kurnia warman - konsultasi ranperda kasepuhan lebak-banten

24
Konteks Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayat di Daerah Kurnia Warman Dosen Hukum Agraria FH Univ. Andalas “Konsultasi Publik Ranperda Lebak tentang Masyarakat Kasepuhan” Diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lebak Bekerjasa Dengan Epistema Institute Jakarta Lebak, 13 Agustus 2015

Upload: bondan-mahardhika-u

Post on 13-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

Konteks Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayat

di DaerahKurnia Warman

Dosen Hukum Agraria FH Univ. Andalas

“Konsultasi Publik Ranperda Lebak tentang Masyarakat Kasepuhan”

Diadakan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten LebakBekerjasa Dengan Epistema Institute Jakarta

Lebak, 13 Agustus 2015

Page 2: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

2

Pengakuan Masyarakat Hukum Adat: Suatu Keniscayaan

• Keberadaan masyarakat hukum adat (MHA) di seluruh Indonesia merupakan kenyataan secara historis dan empiris.

• Pengakuan MHA dan hukum adatnya merupakan kebutuhan bagi penyelenggaraan negara.

• Kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang tidak mengakui MHA dan hukum adat pasti akan menghadapi banyak hambatan, sehingga cenderung gagal.

• Karena itu, pengakuan MHA dan hukum adat dalam penyelenggaraan pemerintahan hendaknya tidak dilihat sbg kebaikan negara melainkan lebih sbg kebutuhan pemerintah, sehingga merupakan suatu keniscayaan.

• Apalagi di tingkat Daerah, pengakuan MHA dan hukum adatnya terkait langsung dgn kehidupan sehari-hari rakyat. Dalam konteks ini, Ranperda Kab Lebak tentang Kasepuhan ini patut mendapat apresiasi.

Page 3: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

3

Hak Ulayat Sbg Hak Konstitusional• Pengakuan MHA dan Hak Ulayat sbg Hak Tradisional

merupakan amanah dari Konstitusi Negara (UUD 1945)• Terkait dgn pengakuan dan penghormatan MHA,

keberadaan hak ulayat menjadi isu sentral karena merupakan sumber penghidupan MHA.

• Karena itu UUD 1945 juga menegaskan kedudukan hak ulayat sebagai hak konstitusional MHA, baik secara eksistensial maupun fungsional.

• Penegasan ini penting karena adanya Hak Menguasai Negara (HMN) atas bumi, air, dan kekayaan alam, bahwa HMN tidak menghapus hak ulayat MHA.

• Pengingkaran thd hak ulayat merupakan tindakan inkonstitusional

Page 4: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

Konteks Pengakuan MHA dalam Konstitusi

1. Pengakuan MHA dan haknya dalam konteks pembetukan pemerintah daerah: Bab VI tentang Pemerintah Daerah, Psl 18 B Ayat (2)

2. Pengakuan MHA dan haknya dalam konteks hak asasi manusia (HAM): Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Psl 28 I Ayat (3)

3. Pengakuan MHA dan haknya dalam konteks kebudayaan: Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan, Psl 32 Ayat (1)

4

Page 5: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

Pengakuan MHA dalam Pembentukan Pemerintah Daerah

• Pasal 18 B ayat (2) UUD: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

• Pesannya adalah jika negara membentuk pemerintah daerah (termasuk desa) sebagai bagian Pemerintah NKRI, keberadaan MHA harus menjadi pertimbangan.

• Jangan sampai pembentukan pemerintah daerah, termasuk pemerintah desa, justru menghancurkan kesatuan-kesatuan MHA dan hak-hak tradisionalnya.

• Penyeragaman bentuk dan nama pemerintahan terendah menjadi pemerintahan desa agaknya bertentang dengan pesan asli (original intend) ketentuan Pasal 18 B Ayat (2) UUD 1945. 5

Page 6: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

6

MHA sbg Obyek Pengakuan• Dalam konteks pembentukan pemerintah daerah,

pengakuannya ditujukan terhadap MHA sebagai subyek.• Pengakuan terhadap hak-haknya mengikut pengakuan terhadap

subyeknya itu.• MHA adalah masyarakat asli bangsa Indonesia yg sudah

mempunyai pemerintahan menurut hukum adatnya sebelum adanya pemerintahan negara.

• Jika pemerintah membentuk pemerintah terendah berdasarkan MHA (“desa adat”) maka hak-hak tradisionalnya dalam penyelengaraan pemerintahan harus diakui sejalan dgn itu.

• Misalnya: kedudukan hak ulayat sebagai kekayaan “desa adat”, sumber pendapatan desa: tidak boleh diambil oleh pemerintah (daerah).

• Dalam konteks ini UU 6/2014 tentang Desa sangat relevan.

Page 7: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

Pengakuan MHA sebagai HAM• Pasal 28 I ayat (3) UUD: “Identitas budaya dan hak

masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

• Pesannya adalah negara wajib memberikan perlindungan terhadap identitas budaya dan hak masyarakat tradisional.

• Yang ditonjol di sini adalah haknya atau obyek bukan subyeknya.

• Pengaturan dalam kontek HAM ini tidak menyebut istilah MHA tetapi masyarakat tradisional. Pembedaan penyebutan ini dimaksudkan bahwa belum tentu semua masyarakat tradisional tersebut merupakan MHA.

• Walaupun mereka belum merupakan masyarakat hukum, baru sebagai masyarakat tradisional, negara wajib menghormati identitas dan hak mereka, karena hal itu merupakan hak asasi. 7

Page 8: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

8

Hak MHA sbg Obyek Pengakuan

• Walaun pun MHA tidak dijadikan sebagai penyelenggara pemerintahan (desa adat), hak-hak MHA itu wajib diakui dan dihormati.

• Dalam konteks HAM, obyek pengakuannya adalah hak MHA itu sendiri: hak-hak tradisional sebagai hak asasi, tidak boleh “dirampas” oleh negara.

• Hak ulayat merupakan hak tradisional utama yang perlu pengakuan karena terkait dengan sumber penghidupan MHA.

Page 9: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

Pengakuan MHA dalam Kebudayaan

• Pasal 32 UUD: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan mesyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya”.

• Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

• Hukum merupakan salah satu produk budaya maka hukum adat harus diakui dalam konteks ini.

9

Page 10: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

10

Pengakuan MHA dalam Konstitusi

Pengakuan dan Penghormatan MHA

dalam Konstitusi

Pembentukan Pemda

MHA dlm Pembentukan desa Perlu hak Tradisional

Sebagai HAM Hak tradisional sbg Kekayaan MHA

Hukum adat dan hak ulayat diakui

Sebagai Kebudayaan Memajukan kebudayaan

nasional

Identitas bangsa majemuk

Page 11: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

11

Kedudukan Hk Adat dalam Hk Agraria

a. Hukum adat sebagai sumber utama pembangunan hukum agraria nasional: Penjelasan Umum UU 5/1960 (UUPA): pembuat UU menjadikan hukum adat sbg sumber materil utama dalam pembentukan hukum.

b. Hukum adat sebagai hukum berlaku (positif): Pasal 3 dan Pasal 5 UUPA: hukum adat berlaku dalam penguasaan dan pemilikan tanah, shg menjadi rujukan bagi hakim dalam penyelesaian sengketa.

Page 12: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

Pengakuan Hak MHA: Sektoral• Di samping telah diakui dalam Hukum Agraria, pengakuan hak

MHA telah diatur secara sektoral.• Hal ini dapat dilihat dalam berbagai UU sektoral yang ada:

Kehutanan (UU 41/1999), Perkebunan (UU 39/2014), Sumberdaya Air (UU 7/2004-dibatalkan oleh MK), Pertambangan Minerba (UU 4/2009), Ketenagalistrikan (UU 30/2009), dsb.

• Semua UU Sektoral menyatakan “pemegang izin usaha terkait wajib mengurus perolehan tanahnya menurut Hukum Agraria: mengakui hukum adat.

• Kecuali bidang kehutanan: pelaksanaan izin usaha bidang kehutanan ternyata tidak mensyaratkan perolehan tanah, padahal bidang inilah yang memerlukan tanah paling luas.

• Akibatnya timbul sengketa dengan MHA: bersama perkebunan, bidang kehutanan penyumbang sengketa agraria terbesar.

12

Page 13: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

13

Pengaturan MHA dalam per-UU-an Tersendiri

• Jika skema konstitusionalitas pengakuan dan penghormatan MHA (uraian sebelumnya) ditaati oleh semua sektor pengelolaan kekayaan alam maka hak-hak MHA akan mendapat perlindungan, dan MHA dapat menikmati manfaat dari hak-hak tradisionalnya.

• Namun, jika Kementerian/Lembaga tidak bisa dijamin ketaatannya kepada UUD maka per-UU-an Pengakuan dan Perlindungan Hak MHA kiranya urgen dibentuk, baik di pusat maupun di daerah.

• Dengan harapan seluruh per-UU-an sektoral mengikutinya.• Ranperda Lebak tentang Masyarakat Kasepuhan dapat

dilihat dalam semangat ini.

Page 14: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

Hak-Hak MHA1. Hak Ulayat merupakan hak utama MHA yang

harus diakui dan dihormati oleh negara: Hak MHA sebagai kesatuan (organisasi). Hak ulayat berlaku atas tanah, air, dan kekayaan alam. Hak ulayat merupakan sumber bagi hak milik adat, baik individual maupun komunal.

2. Hak Milik (adat) merupakan hak milik warga MHA baik bersifat individual (individual property right) maupun kelompok (communal property right).

3. Hak-hak lain baik bersifat kebendaan maupun non kebendaan.

14

Page 15: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

15

Kedudukan Lembaga Adat• Jika MHA dijadikan sebagai penyelenggaraan desa (desa

adat) maka tokoh adat akan menjadi penyelenggara pemerintahan terendah: lembaga adat tidak perlu dibentuk karena ybs sudah menjalankan tugas pemerintahan berdasarkan adat istiadat. Hak ulayat menjadi sumber utama pendapatan desa adat.

• Namun, jika pembentukan desa tidak berdasarkan MHA (desa-administatif) maka lembaga adat perlu diakui: sebagai pemimpin MHA dan penguasa hak-hak adat: hak ulayat merupakan sumber penghidupan anggota MHA.

• Lembaga adat juga dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam pembangunan.

Page 16: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

16

Khusus Terkait Hutan Adat • Hutan adat merupakan salah satu kekayaan MHA, dan

Putusan MK 35/2012 menjadi tonggak sejarah tentang status hutan adat. Hutan adat tidak sebagai hutan negara tetapi hutan hak.

• Sebetulnya putusan MK mesti ditindaklanjuti dgn perubahan UU ybs, namun tentu tidak bisa dalam waktu cepat, di sini salah satu urgensi Ranperda Kasepuhan ini.

• Hutan hak adalah hutan di atas tanah hak. Menurut hukum agraria tanah hak itu tidak hanya tanah yg sudah bersertipikat tetapi juga tanah-tanah adat yg dapat dikonversi atau ditegaskan haknya, dan hak-hak lama berdasakan penguasaan fisik dgn itikad baik.

• Sikap seperti ini berpotensi menimbulkan masalah bagi hutan yang berada di tanah ulayat MHA, bukan tanah milik adat.

• Hutan adat merupakan salah satu kekayaan MHA, dan Putusan MK 35/2012 menjadi tonggak sejarah tentang status hutan adat. Hutan adat tidak sebagai hutan negara tetapi hutan hak.

• Sebetulnya putusan MK mesti ditindaklanjuti dgn perubahan UU ybs, namun tentu tidak bisa dalam waktu cepat, di sini salah satu urgensi Ranperda Kasepuhan ini.

• Hutan hak adalah hutan di atas tanah hak. Menurut hukum agraria tanah hak itu tidak hanya tanah yg sudah bersertipikat tetapi juga tanah-tanah adat yg dapat dikonversi atau ditegaskan haknya, dan hak-hak lama berdasakan penguasaan fisik dgn itikad baik.

• Sikap seperti ini berpotensi menimbulkan masalah bagi hutan yang berada di tanah ulayat MHA, bukan tanah milik adat.

Page 17: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

17

Pengeluaran Hutan Adat dari Kawasan Hutan: Rekomendasi Jangka Pendek

• Pengakuan dengan metode mengeluarkan hutan adat dari kawasan hutan agaknya bukan bekerjaan sedernana, dan hanya bisa diterima untuk jangka pendek.

• Secara administratif hal ini tetap mempertahankan dualisme adm pertanahan.

• Untuk jangka panjang hendaknya ada perubahan UU Kehutanan dan juga Pertanahan yang menegaskan bahwa penetapan kawasan hutan bukanlah untuk status melainkan fungsi hutan.

• Dengan demikian untuk memberikan pengakuan bahkan pendaftaran tanah masyarakat di dalam kawasan hutan tidak perlu dikeluarkan dari kawasan hutan, melainkan cukup hanya rekomendasi untuk menjamin tidak terjadinya alih fungsi kawasannya.

• Hal ini juga terkait dengan keberadaan desa adat. Wilayah desa (adat) bisa saja meliputi kawasan hutan yang fungsinya diurus oleh instansi kehutanan sesuai dengan kewenangan pemerintahan.

Page 18: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

18

Catatan Atas Ranperda tentang Masyarakat Kasepuhan

Page 19: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

19

Judul Ranperda

• Ranperda ini berjudul “tentang Masyarakat Kasepuhan”, sebaiknya langsung saja judulnya “tentang Kasepuhan”, karena Kasepuhan sudah dinyatakan sebagai masyarakat hukum adat di Kab Lebak.

• Ranperda ini sebaiknya mengatur Kasepuhan sebagai suatu unit sosial yang mempunyai wilayah hukum tertentu dan pranata pemerintahan menurut hukum adat.

• Isi Ranperda ini tampaknya telah mengarah ke situ, bahwa yang diaturnya bukan hanya hanya masyarakat kasepuhan tetapi juga wilayah adat dan hak-hak adatnya termasuk hak ulayat.

Page 20: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

20

Konsideran Menimbang

• Ranperda ini tampaknya lebih fokus pada konteks pembentukan pemerintahan daerah/desa yaitu Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945.

• Namun isinya lebih fokus pada pengakuan hak-hak MHA Kasepuhan (spt Tujuan di Pasal 3), walau ada ketentuan tentang Kasepuhan dapat ditetapkan sebagai desa (adat).

• Agaknya perlu penegasan fokus apakah dalam kontek pembentukan pemerintahan daerah/desa atau pengakuan hak-hak tradisional.

• Atau memang dimaksudkan akan ada Perda tersendiri sebagai delegasi dari Ranperda ini yang akan fokus pada masing-masing konteks.

Page 21: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

21

Konsideran Mengingat

• Daftar Per-UU-an yang dicantumkan juga perlu dicocokkan dengan fokus konteks pengaturan Ranperda ini.

• Ranperda ini tampaknya mencantumkan Per-UU-an melebihi dari konteks pengaturannya: spt Angka (4), (5), (11), (13), dan (16).

• Atau memang ada maksud tersendiri dgn pencantuman ini.

Page 22: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

22

Ketentuan Umum

• Jika dalam pengertian “kasepuhan” sdh dicantumkan bahwa kasepuhan sebagai kesatuan MHA di Kab. Lebak, maka pengertian kesatuan MHA agaknya tidak perlu, mungkin cukup di penjelasan saja.

• Juga perlu dipastikan apakah Kasepuhan ini hanya terdapat di Kab. Lebak saja, mengingat pengertian kasepuhan pada Angka (5)?

• Hak Ulayat dan Wewengkon? Mengapa dibedakan, dalam literatur Hukum Adat, spt Ter Haar, “wewengkon” merupakan nama lain (khusus) dari nama generiknya “hak ulayat”.

Page 23: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

23

Materi Muatan• Jika Ranperda ini mengatur Kasepuhan sebagai suatu unit sosial,

maka sebaiknya materi muatannya meliputi, MHA Kasepuhan sebagai subyek, kekayaan Kasepuhan, dan kewenangan MHA atas kekayanaan adatnya.

• Ranperda ini telah mengatur MHA Kasepuhan sbg subyek, bahkan telah disebutkan namanya di lampiran.

• Muatan tentang jenis kekayaan kasepuhan sbg MHA masih perlu dipertegas lagi.

• Begitu juga kewenangan Kasepuhan atas kekayaan adatnya, perlu dipertegas lagi.

• Pengaturan tentang Nagari di Prov. Sumbar, Lembang di Kab. Tanatoraja, dan Mukim di Prov. Aceh dapat dijadikan sebagai pembanding.

Page 24: Kurnia Warman - Konsultasi Ranperda Kasepuhan Lebak-Banten

24

Terima kasih