat aglutinasi pada pemeriksaan golongan darah dengan metode tube test ........................... 33Gambar 3.7 V-type well, flat bottom dan U-type well ............ 35Gambar 3.8 U-shaped bottom microplate .............................. 37

Page 14: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

xiv

Gambar 3.9 Pola reaksi pada pemeriksaan golongan darah dengan microplate test ........................................ 39Gambar 3.10 Derajat aglutinasi hasil pemeriksaan golongan darah dengan column technique .......................... 43Gambar 3.11 Contoh hasil pemeriksaan golongan darah ABO/D dan reverse grouping dengan column technique ................................................ 44Gambar 3.12 Algoritme penanganan kasus discrepancy golongan darah .................................................... 51Gambar 3.13 Rouleaux dan agglutination ............................... 53Gambar 4.1 Rh viewbox untuk pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode slide test ............... 62Gambar 4.2 Contoh hasil pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan slide test ..................................... 64Gambar 4.3 Pengenceran serum secara serial dengan larutan salin ......................................................... 76Gambar 5.1 Prosedur pemeriksaan IS dengan motode tube test ............................................................... 85Gambar 5.2 Prosedur pemeriksaan croosmatch fase III ......... 88Gambar 5.3 Prinsip pemeriksaan crossmatch metode column agglutination test ................................... 89Gambar 5.4 Sentrifus dan inkubator yang sesuai dengan ukuran plastic card ............................................. 90Gambar 5.5 Prosedur pemipetan sampel pada microtube ...... 91Gambar 5.6 Derajat aglutinasi pada pemeriksaan crossmatch dengan metode column agglutination test .......... 92Gambar 6.1 Prinsip pemeriksaan Direct Coomb’s Test ......... 105Gambar 6.2 Prinsip pemeriksaan Indirect Commb’s Test ...... 106Gambar 6.3 Prosedur pemeriksaan DCT dengan motode tube test ............................................................... 108Gambar 6.4 Prosedur pemeriksaan IAT dengan motode tube test ............................................................... 110Gambar 7.1 Contoh komposisi sel panel primer .................... 130

Page 15: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

xv

Gambar7.2 Prosedurpemeriksaanskiringdanidentifikasi antibodi dengan metode tabung ........................... 132Gambar7.3 Contohhasilpemeriksaanidentifikasiantibodi.. 134Gambar 7.4 Hasil pemeriksaan dengan metode gel ................ 135Gambar 7.5 Sistem solid phase adherence test ....................... 136Gambar7.6 Prosedurpemeriksaanskriningdanidentifikasi antibodi menggunakan metode solid phase adherence ............................................................ 137Gambar 7.7 Perbandingan derajat positif pemeriksaan skriningdanidentifikasiantibodiantarametode tabung dan metode solid phase adherence .......... 138Gambar 7.8 Beda gambaran antibodi yang diekspesikan secara homozigot dan heterozigot ....................... 141Gambar 7.9 Contoh teknik eksklusi atau rule out pada tahapaninterpretasiidentifikasiantibodi............ 142Gambar 7.10 Contoh pemberian tanda pada jenis antigen yang tidak ada coretan setelah tahap rule out .............. 143Gambar 7.11 Contoh teknik inklusi .......................................... 144Gambar 7.12 Rule of three terpenuhi ........................................ 144

Page 16: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

xvi

DAFTAR SINGKATAN

AABB : American Association of Blood Bank ANC : Antenatal care AHG : Anti Human Globulin ARV : Anti Retro Viral AIHA : Auto Immune Hemolytic Anemia HDN : Hemolytic Disease of New Born BDRS : Bank Darah Rumah Sakit CS : Caesarean Section CAS : Cold Agglutinin Syndroma PCH : Paroxysmal Cold Hemoglobinuria CAD : Cold Aglutinin Disease CCC : Coomb’s Control Cells DCT : Direct Coombs’ test DAT : Direct Antiglobulin Test DL : Darah Lengkap ICT : Indirect Coomb’s test EDTA : Ethylene Diamine Tetraacetic Acid ELAT : Enzyme-Linked Antiglobulin Test ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay FDA : Food and Drug Administration FFP : Fresh Frozen Plasma HDFN : Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn HDN : Hemolytic Disease of the New born HIV : Human Immunodeficiency Virus HSV : Herpes Simplex Virus IAT : Indirect Antiglobulin Test ICT : Indirect Coomb’s Test LISS : Low Ionic Strength Solution LIP : Low-Ionic Polybrene technique LDH : Lactic Dehydrogenase

Page 17: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

xvii

MCV : Mean Cells Volume PCR : Polymerase Chain Reaction PRC : Packed Red Cell PEG : Polyethylene glycol RhIG : Rh immune globulin RCFs : Relative Centrifugal Forces SPRCA : Solid-Phase Red Cell Adherence RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah SPO : Standard Operating ProceduresGLIAT : The gel low ionic antiglobulin testUTD : Unit Transfusi Darah UGD : Unit Gawat Darurat WAIHA : Warm Autoimmune Hemolytic Anemia WRC : Wash Red Cells WBC : White Blood Cells WHO : Word Health Organization

Page 18: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

xviii

Page 19: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

1

BAB I PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan salah satu komponen terapi yang sangat penting dalam penatalaksanaan pasien. Pemberian transfusi darah harus berpegang pada prinsip bahwa manfaat yang akan diterima oleh pasien jauh lebih besar dibandingkan risiko yang akan ditanggung, sehingga semboyan “Getting the right blood to the right patient at the right time and the right place” harus benar-benar dilaksanakan.

Transfusi darah sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Pada awal diperkenalkan, kegiatan transfusi darah sering mengalami kegagalan, bahkan menimbulkan kematian pada sejumlah pasien. Semakin lama kegiatan transfusi darah semakin menemukan titik terang sehingga cukup banyak nyawa yang bisa terselamatkan. Titik terang tersebut mulai terlihat saat ditemukannya sistem golongan darah ABO oleh Karl Landsteiner pada abad ke-19. Tahun 1904, Charles Richard Drew menemukan bahwa plasma darah atau cairan yang tidak mengandung sel darah merah dapat dibekukan dan disimpan dalam waktu lama tanpa mengalami kerusakan. Berdasarkan temuan tersebut mulailah dilakukan pemisahan komponen darah dan dibuka bank penyimpanan darah. Pada 1950 Carl Walter dan W.P. Murphy memperkenalkan kantong plastik untuk mengumpulkan darah donor sehingga darah dapat dikemas dengan lebih aman dan praktis. Pada tahun 1953 mulai dikembangkan refrigerated centrifuge untuk memisahkan komponen darah menjadi beberapa jenis komponen dan saat ini pemisahan tersebut sudah dapat dilakukan secara otomatis dengan mesin apheresis.

Meskipun telah ditemukan teknik dan peralatan yang menunjang dalam kegiatan pelayanan transfusi, ternyata masih ditemukan banyak masalah terkait transfusi darah. Misalnya, meskipun golongan darah ABO antara pasien dan donor sudah sama, tetapi sejumlah reaksi selama dan setelah transfusi tetap terjadi. Berdasarkan berbagai permasalahan

Page 20: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

2

yang muncul di lapangan, akhirnya ditemukanlah sejumlah pemeriksaan laboratorium yang dapat mencegah munculnya efek samping transfusi darah.

Pemeriksaan laboratorium sebelum pemberian transfusi darah (pretransfusion testing) merupakan bagian yang sangat vital dalam kegiatan transfusi. Uji pratransfusi inilah yang menentukan apakah produk darah yang akan ditransfusikan dapat memberikan manfaat yang optimal atau tidak kepada pasien. Selain itu, uji pratransfusi juga dapat memprediksi apakah transfusi akan memberikan efek samping yang fatal atau tidak sehingga pencegahan terjadinya efek samping pemberian transfusi dapat lebih awal dilakukan.

Laboratorium pratransfusi terus mengalami perkembangan. Perkembangan terjadi mulai dari pemeriksaan yang sangat sederhana sampai pemeriksaan otomatis pun telah berhasil dilakukan. Pada awal abad ke-19, laboratorium pratransfusi hanya bisa dikerjakan terbatas pada pemeriksaan golongan darah dan crossmatching dengan menggunakan metode slide test dan tube test. Pada 1945 Coombs, Mourant dan Race menemukan pemeriksaan antiglobulin untuk mendeteksi antibodi yang mensensitisisasi sel darah merah maupun antibodi yang bebas dalam serum. Pada 1946 Coombs dan Cowokers melaporkan penggunaan Anti Human Globulin (AHG) untuk mendeteksi sensitisasi sel darah merah secara in vivo pada bayi baru lahir dengan kelainan hemolitik dan selanjutnya dikenal dengan Direct Antiglobulin Testing (DAT). Pada 1960 mulai digunakan metode micoplate testing untuk mendeteksi adanya antigen sel darah merah dan antibodi dalam serum secara rutin terutama di Unit Transfusi Darah (UTD). Metode micoplate testing ini terdiri dari 96 wells yang digunakan untuk menggantikan metode tube test pada pemeriksaan dengan jumlah test yang banyak.

Selanjutnya, pada 1985, Dr. Yves Lapierre dari Perancis mengembangkan teknik gel test menggunakan berbagai media seperti gelatin, acrylamide gel, dan glass beads. Dr. Lapierre menemukan adanya aglutinasi selama sedimentasi dan sentrifugasi standar serta menemukan adanya partikel gel sebagai materi yang ideal untuk mendeteksi aglutinasi. Perkembanganselanjutnyapada1978RosenfielddanCoworkerpertama

Page 21: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

3

kali berhasil mengaplikasikan prinsip solid-phase immunoassay untuk pemeriksaan golongan darah dan antibodi skrining. Selanjutnya solid-phase immunoassay mengalami perkembangan sehingga dikenal adanya solid-phase red cell adherence (SPRCA), solid-phase protein A dan solid-phase enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Tahun 1988, Dr. Lapierre dan DiaMed A.G mengembangkan produksi gel di Eropa dan September 1994 Food and Drug Administration (FDA) memberikan ijin produksi dan distribusi antiglobulin anti-IgG gel card. Penemuan terus berlanjut sehingga saat ini pemeriksaan laboratorium immunohematology sudah berjalan dengan sistem automation technology.

Dalam buku ini akan dibahas secara rinci mengenai berbagai pemeriksaan laboratorium sebelum produk darah ditransfusikan kepada pasien. Buku ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman serta keterampilan para petugas yang terlibat dalam pelayanan transfusi darah. Selain itu, buku ini diharapkan dapat menciptakan persepsi yang sama baik antar petugas teknis, dokter laboratorium, para klinisi maupun pihak manajemen yang terlibat dalam pelayanan transfusi darah sehingga pada akhirnya pasien akan mendapatkan manfaat transfusi secara maksimal dan risiko seminimal mungkin.

Page 22: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

4

BAB IIUJI PRATRANSFUSI

2.1 DefinisiUji pratransfusi memiliki beberapa istilah lain seperti

pretransfusion testing atau compatibility testing. Uji pratransfusi adalah serangkaian pemeriksaan yang dilakukan sebelum produk darah ditransfusikan pada pasien. Uji pratransfusi ini identik dengan crossmatching (direct compatibility test) meskipun dalam aplikasinya pada uji pratransfusi ini terdapat pemeriksaan awal serta ada pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan apabila hasil crossmatching tidak sesuai. Jadi crossmatching hanya merupakan salah satu bagian dari uji pratransfusi (Stoe, 2011). Uji pratransfusi di internal laboratorium pada umumnya menghabiskan waktu sekitar satu jam. Waktu pengerjaan dapat lebih pendek ataupun lebih panjang tergantung jenis dan metode pemeriksaan serta kendala yang dihadapi selama prosedur berjalan.

Berdasarkan standar American Association of Blood Bank (AABB), tahapan-tahapan uji pratransfusi tidak hanya terbatas pada pemeriksaan laboratorium saja, tetapi juga meliputi cakupan yang lebih luas. Mulai dari permintaan darah sampai pelabelan produk darah sebelum didistribusikan ke pasien. Ada pun tahapan uji pratransfusi menurut standar AABB adalah sebagai berikut:1. Pengisian formulir permintaan darah,2. identifikasipasiendanpengambilansampeldarahpasien,3. pemeriksaan terhadap sampel pasien (kelayakan sampel untuk

diperiksa, pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus, pemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodi,membandingkanhasil pemeriksaan saat ini dengan hasil pemeriksaan sebelumnya),

4. pemeriksaan terhadap sel darah merah donor (konfirmasipemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus),

Page 23: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

5

5. pemilihan darah donor, pilih komponen darah dengan golongan darah ABO dan Rhesus yang kompatibel dengan pasien dan tidak mengandung unexpected allogeneic antibodies,

6. melakukan pemeriksaan crossmatch baik dengan cara serologi maupun komputer atau elektronik,

7. melakukan pelabelan komponen darah sesuai dengan identitas pasien dan pendistribusian produk darah (zundel, 2012).

2.2 Jenis Uji PratransfusiWord Health Organization (WHO) merekomendasikan uji

pratransfusi minimal yang harus dikerjakan di laboratorium adalah pemeriksaan golongan darah sistem ABO dan Rhesus serta crossmatching (WHO, 2002). Sumber lain menyebutkan bahwa uji pratransfusi (pretransfusion testing) meliputi pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus (D phenotype), antibodi skrining dan crossmatching (Zundel, 2012; Blaney and Howard, 2013). Berikut adalah rangkuman prosedur rutin uji pratransfusi yang dilakukan di laboratorium imunohematologi.

Tabel 2.1 Prosedur rutin uji pratransfusi (Stoe, 2011; Blaney and Howard, 2013).

Tabel 2.1 Prosedur rutin uji pratransfusi (Stoe, 2011; Blaney and Howard, 2013).

Jenis pemeriksaan Tujuan Sumber antigen Sumber antibodi

ABO/D typing

(forward grouping)

Mendeteksi adanya

antigen A,B dan D

Sel darah merah

pasien

Anti-A, Anti-B, Anti

D komersial

ABO serum testing

(reverse grouping)

Deteksi antibodi ABO Suspensi sel donor Serum atau plasma

pasien

Skrining antibodi Mendeteksi antibodi

dengan antigen

spesifik pada sel darah

merah

Sel panel Serum atau plasma

pasien

Crossmatching Menentukan

kompatibilitas serologi

antara donor dan

pasien sebelum

transfusi

Sel darah merah

donor dan pasien

Serum atau plasma

donor dan pasien

Gambar 2.3 Tabung tutup merah dan tutup ungu untuk menampung sampel uji

pratransfusi (Saluju and Singal, 2014).

Page 24: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

6

2.3 Persiapan Uji Pratransfusi Langkah-langkah uji pratransfusi merupakan sebuah proses yang

dimulai dari pasien dan berakhir pada pasien juga. Proses tersebut membutuhkan sebuah rancangan yang dapat menjamin keamanan baik bagi donor maupun pasien (recipient). Berikut adalah tahapan-tahapan tentang persiapan uji pratransfusi.

1. Melakukanidentifikasipasiendenganakurat

Salah satu penyebab mayor reaksi transfusi hemolitik yang fatal adalah pemberian darah dengan golongan yang tidak sesuai akibat kesalahan identifikasi saatpengambilandanpelabelan sampelpasien.Pengambilan dan pelabelan sampel darah pasien dianggap sebagai bagian yang kritis dalam menjamin keamanan transfusi. Angka kesalahan pelabelan sampel mencapai 1:2.900 sampai 1:6.000 kasus. Sedangkan angkakesalahanidentifikasidanpelabelansampelmencapai1:15.000sampai 1:30.000, dan 70% di antara kejadian tersebut berlangsung secara bedside (McCullough, 2012).

Salahsatufasilitasyangmenunjangketepatanidentifikasiadalahgelang identitas pasien. Pada gelang pasien akan tercantum nama lengkap, tanggal lahir dan nomor rekam medik pasien. Informasi yang ada pada permintaan dan sampel darah harus dicocokkan dengan gelang pasien. Bila terdapat ketidaksesuaian maka sampel darah tidak bisa digunakan. Bila pasien tidak menggunakan gelang identitas maka petugas harus mengikutiprosedur identifikasiyangditetapkanoleh rumahsakitdanseharusnya petugas rumah sakit memasang gelang identitas pasien sebelum pengambilan sampel dilakukan (WHO, 2002; Judd, 2009). Gambar berikut mengilustrasikan salah satu prosedur standar yang harus dilakukan petugas ruangan untuk memastikan identitas sampel darah pasien.

Page 25: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

7

Gambar 2.1 Mencocokan identitas sampel darah dengan gelang identitas pasien (Zundel, 2012).

Pada umumnya, petugas bank darah tidak terlibat dalam pengambilan sampel darah maupun dalam proses pengisian formulir permintaan darah. Sampel darah pasien biasanya dikumpulkan oleh perawat di ruang perawatan dan penyiapkan formulir permintaan darah dilakukan bersama dengan dokter penanggung jawab pasien. Untuk itu, kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh petugas di bank darah pada saat menerima sampel dan permintaan adalah wajib melakukan pengecekan kembali kesesuaian identitas dan kelengkapan formulir permintaan darah. Jika ditemukan ketidaksesuaian, maka harus dilakukan pengambilan sampel ulang. Petugas bank darah tidak diperbolehkan melakukan perubahan atau koreksi pada data pasien. Akurasi data pada sampel dan formulir permintaan merupakan faktor utama dalam menjamin keamanan dan keakuratan uji pratransfusi (McCullough, 2012; Blaney and Howard, 2013).

Label sampel minimal harus mencantumkan 2 identitas, yaitu nama lengkap pasien dan nomor catatan medik. Standar pelabelan sampel yang lengkap harus mencantumkan nama lengkap pasien, nomor rekam medik, tanggal pengambilan sampel, tanda tangan dan inisial nama

Page 26: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

8

petugas pengambil sampel. Hal lain yang perlu diperhatikan pada label adalah label harus terbaca dan tidak terhapus. Berikut adalah contoh pemberian label sampel untuk uji pratransfusi (Blaney and Howard, 2013).

Gambar 2.2 Contoh pelabelan sampel darah untuk uji pratransfusi (Blaney and Howard, 2013).

Saat ini banyak rumah sakit telah menerapkan sistem teknologi barcode untuk membantu pencatatan identitas pasien. Sistem ini diharapkan dapat mengurangi kesalahan akibat pencatatan ulang yang dilakukan secara manual. Selain itu pelabelan sampel harus dilakukan secara bedside, segera setelah sampel diambil dan petugas tidak diperkenankan melakukan pekerjaan apapun sebelum proses pelabelan selesai dilakukan (Blaney and Howard, 2013).

Informasi pada label sampel harus sama dengan informasi pada permintaan darah. Formulir juga harus mencantumkan jenis produk yang diminta, nama dan tanda tangan dokter yang meminta, lokasi perawatan pasien, diagnosis, jenis kelamin, tanggal permintaan, jenis permintaan berdasarkan indikator prioritas (cito, rutin, preoperatif, siap pakai) (Blaney and Howard, 2013).

2. MengecekkondisisampelProses mengecek kondisi sampel adalah kegiatan yang dilakukan

oleh petugas bank darah untuk memastikan kondisi sampel layak atau

NAMA NO.CM TANGGAL SAMPLING PHLEBOTOMIS

Page 27: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

9

tidak diperiksa. Proses ini dilakukan setelah dipastikan data yang tercantum pada label sampel sudah sesuai dengan data pada formulir permintaan darah. Selain itu, seluruh data pada formulir permintaan sudah terisi dengan lengkap sebelum proses ini dimulai. Beberapa kondisi yang perlu diperiksa pada sampel antara lain:

a. TabungpenampungansampelSampel untuk uji pratransfusi umumnya diambil dari darah vena

menggunakan tabung tanpa antikoagulan (tutup merah) atau tabung dengan antikoagulan EDTA (Ethylenediaminetetraacetic acid) yang bertutup ungu. Antikoagulan lain tidak direkomendasikan karena dapat bersifat sebagai anti-komplemen dan kemungkinan akan menyebabkan adanyafibrindalamplasmasehinggabeberapaantibodiyangbermaknasecara klinis tidak dapat dideteksi.

Pada kasus-kasus kegawatdaruratan, penampungan sampel pada tabung dengan tutup merah perlu dipertimbangkan. Sampel pada tabung tutup merah harus didiamkan beberapa menit (sekitar 30 menit) agar darah membeku untuk mendapatkan serum. Sedangkan pada tabung dengan antikoagulan EDTA, darah dapat segera disentrifugasi untuk mendapatkan plasma (Blaney and Howard, 2013). Penampungan sampel dengan menggunakan tabung yang mengandung clot activator atau tabung dengan lapisan silikon juga tidak direkomendasikan (Stoe, 2011).

Gambar berikut adalah gambar jenis tabung yang bisa digunakan untuk menampung sampel uji pratransfusi.

Gambar 2.3 Tabung tutup merah dan tutup ungu untuk menampung sampel uji pratransfusi (Saluju and Singal, 2014).

Page 28: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

10

b. Umur sampelSampel untuk uji pratransfusi seharusnya mencerminkan status

antibodi saat itu. Umur sampel yang digunakan untuk uji pratransfusi tidak boleh lebih dari 3 hari dengan perhitungan tanggal pengambilan sampel merupakan hari ke-0. Pada kondisi pasien membutuhkan transfusi berulang atau sampel yang dikirim sebelumnya tidak mencukupi, dapat dilakukan pengambilan sampel baru (Judd, 2009; Blaney and Howard, 2013).

Apabila uji pratransfusi sudah selesai dilakukan, sampel darah pasien dan segmen selang dari unit donor yang digunakan untuk crossmatching wajib disimpan selama 7 hari pada suhu 1-6oC. Penyimpanan ini dilakukan untuk mengantisipasi dibutuhkannya kembali sampel darah untuk penelusuran kasus-kasus reaksi transfusi (Judd, 2009; Blaney and Howard, 2013).

c. PenampilanataumakroskopissampelSampel darah yang lisis selama proses pengambilan sampel tidak

bisa diterima dan seharusnya dilakukan pengambilan sampel ulang. Hemolisis secara mekanik dapat disebabkan beberapa faktor seperti penggunaan jarum dengan ukuran yang terlalu kecil, trauma pada pembuluh darah kecil atau kesulitan melakukan akses vena, tekanan saat memasukkan sampel ke dalam tabung di mana sampel harus melewati ulang ukuran jarum yang kecil, atau sentrifugasi dilakukan pada saat darah belum membeku sempurna (khusus untuk sampel serum).

Hemolisis mekanik dapat menutupi deteksi hemolisis yang diinduksi oleh antibodi. Beberapa antibodi yang diketahui dapat menyebabkan hemolisis antara lain ABO, P1, Lewis, Kidd, atau Vel blood group system (Stoe, 2011; Blaney and Howard, 2013).

Sampel yang potensial terdilusi oleh cairan infus (misal ringer laktat) juga tidak dapat diterima karena berpotensi menghilangkan antibodi lemah atau menginduksi reaksi positif palsu yang disebabkan oleh molekul pada cairan intravena. Sampel untuk bank darah dan semua pemeriksaan laboratorium idealnya diambil dari lengan yang tidak terpasang infus. Jika lokasi infus merupakan satu-satunya lokasi yang dapat diakses untuk pengambilan sampel, maka aliran infus harus

Page 29: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

11

dihentikan sementara dan dibilas dengan salin serta 5-10 ml darah pertama harus dibuang (Stoe, 2011; Blaney and Howard, 2013).

Selain adanya kemungkinan sampel mengalami lisis dan potensial terdilusi oleh cairan infus, sampel yang lipemik (serum tampak berlemak) juga tidak layak diterima. Sampel yang lisis dan lipemik dapat menyulitkan dalam melaksanakan interpretasi hasil crossmatching (Blaney and Howard, 2013).

3. MembandingkandengandatapasiensebelumnyaStandar American Association of Blood Bank (AABB)

menganjurkan untuk melakukan perbandingan hasil pemeriksaan golongan darah sistem ABO dan Rhesus (D typing) selama 12 bulan terakhir. Beberapa indikator yang harus ditelusuri adalah data golongan darah, riwayat kelainan golongan darah, adanya antibodi yang secara signifikan bermakna klinis, kejadian reaksi transfusi dan kebutuhantransfusi yang khusus. Adanya riwayat inkonsistensi atau permasalahan lain yang dijumpai dalam proses ini harus segera dilacak dan diselesaikan sebelum transfusi dilakukan (Stoe, 2011; Blaney and Howard, 2013).

4. PemilihanreagenuntukmenunjangujipratransfusiFood and Drug Administration (FDA) telah menetapkan standar

minimum terkait sensitivitas dan spesifisitas reagen yang digunakandi bank darah atau unit transfusi darah. FDA menetapkan standar ini sebelumijinperedaranreagendikeluarkansecarakomersial.Spesifisitasreagen berkaitan dengan kemampuannya mengenali antigen determinan secaraspesifiksesuaidenganjenismolekulantibodiyangditambahkan.Sebagai contoh adalah anti-D dalam reagen yang mampu bereaksi dengan sel darah merah yang memiliki antigen D namun tidak akan bereaksi dengan sel darah merah yang tidak memiliki antigen D. Contoh lainnya adalah anti-A dalam reagen akan menunjukkan aglutinasi kuat (3+ atau 4+) hanya dengan sel darah merah yang memiliki antigen A (Blaney and Howard, 2013).

Dalam memilih reagen yang akan digunakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Selain rekomendasi FDA, reagen yang

Page 30: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

12

dipilih juga harus mencantumkan masa kadaluwarsanya serta harus mencantumkan nomor ijin produk pada label produk. Berdasarkan ketentuan FDA, reagen yang rutin dipakai di bank darah tidak dapat digunakan apabila telah memasuki masa kadaluwarsa. Namun, hal ini dikecualikan pada antisera atau sel darah merah langka. Pada kedua kondisi tersebut, reagen masih dapat digunakan jika hasil kontrol kualitas (quality control) dapat diterima.

Reagen yang dipilih juga harus dilengkapi dengan product insert. Product insert memuat informasi detail tentang reagen seperti tujuan penggunaan, ringkasan, jenis sampel yang direkomendasikan, prinsip pemeriksaan, prosedur penggunaan, dan keterbatasan reagen. Jika reagen diproduksi dan digunakan sendiri di internal pelayanan, ijin tidak diperlukan tapi FDA mewajibkan agar spesifisitas dan kemampuanreagen terpenuhi dan didokumentasikan (Blaney and Howard, 2013).

5. Melakukankontrolkualitasreagendanperalatan Kontrol kualitas (quality control) adalah pemeriksaan yang

dilakukan untuk menentukan akurasi dan presisi (ketepatan dan ketelitian) peralatan dan reagen yang digunakan serta prosedur yang dilakukan. Quality control dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan sampel pasien dan donor (Blaney and Howard, 2013).

Kontrol kualitas terhadap peralatan meliputi kalibrasi alat seperti sentrifus, mikropipet, refrigerator dan alat-alat penunjang lainnya. Kalibrasi sebaiknya dilakukan secara rutin minimal setahun sekali dan kalibrasi dapat dipercepat apabila frekuensi penggunaan alat semakin sering. Quality control juga dilakukan dengan melakukan monitoring suhu dan kelembaban ruangan, penyimpanan reagen dan sampel serta pengawasan terhadap jalannya pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan dengan standar yang tercantum dalam SPO (Standard Operating Procedures).

Khusus untuk reagen, indikator dalam program quality control terdiri atas:a. Kriteriapenerimaanreagen

Kriteria penerimaan reagen wajib dituangkan dalam SPO.

Page 31: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

13

Secara umum, indikator untuk menentukan kualitas reagen adalah kemampuannya untuk menimbulkan reaksi aglutinasi terhadap antigen eritrosit. Seperti saat pengujian reagen anti-A, aglutinasi positif terjadi jika reagen ditambahkan eritrosit golongan A (terjadi aglutinasi 3+ atau 4+) dan aglutinasi negatif bila direaksikan dengan eritrosit golongan B. Reagen tersebut dianggap layak untuk digunakan. Bila derajat aglutinasi kurang dari 3+ (misal 2+ atau lebih rendah) maka kemampuan reagen anti-A dianggap tidak baik atau tidak layak digunakan. Hilangnya kemampuan menimbulkan aglutinasi kuat (3+ atau 4+) selama jangka waktu tertentu juga dapat dipakai sebagai indikator bahwa reagen tersebut tidak layak digunakan (Blaney and Howard, 2013).

Selain pengujian tersebut, reagen juga wajib dilihat secara visual. Adanya perubahan warna atau kekeruhan pada reagen dapat mengindikasikan terjadinya kontaminasi bakteri. Khusus untuk reagen suspensi sel darah merah, inspeksi ada tidaknya hemolisis juga wajib dilihat. Suspensi sel yang sudah mengalami hemolisis tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan (Blaney and Howard, 2013).b. Dokumentasipenggunaanreagen

Reagen yang sudah dievaluasi dan hasil dari kontrol kualitas yang telah dilakukan harus dicatat dan didokumentasikan. Pencatatan tersebut meliputi hasil quality control, interpretasi, tanggal pemeriksaan, dan identitas petugas yang melakukan pemeriksaan (Blaney and Howard, 2013). c. Prosedur yang dilakukan bila terjadi permasalahan pada

reagenSemua prosedur yang harus dilakukan bila perjadi permasalahan

pada reagen seharusnya dituangkan dalam SPO (Blaney and Howard, 2013).

2.4 PemisahanSerumatauPlasma,PencucianSelDarahMerahdan Pembuatan Suspensi Sel Darah

1. Pemisahan serum atau plasmaPemisahan serum atau plasma dari sel darah merah bertujuan

untuk mendapatkan serum atau plasma yang bebas dari sel darah

Page 32: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

14

merah. Beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk prosedur tersebut di antaranya: sentrifus, pipet pasteur, dan tabung reaksi ukuran 12 x 75 mm beserta raknya. Darah yang akan dipisahkan dapat berupa darah beku atau darah dengan antikoagulan (whole blood).

Ada pun prosedur pemisahan serum atau plasma adalah sebagai berikut:a. Masukan darah ke dalam tabung yang telah diberi label sesuai

dengan sampel,b. putar/sentrifugasi 3000 selama 1 menit,c. pisahkan serum/plasma yang jernih dari sel darah merah dengan

pipet pasteur ke dalam tabung lain yg sudah diberi label sesuai dengan sampel.Hasil pemisahan adalah serum atau plasma dan sel darah merah

pekat (Mehdi, 2013).

2. PencucianseldarahmerahPencucian sel darah merah bertujuan untuk mendapatkan sel darah

merah yang bebas dari protein atau globulin yang dapat mengganggu sejumlah pemeriksaan serologi. Ada pun prosedur pencucian sel adalah 0,5 mL sel darah merah pekat dimasukkan ke dalam tabung kemudian tambahkan larutan salin atau Natrium Clorida 0,9% (NaCl 0,9%) sampai mengisis 3/4 bagian tabung. Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit dan buang seluruh supernatant. Lakukan pencucian sebanyak 3 kali atau sesuai kebutuhan dan buang seluruh supernatan pada akhir pencucian, sehingga hasil akhirnya adalah sel darah merah yang sudah dicuci (Mehdi, 2013).

3. Pembuatan suspensi selPada beberapa jenis uji pratransfusi membutuhkan suspensi sel

darah merah. Pembuatan suspensi sel bertujuan untuk mengoptimalkan reaksi antigen-antibodi sehingga reaksi yang muncul dapat diamati dengan jelas. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa suspensi sel 3% banyak dipakai untuk pemeriksaan serologi. Namun, berdasarkan Word Health Organization, suspensi sel 5% umum dipakai untuk prosedur serologi (WHO, 2013).

Page 33: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

15

Berikut adalah contoh prosedur pembuatan suspensi sel 5%.

Label 3 buah tabung masing-masing dengan label A, B, O

Teteskan 1 tetes sel darah merah pada tabung pertama yang sudah dilabel A

Teteskan 1 tetes sel darah merah pada tabung kedua yang sudah dilabel B

Teteskan 1 tetes sel darah merah pada tabung ketiga yang sudah dilabel O

Tambahkan ke masing-masing tabung larutan NaCl 0,9% sampai terisi ¾ tabung

Sentrifugasi ketiga tabung dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit(lakukan pencucian sebanyak 3 kali)

Buang seluruh supernatant yang ada pada permukaan tabung

Untuk membuat suspensi sel 5% tambahkan NaCl 0,9% sebanyak 19 tetes

Gambar 2.4 Contoh prosedur pembuatan suspensi sel 5% (WHO, 2013).

Untuk hasil pemeriksaan terbaik gunakan suspensi sel darah merah pada hari pembuatan setelah dilakukan uji validasi dengan menambahkan antisera A dan B dan hasil pemeriksaan menunjukkan derajat aglutinasi kuat (3+ atau 4+). Jadi teknisi laboratorium seharusnya menyiapkan suspensi sel darah merah golongan A, B dan O setiap pagi untuk penggunaan rutin. Suspensi sel masih dapat digunakan pada hari berikutnya bila hasil uji validasi masih baik (WHO, 2013).

Tabel 2.2 Perbandingan jumlah sel darah merah dan NaCl pada prosedur pembuatan suspensi sel.

Suspensi Prosentase

PerbandinganKeteranganDiperkecil

(eritrosit:salin)Sel Darah Merah NaCl

Pekat 100% 0,9%

3% 3:100 3 tetes 97 tetes 1:32,3

5% 5:100 5 tetes 95 tetes 1:19

10% 10:100 10 tetes 90 tetes 1:9

40% 40:100 40 tetes 60 tetes 2:3

50% 50:100 50 tetes 50 tetes 1:1

Page 34: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

16

2.5 Uji Pratransfusi Pada Kondisi EmergencyPada kondisi emergency dan waktu untuk melakukan uji

pratransfusi sangat terbatas, maka darah dapat dikeluarkan setelah dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus baik pada donor maupun pada pasien dan diikuti dengan immediate-spin crossmatch. Namun, sebisa mungkin dianjurkan untuk tetap dapat melakukan crossmatch secara komplit sebelum darah didistribusikan. Pada situasi yang ekstrim (hanya tersedia waktu 10-15 menit), jika tidak mungkin dilakukan pemeriksaan crossmatch maka komunikasi dengan dokter yang meminta tentang prosedur penyiapan darah tanpa melalui pemeriksaan rutin wajib dilakukan (Makroo, 2009; WHO, 2009).

Langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai panduan untuk menangani kebutuhan darah dalam situasi emergency.1. Lakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus pada

sampel darah pasien dengan menggunakan motode cepat (rapid test) kemudian pilihlah produk darah donor yang sesuai dengan golongan ABO dan Rhesus pasien.

2. Lakukan pelabelan produk darah secara benar dan detail dan cantumkan label “UNCROSS-MATCHED BLOOD” dengan jelas. Contoh label dapat seperti gambar berikut.

Gambar 2.5 Contoh label penggunaan produk darah yang belum dilakukan pemeriksaan crossmatch dalam situasi emergency (WHO, 2009).

PERINGATAN: “UNCROSS-MATCHED BLOOD”

No kantong darah :

Nama Pasien :

Tanggal lahir :

No Rekam Medik :

Nama Ruangan :

Golongan Darah :

Tanggal: Tanda tangan

SEGERA KEMBALIKAN KE BANK DARAH BILA TIDAK

DIGUNAKAN

PERINGATAN: “UNCROSS-MATCHED BLOOD”

No kantong darah :Nama Pasien :Tanggal lahir :No Rekam Medik :Nama Ruangan :Golongan Darah :

Tanggal: Tanda tangan

SEGERA KEMBALIKAN KE BANK DARAH BILA TIDAKDIGUNAKAN

Page 35: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

17

3. Ambil sampel darah dari selang produk darah donor untuk dilakukan uji pratransfusi pada kesempatan selanjutnya.

4. Distribusikan produk darah sesuai dengan standar distribusi yang sudah ditetapkan.

5. Jika produk darah tidak segera ditransfusikan dalam waktu 30 menit, biasanya cukup untuk melakukan pemeriksaan crossmatch menggunakan a low-ionic strength indirect antiglobulin test (WHO,2009; Zundel, 2012; Mehdi, 2013).Dokter yang meminta darah wajib menandatangani formulir

permintaan darah dan label uncrossmatched blood sebagai petanda bahwa dokter setuju untuk segera memberikan respon atau penanganan bila terjadi efek yang tidak diinginkan dari pemberian uncrossmatched blood. Dalam situasi tertentu jika sampel darah pasien tidak bisa didapatkan dan waktu untuk pemeriksaan golongan darah cepat tidak bisa dilakukan, maka golongan darah O Rhesus negatif dalam bentuk Packed Red Cells (PRC) dapat dijadikan pilihan (Makroo, 2009; WHO, 2009). Apabila PRC golongan darah O Rhesus negatif sulit didapatkan, maka untuk pasien laki-laki dan wanita bukan anak-anak dan usia reproduktif pemberian PRC golongan O Rhesus positif dapat dipertimbangkan (Judd, 2009; Zundel, 2012).

Beberapa hal penting lainnya yang perlu diperhatikan terkait kebutuhan darah dalam keadaan emergency, antara lain:1. Selalu pastikan bahwa dokter atau staf senior mengetahui setiap

keadaan emergency yang terjadi,2. bila produk darah dikirim dari Unit Transfusi Darah (UTD) atau

rumah sakit lain, pastikan bahwa semua petugas yang terlibat mengetahui adanya keadaan emergency,

3. jika pengumpulan darah dilakukan dari donor yang dibawa sendiri, lakukan persiapan dengan baik dan hubungi lebih banyak donor,

4. selalu menjaga komunikasi dengan dokter atau staf yang terlibat dalam penanganan pasien dan selalu waspada terhadap setiap efek samping yang potensial terjadi,

5. pastikan bahwa seluruh data telah lengkap dan akurat untuk selanjutnya seluruh data tersebut disimpan dengan baik. Semua

Page 36: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

18

keputusan yang dibuat dan prosedur yang dilakukan oleh dokter harus dicatat dengan jelas, termasuk nama dan tanda tangan staf yang terlibat (WHO, 2009).

2.6 Beberapa Kasus Terkait Tahapan Uji PratransfusiKasus 1. Pasien laki-laki , 54 tahun, datang ke Unit Gawat Darurat (UGD)

pada malam hari dan merupakan kiriman dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten dengan diagnosis peritonitis, suspek gastic ulcer. Rencana akan dilakukan tindakan laparotomi. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap didapatkan kadar hemoglobin 6,41 g/dl, sehingga pasien direncanakan untuk transfusi 4 kantong Packed Red Cell (PRC) selama operasi. Sampel darah dan formulir permintaan darah dikirim ke bank darah.

Setelah dilakukan pencocokan identitas sampel dan formulir permintaan, langkah selanjutnya dilakukan pemeriksaan golongan darah awal dengan metode slide test dan didapatkan hasil B Rhesus positif. Tidak ada catatan riwayat transfusi sebelumnya. Disiapkan komponen darah donor PRC golongan B Rhesus positif. Pemeriksaan golongan darah baik pasien maupun donor dilanjutkan dengan metode tube test dan didapatkan golongan darah sama yaitu B Rhesus positif. Hasil pemeriksaan crossmatch dengan 2 donor adalah kompatibel.

Gambar 2.6 Hasil pemeriksaan crossmatch dengan metode gel menunjukan hasil kompatibel.

Mayor, donor 1

minor, donor 1

Mayor, donor 2

minor, donor 2

Auto control

Auto pool

INR, cm 1500121, 4/9/2016

Page 37: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

19

PRC dikeluarkan dari bank darah dan selanjutnya transfusi diberikan sebanyak 2 kantong selama operasi. Tanda-tanda reaksi transfusi agak sulit dilacak karena pasien sedang dalam pengaruh obat anestesi. Secara klinis dijumpai adanya perdarahan dan hematuria. Pasien direncanakan untuk diberikan transfusi berikutnya dengan komponen PRC dan Fresh Frozen Plasma (FFP). Dikirim permintaan darah yang kedua dengan sampel baru.

Hasil pemeriksaan golongan darah pada sampel kedua didapatkan golongan O Rhesus positif dan crossmatch dengan donor golongan O menunjukkan hasil kompatibel, tetapi pada permukaan gel terlihat kemerahan. Berbeda dengan hasil crossmatch pada gambar 2.6 Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya proses hemolitik setelah proses transfusi sebelumnya.

Gambar 2.7 Hasil pemeriksaan crossmatch dengan metode gel menunjukan hasil kompatibel dengan warna kemerahan pada permukaan gel.

Karena dijumpai adanya perbedaan golongan darah antara sampel pertama dan kedua, maka petugas bank darah meminta sampel ulang. Hasil pemeriksaan pada sampel ketiga didapatkan golongan O Rhesus positif. Transfusi ditunda dan pasien ditangani sebagai kasus reaksi transfusi berat, tetapi penanganan tersebut tidak berhasil menyelamatkan pasien dan pasien meninggal.

Setelah ditelusuri kembali waktu pengiriman sampel yang pertama ke bank darah, dijumpai ada 2 permintaan darah dari UGD yang dikirim

Mayor,

donor 1

Mayor,

donor 2

minor,

donor 1

minor,

donor 2

Auto

kontrol

Auto

pool

Page 38: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

20

secara bersamaan. Satu pasien didapatkan golongan O Rhesus positif, satu pasien dengan golongan B Rhesus positif. Pasien dengan golongan O Rhesus positif dilakukan pengambilan sampel ulang dan didapatkan hasil pemeriksaan golongan darah B Rhesus positif. Berdasarkan informasi dari petugas yang mengambil sampel darah pertama, memang dalam waktu yang bersamaan ada 2 pasien yang membutuhkan darah dan sampel diambil pada jam yang hampir sama. Pasien yang akan dioperasi dengan permintaan cito dan pasien yang lagi satu rencana transfusi besok pagi.

Dari kasus tersebut telah terjadi reaksi transfusi yang fatal yang kemungkinanbesardisebabkanolehkesalahanidentifikasidanpelabelansampel darah pasien.

Kasus 2. Pasien wanita, 48 tahun dirawat dengan diagnosis anemia

(hemoglobin 5 g/dL). Pasien ini direncanakan akan mendapat transfusi PRC sebanyak 3 kantong. Permintaan darah dikirim dari UGD. Hasil pemeriksaan golongan darah didapatkan bahwa golongan darah pasien A Rhesus positif. Crossmatching dilakukan terhadap 3 darah donor dan menunjukkan hasil kompatibel. PRC kemudian ditransfusikan sebanyak 3 kantong dan tidak ada laporan reaksi transfusi.

Satu minggu kemudian pasien di rawat di ruang rawat biasa dan oleh petugas ruangan dikirimkan lagi permintaan darah kedua, yaitu PRC sebanyak 2 kantong. Hasil pemeriksaan golongan darah pada sampel kedua adalah AB Rhesus positif. Crossmatch dengan donor golongan darah AB kompatibel, tetapi darah belum dikeluarkan. Dalam waktu yang berdekatan, keluarga pasien datang membawa donor dan menunjukkan catatan bahwa pasien membutuhkan darah golongan A. Hal ini menunjukkan bahwa golongan darah pasien tersebut sebelumnya adalah A Rhesus positif. Oleh petugas bank darah, kemudian dilakukan pengambilan sampel ulang dan didapatkan golongan darah A Rhesus positif.

Penelusuran selanjutnya ditemukan bahwa dalam waktu yang bersamaan ada 2 permintaan darah dari ruang rawat tersebut. Permintaan

Page 39: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

21

tersebut adalah satu pasien dengan golongan AB dan satu pasien lagi dengan permintaan golongan darah A. Pasien yang sebelumnya didapatkan A juga dilakukan pengambilan sampel ulang dan golongan darah pada sampel kedua adalah AB.

Dari kasus tersebut hampir terjadi reaksi transfusi berat yang jugadisebabkanolehkesalahanidentifikasidanpelabelansampeldarahpasien.Ketepatan identifikasidanpelabelan sampeldarahmerupakanpoin yang sangat kritis dalam menentukan keamanan transfusi. Selain hal tersebut, catatan tentang riwayat transfusi dan hasil-hasil pemeriksaan lab. sebelumnya juga menjadi penentu keselamatan pasien (McCullough, 2012).

Page 40: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

22

DAFTAR PUSTAKA

Blaney, K.D., Howard, P.R. 2013. Compatibility Testing. Basic&Applied Concepts of Blood Banking and Transfusion Practices. Third Edition. United States: Elsevier Mosby. p. 188-201.

Makroo, R.N. 2009. Compatibility Testing (Pre Transfusion Testing). Practice of Safe Blood Transfusion Compendium of Transfusion Medicine. New Delhi: Kongposh. p. 123-133.

Judd, W.J. 2009. Red Cell Immunology and Compatibility Testing. Rossi’s Principles of Transfusion Medicine Fourth Edition. UK: Wiley-Blackwell. p. 69-87.

McCullough, J. 2012.Techniques of Blood Transfusion. Transfusion Medicine Third Edition. UK: Wiley-Blackwell. p. 362- 375.

Mehdi, S.R. 2013. ABO Blood Group System. Essentials of Blood Banking A Handbook for Students of Blood Banking and Clinical Residents. Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 7-17.

Mehdi, S.R. 2013. Cross-matching (compatibility testing). Essentials of Blood Banking A Handbook for Students of Blood Banking and Clinical Residents. Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 46-49.

Saluju, G.P., Singal, G. L. 2014. Collection of Blood Sample for Grouping/Cross-matching. Standard Operating Procedures and Regulatory Guidelines Blood Banking. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 46-54.

Stoe, M. 2011. Pretransfusion Testing. Immunohematology Principles and Practice Third Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 107- 117.

Zundel, W.B. 2012. Pretransfusion Testing. Blood Groups and Serologic Testing. In: Harmening, D.M. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia: F.A Davis company. p. 241-259.

Page 41: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

23

WHO, 2002. Clinical Transfusion Procedures. The Clinical Use of Blood Handbook. Genewa: WHO. p. 37- 58.

WHO, 2009. Compatibility Testing and Issuing Blood. Safe Blood and Blood Product. Genewa: WHO. p. 41-73.

WHO, 2013. Standar Operating Prosedure for Blood Transfusion. Genewa:WHO. p. 18-20.

Page 42: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

24

BAB III PEMERIKSAAN GOLONGAN

DARAH ABO

3.1 DefinisiYang dimaksud dengan pemeriksaan golongan darah adalah

suatu prosedur laboratorium yang dilakukan untuk menentukan jenis golongan darah. Pada uji pratransfusi, pemeriksaan golongan darah minimal yang harus dikerjakan adalah golongan darah sistem ABO dan Rhesus (D typing). Pemeriksaan golongan darah dilakukan baik pada donor maupun pada pasien (WHO, 2002).

Meskipun telahdilakukanujikonfirmasigolongandarahdonordan darah sudah dilabel ABO dan Rhesus dengan benar, pemeriksaan golongan darah ulang tetap harus dilakukan pada semua unit darah sebelum ditransfusikan.

3.2 SistemAntigendanAntibodipadaGolonganDarahSebelum membahas tentang teknis pemeriksaan golongan darah,

sangat penting untuk memahami sistem antigen dan antibodi pada golongan darah. Pemahaman tersebut merupakan dasar untuk melakukan prosedur test dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan.

Antigen adalah setiap zat yang dianggap sebagai benda asing yang masuk ke dalam tubuh dan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk merespon masuknya antigen tersebut. Antibodi adalah produk dari respon imun dan akan bereaksi dengan antigen dengan beberapa cara yang dapat diamati. Nama lain dari antibodi adalah imunoglobulin (Ig) dan merupakan bagian dari protein plasma. Ada 5 jenis immunoglobulin, yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, IgE, tetapi yang banyak berperanan dalam sistem golongan darah adalah immunoglobulin G dan M (WHO, 2009).

IgG hanya memiliki 4 rantai yang terdiri atas 2 rantai kecil yang disebut dengan rantai ringan (light chains) dan 2 rantai besar yang disebut dengan rantai berat (heavy chains). Dibandingkan dengan IgM, struktur

Page 43: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

25

IgG jauh lebih kecil. IgM memiliki 10 rantai ringan dan 10 rantai berat sehingga berat molekulnya jauh lebih besar dibandingkan IgG (WHO, 2009). Perbedaan antara kedua molekul antibodi tersebut tampak pada gambar berikut.

Gambar 3.1 Struktur molekul IgG dan IgM (WHO, 2009).

ImunoglobulinGMerupakan jenis immunoglobulin terbanyak, membentuk sekitar

73% dari total immunoglobulin dalam tubuh. IgG memiliki berat molekul hanya sekitar 150.000 kilo Dalton (kD), dapat menembus plasenta dan sering dikaitkan dengan kejadian Hemolytic Disease of the New born (HDN). HDN dapat terjadi bila ibu memiliki antibodi yang dapat melewati plasenta dan antibodi tersebut mengaglutinasi sel darah merah janin yang mengandung antigen yang sesuai. IgG tidak menyebabkan aglutinasi sel darah merah yang tersuspensi pada medium salin (WHO, 2009).

ImunoglobulinMIgM membentuk sekitar 8% dari total immunoglobulin dalam

tubuh. Berat molekul sekitar 900.000 kD. IgM tidak mampu melewati plasenta sehingga tidak menimbulkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. Memiliki sifat mudah mengaglutinasi sel darah merah yang tersuspensi dalam medium salin. IgM dapat mengaktifkan komplemen selama terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga menyebabkan hemolisis sel darah merah (WHO, 2009).

Page 44: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

26

Tabel 3.1 Perbedaan antara IgG dan IgM (WHO, 2009).

Berdasarkan sistem ABO, ada 4 jenis golongan darah sesuai dengan jenis antigen dan antibodi yang dimiliki masing-masing golongan. Individu dengan golongan darah A memiliki antigen A pada sel darah merahnya dan antibodi B dalam plasmanya. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B dan antibodi A, sedangkan individu golongan darah AB mempunyai antigen A maupun antigen B dan tidak memiliki antibodi A maupun B dalam plasmanya. Individu dengan golongan darah O tidak memiliki antigen A maupun B tetapi mempunyai antibodi A dan B dalam plasmanya (McClelland, 2007).

3.3 JenisPemeriksaanGolonganDarahBerdasarkan jenis peralatan penunjang yang digunakan,

pemeriksaan golongan darah secara manual dapat dikerjakan dengan tiga metode, yaitu1. Slide test atau glass slide atau white porcelain tile2. Tube test3. Microwell plate atau microplate test.

Beberapa teknik lain yang sudah dikembangkan saat ini dan dapat dikerjakan secara otomatis, antara lain:1. Column technique (sephadex gel) 2. Solid phase tests (NIB, 2013).

Gambar 2.5 Contoh label penggunaan produk darah yang belum dilakukan

pemeriksaan crossmatch dalam situasi emergency (WHO, 2009).

Tabel 3.1 Perbedaan antara IgG dan IgM (WHO, 2009).

IgG IgM

Jumlah dalam tubuh 73% 8%

Berat molekul 150.000 kD 900.000 kD

Mengaglutinasi eritrosit dalam salin Tidak Ya

Mampu melewati plasenta Ya Tidak

Mengaktivasi komplemen Ya Ya

Reaksi optimal pada suhu 37 oC 4

oC

Jenis antibodi Imun Alamiah

PERINGATAN: “UNCROSS-MATCHED BLOOD”

No kantong darah :

Nama Pasien :

Tanggal lahir :

No Rekam Medik :

Nama Ruangan :

Golongan Darah :

Tanggal: Tanda tangan

SEGERA KEMBALIKAN KE BANK DARAH BILA TIDAK

DIGUNAKAN

Page 45: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

27

Berikut akan dibahas satu per satu mengenai teknik pemeriksaan golongan darah.

3.4 Pemeriksaan Golongan Darah dengan Slide Test atau Tile Method

1. Prinsip pemeriksaanPrinsip pemeriksaan adalah apabila sel darah merah mengandung

antigen yang sesuai dengan jenis antibodi yang ditambahkan pada reagen, maka akan terjadi aglutinasi atau hemolisis. Aglutinasi adalah penggumpalan sel darah merah yang disebabkan oleh ikatan antibodi dengan antigen pada sel darah merah sehingga menghasilkan ikatan yang menggandeng beberapa sel secara bersama-sama. Ada 2 tahapan untuk pembentukan aglutinasi, yaitu:

Tahap 1: Antibodi mengikat antigen sel darah merah segera setelah terjadi kontak antigen antibodi, ikatan tersebut belum menimbulkan aglutinasi. Hanya sebatas melapisi atau mensensitisasi sel.

Tahap 2: Pembentukan lattice yang menghasilkan gumpalan atau aglutinasi, merupakan kelanjutan dari tahap 1(WHO, 2009).

Hemolisis sel darah merah dapat disebabkan oleh antibodi jenis IgM dan hanya sedikit yang disebabkan oleh IgG. Setelah antigen berikatan dengan antibodi, jalur komplemen akan diaktivasi sehingga menyebabkan sel darah merah ruptur atau lisis. Lisis juga mengindikasikan adanya reaksi antara antigen dan antibodi seperti pada aglutinasi (WHO, 2009).

2. Jenis sampel Jenis sampel yang dipakai disesuaikan dengan rekomendasi

sampel yang tercantum pada insert kit reagen yang digunakan. Ada reagen yang merekomendasikan sampel whole blood atau suspensi sel (Cooling, 2014).

3. ReagenReagen yang digunakan mengandung anti-A, anti-B dan anti-AB

yang bersifat opsional (Cooling, 2014).

Page 46: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

28

4. Prosedur pemeriksaanSebelum melakukan pemeriksaan, baca secara detail prosedur

pemeriksaan yang tertera pada petunjuk penggunaan reagen. Berikut adalah salah satu contoh prosedur pemeriksaan golongan darah ABO menggunakan slide test.a. Teteskan 1 tetes anti-A pada objek gelas yang bersih dan kering,

label objek gelas.b. Teteskan 1 tetes anti-B pada objek gelas yang bersih dan kering,

terpisah dari objek gelas pertama kemudian label objek gelas.c. Teteskan 1 tetes anti-AB pada objek gelas ketiga, lakukan

pelabelan. Bila tidak menggunakan reagen anti-AB dapat digantikan dengan pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan meneteskan anti-D.

d. Prosedur 1, 2, 3 dapat dilakukan dalam satu objek gelas.e. Tambahkan pada masing-masing tetesan reagen 1 tetes sel darah

merah yang akan diperiksa.f. Lakukan pencampuran reagen dan sel darah merah menggunakan

batang pengaduk, sebarkan campuran tersebut pada area sekitar 20 mm x 40 mm.

g. Miringkan slide secara perlahan dari sisi ke sisi selama kurang lebih 2 menit. Jangan menempatkan slide di atas permukaan panas

h. Baca dan interpretasi hasil serta lakukan pencatatan hasil reaksi (Cooling, 2014).

Gambar 3. 2 Prosedur pemeriksaan golongan darah dengan metode slide test (Himedia, 2015).

Blood drop+

Anti A

Blood drop+

Anti B

Blood drop+

Anti RhD

Page 47: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

29

5. Interpretasi hasilHasil positif : bila terjadi aglutinasi kuatHasil negatif : bila tidak terjadi aglunitasi pada akhir menit

kedua

Gambar 3. 3 Contoh hasil pemeriksaan golongan darah dengan metode slide test (Himedia, 2015).

Tabel 3.2 Interpretasi hasil pemeriksaan golongan darah dengan metode slide test (Himedia, 2015).

Nomor slide Anti-A Anti-B Anti-D Golongan darahSlide 1 Positif Negatif Positif A Rhesus positifSlide 2 Negatif Positif Positif B Rhesus positifSlide 3 Positif Positif Positif AB Rhesus positifSlide 4 Negatif Negatif Positif O Rhesus positif

Sampel yang memberikan hasil reaksi aglutinasi lemah atau meragukan harus diulang dengan menggunakan tes tabung (tube test), bukan diulang dengan slide test. Beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan pada slide test antara lain:a. Semua reagen harus digunakan berdasarkan instruksi perusahaan

yang memproduksi reagen,b. Risiko penularan infeksi sangat besar sehingga keamanan dan

keselamatan dalam melakukan prosedur pemeriksaan benar-benar harus diperhatikan,

c. Slide test tidak cocok digunakan untuk deteksi antibodi ABO pada serum atau plasma (Cooling, 2014).

Page 48: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

30

6. Keuntungandankelemahanslide testPemeriksaan golongan darah dengan slide test memiliki beberapa

keuntungan yaitu sangat mudah dan cepat digunakan untuk menentukan golongan darah ABO dalam keadaan emergency, dapat digunakan sebagai penentu golongan darah awal apabila pemeriksaan dilakukan di lapangan atau di luar ruangan (NIB, 2013).

Pemeriksaan golongan darah dengan slide test tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin, karena tidak handal atau tidak terpercaya untuk kasus-kasus dengan antigen yang bereaksi lemah dan titer anti-A dan anti-B lemah pada serum. Beberapa kelemahan dari metode slide test antara lain:a. kurang sensitif dibandingkan metode tabung,b. campuran reaksi yang sudah mengering dapat menimbulkan

agregrat yang memberikan hasil positif palsu,c. sulit menginterpretasi hasil dengan reaksi lemah (NIB, 2013).

3.5 PemeriksaanGolonganDarahdenganTube Test1. Prinsip pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan adalah apabila sel darah merah mengandung antigen yang sesuai dengan jenis antibodi yang ditambahkan pada reagen maka akan terjadi aglutinasi.

2. Jenis sampel Umumnya, menggunakan sampel darah beku atau dengan

antikoagulan. Sel darah merah dapat disuspensi secara autologous dengan serum, plasma, salin atau membutuhkan pencucian terlebih dahulu kemudian diresuspensi dalam salin. Jenis sampel disesuaikan dengan rekomendasi insert kit reagen yang digunakan (Cooling, 2014).

3. ReagenReagen yang digunakan mengandung anti-A, anti-B dan anti-AB

yang bersifat opsional. Karena pemeriksaan juga dilakukan pada sampel serum, maka reagen tambahan pada tube test adalah suspensi sel A1, A2, B dan O 2-5% . Suspensi sel dapat dibuat sendiri di laboratorium atau menggunakan suspensi sel yang dijual secara komersial. Penggunaan sel A2 bersifat opsional (Cooling, 2014).

Page 49: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

31

4. Prosedur pemeriksaanLangkah-langkah pemeriksaan sel darah merah (cell grouping)

adalah sebagai berikut:a. teteskan 1 tetes anti-A pada tabung yang bersih dan kering, label

tabung,b. teteskan 1 tetes anti-B pada tabung yang bersih dan kering,

terpisah dari tabung pertama kemudian beri label,c. teteskan 1 tetes anti-AB pada tabung ketiga, lakukan pelabelan

(penggunaan anti-AB bersifat opsional tergantung rekomendasi reagen yang digunakan),

d. tambahkan pada masing-masing tabung 1 tetes suspensi sel darah merah 2-5%,

e. campur dengan baik kemudian lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit,

f. resuspensi dengan baik sel yang mengendap pada dasar tabung, lihat ada tidaknya aglutinasi,

g. baca dan interpretasi hasil serta lakukan pencatatan hasil reaksi pada semua tabung (Cooling, 2014). Prosedur pemeriksaan cell grouping atau forword grouping

dengan metode tube test diilustrasikan seperti gambar berikut.

Gambar 3.4 Prosedur pemeriksaan cell grouping atau forword grouping dengan metode tube test (Powell, 2016).

Page 50: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

32

Prosedur pemeriksaan serum atau plasma (serum grouping) dengan metode tube test adalah sebagai berikut:1. Tambahkan masing-masing 2 tetes serum atau plasma pada 3

tabung yang bersih dan kering kemudian berikan label A1, B, dan O,

2. tambahkan 1 tetes suspensi sel A1 2-5% ke dalam tabung yang berlabel A1,

3. tambahkan 1 tetes suspensi sel B 2-5% ke dalam tabung yang berlabel B,

4. tambahkan 1 tetes suspensi sel O 2-5% ke dalam tabung yang berlabel O,

5. jika dibutuhkan pemeriksaan dengan suspensi sel A2 2-5% maka tambahkan 1 tabung yang mengandung 2 tetes serum atau plasma dengan suspensi sel A2 2-5%,

6. campur dengan baik kemudian lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit,

7. resuspensi dengan baik sel yang mengendap pada dasar tabung, lihat ada tidaknya aglutinasi,

8. baca dan interpretasi hasil serta lakukan pencatatan (Cooling, 2014). Prosedur pemeriksaan serum grouping atau reverse grouping

dengan metode tube test diilustrasikan seperti gambar berikut.

Gambar 3.5 Prosedur pemeriksaan serum grouping atau reverse grouping dengan metode tube test (Powell, 2016).

Page 51: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

33

5. Interpretasi hasilHasil positif : bila terjadi aglutinasi kuat.Hasil negatif : bila tidak terjadi aglunitasi setelah diresuspensi.Apabila hasil pemeriksaan golongan darah dengan metode tube

test meragukan secara makroskopis, maka ambil satu tetes campuran pada tabung dan letakkan di atas objek gelas kemudian baca dibawah mikroskop. Reaksi aglutiasi yang sangat lemah dapat dideteksi secara mikroskopis (McCullough, 2012).

Ada pun cara membaca derajat aglutinasi pada pemeriksaan golongan darah dengan metode tube test tercantum pada gambar berikut.

Gambar 3.6 Derajat aglutinasi pada pemeriksaan golongan darah dengan metode tube test (NIB, 2013).

Derajat aglutinasi:4+ : terdapat satu gumpalan besar3+ : terdapat 2 atau 3 gumpalan2+ : sejumlah gumpalan kecil dengan supernatan yang jernih1+ : sejumlah gumpalan kecil dengan supernatan yang keruhw : suspensi sel granular, sebaiknya diamati secara mikroskopisNegatif : suspensi sel halus

Hemolisis: hemolisis parsial atau komplit, menunjukkan reaksi positif (NIB, 2013).

Page 52: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

34

Berikut adalah tabel interpretasi hasil pemeriksaan cell grouping dan serum grouping.

Tabel 3.3. Interpretasi hasil pemeriksaan golongan darah ABO pada sampel eritrosit dan serum (Cooling, 2014).

Cell grouping Serum grouping Interpretasi

Anti-A Anti-B Sel A1 Sel B Sel O ABO Group

0 0 + + 0 O

+ 0 0 + 0 A

0 + + 0 0 B

+ + 0 0 0 AB

0 0 + + + O Bombay

Adanya ketidaksesuaian (discrepancy) antara hasil pada cell grouping dan serum grouping harus diselesaikan sebelum melakukan pencatatan golongan darah pasien dan donor dengan tepat. Adanya mixed-field agglutination (sebagian sel beraglutinasi, sebagian tidak beraglutinasi) harus ditelusuri lebih lanjut kemungkinan penyebabnya. Penyebab yang paling sering adalah adanya riwayat transfusi dengan golongan darah yang berbeda.

Beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan pada tube test antara lain:a. Semua reagen harus digunakan berdasarkan intruksi perusahaan

yang memproduksi reagen,b. reaksi positif kuat ditandai oleh aglutinasi derajat 3+ sampai 4+

dengan penambahan reagen yang mengandung ABO antibodi. Reaksi pada serum grouping sering lebih lemah sehingga perlu dilakukan inkubasi 5-15 menit sebelum sentrifugasi sehingga reaksi lemah menjadi lebih kuat (Cooling, 2014).

Page 53: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

35

6. Keuntungan dan kelemahan pemeriksaan golongan darahdengantube t estBeberapa keuntungan pemeriksaan golongan darah dengan

metode tube test antara lain:a. proses inkubasi tidak menyebabkan pengeringan pada isi tabung

seperti pada slide test,b. sentrifugasi membantu mendeteksi reaksi antigen antibodi yang

lemah,c. pembacaan dan penentuan derajat aglutinasi lebih mudah,d. lebih bersih dan higienis dibandingkan metode slide,e. jumlah reagen yang dibutuhkan lebih sedikit,f. lebih sensitif dibandingkan metode slide (NIB, 2013).

Beberapa kelemahan pemeriksaan golongan darah dengan metode tube test adalah dibutuhkan tabung dalam jumlah yang banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama apabila jumlah test banyak, membutuhkan keterampilan dalam teknik pembacaan hasil, pengarsipan hasil pemeriksaan sulit dilakukan dan membutuhkan banyak tempat dan waktu.

3.6 PemeriksaanGolonganDarahABODenganMicroplate Test

Microplate memiliki 96 sumuran yang masing-masing dapat menampung 200-300 µL sampel atau reagen. Teknik microplate ini digunakan secara luas pada tempat-tempat dengan beban pemeriksaan yang banyak dan saat ini sudah tersedia prosedur pemeriksaan dengan autoanalyzer. Ada tiga jenis microplate yang tersedia yaitu:

1. V-type well 2. Flat-bottom3. U-type well

Gambar 3.7 V-type well, flat bottom dan U-type well (WHO, 2009).

Page 54: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

36

Jenis microplate yang banyak digunakan untuk pemeriksaan serologi golongan darah adalah U-type well karena hasil lebih mudah dibaca pada bagian bawah U-plate (NAB, 2013).

1. Prinsip pemeriksaanPrinsip pemeriksaan pada pemeriksaan golongan darah ABO

pada microplate test sama dengan pemeriksaan menggunakan tabung (tube test).

2. Jenis sampelUmumnya, menggunakan sampel darah beku atau dengan

antikoagulan. Sel darah merah dapat disuspensi secara autologous dengan serum, plasma, salin atau membutuhkan pencucian terlebih dahulu kemudian diresuspensi dalam salin. Jenis sampel disesuaikan dengan rekomendasi insert kit reagen yang digunakan (Cooling, 2014).

3. AlatdanreagenPada pemeriksaan dengan microplate dibutuhkan beberapa

tambahan peralatan seperti:a. microplate : umumnya dipakai microplate dengan 96 sumuran.b. dispenser (bersifat opsional): berguna untuk mendapatkan volume

sampel atau reagen yang sama dalam satu baris sumuran. Bila tidak tersedia dapat menggunakan multicanel micropipette atau dikerjakan secara manual dengan single micropipette.

c. microplate reader (opsional): fotometer automatis dapat digunakan untuk membaca hasil pada microplate berdasarkan derajat absorbance dalam U-shape bottom wells untuk membedakan hasil positif dan negatif. Microplate reader juga dilengkapi dengan komponen mikroprosesor untuk membaca dan menginterpreasi reaksi dan mencetak hasil pemeriksaan. Apabila microplate reader tidak tersedia, pembacaan dan interpretasi dapat dilakukan secara manual.

d. sentrifus : sentrifus yang digunakan khusus untuk melakukan sentrifugasi microplate.Informasispesifikyangperluditanyakan

Page 55: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

37

pada perusahaan sentrifus adalah untuk flexible U-shaped bottom microplate: 700 × g selama 5 detik, untuk rigid U-shaped bottom microplate: 400 × g selama 30 detik baik untuk pemeriksaan sel darah merah maupun serum atau plasma.

Gambar 3.8 U-shaped bottom microplate

4. Prosedur pemeriksaanAda pun prosedur pemeriksaan sel darah merah (cell grouping)

pada microplate test adalah sebagai berikut:a. Teteskan 1 tetes anti-A dan 1 tetes anti-B secara terpisah pada

sumuran U-bottom microplate yang bersih dan kering. Jika pemeriksaan dengan anti-D juga dilakukan, teteskan pada sumuran ketiga,

b. tambahkan 1 tetes suspensi sel 2-5% pada masing-masing microplate yang sudah mengandung anti-A, B, D,

c. lakukan pemeriksaan autokontrol pada sumuran keempat dengan menambahkan suspensi sel sampel 2-5% dengan serum atau plasma sampelnya sendiri,

d. campur secara perlahan dengan cara memiringkan bagian plate,e. sentrifugasi microplate dengan kecepatan 700 × g selama 5 detik

bila menggunakan flexible U-shaped bottom microplate dan 400 × g selama 30 detik bila menggunakan rigid U-shaped bottom microplate,

Page 56: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

38

f. resuspensi dengan baik sel yang mengendap pada dasar tabung secara manual atau menggunkan mechanical shaker, lihat ada tidaknya aglutinasi,

g. baca dan interpretasi hasil serta lakukan pencatatan (Cooling, 2014).

Prosedur pemeriksaan serum atau plasma (serum grouping) pada microplate test adalah sebagai berikut:a. Tambahkan 1 tetes serum atau plasma pada bagian bawah masing-

masing sumuran,b. tambahkan 1 tetes reagen suspensi sel A, sel B 2-5% pada sumuran

kelima dan keenam, c. sentrifugasi microplate dengan kecepatan 700 × g selama 5 detik

bila menggunakan flexible U-shaped bottom microplate dan 400 × g selama 30 detik bila menggunakan rigid U-shaped bottom microplate,

d. resuspensi dengan baik sel yang mengendap pada dasar tabung secara manual atau menggunkan mechanical shaker, lihat ada tidaknya aglutinasi,

e. baca dan interpretasi hasil kemudian lakukan pencatatan (Cooling, 2014).

5. Interpretasi hasilHasil positif : bila terjadi aglutinasi kuatHasil negatif : bila tidak terjadi aglunitasi Interpretasi golongan darah ABO sama seperti tabel 3.3Berikut adalah salah satu contoh gambar cara membaca pola

reaksi pada pemeriksaan golongan darah dengan microplate test.

Page 57: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

39

Gambar 3.9 Pola reaksi pada pemeriksaan golongan darah dengan microplate test (Diagast, 2016).

Dari gambar 3.9 terlihat pola reaksi pemeriksaan golongan darah dengan microplate test. Dari 96 sumuran pada microplate, dapat dilakukan pemeriksaan golongan darah baik cell grouping maupun serum grouping untuk 16 sampel secara bersamaan. Kolom 1 reaksi antara suspensi sel darah merah sampel dengan reagen anti-A, kolom 2 reaksi antara suspensi sel darah merah sampel dengan reagen anti-B, kolom 3 reaksi antara suspensi sel darah merah sampel dengan reagen anti-D, kolom 4 reaksi antara suspensi sel darah merah sampel dengan negative Rhesus control, kolom 5 reaksi antara serum/plasma sampel dengan reagen suspensi sel darah merah golongan A, dan kolom 6 reaksi antara serum/plasma sampel dengan reagen suspensi sel darah merah golongan B. Demikian juga untuk kolom 7 sampai 12 sama seperti kolom 1 sampai 6. Reaksi dikatakan positif apabila suspensi memusat pada bagian sentral sumuran dan reaksi dikatakan negatif apabila suspensi sel menyebar secara homogen pada seluruh sumuran (Diagast, 2016).

6. Keuntungandankelemahanmicroplate testBeberapa keuntungan dari pemeriksaan golongan darah dengan

metode microplate antara lain:a. Bersifat cost-effective karena volume sampel dan reagen yang

digunakan lebih sedikit,

Page 58: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

40

b. penanganan microplate lebih mudah dan mampu menggantikan 96 jumlah tabung biasa,

c. hasil pemeriksaan sampel dapat diarsip tanpa menghabiskan banyak waktu dan tempat,

d. pada jumlah test yang banyak, pengerjaan sampel dapat dilakukan bersamaan sehingga mengurangi waktu pemeriksaan,

e. teknik pemeriksaan golongan darah dapat dilakukan secara otomatis dengan data on line,

f. kesalahan pembacaan dan interpretasi hasil dapat dikurangi,g. menghemat waktu staf, h. identifikasi sampel danmicroplate dapat menggunakan sistem

barcode sehingga risiko sampel tertukar dapat dikurangi,i. penyimpanan data hasil pemeriksaan dapat terintegrasi dengan

sistem komputer.Kelemahan dari metode microplate test adalah tidak efektif dan

efisien digunakan pada laboratorium dengan jumlah test yang masih sedikit.

3.7 Pemeriksaan Golongan Darah dengan Column Technique (Sephadex Gel)

1. Prinsip pemeriksaanPrinsip dasar dari metode gel hampir sama dengan metode

tabung, serum dan suspensi sel direaksikan pada tabung kecil dengan ukuran panjang 15 mm dan lebar 4 mm. Masing-masing microtube mengandung 35 µL dextran acrylamide gel yang disiapkan dalam larutan buffer seperti Low Ionic Strength Solution (LISS) atau salin. Gel juga mengandung elemen yang lain seperti sodium azide, bovin serum albumin dan reagen spesifik seperti anti-IgG atau Red Blood Cell-specific antisera (ABOdanD).Jikagelmengandungreagenspesifik,reagen ditambahkan selama penyiapan oleh pabrik sebelum pengisian microtube. Reagen akan tersebar di sepanjang gel column. Gel column terdiri dari 75% gel pekat dan 25 % cairan. Enam buah microtube di tanam dalam plastic card untuk memudahkan penanganan, pemeriksaan, pembacaan dan pembuangan. Sejumlah volume serum atau plasma atau

Page 59: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

41

suspensi sel darah merah yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam microtube diikuti oleh proses inkubasi dan sentrifugasi (Rumsey and Ciesielski, 2000; Walker and Harmening, 2012 ).

Selama proses inkubasi, antigen pada permukaan sel darah merah akan berikatan dengan antibodi yang sesuai sehingga membentuk aglutinasi. Selama proses sentrifugasi, sel yang beraglutinasi kuat akan tertangkap pada bagian atas matrik gel sedangkan sel yang beraglutinasi lemah akan pindah ke bagian bawah matrik gel. Bila aglutinasi tidak terjadi maka semua sel akan mengendap ke bagian bawah matrik gel (McCullough, 2012; Sanguin Blood Supply, 2016).

Berikut akan dijelaskan salah satu teknik pemeriksaan golongan darah dengan column technique atau metode gel yang diambil dari salah satu reagen komersial yang beredar di pasaran. Untuk masing-masing reagen, prosedur pemeriksaan harus disesuaikan dengan panduan yang sudah ditetapkan oleh pabriknya.

2. Jenis sampelSampel untuk pemeriksaan sebaiknya menggunakan sampel

darah segar yang ditampung pada tabung dengan antikoagulan Ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) atau citrate. Untuk reverse grouping dapat menggunakan plasma atau serum (Mehdi,2013; Diamed, 2016).

3. AlatdanreagenJenis peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang pemeriksaan

antara lain:a. ID. Centrifuge b. ID. Working table ( ID card holder & tube holder )c. ID. Pipetor d. Tipse. ID. Dispenser ( ukuran 0.5 mL)Beberapa reagen dan sampel darah yang dibutuhkan untuk pemeriksaan antara lain:a. ID card : ID-DiaClon ABOD + reverse grouping cardb. larutanIDDiluent2(modifiedLISS)

Page 60: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

42

c. standar sel A 1% dan standar sel B 1% dalam Diluent 2. d. sel pasien suspensi 5% dalam Diluent 2e. serum atau plasma pasien atau donor (Mehdi, 2013; Diamed,

2016)

4. Prosedur pemeriksaanAda pun prosedur pemeriksaan golongan darah dengan metode

gel adalah sebagai berikut:a. Pisahkan sel darah merah dengan plasma atau serum yang akan

diperiksab. Biarkan larutan ID Diluent 2 ( modified LISS ) pada suhu kamarc. Buat suspensi sel daerah merah 5% dalam larutan LISS, yaitu : 1. 500 ul diluent 2 (modified LISS) + 50 ul whole blood (WB) 2. 500 ul diluent 2 (modified LISS) + 25 ul packed red cellsBuat suspensi sel darah merah 1% dalam larutan LISS, yaitu : 1. 500 ul diluent 2 (modified LISS) + 10 ul whole blood 2. 500 ul diluent 2 (modified LISS) + 5 ul packed red cellsd. Siapkan ID-DiaClon ABOD + reverse grouping carde. Beri label nama pasien pada ID card f. Buka penutup card ( alumunium foil )g. Teteskan 50 ul standar sel-A 1% ke dalam microtube nomor 5

(A1)h. Teteskan 50 ul sel-B 1% ke dalam microtube nomor 6 ( B ) i. Teteskan 10 ul sel pasien 5% ke dalam microtube nomor 4j. Teteskan 25 ul serum atau plasma ke dalam microtube nomor 4,

5, dan 6k. Diamkan pada suhu kamar selama 10 menit l. Teteskan 10 ul sel pasien suspensi 5% ke dalam microtube nomor

1, 2, dan 3 (A, B, D)m. Ketuk-ketuk microtube secara perlahan-lahan jika belum

tercampurn. sentrifugasi ID- card selama 10 menit dengan ID- centrifuge,o. baca dan catat hasilnya (Mehdi,2013; Diamed, 2016).

Page 61: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

43

5. Interpretasi hasilHasil pemeriksaan pada ID-cards juga dapat diinterpretasikan

seperti hasil pemeriksaan pada metode tabung. Microtube 1 dan 2 sebagai forword grouping, microtube 3 untuk pemeriksaan Rhesus, microtube 4 sebagai negative Rhesus control dan microtube 5,6 sebagai reverse grouping. Kontrol negatif harus menunjukkan hasil negatif, jika menunjukkan aglutinasi maka pemeriksaan disimpulkan invalid dan seluruh prosedur harus diulang (Mehdi, 2013).

Derajat aglutinasi dapat ditentukan dengan mengamati reaksi yang terjadi pada microtube. Hasil dinyatakan negatif bila seluruh suspensi sel darah merah mengendap pada dasar tabung. Hasil 1+ bila sebagian besar suspensi sel darah merah mengendap pada dasar microtube namun ada sebagian kecil yang naik dari dasar tabung. Hasil 2+ bila suspensi sel darah merah naik dari dasar microtube dan mengisi hampir seluruh panjang microtube. Hasil 3+ bila sebagian besar suspensi sel darah merah ada pada permukaan microtube dan hanya sebagian kecil disepanjang microtube. Hasil 4+ bila seluruh suspensi sel darah merah ada di permukaan microtube (Saluju and Singal, 2014). Derajat reaksi dapat diilustrasikan pada gambar berikut.

Gambar 3.10 Derajat aglutinasi hasil pemeriksaan golongan darah dengan column technique (Saluju and Singal, 2014)

Page 62: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

44

Gambar 3.11 Contoh hasil pemeriksaan golongan darah ABO/D dan reverse grouping dengan column technique (Saluju and Singal, 2014)

Pada gambar di atas hasil pemeriksaan forword grouping dengan anti-A 4+, anti-B 4+, anti-D 4+, negative Rhesus control negatif dan hasil pemeriksaan reverse grouping baik pada sel A1 dan sel B keduanya negatif. Dari hasil pemeriksaan golongan darah tersebut disimpulkan golongan darah AB Rhesus positif.

6. Keuntungandankelemahancolumn techniqueSalah satu keuntungan utama dari column technique adalah

microtube digabung dalam satu kartu sehingga menyederhanakan fasilitas dan pelabelan. Beberapa keuntungan yang lain di antaranya:a. Dapat mengurangi kesalahan dan meningkatkan keamanan.

Untuk pemeriksaan antigen golongan darah, tidak perlu dilakukan penambahan reagen. Reagen sudah ada di dalam microtube dan sudah diberikan label untuk masing-masing jenis reagen,

b. hasil pemeriksaan dapat diarsip dalam bentuk soft copy, baik dengan cara difoto, foto kopi maupun dengan cara discan,

Page 63: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

45

c. secara teknis tempat pemeriksaan lebih bersih, tersedia rak khusus untuk menempatkan sample tube dan typing card,

d. jika dibutuhkan pemeriksaan ulang, hasil pemeriksaan sebelumnya dapat disimpan dan stabil dalam beberapa jam bahkan beberapa hari jika card ditutup dan disimpan pada suhu refrigerator,

e. tidak perlu dilakukan pencucian sel dan hasil dapat langsung dibaca setelah sentrifugasi,

f. jumlah sampel yang dibutuhkan lebih sedikit,g. beberapa microtyping card sudah terintegrasi sekaligus dapat

digunakan pemeriksaan kontrol dan reverse goupingh. pemeriksaan dapat dilakukan dengan autoanalyzer (Makroo,

2009).Salah satu kelemahan dari pemeriksaan golongan darah dengan

column technique adalah membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan metode slide maupun tube test. Untuk sampel darah dengan rouleaux dan bekuan yang inkomplit dapat memberikan hasil positif palsu (Saluju and Singal, 2014).

3.8 Pemeriksaan Golongan Darah ABO dengan Solid Phase TestsSolid phase immunoassay diperkenalkan pertama kali oleh

Rosenfield dan Coworkers pada 1978 untukmelakukan pemeriksaanRed Blood Cell (RBC) typing dan skrining antibodi. Salah satu bagian test yang akan direaksikan (antigen atau antibodi) diikatkan pada fase padat (umumnya menggunakan microtiter well) sebelum test dimulai. Dalam waktu singkat diikuti oleh para ilmuwan lainnya dan berhasil mengembangkan teknologi Solid-Phase Test. Pada 1984 Plapp dan Coworkers melaporkan penggunaan Solid-Phase Red Cell Adherence (SPRCA) untuk mendeteksi antigen antibodi sel darah merah. Teknologi Solid-Phase Test yang lain adalah Solid-Phase Protein A, dan Solid-Phase Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (Walker and Harmening, 2012; Blaney and Howard, 2013).

Beberapa tahun terakhir pemeriksaan solid phase immunoassay telah digunakan secara luas di laboratorium kimia dan imunologi.

Page 64: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

46

Khusus di Bank Darah, saat ini generasi pertama dan kedua SPRCA telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodi,direct antiglobulin test, weak D test dan IgG crossmatch (Walker and Harmening, 2012; Blaney and Howard, 2013).

3.9 Faktor-faktoryangMempengaruhiReaksiAntigenAntibodipadaPemeriksaanGolonganDarahAglutinasi sel darah merah dapat berlangsung melalui dua tahapan.

Tahap pertama antibodi berikatan dengan permukaan sel darah merah, tahap kedua antibodi berinteraksi dengan sel darah merah sehingga sel-sel saling berdekatan dan terjadilah aglutinasi. Tahap pertama aglutinasi dipengaruhiolehsuhu,pHmedium,konstantaafinitasantibodi,waktuatau lama inkubasi, kekuatan ion pada medium, dan rasio antigen antibodi. Tahap kedua aglutinasi dipengaruhi oleh jarak antar sel, muatan molekul dalam suspensi, deformitas membran, molekul permukaan membran dan struktur molekul (McCullough, 2012).

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi antigen dan antibodi pada pemeriksaan golongan darah.

1. Muatan ion sel darah merah Dalamkondisifisiologis,seldarahmerahtidakpernahberikatan

satu sama lain atau menggumpal secara spontan, baik selama berada di dalam tubuh (in vivo) maupun selama di dalam tabung (in vitro) karena masing-masing membran memiliki muatan negatif. Muatan negatif dihasilkan oleh kelompok neuraminic acid yang terdapat pada permukaan membran sel darah merah (WHO, 2009).

Bila sel darah merah disuspensikan dalam larutan elektrolit, maka ion positif akan ditarik oleh muatan negatif pada sel darah merah, sehingga sel darah merah tersebut akan dikelilingi oleh 2 lapisan yang diffuse (Zeta Potensial). Bila ada antibodi yang menempel pada sel darah merah, maka sel darah merah akan mengurangi muatan negatif pada permukaannya, sehingga memungkinkan sel tersebut saling mendekat satu sama lainnya. Karena antibodi tersebut bivalent, maka mereka

Page 65: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

47

akan membentuk jembatan antara sel yang satu dengan sel yang lainnya (Depkes RI, 2008).

2. TemperaturAntibodi yang berbeda mempunyai kemampuan bereaksi secara

optimal pada suhu yang berbeda juga. Sebagai contoh antibodi golongan darah ABO bereaksi optimal pada suhu 4 oC sedangkan antibodi Rhesus bereaksi optimal pada suhu 37 oC (WHO, 2009).

3. pHSebagian besar antibodi golongan darah dapat bereaksi secara

optimal pada pH 6,5 sampai 7,5. Reaksi akan dihambat apabila pH terlalu asam atau terlalu alkalis (WHO, 2009).

4. Usia serum dan eritrosit sampelReaksi yang paling baik umumnya didapatkan jika menggunakan

sampel serum dan eritrosit segar. Untuk alasan tersebut disarankan selalu menggunakan sel darah merah segar atau menyimpan serum pada suhu -20 oC atau suhu lebih rendah apabila tidak segera digunakan (WHO, 2009).

5. RasioantigendanantibodiRasio antigen dan antibodi sangat penting dalam menentukan

kuat lemahnya reaksi. Semakin banyak antibodi yang berikatan dengan antigen yang ada pada permukaan eritrosit maka reaksi yang terjadi akan semakin kuat. Penting untuk memastikan keakuratan suspensi sel darah merah yang disiapkan karena suspensi sel yang terlalu pekat akan sedikit mengikat antibodi sehingga reaksi yang muncul lebih lemah. Suspensi sel yang dianggap mampu memberikan reaksi optimal pada tes aglutinasi adalah suspensi sel 2-5% (WHO, 2009).

6. Kekuatan ionikKecepatan terjadinya reaksi antigen-antibodi dapat ditingkatkan

jika kekuatan ionik pada medium untuk mensuspensikan sel darah

Page 66: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

48

merah menurun. Penggunaan Low Ionic Strength Solution (LISS) dapat mengurangi periode inkubasi pada anti-human globulin test selama 15 menit (WHO, 2009).

3.10 PermasalahanpadaPemeriksaanGolonganDarahSalah satu permasalahan pada pemeriksaan golongan darah

yang cukup sering dijumpai adalah terjadinya discrepancy golongan darah. Discrepancy golongan darah adalah terjadinya ketidaksesuaian atau ketidakcocokan hasil pada pemeriksaan cell grouping dengan serum grouping. Dengan kata lain, cells grouping tidak setuju dengan serum grouping. Discrepancy wajib dikenali dan diselesaikan sebelum pemeriksaan crossmatch dilakukan. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah discrepancy adalah mengidentifikasisumberdiscrepancy. Apakah bersumber dari kesalahan teknis atau discrepancy yang disebabkan oleh sampel itu sendiri (Blaney and Howard, 2013).

Sebelum memastikan bahwa discrepancy ABO terjadi, beberapa informasi tentang pasien harus ditelusuri, informasi tersebut antara lain:1. Umur pasien,2. diagnosis penyakit,3. riwayat pemberian transfusi,4. obat-obatan yang dikonsumsi pasien,5. status imum pasien,6. riwayat kehamilan (Mehdi, 2013).

Secara garis besar, penyebab discrepancy terbagi menjadi dua yaitu kesalahan teknis dan permasalahan pada sampel baik sampel eritrosit maupun serum atau plasma. Sumber discrepancy dari kesalahan teknis antara lain:1. Kesalahanidentifikasidandokumentasi,dapatberasaldari: a. salah melabel sampel dan jenis tabung yang digunakan, b. pencatatan yang salah, c. interpretasi hasil yang tidak tepat.2. Kesalahan pada reagen dan peralatan, seperti:

Page 67: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

49

a. quality control reagen tidak dilakukan dengan baik, b. reagen terkontaminasi dan hemolisis, c. waktu sentrifugasi tidak tepat atau peralatan tidak dikalibrasi

dengan teratur.3. kesalahan pada Standard Operating Procedure (SOP), seperti: a. prosedur tidak sesuai dengan instruksi dari pabrik reagen, b. penambahan reagen atau sampel yang tidak tepat, c. konsentrasi suspensi sel darah merah tidak tepat, d. endapan sel pada bagian bawah tersuspensi secara komplit

sebelum derajat aglutinasi ditentukan (Blaney and Howard, 2013).

Sumber discrepancy dari permasalahan pada sampel antara lain:1. permasalahan pada sampel eritrosit a. Ada antigen ekstra (extra antigens), dapat disebabkan oleh

beberapa faktor berikut: grup A dengan antigen B dapatan, B(A) phenotype, polyagglutination, rouleaux, hematopoetic progenitor cell.

b. Antigen lemah atau hilang (missing or weak antigens), bisa disebabkan oleh ABO subgroup, penyebab patologis, dan kasus-kasus transplantasi.

2. permasalahan pada sampel serum atau plasma a. Ada antibodi ekstra (extra antibodies), misalnya pada

kasus A subgroups dengan anti-A1, cold alloantibodies, cold autoantibodies, intravenous immunoglobulin.

b. Antibodi lemah atau hilang (missing or weak antibodies), dijumpai pada newborn, usia tua (eldery), kondisi patologis, terapi immunosupresif untuk transplatasi

3. mixed-field reaction, dapat disebabkan oleh kondisi berikut: a. transfusi golongan darah O pada pasien dengan golongan

darah A, B, AB b. hematopoetic progenitor stem cell transplants c. A3 phenotype (Blaney and Howard, 2013).

Page 68: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

50

3.11 PenanganannyaDiscrepancyGolonganDarahABOSebelum melangkah lebih jauh untuk menyelesaikan perbedaan

hasil antara cell grouping dan serum grouping, sebaiknya terlebih dahulu singkirkan penyebab discrepancy yang umum terutama yang bersumber dari kesalahan teknis. Langkah-langkah yang bisa membantu untuk mengatasi discrepancy antara lain:a. jika kemungkinan penyebabnya adalah kesalahan pengambilan

sampel atau identifikasi pasien, minta sampel baru, lakukanpemeriksaan ulang. Bila discrepancy tidak dijumpai lagi, hasil pemeriksaan golongan darah dapat dilaporkan,

b. jika discrepancy tetap ditemukan, lakukan pencucian sel dengan salin 3-4 kali dan lakukan pemeriksaan ulang. Bila discrepancy tidak dijumpai lagi, hasil pemeriksaan golongan darah dapat dilaporkan,

c. jika discrepancy tetap ditemukan, lakukan penelusuran terhadap informasi pasien meliputi: umur, diagnosis, pemberian obat-obatan, riwayat transfusi dan riwayat kehamilan,

d. evaluasi hasil pemeriksaan yang didapat kemudian bedakan apakah discrepancy terjadi pada cell grouping atau serum grouping atau cell grouping dan serum grouping dengan melihat dejarat reaktivitasnya (Harmening et al, 2012; Mehdi, 2013).

Berikut adalah salah satu contoh algoritme penanganan kasus discrepancy golongan darah.

Page 69: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

51

ABO Discrepacy (Cell grouping dan serum grouping tidak sesuai)

Jika kemungkinan ada kesalahan sampel dan

identifikasi pasien

Minta sampel baru

Lakukan pemeriksaan ulang

Cuci sel darah merah pasien dengan salin dan ulangi pemeriksaan

Jika discrepancy tidak ada

Hasil pemeriksaan golongan darah ABO

dapat dilaporkan

Discrepancy tetap ada Jika discrepancy tidak ada

Hasil pemeriksaan golongan darah ABO dapat dilaporkan

Lakukan penelusuran informasi pasien (umur, diagnosis, pemberian obat-obatan, riwayat transfusi dan riwayat kehamilan)

Bedakan apakah discrepancy terjadi pada serum grouping atau cell grouping atau

keduanya dengan melihat derajat reaktifitasnya

Misal: Masalah ada di serum pasien (reaksi lemah pada serum grouping)

Misal: Masalah ada di eritrosit pasien (reaksi lemah pada cell grouping)

Misal: Masalah ada baik di serum maupun di eritrosit pasien (reaksi

lemah pada cell dan serum grouping)

Anti-A 4+, anti-B 4+, sel A1 2+, sel B 2+

Anti-A 2+ mf, anti-B 0, sel A1 0, sel B 4+

Anti-A 1+, anti-B 1+, sel A1 1+, sel B 2+

Kemungkinan golongan darah AB dengan kemungkinan penyebab discrepancy cold reacting antibody (misal: anti-M, anti-P1), cold reacting autoantibody (misal: anti-I, anti-H, anti-IH), passively acquired antibody (plasma exchange, mismatched platelet), adanya Rouleaux.

Kemungkinan golongan darah A dengan kemungkinan penyebab discrepancy transfusi dengan golongan darah yang berbeda (misal: transfusi golongan O pada pasien golongan A), transplatasi sumsum tulang atau stem cell, perdarahan feto-maternal, adanya subgroup A3.

Kemungkinan golongan darah O dengan kemungkinan penyebab discrepancy cold autoantibody, cold autoantibody dan alloantibody, transplatasi sumsum tulang atau stem cell, passively acquired antibody.

Resolusi: 1. Antibodi skrining 2. pemeriksaan autokontrol 3. salin replacement pada

rouleaux formation.

Resolusi: 1. Direct antiglobulin test 2. pemeriksaan autokontrol

Resolusi: 1. Cuci eritrosit pasien dengan salin

hangat dan periksa ulang 2. Direct antiglobulin test dan

pemeriksaan autokontrol 3. Antibodi skrining

Gambar 3.12 Algoritme penanganan kasus discrepancy golongan darah (Harmening et al, 2012).

Page 70: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

52

Pasien Anti-A Anti-B Sel A1 Sel

B

Sel

O

Auto

kontrol

Kemungkinan penyebab Resolusi

1 0 0 0 0 0 0 Golongan darah O

a. pada bayi baru lahir atau orang

tua, b. pasien dengan

hypogamaglobulinemia atau

agammaglobulinemia

c. konsumsi obat

immunosupresan

a. Cek umur dan diagnosis pasien serta

kadar immunoglobulin jika

memungkinkan b. inkubasi serum pasien dengan reagen

sel darah merah pada suhu ruang

selama 30 menit,

c. jika tidak dijumpai adanya reaksi,

inkubasi campuran tersebut masing-

masing pada dua kondisi yaitu suhu 4 oC dan suhu 37 oC selama 15 menit

d. autokontrol dan reaksi serum pasien

dengan suspensi sel O harus selalu disertakan saat pemeriksaan

2 4+ 0 1+ 4+ 0 0 Subgrup A, kemungkinan golongan

darah A2

a. Reaksikan sel pasien dengan anti-A1

lectin

b. Periksa ulang serum grouping

dengan tambahan suspensi sel A1,

A2 dan sel O c. Pemeriksaan autokontrol tetap

dilakukan

3 4+ 4+ 2+ 2+ 2+ 2+ a. Rouleaux (pasien multipel

myeloma, pasien dengan rasio albumin dan globulin terbalik

atau pasien dengan pemberian plasma expanders)

b. Cold autoantibody

(kemungkinan golongan darah AB dengan auto anti-I)

a. Cuci eritrosit pasien dengan salin

atau lakukan teknik salin

replacement

b. Lakukan inkubasi pada suhu 37 oC.

4 4+ 4+ 1+ 0 0 0 Subgrup AB (kemungkinan

golongan darah A2B dengan anti-

A1

Gunakan anti-A lectin, lakukan serum

grouping ulang dengan penambahan sel

A1, A2 dan O

5 4+ 0 0 4+ 3+ 0 Golongan darah A1 dengan

kemungkinan adanya anti-H

Konfirmasi golongan darah A1 dengan

anti-A1 lectin, tambahkan pemeriksaan

dengan suspensi sel A2, O, A1 dan Oh

jika tersedia

6 0 0 4+ 4+ 4+ 0 Oh Bombay Periksa dengan anti-H lectin, tambahkan

pemeriksaan dengan suspensi sel Oh jika tersedia, rujuk ke laboratorium rujukan

untuk konfirmasi

7 0 0 2+ 4+ 0 0 Subgrup A, kemungkinan Ax dengan anti-A1

Lakukan saliva studies atau absorption/elution

8 4+ 2+ 0 4+ 0 0 Golongan darah A dengan acquired

B antigen

a. Telusuri riwayat pasien apakah ada

masalah di saluran cerna bagian

bawah atau mengalami septikemia b. Lakukan pengasamkan reagen anti-

B sehingga pH mencapai 6,0 dengan

menambahkan 1-2 tetes larutan HCL

ke dalam 1 mL anti-B. serum yang

diasamkan akan beraglutinasi hanya dengan “true B antigen” dan tidak

beraglutinasi dengan “acquired B

antigen”

9 4+ 4+ 2+ 0 2+ 0 Golongan darah AB dengan

alloantibody

Lakukan pemeriksaan skrining dan

identifikasi antibodi

Lakukan pemeriksaan serum grouping

pada suhu 37 oC.

10 0 4+ 4+ 1+ 1+ 1+ Golongan darah B dengan cold

autoantibody

Lakukan prewarmed testing atau

enzyme-treat red blood cells dan

autoabsorption

Tabel 3.4 Contoh ABO discrepancy antara cell grouping dan serum grouping (Harmening et al, 2012; Mehdi, 2013).

Page 71: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

53

Untuk membedakan bentukan rouleaux dan aglutinasi dapat dilakukan dengan pencucian sel dengan salin atau melakukan salin replacement technic. Pada aglutiasi penambahan salin tidak menyebabkan sel terpisah sedangkan pada rouleaux formation sel akan terpisah. Pada kasus Whartons’s jelly yang juga menyebabkan pembentukan rouleaux, sel harus dicuci minimal 8 kali (Harmening et al, 2012; Mehdi, 2013). Berikut adalah gambar sel darah merah untuk membedakan rouleaux formation dan agglutination.

Gambar 3.13 Rouleaux dan aglutination (Harmening et al, 2012).

3.12 ContohKasusTerkaitPemeriksaanGolonganDarahABO

Kasus 1.Seorang wanita 60 tahun, didapatkan hasil pemeriksaan golongan

darah AB Rhesus positif. Pemeriksaan dikerjakan dengan metode slide test hanya cell grouping. Pemeriksaan kemudian dirujuk ke Unit Transfusi Darah (UTD) terdekat lengkap dengan permintaan darah Pack Red Cells (PRC) 2 kantong. Hasil pemeriksaan golongan darah sebagai berikut:

Tabel 3.5. Pemeriksaan golongan darah dengan slide test

Anti-A Anti-B Anti-D Bovin Albumin3+ 4+ 4+ +4

Page 72: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

54

Tabel 3.6 Pemeriksaan golongan darah ulang dengan tube test

Tabel 3.7 Pemeriksaan golongan darah ulang setelah pencucian sel dan dikerjakan dengan metode tabung, inkubasi 37 o C.

Kesimpulan : Penderita golongan darah O Rh positif

Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memecahkan kasus di atas antara lain:1. telusuri diagnosis dan riwayat golongan darah pasien,2. lakukan inkubasi pada suhu 37 oC dan pencucian eritrosit dengan

larutan salin. Hasil pemeriksaan golongan darah menunjukan adanya

discrepancy antara cells grouping dan serum grouping. Aglutinasi yang positif pada cells grouping, serum grouping, bovin albumin maupun autokontrol kemungkinan disebabkan karena proses aglutinasi sudah berlangsung sebelum sampel dianalisis akibat adanya autoantibodi yang menyelimuti eritrosit pasien ataupun yang beredar dalam serum. Munculnya aglutinasi pada semua metode pemeriksaan golongan darah kemungkinan disebabkan adanya extra antibody. Jika extra antibody tersebut bersifat cold, untuk melepaskan aglutinasi tersebut bisa dilakukan inkubasi pada 37 oC dan pencucian eritrosit dengan larutan salin. Pada pencucian sampel dengan salin dan prewarming technique (inkubasi 37o C) kemungkinan terjadi migrasi reaktivitas autoantibodi sehingga golongan darah menjadi jelas (Shaz and Hillyer, 2009).

Anti-A Anti-B Suspensi sel A

Suspensisel B Suspensi sel O Anti-D Bovin

Albumin Autokontrol

3+ 4+ 3+ 3+ 3+ 4+ 4+ 4+

Anti-A Anti-B Suspensi sel A

Suspensisel B

Suspensi sel O Anti-D Bovin

Albumin Autokontrol

Negatif Negatif 3+ 3+ Negatif 4+ Negatif 4+

Page 73: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

55

Kasus 2. Laki-laki 70 tahun dengan perut membesar, pucat, berak hitam

sejak 1 minggu dan sudah dirawat dengan hepatitis B sejak 3 tahun yang lalu. Dari hasil pemeriksaan golongan darah didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 3.8 Hasil pemeriksaan golongan darah dengan slide test

Anti-A Anti-B Anti-D Bovin AlbuminNegatif 4+ 4+ Negatif

Tabel 3.9 Hasil pemeriksaan golongan darah ulang pada sampel yang sama dengan tube test

Setelah dikirim sampel baru dan dilakukan pemeriksaan golongan darah ulang didapatkan hasil yang sama seperti di atas.

Hasil pemeriksaan golongan darah menunjukkan hasil cell (forward) grouping tidak sesuai atau tidak setuju dengan hasil serum (reverse) grouping. Pada cell grouping, aglutinasi 4+ dengan anti-B dan aglutinasi negatif dengan anti-A. Jika hanya berdasarkan cell grouping, maka golongan darah dapat disimpulkan golongan darah B. Pada serum grouping, aglutinasi 2+ dengan suspensi sel A, 1+ dengan suspensi sel B dan 1+ dengan suspensi sel O. Hasil pemeriksaan serum grouping sulit disimpulkan. Aglutinasi pada masing-masing suspensi sel bersifat lemah (tidak mencapai 3+ atau 4+). Jika dianggap golongan O karena aglutinasi positif pada sel A dan sel B maka tidak sesuai dengan hasil reaksi pada sel O dan cell grouping. Golongan darah yang mungkin pada pasien ini adalah golongan darah B Rh positif. Munculnya aglutinasi pada sel B dan sel O kemungkinan disebabkan adanya extra antibody yang perlu ditelusuri lebih lanjut dengan pemeriksaan skrining dan identifikasiantibodi(Nesterand Aubuchon, 2011).

Anti-A Anti-BS u s p e n s i sel A

Suspensi sel B

S u s p e n s i sel O

Anti-DBovinAlbumin

Autokontrol

Negatif 4+ +2 1+ 1+ 4+ Negatif Negatif

Page 74: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

56

Kasus 3. Hasil pemeriksaan golongan darah pasien didapatkan data sebagai

berikut:

Tabel 3.10 Hasil pemeriksaan golongan darah dengan slide test

Anti-A Anti-B Anti-D Bovin AlbuminNegatif Negatif 3+ Negatif

Tabel 3.11 Hasil pemeriksaan golongan darah ulang pada sampel yang sama dengan tube test

Dari hasil pemeriksaan golongan darah kesan cells grouping adalah golongan darah O dan kesan serum grouping adalah golongan darah AB. Pada kasus di atas sangat penting untuk menelusuri data pasien meliputi umur, diagnosis, dan kadar imunoglobulin jika memungkinkan. Umur pasien merupakan faktor yang paling penting karena konsentrasi antibodi ABO rendah pada bayi yang baru lahir dan penderita usia lanjut. Data diagnosis pasien juga penting karena penurunan konsentrasi antibodi ABO juga dapat disebabkan oleh beberapa kondisi patologis seperti pada kasus Chronic lymphocytic leukemia, Congenital hypergammaglobulinemia atau Acquired hypogammaglobulinemia, Congenital agammaglobulinemia atau aquired agammaglobulinemia, Immunosupressive therapy, Bone marrow transplant dan Multiple myeloma (Blaney and Howard, 2013).

Ada pun penanganan lanjutan yang bisa dilakukan untuk menentukan golongan darah pasien adalah melakukan inkubasi serum grouping pada suhu ruang selama 15-30 menit. Selanjutnya lakukan sentrifugasi dan baca apakah ada aglutinasi atau tidak (Blaney and Howard, 2013).

Anti-A Anti-BSuspensi sel A

Suspensi sel B

Suspensi sel O

Anti-DBovinAlbumin

Autokontrol

Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 3+ Negatif Negatif

Page 75: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

57

DAFTAR PUSTAKA

Blaney, K.D., Howard, P.R. 2013. Compatibility Testing. Basic&Applied Concepts of Blood Banking and Transfusion Practices. Third Edition. United States: Elsevier Mosby. pp.188-201.

Cooling, L. 2014. ABO, H, and Lewis blood groups and structurally related antigens. In: Fung, M., Grossman, B.J., Hillyer, C.D., Westhoff, C.M., eds. Technical manual. 18th edition. Bethesda, MD: AABB :291-315.

Depkes RI.2008. Serologi Golongan Darah. Modul 2 Pelatihan Crash Program Petugas Teknis Transfusi Darah Bagi Petugas UTDRS. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. hal 73-120.

Diagast. 2016. User instruction ABO Rh 1 reagent.Diamed. 2016. User instruction ABO/D + Reverse grouping reagent. Himedia. 2015. HiPer® Blood Grouping Teaching Kit. India. Himedia

Laboratories.p.3-6.Harmening, D. M., Forneris, G., Tubby, B. J. 2012. The ABO Blood

Group System. Blood Groups and Serologic Testing. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia: F.A Davis company. p.119-148.

McClelland, D.B.L. 2012. Blood products and transfusion procedures. Handbook of Transfusion Medicine. London: TSO (The Stationery Office).pp.5-22.

McCullough, J. 2012. Laboratory Detection of Blood Groups and Provision of Red Cells. Transfusion Medicine Third Edition. UK: Wiley-Blackwell. p. 207-233.

Makroo, R.N. 2009. ABO Blood group System. Practice of Safe Blood Transfusion Compendium of Transfusion Medicine. New Delhi: Kongposh. p. 39-64.

Mehdi, S.R. 2013. ABO blood group system. Essentials of Blood Banking A Handbook for Students of Blood Banking and Clinical Residents. Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 6-18.

Page 76: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

58

Nester, T., Aubuchon, J.P. 2011. Hemotherapy Decisions and Their Outcomes. Technical Manual 17th AABB. Bank United State: American Association of Blood. p. 571-604.

NIB. 2013. Guidance Manual on “ABO and Rh Blood Grouping”. National Institute of Biologicals. Ministry of Health & Family Welfare Government of India. p. 9-31.

Ortho Clinical Diagnostic, 2016. User instruction The ID-Micro Typing SystemTM reagent.

Powell, V. I. 2016. Blood Group Antigen and Antibodies. NYU Langone Medical Center.

Rumsey, D. H., Ciesielski, D. J. 2000. New Protocols in Serology Testing: A Review of Techniques To Mee Today,s Challenges. Immunohematology. Journal of Blood Group Serology and Education, 16(4): 1-9.

Shaz, B.H, Hillyer, C.D. 2009. Autoimmune Hemolytic Anemias. Transfusion Medicine and Hemostasis Clinical and Laboratory Aspect. USA: Elsevier. p.251-258.

Sanguin Blood Supply. 2016. User Instruction Blood group serology products.

Saluju, G. P., Singal, G. L. 2014. Alternative Technologiesin Blood Banking. Standard Operating Procedures and Regulatory Guidelines Blood Banking.New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 104-110.

Voak, D., Napier, J.A.P., Boulton, F.E., Cann, R., Finney, R.D., Fraser, I.D., Wagstaff, W., Water, A.H., Wood, J.K., Doughty, R.W., Brazier, D., Cant, B., Hedley, G., Knight, R., Milkins, C., Poole, G.D., Ross, D.W., Sangster, J., Scott, M. 1990. Guidelines for microplate technique in liquid-phase blood grouping and antibody screening. A Joint Publication of The British Society For Haematology and The British Blood Transfusion Society. Journal of Clinical Laboratory Haematology, 12: 437-460.

Walker, P. S., Harmening, D. M. 2012. Other Technologies and Automation. Blood Groups and Serologic Testing. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia: F.A

Page 77: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

59

Davis company. p. 273-285.WHO. 2002. Blood Transfusion Safety. The Clinical Use of Blood.

Genewa: WHO. p 1-121.WHO, 2009. Basic Blood Group Immunology. Safe Blood and Blood

Product. Genewa: WHO. p. 16-24.WHO, 2009. The ABO Blood Group System. Safe Blood and Blood

Product. Genewa: WHO. p. 25-34.

Page 78: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

60

BAB IVPEMERIKSAAN GOLONGAN

DARAH RHESUS

4.1 GolonganDarahRhesusGolongan darah Rhesus merupakan sistem golongan darah

terpenting kedua dalam pelayanan transfusi. Antigen Rhesus bersifat sangat imunogenik. Antibodi Rhesus baru terbentuk bila ada paparan antigen Rhesus. Istilah Rhesus positif dan Rhesus negatif rutin digunakan di masyarakat dan para ahli, ketika menyebutkan jenis golongan darah. Misalnya A-positif atau A-negatif. Rhesus positif mengindikasikan adanya salah satu antigen Rhesus pada sel darah merah, umumnya antigen D. Rhesus negatif mengindikasikan tidak adanya antigen D pada sel darah merah seseorang (Johnson and Wiler, 2012).

Sistem golongan darah Rhesus termasuk sistem golongan darah yang kompleks. Beberapa aspek genetik dan nomenklatur belum diketahui dengan baik. Antibodi yang bereaksi terhadap antigen D pertama kali ditemukan oleh Levin dan Stetson pada tahun 1939. Saat itu ditemukan adanya reaksi transfusi pada pasien golongan darah O dengan riwayat persalinan sebelumnya (Mehdi, 2013).

Pada 1940 Lansteiner dan Wiener menemukan adanya peningkatan antibodi dalam serum kelinci yang diimunisasi dengan eritrosit monyet Rhesus. Antibodi yang sama dijumpai mengalutinasi 85% eritrosit manusia. Antibodi tersebut kemudian diberi nama anti-Rhesus (Mehdi, 2013).

Berbeda dengan antigen ABO, antigen Rhesus hanya diekspresikan oleh sel eritrosit dan tidak oleh jaringan tubuh yang lain termasuk leukositdantrombosit.AntigenDmemilikimaknaklinisyangsignifikansama seperti antigen A dan B. Antibodi D tidak ditemukan pada semua individu golongan darah Rhesus negatif. Anti-D baru terbentuk setelah seseorang dengan Rhesus negatif terpapar Rhesus positif. Misalnya setelah mendapat transfusi atau setelah proses kehamilan. Lebih dari 80% individu dengan Rhesus D negative akan membentuk anti-D setelah transfusi dengan golongan darah Rhesus D positif (Mehdi, 2013).

Page 79: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

61

4.2 TujuanPemeriksaanGolonganDarahRhesusTujuan utama dari pemeriksaan golongan darah Rhesus adalah

untuk mendeteksi ada tidaknya antigen D. Sebenarnya ada beberapa jenis antigen Rhesus, namun antigen D memiliki sifat yang paling imunogenik di antara antigen lainnya sehingga rutin diperiksa bersama dengan antigen golongan darah sistem ABO (Blaney and Howard, 2013).

4.3 PrinsipPemeriksaanGolonganDarahRhesusPrinsip pemeriksaan golongan darah Rhesus sama dengan

golongan darah ABO yaitu apabila antigen direaksikan dengan antibodi yang sesuai maka akan terjadi aglutinasi. Sistem Rhesus merupakan golongan darah dengan tingkat imunogenitas yang tinggi dan komplek sertamemilikinilaiklinisyangsignifikan.Karenamemilikikonsekuensiklinis secara langsung, maka pemeriksaan golongan darah Rhesus rutin dikerjakan pada uji pratransfusi (Levitt, 2014).

Beberapa golongan darah Rhesus dapat bersifat weak D antigens yang hanya dikenali dengan prosedur pemeriksaan Indirect Coomb’s Test (ICT). Pada hasil pemeriksan rutin yang negatif perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi adanya weak D. Standar dari American Association of Blood Bank (AABB) menganjurkan untuk rutin mendeteksi weak D pada pemeriksaan darah donor, tetapi tidak rutin pada sampel pasien (Levitt, 2014).

4.4 MetodePemeriksaanGolonganDarahRhesusAda 3jenis metode manual yang bisa digunakan untuk pemeriksaan

golongan darah Rhesus yaitu:1. Slide test atau white tile.2. tube test3. Microwell plate atau Microplate (Roback et al, 2011; Saluju and

Singal, 2014).Pada buku ini hanya akan dibahas pemeriksaan golongan darah

Rhesus dengan 3 metode manual, 2 metode lainnya hampir sama dengan pemeriksaan golongan darah ABO hanya berbeda pada jenis reagen yang digunakan.

Page 80: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

62

4.5 PemeriksaanGolonganDarahRhesus denganMetodeSlide TestBeberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan

golongan darah menggunakan metode slide test antara lain: risiko terpapar bahan infeksius sangat besar sehingga keamanan dan keselamatan kerja menjadi perhatian yang sangat penting, penguapan pada bahan yang direaksikan dapat menimbulkan agregat sehingga sering diinterpretasikan sebagai aglutinasi positif, pemeriksaan terhadap weak D tidak dapat dilakukan dengan metode slide test (Roback et al, 2011).

1. AlatBeberapa peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan

pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode slide test antara lain:1. objek gelas,2. Rh viewbox3. stik aplikator

Gambar 4.1 Rh viewbox untuk pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode slide test (http://www.guwsmedical.info/human-anatomy/demonstration-rh-blood-

typing.html).

Mixture of blood and anti-D serum

Plate heated to 45oC (113oF)

Page 81: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

63

2. BahanSampel untuk pemeriksaan golongan darah Rhesus dapat

menggunakan sampel darah beku atau sampel darah dengan antikoagulan. Sel darah merah dapat disuspensi secara autologous menggunakan plasma atau serum. Suspensi sel juga dapat dibuat dalam medium salin atau sel dicuci kemudian disuspensi dalam salin (Roback et al, 2011; Saluju and Singal, 2014).

Saat ini ada 2 jenis reagen untuk pemeriksaan golongan darah Rhesus yang banyak dipakai, yaitu: 1. Polyclonal human anti-D serum, antisera ini membutuhkan

potensiator seperti albumin, enzim atau Coomb’s (AHG) serum yang bereaksi dengan IgG anti-D.

2. Monoclonal anti-D reagen, antisera ini lebih disukai dan lebih umum dipakai karena lebih spesifik danmampu bereaksi padasuhu 20-37 oC baik dengan metode slide test maupun tube test. Beberapa jenis reagen anti-D monoclonal, antara lain:

a. IgM anti-D monoclonal b. IgG anti-D monoclonal c. Campuran reagen anti-D IgM dan IgG monoklonal d. Campuran reagen anti-D IgM monoklonal dan IgG

poliklonal (Makroo, 2009; Saluju and Singal, 2014).3. Bahan kontrol.

3. Prosedur pemeriksaanTeknik pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode

slide test bersifat sederhana, mudah, tetapi kurang terpercaya. Teknik ini paling memungkinkan digunakan di lapangan. Teknik ini juga dapat digunakan dalam keadaan emergency jika sentrifus tidak tersedia. Slide test tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin karena reaksi yang lemah sering memberikan hasil negatif. Reagen IgM anti-D monoklonal dapat bekerja dengan baik pada metode slide test. (Makroo, 2009; Mehdi, 2013; Saluju and Singal, 2014).

Ada pun prosedur pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode slide test adalah sebagai berikut:

Page 82: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

64

1. Lakukan pemanasan objek gelas menggunakan Rh viewbox pada suhu 40-50 oC sebelum dilakukan pemeriksaan,

2. teteskan 1 tetes anti-D pada objek gelas yang bersih dan sudah dilabel,

3. tetekan 1 tetes reagen kontrol, jika diperlukan teteskan pada objek gelas kedua yang sudah diberi lebel, gunakan reagen sesuai dengan petunjuk penggunaan reagen dari perusahaan reagen,

4. pada masing-masing objek gelas, tambahkan 2 tetes suspensi sel darah merah 40-50% yang disuspensi dalam serum atau plasma,

5. gunakan stik aplikator yang bersih untuk mengaduk campuran suspensi sel dan reagen pada area sekitar 20-40 mm,

6. letakkan objek gelas pada viewbox dan lanjutkan pencampuran dengan memiringkan objek gelas dengan lembut sambil melihat ada tidaknya aglutinasi. Baca aglutinasi secara makroskopis dalam waktu 2 menit. Jangan melakukan pembacaan bila campuran reaksi sudah kering karena sering keliru dengan agutinasi,

7. lakukan interpretasi dan pencatatan hasil (Roback et al, 2011; Denomme et al, 2014).

Gambar 4.2 Contoh hasil pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan slide test (Saluju and Singal, 2014).

Page 83: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

65

4. Interpretasi hasila. Aglutinasi positif pada objek gelas yang ditambahkan anti-D dan

aglutinasi negatif pada kontrol menunjukkan hasil pemeriksaan positif atau sampel dengan D positif.

b. Tidak adanya aglutinasi baik pada objek gelas dengan penambahan anti-D maupun kontrol, mengindikasikan hasil negatif. Lanjutkan dengan pemeriksaan Indirect Coomb’s Test (ICT) untuk mendeteksi adanya weak D karena tidak terdeteksi pada metode slide test.

c. Jika dijumpai aglutinasi pada kontrol, hasil pemeriksaan pada anti-D tidak bisa diinterpretasikan positif tanpa melakukan pemeriksaan lanjutan (Roback et al, 2011; Denomme et al, 2014).

4.6 PemeriksaanGolonganDarahRhesusdenganMetodeTube Test

1. AlatPeralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan

golongan darah Rhesus dengan metode tube test adalah tabung reaksi dan sentrifus (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

2. BahanSampel untuk pemeriksaan dapat berupa darah beku atau

darah dengan antikoagulan. Sel darah merah dapat disuspensi secara autologous pada serum, plasma atau salin. Cuci sel darah merah dengan salin kemudian diresuspensi kembali dalam medium salin (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

Reagen yang digunakan dapat berupa reagen monoklonal maupun poliklonal. Reagen digunakan sesuai dengan instruksi penggunaan dari perusahaan reagen (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

3. Prosedur PemeriksaanAda pun prosedur pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan

metode tube test adalah sebagai berikut:

Page 84: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

66

a. Teteskan 1 tetes anti-D ke dalam tabung yang bersih dan sudah diberi label. Penambahan reagen ke dalam tabung dilakukan sebelum penambahan suspensi sel darah merah dengan tujuan untuk menghindari adanya hasil yang negatif palsu akibat lupa menambahkan reagen,

b. tambahkan 1 tetes reagen kontrol pada tabung kedua yang sudah dilabel,

c. tambahkan masing-masing 1 tetes suspensi sel darah merah 2-5%,

d. campur dengan lembut dan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit atau sesuai dengan rekomendasi dari perusahaan yang memproduksi reagen,

e. resuspensi dengan lembut endapan sel yang ada pada bagian bawah tabung untuk melihat ada tidaknya aglutinasi,

f. tentukan derajat reaksi dan lakukan pencatatan hasil (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).`

4. Interpretasi hasila. Aglutinasi positif pada tabung yang ditambahkan anti-D dan

aglutinasi negatif pada kontrol mengindikasikan hasil pemeriksaan positif atau sampel dengan D positif,

b. Tidak adanya aglutinasi pada tabung dengan anti-D maupun kontrol menunjukkan hasil pemeriksaan negatif. Bila sampel berasal dari pasien, dianggap sebagai Rhesus negatif. Bila sampel berasal dari donor perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan ada tidaknya weak D antigen.

c. Aglutinasi positif pada kontrol menunjukkan hasil pemeriksaan invalid. Pemeriksaan perlu diulang atau dibutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk membuang IgM atau IgG antibody pada sel darah merah (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

Page 85: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

67

4.7 Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus dengan MetodeMicrowell Plate atau Microplate

1. AlatAlat yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan golongan

darah Rhesus dengan metode microplate antara lain: microplate, micropipette, microplate centrifuge dan microplate shaker (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

2. Bahan

Sampel yang digunakan disesuaikan dengan jenis sampel yang direkomendasikan oleh perusahaan yang memproduksi reagen. Untuk pemeriksaan dengan metode microplate otomatis dapat membutuhkan sampel dengan antikoagulan spesifik (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

3. Prosedur PemeriksaanAdapun prosedur pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan

metode microplate adalah sebagai berikut:a. Teteskan 1 tetes reagen anti-D pada sumuran microplate. Jika

dibutuhkan, gunakan bahan kontrol dan teteskan kontrol pada sumuran kedua dari microplate,

b. tambahkan 1 tetes suspensi sel darah merah 2-5% yang disuspensi dalam medium salin,

c. campur dengan baik dengan cara mengyoyangkan microplate dengan lembut,

d. lakukan sentrifugasi pada microplate centrifuge dengan kecepatan tertentu sesuai dengan rekomendasi perusahaan pembuat reagen,

e. resuspensi endapan sel darah merah pada bagian bawah tabung dengan menggoyang microplate secara lembut atau gunakan microplate shaker.

f. periksa ada tidaknya aglutinasi, lakukan interpretasi dan pencatatan,

g. untuk meningkatkan reaksi yang lemah, lakukan inkubasi pada hasil yang negatif pada suhu 37 oC selama 15-30 menit dan ulangi langkah keempat sampai keenam (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

Page 86: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

68

2. Interpretasi hasila. Aglutinasi positif pada sumuran yang ditambahkan anti-D dan

aglutinasi negatif pada kontrol mengindikasikan hasil pemeriksaan positif atau sampel dengan D positif,

b. Tidak adanya aglutinasi pada sumuran dengan anti-D maupun kontrol menunjukkan hasil pemeriksaan negatif. Bila sampel berasal dari pasien, dianggap sebagai Rhesus negatif. Bila sampel berasal dari donor perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan ada tidaknya weak D antigen (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

4.8 Weak D atau Du PhenotypeSetelah penentuan antigen A dan B, pemeriksaan serologi untuk

menentukan status antigen D sangat penting dalam praktik transfusi dan kadang-kadang menjadi masalah yang dapat disebabkan oleh banyak faktor baik oleh perbedaan motode pemeriksaan, perbedaan reagen maupun oleh perbedaan kemampuan mengekspresikan antigen D dari eritrosit sehingga menimbulkan discrepancies hasil pemeriksaan. Variasi antigen D dapat bersifat lemah (weak D) dan dapat bersifat partial D. Weak D terjadi karena menurunnya jumlah D antigen site pada eritrosit tanpa adanya pengurangan jumlah epitop. Partial D terjadi karena adanya variasi kualitas antigen D, jumlah D antigen site pada eritrosit tidak berkurang tetapi terdapat pengurangan satu atau lebih jumlah epitop. Weak D dan partial Dpentingdiidentifikasipadadonorkarena dapat menimbulkan respon imun jika darah donor ditransfusikan ke pasien Rhesus negatif. Pasien dengan weak D atau partial D masih aman ditransfusikan darah Rhesus negatif tetapi akan menjadi sangat penting untuk mengkoreksi golongan darah pasien ketika pasien berubah status menjadi donor. Pada bank darah umumnya sulit untuk menentukan apakah golongan darah termasuk weak D atau partial D dan umumnya semua menggunakan istilah weak D (Saluji and Singal, 2014).

Pada beberapa kasus juga dapat dijumpai eritrosit dengan antigen D positif, tidak diaglutinasi oleh antisera D namun memberikan hasil positif pada pemeriksaan Indirect Coombs Test (ICT). Fenomena

Page 87: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

69

tersebut dapat disebabkan oleh ekspresi antigen D yang lemah (Du). Du bukan merupakan antigen yang berbeda, tetapi merupakan ekspresi yang lemah dari antigen D (Mehdi, 2013).

Ada 2 jenis Du yaitu high grade Du dan low grade Du . High grade Du dapat menunjukkan aglutinasi dengan penambahan anti-D, namun sebagain besar low grade Du hanya memberikan hasil positif pada pemeriksaan ICT (Makroo, 2009).

Terkait dengan kebijakan transfusi, semua donor dengan Du positif dianggap sebagai Rhesus positif dan transfusi hanya boleh diberikan pada pasien dengan Rhesus positif. sedangkan semua pasien dengan Du positif dianggap sebagain Rhesus negatif dan paling aman diberikan transfusi darah Rhesus negatif (Makroo, 2009; Mehdi, 2013).

4.9 Pemeriksaan weak D (Rhesus Du)1. Alat

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan weak D (Rhesus Du) antara lain: tabung reaksi, inkubator dan sentrifus.

2. BahanBahan pemeriksaan yang digunakan disesuaikan dengan jenis

sampel yang direkomendasikan oleh perusahaan pembuat reagen. Suspensi sel darah merah yang dibutuhkan adalah 2-5%. Reagen yang digunakan terdiri dari reagen Anti Human Globulin (AHG) baik yang polispesifikatauanti-IgGdanIgG-coated control cells (levitt, 2014).

3. Prosedur Pemeriksaana. Teteskan 1 tetes reagen anti-D pada tabung yang bersih dan kering

serta lakukan pelabelan pada tabung.b. Teteskan 1 tetes reagen kontrol pada tabung kedua dan lakukan

pelabelan pada tabung.c. Pada masing-masing tabung, tambahkan 1 tetes suspensi sel

eritrosit 2-5%.d. Campur dan inkubasi kedua tabung pada suhu 37 oC selama 15-

30 menit atau disesuaikan dengan rekomendasi dari perusahaan reagen.

Page 88: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

70

e. Jika diperlukan, lakukan sentrifugasi dan baca setelah inkubasi dengan meresuspensi endapan sel dengan lembut dan lihat ada tidaknya aglutinasi.

f. Cuci sel darah merah dengan salin sebanyak 3 kali.g. Tambahkan reagen Anti Human Globulin (AHG) sesuai dengan

petunjuk penggunaan reagen.h. Campur dengan baik dan lakukan sentrifugasi.i. Resuspensi dengan lembut dan lakukan pembacaan ada tidaknya

aglutinasi, tentukan derajatnya dan lakukan pencatatan.j. Tambahkan IgG-coated control cells untuk mengkonfirmasi

validitas hasil yang negatif setelah penambahan reagen AHG.k. Tidak semua reagen anti-D cocok digunakan untuk pemeriksaan

weak D. Konfirmasi dengan mengecek packed insert reagen dari perusahaan yang mengeluarkan reagen tentang prosedur pemeriksaan dan kontrol yang sesuai (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

4. Interpretasi hasila. Aglutinasi positif pada tabung yang ditambahkan anti-D dan

aglutinasi negatif pada tabung yang ditambahkan kontrol mengindikasikan sel darah merah dengan D positif. Jadi tidak dilaporkan sebagai “weak D positive” atau “D negative, weak D positive” .

b. Tidak adanya aglutinasi pada tabung dengan anti-D maupun kontrol, menunjukkan hasil pemeriksaan negatif.

c. Jika aglutinasi positif pada kontrol, menunjukkan hasil pemeriksaan invalid. Pemeriksaan perlu diulang atau dibutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk membuang IgG antibody pada sel darah merah (Levitt, 2014).

4.10 DiscrepanciesdanPermasalahanpadaPemeriksaanGolonganDarah RhesusDiscrepancy golongan darah Rhesus dapat meningkat bila individu

mempunyai varian antigen D. Varian tersebut dapat diidentifikasi

Page 89: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

71

sebagai Rhesus positif atau negatif tergantung jenis reagen dan teknik yang digunakan pada masing-masing laboratorium. Varian tersebut mempunyaiartiklinisyangsangatpentingdanseharusnyadiidentifikasikarena dapat membentuk anti-D bila mendapat transfusi sel darah merah Rhesus positif. Penggunaan 2 jenis reagen anti-D di bank darah mungkin belum mampu mengidentifikasi varian D dan juga belummampu membedakan antara partial D dan weak D.Identifikasitersebutpenting untuk menentukan individu sebagai Rhesus positif jika menjadi donor dan sebagai Rhesus negatif jika menjadi pasien. Pada kasus-kasus antenatal, sangat penting untuk mengidentifikasi status weak D atau partial D pada ibu karena berisiko membentuk anti-D setelah tersensitisasi oleh antigen yang dibawa oleh bayinya. Pemeriksaan untuk mendeteksi varian D telah berkembang sampai tingkat molekuler yang bisa dikerjakan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) (Kulkarni, 2015).

Discrepancies dan permasalahan pada pemeriksaan golongan darah Rhesus dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, antara lain:a. Proses pencucian eritrosit yang tidak tepat atau tidak adekuat

sehingga menyebabkan terjadinya pseudoaglutinasi oleh sisa makromolekul serum dalam suspensi sel,

b. adanya autoaglutinin kuat pada serum pasien atau donor yang menimbulkan aglutinasi. Pencucian yang tepat dan penggunaan kontrol dapat mencegah dan mendeteksi masalah tersebut,

c. antibodi yang menyelimuti eritrosit dapat menyebabkan hasil positif palsu, khususnya pada weak D test. DCT akan mendeteksi kejadian tersebut,

d. reaksi negatif palsu dapat terjadi akibat adanya “blocking phenomenon”. Hal tersebut terjadi pada sebagian besar kasus Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn (HDFN). Pada HDFN sel darah merah bayi sudah diselimuti anti-D ibu dengan kuat sehingga tidak bereaksi dengan reagen yang ditambahkan.

e. hasil positif atau negatif palsu pada pemeriksaan golongan darah Rhesus dapat disebabkan oleh kesalahan teknis (Saluji and Singal, 2014).

Page 90: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

72

Ada pun resolusi yang bisa dilakukan dari beberapa permasalahan di atas antara lain:a. Jika transfusi segera diperlukan dan permasalahn belum teratasi

berikan transfusi Packed Red Cell (PRC) Rhesus negatif,b. jika hasil pemeriksaan immediate spin invalid, ulangi pemeriksaan

dengan menggunakan suspensi sel baru yang telah dicuci 2 kali dengan salin hangat,

c. jika hasil pemeriksaan weak D invalid dengan hasil DCT positif, tambahkan chloroquine atau glycibe-EDTA pada eritrosit pasien dan ulangi pemeriksaan DCT. Jika DCT negatif, weak D test dapat di ulang.

d. pasien dengan weak D, hasil reaksi kurang dari +2 dilaporkan sebagai Rhesus positif. Pasien seharusnya ditransfusi dengan komponen seluler golongan darah Rhesus negatif,

e. donor dengan weak D, hasil reaksi kurang dari 2+ dilabel sebagai darah dengan golongan Rhesus positif (Saluji and Singal, 2014).

4.11 ContohKasusTerkaitGolonganDarah Rhesus Kasus 1.

Wanita, 23 tahun, warga Negara asing. Datang ke Rumah Sakit dengan keluhan luka pasca kecelakaan lalu lintas. Dari hasil pemeriksaan radiologi didapatkan adanya fraktur femur sinistra. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin 5 g/dl. Dokter merencanakan untuk tindakan operasi dengan penyiapan komponen pack red cells (PRC) sebanyak 5 kantong. Riwayat pemeriksaan golongan darah di Negaranya adalah golongan darah A Rhesus positif. Sampel dan permintaan darah dikirim ke bank darah.

Hasil pemeriksaan golongan darah pertama dengan metode slide test didapatkan golongan darah A Rhesus negatif. Dilakukan pemeriksaan golongan darah kedua menggunakan metode tabung didapatkan pasien dengan golongan darah A Rhesus negatif. Pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi weak D (Rhesus Du) dilakukan dan didapatkan hasil 1+. Pasien disimpulkan dengan golongan darah A Rhesus positif dan diberikan transfusi PRC golongan A Rhesus negatif.

Page 91: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

73

Pada kasus ini meskipun disimpulkan penderita dengan golongan darah A Rhesus positif, tetapi transfusi tetap dilakukan dengan PRC golongan A Rhesus negatif dengan pertimbangan pasien seorang wanita yang sedang berada pada usia reproduktif dengan kadar hemoglobin < 7 g/dl . Meskipun dijumpai kesulitan untuk menyediakan komponen PRC Rhesus negatif, tetapi pilihan tersebut dianggap paling aman untuk kondisi pasien saat itu. Meskipun hasil pemeriksaan weak D hanya menunjukkan hasil 1+, tetapi hal tersebut mempunyai arti klinis yang sangat penting karena dapat membentuk anti-D bila mendapat transfusi sel darah merah Rhesus positif. Pada wanita usia reproduktif, terbentuknya anti-D dapat menimbulkan masalah baru pada proses kehamilan (Kulkarni, 2015).

Kasus 2. Wanita, 27 tahun. Penderita datang ke poli spesialis membawa

surat rujukan dari praktik dokter swasta untuk merencanakan proses kelahiran bayi. Penderita saat ini sedang hamil pada trimester III dan menceritakan bahwa golongan darahnya adalah AB Rhesus negatif. Riwayat penyakit jantung, ginjal, kencing manis, hati disangkal dan tidak ada keluarga yang bergolongan darah Rhesus negatif. Riwayat abortus tidak ada, riwayat transfusi darah tidak ada. Suami penderita memiliki golongan darah O Rhesus positif. Hasil pemeriksaan fisik,abdomen dengan gravida 37 minggu. Pasien didiagnosis dengan G1P0000 36-37 minggu. Rencana penanganan: pemeriksaan darah lengkap, faal hemostasis, persiapan transfusi PRC golongan AB Rhesus negatif dan pro Caesarean Section 2 minggu lagi.

Pada pasien ini, penderita memiliki golongan darah AB Rhesus negatif dan menikah dengan laki-laki golongan darah O Rhesus positif. Golongan darah AB merupakan golongan darah yang paling jarang dalam sistem ABO dan berdasarkan sistem Rhesus, Rhesus negatif juga merupakan darah langka. Apabila suami dengan Rhesus positif homozigot, maka anak yang dilahirkan dari pasangan tersebut memiliki golongan darah Rhesus positif. Ibu Rhesus negatif dengan bayi Rhesus positif memiliki risiko terjadinya Hemolytic Disease of The Fetus and

Page 92: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

74

Newborn (HDFN) karena ibu mengalami sensitisasi membentuk anti-D setelah terpapar antigen D dari eritrosit janin atau riwayat transfusi Rhesus positif (Provan et al, 2004).

Rh immune globulin (RhIG) mulai dikembangkan pada awal tahun 1960 dan mendapat ijin beredar pada 1968 (Provan et al, 2004). Sejak diperkenalkan RhIG angka kejadian Hemolytic Disease of The Fetus and Newborn (HDFN) yang disebabkan oleh anti-D menurun secara draktis. Sebelum penggunaan RhIG, 13% wanita Rhesus negatif tersensitisasi setelah kehamilan. Pemberian RhIG secara rutin menurunkan sensitisasi menjadi 11 per 10.000 kelahiran dengan kejadian HDFN yang berat kurang dari 1 per 20.000 kelahiran (Blaney and Howard, 2013).

RhIG dibuat dari pool plasma manusia dan tersedia dalam sediaan intravena atau intramuskuler. RhIG akan menekan respon imun setelah terpapar antigen D dari eritrosit fetus dan mencegah ibu untuk memproduksi anti-D. Mekanisme penekanan respon imun tidak jelas, kemungkinan terjadi eleminasi sel yang mengandung antigen D oleh makrofag dengan mengeluarkan sejumlah sitokin yang menekan respon imun (Blaney and Howard, 2013).

Untuk mencegah HDFN, skrining yang dilakukan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:a. Melakukan pemeriksaan golongan darah sistem ABO dan Rh D

group saat antenatal care (ANC) pertama. Pada ibu Rhesus negatif, sebaiknya dilakukan pemeriksaan anti-D untuk mengetahui kemungkinan terjadi HDFN.

b. Apabila antibodi belum terbentuk pada ANC pertama, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang pada umur kehamilan 28-30 minggu.

c. Apabila antibodi sudah terbentuk pada ANC pertama, titer antibodi harus sering dimonitor (WHO, 2002). Titer antibodi sangat membantu dalam menentukan tindakan

yang harus dilakukan seperti menentukan waktu untuk melakukan prosedur amniosintesis, ultrasound, color doppler ultrasonography dan cordocentesis. Titer antibodi awal harus dicatat dan sampel dibekukan untuk tes selanjutnya. Titer antibodi sebaiknya diperiksa serial dengan

Page 93: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

75

interval 4-6 minggu. Peningkatan titer dua kali atau lebih besar dianggap signifikan memberikan perubahan pada kondisi fetus (Blaney and Howard, 2013).

Ada pun teknik pemeriksaan titer antibodi Rhesus adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Metode semikuantitatif yang digunakan untuk menentukan titer

antibodi pada sampel serum dan direaksikan dengan sampel eritrosit yang mampu mengekspresikan antigen yang sesuai dengan antibodi yang diperiksa (Roback et al, 2011).

2. Sampel Serum atau plasma yang mengandung antibodi yang akan dititrasi

(Roback et al, 2011).

3. Reagena. Suspensi eritrosit yang mengekspresikan antigen, tersuspensi

dalam larutan salin 2-5%.b. Larutan salin (Roback et al, 2011).

4. Prosedur pemeriksaan titer antibodi Rhesus a. Label 10 tabung reaksi untuk melakukan pengenceran serum

secara serial.b. Tambahkan 2 volume serum pada tabung pertama.c. Tambahkan 1 volume salin pada tabung kedua sampai tabung

kesepuluh.d. Pindahkan 1 volume serum pada tabung kedua sehingga volume

serum sama dengan volume salin (pengenceran 1:2) dan campur dengan baik.

e. Pindahkan sebagian campuran pada tabung kedua ke tabung ketiga sehingga diperoleh titer 1:4, demikian seterusnya sampai mendapat pengenceran dengan titer 1:512.

f. Ganti pipet dan gunakan pipet yang bersih pada setiap pencampuran atau pemindahan larutan.

Page 94: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

76

g. Buang 1 volume pengeceran serum dari tabung terakhir atau simpan jika diperlukan pengenceran lebih lanjut.

Gambar 4.3 Pengenceran serum secara serial dengan larutan salin (Blaney and Howard, 2013).

h. Label 10 tabung reaksi.i. Gunakan pipet terpisah pada masing-masing pengenceran untuk

memindahkan 2 tetes pengenceran pada masing-masing tabung yang telah dilabel.

j. Tambahkan 2 tetes supensi sel 2% ke dalam masing-masing tabung yang telah berisi serum yang diencerkan.

k. Campur dengan baik dan baca reaksi secara makroskopis (Roback et al, 2011).

3. Interpretasi Titer dinyatakan sesuai dengan hasil 1+ pada pengenceran

tertinggi (Roback et al, 2011).

Page 95: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

77

Tabel 4.1 Contoh pembacaan titer antibodi Rhesus (Roback et al, 2011).

Saat ini beberapa negara merekomendasikan bahwa semua ibu hamil golongan darah Rhesus negatif sebaiknya mendapatkan RhIG propilaksis. Ada 2 pilihan dosis intramuskular yang bisa diberikan dan keduanya memiliki efektivitas yang sama dalam mencegah HDFN yaitu:a. Dosis 500 mg pada umur kehamilan 28 dan 34 minggu,b. dosis tunggal 1.200 mg pada awal trimester ketiga (WHO,

2002).Pemberian RhIG postpartum prophylaxis diberikan dengan dosis

sebagai berikut:a. Dosis 500 mg intramuskular dalam waktu 72 jam pasca melahirkan,

pemberian dosis tersebut memberi proteksi sekitar 4 mL terhadap eritrosit fetus yang masuk dalam sirkulasi ibu.

PengenceranSerum

1 2 4 8 16 32 64 128 256 512 Titer Skor

Sampel 1 Derajat aglutinasi 3+ 3+ 3+ 2+ 2+ 1+ 1+ ± ± 0 64 (256)

Skor 10 10 10 8 8 8 5 3 2 0 64

Sampel 2 Derajat aglutinasi 4+ 4+ 4+ 3+ 3+ 2+ 2+ 1+ ± 0 128(256)

Skor 12 12 12 10 10 8 8 5 3 0 80

Sampel 3 Derajat aglutinasi 1+ 1+ 1+ 1+ ± ± ± ± ± 0 8 (256)

Skor 5 5 5 5 3 3 3 2 2 0 33

Pembacaan secara makroskopis Derajat aglutinasi SkorSatu aglutinate besar 4+ 12Beberapa aglutinate besar 3+ 10Aglutinate dengan ukuran sedang dan latar belakang jernih 2+ 8Alutinate kecil-kecil dengan latar belakang keruh 1+ 5Alutinate sangat kecil-kecil dengan latar belakang keruh 1+w 4Hampir tidak terlihat agglutinate, latar belakang keruh w+ atau +/- 2Tidak ada aglutinasi 0 0Sebagain beraglutinasi sebagian tidak beraglutinasi mfHemolisis komplit HPartial hemolysis PH

Tabel 4.2 Derajat dan skor aglutinasi (Roback et al, 2011).

Page 96: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

78

b. Dosis 125 mg/1,0 mL jika darah fetus yang masuk dalam sirkulasi ibu lebih dari 4 mL (WHO, 2002).Kombinasi pemberian RhIG antepartum dan pospartum efektif

menurunkan risiko sensitisasi sebesar 0,1%. Pada sebuah penelitian klinis menemukan bahwa semua wanita golongan darah Rhesus negatif tidak mengalami sensitisasi setelah mengandung janin Rhesus positif dan mendapatkan suntikan RhIG pada umur kehamilan 28 minggu dan setelah melahirkan (Callum and Barrett, 2007).

Pada pasien ini antibodi Rhesus belum terbentuk, penderita mengatakan bahwa titer antibodi sudah pernah diperiksa. Pemberian RhIG propilaksis pada saat antenatal sudah dilakukan satu kali pada umur kehamilan 28 minggu dan diulang postpartum sebelum 72 jam namun pasien tidak bisa menjelaskan dosis yang diberikan.

Berdasarkan National Institute for Health and Clinical Excellence Guideline, wanita hamil hanya dengan Rhesus negatif dan mengandung bayi Rhesus positif tidak masuk dalam indikasi persalinan Caesarean section (CS) berencana. Persalinan CS berencana dapat dilakukan pada kondisi berikut:1. Placenta previa, 2. morbidly adherent placenta,3. wanita dengan cephalopelvic disproportion, 4. wanita hamil terinfeksi HIV yang belum mendapat anti retro viral

(ARV) dan yang sudah mendapat ARV namun viral load≥400kopi/ml.

5. wanita hamil dengan infeksi hepatitis C dan HIV secara bersamaan, sebaiknya dilakukan tindakan CS berencana untuk menurunkan risiko penularan hepatitis C dan HIV dari ibu ke anak.

6. wanita hamil dengan primary genital herpes simplex virus (HSV) infection yang terjadi pada trimester ketiga sebaiknya dilakukan tindakan CS berencana untuk menurunkan risiko infeksi HSV pada neonatus.Waktu yang baik untuk melakukan tindakan Caesarean section

adalah pada umur kehamilan 39 minggu ke atas. Pada umur kehamilan tersebut risiko kematian akibat gangguan pernafasan signifikan

Page 97: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

79

mengalami penurunan (National Institute for Health and Clinical Excellence, 2011).

Pada keadaan normal, kehilangan darah selama proses persalinan hanya 200 mL pada persalinan pervagina dan 500 mL pada persalinan CS. Kehilangan darah pada volume tersebut sangat jarang membutuhkan transfusi apabila kadar hemoglobin ibu sebelum melahirkan berada pada rentang 10.0-11.0 g/dl. Pemeriksaan lanjutan dibutuhkan jika kadar hemoglobin tidak kembali normal dalam waktu 8 minggu pasca persalinan (WHO, 2002).

Pada pasien ini indikasi persalinan CS tidak ada, tetapi proses persalinan dilakukan dengan tindakan elective Caesarean Section (atas permintaan pasien dan keluarga) pada umur kehamilan 39 minggu. Meskipun indikasi transfusi tidak ada (kadar hemoglobin masih di atas 10 mg/dL dan faal hemostasis dalam batas normal), keluarga dan dokter tetap minta agar disiapkan darah AB Rhesus negatif. Persiapan telah dilakukan seminggu sebelumnya dengan cara mencari nama, alamat, nomor telp donor pada daftar donor langka dan memanggil donor tersebut untuk mendonorkan darahnya. Sampai akhir rawat inap, tindakan transfusi tidak dilakukan karena perdarahan selama operasi minimal dan darah yang sudah disiapkan diberikan pasien lain yang bergolongan darah AB Rhesus positif.

Page 98: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

80

DAFTAR PUSTAKA

Blaney, K.D., Howard, P.R. 2013. Rhesus Blood Group System. Basic & Applied Conceppts of Blood Banking and Transfusion Practices Third Edition. United States: Elsevier Mosby p. 107-121.

Blaney, K.D., Howard, P.R. 2013. Blood Componet Preparation and Therapy. Basic & Applied Conceppts of Blood Banking and Transfusion Practices Third Edition. United States: Elsevier Mosby p. 304-328.

Denomme, G., Westhoff, C. M. 2014. The Rh system. In: Fung M, Grossman BJ, Hillyer CD, Westhoff CM, eds. Technical manual, 18th edition. Bethesda, MD: AABB. p. 317-36.

Callum, J., Barret, J., 2007. Obstetric and Intrauterin Transfusion. Blood Banking and Transfusion Medicine Basic Principle & Practice Second Edition. USA: Churchill Livingstone Elsevier. p.496-509.

Johnson, S. T., Wiler, M. 2012. The Rh Blood Group System. Blood Groups and Serologic Testing. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia: F.A Davis company. p. 148-169.

Kulkarni, S. 2015. Molecular Genotyping and its Applications toTransfusion Medicine. Transfusion Update. Indian Society of Blood Transfusion and Immunohaematology (ISBTI). New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p.290-295.

National Institute for Health and Clinical Excellence, 2011. Caesarean section. NICE clinical guideline 132. Manchester. p.1-57.

Levitt, J. 2014. Standards for blood banks and transfusion services. 29th ed. AABB. Bethesda. p.31-46.

Makroo, R.N. 2009. The Rh Blood Group System. Practice of Safe Blood Transfusion Compendium of Transfusion Medicine. New Delhi: Kongposh. p. 66-79.

Mehdi, S.R. 2013. Rhesus Blood Group System. Essentials of Blood Banking A Handbook for Students of Blood Banking and Clinical

Page 99: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

81

Residents. Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p.18-24.

Provan, D., Singer, C.R.J., Baglin, T., Lilleyman, J. 2004. Haemolytic disease of the newborn. Oxford Handbook of Clinical Haematology Second edition. Oxford New York: Oxford University Press. p. 440-44.

Roback, J.D., Grossman, B.J., Harris, T. 2011. Technical Manual 17th Edition. USA: American Association of Blood Bank. p. 885-888.

Roback, J.D., Grossman, B.J., Harris, T., Hillyer, C.D., 2011. Antibody Detection, Identification,and Compatibility Testing. TechnicalManual 17th Editions. USA: American Association of Blood Bank. p. 907-909.

Saluju, G. P., Singal, G. L. 2014. Rh Blood Grouping. Standard Operating Procedures and Regulatory Guidelines Blood Banking. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 77-86.

WHO, 2002. Obstetric. The Clinical Use of Blood Handbook. World Health Organization Blood Transfusion Safety. Genewa:WHO. p. 120-135.

Page 100: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

82

BAB VUJI COCOK SERASI (CROSSMATCHING)

5.1 DefinisiUji cocok serasi atau yang lebih sering disebut crossmacthing

memiliki beberapa sinonim antara lain uji silang serasi atau uji kompatibilitas. Crossmacthing dilambangkan dengan XM. Istilah uji kompatibilitas sebenarnya kurang tepat apabila disamakan dengan crossmacthing. Crossmacthing dan uji kompatibilitas memang identik, tetapi memiliki pengertian yang berbeda. Crossmacthing adalah suatu prosedur untuk mereaksisilangkan komponen darah donor dan pasien. Uji kompatibilitas adalah semua tahapan yang harus dilakukan sehingga diperoleh darah donor yang benar-benar tepat untuk pasien. Uji kompatibilitasmeliputi:identifikasipasiendenganakurat,pengambilansampel darah pasien diikuti dengan pelabelan dan penanganan sampel yang benar, mereview riwayat pemberian transfusi sebelumnya, melakukan pemeriksaan golongan darah sistem ABO dan Rhesus, melakukanskriningdanidentifikasiantibodi,melakukancrossmatching, mengecek ketepatan dan kelayakan distribusi produk darah, melakukan reindentifikasi pasien sebelum transfusi, dan memonitoring pasiensebelum, selama dan setelah pemberian transfusi (Blaney and Howard, 2013). Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa uji kompatibilitas memiliki cakupan yang jauh lebih luas dan crossmatching merupakan bagian dari uji kompatibilitas (Makroo, 2009).

Berdasarkan standar dari American Association of Blood Bank (AABB), crossmatching didefinisikansebagaisuatupemeriksaanyangmenggunakan metode yang mampu menunjukkan inkompatibilitas sistemABOdanadanyaantibodi signifikan terhadapantigeneritrositdan juga menyertakan pemeriksaan antiglobulin. Kecuali tidak tersedia fasilitas,jikatidakadaantibodiyangsignifikanpadasampelpasienyangbaru atau riwayat pemeriksaan sebelumnya, immediate spin crossmatch

Page 101: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

83

dapat digunakan untuk mendeteksi inkompatibilitas ABO (Blaney and Howard, 2013).

5.2 TujuanUjiCocokSerasi(Crossmatching)Tujuan utama crossmatching adalah untuk mencegah terjadinya

reaksi transfusi baik reaksi transfusi yang bersifat mengancam nyawa maupun reaksi transfusi ringan atau sedang yang dapat mengganggu kenyamanan pasien. Tujuan yang tidak kalah penting lainnya adalah memaksimalkan masa hidup in vivo sel-sel darah yang ditransfusikan (Blaney and Howard, 2013).

Crossmatching dilakukan untuk meyakinkan bahwa tidak ada antibodi di dalam serum pasien yang akan bereaksi dengan sel darah donor jika transfusi dilakukan. Dua fungsi utama crossmatching adalah 1. untuk pengecekkan terakhir bahwa golongan darah ABO antara

donor dan pasien sudah sesuai,2. untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi dalam serum pasien

yang akan bereaksi dengan antigen pada sel darah merah donor terutama pada kondisi antibodi tidak terdeteksi dengan skrining antibodi karena tidak adanya antigen yang sesuai pada panel sel skrining (Makroo, 2009).

Berdasarkan jenis komponen darah pasien dan donor yang direaksikan, crossmatching memiliki dua tujuan, yaitu:1. mendeteksi adanya antibodi dalam serum pasien (termasuk anti-A

& anti-B) yang dapat menghancurkan eritrosit yg ditransfusikan, 2. mendeteksi antibodi dalam serum donor yang akan masuk ke

dalam tubuh pasien.Kedua tujuan di atas berkaitan dengan jenis crossmatch mayor

dan minor yang akan dibahas lebih lanjut pada bahasan berikutnya (Blaney and Howard, 2013).

5.3 Jenis-jenisUjiCocokSerasi(Crossmatching)Crossmatching dapat dilakukan secara serologik dan elektronik

atau komputerisasi. Di Negara-negara berkembang seperti Indonesia, jenis pemeriksaan crossmatch baru bisa dilakukan secara serologik.

Page 102: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

84

Serologic crossmatch dibedakan menjadi immediate-spin crossmatch dan antiglobulin crossmatch. Antiglobulin crossmatch dapat dilakukan dengan cara tube test maupun column agglutination. Berikut akan dibahas satu persatu jenis pemeriksaan crossmatch.

5.4 Immediate-Spin (IS) CrossmatchImmediate-spin crossmatch sangat baik untuk mengeksklusi

adanya kesalahan golongan darah ABO, tetapi kurang adekuat untuk mendeteksi jenis IgG antibodi yang bermakna secara klinis. Immediate-spin crossmatch juga kurang baik khususnya bila skrining antibodi tidak dilakukan sebelumnya (Makroo, 2009).

1. Prinsip pemeriksaanPrinsip dari pemeriksaan immediate-spin crossmatch adalah

reaksi antara antigen dan antibodi yang sesuai menghasilkan aglutinasi.

2. Metode PemeriksaanImmediate-spine crossmatch umumnya dilakukan dengan metode

tube test.

3. Alat dan BahanPeralatan yang dibutuhkan antara lain: tabung reaksi, sentrifus,

dan pipet tetes. Bahan yang dibutuhkan adalah sel darah merah donor, serum atau plasma pasien. Sampel donor diambil langsung dari kantong darah atau salah satu segmen dari selang yang terhubung dengan kantong darah. Nomor kantong darah harus selalu dicatat untuk melakukan identifikasidenganbenar(Mehdi,2013).

4. Prosedur pemeriksaanBerikut adalah ilustrasi prosedur pemeriksaan immediate-spin

crossmatch.

Page 103: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

85

Gambar 5.1 Prosedur pemeriksaan IS dengan motode tube test (Powell, 2016).

Ada pun tahapan pemeriksaan immediate-spine crossmatch adalah sebagai berikut:a. Siapkan suspensi sel darah merah donor 2-5% yang disuspensi

dalam larutan normal salin atau Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) salin. Beberapa ahli serologi menggunakan sampel serum yang direaksikan dengan sel darah merah donor yang disuspensi dalam larutan EDTA salin karena titer anti-A atau anti-B yang tinggi dapat menginisiasi pelapisan komplemen sehingga menghalangi aglutinasi. Penggunaan sampel pasien yang ditampung dalam tabung EDTA dapat digunakan sebagai alternatif untuk mencegah fenomena tersebut,

b. label tabung untuk masing-masing suspensi sel darah merah donor yang akan dites dengan serum pasien,

c. tambahkan 2 tetes serum atau plasma pasien ke dalam masing-masing tabung,

d. tambahkan 1 tetes suspensi sel darah merah donor pada tabung sesuai dengan label,

e. campur isi tabung dan lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit,

f. baca ada tidakya hemolisis, resuspensi endapan eritrosit pada bagian bawah tabung dan baca ada tidaknya aglutinasi,

g. lakukan interpretasi dan catat hasil pemeriksaan (Levitt, 2014; Downes, 2014).

Page 104: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

86

5. Interpretasi Hasil Immediate-Spine CrossmatchAdanya aglutinasi atau hemolisis mengindikasikan hasil positif

(inkompatibel). Hasil negatif ditunjukkan oleh suspensi halus sel-sel eritrosit setelah dilakukan resuspensi eritrosit yang mengendap pada bagian bawah tabung atau tidak adanya aglutinasi atau hemolisis. Hasil yang negatif juga disebut kompatibel (Levitt, 2014; Downes, 2014).

5.5 Crossmacthing denganTube TestCrossmacthing dengan tes tabung dapat dikerjakan untuk

crossmatch mayor maupun crossmatch minor. Crossmatch mayor adalah reaksi antara sel darah merah donor dengan serum atau plasma pasien, sedangkan crossmatch minor adalah reaksi antara sel darah merah pasien dengan plasma donor. Di Negara-negara yang sudah maju, crossmatch minor sudah tidak dikerjakan lagi karena sampel darah donor sudah dilakukan skrining antibodi sebelumnya untuk mendeteksi adanya antibodi ireguler (Makroo, 2009). Di Indonesia, crossmatch minor masih dikerjakan secara rutin hampir disemua unit Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) atau Unit Transfusi Darah (UTD).

1. Prosedur pemeriksaan crossmatchmayordanminor

Pada setiap pemeriksaan crossmatch mayor dan minor selalu sertakan autokontrol. Pemeriksaan tersebut terdiri dari 3 fase, yaitu:

Fase I. Medium salin (salin room temperature technique)a. Siapkan tiga buah tabung gelas yang bersih dan kering, masing-

masing tabung berisi komponen berikut: • tabungI (crossmatch mayor): 2 tetes serum pasien + 1 tetes

suspensi sel donor 2-5%, • tabungII(crossmatch minor): 2 tetes plasma donor + 1 tetes

suspensi sel pasien 2-5%, • tabung III (autokontrol): 2 tetes serum pasien + 1 tetes

suspensi sel pasien 2-5%b. Campur masing-masing tabung dan inkubasi selama 45-60

menit.c. Lakukan sentrifugasi selama satu menit pada kecepatan 1000

rpm.

Page 105: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

87

d. Amati adanya aglutinasi atau hemolisis pada tabung.e. Jika terjadi hemolisis atau aglutinasi pada semua atau salah

satu tabung pada tahap ini, maka hasil croosmatch dinyatakan tidak cocok atau incompatible dan fase berikutnya tidak perlu dilanjutkan. Bila reaksi negatif atau kompatibel, lanjutkan ke fase II (Mehdi, 2013).Fase II. Fase albumin

a. Tambahkan 2 tetes bovin albumin 22% ke dalam semua tabung pada fase I yang memberikan hasil negatif.

b. Inkubasi semua tabung pada suhu 37 oC selama 30 menit.c. Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 1

menit.d. Baca ada tidaknya hemolisis atau aglutinasi (Mehdi, 2013).

Hemolisis atau aglutinasi pada semua atau salah satu tabung menandakan hasil positif atau inkompatibel dan pemeriksaan tidak perlu dilanjutkan ke fase III. Apabila hasil negatif pada semua tabung, lanjutkan ke fase III.

Fase III. Fase Anti Human Globulin (AHG) atau fase Indirect Antiglobulin Test (IAT)a. Cuci sel sebanyak 3 kali dengan menggunakan salin pada semua

tabung yang memberikan hasil negatif pada fase II. b. Buang seluruh supernatan bekas pencucian.c. Tambahkan 2 tetes reagen AHG.d. Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 1

menit.e. Resuspensi dengan lembut endapan sel pada bagian bawah

tabung.f. Lihat dan catat ada tidaknya aglutinasi (Mehdi, 2013).

Bila aglutinasi atau hemolisis positif hasil crossmath dinyatakan inkompatibel. Bila aglutinasi atau hemolisis negatif pada semua tabung, hasil dinyatakan negatif atau kompatibel dan lanjutkan dengan penambahan coombs control cells (CCC) sebanyak 1 tetes dan dilanjutkan dengan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 1000 rpm. Penambahan CCC akan memberikan hasil positif pada semua

Page 106: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

88

hasil negatif yang menunjukkan hasil pemeriksaan valid. Bila dengan penambahan CCC reaksi tetap negatif, maka pemeriksaan dinyatakan invalid dan harus dilakukan pengulangan (Depkes RI, 2008).

Berikut adalah ilustrasi prosedur pemeriksaan crossmatch fase III.

Gambar 5.2 Prosedur pemeriksaan croosmatch fase III (Powell, 2016).

5.6 Crossmacthing denganColumn Agglutination TestSaat ini metode column agglutination test atau yang lebih umum

disebut gel test telah digunakan secara luas menggantikan metode manual atau tube test. Metode gel test memiliki banyak kelebihan dibandingkan metode tabung. Selain menghemat waktu pemeriksaan, prosedur tes juga lebih sederhana dan pembacaan hasil lebih mudah dilakukan. Tidak ada proses pencucian dan penambahan CCC. Berikut akan dibahas salah satu prosedur pemeriksaan gel test yang banyak digunakan.

Reagen AHG

Page 107: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

89

1. Prinsip pemeriksaan

Gambar 5.3 Prinsip pemeriksaan crossmatch metode column agglutination test (Walker and Harmening, 2012).

Sejumlah volume suspensi sel darah merah dan serum atau plasma dari donor dan pasien dimasukkan ke dalam microtube diikuti oleh proses inkubasi dan sentrifugasi. Tahap inkubasi akan memberi kesempatan antigen pada permukaan sel darah merah berikatan dengan antibodi pada serum atau plasma sehingga membentuk aglutinasi. Pada tahap sentrifugasi, sel yang beraglutinasi kuat akan tertangkap pada bagian atas matrik gel sedangkan sel yang beraglutinasi lemah akan pindah ke bagian bawah matrik gel. Bila aglutinasi tidak terjadi maka semua sel akan mengendap ke bagian bawah matrik gel (McCullough, 2012; Walker and Harmening, 2012 ).

2. Alat dan BahanAlat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan

crossmatch dengan metode gel, antara lain:a. micropipet volume 5 µL,b. dispenser 500 µL,c. tabung reaksi ukuran 12x75 mm dengan raknya,d. sentrifus yang sesuai dengan ukuran plastic carde. inkubator dengan suhu 37 oC yang sesuai dengan ukuran plastic

card

Positif kuat

Positif lemah Negatif

Page 108: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

90

Gambar 5.4 Sentrifus dan inkubator yang sesuai dengan ukuran plastic card (Walker and Harmening, 2012).

Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah sampel darah pasien maupun donor, Low Ionic Strength Solution (LISS), plastic card yang terdiri atas 6 microtube yang mengandung gel di dalamnya.

3. Prosedur pemeriksaana. Siapkan 2 buah tabung ukuran 12x75 mm dan berikan label.b. Tabung pertama diisi 5 µL sel darah merah donor dan ditambahkan

500 µL LISS. c. Tabung kedua 5 µL sel darah merah pasien dan tambahkan 500

µL LISS.d. Beri label pada plastic card (identitas pasien dan nomor donor)

serta berikan tanda pada microtube mana reaksi mayor, minor dan autokontrol.

e. Suspensi sel dari tabung 1 diambil 50 µL kemudian dimasukkan ke dalam microtube dan tambahkan serum atau plasma pasien sebanyak 25 µL (mayor).

f. Suspensi sel dari tabung 2 diambil 50 µL kemudian dimasukkan ke dalam microtube dan tambahkan plasma donor sebanyak 25 µL (minor).

g. Suspensi sel dari tabung 2 diambil 50 µL kemudian dimasukkan ke dalam microtube dan tambahkan serum atau plasma pasien sebanyak 25 µL (autokontrol).

Page 109: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

91

Gambar 5.5 Prosedur pemipetan sampel pada microtube (Walker and Harmening, 2012).

h. Sampel dimasukkan ke dalam microtube dengan posisi miring. Suspensi sel darah merah dan serum atau plasma dimasukkan tepat pada reaction chamber dalam microtube.

i. Plastic card diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menitj. Plastic card disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan

1000 rpm.k. Baca dan catat hasil reaksi yang terjadi.

Page 110: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

92

4. Interpretasi hasil

Gambar 5.6 Derajat aglutinasi pada pemeriksaan crossmatch dengan metode column agglutination test (Walker and Harmening, 2012).

Agglutinated cells form a celllayer at the top of the gel media.

Agglutinated cells begins todisperse into gel media and areconcentrated near the top of themicrotube.

Agglutinated cells disperse intothe gel media and are observedthroughout the length of themicrotube.

Agglutinated cells disperse throughout the gel media and mayconcentrated toward the bottom ofthe microtube.

All cells pass through the gelmedia and form a cell buttom atthe bottom of the microtube.

Aglutinated cells form a layerat the top of the gel media.Unagglunated cells pass to thebottom of the microtube.

Page 111: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

93

Derajat aglutinasi pada gel tes dinilai dari 1+ sampai 4+ dan reaksi mixed-field. Aglutinasi 4+ ditandai oleh mengelompoknya seluruh sel darah merah pada permukaan microtube dan tidak ada eritrosit disepanjang microtube atau di bagian bawahnya. Reaksi 3+ ditunjukkan oleh sebagian besar sel darah merah berada pada permukaan gel dan beberapa mulai turun ke bagian bawah gel. Reaksi 2+, eritrosit terdistribusi disepanjang microtube. Reaksi 1+, mayoritas eritrosit mengendap pada dasar gel dan sebagian kecil naik ke bagian atas gel. Pada reaksi negatif seluruh eritrosit berada pada bagian bawah gel. Pada reaksi yang mixed field, sebagian eritrosit ada dipermukaan gel dan sebagian mengendap pada dasar gel. Eritrosit yang ada dipermukaan gel adalah eritrosit yang mengalami aglutinasi, sedangkan eritrosit yang mengendap di dasar gel adalah eritrosit yang tidak mengalami aglutinasi (Walker and Harmening, 2012).

5.7 Computer (Electronic) Crossmatch

Evolusi terkini dalam tahapan compatibility testing untuk mengkonfirmasi kompatibilitas ABO dengan metode lain selainpemeriksaan laboratorium adalah menggunakan computer crossmatch. Pada computer crossmatch, data hasil pemeriksaan laboratorium pasien dan donor telah tersimpan dalam komputer. Beberapa opini tentang computer crossmatch menyatakan bahwa computer crossmatch sama amannya dengan immediated spin test untuk mendeteksi inkompatibilitas ABO. Pendapat lain menyatakan bahwa computer crossmatch lebih aman dari immediated spin karena adanya integritas dari software komputer untuk mendeteksi inkompatibilitas ABO antara sampel pasien dan donor. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa angka kegagalan dari penggunaan computer crossmatch ini adalah 1: 257.400, artinya dari 257.400 unit darah yang dicrossmatch hanya 1 unit yang menimbulkan kesalahan transfusi (McCullough, 2017).

Computer crossmatch menggunakan komputer untuk pengecekan terakhir ada tidaknya inkompatibilitas ABO dan menseleksi unit darah yang sesuai untuk ditransfusikan pada pasien. Program komputer harus mampu memberikan peringatan apakah pasien layak atau tidak dilakukan computer crossmatch (Blaney and Howard, 2013).

Page 112: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

94

Beberapa keuntungan dari computer crossmatch antara lain menghemat waktu dan biaya pemeriksaan, mengurangi kebutuhan sampel, mengurangi kontak dengan bahan biologis, dan mengurangi hasil positif palsu (Zundel, 2012; Downes and Shulman, 2014). Keuntungan lain dari computer crossmatch adalah signifikanmengurangi volumesampah medis dan beban kerja laboratorium serta sangat potensial dilakukan secara sentralisasi di Unit Transfusi Darah (UTD) (Blaney and Howard, 2013; Klein and Anstee, 2014).

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk melakukan computer crossmatch, antara lain:a. Komputer harus divalidasi pada saat akan digunakan dan harus

ada jaminan bahwa inkompatibilitas sistem ABO terdeteksi sehingga darah yang inkompatibel tidak sampai keluar,

b. sistem golongan darah ABO sudah ditentukan dengan sampel yang benar,sesuaidenganidentitaspasiendanjugasudahdikonfirmasidenganpemeriksaanpadasampelkeduaataukonfirmasidengandata sebelumnya (data hasil pemeriksaan pasien sebelumnya mudah diakses dan datanya valid) atau golongan darah ABO sudah diperiksa oleh 2 analis atau 2 sampel harus dikumpulkan dalam waktu yang berbeda,

c. komputer harus berisi data golongan darah ABO, Rhesus, dan hasil pemeriksaan skrining antibodi pasien,

d. sistem komputer harus mencantumkan informasi donor yang meliputi: jenis produk darah, nomor donor, golongan darah ABO dan Rhesussertahasilpemeriksaankonfirmasigolongandarah,

e. sistem komputer harus dilengkapimetode untukmemverifikasiketepatan data yang dimasukkan sebelum produk darah dikeluarkan,

f. komputer dilengkapi dengan sistem alarm atau peringatan bila terdapat inkompatibilitas antara donor dan pasien dan antara label unitdarahdanpemeriksaankonfirmasiABO(McClelland,2007;Stoe, 2011; Blaney and Howard, 2013).

Page 113: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

95

5.8 Crossmatching pada Kondisi Khusus1. Crossmatching pada darah autologous

Darah autologous adalah darah yang didonorkan oleh pasien untuk digunakan sendiri di kemudian hari, umumnya dilakukan pada kasus-kasus pembedahan berencana. Pada kondisi ini, dibutuhkan prosedur untuk meyakinkan bahwa produk darah diberikan pada pasien yang tepat. Jenis uji pratransfusi yang dilakukan bervariasi tergantung fasilitas yang ada. Sistem yang ada juga harus mampu meyakinkan bahwa darah autologous ditransfusikan sebelum darah dari donor lain masuk ke dalam tubuh pasien. Pelacakan melalui komputer dapat membantu mempermudah tahapan ini, tetapi juga harus bisa dilakukan secara manual bila dibutuhkan (Blaney and Howard, 2013).

Unit yang mengkoleksi darah pasien diharuskan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus. Unit darah harus dilabel “hanya untuk penggunaan autologous”. Pemeriksaan terhadap unexpected antibodies dan crossmatching pada transfusi autologous bersifat opsional (Zundel, 2012).

2. Crossmatchingpadabayiberusia<4bulanBayi berusia kurang dari 4 bulan, belum mampu memproduksi

antibodi dengan baik. Antibodi yang terdeteksi dalam sirkulasi umumnya berasal dari antibodi ibu. Umur 4-6 bulan, bayi mulai mampu memproduksi antibodi dengan baik.

Uji pratransfusi awal pada bayi harus menyertakan pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus. Karena antibodi ABO belum terbentuk sempurna, pemeriksaan serum grouping untuk sistem ABO tidak perlu dilakukan. Skrining antibodi perlu dilakukan baik terhadap sampel darah ibu maupun bayi. Jika antibodi yang bermakna secara klinis ditemukan, maka transfusi membutuhkan komponen darah dengan kandungan antigen negatif (Blaney and Howard, 2013).

3. Crossmatching pada komponen noneritrositUji pratransfusi untuk komponen plasma sebenarnya tidak rutin

dibutuhkan, tetapi untuk transfusi dengan volume plasma yang besar,

Page 114: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

96

crossmatching antara plasma donor dan eritrosit pasien dapat dilakukan, meskipun standar terkini tidak mengharuskan untuk dilakukan crossmatching. Tujuan utama dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mendeteksi inkompatibilitas ABO antara donor dan pasien, dalam hal ini immediate spin crossmatch cukup untuk dilakukan (Stoe, 2011; Zundel, 2012).

5.9 Penyebab dan Penanganan Inkompatibilitas pada HasilCrossmatchingHasil crossmatcing yang dianggap aman untuk pasien dan transfusi

bisa dilakukan adalah mayor, minor dan autokontrol semuanya negatif. Pada kondisi tersebut, darah donor dinyatakan kompatibel dengan darah pasien. Bila hasil crossmatcing salah satu atau lebih dari satu atau semuanya positif, darah donor dinyatakan inkompatibel dengan pasien.

Tujuan utama dari crossmatcing adalah mendeteksi adanya antibodi dalam serum pasien, termasuk anti-A dan anti-B yang dapat menghancurkan eritrosit donor. Hasil crossmatching yang positif membutuhkan penjelasan dan pasien seharusnya tidak ditransfusi sampai penyebab inkompatibilitas dapat ditentukan. Secara garis besar, penyebab inkompatibilitas pada hasil crossmatching ada 3, yaitu masalah klerikal, masalah teknis dan masalah pada kondisi pasien atau donor. Beberapa penyebab hasil positif pada crossmatch mayor antara lain:1. Kesalahan golongan darah ABO pada pasien atau donor. Pada kondisi ini, pemeriksaan golongan darah harus segera

diulang, khususnya jika hasil menunjukkan reaksi kuat dan dijumpai setelah immediate spin. Pengulangan pemeriksaan dilakukan menggunakan sampel pasien yang sama dengan pemeriksaan pertama dan sampel donor diambil langsung dari kantong darahnya.

2. adanya alloantibodi pada serum pasien yang bereaksi dengan antigen yang terdapat pada sel darah merah donor.

a. Jika sel darah merah donor yang dites inkompatibel dengan serum pasien dan antibodi skrining juga positif, mengindikasikan adanya antibodi yang mengaglutinasi

Page 115: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

97

antigen dari insiden yang tinggi atau antibodi multipel. b. Jika skrining antibodi negatif dan hanya satu unit donor

yang inkompatibel, mengindikasikan adanya antibodi pada serum pasien yang mengaglutinasi antigen sel darah merah donor dengan insiden yang rendah.

c. Jika skrining antibodi negatif, tetapi serum pasien kemungkinan menggandung antibodi misal anti A1, periksa kembali serum grouping pasien dan konfirmasiada tidaknya anti A1 dengan menggunakan sel yang sudah diketahui mengandung antigen A1.

3. Adanya autoantibodi pada serum pasien yang bereaksi dengan antigen sel darah donor. Pada kasus ini autokontrol akan positif. Skrining antibodi pada serum pasien akan menunjukkan hasil positif. Salah satu teknik yang bisa ditempuh untuk menghilangkan autoantibodi pada serum pasien adalah teknik autoadsorpsion. Pemeriksaan crossmatch dilakukan setelah teknik autoadsorpsion.

4. Sel darah merah donor di coated dengan protein yang dapat memberikan hasil crossmatch yang inkompatibel.

5. Terdapat masalah pada serum pasien, misalnya pada pasien dengan multiple myeloma dan makroglobulinemia dapat menghasilkan rouleaux formation. Rouleaux biasanya akan bertambah kuat pada inkubasi 37 oC dan tidak bertahan setelah pencucian sebelum penambahan Anti Human Globulin (AHG). Rouleaux dapat ditangani dengan salin replacement technique.

6. Adanya kontaminasi dalam sistem pemeriksaan. Kontaminasi dapat berasal dari tabung gelas yang kotor, kontaminasi bakteri pada sampel, kontaminasi salin oleh bahan kimia atau bahan lain danadanyabekuanfibrinpadasampel(Makroo,2009;Zundel,2012).Berikut adalah ringkasan tentang penyebab dan penanganan

inkompatibilitas pada hasil crossmatching.

Page 116: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

98

Tabel 5.1 Penyebab dan penanganan inkompatibilitas pada hasil crossmatching (Makroo, 2009; Zundel, 2012).

Hasil crossmatching Kemungkinan penyebab Penanganan

Mayor positif, minor negatif,autokontrol negatif,

1. Golongan darah ABO pasien atau donor salah

2. Serum pasien kemungkinan mengandung antibodi ABO

3. Terdapat alloantibody dalam serum pasien yang bereaksi dengan eritrosit donor

1. PeriksaulanggolongandarahABOdankonfirmasiketepatan identitas pasien

2. Lakukan pemeriksaan subgroup, telusuri riwayat transfusi dan transplantasi pada pasien

3. Lakukan skrining dan identifikasi antibodi padaserum pasien dan ulang crossmatch dengan unit darah yang tidak mengandung antigen yang sesuai dengan antibodi yang ditemukan. Bila skrining dan identifikasi antibodi tidak bisa dilakukancrossmatch ulang dengan beberapa unit darah donor yang lain sampai didapatkan mayor negatif.

Mayor positif, minor positif,autokontrol negatif,

1. Darah donor kemungkinan dengan Direct Coombs’ test (DCT) positif

2. Adanya alloantibody dalam serum pasien yang bereaksi dengan eritrosit donor.

1. Lakukan pemeriksaan Direct Coombs’ test pada donor, bila positif ganti darah donor

2. Lakukan skrining dan identifikasi antibodi padaserum pasien dan ulang crossmatch dengan unit darah yang tidak mengandung antigen yang sesuai dengan antibodi yang ditemukan. Bila skrining dan identifikasi antibodi tidak bisa, pemeriksaandirujuk atau lakukan crossmatch ulang dengan beberapa unit darah donor yang lain.

Mayor negatif, minor positif,autokontrol positif,

Kemungkinan terdapat autoantibodi dalam eritrosit pasien

1. Lakukan DCT pada pasien, bila positif, hasil positif pada crossmatch minor dan autokontrol berasal dari autoantibodi.

2. Apabila derajat positif pada minor sama atau lebih kecil dibandingkan derajad positif pada autokontrol atau DCT, darah boleh dikeluarkan.

3. Apabila derajat positif pada minor lebih besar dibandingkan derajad positif pada autokontrol atau DCT, darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah donor, lakukan crossmatch lagi sampai ditemukan positif pada minor sama atau lebih kecil dibanding autokontrol atau DCT

Mayor negatif, minor positif,autokontrol negatif,

Kemungkinan terdapat antibodi ireguler dalam serum atau plasma donor

Lakukanskriningdan identifikasiantibodipadaserumatau plasma donor atau ganti dengan darah donor yang lain, lakukan crossmatch lagi sampai didapatkan minor negatif.

Page 117: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

99

5.10 Contoh Kasus Terkait CrossmatchingKasus 1

Pasien wanita 30 tahun, akan menjalani tindakan pembedahan karena ada tumor pada daerah abdomen. Pasien membutuhkan 3 unit Packed Red Cells (PRC). Hasil pemeriksaan golongan darah didapatkan golongan B Rhesus positif. Hasil pemeriksaan crossmatch dengan 3 unit PRC didapatkan unit pertama negatif, unit kedua negatif, unit ketiga mayor positif, minor negatif dan autokontrol negatif. Pemeriksaan crossmatch dilakukan dengan metode gel.

Penanganan kasus:1. Dilakukan pemeriksaan golongan darah ulang (ABO dan Rhesus)

terhadap pasien dan unit darah donor ketiga. Hasil pemeriksaan baik donor maupun pasien B Rhesus positif.

2. Dilakukan crossmatch ulang dengan beberapa unit darah donor yang lain sampai didapatkan hasil yang kompatibel.

Pada kasus ini penyebab hasil mayor positif pada unit darah ketiga bukan disebabkan oleh ketidaksesuain golongan darah ABO dan Rhesus. Hasil pemeriksaan golongan darah antara pasien dan donor sama. Kemungkinan penyebab mayor positif pada kasus ini adalah adanya alloantibody dalam serum pasien yang bereaksi dengan eritrosit donor. Jika fasilitas laboratorium memungkinkan sebaiknya

Mayor positif, minor positif,autokontrol positif,

Kemungkinan terdapat autoantibodi dan alloantibody dalam serum pasien

1. Lakukan autoadsopsi pada serum pasien untuk membuang autoantibodi dan lakukan crossmatch ulang dengan serum pasien yang sudah diautoadsopsi

2. Lakukan DCT pada pasien, apabila positif, bandingkan derajat positif DCT dengan minor, apabila derajat positif minor sama atau lebih rendah dari DCT, maka positif pada minor dapat diabaikan, artinya positif tersebut berasal dari autoantibodi.

3. Sedangkan positif pada mayor, disebabkan adanya antibodi ireguler pada serum pasien, lakukan skrining antibodi atau ganti dengan darah donor baru sampai ditemukan hasil mayor negatif

Page 118: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

100

dilakukanpemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodiuntukmencarikemungkinan jenis antibodi ireguler yang ada pada serum pasien. Mengingat sudah ditemukan darah donor yang kompatibel dan fasilitas skrining antibodi tidak tersedia, maka cara efektif yang ditempuh adalah melakukan crossmatching ulang dengan unit darah donor yang lain sampai didapatkan darah yang kompatibel.

Kasus 2Pasien laki-laki 50 tahun, dengan keluhan badan lemas. Hasil

pemeriksaan darah lengkap didapatkan kadar hemoglobin 5 g/dL. Hasil kimia klinik menunjukkan peningkatan kadar total bilirubin 4,6 mg/dL (nilai rujukan <1,5 mg/dL). Kadar bilirubin direk 3,5 mg/dL (nilai rujukan 0,1 – 0,5 mg/dL). Tidak ada tanda-tanda perdarahan. Penderita rencana akan dilakukan transfusi PRC sebanyak 4 unit. Hasil pemeriksaan golongan darah O Rhesus positif. Hasil pemeriksaan crossmatch dengan 4 unit darah donor didapatkan hasil pada unit pertama dan kedua, mayor negatif, minor 3+, autokontrol 3+. Crossmatching dengan unit darah ketiga dan keempat, mayor 1+, minor 3+, autokontrol 3+.

Penanganan kasus:1. Dilakukan pemeriksaan golongan darah ulang pada pasien dan

donor menggunakan sampel baru. Hasil sama dengan pemeriksaan pertama.

2. Dilakukan pemeriksaan coombs’ test, hasil pemeriksaan Direct Coombs’ Test (DCT) positif pada C3 dan IgG dengan derajat positif masing-masing 3+, Indirect Coombs’ Test (ICT) negatif.

3. Unit darah pertama dan kedua dengan hasil crossmatching mayor negatif, minor 3+, autokontrol 3+ dikeluarkan.

4. Dilakukan crossmatching ulang dengan darah donor yang lain sampai didapatkan hasil crossmatching sama dengan unit pertama dan kedua atau dengan derajat positif yang lebih rendah. Pada kasus ini kemungkinan penyebab hasil mayor positif pada

unit darah ketiga dan keempat adalah adanya antibodi ireguler pada serum pasien. Bila fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan skrining antibodi untuk mengetahui jenis antibodi ireguler tersebut. Bila

Page 119: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

101

fasilitas skrining tidak ada ganti darah donor dan lakukan crossmatching ulang sampai didapatkan mayor negatif. Hasil minor positif dan autokontrol positif kemungkinan disebabkan adanya autoantibodi pada sampel pasien. Pasien kemungkinan mengalami autoimun hemolitik anemia. Hal tersebut ditunjang oleh klinis dan laboratorium seperti penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar bilirubin dan hasil coombs’ test positif.

Page 120: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

102

DAFTAR PUSTAKA

Blaney, K.D., Howard, P.R. 2013. Compatibility Testing. Basic&Applied Concepts of Blood Banking and Transfusion Practices. Third Edition. United States: Elsevier Mosby. p.188-201.

Depkes RI. 2008. Pemeriksaan Uji Silang Serasi. Modul 2 Pelatihan Crash Program Petugas Teknis Transfusi Darah Bagi Petugas UTDRS. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. hal 121-128.

Downes, K.A., Shulman, I.A. 2014. Pretransfusion testing. In: Fung, M., Grossman, B.J., Hillyer, C.D., Westhoff, C.M. eds. Technical manual 18th edition. Bethesda, MD: AABB. p. 367-390.

Klein, H. G., Anstee, D. J. 2014. Blood Grouping Techniques. Mollison’s Blood Transfusion in Clinical Medicine 12th Edition. UK: Wiley-Blackwell. p. 303-347.

Levitt, J. 2014. Standards for blood banks and transfusion services 29th edition. Bethesda, MD: AABB.

Makroo, R.N. 2009. Compatibility Testing (Pre Transfusion Testing). Practice of Safe Blood Transfusion Compendium of Transfusion Medicine. New Delhi: Kongposh. p. 123-131.

McClelland, D.B.L. 2007. Blood products and transfusion procedures. Handbook of Transfusion Medicine United Kingdom Blood Services 4thEdition.UK:TheStationeryOfficep.5-22.

McCullough, J. 2017. Laboratory Detection of Blood Groups and Provision of Red Cells.Transfusion Medicine 4th Edition. UK: Wiley Blackwell. p. 210-241

Mehdi, S.R. 2013. Cross-matching (compatibility testing). Essentials of Blood Banking A Handbook for Students of Blood Banking and Clinical Residents Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 45-49.

Powell, V. I. 2016. Blood Group Antigen and Antibodies. NYU Langone Medical Center.

Stoe, M. 2011. Pretransfusion Testing. In Quinley, E.D. Immunohematology Principle & Practice Third Edition. Philadelphia: Wiliams & Wilkins. p. 105-118.

Page 121: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

103

Walker, P. S., Harmening, D. M. 2012. Other Technologies and Automation. Blood Groups and Serologic Testing. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia: F.A Davis company. p. 273-285.

Zundel, W. B. 2012. Pretransfusion Testing. Blood Groups and Serologic Testing. In: Harmening, D.M. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia: F.A Davis company. p. 241-259.

Page 122: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

104

BAB VIANTIGLOBULIN TEST (COOMB’S TEST)

6.1 DefinisiCoomb’s TestAntiglobulin test yang popular disebut dengan Coomb’s test,

ditemukan pertama kali oleh Coombs, Mourant dan Race pada tahun 1945 untuk mendeteksi antibodi yang tidak beraglutinasi dalam serum (Makroo, 2009; Green and Klostermann, 2012). Coomb’s test menjadi sangat penting karena dapat mendeteksi antibodi IgG dan komplemen yang menghancurkan sel darah merah baik secara in vivo maupun in vitro tanpamenunjukkan adanya aglutinasi. Jadi perdefinisiCoomb’s test adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi antibodi yang mengikat sel darah merah baik secara in vivo maupun in vitro (Blaney and Howard, 2013).

6.2 Tujuan Coomb’s TestAda dua jenis Antiglobulin test yaitu Direct Antiglobulin Test

(DAT) atau Direct Coomb’s test (DCT) dan Indirect Antiglobulin Test (IAT) atau Indirect Coomb’s test (ICT). Tujuan dari DCT adalah untuk mendeteksi adanya antibodi imun baik IgG maupun komponen komplemen (umumnya C3d) yang menyelimuti atau mensensitisasi sel darah merah secara in vivo. Pemeriksaan ICT bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi inkomplit atau komplemen yang ada di dalam serum setelah diinkubasi dengan sel darah merah secara in vitro (Makroo, 2009).

Pemeriksaan DCT sering digunakan untuk membantu diagnosis kasus-kasus berikut:a. hemolytic disease of new born (HDN), b. auto immune hemolytic anemia (AIHA),c. pemeriksaan adanya sensitisasi sel darah merah yang diinduksi

oleh obat-obatan,

Page 123: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

105

d. pemeriksaan kasus hemolitik yang disebabkan oleh reaksi transfusi (Makroo, 2009).

Pemeriksaan ICT digunakan untuk kasus-kasus berikut:a. compatibility testing,b. skrining dan identifikasi antibodi yang tidak diharapkan dalam

serum,c. mendeteksi antigen sel darah merah menggunakan antibodi

spesifikyanghanyabereaksidenganantiglobulinsepertiFya, Fyb, JKa, Jkb dan lain-lain (Makroo, 2009).

6.3 Prinsip Pemeriksaan Coomb’s TestPrinsip sederhana dari pemeriksaan antiglobulin adalah sebagai

berikut:a. Molekul antibodi dan komplemen adalah globulin,b. human globulin yang diinjeksikan pada hewan (kelinci) akan

merangsang produksi antibodi, yaitu Anti Human Globulin (AHG). Pemeriksaan serologi yang berkembang menggunakan reagen AHG yang dapat bereaksi dengan berbagai jenis globulin manusia meliputi anti-IgG antibody dan C3d yang merupakan komponen komplemen pada manusia.

c. AHG akan bereaksi dengan molekul human globulin baik yang terikat dengan sel darah merah maupun yang bebas dalam serum (Green and Klostermann, 2012).

1. Prinsip pemeriksaan DCT

Gambar 6.1 Prinsip pemeriksaan Direct Coomb’s Test (Green and Klostermann, 2012).

Page 124: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

106

DCT berfungsi untuk mendeteksi adanya sensitisasi sel darah merah oleh IgG atau komponen komplemen yang terjadi secara in vivo. Setelah dilakukan proses pencucian sel darah merah sebanyak 3 kali kemudian tambahkan reagen AHG, kemudian dilihat ada tidaknya aglutinasi. Aglutinasi akan terjadi apabila ada anti-IgG antibody atau C3d yang menyelimuti sel darah merah (Green and Klostermann, 2012).

2. Prinsip pemerikaan ICT

Gambar 6.2 Prinsip pemeriksaan Indirect Commb’s Test (Green and Klostermann, 2012).

ICT berfungsi untuk mendeteksi adanya sensitisasi sel darah merah oleh IgG atau komponen komplemen yang terjadi secara in vitro. Reagen sel darah merah ditambahkan serum pasien kemudian dilakukan proses inkubasi. Inkubasi bertujuan untuk memberi kesempatan anti-IgG antibody dan C3d yang bebas dalam serum mensensitisasi sel darah merah secara in vitro. Setelah sensitisasi terjadi lalu tambahkan reagen AHG dan amati ada tidaknya aglutinasi (Green and Klostermann, 2012).

6.4 Metode Pemeriksaan Coomb’s TestMetode konvensional untuk pemeriksaan coomb’s test adalah

menggunakan metode tabung (tube test).Beberapametodemodifikasilain yang bisa digunakan dalam situasi khusus seperti Low-Ionic

Page 125: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

107

Polybrene technique (LIP), Enzyme-Linked Antiglobulin Test (ELAT), solid phase technology, dan gel test (Green and Klostermann, 2012).

6.5 PemeriksaanDCTdenganMetodeTabung(Tube Test)1. Alat dan bahan

Alat-alat yang dibutuhkan, antara lain: tabung gelas dengan ukuran 75 x 12 mm, sentrifus, dan pipet tetes.

Bahan untuk pemeriksaan coomb’s test dengan metode tabung, antara lain: sel darah merah yang akan diperiksa, reagen Anti Human Globulin (AHG), dan kontrol positif.

Ada dua tipe reagen AHG yang tersedia, yaitu:a. ReagenAHGpolispesifik ReagenAHGpolispesifik umumnyamengandung anti-IgGdan

anti-C3d namun juga dapat mengandung anti C3b dan anti C4b. Pembuatan AHG dilakukan dengan cara menyuntikkan human globulin ke dalam tubuh hewan, prosedur tersebut selanjutnya akan menghasilkan antibodi spesifik untuk immunoglobulinmanusia dan sistem faktor komplemen manusia.

b. ReagenAHGmonospesifik Reagen monospesifik masing-masing mengandung anti-IgG,

IgM, IgA atau komponen komplemen yang sudah terpisah-pisah (Makroo, 2009).Kontrol sel positif dibuat dari golongan darah O Rhesus positif

yang direaksikan dengan anti-D, reagen AHG dan dibantu dengan alat dan bahan lain seperti salin dan tabung reaksi ukuran 75 x 12 mm. Berikut adalah teknik pembuatan kontrol sel positif:a. cuci sel darah merah golongan O Rhesus positif sebanyak tiga kali

menggunakan larutan salin,b. letakkan 0,5 mL sel darah merah yang sudah dicuci ke dalam

tabung reaksi,c. tambahkan 2-3 tetes anti-D,d. campur dan inkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Jika

aglutinasi positif, ulangi prosedur dengan menambahkan anti-D yang sudah diencerkan,

e. cuci sel sebanyak 4 kali kemudian buat suspensi sel 5% dalam medium salin,

Page 126: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

108

f. ambil satu volume suspensi sel 5% dan tambahkan 2 volume reagen AHG. Campur dengan baik dan sentrifugasi. Reaksi yang didapat harus +2,

g. kontrol sel positif dapat disimpan selama 48 jam pada suhu 4 oC (Makroo, 2009).

2. Prosedur PemeriksaanAda pun prosedur pemeriksaan DCT adalah sebagai berikut:

a. teteskan 1 tetes suspensi sel 2-4% yang akan diperiksa ke dalam tabung yang bersih dan berikan label. Sampel darah harus segar, tidak lebih dari 24 pasca pengambilan atau ditampung dalam tabung EDTA untuk mencegah terjadinya uptake komplemen,

b. cuci sel sebanyak 3 kali menggunakan larutan salin dan buang sebanyak mungkin salin pasca pencucian,

c. tambahkan 1-2 tetes reagen AHG,d. campur dan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 1000

revolution per minute (rpm),e. goyangkan tabung dan baca ada tidaknya aglutinasi,f. jika hasil negatif, tambahkan 1 tetes control cells,g. campur dan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 1000

rpm dan lihat adanya aglutinasi. Jika tidak ada aglutinasi, hasil dinyatakan invalid dan pemeriksaan harus diulang.

Berikut adalah ilustrasi prosedur pemeriksaan DCT

Gambar 6.3 Prosedur pemeriksaan DCT dengan motode tube test (Powell, 2016).

Page 127: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

109

6.6 PemeriksaanICTdenganMetodeTabung(Tube Test)1. Alat dan bahan

Alat yang dibutuhkan adalah tabung gelas dengan ukuran 75 x 12 mm, sentrifus, dan pipet tetes.

Bahan untuk pemeriksaan meliputi serum yang akan diperiksa, sel darah merah golongan O, reagen Anti Human Globulin (AHG), dan kontrol sel positif.

2. Prosedur PemeriksaanAdapun prosedur pemeriksaan ICT adalah sebagai berikut:

a. teteskan 2 tetes serum yang akan diperiksa ke dalam tabung yang bersih dan beri label. Sampel serum harus segar, untuk mendeteksi adanya komplemen yang berikatan dengan antibodi,

b. tambahkan 1 tetes suspensi sel darah golongan O 2-5%,c. inkubasi pada suhu 37 oC selama 45-60 menit,d. amati ada tidaknya hemolisis atau aglutinasi. Hemolisis atau

aglutinasi yang terjadi pada tahap ini mencerminkan adanya salin yang bereaksi dengan antibodi,

e. jika tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi, cuci sampel sebanyak 3-4 kali menggunakan larutan salin dan buang sebanyak mungkin salin pasca pencucian,

f. tambahkan 1-2 tetes reagen AHG,g. campur dan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 1000

revolution per minute (rpm),h. goyangkan tabung dan baca ada tidaknya aglutinasi,i. jika hasil negatif, tambahkan 1 tetes control cells,j. campur dan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 1000

rpm dan lihat adanya aglutinasi. Jika tidak ada aglutinasi, hasil dinyatakan invalid dan pemeriksaan harus diulang.

k. Selalu sertakan autokontrol pada pemeriksaan ICT (Makroo, 2009).

Page 128: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

110

Berikut adalah ilustrasi prosedur pemeriksaan ICT.

Gambar 6.4 Prosedur pemeriksaan IAT dengan motode tube test (Powell, 2016).

Ringkasan tujuan dari masing-masing tahapan pemeriksaan ICT tercantum pada tabel berikut.

Tabel 6.1 Tujuan dari masing-masing tahapan pemeriksaan ICT (Green and Klostermann, 2012).

Tahapan pemeriksaan TujuanInkubasi sel darah merah dengan serum pasien

Memberikan kesempatan antibodi yang ada pada serum pasien menyelimuti antigen sel darah merah

Pencucian sel dengan salin sebanyak 3 kali

Menghilangkan molekul globulin bebas atau yang tidak terikat

Penambahan reagen AHGMembentuk aglutinasi sel darah merah melalui ikatan antigen eritrosit + antibodi + anti-IgG

Sentrifugasi Mempercepat proses aglutinasi dengan cara mendekatkan sel satu sama lain

Pembacaan aglutinasi Memberikan interpretasi hasil pemeriksaan apakah positif atau negatif

Menentukan derajat aglutinasi Menentukan kuat lemahnya reaksi yang terjadi

Penambahan Coombs’ control cells pada hasil yang negatif

Untuk memastikan bahwa hasil yang negatif bukan disebabkan oleh netralisasi reagen AHG oleh molekul globulin bebas

Page 129: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

111

6.7 Interpretasi Hasil Coomb’s TestPemeriksaan DCT tidak dibutuhkan secara rutin dalam protokol

pretransfusion testing. Hasil DCT yang positif secara tersendiri bukan merupakan sebuah diagnosis. Interpretasi hasil yang positif membutuhkan informasi tentang diagnosis klinis pasien, riwayat pemberian obat-obatan, kehamilan, riwayat transfusi sebelumnya dan informasi lain terkait adanya proses hemolitik.

Tabel berikut hanya membantu dalam memperkirakan kemungkinan interpretasi hasil pemeriksaan DCT dengan tetap harus mempertimbangkan kondisi klinis pasien.

Tabel 6.2 Panel DCT: pola hasil pemeriksaan DCT pada Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)

(Green and Klostermann, 2012).

Anti-IgG Anti-C3d Jenis AIHA

+ + Warm Autoimmune Hemolytic Anemia (WAIHA)

+ - WAIHA

- +Cold Agglutinin Syndroma (CAS), Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH), WAIHA

+ + Mixed-type AIHA (cold dan warm)

6.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil PemeriksaanCoomb’s Test DCT dapat mendeteksi kadar molekul IgG pada level 100-500

per eritrosit dan 400-1.100 molekul C3d per eritrosit. Sedangkan ICT mampu mendeteksi kadar molekul IgG atau C3d pada level 100-200 pada sel dengan reaksi positif. Jumlah molekul IgG yang mensensitisasi eritrosit dan kecepatan terjadinya sensitisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Rasio serum dan selPeningkatan rasio serum dan sel akan meningkatkan sensitivitas

pemeriksaan. Umumnya, rasio minimum adalah 40:1 yang bisa

Page 130: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

112

didapat dengan menambahkan 2 tetes serum dan 1 tetes suspensi sel eritrosit 5%. Jika menggunakan sel yang disuspensi dalam salin, maka dapat meningkatkan rasio serum dan sel yang memiliki kemampuan mendeteksi antibodi lemah (misal: 4 tetes serum dengan 1 tetes suspensi sel 3% akan memberikan rasio 133:1) (Green and Klostermann, 2012).

2. Medium reaksiBeberapa medium reaksi yang bisa digunakan antara lain

albumin, LISS dan polyethylene glycol. Pada 1965, Stroup dan Macllroy melaporkan peningkatan sensitivittas ICT jika albumin digunakan sebagai medium reaksi. Campuran reaksi yang terdiri atas 2 tetes serum, 2 tetes bovin albumin 22% dan 1 tetes suspensi sel 3-5% menunjukkan sensitivitas yang sama pada inkubasi 30 menit dibandingkan inkubasi 60 menit pada medium salin. Namun, salah satu kelemahan albumin yang dilaporkan oleh Pezt dan Coworkers adalah tidak mampu mendeteksi beberapa jenis antibodi yang bermakna secara klinis sehingga albumin jarang digunakan sebagai media ICT secara rutin (Green and Klostermann, 2012).

Penggunaan Low ionic strength solutions (LISS) diperkenalkan oleh Low dan Messeter. LISS mampu meningkatkan uptake antibodi dan memperpendek waktu inkubasi dari 30-60 menit menjadi 10-15 menit. Penggunaan LISS juga dilaporkan oleh Moor dan Mollison yang menemukan bahwa reaksi optimal bisa didapatkan dari penggunaan 2 tetes serum dan 2 tetes suspensi sel 3% dalam medium LISS (Green and Klostermann, 2012).

Polyethylene glycol (PEG) bersifat larut dalam air dan digunakan sebagai zat tambahan untuk meningkatkan uptake antibodi. Mekanisme kerja PEG adalah menghilangkan molekul air yang mengelilingi eritrosit (the water of hydration theory) sehingga efektif untuk meningkatkan konsentrasi antibodi. Beberapa peneliti telah membandingkan penggunaan PEG dan LISS sebagai medium reaksi dalam pemeriksaan antiglobulin. Hasil penelitian melaporkan bahwa PEG dapat meningkatkan deteksi antibodi yang bermakna secara klinis dan menurunkan deteksi antibodi yang tidak bermakna secara klinik (Green and Klostermann, 2012).

Page 131: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

113

3. TemperaturKecepatan reaksi antibodi IgG dan aktivasi komplemen optimal

pada suhu 37 oC (Green and Klostermann, 2012).

4. Waktu inkubasiUntuk sel yang disuspensi dalam medium salin, waktu inkubasi

mencapai 30-120 menit. Mayoritas antibodi yang bermakna secara klinis akan terdeteksi setelah menit ke-30. Jika menggunakan LISS atau PEG, waktu inkubasi bisa diperpendek menjadi 10-15 menit. Dengan waktu yang lebih singkat, sangat penting untuk dilakukan inkubasi pada suhu 30 oC. Bila waktu inkubasi pada teknik LISS diperpanjang (misal 40 menit) maka antibodi akan terelusi dari eritrosit dan sensitivitas akan menurun (Green and Klostermann, 2012).

5. PencucianeritrositUntuk pemeriksaan DCT maupun ICT, sel eritrosit harus dicuci

dengan salin minimal 3 kali sebelum dilakukan penambahan reagen AHG. Pencucian akan menghilangkan globulin serum yang tidak berikatan. Pencucian yang tidak adekuat dapat menyebabkan hasil negatif palsu karena reagen AHG akan dinetralisasi oleh globulin serum yang tidak berikatan. Hal tersebut menyebabkan fase pencucian pada pemeriksaan DCT dan ICT menjadi tahapan yang sangat penting. Proses pencucian sebaiknya segera dilakukan setelah proses inkubasi. Semua sisa salin setelah pencucian terakhir harus dihilangkan karena dapat mengencerkan reagen AHG yang berefek pada penurunan sensitivitas pemeriksaan (Green and Klostermann, 2012).

6. SalinuntukpencucianIdealnya salin yang digunakan untuk pencucian harus segar

dan mempunyai pH 7,2-7,4. Salin yang disimpan terlalu lama dalam wadah plastik menunjukkan penurunan pH sehingga meningkatkan kecepatan elusi antibodi selama proses pencucian dan memberikan efek hasil negatif palsu. Adanya kontaminasi bakteri pada salin juga pernah dilaporkan dan hal tersebut berkontribusi dalam memberikan hasil positif palsu (Green and Klostermann, 2012).

Page 132: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

114

7. Penambahan AHGReagen AHG seharusnya ditambahkan segera setelah proses

pencucian untuk mengurangi elusi antibodi dan berdampak pada netralisasis reagen AHG. Jumlah AHG yang ditambahkan disesuaikan dengan ketentuan perusahaan reagen (Green and Klostermann, 2012).

8. SentrifugasiuntukpembacaanSentrifugasi pada campuran sel untuk membaca hemaglutinasi

merupakan langkah yang krusial dalam pemeriksaan. Sentrifugasi yang direkomendasikan adalah 1000 Relative Centrifugal Forces (RCFs) selama 20 detik. Kecepatan sentrifugasi yang tidak standar dapat memberikan hasil positif palsu karena resuspensi menjadi inadekuat dan dapat memberikan hasil negatif palsu karena resuspensi terlalu kuat (Green and Klostermann, 2012).

6.9 Sumber Kesalahan Pemeriksaan Coomb’s Test Berikut adalah tabel yang memuat ringkasan tentang penyebab

hasil pemeriksaan Coomb’s test positif palsu dan negatif palsu.

Tabel 6.3 Sumber kesalahan hasil pemeriksaan coomb’s test (Makoo, 2009;WHO, 2009; Green and Klostermann,

2012; Mehdi, 2013).

a. Kualitas sampel yang tidak baikb. Sentrifugasi berlebihan c. Teknik pembacaan yang tidak tepatd. Kontaminasi bakteri pada sel atau salin

yang digunakan untuk pencuciane. Penggunaan tabung yang kotorf. Adanya fibrin dalam tabung sehingga

menyerupai aglutinasig. Sel dengan hasil DCT positif dapat

memberikan hasil ICT positif palsuh. Sel dengan poliaglutinasii. Salin terkontaminasi dengan logam

berat atau colloidal silicaj. Sampel ditampung pada tabung dengan

gel separator

Penyebab hasil positif palsu Penyebab hasil negatif palsu

a. Pencucian sel yang tidak adekuatb. Kontaminasi reagen AHG dengan protein

dari luarc. Konsentrasi paraprotein yang tinggi dalam

serumd. Reagen AHG tidak bekerja dengan baik,

baik oleh karena deteorisasi maupun netralisasi

e. Adanya pemanasan serum atau pembekuan dan pencairan yang berulang

f. Lupa menambahkan serum atau reagen AHG

g. Sentrifugasi yang tidak adekuat atau berlebihan

h. Suspensi sel terlalu encer atau terlalu pekat

Page 133: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

115

6.10PemeriksaanICTMenggunakanMediumLISSPenggunaan LISS pada ICT dapat meningkatkan kecepatan dan

derajat pengikatan antibodi oleh sel darah merah dan menurunkan waktu inkubasi. Berikut dijelaskan tentang pemeriksaan ICT pada medium LISS (Makroo, 2009).

1. Alat dan bahanAlat-alat yang dibutuhkan meliputi tabung gelas dengan ukuran

75 x 12 mm, sentrifus, dan pipet tetes.Beberapa bahan yang dibutuhkan, antara lain:

a. Low ionic strength solution (LISS)b. Serum yang akan diperiksac. Sel darah merah golongan Od. Reagen anti human globulin (AHG)e. Kontrol sel positif

2. Prosedur PemeriksaanAda pun prosedur pemeriksaan ICT adalah sebagai berikut:

a. Cuci sel darah merah dengan salin sebanyak 2 kali,b. cuci sel sekali dalam medium LISS,c. buat suspensi sel 2-4% dalam medium LISS,d. teteskan serum dan sel yang disuspensi dalam LISS dengan

volume yang sama ke dalam tabung yang bersih dan berikan label,

e. inkubasi selama 15 menit pada suhu 37 oC (pada kondisi emergency, inkubasi dapat dilakukan selama 5 menit),

f. amati ada tidaknya hemolisis atau aglutinasi, catat hasil yang di dapat,

g. jika tidak terjadi hemolisis atau aglutinasi, cuci sampel sebanyak 3 kali menggunakan larutan salin dan buang sebanyak mungkin salin pasca pencucian,

h. tambahkan 1-2 tetes reagen AHG,i. campur dan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 1000

revolution per minute (rpm),

Page 134: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

116

j. goyangkan tabung dan baca ada tidaknya aglutinasi,k. jika hasil negatif, tambahkan 1 tetes control cells,l. campur dan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 1000

rpm dan lihat adanya aglutinasi. Jika tidak ada aglutinasi, hasil dinyatakan invalid dan pemeriksaan harus diulang.LISS, serum dan suspensi sel harus diadaptasikan dengan suhu

kamar sebelum digunakan (Makroo, 2009).

6.11 BeberapaModifikasidanAutomatisasiPemeriksaanCoomb’s TestAda beberapa jenismodifikasi pemeriksaan coomb’s test yang

bisa digunakan dalam situasi khusus seperti Low-Ionic Polybrene technique (LIP), Enzyme-Linked Antiglobulin Test (ELAT), solid phase technology, dan gel test (Green and Klostermann, 2012).

1. Low-Ionic Polybrene technique (LIP)Teknik LIP diperkenalkan pada 1980 oleh Lalezari dan Jiang.

Teknik ini dapat mensensitisasi sel dengan antibodi dalam waktu cepat. Namun teknik ini memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya rendah untuk mendeteksi anti-Jka dan anti-Jkb (Green and Klostermann, 2012).

2. Enzyme-Linked Antiglobulin Test (ELAT)Pada teknik ELAT, suspensi eritrosit ditambahkan pada microtiter

well dan dicuci dengan salin kemudian ditambahkan reagen AHG yang sudah dilabel dengan enzim. Reagen AHG yang sudah dilabel dengan enzim akan berikatan dengan eritrosit yang disensitisasi dengan IgG. Kelebihan antibodi akan dihilangkan dengan proses pencucian. Setelah penambahan substrate akan terjadi perubahan warna yang selanjutnya dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu (umumnya pada panjang gelombang 405 nm). Perubahan warna yang terjadi sebanding dengan jumlah antibodi yang ada pada sampel (Green and Klostermann, 2012).

Page 135: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

117

3. SolidPhaseTechnologySolid-phase technology untuk pemeriksaan antiglobulin dapat

dilakukan dengan menggunakan test tubes maupun microplates. Baik pemeriksaan DCT maupun ICT dapat dikerjakan dengan motode solid-phase (Green and Klostermann, 2012).

4. Gel TestPada gel test reaksi antigen dan antibodi akan terdeteksi pada

microtube yang mengandung polyacrylamide gel. Gel akan menjaring sel darah merah yang beraglutinasi pada bagian atas gel dan meloloskan sel darah merah yang tidak beraglutinasi sehingga mengendap pada dasar tabung. Hasil reaksi dinyatakan negatif, bila seluruh suspensi sel mengendap di dasar tabung dan hasil dinyatakan positif bila suspensi naik di sepanjang atau seluruhnya ada di permukaan tabung. Semakin tinggi derajat aglutinasi maka sel semakin berada di atas permukaan tabung. Ada tiga jenis gel test, yaitu netral, spesifik danantiglobulin. Neutral geltidakmengandungreagenspesifikdanhanyadigunakan untuk mendeteksi ada tidaknya aglutinasi. Sebagian besar penggunaan neutral gel test adalah untuk skrining dan identifikasiantibodi. Gel test yang spesifik menggunakan reagen spesifik yangdimasukkan ke dalam gel dan sering digunakan untuk menentukan jenis antigen. Gel test yang mengandung antiglobulin atau yang disebut dengan The gel low ionic antiglobulin test (GLIAT) dapat digunakan untuk pemeriksaan IAT maupun DAT. Salah satu contoh prosedur pemeriksaan IAT menggunakan metode gel, 50 µL suspensi sel darah merah 0,8% dimasukkan ke dalam gel yang sudah mengandung AHG lalu tambahkan serum. Tabung kemudian diinkubasi dalam periode tertentu dan selanjutnya dilakukan sentrifugasi. Apabila ada aglutinasi maka akan terperangkap pada permukaan tabung yang menandakan hasil reaksi positif. Interpretasi sama dengan pemeriksaan golongan darah atau crossmatching menggunakan metode gel. Jika dibandingkan dengan metode konvensional, metode GLIAT lebih aman, handal dan hasil pemeriksaan lebih mudah dibaca (Green and Klostermann, 2012).

Page 136: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

118

6.12 Contoh Kasus Terkait Coomb’s TestKasus 1

Wanita, 42 tahun, menikah, datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Sesak disertai batuk berdahak dan badan lemas. Kadang penderita juga merasakan demam. Penderita sebelumnya dirawat dengan Ca mamma sejak satu tahun yang lalu dan sudah pernah menjalani kemoterapi sebelumnya. Riwayat penyakit jantung, ginjal, kencing manis, alergi disangkal. Tidak ada keluarga penderita yang mengalami keluhan serupa.

Hasilpemeriksaanfisik:keadaanumumlemah,komposmentis,tensi 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 36 x/ menit dan suhu aksila 37,5 o C. Dijumpai anemia, tampak konjungtiva pucat, suara paru vesikuler dengan ronchi positif, lain-lain dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan radiologi menyimpulkan adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan kadar hemoglobin dari 8,9 g/dL menjadi 5,1 g/dL dalam waktu 6 hari tanpa disertai tanda-tanda perdarahan. Dokter merencanakan untuk melakukan transfusi Pack Red Cells (PRC) 5 Unit.

Hasil pemeriksaan golongan darah adalah sebagai berikut :

Tabel 6.4 Pemeriksaan golongan darah dengan blood grouping plate

Anti-A Anti-B Suspensi sel A

Suspensisel B

Suspensi sel O Anti-D Bovin

Albumin

AutoKontrol

3+ 4+ +3 3+ 3+ 4+ +4 4

Tabel 6.5 Pemeriksaan golongan darah ulang dengan metode tabung

Anti-A Anti-B Suspensi sel A

Suspensisel B

Suspensi sel O Anti-D Bovin

Albumin

AutoKontrol

3+ 4+ 3+ 3+ 3+ 4+ 4+ 4+

Page 137: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

119

Tabel 6.6 Pemeriksaan golongan darah ulang setelah pencucian sel dan dikerjakan dengan metode tabung, inkubasi 37 o C.

Anti-A Anti-B Suspensi sel A

Suspensisel B

Suspensi sel O Anti-D Bovin

Albumin

AutoKontrol

Negatif Negatif 3+ 3+ Negatif 4+ Negatif 4+

Kesimpulan : Penderita golongan darah O Rh positif

Tabel 6.7 Hasil pemeriksaan crossmatch dengan sejumlah donor.

NO Donor Golongan darah donor Mayor Minor

AutoKontrol

1 Donor 1 O Rhesus + 2+ 3+ 4+2 Donor 2 O Rhesus + 2+ 3+ 4+3 Donor 3 O Rhesus + 3+ 4+ 4+4 Donor 4 O Rhesus + 2+ 3+ 4+5 Donor 5 O Rhesus + 2+ 3+ 4+6 Donor 6 O Rhesus + 3+ 4+ 4+7 Donor 7 O Rhesus + 3+ 4+ 4+8 Donor 8 O Rhesus + 2+ 3+ 4+

Hasil coomb’s test :Penderita golongan darah O Rh positif. Ditemukan adanya auto immune antibody (DCT: positif) juga anti IgG dan C3 yang coated pada sel darah merah penderita. Ditemukan adanya irregular allo antibody yang bebas di dalam serum (ICT: positif) yang reaktif pada suhu 20 o C dan 37 o C.

Diagnosis : Ca mamma, Penumonia, Autoimmune hemolytic anemia (AIHA).

Sebagian besar kasus AIHA bersifat idiopatik, beberapa kasus dapat disebabkan oleh infeksi virus, obat-obat kemoterapi, dapat berasosiasi dengan kondisi autoimun lain atau kelainan hematologi dan keganasan (Morris et al, 2008).

Pada kasus ini pasien menderita carcinoma mammae disertai dengan Autoimmune hemolytic anemia (AIHA). Penyebab AIHA pada pasien ini tidak diketahui secara pasti. Kemungkinan oleh karena

Page 138: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

120

adanya proses keganasan sehingga mengganggu sistem imum penderita. Beberapa jenis molekul pada permukaan sel tumor dapat membangkitkan respons antibodi autologous (Kresno, 2011). Beberapa kelainan yang sering mencetuskan AIHA adalah Connecting tissue disease (Rheumatoid arthritis, Scleroderma, Systemic lupus erythematosus), idiopatic, Immunodeficiency state (Dysglobulinemia, hypogammaglobulinemia), infeksi (Human Immunodeficiency Virus, Mycoplasma, Mononucleosis), malignancy (lymphoma, leukemia, multiple myeloma, carcinoma) (Desai and Isa-Pratt, 2000). Pada pasien ini kanker payudara diduga sebagai pencetus munculnya AIHA.

Diagnosis Ca mammae dapat ditegakkan dari klinis, radiologi dan biopsi (SIGN, 2005). Pada pasien ini diagnosis Ca mammae sudah tegak secara klinis, radiologi maupun biopsi bahkan penderita sudah pernah mendapatkan kemoterapi sebelumnya.

Pada kasus AIHA, selain dari klinis, diagnosis dapat ditegakkan dari beberapa pemeriksaan laboratorium. Klinis pasien AIHA dapat berupa anemia, jaundice dan splenomegali. Pemeriksaan laboratorium yang mendukung adalah Darah Lengkap (DL) dengan penurunan kadar hemoglobin, peningkatan retikulosit, peningkatan serum bilirubin dan Lactic Dehydrogenase (LDH) serta penurunan haptoglobin. Pada AIHA tipe hangat umumnya dijumpai sferosit atau aglutinasi eritrosit. Pada urinalisis menunjukkan hemoglobinuria jika proses hemolisis berlangsung intravaskuler. Pemeriksaan laboratorium yang utama pada AIHA adalah Direct Coomb,sTest (DCT) (Shaz and Hillyer, 2009).

Pada kasus ini, selain klinis, pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis AIHA adalah kadar hemoglobin rendah pada darah lengkap dan DAT positif. Saat pemeriksaan golongan darah sempat terjadi kesulitan dalam menginterpretasi hasil karena semua menunjukkan aglutinasi. Hasil pemeriksaan golongan darah menunjukan adanya discrepancy antara cells grouping dan serum grouping. Aglutinasi yang positif pada cells grouping, serum grouping, bovin albumin maupun autokontrol kemungkinan disebabkan karena proses aglutinasi sudah berlangsung sebelum sampel dianalisis akibat adanya autoantibodi yang menyelimuti eritrosit pasien ataupun yang beredar dalam serum.

Page 139: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

121

Munculnya aglutinasi pada semua metode pemeriksaan golongan darah kemungkinan disebabkan adanya extra antibody. Jika extra antibody tersebut bersifat cold, untuk melepaskan aglutinasi tersebut bisa dilakukan inkubasi pada 37 oC dan pencucian eritrosit dengan larutan salin. Pada pencucian sampel dengan salin dan prewarming technique (inkubasi 37o C) kemungkinan terjadi migrasi reaktiviti autoantibodi sehingga golongan darah menjadi jelas (Shaz and Hillyer, 2009).

Hasil pemeriksaan golongan darah pada pemeriksaan pertama dan diulang dengan metode tabung pada pemeriksaan kedua menunjukkan adanya ABO discrepancies. 1. Reaksi aglutinasi kuat dijumpai pada cells grouping dan sesuai

dengan golongan darah AB.2. Hasil pemeriksaan serum grouping sesuai dengan golongan darah

O.Dari hasil DCT yang menunjukkan aglutinasi pada IgG dan C3,

kemungkinan pasien menderita AIHA tipe campuran (mixed AIHA). Sebagian besar kasus AIHA dengan IgG dan C3 positif adalah mixed AIHA (Shaz and Hillyer 2009). Di samping itu setelah dilakukan prewarming technique pada pemeriksaan golongan darah, interpretasi hasil menjadi lebih jelas. Berikut adalah tabel hasil pemeriksaan DCT dan persentase kasus pada masing-masing jenis AIHA.

Table 6.8 Persentase kasus dan hasil DCT pada masing-masing tipe AIHA (Shaz and Hillyer, 2009).

Warm AIHA (WAIHA)

Cold AglutininDisease (CAD) Mixed AIHA

Persentasekasus 48-70% 16-32% 7-8%

DCT IgG 20-66%, IgG + C3 24-63%, C3 7-14% C3 91-98% IgG + C3 71-100%

Tipe Ig IgG (jarang IgA atau IgM) IgM IgG + IgM

First line treatment untuk pasien AIHA adalah kortikosteroid. Terapi lain adalah splenektomi, Rituximab, Imunoglobulin intravena dan obat imunosupresan alternatif lainnya. Pasien anemia berat disertai

Page 140: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

122

disfungsi jantung atau otak membutuhkan penanganan yang urgen termasuk pemberian transfusi Pack Red Cells (PRC). Selama serangan akut, pasien yang baru terdiagnosis AIHA sangat sulit mendapatkan darah yang kompatibel. Pada kondisi tersebut, transfusi PRC dapat dilakukan dengan memberikan darah ”least incompatible” artinya memilih unit darah dengan hasil pemeriksaan crossmatch yang paling kurang reaktif ( Morris et al, 2008; Shaz and Hillyer, 2009).

Pada pasien ini kadar hemoglobin 5,1 g/dL dan urgen membutuhkan transfusi. Transfusi akhirnya dilakukan dengan memilih komponen darah yang ”least incompatible”. Dokter yang merawat merencanakan transfusi dengan 5 unit PRC dengan harapan Hb pasien bisa menjadi 10 g/dL. Setelah tranfusi PRC yang kedua, pasien sempat mengalami alergi sehingga untuk transfusi selanjutnya dokter meminta Wash Red Cells (WRC). Pemeriksaan darah lengkap setelah transfusi 5 unit menunjukkan kadar Hb 12 g/dL. Peningkatan Hb melebihi target kemungkinan disebabkan karena proses Autoimmune hemolytic sudah teratasi dan sumsum tulang juga telah melakukan kompensasi terhadap keadaan anemia. Selain itu, penderita dianggap memiliki respon yang baik terhadap terapi kortikosteroid. Peningkatan kadar Hb yang ideal setelah transfusi adalah kurang dari 11 g/dL. Peningkatan kadar Hb lebih dari 11 g/dL pasca transfusi dianggap telah terjadi overtransfusion.

Selama transfusi, pasien juga mendapatkan premedikasi furosemide 20 mg iv. Jika premedikasi diberikan secara intravena, transfusi dilakukan 10 menit setelah pemberian obat. Apabila premedikasi diberikan per oral, transfusi dilakukan 30-60 setelah pemberian obat. Pemberianobat-obatanprofilaksissecararutinsebelumtransfusitidakdianjurkan (WHO, 2002).

Kasus 2.

Laki-laki, 65 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan sesak dan mata kuning. Hasil pemeriksaan fisik, tekanan darah 105/65mmHg,nadi 92 kali/menit dan lien teraba 2 cm di bawah arkus kosta. Penderita pernah menjalani cholecystectomy 15 tahun yang lalu dan 3 tahun terakhir didiagnosis dengan coronary artery disease. Saat ini penderita

Page 141: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

123

mendapat terapi Atenolol, Ramipril, Simvastatin dan Aspirin. Hasil pemeriksaan laboatorium: hemoglobin 4,8 g/dl, retikulosit 263x109/L (22%),MeanCellsVolume (MCV)84fl,WhiteBloodCells (WBC)8,5x109/L, trombosit 277x109/L, bilirubin total 128 µmol/l (conjugated bilirubin 12 µmol/l), kalium 4.5 mmol/l, kreatinin 176 mmol/l, Lactate dehydrogenase (LDH) 3407 µ/l (normal: <240 µ/l). Pasien memiliki golongan darah A Rhesus positif. Hasil pemeriksaan Direct Coombs’ test (DCT) positif kuat dengan anti-IgG dan anti-C3d positif dan Indirect Coombs’ test juga positif (Mijovic, 2012).

Berdasarkan kondisi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, penderita didiagnosis dengan Autoimmune hemolytic anemia (AIHA), “warm antibody type.” Hasil laboratorium yang menunjukkan adanya proses hemolisis adalah peningkatan unconjugated bilirubin, LDH dan retikulosit. Hasil pemeriksaan DCT juga menunjang AIHA. Pada 40% kasus AIHA dapat menunjukkan adanya jaundice dan sekitar 50% terjadi splenomegaly ringan sampai sedang. Dua indikator terbaik untuk menunjukkan adanya proses hemolisis adalah peningkatan kadar LDH dan penurunan haptoglobin. Kedua indikator tersebut memiliki sensitivitassekitar85%danspesifisitashaptoglobin96%.HaptoglobinmemilikispesifisitasyanglebihtinggidibandingkanLDHyanghanya61%. Meskipun DCT merupakan indikator kuat untuk menentukan AIHA, tetapi hasil DCT yang negatif tidak menyingkirkan adanya AIHA.Hemolisis yang signifikan dapat terjadi bila jumlah sel darahmerah yang berikatan dengan molekul IgG kurang dari batas deteksi metode pemeriksaan serologi yang digunakan (<300-400 per eritrosit). Sebaliknya, DCT dapat positif pada beberapa kondisi tanpa adanya hemolisis. Sekitar 15% pasien yang dirawat di rumah sakit mempunyai hasil DCT positif lemah tanpa adanya gejala hemolisis dan 1 dari 1.000-10.000 donor sehat mempunyai hasil DCT positif. Beberapa kondisi-kondisi yang dijumpai dengan hasil DCT positif antara lain:a. Autoimmune hemolytic anemia (tipe hangat, tipe dingin dan AIHA

yang diinduksi oleh obat-obatan).b. Alloimmune hemolysis (Hemolytic disease of the newborn/

fetus, reaksi transfusi hemolitik, Passive alloantibody transfer, transplantasi organ).

Page 142: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

124

c. Nonspecific protein uptake (peningkatan kadar globulin plasma, Drugs that modify red cell membrane).

d. Individu sehat dengan hasil DCT positif (Mijovic, 2012).Untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan golongan darah dan

Coombs’ test disarankan untuk melakukan pemeriksaan ulang dengan memeriksa plasma pasien menggunakan panel sel darah merah dan sel pasien sendiri. Hasil reaksi semuanya positif atau memberikan pola “panreactive”. Pemeriksaan serologi untuk mendapatkan darah yang kompatibel sulit dilakukan sehingga pasien ditransfusi menggunakan komponen darah yang ”least incompatible” (Mijovic, 2012).

Transfusi pada pasien AIHA bukan merupakan suatu tindakan tanpa risiko. Pada kasus ini sulit untuk mendapatkan darah yang kompatibel dan risiko hemolisis oleh autoantibodi sangat besar. Masalah lain adalah risiko terjadinya overload cairan karena pasien mengalami kelainan jantung yang disertai anemia berat. Kadar hemoglobin di bawah 5 g/dl biasanya berasosiasi dengan gejala anemia berat, khususnya jika proses hemolitik bersifat akut. Hemolitik yang akut umumnya akan menampilkan klinis hemoglobinuria, mental confusion, somnolence, fever, nyeri abdomen, nyeri punggung dan dada. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi pada kadar hemoglobin yang lebih tinggi, khususnya pada pasien usia tua dan pasien dengan kelainan jantung. Gejala-gejala tersebut mengindikasikan bahwa transfusi sel darah merah harus segera dilakukan terlepas dari hasil compatibility tests yang positif. Untuk mengurangi risiko overload dan gagal jantung, target transfusi adalah pada kadar hemoglobin (Hb) 8 g/dl. Pada sebagian besar pasien, kadar Hb 8 g/dl dianggap mampu menjaga pengangkutan oksigen ke jaringan. Perhatian lain terkait pemberian transfusi adalah transfusi diberikan dengan kecepatan lambat 1 ml/kg/jam (dalam kondisi biasa kecepatan transfusi umumnya 3-5 ml/kg/jam) (Mijovic, 2012).

Page 143: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

125

DAFTAR PUSTAKA

Blaney, K.D., Howard, P.R. 2013. Blood Banking Reagents: Overview and Applications. Basic&Applied Concepts of Blood Banking and Transfusion Practices. Third Edition. United States: Elsevier Mosby. p.28-54.

Chaffin,D. J. 2012.TransfusionReaction.Blood Bank Guy Podcast. (serial online), [cited 2016 Jan. 8]. Available from: URL: http:/www. bbguy.org.

Desai, S.P., Isa-Pratt, S. 2000. Anemia. Clinical’s Guide to Laboratory Medicine. USA: Lexi-Comp Inc. p.9-151.

Green, R. A. B., Klostermann, D. A. 2012. The Antiglobulin Test. Blood Groups and Serologic Testing. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia: F.A Davis company. p. 101-117.

Kresno, S.B. 2011. Kanker dan Sistem Imun. Ilmu Dasar Onkologi Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 284-312.

Makroo, R.N. 2009. Antiglobulin Test. Practice of Safe Blood Transfusion Compendium of Transfusion Medicine. New Delhi: Kongposh. p. 100-105.

Mehdi, S.R. 2013. Antihuman globulin (Coombs’) test. Essentials of Blood Banking A Handbook for Students of Blood Banking and Clinical Residents. Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 30-37.

Mijovic, A. 2012. Case 2 Send Another Sample, Please. Transfusion Medicine Case Studies and Clinical Management. London: Springer-Verlag. p. 5-7.

Morris, P.G., Swords, R., Sukor, S., Fortune, A., Donnell, D.M., Conneally, E. 2008. Autoimmune Hemolytic Anemia Associated With Ovarian Cancer. Journal of clinical oncology. 17: 4993-4995.

Page 144: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

126

Powell, V. I. 2016. Blood Group Antigen and Antibodies. NYU Langone Medical Center.

SIGN. 2005. Management of breast cancer in women A national clinical guideline. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Scotland. p.1-42.

Shaz, B.H., Hillyer, C.D. 2009. Autoimmune Hemolytic Anemias. Transdfusion Medicine and Hemostasis Clinical and Laboratory Aspect. USA: Elsevier. p.251-258.

SIGN. 2005. Management of breast cancer in women A national clinical guideline. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Scotland. p.1-42.

Shaz, B.H., Hillyer, C.D. 2009. Autoimmune Hemolytic Anemias. Transdfusion Medicine and Hemostasis Clinical and Laboratory Aspect. USA: Elsevier. p.251-258.

WHO, 2002. Clinical Transfusion Procedures. The Clinical Use of Blood Handbook. World Health Organization Blood Transfusion Safety. Genewa: WHO. p. 37-58.

WHO, 2009. Techniques for Blood Grouping and Compatibility Testing. Safe Blood and Blood Product. Genewa: WHO. p. 74- 92.

Page 145: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

127

BAB VIIPEMERIKSAAN SKRINING DAN

IDENTIFIKASI ANTIBODI

7.1 DefinisiDeteksi antibodi yang langsung berikatan dengan antigen sel

darah merah merupakan poin yang kritis dalam uji kompatibilitas. Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengurangi terjadinya reaksi transfusi hemolitik. Selain itu, deteksi antibodi juga membantu mengurangi risiko bayi lahir dengan Hemolytic Disease of The Fetus and Newborn(HDFN).Pemeriksanskriningdanidentifikasiantibodi adalah suatu pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi yang lebih fokus pada antibodi ireguler atau unexpected antibodies di luar dari antibodi dalam sistem ABO. Unexpected antibodies merupakan immune alloantibodies yang diproduksi sebagai respon terhadap masuknya antigen eritrosit yang distimulasi melalui transfusi, transplantasi atau kehamilan (Makroo, 2009; Blaney and Howard, 2013; Trudell, 2014).

Skriningdan identifikasi antibodi dapat dilakukanpadapasien,donor maupun kondisi antenatal. Deteksi dini antibodi dalam serum ibu dapat membantu dokter anak dalam mengambil keputusan penanganan bayi pasca dilahirkan termasuk pemberian transfusi tukar pada neonatus. Jika antibodi yang tidak diharapkan terdeteksi selama pemeriksaan crossmatch, beberapa strategi penyelesaian dapat ditempuh tergantung dari fasilitas yang dimiliki oleh Unit Transfusi Darah (UTD). Jika tersedia fasilitas yang lengkap sangat penting untuk melakukan skrining dan identifikasi antibodi dengan bantuan sel panel, selanjutnya pilihunit darah yang tidak mengandung antigen yang sesuai dengan antibodi yang diidentifikasi. Jika fasilitas skrining dan identifikasi antiboditidak tersedia, maka perlu dilakukan pengulangan crossmatch dengan beberapa donor sampai di dapatkan darah yang kompatibel (Mehdi, 2013).

Page 146: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

128

Persentase populasi dengan antibodi eritrosit positif sebenarnya tidak terlalu tinggi. Hanya 0,2-2%. Meskipun demikian, standar American Association of Blood Bank (AABB) merekomendasikan untuk melakukanskriningantibodigunamendeteksiantibodiyangsignifikanbermakna klinis sebagai bagian dari pretransfusion compatibility testing baik pada sampel donor maupun pasien (Trudell, 2014).

7.2 Tujuan PemeriksaanTujuan pemeriksaan skrining dan identifikasi antibodi adalah

mendeteksi antibodi sel darah merah selain anti-A dan anti-B atau mendeteksi unexpected antibody yang bermakna secara klinis. Kondisi-kondisi yang membutuhkan pemeriksaan skrining dan identifikasiantibodi, antara lain:1. Pasien yang membutuhkan transfusi,2. wanita yang sedang hamil atau melahirkan,3. pasien dengan kecurigaan mengalami reaksi transfusi,4. individu yang melakukan donor darah (Blaney and Howard,

2013).Padapasienyangmembutuhkantransfusi,skriningdanidentifikasi

antibodi bertujuan untuk memastikan bahwa sel-sel darah merah yang ditransfusikan bisa bertahan dalam waktu yang lama dan aman bagi pasien (Saluju and Singal, 2014).

7.3 Prinsip PemeriksaanSkrining antibodi akan mengetes serum atau plasma pasien dengan

2 atau 3 jenis sel panel yang sudah diketahui komposisi antigenya. Pemeriksaan dilakukan pada beberapa fase antara lain fase medium salin atau immediate spin, fase enzim pada suhu 37 oC dan fase Anti Human Globulin (AHG). Apabila serum pasien mengandung antibodi yang sesuai dengan antigen yang terdapat pada sel panel, maka akan terjadi aglutinasi atau hemolisis yang mengindikasikan hasil tes positif. Pada hasil pemeriksaan skrining yang positif, dilanjutkan dengan pemeriksaan identifikasiantibodimenggunakanselpanelsekunderyangterdiridariminimal 10 jenis sel panel yang sudah diketahui kandungan antigennya.

Page 147: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

129

Reaksi positif pada setiap fase menunjukkan adanya alloantibody atau autoantibody dalam serum. Fase salin akan mengidentifikasi cold antibodies (anti-M, anti-N, anti-Lea, anti-Leb, anti-P). Fase enzim akan mendeteksi anti-Rh, Lewis dan Kidd. Fase AHG mengidentifikasiantibodi jenis IgG dan komplemen ((Saluju and Singal, 2014).

7.4 Metode PemeriksaanPemeriksaan skrining dan identifikasi antibodi dapat dilakukan

dengan beberapa metode berikut:a. Metode tabung (tube method),b. metoge gel (gel method),c. solid phase adherence method (Trudell, 2014).

7.5 Alat dan BahanPeralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan

skrining dan identifikasi antibodi disesuaikan dengan jenis metodepemeriksaan yang digunakan. Peralatan dasar yang dibutuhkan antara lain tabung reaksi, pipet atau mikropipet, sentrifus dan inkubator. Untuk pemeriksaan yang menggunakan metode gel dan solid phase adherence method membutuhkan sentrifus dan ikubator khusus yang kompatibel dengan plastic card dan microtiter wells.

Bahanuntukpemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodiantaralain: sampel pasien, sel panel, reagen Anti Human Globulin (AHG), larutan salin, enhancement reagent, Coomb’s Control Cells (CCC).a. Sampel yang akan diperiksa Sampel untuk pemeriksaan skrining dan identifikasi antibodi

dapat berupa sampel serum atau plasma. Sampel plasma umumnya berupa plasma Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA).

b. SelpaneluntukskriningdanidentifikasiantibodiAdaduajenisselpaneluntukpemeriksaanskriningdanidentifikasi

antibodi yaitu:1. Sel panel kecil (panel primer)

Sel panel kecil terdiri atas dua atau tiga kelompok suspensi sel O 3%, dikenal sebagai OR1R1, OR2R2 dan OR3R3 yang membawa

Page 148: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

130

antigen utama seperti Rhesus, Duffy, Kell, Kidd, MNSs, P dan Lewis. Sel-sel ini digunakan untuk skrining antibodi (Nance, 2011; Mehdi, 2013). Berikut adalah contoh gambar komposisi sel panel primer.

Gambar 7.1 Contoh komposisi sel panel primer (Trudell, 2014).

Pada gambar di atas terdiri atas 3 sel panel primer dengan kandungan antigen yang sudah diketahui. Sebagai contoh, sel panel pertama dengan kode R1R1-29 mengandung antigen Rhesus (D, C, e), antigen MNS (M, S), antigen Lutheran (Lub), antigen P1, antigen Lewis (Lea), antigen Kell (k), antigen Duffy (Fya), dan antigen Kidd (Jka). 2. Sel panel besar (panel sekunder)

Sel panel besar terdiri atas 11 kelompok suspensi sel O 3% yang dikumpulkan dari donor yang berbeda. Sel-sel ini membawa jumlah maksimum antigen yaitu D, C, E, c, e, K, k, Fya, Fyb, S, s, Jka, Jkb, P, Lea, Leb, Lua dan Lub. Selain tersedia secara komersial, sel panel juga dapat dibuat di laboratorium. Sel-sel dipilih dengan hati-hati untuk memudahkanidentifikasiadanyaduajenisantibodidalamsatuindividuatau adanya kombinasi antibodi (Mehdi, 2013).

7.6 Prosedur PemeriksaanProsedur pemeriksaan skrining antibodi terus mengalami

perkembangan, tetapi prosedur tunggal untuk mendeteksi semua jenis antibodi golongan darah belum tersedia. Untuk mengatasi masalah tersebut sangat perlu untuk mengkombinasi berbagai teknik yang berbeda sehingga antibodi yang bermakna secara klinis dapat dideteksi. Beberapa kombinasi teknik pemeriksaan yang umum dilakukan antara lain:a. salin test pada suhu ruangb. enzyme (papain cysteine) techniques pada suhu 37 oC

Page 149: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

131

c. albumin technique pada suhu 37 oCd. indirect antiglobulin test (Makroo, 2009).

Secaragarisbesartahapanpemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodi terdiri dari 2 tahapan. Tahap pertama adalah pemeriksaan skrining antibodi. Pemeriksaan skrining antibodi dilakukan dengan menggunakan sel panel primer. Pemeriksaan skrining antibodi umumnya dilakukan dalam 3 fase, yaitu fase medium salin atau immediate spin, fase enzim pada suhu 37 oC dan fase AHG atau Indirect Coomb’s Test (ICT). Secara pararel juga dilakukan pemeriksaan autokontrol dengan mereaksikan sel dan serum dari individu yang sama. Hasil yang positif ditunjukkan dengan adanya aglutinasi atau hemolisis. Tahap kedua pemeriksaanadalahmelakukanidentifikasiantibodi.Identifikasiantibodidilakukan bila hasil skrining positif dan pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan sel panel sekunder. Sebelum melakukan identifikasisebaiknya dilakukan penelusuran terhadap kondisi pasien seperti riwayat pemberian transfusi, kehamilan dan riwayat pemakaian obat-obatan serta melakukan pemeriksaan ulang golongan darah ABO, Rhesus dan Direct Coomb’s Test (DCT). (WHO, 2009; Mehdi, 2013).

Baikpemeriksaanskriningmaupunidentifikasiantibodimemilikitahapan atau prosedur yang sama untuk masing-masing metode. Hanya berbeda dalam jenis sel panel yang digunakan. Pemeriksaan skrining antibodi menggunakan sel panel primer sedang identifikasimenggunakanselpanelsekunderdanidentifikasibarudikerjakanbilahasil pemeriksaan skrining positif. Berikut adalah ilustrasi prosedur pemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodidenganmetodetabung.

Page 150: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

132

Gambar7.2Prosedurpemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodidenganmetodetabung (Trudell, 2014).

Ada pun tahapan skrining dan identifikasi antibodi dibedakanmenjadi tiga fase, yaitu:

1. Immediate spin atau fase salin (pada suhu ruang)a. Siapkan 12 tabung (untuk 11 sel panel, 1 tabung untuk autokontrol),

berikan label pada masing-masing tabung.b. Teteskan 2 tetes serum pasien ke dalam masing-masing tabung.c. Tambahkan masing-masing 1 tetes sel panel pada 11 tabung,

tambahkan 1 tetes suspensi sel pasien ke dalam tabung nomor 12.

d. Campur dengan baik dan inkubasi pada suhu ruang selama 1 jam.

e. Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit.

Gambar 7.2 Prosedur pemeriksaan skiring dan identifikasi antibodi dengan

metode tabung (Trudell, 2014).

Fase Immediate Spin

(bersifat opsional),

lakukan sentrifugasi

untuk melihat ada

tidaknya hemolisis dan

aglutinasi

Fase suhu 37 oC,

lakukan sentrifugasi

untuk melihat ada

tidaknya hemolisis

dan aglutinasi

Fase Anti Human

Globuli (AHG),

lakukan sentrifugasi

untuk melihat ada

tidaknya hemolisis

dan aglutinasi

2 tetes plasma

pasien + 1

tetes screen

cell reagent

Tambahkan enhancement

reagent (bersifat

opsional), inkubasi 37 oC.

Jika ada antibodi maka

sensitisasi eritrosit akan

terjadi pada tahap ini

Cuci 3 kali dengan

normal salin untuk

menghilangkan

antibodi yang tidak

terikat

Tambahkan 2 tetes

reagen AHG,

eritrosit yang

tersensitisasi akan

diikat oleh antibodi

pada AHG

Konfirmasi hasil

yang negatif

dengan

penambahan

coomb’s control

cells

Page 151: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

133

f. Goyangkan tabung dan baca ada tidaknya hemolisis atau aglutinasi.

g. Hasilyangnegatifsebaiknyadikonfirmasisecaramikroskopis.h. Catat hasil yang didapat pada kartu sel panel (antigram chart)

yang sudah disiapkan (Mehdi, 2013; Trudell, 2014).Setelah fase immediate spin, dapat dilakukan penambahan

enahancement reagent atau potentiators. Penambahan tersebut bertujuan untuk menurunkan zeta potensial disekitar eritrosit sehingga interaksi antara eritrosit lebih baik dan meningkatkan peluang terjadinya aglutinasi. Yang termasuk enahancement reagent adalah albumin 22%, Low Ionic Strength Solution (LISS), dan Polyethylene glycol (PEG) (McCullough, 2012; Klein and Anstee, 2014; Trudell, 2014).

2. Fase enzim pada suhu 37 oCa. Tambahkan 1 tetes enzim papain pada masing-masing tabung

pada fase salin.b. Campur dengan baik dan inkubasi pada suhu 37 oC selama 1

jam.c. Langkah berikutnya sama dengan fase salin (langkah e-h) (Mehdi,

2013; Trudell, 2014).

3. Indirect antiglobulin testa. Lakuan pencucian 3 kali dengan normal salin pada kedua belas

tabung yang digunakan pada fase enzim untuk menghilangkan antibodi yang tidak terikat.

b. Tambahkan 2 tetes reagen AHG, eritrosit yang tersensitisasi akan diikat oleh antibodi pada AHG.

c. Langkah berikutnya sama dengan fase salin (langkah e-h). d. Konfirmasi hasil yang negatif dengan penambahan coomb’s

control cells (Mehdi, 2013; Trudell, 2014).

Page 152: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

134

Gambar7.3Contohhasilpemeriksaanidentifikasiantibodi(Trudell,2014).

Pada pemeriksaan skrining dan identifikasi antibodi denganmetode gel, prosedur pemeriksaan dilakukan pada microtube yang sudah diisi dengan dextran acrylamide gel. Sel panel yang digunakan pada metode gel sama dengan metode tabung tetapi sel disuspensi dalam medium Low Ionic Strength Solution (LISS) pada konsentrasi 0,8%. Dengan teknik ini, sel panel dan serum atau plasma pasien ditambahkan pada sumuran microtube yang sudah mengandung gel. Satu plastic card terdiri dari 6 sumuran/gel microtube. Setelah penambahan sel panel dan serum atau plasma pasien, plastic card diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit sampai 1 jam. Selanjutnya lakukan sentrifugasi selama 10 menit. Selama sentrifugasi, suspensi sel darah merah akan turun dan mengendap di dasar gel. Gel mengandung anti-IgG. Jika sensitisasi terjadi, anti-IgG akan bereaksi dengan antibodi yang menyelimuti eritrosit sehingga menghasilkan aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi akan terjebak di permukaan gel. Semakin besar derajat aglutinasi maka

Gambar 7.3 Contoh hasil pemeriksaan identifikasi antibodi (Trudell, 2014).

Sel panel sekunder, terdiri dari

11 jenis sel panel yang sudah

diketahui komposisi antigennya.

Suspensi sel pasien yang

akan direaksikan dengan

serum atau plasma pasien

sendiri (autokontrol)

Tahapan pemeriksaan, IS: fase Immediate spin atau fase

salin (pada suhu ruang), 37: fase enzim pada suhu 37 oC,

AHG: fase penambahan AHG, CC: penambahan coomb’s

control cells pada hasil yang negatif

Contoh sel panel nomor 11,

mengandung antigen D, C, c,

e, k, Kpb, Js

b, Fya, Fy

b, Jk

b,

Leb, P1, M, N, S, s, Lu

b, Xg

a

Hasil identifikasi

antibodi dengan 11 sel

panel dan autokontrol

pada 3 fase pemeriksaan

Page 153: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

135

semakin banyak sel yang terjebak dipermukaan gel. Bila aglutinasi tidak terjadi semua sel akan turun melewati gel dan mengendap di bagian bawah yang menandakan hasil negatif. Gambar berikut menunjukkan hasil positif dan negatif.

Gambar 7.4 Hasil pemeriksaan dengan metode gel (Trudell, 2014).

Ada beberapa keuntungan dari metode gel untuk pemeriksaan skriningdanidentifikasiantibodiantaralain:a. Sensitivitas lebih tinggi dibandingkan metode tabung,b. tidak ada tahap pencucian sel dan penambahan Coombs’ control

cells,c. hasil reaksi stabil sampai 24 jam dan bisa disimpan dalam bentuk

foto atau hasil scan,d. derajat aglutinasi bisa distandarisasi dan mudah diinterpretasi,e. reaksi mixed-field terlihat jelas pada metode gel,f. keuntungan terbesar adalah prosedur pemeriksaan dan pembacaan

hasil bisa dilakukan dengan alat otomatis.Salah satu kelemahan metode gel adalah membutuhkan inkubator

dan sentrifus khusus yang bisa mengakomodasi gel cards (Trudell, 2014).

Metode ketiga yang umum digunakan untuk pemeriksaan skrining danidentifikasiantibodiadalahmetodesolid phase adherence. Adapun prinsip pemeriksaan dari metode ini dijelaskan pada gambar berikut.

Aglutinasi negatif

Aglutinasi positif

Page 154: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

136

Gambar 7.5 Sistem solid phase adherence test (Trudell, 2014).

Gambar A menunjukkan ilustrasi Microtiter wells yang sudah dilapisi antigen eritrosit. Gambar B menunjukkan antibodi pasien berikatan dengan antigen eritrosit dalam Microtiter wells. Gambar C menunjukkan reaksi yang terjadi antara antibodi pasien dan indikator sel dan hasil akhir yang bisa dilihat adalah sel menyebar pada Microtiter wells yang menandakan hasil positif. Gambar D menjelaskan bila tidak ada antibodi pada serum pasien, indikator sel akan membentuk endapan pada dasar sumuran yang menandakan hasil negatif (Trudell, 2014).

Pada metode ini antigen eritrosit sudah dilapisi pada microtiter wells. Serum atau plasma pasien ditambahkan pada masing-masing sumuran bersama LISS. Dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 37 oC untuk memberi kesempatan antibodi bereaksi dengan antigen. Microtiter wells kemudian dicuci untuk menghilangkan antibodi yang tidak terikat. Berbeda dari reagen AHG tradisional, indikator sel darah merah sudah dilapisi dengan anti-IgG. Sumuran kemudian disentrifugasi selama beberapa menit. Jika sensitisasi terjadi, indikator sel akan bereaksi dengan antibodi yang berikatan dengan antigen yang telah dilapisi pada Microtiter wells, sehingga membentuk pola menyebar di dalam sumuran. Berikutadalahilustrasiprosedurpemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodi menggunakan metode solid phase adherence.

Page 155: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

137

Gambar7.6Prosedurpemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodimenggunakanmetode solid phase adherence (Walker and Harmening, 2012).

Interpretasi hasil dapat dilakukan dengan mengamati pola penyebaran eritrosit di dalam sumuran. Derajat positif mulai dari 1+ sampai 4+. Berikut adalah gambar yang membandingkan derajat positif pada hasil pemeriksaan dengan metode tabung dan metode solid phase adherence.

Page 156: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

138

Gambar7.7Perbandinganderajatpositifpemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodiantara metode tabung dan metode solid phase adherence

(Walker and Harmening, 2012).

Metode solid phase adherence test sudah bisa dikerjakan secara otomatis baik dari segi langkah-langkah pemeriksaan maupun cara membaca derajat reaktifnya. Keuntungan lain dari metode ini adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sangat sedikit jika dibandingkan metode tabung. Jadi, sangat baik untuk kasus-kasus pediatrik. Selain itu, reagen LISS akan mengalami perubahan warna bila ditambahkan

Page 157: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

139

serum atau plasma sehingga lebih meyakinkan bahwa sampel sudah ditambahkan. Beberapa kelemahan metode ini adalah membutuhkan ketelitian dalam pemipetan bila pemeriksaan dilakukan secara manual mengingat jumlah sampel dan reagen yang dibutuhkan sangat kecil. Kelemahan selanjutnya adalah perlu ketelitian dalam menginterpretasi hasil pada alat otomatis jika sampel dalam kondisi hemolisis, ikterik dan lipemik karena dapat memberikan interferen terhadap hasil. Bila teknisi sudah terbiasa menggunakan metode tabung, hasil positif pada metode solid phase adherence sering diinterpretasikan negatif dan hasil negatif diinterpretasikan positif karena tampilan reaksi pada metode solid phase adherence terbalik dengan metode tabung. Kelemahan terakhir dari metode solid phase adherence adalah membutuhkan peralatan penunjang khusus yang sesuai dengan format microtiter well seperti incubator, washer dan sentrifus (Trudell, 2014).

7.7 Interpretasi hasilAglutinasi atau hemolisis pada pemeriksaan skrining antibodi

menyatakanhasilpositifdanmengindikasikanpemeriksaanidentifikasiantibodi perlu dilakukan. Hasil pemeriksaan skrining antibodi dan autokontrol dapat menjadi petunjuk atau arah bagi pemeriksaan identifikasidanresolusiterhadapjenisantibodiyangpositif.Beberapapertanyaan yang perlu dicarikan jawabannya untuk membantu interpretasi hasilpemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodiantaralain:a. Pada fase apa reaksi ditemukan positif? Antibodi kelas IgM umumnya bereaksi pada suhu kamar atau

suhu yang lebih rendah dan mampu menyebabkan aglutinasi pada eritrosit yang disuspensi pada medium salin (fase immediate spin). Antibodi kelas IgG bereaksi baik pada fase AHG. Termasuk antibodi kelas IgM adalah anti-N, anti-I dan anti-P1. Termasuk antibodi kelas IgG adalah antibodi Rhesus, Kell, Kidd, Duffy dan Ss. Antibodi Lewis dan antibodi M termasuk kelas IgG, IgM atau campuran (Friedman et al, 2016).

b. Apakah hasil pemeriksaan autokontrol positif atau negatif? Autokontrol adalah reaksi antara sel darah merah pasien dengan

Page 158: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

140

serum atau plasmanya sendiri. Hasil skrining antibodi positif, tetapi autokontrol negatif mengindikasikan adanya alloantibody. Autokontrol positif menunjukkan adanya autoantibodi. Jika pasien pernah mendapat transfusi (misalnya 3 bulan sebelumnya), hasil positif pada autokontrol dapat disebabkan oleh alloantibody yang menyelimuti sel darah merah donor di sirkulasi.

c. Apakah hasil positif pada pemeriksaan skrining antibodi lebih dari satu? Jika iya, pada fase apa memberikan hasil positif?

Pada pasien-pasien dengan multipel antibodi, hasil pemeriksaan skrining antibodi positif dapat lebih dari satu. Multipel antibodi umumnya positif pada fase yang berbeda dan adanya autoantibodi dapat diperkirakan dari hasil autokontrol yang positif.

d. Apakah terdapat hemolisis atau aglutinasi mixed-field? Beberapa antibodi seperti anti-Lea, anti-Leb, anti-PP1Pk

dan anti-Vel diketahui dapat menyebabkan hemolisis in vitro. Aglutinasi mixed-field dapat disebabkan oleh anti-Sda dan antibodi Lutheran.

e. Apakah sel benar-benar beraglutinasi atau menunjukkan bentukan rouleaux?Serum pasien dengan rasio albumin-globulin terbalik (misal pada

pasien multiple myeloma) atau pasien yang mendapat high-molecular-weight plasma expanders (misal dextran) dapat menyebabkan agregasi nonspesifik pada eritrosit yang dikenal dengan rouleaux. Bentukan rouleaux tidak memiliki arti yang bermakna pada pemeriksaan skrining antibodi tetapi dapat mengecohkan pembentukan aglutinasi (Trudell, 2014).

Langkah-langkah untuk melakukan interpretasi terhadap hasil pemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodiadalahsebagaiberikut:1. Melakukan eksklusi atau rule-out

Langkah pertama untuk melakukan interpretasi hasil pemeriksaan skriningdanidentifikasiantibodiadalahmelakukaneksklusiataurule out. Eksklusi dilakukan dengan cara mengecek kembali hasil reaksi yang negatif pada semua fase pemeriksaan. Teknik rule out dilakukan pada antigen yang diekspesikan secara homozigot. Hal tersebut untuk

Page 159: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

141

menghindari eksklusi pada antibodi lemah yang kemungkinan baru dapat memberi hasil positif pada dosis yang lebih besar. Dalam hal ini yang dimaksud adalah antibodi yang heterozigot sehingga antibodi yang heterozigot tidak diekslusi. Untuk menentukan suatu antigen diekspresikan secara homozigot atau heterozigot dapat digunakan panduan tabel berikut dan gambar berikut.

Tabel 7.1 Contoh fenotif eritrosit dari individu homozigot dan heterozigot (Trudell, 2014.

Fenotif Jenis antigen Homozigot atau heterozigot

Jk (a-b+) Jkb Homozigot

Jk (a+b+) Jka dan Jkb Heterozigot

Fy (a+b-) Fya Homozigot

Fy (a+b+) Fya dan Fyb Heterozigot

M+N- M Homozigot

M+N+ M danN Heterozigot

Gambar 7.8 Beda gambaran antibodi yang diekspesikan secara homozigot dan heterozigot (Trudell, 2014).

Berikutadalahcontohhasilpemeriksaanidentifikasiantibodidanteknik rule out.

Page 160: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

142

Gambar 7.9 Contoh teknik eksklusi atau rule outpadatahapaninterpretasiidentifikasiantibodi (Trudell, 2014).

Sel panel nomor 1,3,4,6,7,10 dan 11 memberikan hasil positif dan tidak dapat dilakukan eksklusi. Sel nomor 2, 5, 8,9 memberikan hasil negatif pada semua fase pemeriksaan dan perlu dilakukan rule out. Rule out dilakukan pada antigen homozigot dengan hasil positif, misalnya dengan memberi tanda coretan. Pada antibodi yang diekspresikan secara heterozigot dan memberikan hasil positif tidak dilakukan rule out, misalnya dengan memberi tanda lingkaran.

2. Tandai atau lingkari jenis antigen yang tidak ada coretan. Berikutadalahcontohhasilpemeriksaanidentifikasiantibodidan

pemberian tanda jenis antigen yang tidak ada coretan.

Gambar 7.9 Contoh teknik eksklusi atau rule out pada tahapan interpretasi

identifikasi antibodi (Trudell, 2014).

Sel panel nomor 1,3,4,6,7,10 dan 11 memberikan hasil positif dan tidak dapat

dilakukan eksklusi. Sel nomor 2, 5, 8,9 memberikan hasil negatif pada semua fase

pemeriksaan dan perlu dilakukan rule out. Rule out dilakukan pada antigen

homozigot dengan hasil positif, misalnya dengan memberi tanda coretan. Pada

antibodi yang diekspresikan secara heterozigot dan memberikan hasil positif tidak

dilakukan role out, misalnya dengan memberi tanda lingkaran.

1. Tandai atau lingkari jenis antigen yang tidak ada coretan.

Berikut adalah contoh hasil pemeriksaan identifikasi antibodi dan pemberian tanda

jenis antigen yang tidak ada coretan.

Antigen yang dieksklusi,

diekspresikan secara

homozogot

sel panel 2,5,8,9 hasil

negatif pada semua fase,

lakukan rule out.

Antigen yang tidak

dieksklusi, diekspresikan

secara heterozigot

Page 161: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

143

Gambar 7.10 Contoh pemberian tanda pada jenis antigen yang tidak ada coretan setelah tahap rule out (Trudell, 2014).

3. Pertimbangkan jenis antibodi yang mungkin reaktif pada masing-masing fase pemeriksaan. Pada kasus ini, antibodi reaktif pada fase AHG. Antibodi yang bereaksi baik pada fase AHG adalah antibodi kelas IgG. Termasuk antibodi kelas IgG adalah antibodi Rhesus (D, C, E, c, e. f, V, Cw), Kell (K, k), Kidd (Jka, Jkb), Duffy (Fya, Fyb), dan Ss.

4. Lakukan teknik inklusi dengan mencocokkan pola reaksi yang positif pada hasil pemeriksaan dengan pola antigen pada sel panel. Pada contoh ini reaksi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan adalah pada antigen Fya.

Gambar 7.10 Contoh pemerian tanda pada jenis antigen yang tidak ada coretan

setelah tahap rule out (Trudell, 2014).

2. Pertimbangkan jenis antibodi yang mungkin reaktif pada masing-masing fase

pemeriksaan. Pada kasus ini, antibodi reaktif pada fase AHG. Antibodi yang bereaksi

baik pada fase AHG adalah antibodi kelas IgG. Termasuk antibodi kelas IgG adalah

antibodi Rhesus (D, C, E, c, e. f, V, Cw), Kell (K, k), Kidd (Jk

a, Jk

b), Duffy (Fy

a, Fy

b),

dan Ss.

3. Lakukan teknik inklusi dengan mencocokkan pola reaksi yang positif pada hasil

pemeriksaan dengan pola antigen pada sel panel. Pada contoh ini reaksi yang sesuai

dengan hasil pemeriksaan adalah pada antigen Fya.

Antigen yang tidak ada coretan

Page 162: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

144

Gambar 7.11 Contoh teknik inklusi (Trudell, 2014).

5. Lakukan pengecekan apakah The 3 and 3 rule atau rule of three terpenuhi. Artinya minimal ada 3 sel yang positif dan 3 sel yang negatif pada pola antigen sel panel. Pada contoh ini untuk antigen Fya ada 7 sel yang positif dan 4 negatif, artinya The 3 and 3 rule terpenuhi.

Gambar 7.12 Rule of three terpenuhi (Trudell, 2014).

6. Melakukan uji statistik, untuk memastikan bahwa pola reaksi yang didapat bukan hanya suatu kebetulan saja. Uji statistik yang bisa dilakukan adalah The Fischer exact test untuk menentukan P value (Probability).NilaiP≤0,05menyatakanhasilidentifikasivalid.Interpretasihasilpemeriksaanskriningdan identifikasiantibodi

seharusnya dilakukan dengan langkah-langkah yang logis untuk

Gambar 7.11 Contoh teknik inklusi (Trudell, 2014).

4. Lakukan pengecekan apakah The 3 and 3 rule terpenuhi. Artinya minimal ada 3 sel

yang positif dan 3 sel yang negatif pada pola antigen sel panel. Pada contoh ini untuk

antigen Fya ada 7 sel yang positif dan 4 negatif, artinya The 3 and 3 rule terpenuhi.

3 Sel

positif

3 Sel

negatif

Gambar 7.11 Contoh teknik inklusi (Trudell, 2014).

Page 163: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

145

memastikan identifikasi sudah dilakukan dengan tepat dan terhindardari tidak teridentifikasinya antibodi yang tertutup oleh antibodi lain(Trudell, 2014).

Derajat positif yang kuat belum tentu mengindikasikan antibodi signifikan secara klinis. Kekuatan reaksi dapat berhubungan dengandosis (sel dengan ekspresi antigen homozigot memberikan reaksi yang lebih kuat dibandingkan sel dengan ekspresi antigen heterozigot). Perbedaan kekuatan reaksi juga mengindikasikan ada tidaknya antibodi yang lebih dari satu. Sel dengan jumlah antigen target lebih dari satu juga mempunyai kekuatan reaksi yang lebih tinggi dibandingkan sel dengan antigen target hanya satu (Trudell, 2014).

Reaksi sel tertentu pada satu fase dan sel yang berbeda pada fase lain mengindikasikan adanya multipel antibodi. Sel yang bereaksi pada berbagai fase menandakan adanya antibodi dosis rendah. Fase reaktivitas sangatmembantudalammenentukanapakahsuatuantibodisignifikanbermaknaklinisatautidak.IgMumumnyatidaksignifikandanpalingsering bereaksi pada fase immediate spin. Antibodi signifikan palingsering terdeteksi pada fase AHG. Beberapa antibodi seperti D, E, dan K bereaksi pada fase inkubasi 37 oC (Mijovic, 2012; Trudell, 2014).

Jika alloantibody bersifat tunggal, pola reaktivitas umumnya sama persis dengan pola antigen yang diekspresikan. Seperti contoh kasus di atas, reaktivitas serum sama dengan pola Fya. Serum memberi hasil yang positif dengan semua sel Fya positif (1, 3, 4, 6, 7,10, dan 11) dan memberi hasil negatif pada semua sel Fya negatif (2, 5, 8, dan 9). Variasi kekuatan reaksi pada tahap AHG ditentukan oleh dosis antigen. Semua sel yang menghasilkan reaksi 2+ termasuk Fya heterozigot dan semua sel yang menghasilkan reaksi 3+ termasuk Fya homozigot (Trudel, 2014).

Pada contoh hasil pemeriksaan di atas autokontrol negatif. Hal ini menandakan bahwa reaksi positif disebabkan oleh alloantibody, bukan oleh autoantibodi. Kehadiran autoantibodi dapat menutupi kehadiran alloantibodies, danmempersulit proses identifikasi antibodi sehinggadiperlukan teknik khusus untk mengatasi masalah tersebut, misalnya dengan teknik adsorpsi (Trudell, 2014).

Page 164: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

146

7.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sensitivitas SkriningAntibodiReagen skrining antibodi didesain untuk mendeteksi sejumlah

antibodiyangsignifikanbermaknaklinisdantidakmendeteksiantibodiyang insignifikan.Padapenggunaan tiga selpanel,hasilyangnegatifpada ketiga sel panel mencerminkan 95% tidak ada antibodi yang signifikan bermakna klinis. Namun, ada beberapa keterbatasan dariskrining antibodi. Skrining antibodi tidak akan mendeteksi antibodi bila titer antibodi sangat rendah, kurang dari batas kemampuan deteksi metode yang digunakan. Skrining juga tidak dapat mendeteksi antibodi terhadap antigen dengan prevalensi rendah karena reagen (sel panel) yang digunakan tidak mengandung antigen tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sensitivitas pemeriksaan skrining antibodi antara lain: rasio sel dan serum, suhu dan phase reactivity, lama inkubasi dan derajat keasaman (pH) (Trudell, 2014). Berikut akan dibahas satu persatu faktor-faktor tersebut.

a. Rasio sel dan serumJika antibodi pada sampel berlebihan dibandingkan konsentrasi

antigen pada reagen, maka akan terjadi fenomena prozone yang memberikan dampak hasil negatif palsu. Demikian juga pada kondisi terbalik, jika antigen yang berlebihan akan terjadi fenomena postzone yang juga memberikan dampak hasil negatif palsu. Rasio yang ideal adalah 2 tetes serum ditambahakan 1 tetes suspensi eritrosit sehingga memberikan zona equivalence. Rasio tersebut dapat berbeda tergantung jenis metode pemeriksaan yang digunakan. Pada kondisi tertentu, jika antibodi lemah maka jumlah serum ditingkatkan menjadi 4-10 tetes sehingga lebih banyak antibodi yang bereaksi dengan antigen (Trudell, 2014).

b. Suhu dan phase reactivitySuhu optimal dimana antibodi mampu bereaksi dengan antigen

merupakan kondisi yang sangat berguna dalam menentukan identitas antibodi. Antibodi yang bermakna secara klinis umumnya bereaksi pada

Page 165: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

147

suhu 37 oC atau bereaksi dengan penambahan reagen AHG. Beberapa prosedur terkadang tidak menyertakan fase immediate spin atau fase suhu kamar untuk membatasi terdeteksinya insignificant cold antibody. Namun,padakondisitertentupentinguntukmengidentifikasiantibodiyang bereaksi pada suhu ruang, hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan inkubasi pada suhu 18 oC atau suhu 4 oC untuk meningkatkan reakstivitas (Trudell, 2014). Tabel berikut merangkum jenis antibodi yang bereaksi optimal pada masing-masing fase pemeriksaan skrining antibodi.

Tabel 7.2 Jenis antibodi yang bereaksi optimal pada masing-masing fase pemeriksaan skrining antibodi (Trudell, 2014).

Fase Fase Immediate spin (suhu ruang) Inkubasi 37 oC Fase

Antiglobulin

Jenis antibodi Cold autoantibodies (I, H, IH)

Potent cold antibodies(khususnya yang menyebabkan hemolisis)

Antibodi Rhesus

Lea, LebBeberapa warm antibodies, jika titernya tinggi (misal: D, E, dan K)

Kell

M, N DuffyP1 KiddLua S,s

Lub

Xga

Kelas imunoglobulin IgM Umumnya IgG, IgM yang mengaktivasi komplemen IgG

Bermakna secara klinis Tidak Ya Ya

c. LamainkubasiReaksi antigen-antibodi berada dalam keseimbangan yang

dinamis. Jika waktu inkubasi singkat, maka akan sedikit sel darah merah yang tersensitisasi terdeteksi dengan metode rutin. Jika waktu inkubasi diperpanjang, maka antibodi yang terikat dapat melepaskan diri dari sel darah merah. Waktu inkubasi juga ditentukan oleh medium reaksi. Pada medium salin, waktu yang dibutuhkan dapat berkisar antara 30 menit

Page 166: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

148

sampai 1 jam, namum pada medium lain waktu inkubasi dapat lebih singkat, misalnya 10 menit (Trudell, 2014).

d. Derajat keasaman (pH)Sebagian besar antibodi bereaksi pada pH yang netral yaitu antara

6,8 – 7,2. Namum beberapa jenis antibodi, misalnya anti-M bereaksi pada pH 6,5. Pada kondisi tersebut teknik pengasaman dalam sistem pemeriksaan sangat dibutuhkan untuk membedakan anti-M dengan jenis antibodi yang lain (Trudell, 2014).

7.9 Penyebab Kesalahan Hasil Pemeriksaan Skrining danIdentifikasiAntibodiBeberapa faktor yang menyebabkan hasil positif palsu pada

pemeriksaanskriningdanidentifikasiantibodiadalahbentukanrouleaux, adanyafibrin,kontaminasisampel,adanyacryoprecipitate dari sampel yang dibekukan (Blaney and Howard, 2013).

Page 167: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

149

DAFTAR PUSTAKA

Blaney,K.D.,Howard,P.R.2013.AntibodyDetectionandIdentification.Basic & Applied Conceppts of Blood Banking and Transfusion Practices Third Edition. . United States: Elsevier Mosby.p. 158-187.

Friedman, M. T., West, K. A., Bizargity, P. 2016. Basic Single Antibody Identification: HowHard Can It Be?. Immunohematology and Transfusion Medicine A Case Study Approach. Switzerland : Springer International Publishing.. p. 1-4.

Klein, H. G., Anstee, D. J. 2014. Blood Grouping Techniques. Mollison’s Blood Transfusion in Clinical Medicine 12th Edition. UK: Wiley-Blackwell. p. 303-347.

McCullough, J. 2012. Laboratory Detection of Blood Groups and Provision of Red Cells. Transfusion Medicine Third Edition. UK: Wiley-Blackwell. p. 207-233.

Mehdi,S.R.2013.Detectionandidentificationofantibodies.Essentials of Blood Banking A Handbook for Students of Blood Banking and Clinical Residents. Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 37-44.

Mijovic, A. 2012. Case 8 Dial M for HeMolysis. Transfusion Medicine Case Studies and Clinical Management. London: Springer-Verlag. p. 31-34.

Nance, S. 2011. Red Cell Antibody Detection and Identification.Immunohematology Principle and Practice Third Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.. p. 75-94.

Saluju, G. P., Singal, G. L. 2014. Antibody Screening. Standard Operating Procedures and Regulatory Guidelines Blood Banking. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.. p. 87-90.

Trudell, K.S. 2014. Detection and Identification of Antibodies. In:Harmening, D.M.Modern Blood Banking & Transfusion Practices Sixh Edition. United States of America: F. A. Davis Company. p. 216-240.

WHO,2009.Detectionandidentificationofantibodies. Safe Blood and Blood Product. Genewa: WHO. p. 38-44.

Page 168: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

150

INDEK

AApheresis 1Anti Human Globulin (AHG) 2, 69-70, 87, 97, 105, 107, 109, 115, 132Antiglobulin anti-IgG gel card 2Antigen ekstra 49Antigen lemah 49Antibodi ekstra 49, 55Antibodi lemah 49Antenatal care (ANC) 74Antiglobulin crossmatch 83Autologous 95Alloantibody 96, 98, 100, 142-143, 148Auto immune hemolytic anemia (AIHA) 104, 111, 125Autoantibody 131Albumin technique 133Antigram chart 135

BCCrossmatcing 2, 4, 82, 95-101Compatibility testing 4Column technique 25, 41-44Caesarean Section 73, 78-79Crossmatch mayor 83, 86Crossmatch minor 83, 86Coombs control cells (CCC) 87, 112, 132, 136, 138Computer crossmatch 93-94Coombs’ test 101, 104-113, 116Cold Aglutinin Disease (CAD) 124Cold antibodies 131

Page 169: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

151

DDirect Antiglobulin Testing (DAT) 2, 105Discrepancy 47-, 71Du Phenotype 68-69, 73Direct Coombs’ test (DCT) 98, 107, 123, 125, 134Direct Antiglobulin Test (DAT) 104

EEthylenediaminetetraacetic acid(EDTA) 9, 41, 85, 132Emergency 16-18Enzyme-Linked Antiglobulin Test (ELAT) 118-119Enhancement reagent 132, 135

FForward grouping 5, 19-20, 29-, 56Fase albumin 87

GHIIn vivo 2, 46, 104, 106Identifikasipasien6Immediate-spin crossmatch 16, 82, 83-86, 93, 96Imunoglobulin 23-25In vitro 46, 104, 143Indirect Coomb’s Test (ICT) 61 , 64, 68, 104, 106, 125, 134Uji cocok serasi 82Indirect Antiglobulin Test (IAT) 87, 136Immediate spin 72, 134-135, 150Immune alloantibodies 130Identifikasi antibodi 130-151

Page 170: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

152

JKKontrol kualitas 12Kalibrasi 12

LLipemik 11Low Ionic Strength Solution (LISS) 47, 90, 114, 117, 137Low-Ionic Polybrene technique (LIP) 118Lactic Dehydrogenase (LDH) 123Least incompatible 124-126

MMicoplate testing 2, 25, 35-40Makroskopis sampel 10Mixed-field 49, 93, 138, 143Monoclonal 62Microwell Plate 66, 132Microplate sentrifuse 66-67Microplate shaker 66-67Medium salin 86Mixed AIHA 123-124Mean Cells Volume (MCV) 125Microtiter wells 139-142

NOOvertransfusion 125

PPretransfusion testing 1Penampungan sampel 9Pemisahan serum/plasma 13Pencucian sel 14

Page 171: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

153

Packed Red Cells (PRC) 17-19, 54, 72,74, 100pH 46, 151Polyclonal 62Partial D 68, 71Polymerase Chain Reaction (PCR) 71Plastic card 89-91, 132, 137Prewarming technique 123, 124Panreactive126Potentiators 136Prozone 149Postzone 149Phase reactivity 149

QQuality control 12, 13

RRefrigerated centrifuge 1, 12Reverse grouping 5, 19-20, 29-32, 56Reagen 11, 12, 13Rhesus D negative 60Rhesus D positif 60Rh viewbox 61, 63Rouleaux 97, 143, 151Role out 143, 145-146Rule of three 147

SSlide test 2, 18, 25-29, 54, 56, 61-65Solid-phase immunoassay 2, 44, 118-119, 132Solid-phase red cell adherence (SPRCA) 2, 44Solid-phase protein A 2Solid-phase enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) 2, 44Standard Operating Procedures (SPO) 12, 48

Page 172: LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATEerepo.unud.ac.id/id/eprint/10877/1/98d38a00f80992672b1c4...rinci mengenai prosedur teknis pemeriksaan laboratorium pratranfusi, permasalahan yang muncul,

154

Suspensi sel 14Serologic crossmatch 83Skrining antibodi 130-151Sel panel 132-133Solid phase adherence 139-142

TTube test 2, 19, 25, 29-35, 54, 56, 61-65, 88, 107, 132Titer antibodi 75-78The gel low ionic antiglobulin test (GLIAT) 119The 3 and 3 rule 147

UUnexpected allogeneic antibodies 4, 130Umur sampel 10Uji validasi 15Uncross-matched blood 16-17Unit Transfusi Darah (UTD) 19, 130

VWWord Health Organization (WHO) 5, 15Weak D 61, 68-69, 71-74Warm AIHA 124Wash Red Cells (WRC) 124White Blood Cells (WBC) 125

XYZZeta Potensial 46