l2f008023_mkp

7
1 Makalah Seminar Kerja Praktek EFISIENSI TG-UNITS PADA PLTA LARONA, PLTA BALAMBANO, DAN PLTA KAREBBE SERTA OPTIMALISASI PENGATURAN BEBAN DAN PEMBANGKIT , Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang Email : [email protected] Abstrak - Unit turbin generator (TG-Units) pada pembangkit listrik tenaga air merupakan mesin listrik yang mengkonversi energi potensial, energi kinetik, dan energi mekanik pada suatu sistem plta menjadi energi listrik yang kemudian dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik. Pada dasarnya, TG-Units memiliki nilai efisiensi yang tinggi pada tiap unitnya. Nilai efisiensi yang tinggi merupakan harapan dari suatu sistem operasional plta. Efisiensi yang dimaksud ialah memanfaatkan debit air yang mengalir pada runner turbin air untuk menghasilkan energi listrik sesuai dengan daya maksimum generator. Perubahan beban yang ekstrim pada sistem kelistrikan di PT. Vale Indonesia Tbk. memerlukan sistem pengaman yang handal untuk mengatur keseimbangan antara pembangkit dan beban. Optimalisasi pengaturan beban dan pembangkit dapat dilakukan dengan Load shedding. Kata kunci : Efisiensi, TG-Units, Load Shedding. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia, yang merupakan penghasil devisa besar bagi negara. Salah satu perusahaan besar di Indonesia yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi nikel adalah PT. VALE INDONESIA Tbk yang di dulunya di kenal dengan PT. INCO Tbk.. Salah satu prosedur yang sangat penting dalam proses produksi nikel ini adalah penyediaan tenaga listrik termasuk dengan sistem transmisi dan distribusinya agar tenaga listrik dapat tersalurkan sampai ke beban di pabrik. Energi listrik dalam jumlah yang sangat besar dibutuhkan oleh PT. VALE agar proses produksi pengolahan nikel dapat berlangsung. Semua peralatan yang ada dalam proses pengolahan bijih nickel tersebut beroperasi dengan pemakaian daya listrik yang sangat besar, dimana yang membutuhkan daya paling besar adalah tungku peleburan (furnace). Ada empat buah furnace yang masing-masing bisa beroperasi dengan daya hingga 90 MW. Walaupun rata-rata total penggunaan daya untuk furnace adalah sekitar 250 MW. Sedangkan rata-rata daya yang dikonsumsi oleh peralatan- peralatan lain (auxiliary) di plant site yaitu sekitar 50 MW. Artinya untuk plant site saja dibutuhkan daya minimal 300 MW. Serta ditambah penggunaan listrik untuk area di luar plant site (mining area dan kota Sorowako), dan daya sebanyak 10 MW yang dijual ke PLN. Sehingga diperlukan total daya terpasang sekitar 400 MW agar semuanya dapat berjalan dengan baik. Untuk memenuhi semua itu PT. VALE harus dapat menyediakan sistem kelistrikan yang kompleks dibandingkan industri besar lainnya yang hanya mengandalkan suplai listrik dari PLN. Oleh karena itu, PT. VALE memiliki sistem kelistrikan yang lengkap mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, hingga pemakaiannya. Secara umum sistem kelistrikan pada PT. VALE INDONESIA, Tbk terbagi tiga, yaitu sistem pembangkitan, sistem transmisi dan sistem distribusi. Sistem pembangkitan terbagi tiga berdasarkan sumber energi yang digunakan untuk menggerakkan turbin yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Sedangkan sistem distribusi yang digunakan pada PT. VALE INDONESIA, Tbk yaitu sitem distribusi 11 KV dan 33 KV dan sistem transmisi 150 KV. Gambar 1.1 Tiga PLTA di sungai Larona

Upload: arvinekoputranto

Post on 20-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Paish_2002.pdf

TRANSCRIPT

  • 1

    Makalah Seminar Kerja Praktek

    EFISIENSI TG-UNITS PADA PLTA LARONA, PLTA BALAMBANO, DAN PLTA

    KAREBBE SERTA OPTIMALISASI PENGATURAN BEBAN DAN PEMBANGKIT

    ,

    Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

    Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

    Email : [email protected]

    Abstrak - Unit turbin generator (TG-Units) pada

    pembangkit listrik tenaga air merupakan mesin listrik

    yang mengkonversi energi potensial, energi kinetik,

    dan energi mekanik pada suatu sistem plta menjadi

    energi listrik yang kemudian dapat digunakan untuk

    memenuhi kebutuhan listrik.

    Pada dasarnya, TG-Units memiliki nilai

    efisiensi yang tinggi pada tiap unitnya. Nilai efisiensi

    yang tinggi merupakan harapan dari suatu sistem

    operasional plta. Efisiensi yang dimaksud ialah

    memanfaatkan debit air yang mengalir pada runner

    turbin air untuk menghasilkan energi listrik sesuai

    dengan daya maksimum generator.

    Perubahan beban yang ekstrim pada sistem

    kelistrikan di PT. Vale Indonesia Tbk. memerlukan

    sistem pengaman yang handal untuk mengatur

    keseimbangan antara pembangkit dan beban.

    Optimalisasi pengaturan beban dan pembangkit dapat

    dilakukan dengan Load shedding.

    Kata kunci : Efisiensi, TG-Units, Load Shedding.

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Indonesia merupakan salah satu negara

    penghasil nikel terbesar di dunia, yang merupakan

    penghasil devisa besar bagi negara. Salah satu

    perusahaan besar di Indonesia yang melakukan

    eksplorasi dan eksploitasi nikel adalah PT. VALE

    INDONESIA Tbk yang di dulunya di kenal dengan

    PT. INCO Tbk.. Salah satu prosedur yang sangat

    penting dalam proses produksi nikel ini adalah

    penyediaan tenaga listrik termasuk dengan sistem

    transmisi dan distribusinya agar tenaga listrik dapat

    tersalurkan sampai ke beban di pabrik.

    Energi listrik dalam jumlah yang sangat besar

    dibutuhkan oleh PT. VALE agar proses produksi

    pengolahan nikel dapat berlangsung. Semua

    peralatan yang ada dalam proses pengolahan bijih

    nickel tersebut beroperasi dengan pemakaian daya

    listrik yang sangat besar, dimana yang

    membutuhkan daya paling besar adalah tungku

    peleburan (furnace). Ada empat buah furnace yang

    masing-masing bisa beroperasi dengan daya hingga

    90 MW. Walaupun rata-rata total penggunaan daya

    untuk furnace adalah sekitar 250 MW. Sedangkan

    rata-rata daya yang dikonsumsi oleh peralatan-

    peralatan lain (auxiliary) di plant site yaitu sekitar

    50 MW. Artinya untuk plant site saja dibutuhkan

    daya minimal 300 MW. Serta ditambah

    penggunaan listrik untuk area di luar plant site

    (mining area dan kota Sorowako), dan daya

    sebanyak 10 MW yang dijual ke PLN. Sehingga

    diperlukan total daya terpasang sekitar 400 MW

    agar semuanya dapat berjalan dengan baik. Untuk

    memenuhi semua itu PT. VALE harus dapat

    menyediakan sistem kelistrikan yang kompleks

    dibandingkan industri besar lainnya yang hanya

    mengandalkan suplai listrik dari PLN. Oleh karena

    itu, PT. VALE memiliki sistem kelistrikan yang

    lengkap mulai dari pembangkitan, transmisi,

    distribusi, hingga pemakaiannya.

    Secara umum sistem kelistrikan pada PT.

    VALE INDONESIA, Tbk terbagi tiga, yaitu sistem

    pembangkitan, sistem transmisi dan sistem

    distribusi. Sistem pembangkitan terbagi tiga

    berdasarkan sumber energi yang digunakan untuk

    menggerakkan turbin yaitu Pembangkit Listrik

    Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga

    Uap (PLTU), dan Pembangkit Listrik Tenaga

    Diesel (PLTD). Sedangkan sistem distribusi yang

    digunakan pada PT. VALE INDONESIA, Tbk

    yaitu sitem distribusi 11 KV dan 33 KV dan sistem

    transmisi 150 KV.

    Gambar 1.1 Tiga PLTA di sungai Larona

  • 2

    1.2 Tujuan

    Pembuatan laporan kerja praktek ini bertujuan

    untuk mengetahui optimalisasi pengoperasian pada

    plta bersusun dan pengaturan beban generator.

    1.3 Batasan masalah

    Pada laporan kerja praktek ini, dibatasi pada

    pembahasan keandalan dan efisiensi TG-units

    PLTA Larona, PLTA Balambano, dan PLTA

    Karebbe serta sistem pengaturan beban generator.

    II. DASAR TEORI

    2.1 Turbin Air

    Turbin adalah suatu alat penggerak di mana

    energi fluida kerja diperlukan langsung untuk

    memutar roda turbin (runner) dan menjadi tenaga

    mekanis, yang selanjutnya dapat diubah menjadi

    tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan industri

    maupun rumah tangga. Bagian turbin yang berputar

    disebut rotor dan bagian turbin yang diam disebut

    stator. Untuk pemanfaatan energi air diperlukan

    suatu bangunan yang khusus. Perbedaan antara

    permukaan air diperoleh dengan membangun suatu

    dam dimana ketinggian air akan bergantung pada

    kondisi dan tempat. Pada sungai-sungai dataran

    rendah, rumah turbin ditempatkan dekat dam,

    sedangkan pada sungai-sungai dataran tinggi, maka

    damnya memilki jarak tertentu dari rumah turbin

    (power house). Air tiba ke turbin melalui saluran

    yang dinamakan pipa penstock. Konversi energi

    yang terjadi pada turbin adalah air mengalir dari

    tempat yang lebih tinggi menuju ke tempat yang

    lebih rendah. Dalam hal ini air ini memiliki energi

    potensial, selanjutnya didalam pipa energi potensial

    berubah menjadi energi kinetik. Didalam turbin

    energi kinetik air diubah menjadi energi mekanik

    dimana air memutar roda turbin. Kemudian melalui

    shaft yang dikopel dengan generator energi

    mekanik tadi diubah menjadi energi listrik.

    Tabel 2.1 Perbandingan data Turbin

    No Pembanding PLTA PLTA

    BALAMBANO

    PLTA KAREBBE

    LARONA

    1 Type

    Vertical

    Francis

    Vertical

    Francis

    Vertical

    Francis

    2 Manufacturer Sulzer

    General

    Electric Andritz

    3 Max. Head rate

    150.3 m

    (67 MW)

    86.5 m

    (68.5 MW)

    76 m (65

    MW)

    4

    Rating Net

    Head

    148 m

    (65,4 MW)

    84.5 m

    (67.7 MW)

    70.8 m (45

    MW)

    5 Min. Net Head

    146.7 m

    (65,4 MW)

    83.5 m

    (67.7 MW) -

    6 Speed 272.7 Rpm 214.3 Rpm 200rpm

    7 Run Way Speed 504 Rpm 386 Rpm 386 Rpm

    8 Rate Flow 51 Cumens 92 Cumecs 98.41 cumens

    2.2 Generator

    Generator adalah suatu sistem yang

    menghasilkan energi listrik dengan masukan tenaga

    mekanik. Generator berfungsi untuk mengubah

    energi mekanis (putaran shaft turbin yang di

    teruskan ke rotor generator) menjadi energi listrik

    pada stator generator setelah rotor mendapat energi

    DC dari excitation system.

    Tabel 2.2 Perbandingan data Generator

    N

    o Pembanding

    PLTA LARONA PLTA

    BALAMBAN

    O

    PLTA

    KAREBBE LGS1 &

    LGS2

    LGS

    3

    1 Type Umbrella Umbrella

    Ver. Sync.

    Umbrell

    a Ver.

    Sync.

    2 Manufacturer Andrit

    z GE

    General

    Electric Andritz

    3 Rated output 70 MW 68.5 MW 65 MW

    4 Rated voltage 11 KV 11 KV 11 KV

    5 Power Factor 0.85 0.8 0.85 0.85

    6 Frequency 50 Hz 50 Hz 50 Hz

    7 Rated Speed 272.7 rpm 214.28

    rpm 200 Rpm

    8 Poles 22 28 30

    2.3 Beban Pembangkitan Pada Departemen

    Utilities PT VALE INDONESIA Tbk.

    Departemen Utilities mempunyai tugas utama

    yaitu menyediakan atau menyuplai kebutuhan

    energi listrik untuk operasi di Process Plant.

    Energi listrik yang dihasilkan juga digunakan

    untuk keperluan listrik pada fasilitas perusahaan

    seperti perumahan karyawan serta digunakan untuk

    pasokan listrik kebutuhan masyarakat sekitar area

    penambangan. Selain itu ketersediaan steam (uap

    panas), air dan udara bertekanan merupakan

    tanggung jawab dari departemen ini.

    Gambar 2.1 Sistem Kelistrikan Di Plant Site

  • 3

    2.4 Keandalan Turbin-Generator (TG-Units)

    Pengertian keandalan TG-Units adalah

    besarnya MW yang dihasilkan setiap meter kubik

    air yang mengalir menuju runner setiap detik.

    Sehingga satuan dari keandalan TG-units ialah

    MW/M3/detik. Nilai keandalan untuk masing-

    masing turbin pada tiap plta memiliki nilai yang

    berbeda. PLTA Larona (1.22 MW/M3/detik),

    PLTA Balambano (0.92 MW/M3/detik), dan

    PLTA Karebbe (0.76 MW/M3/detik),

    Besarnya nilai efisiensi TG-Units dapat diperoleh

    melalui persamaan matematis berikut

    (i) Menghitung Ketinggian

    H = Rwl- Twl (1)

    Dengan, H = ketinggian air (meter)

    Rwl = reservoir water level

    Twl = Tailrace water level

    (ii) Daya Teoritis Turbin

    Pteo = Q x H x (2) Dengan, Pteo = daya teoritis (MW)

    Q = Debit air (m3/s)

    = berat jenis air = 9.8 KN / m

    (iii) Daya Output berdasarkan debit air yang

    digunakan

    Pq= K x Q (3)

    Dengan, Pq = Daya output berdasarkan debit

    air (MW)

    K = nilai ketetapan (MW/M3/detik)

    Q = Debit air (m3/s)

    (iv) Keandalan TG-units berdasarkan debit air yang

    digunakan. (MW/M3/detik)

    Keandalan = Pq

    Pout

    (4)

    (v) Effisiensi teoritis generator

    teo =

    maxP

    Pteo (5)

    (vi) Efisiensi TG units (%)

    = %100

    2

    QKeandalan x

    eoritisEfisiensit

    (6)

    III. ANALISA DAN PEMBAHASAN

    3.1 Flowchart

    Secara umum proses analisa optimasi

    pembangkit pada saat beroperasi ditunjukkan pada

    diagram alir di bawah ini. Dimulai dari

    mengumpulkan data real time kemudian

    menghitung nilai efisiensi dan keandalannya.

    Setelah diperoleh data nilai efisiensi selanjutnya

    dilakukan analisa apakah operasi pembangkit

    sudah efisien dan optimal.

    Gambar 3.1 Diagram Alir

    3.2 Analisis Data

    Pengambilan data pada berbagai ketinggian

    reservoir dalam waktu yang berbeda, untuk mengetahui pengaruhnya pada kinerja turbin air. Dalam

    hal ini efisiensi yang dihasilkan untuk menghasilkan

    daya output ke generator. Data yang diambil adalah

    pada PLTA Larona, PLTA Balambano, dan PLTA

    Karebbe dari tanggal 24 Maret sampai 30 Maret 2012.

    Namun, untuk lebih akurat maka data yang dianalisa

    dikumpulkan setiap sekitar dua menit, dari pukul 10.30

    AM sampai 10.50 AM di control room PLTA

    Balambano.

    Dengan menggunakan persamaan matematis maka

    didapat hasil data perhitungan nilai efisiesi TG-Units

  • 4

    pada masing-masing pembangkit yang ditunjukkan pada

    grafik sebagai berikut

    Gambar 4.1 Grafik Hasil Perhitungan Data Efisiensi TG-

    Units Pada PLTA Larona

    Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai efisiensi TG-

    Units pada PLTA Larona berada pada penggunaan di

    atas 50% ke atas. Nilai efisiensi terendah LGS2 yaitu

    72.2% dan LGS3 menunjukkan 64.3%. Untuk nilai

    efisiensi tertinggi LGS2 yaitu 89.6 % dan LGS3

    menunjukkan nilai tertinggi 86.6 %.

    Gambar 4.2 Grafik Hasil Perhitungan Data

    Efisiensi TG-Units Pada PLTA Balambano

    Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai efisiensi

    TG-Units pada PLTA Balambano khususnya unit

    #1 berada pada operasi yang tidak seimbang antara

    debit air dan daya. Nilai efisiensi terendah BGS1

    yaitu 24.6 % dan BGS2 terendah pada 65.7 % .

    Untuk nilai efisiensi tertinggi BGS1 yaitu 27.4 %

    pada pukul dan BGS2 menunjukkan nilai tertinggi

    84.4 %. Sangat jelas terlihat pada grafik di atas,

    nilai efisiensi pada BGS1 sangat buruk yaitu rata-

    rata pada 26.31 %.

    Gambar 4.3 Grafik Hasil Perhitungan Data

    Efisiensi TG-Units Pada PLTA Karebbe

    Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai efisiensi

    TG-Units pada PLTA Karebbe, khususnya unit #2

    memiliki nilai efisiensi yang tinggi. Pada waktu uji

    ke empat Unit#2 KGS2 berhenti beroperasi

    (shutdown) . Nilai efisiensi terendah KGS1 yaitu

    81.5 % dan tertingi pada 84.2 %. Untuk nilai

    efisiensi tertinggi KGS2 yaitu 86.9 % dan KGS2

    menunjukkan nilai terendah 82.8 %. Sangat jelas

    terlihat pada grafik di atas, nilai efisiensi pada

    KGS1 sangat stabil rata-rata pada 83.13 %, berbeda

    dengan unit KGS2 dengan nilai efisiensi yang terus

    meningkat namun berhenti beroperasi dikarenakan

    pergantian carbon brush.

    Dalam pengoperasiannya TG-Units memiliki beberapa indikator yang harus selalu diperhatikan

    yaitu Capability, beban, frekuensi, putaran, suhu,

    ketersediaan air, dan banyak faktor lainnya yang

    harus selalu berada dalam kondisi aman agar tidak

    mengaktifkan relay mencegah unit mengalami trip.

    3.3 Hubungan Antara Beban Furnace dan Pembangkit

    Hal terpenting dalam suatu sistem pembangkit

    ialah adanya tersedianya daya listrik sesuai dengan

    permintaan beban. Dalam sistem kelistrikan yang

    terdapat pada PT. VALE INDONESIA Tbk. tidak

    tergantung pada waktu seperti layaknya pada

    Perusahan Listrik Negara (PLN) yang akan

    mengalami kenaikan beban secara signifikan antara

    pukul 17.00 22.00 dan pada kisaran jam tersebut

    PLN akan mengalami kondisi beban puncak.

    Berbeda dengan sistem kelistrikan di pabrik nikel

    milik PT. VALE INDONESIA Tbk., operasi pabrik

    dalam menghasilkan nikel matte tidak tergantung

    pada waktu dan sewaktu-waktu beban dapat

    dinaikkan atau diturunkan.

    Berikut adalah tabel yang menunjukkan

    hubungan antara beban dan pembangkit yang

    dibedakan menjadi dua yaitu untuk beban furnace

    dan auxiliary.

  • 5

    Sesuai dengan sistem interkoneksi yang terlihat

    pada gambar single line diagram 150

    kv,menunjukkan bahwa pembangkit yang

    mensuplai beban pada furnace ialah KGS2, BGS2,

    LGS2, LGS3,MDBG#2, dan MDBG#4.

    Dikarenakan pasokan listrik dari hydro power tidak

    mencukupi kebutuhan beban furnace, maka sebagai

    cadangan untuk menambah pasokan daya maka

    dinyalakan dua buah unit Mirrless Blackstone

    Diesel Generator yaitu MDBG#2 dan MDBG#4

    masing-masing 5.89 MW dan 5.92 MW.

    Data pada tabel 4.3 menunjukkan

    keseimbangan antara beban dan pembangkit

    dimana daya pembangkit selalu lebih tinggi dari

    kebutuhan beban.

    Pada sisi beban furnace memiliki setpoint yang

    berbeda-beda untuk tiap unit dan nilai setpoint

    selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan

    pabrik. Yang menjadi kendala utama bagi sisi

    pembangkit ialah adanya perubahan daya aktif dan

    daya reaktif yang sangat besar secara tiba-tiba

    dalam hitungan sepersekian detik. Dari pengamatan

    langsung pada man machine interface(MMI)

    menunjukkan dalam 1 detik saja dapat terjadi

    perubahan daya aktif sebesar 30 MW untuk satu

    unit. Dalam kondisi normal selama melaksanakan

    kerja praktek, FCE#1, FCE#3, dan FCE#4

    beroperasi bersamaan dan apabila masing-masing

    mengalami kenaikan daya atau penurunan daya

    secara tiba-tiba dan setelah diakumulasikan dapat

    mencapai kenaikan atau penurunan rata-rata 70

    MW dalam satu detik. Dengan kondisi operasional

    seperti inilah yang mengakibatkan unit pembangkit

    maupun unit beban dapat trip dimana hal ini sangat

    dihindari dalam sistem kelistrikan untuk

    menunjang aktifitas pabrik.

    3.4 Hubungan Antara Beban Auxiliary dan

    Pembangkit

    Selain beban furnace, unit pembangkit pada PT. VALE INDONESIA Tbk. Memiliki beban

    auxiliary. Berikut ini adalah tabel yang

    menunjukkan hubungan antara beban dan

    pembangkit sesuai dengan single line diagram

    dimana unit #1 Balambano (BGS1) dan unit #1

    Karebbe (KGS1) terhubung ke bus A22 untuk

    beban auxiliary.

    Tabel 5.18 Hubungan antara beban auxiliary dan

    pembangkit

    Beban auxiliary cenderung stabil dan konstan

    sehingga tidak memerlukan perhatian lebih dalam

    sistem pengaturan dan proteksinya.

    Waktu

    PEMBANGKIT BEBAN TOTAL

    HYDRO THERMAL

    FCE#1 FCE#4

    KGS2 BGS2 LGS2 LGS3 MBDG#2 MBDG#4 SP Pa SP Pa BEBAN

    PEMBKIT

    10:31:38AM 17.44 33.61 40.95 10.54 5.89 5.92 70.40 64.40 61.00 44.80 109.20 114.35

    10:33:14 AM 8.36 39.96 45.39 13.86 5.92 6.11 70.40 59.80 61.00 47.40 107.20 119.60

    10:35:32 AM 11.49 57.16 51.32 16.14 5.92 5.97 70.40 73.60 61.00 64.20 137.80 148.00

    10:36:54 AM 0.00 63.16 55.94 21.70 5.90 5.96 70.40 67.50 61.00 69.90 137.40 152.66

    10:38:52 AM 0.00 48.61 49.20 13.15 5.74 6.26 70.40 57.70 61.00 65.00 122.70 122.96

    10:42:24 AM 0.00 67.97 57.55 22.18 5.89 6.16 70.40 87.30 71.10 62.40 149.70 159.75

    10:43:02 AM 0.00 52.24 53.83 15.51 5.82 6.12 70.40 68.00 75.10 61.50 129.50 133.52

    10:45:44 AM 0.00 56.90 55.54 17.90 5.79 5.98 70.40 71.90 75.10 58.70 130.60 142.11

    10:46:50 AM 0.00 61.45 54.88 17.02 5.85 6.10 70.40 74.60 75.10 58.20 132.80 145.30

    10:49:00 AM 0.00 42.05 37.79 13.86 6.01 6.08 70.40 51.80 75.10 53.70 105.50 105.79

    Waktu

    MW

    PEMBANGKIT BEBAN TOTAL

    BGS1 KGS1 AUX. PLN BEBAN Pbgkt

    10:31:38AM 3.42 26.52 9.10 10 19.10 29.94

    10:33:14 AM 3.61 26.11 9.50 10 19.50 29.72

    10:35:32 AM 3.36 26.38 9.70 10 19.70 29.74

    10:36:54 AM 3.38 26.33 9.20 10 19.20 29.71

    10:38:52 AM 3.54 26.36 9.30 10 19.30 29.90

    10:42:24 AM 3.60 26.59 9.10 10 19.10 30.19

    10:43:02 AM 3.47 26.70 8.90 10 18.90 30.17

    10:45:44 AM 3.37 26.83 9.30 10 19.30 30.20

    10:46:50 AM 3.23 27.10 9.20 10 19.20 30.33

    10:49:00 AM 3.52 26.58 9.40 10 19.40 30.10

    Tabel 3.4 Hubungan antara Beban Furnace Dan Pembangkit

  • 6

    3.5 Sistem Poteksi Load Shedding

    Untuk lebih memahami cara kerja Load

    shedding pada sistem kelistrikan PT. VALE

    INDONESIA Tbk. Maka penulis mencoba

    mensimulasikan ketika terjadi gangguan pada sisi

    pembangkit dan beban.

    Gambar 4.4 Tampilan Load shedding pada sisi

    pembangkit.

    Pada sisi pembangkit terdapat prioritas untuk men-tripkan furnace, yaitu prioritas I dan prioritas

    II. Ketika terjadi gangguan pada sisi generator yang

    berindikator status QUALIFY hijau maka yang

    menjadi prioritas pertama ialah prioritas I dan

    ketika tidak terjadi trip maka prioritas II akan trip,

    apabila sistem load shedding gagal maka akan

    dilakukan tindak pengamanan secara manual.

    Gambar 4.5 Tampilan Load shedding pada sisi

    beban

    Pada sisi beban juga berlaku sistem logic yang

    sama tetapi hal ini difungsikan secara manual.

    Ketika terjadi gangguan pada furnace, sistem load

    shedding tidak dapat memerintahkan unit

    pembangkit untuk ikut trip untuk menjaga agar

    sistem pada sisi pembangkit tetap stabil dan

    mencegah terjadinya blackout sistem.

    Urutan prioritas trip pada pembangkit dan

    beban berdasarkan pada nilai daya aktif pada

    masing-masing sisi. Urutan akan otomatis berubah

    dan mengikuti nilai beban dan nilai pembangkit

    yang paling mendekati.

    IV. PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    1. Pengertian Efisiensi TG-Units adalah seberapa besar persentase suatu pembangkit yang dalam

    hal ini ialah turbin air dan generator pada

    PLTA dimanfaatkan untuk menghasilkan daya

    berbanding dengan kemampuan TG-Units

    tersebut untuk menghasilkan daya maksimum.

    2. Dalam pengoperasiannya TG-Units memiliki beberapa indikator yang harus selalu

    diperhatikan yaitu Capability, beban, frekuensi,

    putaran, suhu, ketersediaan air, dan banyak

    faktor lainnya yang harus selalu berada dalam

    kondisi aman agar tidak mengaktifkan relay

    mencegah unit mengalami trip.

    3. Dengan mengatur pada water balance ketersediaan daya mencapai sekitar 238 MW

    sedangkan pada kondisi water unbalance daya

    yang dapat dihasilkan dari hydro mencapai 286

    MW.

    4. Mekanisme water balance dilakukan pada saat ketersediaan air terbatas, dan mekanisma water

    unbalance dapat dilakukan pada saat air

    melimpah.

    4.2 Saran

    1. Sistem kontrol otomatis sangat diperlukan untuk mengatur optimalisasi pembangkit

    hydro-termal yang berada di PT. VALE

    INDONESIA.

    2. TG-Units pada PLTA harus dapat dioperasikan dengan maksimal dengan meningkatkan nilai

    efisiensinya.

    3. Sangat penting untuk seorang operator selalu memperhatikan keseimbangan antara beban,

    pembangkit, level air dan grafik capability,

    agar unit beroperasi dengan aman dan optimal

    dengan keandalan yang tinggi.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] _. DAFTAR PUSTAKA

    -Moedjiono, Catatan Kecil Hydro_1. Hydro

    Power Plant, Utilities Department. PT VALE

    INDONESIA,Tbk

    -Moedjiono, Catatan Kecil Bagian 2. Hydro

    Power Plant, Utilities Department. PT VALE

    INDONESIA,Tbk

    -HYDRO BALAMBANO OPERATION MANUAL

    (Bano Manual)

    -HYDRO LARONA OPERATION MANUAL

    (Larona Manual)

  • 7

    BIOGRAFI

    Deskiniel. Dilahirkan

    di Langkea Raya, 22

    Desember 1989,

    menempuh

    pendidikan dasar di

    SDN Matompi,

    kemudian dilanjutkan

    di SMPS YPS

    Singkole. Lalu dilanjutkan di SMAN 17

    Makassar. Dan saat ini sedang menempuh

    pendidikan Strata-1 di Universitas

    Diponegoro Konsentrasi Ketenagaan.

    Semarang, Juni 2012

    Mengetahui dan Mengesahkan,

    Dosen Pembimbing

    Agung Warsito, Ir. DHET.

    NIP. 19590105 198703 1 002