kurangnya pamahaman yadnya (upakara/banten) …

24
KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Oleh: Ni Gusti Ayu Putu Suryani NIP. 19660915 199903 2 001 UPT-PPKB UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2020

Upload: others

Post on 14-Nov-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA

(UPAKARA/BANTEN) DALAM KEHIDUPAN

SEHARI-HARI

Oleh:

Ni Gusti Ayu Putu Suryani

NIP. 19660915 199903 2 001

UPT-PPKB

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2020

Page 2: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

i

KATA PENGANTAR

"Om Swastyastu"

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

rahmat dan anugerah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu

yaitu makalah yang berjudul "KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA

(UPAKARA/BANTEN) DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI".

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari yang namanya

kata sempurna, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat, maupun isi. Oleh sebab itu

dengan segala kerendahan hati, kami selaku penulis menerima segala bentuk kritik dan

saran yang membangun dari para pembaca sekalian.

Demikian sepatah kata yang dapat kami sampaikan, kami berharap bahwa

makalah ini dapat memberikan wawasan kepada para khalayak umum serta para

pembaca sekalian.

"Om Santih, Santih, Santih, Om"

Denpasar, 27 Januari 2020

Penulis

Page 3: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar belakang masalah.. ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.. ............................................................................................. 2

1.3 Metode Penulisan....... ......................................................................................... 2

1.4 Tujuan Penulisan. ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN..... .................................................................................... 3

2.1 Pengertian Yadnya... ............................................................................................ 3

2.2 Tujuan Pelaksanaan Yadnya ................................................................................ 3

2.3 Bentuk dan Jenis Jenis Penerapan Yadnya dalam Kehidupan Sehari hari .......... 7

2.4 Sumber Sastra yang Berkaitan Dengan Yadnya.. ................................................ 11

2.5 Makna dari beberapa upakara/banten yang sering digunakan ............................. 14

BAB III PENUTUP.. ............................................................................................... 20

3.1 Kesimpulan... ....................................................................................................... 20

3.2 Saran .................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 21

Page 4: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Alam semesta diciptakan oleh Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi dengan segala

augerah dan kuasaNya. Alam ini (Bhuana Agung) diciptakan olehTuhan/Ida Sang

Hyang Widhi dengan Yadnya. Tanpa proses penciptaan melalui Yadnya Hyang Widhi,

maka alam semesta beserta isinya termasuk manusia tidak mungkin ada sampai saat ini.

Sejarah menyatakan, bahwa pada jaman dahulu kala di wilayah Nusantara telah berdiri

kerajaan-kerajaan besar seperti salah satu diantaranya adalah Kerajaan Majapahit yaitu

sebuah Kerajaan penganut Agama Hindu yang merupakan Kerajaan terbesar yang bisa

meyatukan seluruh wilayahnya sampai ke Madagaskar. Pada jaman itu sudah ada

hubungn dagang denagn Negara luar Negeri terutama engan Negeri Campa, yang saat

ini Negara Cina.

Kerajaan ini bertempat ini bertempat di Jawa Timur, yang pada jaman

keemasanya dipimpin oleh seorang Raja yang bernama Hayam Wuruk dengan Patihnya

bernama Gajah Mada. Pada jaman itu perkembangan budaya yang berlandaskan Agama

Hindu sangat pesat termasuk di Daerah Bali dan perkembangan terakhir menunjukkan

bahwa para Arya dari Kerajaan Majapahit sebagian besar hijrah ke Bali dan di situ lah

para Arya-Arya tersebut lebih memantapkan ajaran-ajaran Agama Hindu samapi

sekarang.

Masyarakat Hindu di Bali dalam kehidupan sehari-harinya selalu berpedoman pada

ajaran Agama Hindu yang merupakan warisan leluhur Hindu di Bali terutama dalam

pelaksanaan upacara keagamaan/ ritualnya dan falsafah Tri Hita Karana. Arti kata Tri

Hita Karana, Tri artinya tiga Hita artinya kehidupan, Karana artinya penyebab. Jadi Tri

Hita Karana artinya : tiga kerhamonisan yang menyebabkan adanya kehidupan.

Diantaranya :

1. Parhyangan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan tuhan

2. Pawongan, hubungan yang harmonis anatar manusia dengan manusia

3. Palemahan, hubungan manusia dengan alam

Dalam pelaksanaannya tetap berlandaskan ajaran-ajaran Agama Hindu dalam kegiatan

upacara keagaaman berpatokan pada Panca yadnya.(Drs. I Made Purana, 2016)

Page 5: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

2

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari yadnya ?

2. Apakah tujuan dari pelaksaan yadnya ?

3. Bagaimana bentuk dan jenis jenis penerapan yadnya dalam kedidupan sehari

hari ?

4. Apa sumber sastra yang berkaitan dengan yadnya ?

5. Apakah makna dari beberapa upakara/banten yang sering dibuat masyarakat

Hindu di Bali ?

1.3 Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yaitu :

1. Metode observasi perpustakaan

2. Beberapa website terkait

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian dari yadnya.

2. Untuk mengetahui apa tujuan dari pelaksanaan yadnya

3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk dan jenis jenis penerapan yadnya dalam

kedidupan sehari hari.

4. Untuk mengetahui sumber sastra yang berkaitan dengan yadnya.

5. Untuk mngetahui apa makna beberapa upakara/banten yang sering digunakan

masyarakat Hindu di Bali ?

Page 6: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Yadnya

Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu dari akar kata "yaj" yang artinya

memuja. Secara etimologi, pengertian Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas

atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari hati sanubari sebagai pengabdian

yang sejati kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)

Yadnya menurut ajaran agama Hindu, merupakan suatu bentuk kewajiban yang

harus dilakukan oleh umat manusia di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab Tuhan

menciptakan manusia beserta makhluk hidup lainnya berdasarkan atas yadnya, maka

hendaklah manusia memelihara dan mengembangkan dirinya, juga atas dasar yadnya

sebagai jalan untuk memperbaiki dan mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yakni

Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).(Sastra)

2.2 Tujuan pelaksanaan Yadnya

Sloka dari berbagai kitab menyatakan bahwa alam semesta beserta segala isinya

termasuk manusia, diciptakan, dipelihara dan dikembangkan melalui yadnya. Oleh

karena itu, yadnya yang dilakukan oleh manusia memiliki tujuan untuk mencapai

kebahagiaan manusia menurut konsep Hindu yakni Moksartham Jagaddhita

(Kebahagiaan sekala dan niskala/ jasmani dan rohani). Dalam rangka mencapai tujuan

tersebut, manusia harus melakukan aktivitas dan berkarma. Paling tidak empat hal yang

harus dilakukan manusia yaitu, penyucian diri, peningkatan kualitas diri, sembahyang,

dan senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Pencipta. Empat hal di atas

dapat dicapai melalui Yadnya. Oleh karena itu Yadnya memiliki tujuan, diantaranya:

1. Untuk Penyucian

Pribadi dan jiwa manusia dalam aktivitasnya setiap hari berinteraksi dengan

sesama manusia dan alam lingkungan akan saling berpengaruh. Guna (sifat satwam,

rajas, dan tamas) orang akan saling mempengaruhi, demikian juga "guna" alam akan

mempengaruhi manusia. Untuk mencapai kebahagiaan maka manusia harus memiliki

imbangan Guna Satwam yang tinggi. Pribadi dan jiwa manusia harus dibersihkan dari

guna rajas dan guna tamas. Melalui Yadnya kita dapat menyucikan diri dan juga

Page 7: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

4

menyucikan lingkungan alam sekitar. Jika manusia dan alam memiliki tingkatan guna

satwam yang lebih banyak maka keharmonisan alam akan terjadi. Kitab

ManawaDharmasastra V. 109 menyatakan:

"Adbhirgatrani suddhayanti mana satyena suddhayanti, Widyatapobhyam bhutatma

buddhir jnanena suddhayanti"

Artinya:

Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia

dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dibersihkan dengan

pengetahuan yang benar.

Oleh karena itu, menjadikan aktivitas sehari-hari dan menjalankan kewajiban

dengan baik serta penuh kesadaran sudah termasuk dalam bentu pelaksanaan yadnya

yang berkaitan dengan tujuan mencapai kesucian dengan jalan yadnya. Demikian juga

untuk kesucian alam dan lingkungan, melakukan upacara/ ritual sesuai dengan sastra

agama sehingga kita akan senantiasa berada pada lingkungan yang suci. Lingkungan

yang suci akan memberikan kehidupan yang suci juga bagi manusia.

2. Untuk Meningkatkan Kualitas Diri

Setiap kelahiran manusia selalu disertai oleh karma wasana atau sisa perbuatan

terdahulu. Demikian pula setiap kelahiran bertujuan untuk meningkatkan kualitas j i

watman sehingga tujuan tertinggi yaitu bersatunya atman dengan brahman (Brahman

Atman Aikyam) dapat tercapai. Hanya dilahirkan sebagai manusia memiliki sabda, bayu

dan idep dapat melakukan perbuatan baik sebagai cara untuk meningkatkan kualitas

jiwatman, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Sarasamuscayasloka 2 sebagai berikut:

"Ri sakwehning sarwa bhiita, ikingjanma wwangjuga wenang

gumawayaken ikangcubhacubhakarma, kunengpanentasakena ring

cubhakarma juga ikangacubhakarma, phalaning dadi wwang. "

Artinya:

Diantara semua mahluk hidup , hanya yang dilahirkan sebagai manusia saja yang

dapat melaksanakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, oleh karena itu leburlah ke

dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya menjadi

manusia.

Page 8: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

5

Dari sloka di atas jelas kewajiban hidup manusia adalah untuk selalu

meningkatkan kualitas diri melalui perbuatan baik. Perbuatan baik yang paling utama

adalah melalui Yadnya. Dengan demikian setiap yadnya yang kita lakukan hasilnya

adalah terjadinya peningkatan kualitas jiwatman.(Bagus, 1967)

3. Sebagai Sarana Menghubungkan Diri dengan Tuhan

Hindu mengajarkan tentang konsepsi ketuhanan yang Nirguna tattwam dan

sagunatattwam. Konsep Tuhan yang Nirguna berarti bahwa Tuhan itu satu dan tidak ada

yang kedua serta keberadaan Tuhan tidak dapat digambarkan karena sifat Tuhan yang

Acintya (tak terpikirkan). Sehingga untuk berhubungan dengan Tuhan harus dengan

cara melaksanakan yadnya. Tanpa yadnya manusia tidak akan bisa berhubungan dengan

Tuhan karena manusia telah dipengaruhi oleh Awidya (kegelapan, kebodohan,

ketidaktahuan). Dengan melaksanakan yadnya umat akan dapat merasakan kehadiran

Tuhan walaupun sebenarnya Tuhan itu ada dimana-mana (wyapi wyapaka nirwikara).

4. Sebagai Ungkapan Rasa Terima Kasih

Alam semesta beserta segala isinya diciptakan oleh Tuhan dengan yadnya-Nya.

Tuhan juga memberikan segala anugerah kepada umat manusia dan semua makhluk.

Jadi untuk menunjukan rasa terima kasih yang mendalam atas segala anugerah Tuhan/

Sang Hyang Widhi maka patutlah sebagai umat manusia khususnya Hindu

melaksanakan yadnya dengan cara melakukan pemujaan serta mempersembahkan

sebagian kecil dari anugerah-Nya dengan hati yang tulus dan ikhlas. Jangan sampai

ketika kita diberikan kebahagiaan, lalu kita lupa dengan kebesaran-Nya dan hanya ingat

bila mendapatkan kesusahan saja. Pada intinya manusia harus bisa berterima kasih pada

Sang Hyang Widhi dengan yadnya. Bekerja dengan benar dan giat, menolong orang

yang kesusahan, belajar giat, dan kegiatan lain yang didasari pengabdian dan rasa ikhlas

adalah salah satu contoh ungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih atas anugrah

Tuhan untuk kesehatan, keselamatan diri, rejeki, serta kehidupan yang kita

terima.Upacara/ritual yang dilakukan Umat Hindu baik yang bersifat rutin (contohnya

ngejot, maturan sehari-hari dsb ), maupun berkala (rahinan, odalan, serta hari suci

lainnya) salah satu tujuan utamanya sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih

kepada Hyang Widhi atas semua anugrah Beliau.

Page 9: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

6

5. Untuk Menciptakan Kehidupan yang Harmonis

Hyang Widhi menciptakan alam dengan segala isinya untuk memutar

kehidupan. Sekecil apapun ciptaan-Nya memiliki fungsi tersendiri dalam kehidupan ini.

Dewa, Asura, manusia, binatang, tumbuhan, bulan, bintang, semuanya memiliki tugas

dan fungsi tersendiri dalam memutar kehidupan ini. Alam dengan segala isinya

memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain. Oleh karena itu manusia

sebagai bagian alam semesta mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas dan

fungsinya untuk ikut menciptakan keharmonisan kehidupan. Selain itu, yadnya

memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan alam

semesta, antara bhuana agung dan bhuana alit. Yadnya menciptakan hubungan yang

harmonis antara manusia dengan Hyang Widhi, manusia dengan sesamanya dan

keharmonisan hubungan manusia dengan alam.

Dalam melaksanakan Yadnya ada tiga kewajiban utama yang harus dilunasi

manusia atas keberadaannya di dunia ini yang disebut Tri Rna (tiga hutang hidup). Tri

Rna ini dibayar dengan pelaksanaan Panca Yadnya. Perlu diingat bahwa Yadnya tidak

semata-mata dilaksanakan dengan upakara/ritual.

Tri Rna terdiri dari:

1. Dewa Rna, yaitu hutang hidup kepada Hyang Widhi yang telah menciptakan

alam semesta termasuk diri kita. Untuk semua ini wajib kita bayar dengan Dewa

Yanya dan Bhuta Yadnya. Dewa Yadnya dalam bentuk pemujaan kepada Hyang

Widhi serta melaksanakan Dharma. Butha Yadnya dilakukan untuk memelihara

alam lingkungan sebagai tempat kehidupan semua mahluk.

2. Rsi Rna, yaitu hutang kepada para Rsi yang mengorbankan kehidupannya

sehingga dapat memberikan pencerahan kepada manusia melalui ajaran-

ajarannya sehingga manusia dapat menjalani hidup dengan lebih baik. RsiRna

dilunasi dengan melaksanakan Rsi Yadnya.

3. Pitra Rna, yaitu hutang kepada orang tua dan leluhur. Leluhur dan orang tua

sangat memiliki peranan besar atas kehidupan kita saat ini. Karma leluhur dan

orang tua berpengaruh terhadap keberadaan setiap orang. Paling tidak kelahiran

kita di dunia karena adanya leluhur dan orang tua. Oleh karena itu maka sudah

menjadi kewajiban untuk membalas hutang tersebut. Membayar hutang kepada

orang tua dan leluhur dilakukan dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.

Page 10: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

7

2.3 Bentuk Dan Jenis Jenis Penerapan Yadnya Dalam Kehidupan Sehari Hari

1. Bentuk - bentuk Yadnya

Kitab Bhagawad Gita dalam berbagai sloka menjelaskan bahwa bentuk-

bentuk yadnya terdiri dari:

− Yadnya dalam bentuk persembahan atau upakara

− Yadnya dalam bentuk pengendalian diri atau tapa

− Yadnya dalam bentuk aktivis atau perbuatan

− Yadnya dalam bentuk ilmu pengetahuan atau jnana

2. Jenis Jenis Yadnya dan Contoh Penerapannya dalam kehidupan

a. Dari segi waktu pelaksanaan Yadnya dapat dibedakan :

• Nitya Yadnya

Nitya Yadnya yaitu yadnya yang dilakukan secara rutin setiap

hari. Contoh penerapan:

− Persembahan berupa yadnya sesa atau mebanten saiban

− Persembahyangan sehari-hari atau melaksanakan Puja Tri Sandhya

• Naimitika Yadnya

Naimitika Yadnya yaitu yadnya atau yang dilaksanakan secara

berkala/ waktu-waktu tertentu.Contoh penerapan:

− Yadnya dalam bentuk persembahan atau upakara yaitu Upacara

Piodalan, Sembahyang Purnama dan Tilem, Hari Raya baik menurut

wewaran maupun sasih. Bagi bentuk yadnya yang lain tergantung

kebiasaan pribadi perorangan/kelompok orang.

− Yadnya yang dilakukan pada hari raya tertentu melaksanakan tapa

brata sebagai wujud yadnya pengendalian diri. Ada pula yang pada

waktu tertentu setiap tahun atau setiap bulan melakukan dana punia

baik dihaturkan kepada sulinggih, orang tidak mampu dan

sebagainya.

b. Berdasarkan nilai materi/jenis bebantenan suatu Yadnya digolongkan

menjadi:

1. Nista, artinya yadnya tingkatan kecil yang dapat dibagi lagi menjadi:

− Nistaning nista, adalah terkecil dari yang kecil.

− Madyaning nista, adalah tingkatan sedang dari yang kecil.

Page 11: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

8

− Utamaning Nista, adalah tingkatan terbesar dari yang kecil.

2. Madya, yaitu yandnya tingkatan sedang yang dapat dibagi lagi menjadi:

− Nistaning Madya, adalah tingkatan terkecil dari yang sedang.

− Madyaning madya, adalah tingkatan sedang dari yang sedang.

− Utamaning madya, adalah tingkatan terbesar dari yang sedang.

3. Utama, yaitu yadnya tingkatan besar yang dapat dibagi menjadi:

− Nistaning utama, adalah tingkatan terkecil dari yang besar

− Madyaning Utama, adalah tingkatan sedang dari yang besar.

− Utamaning Utama, adalah tingkatan terbesar dari yang besar.

c. Ditinjau dari tujuan pelaksanaan atau kepada siapa yadnya tersebut

dilaksanakan, yadnya dapat digolongkan menjadi:

1) Dewa Yadnya

2) Rsi Yadnya

3) Pitra Yadnya

4) Manusa Yadnya

5) Bhuta Yadnya

Kelima yadnya tersebut digolongkan sebagai Panca Yadnya. Panca

Yadnya adalah lima macam korban suci dengan tulus ikhlas yang wajib

dilakukan oleh umat Hindu. Pelaksanaan Panca yadnya adalah sebagai

realisasi dalam melunasi kewajiban manusia yang hakiki yaitu Tri Rna (tiga

hutang hidup). Pengertian dan contoh penerapan dari masing-masing bagian

Panca Yadnya:

1. Dewa Yadnya adalah persembahan kepada para dewa yang

cenderungnya menghaturkan saji-sajian yang dipersembahkan dengan

penuh ramah tamah.

Contoh penerapan:

− Persembahan yang dilakukan dalam setiap Hari Purnama, Tilem,

Saraswati, Pagerwesi, Galungan Kuningan, pada setiap Tumpek dan

hari-hari suci keagamaan lainnya.

− Melakukan Tri Sandhya tiga kali dalam sehari.

− Selalu berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan.

− Menjaga kebersihan tempat suci.

Page 12: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

9

− Mempelajari dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan

sehari-hari.

− Melaksanakan persembahyangan pada hari-hari suci seperti Purnama

atau Tilem.

2. Pitra Yadnya ialah persembahan kepada roh leluhur dan pelaksanaan

upacara kematian (baik dalam penguburan maupun dalam pembakaran

mayat)

Contoh penerapan:

− Upacara Ngaben

− Berpamitan pada orang tua ketika akan bepergian.

− Menghormati orang tua.

− Menuruti nasehat orang tua.

− Membantu dengan rela pekerjaan yang sedang dilakukan orang tua.

− Merawat orang tua yang sedang sakit.

3. Rsi Yadnya yaitu persembahan dan perhormatan kepada para pendeta

atau para pinandita, sebagai ucapan terima kasih pada beliau yang telah

membantu umat dalam pelaksanaan yadnya.

Contoh penerapan:

− Menjalankan ajaran - ajaran suci beliau.

− Melindungi, menghormati, dan memberikan sesari serta daksina

pemuput untuk pemangku.

− Yadnya berupa punia kepada para Sulinggih, Pinandita, tempat suci

dsb.

− Yang sederhana patokan yadnya ini disebutkan adalah: ketulusan,

senyum sapa, hormat manggihin sulinggih pinandita.

4. Manusa Yadnya adalah upacara penyucian yang ditujukan kepada

manusia, mulai dari upacara pernikahan hingga ajal tiba.

Contoh penerapan:

− Tolong-menolong antar sesama.

− Belas kasihan terhadap orang yang menderita.

− Saling menghormati dan menghargai antar sesama.

− Melaksanakan upacara untuk menyucikan lahir bathin manusia.

Page 13: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

10

5. Bhuta Yadnya yaitu upacara korban yang ditujukan pada para bhuta

kala, agar dunia ini selalu dalam keadaan somya. Contoh penerapan:

− Merawat dan memelihara tumbuh-tumbuhan dengan baik.

− Merawat binatang peliharaan dengan baik.

− Menjaga kebersihan lingkungan.

− Menyayangi makhluk lain.

d. Dari segi kualitas yadnya dapat dibedakan atas:

1) Satwika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan atas dasar sradha,

lascarya, sastra, daksina, mantra dan gita, annasewa dan nasmita. Contoh

penerapan:

− Apapun bentuk yadnya yang dilakukan seperti; persembahan,

pengendalian diri, punia, maupun jnana jika dilandasi bakti dan tanpa

pamrih maka tergolong Satwika Yadnya.

− Yadnya dalam bentuk persembahan/ upakara akan sangat mulia dan

termasuk satwika jika sesuai dengan sastra agama, daksina, mantra,

Annasewa, dan nasmita.

2) Rajasika Yadnya yaitu yadnya dilakukan dengan motif pamrih serta

pamer kemewahan, pamer harga diri, bagi yang melakukan punia

berharap agar dirinya dianggap dermawan. Contoh penerapan:

− Seorang guru/pendarmawacana memberikan ceramah panjang lebar

dan berapi-api dengan maksud agar dianggap pintar; semua bentuk

yadnya dengan motif di atas tergolong rajasika yadnya.

− Seorang yang melakukan tapa, puasa tetapi dengan tujuan untuk

memperoleh kekayaan, kesaktian fisik, atau agar dianggap sebagai

orang suci juga tergolong yadnya rajasika.

3) Tamasika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan tanpa sastra, tanpa

punia, tanpa mantra dan tanpa keyakinan. Ini adalah kelompok orang

yang beryadnya tanpa arah tujuan yang jelas,hanya ikut-ikutan. Contoh

penerapan:

− Contoh orang-orang yang tegolong melaksanakan tamasikan yadnya

antara lain orang yang pergi sembahyang ke pura hanya ikut-ikutan,

malu tidak ke pura karena semua tetangga pergi ke pura, orang

Page 14: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

11

gotong royong di pura atau di tempat umum juga hanya ikut-ikutan

tanpa menyadari manfaatnya.

− Termasuk dalam katagori ini adalah orang yang beryadnya karena

terpaksa. Terpaksa maturan karena semua orang maturan. Terpaksa

memberikan punia karena semua orang melakukan punia. Terpaksa

puasa karena orang-orang berpuasa. Jadi apapun yang

dilaksanakannya adalah sia-sia, tiada manfaat bagi peningkatan

karman.

2.4 Sumber Sastra yang Berkaitan dengan Yadnya

• Di dalam kitab suci Bhagavad Gita 111.10, disebutkan :

"Sahayajnah prajaah ssristwa

Puro waaca praajapatih

Anena prasawisya dhiwam

Esa wo 'sstwista kamadhu. "

Artinya :

"Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan tuhan telah menciptakan manusia melalui

Yadnya dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagaimana lembu perahan yang

memerah susunya karena keinginanmu (sendiri)."

• Di dalam Pustaka Atharwa Weda menyebutkan :

" Satyam brhad rtam ugram diksa,

tapo Brahma Yandnya pratiwim

dharayanti'

Artinya :

Sebenarnya yang menyangga dalam semesta ini sehingga menjadi ajeg adalah : Satya

(kebenaran), rtam (hukum alam), diksa (sarana), tapa (pengendalian diri), brahma

(orang-orang suci), dan yadnya (korban suci secaraa tulus ikhlas)

Page 15: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

12

• Dalam susastra suci Rg Veda menyebutkan beberapa cara beryadnya :

"Rcam twah posagste pupuswam,

Gayatram two gayatri sawawarisu,

Brahma two wadatijata widyam,

Yadnyasya mantram wi mimita u twah "

(Reg Weda, X. 71 adh.II)

Artinya :

Yang pertama, menyembah Hyang Widhi (Sembahyang/Mebakti), Kedua membaca

/mengucapkan mantra-mantra dari pustaka suci (Weda). Ketiga, Menyanyikan kidung-

kidung suci/kekawin (Dharma gita/Kirtanam). Keempat, mempelajari agama dan

mengajarkan kepada orang lain. Kelima, berprilaku yang baik (Manacika, wacika, &

kayika/tri kaya parisudha). Keenam, melaksanakan Upacara Yadnya (Upacara Panca

Yadnya dll).

• Dalam susastra suci Bhagawad Gita, Sri Krisna, sebagai Awatara Tuhan bersabda :

"Dengan Yadnya (Yadnya sanatanam) manusia

berbhakti kepada Hyang Widhi dengan segala

bentuk manisfestasinya (Dewa-Dewi), dengan

yadnya pula Hyang Widhi menyayangi, memelihara

dan melindungi manusia dan alam semesta ini

untuk mencapai kebaikan, harmoni, Jagadhita dan

tujuan yang Maha tinggi "(Bhagawad Gita III. U)

Artinya :

Dengan korban suci Yadnya, penyucian jiwa, merupakan pengabdian pada Hyang

Widhi, maka manusia akan mencapai kebahagian yang sejati yakni "manunggal dengan

Tuhan" dan tak lagi mengikuti perputaaran cakra samsara/punarbhawa.

• Dalam kitab suci Bhagawad Gita menyebutkan :

"Patram Puspam Phalam Toyam,

Yo mebhaktya praya sehati,

Tad aham bhaktya pahritam,

Asnamipraya tat manah "(Bhagavad Gita DC.26)

Page 16: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

13

Artinya :

Siapapun yang sujud kepada Tuhan, dengan mempersembahkan sehelai daun, sekuntum

bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air yang dilandasi hati yang tulus, suci dan ikhlas

(lascarya) akan diterima sebagai persebahan yang sempurna."

• Dalam Kitab suci Manawa Dharma Sastra Bab. 111.75, tertulis sebagai berikut:

"Swadhyaye nityayuktah

syaddaiwe caiweha karrmani,

daiwakarmani yukto hi

bibhar timdam caracaram "

Artinya :

"hendaknya setiap orang yang menjadi kepala rumah tangga setiap harinya

menghaturkan mantra-mantra suci weda dan juga melakukan upacara pada para Dewa

karena ia yang rajin menjalankan yadnya pada hakekatnya membantu ciptaan Tuhan

baik yang bergerak maupun yang tak bergerak"

• Dalam kitab suci Bhagavad Gita III.12-13 yang memuat sloka berikut

"Istan bhoan hi vo deva

dasyante yajna-bhavitah

tair dattan apradayaibhyo

yo bhunkte stena eva sah

Yadnya sishtasinsah santo

mucnyante sarva kilbishail

bhunjate te tv agham papa

ye pacanty atma karamat"

Artinya

"Sesungguhnya keinginan untuk menapat kesenangan telah diberikan kepada mu oleh

para Dewa karena Yadnya-mu, sedangkania yang telah memperoleh kesenangan tanpa

member Yadnya sesungguhnya adalah pencuri. Ia yang memakan sisa Yadnya akan

terepas dari segala dosa, tetapi ia yang memasak makanan hanya bagi diri sndiri,

sesungguhnya maknan dosa."

Page 17: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

14

• Dalam kitab suci Manawa Dharma Sastra, Bab III sloka 68, sebagai berikut:

"Panca suna grhasthasya

culli pesanyu paskarah,

kandani codakumbhacca badha

yate yastu wahayan "

Artinya :

"Seorang kepala keluarga mempunyai lima macam tempat penyembelihan yaitu tempat

masak, batu pengasah, sapu lesung dan alunya, tempayan tempat air dengan pemakaian

mana ia diikat oelh belenggu dosa."

• Dalam kitab suci Bhagavad Gita Bab III sloka 15, sebagi berikut:

"Anand bhawanti bhutani

prajnyad annasambhwah

yadjnad bhawati prajanyo

yadjnad karma samadbawah'

Artinya :

"Adanya makhluk hidup karena makanan, adanya maakaann karena hujan, adanya hujn

karenaa yadnya, sedangkan adanya yadnya adaalarr kaerena perbuatan (karma)."

(Humaidah, 2008)

2.5 Makna dari Beberapa Upakara/Banten yang Sering digunakan Masyarakat

Hindu di Bali

1) Banten Pejati

Pejati adalah rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan

manifestasiNya untuk melaksanakan suatu upacara yadnya dan mohon

dipersaksikan yang bertujuan untuk mengesahkan dan atau meresmikan suatu

upacara yang telah diselenggarakan secara lahir bathin, agar mendapatkan

keselamatan. Banten pejati sering dibuat, ketika pertama kali masuk dan

Page 18: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

15

sembahyang di sebuah tempat suci, begitu pula jika seseorang memohon jasa

Pemangku atau Pedanda, "meluasang" kepada seorang balian/seliran atau untuk

melengkapi upakara.

Oleh karena itu dalam sumber kutipan Makna Canang Sari, Daksina,

Peras, Pejati, Ajuman, Sesayutpejati dipandang sebagai banten yang utama,

maka di setiap set banten apa saja, selalu ada pejati dan pejati dapat dihaturkan

di mana saja, dan untuk keperluan apa saja.

Banten Pejati yang sering juga disebut "Banten Peras Daksina"

dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu :

Daksina kepada Sanghyang Brahma

Peras kepada Sanghyang Isvara

Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu

Ajuman kepada SanghyangMahadeva

Secara sederhana, banten adalah persembahan dan sarana bagi umat

Hindu mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sang Pencipta.

Merupakan wujud rasa terima kasih, cinta dan bakti pada beliau karna telah

dilimpahi wara nugrahaNya. Namun, secara mendasar banten dalam agama

Hindu juga adalah bahasa agama.

Ajaran suci Veda sabda suci Tuhan itu disampaikan kepada umat dalam

berbagai bahasa. Ada yang meggunakan bahasa tulis seperti dalam kitab Veda

Samhita disampaikan dengan bahasa Sanskerta, ada disampaikan dengan bahasa

lisan. Bahasa lisan ini sesuai dengan bahasa tulisnya. Setelah di Indonesia

disampaikan dengan bahasa Jawa Kuno dan di Bali disampaikan dengan bahasa

Bali. Disamping itu Veda juga disampaikan dengan bahasa Mona. Mona artinya

diam namun banyak mengandung informasi tentang kebenaran Veda dan bahasa

Mona itu adalah banten.Dalam "Lontar YajnaPrakrtl" disebutkan:

"Sahananingbebantenpinakaragantatuwi, pinaka warna rupaning Ida Bhatara,

pinakaandabhuana "

Artinya:

Semua jenis banten (upakara) adalah merupakan simbol diri kita, lambang

kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung (alam semesta).

Dalam "Lontar Tegesing Sarwa Banten", dinyatakan:

Page 19: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

16

Banten mapitegespakahyunan, nga; pakahyunanesanejangkep galang"

Artinya:

Banten itu adalah buah pemikiran artinya pemikiran yang lengkap dan bersih.

Bila dihayati secara mendalam, banten merupakan wujud dari pemikiran

yang lengkap yang didasari dengan hati yang tulus dan suci. Mewujudkan

banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah, rapi, meriah dan unik

mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih, tulus dan suci. Bentuk

banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi mengandung simbolis

filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk menyampaikan

rasa cinta, bhakti dan kasih.

Makna Pejati

Pejati berasal bahasa Bali, dari kata "jati" mendapat awalan "pa-". Jati

berarti sungguh-sungguh, benar-benar. Awalan pa- membentuk kata sifat jati

menjadi kata benda pajati, yang menegaskan makna melaksanakan sebuah

pekerjaan yang sungguh-sungguh. Jadi, Banten Pejati adalah sekelompok

banten yang dipakai sarana untuk menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan

Hya ng Widhi dan manifestasiNya, akan melaksanakan suatu upacara dan

mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Banten

pejati merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam Panca

Yajna.Banten Pejati sering juga disebut "Banten Peras Daksina". Ketika

pertama kali masuk dan sembahyang di sebuah tempat suci, begitu pula jika

seseorang memohon jasa Pemangku atau Pedanda, "meluasang" kepada seorang

balian/seliran, atau untuk melengkapi upakara, bantenpejati sering dibuat. Oleh

karena itu, pejati dipandang sebagai banten yang utama, maka di setiap set

banten apa saja, selalu ada pejati dan pejati dapat dihaturkan di mana saja, dan

untuk keperluan apa saja.

Page 20: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

17

2) Banten Saiban

Mebanten saiban atau ngejot merupakan suatu tradisi Hindu di Bali yang

biasa dilakukan setiap hari setelah selesai memasak di pagi hari. Mesaiban

/Mejotan juga disebut dengan Yadnya Sesa, merupakan yadnya yang paling

sederhana sebagai realisasi Panca Yadnya yang dilaksana umat Hindu dalam

kehidupan sehari-hari.

Mebanten Saiban atau Ngejot merupakan suatu tradisi Hindu di Bali

yang biasa dilakukan setiap hari setelah selesai memasak di pagi hari. Mesaiban

/Mejotan juga disebut dengan Yadnya Sesa, merupakan yadnya yang paling

sederhana sebagai realisasi Panca Yadnya yang dilaksana umat Hindu dalam

kehidupan sehari-hari. Mesaiban/Mejotan biasanya dilakukan setelah selesai

memasak atau sebelum menikmati makanan. Dan sebaiknya memang

mesaiban dahulu, baru makan. Seperti yang dikutip Bhagawadgita

(percakapan ke-3, sloka 13) yaitu :

"Yajna Sishtasinah Santo, Muchyante Sarva Kilbishaih, Bhunjate Te Tv

Agham Papa, Ye Pachanty Atma Karanat. "

Artinya :

Yang baik makan setelah upacara bakti, akan terlepas dari segala dosa, tetapi

menyediakan makanan lezat hanya bagi diri sendiri, mereka ini

sesungguhnya makan dosa.

Makna dan Tujuan Mesaiban

Yadnya sesa atau mebantensaiban merupakan penerapan dari ajaran

kesusilaan Hindu, yang menuntut umat untuk selalu bersikap anersangsya yaitu

tidak mementingkan diri sendiri dan ambeg para mertha yaitu mendahulukan

kepentingan di luar diri. Pelaksanaan yadnya sesa juga bermakna bahwa

manusia setelah selesai memasak wajib memberikan persembahan berupa

makanan, karena makanan merupakan sumber kehidupan di dunia ini.

Page 21: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

18

Tujuannya mesaiban yaitu sebagai wujud syukur atas apa yang di

berikan Hyang Widhi kepada kita. Sebagaimana diketahui bahwa yadnya

sebagai sarana untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa

untuk memperoleh kesucian jiwa. Tidak saja kita menghubungkan diri dengan

Tuhan, juga dengan manifestasi-Nya dan makhluk ciptaan-Nya termasuk alam

beserta dengan isinya.

3) Segehan

Segehan adalah tingkatan kecil / sederhana dari Upacara Bhuta Yadnya.

Sedangkan tingkatan yang lebih besar lagi disebut dengan tawur. Kata segehan,

berasal kata "Sega" berarti nasi jika dalam bahasa Jawa adalah sego. Oleh sebab

itu, bantensegehan ini isinya didominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya,

lengkap beserta lauk pauknya. Bentuk nasinya ada berbentuk nasi cacahan (nasi

tanpa diapa-apakan), kepelan (nasi dikepal), tumpeng (nasi dibentuk kerucut)

kecil-kecil atau dananan.

Wujud bantensegehan berupa alas taledan (daun pisang, janur), diisi

nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti "bawang merah, jahe,

garam" dan lain-lainnya, dipergunakan juga api takep (dari dua buah sabut

kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda + atau

swastika), bukan api dupa, disertai beras dan tatabuhan air, tuak, arak serta

berem.

Makna Segehan

Segehan artinya "Suguh" (menyuguhkan), dalam hal ini segehan di

haturkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu dan juga Ancangan

Iringan Para Betara dan Betari, yang tak lain adalah akumulasi dari

limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia

dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan dapat

menetralisir dan menghilangkan pengaruh negative dari limbah tersebut.

Page 22: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

19

Segehan juga dapat dikatakan sebagai lambang harmonisnya hubungan manusia

dengan semua ciptaan Tuhan (palemahan).

Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari. Penyajiannya diletakkan di

bawah/sudut- sudut natar Merajan/Pura atau di halaman rumah dan di gerbang

masuk bahkan ke perempatan jalan. Segehan dan juga Caru banyak disinggung

dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih. Dalam Susastra Smerti

(Manavadharrnasastra) ada disebutkan bahwa setiap kepala keluarga hendaknya

melaksanakan upacara Bali (suguhan makanan kepada alam) dan menghaturkan

persembahan di tempat-tempat terjadinya pembunuhan, seperti pada ulekan,

pada sapu, pada kompor, pada asahan pisau, pada talenan.

Page 23: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

20

BAB II

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian materi mengenai Yadnya diatas, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut.

1) Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu dari akar kata "yaj" yang artinya

memuja.Yadnya menurut ajaran agama Hindumerupakan korban suci secara tulus

ikhlas atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari hati sanubari sebagai

pengabdian yang sejati kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha

Esa) serta merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh umat

manusia di dalam kehidupannya sehari-hari.

2) Tujuan daripada Yadnya itu sendiri diantaranya adalah untuk penyucian, sarana

meningkatkan kualitas diri, untuk menghubungkan diri kepada Tuhan/Ida Sang

Hyang Widhi, sebagai tanda/ ucapan rasa terimakasih serta untuk mewujudkan

keharmonisan. Selain itu, Yadnya juga bertujuan untuk menebus 3 hutang manusia

dalam Hindu yang dikenal dengan sebutan Tri Rna.

3) Bentuk dan jenis Yadnya dapat digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu Yadnya

berdasarkan waktu pelaksanaannya, berdasarkan nilai materi/kualitas Yadnya,

berdasarkan tujuan pelaksanaan dan berdasarkan kualitas Yadnya itu sendiri.

Penerapan Yadnya juga dilakukan berdasarkan kategori atau penggolongan jenis

Yadnya.

3.2 Saran

Sebagai masyarakat khususnya umat Hindu hendaknya melaksanakan Yadnya

didasari atas hati yang ikhlas. Karena Yadnya yang baik adalah Yadnya yang tulus

tanpa didasarkan atas rasa pamrih.

Page 24: KURANGNYA PAMAHAMAN YADNYA (UPAKARA/BANTEN) …

21

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, I. (1967). Mantra. Denpasar: Ahli Bahasa PHDIP.

Drs. I Made Purana, M. (2016). Pelaksanaan Tri Hita Karana Dalam Kehidupan Umat

Hindu. Kajian Pendidikan Widya Accarya FKIP Universitas Dwijendra

ISSNNO. 2085-0018, 67-72.

Humaidah, E. (2008). Makna Yadnya Sesa Bagi Kehidupan Keseharian Umat Hindu,

keagamaan ,4-7.

https://filsafatpendidikans.wordpress.eom/2016/l 1/14/arti-banten-pejati-dan-makna-

unsur-unsur-filosofi-dalam-banten-pejati/ Diakses pada tanggal 15

September 2019

http://inputbali.com/budava-bali/mengetahui-lebih-dalam-makna-dari-segehan. Diakses

pada tanggal 16 September 2019

http://www.desaabiansemal.badungkab.go.id/baca-artikel/203/Makna-Mebanten-

Saiban-Ngejot-dalam-Tradisi-HinduBali.html Diakses pada tanggal 16

September 2019