kunjungan rumah kusta

45
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat di tengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan lainnya (rumah sakit swasta maupun negeri). Fungsi puskesmas adalah mengembangkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan oleh puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public health service). Fungsi puskesmas menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128/MENKES/SK/II/2004, adalah sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Kusta adalah penyakit kronik granulomatosa yang secara primer menyerang saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotel, mata, otot, tulang, dan testis. Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat, dan pada tahun 2009 telah ditemukan penyebab baru yaitu Mycobacterium lepramatosis. Kusta 1

Upload: nindylisty

Post on 17-Feb-2016

98 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Kunjungan Rumah Kusta

TRANSCRIPT

Page 1: Kunjungan Rumah Kusta

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat di

tengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan

lainnya (rumah sakit swasta maupun negeri). Fungsi puskesmas adalah mengembangkan

pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut

harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang

meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan

oleh puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care

services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public health service).

Fungsi puskesmas menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.128/MENKES/SK/II/2004, adalah sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan

kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, serta

pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Kusta adalah penyakit kronik granulomatosa yang secara primer menyerang saraf tepi,

selanjutnya menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotel,

mata, otot, tulang, dan testis. Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae yang bersifat

intraseluler obligat, dan pada tahun 2009 telah ditemukan penyebab baru yaitu Mycobacterium

lepramatosis. Kusta dahulu dikenal dengan penyakit yang tidak dapat sembuh dan diobati,

namun sejak tahun 1980 dimana program Multi Drug Treatment (MDT) mulai diperkenalkan,

kusta dapat didiagnosis dan diterapi.

I.II Masalah

Faktor resiko apa saja yang ditemukan pada pasien

Evaluasi terapi dalam rangka pengobatan kusta

Bagaimana fungsi keluarga menurut ilmu kedokteran keluarga dalam mendukung

penyembuhan pasien

Mengetahui intervensi apa yang dapat dilakukan untuk menangani kusta

1

Page 2: Kunjungan Rumah Kusta

I.III Tujuan

Mengetahui penyebab penyakit kusta

Mengetahui epidemiologi penyakit kusta

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit kusta

Mengetahui cara mendiagnosis penyakit kusta

Mengetahui cara penanganan penyakit kusta

I.IV Manfaat

Mampu mendeteksi dini penyakit kusta

Mampu mendiagnosa penyakit kusta

Mampu melakukan penyuluhan tentang penyakit kusta

Mampu melakukan upaya pencegahan penyakit kusta

Mampu melakukan pengobatan terhadap penderita kusta

Menghindari komplikasi penyakit kusta

2

Page 3: Kunjungan Rumah Kusta

BAB II

ISI

II.I Tinjauan Pustaka Kusta (Morbus Hansen)

Definisi

Kusta atau morbus Hansen merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya

ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas

pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain

kecuali susunan saraf pusat. 1

Epidemiologi

Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum diketahui pasti

hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat.

Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab Mycobacterium leprae masih dapat hidup beberapa

hari dalam droplet. Masa tunas nya sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya

beberapa tahun, rata-rata 3-5 tahun. 1

Kelompok umur terbanyak yang menderita penyakit ini adalah usia 25-35 tahun.

Frekuensi pada jenis kelamin pria atau pun wanita adalah sama. 2

Etiologi

Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. HANSEN

pada tahun 1874 di Norwegia.1 Kuman ini bersifat obligat intrasel, aerob, tidak dapat dibiakkan

secara in vitro, berbentuk basil Gram positif dengan ukuran 3 -8 μm x 0,5μm, bersifat tahan asam

dan alkohol. Kuman ini mempunyai afinitas terhadap makrofag dan sel Schwann, replikasi yang

lambat di sel Schwann menstimulasi cell-mediated immune response, yang menyebabkan reaksi

inflamasi kronik. 3

Patofisiologi

Sarana utama penularan adalah dengan penyebaran aerosol dari sekret hidung yang

terinfeksi pada mukosa hidung dan mulut terbuka. Kusta tidak umumnya menyebar melalui

kontak langsung melalui kulit utuh, meskipun kontak dekat adalah yang paling rentan. 1

3

Page 4: Kunjungan Rumah Kusta

Masa inkubasi kusta adalah 6 bulan sampai 40 tahun atau lebih. Masa inkubasi rata-rata

adalah 4 tahun untuk kusta tuberkuloid dan 10 tahun untuk kusta lepromatosa. 1

Mycobacterium leprae adalah bakteri intraseluler obligat, asam-cepat, gram positif basil

dengan afinitas untuk makrofag dan sel Schwann. Untuk sel Schwann pada khususnya, mengikat

mikrobakteri ke domain G dari rantai alpha laminin-2 (hanya ditemukan di saraf perifer) dalam

lamina basal. Replikasi lambat mereka dalam sel Schwann akhirnya merangsang respon

kekebalan yang dimediasi sel, yang menciptakan reaksi peradangan kronis. Akibatnya,

pembengkakan terjadi di perineurium, menyebabkan iskemia, fibrosis, dan kematian aksonal. 1

Kekuatan dari sistem kekebalan inang mempengaruhi bentuk klinis dari penyakit ini.

Kuat diperantarai sel imunitas (interferon-gamma, interleukin [IL]-2) dan hasil respon yang

lemah humoral dalam bentuk ringan dari penyakit, dengan terdefinisi dengan baik saraf yang

terlibat dan beban bakteri yang lebih rendah. Sebuah respon humoral yang kuat (IL-4, IL-10),

tetapi hasil kekebalan yang relatif tidak ada sel-dimediasi pada kusta lepromatosa, dengan lesi

luas, kulit yang luas dan keterlibatan saraf, dan beban bakteri tinggi. Oleh karena itu, spektrum

penyakit yang ada seperti yang diperantarai sel imunitas mendominasi dalam bentuk ringan kusta

dan menurun dengan meningkatnya keparahan klinis. Sementara itu, kekebalan humoral relatif

tidak ada pada penyakit ringan dan meningkat dengan tingkat keparahan penyakit. 1

Gejala klinis

Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis,

histopatologis, dan serologis. 1,2

Di antara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang terpenting dan paling sederhana.

Masa inkubasinya 2 – 40 tahun (rata-rata 5 – 7 tahun). Onset terjadinya perlahan-lahan dan tidak

ada rasa nyeri. Pertama kali mengenai sistem saraf perifer dengan parestesi dan baal yang

persisten atau rekuren tanpa terlihat adanya gejala klinis.

Pada stadium ini mungkin terdapat erupsi kulit berupa makula dan bula yang bersifat

sementara. Keterlibatan sistem saraf menyebabkan kelemahan otot, atrofi otot, nyeri neuritik

yang berat, dan kontraktur tangan dan kaki. 1,2

Gejala prodromal yang dapat timbul kadang tidak dikenali sampai lesi erupsi ke kutan

terjadi. 90% pasien biasanya mengalami keluhan pada pertama kalinya adalah rasa baal,

hilangnya sensori suhu sehingga tidak dapat membedakan panas dengan dingin. Selanjutnya,

4

Page 5: Kunjungan Rumah Kusta

sensasi raba dan nyeri, terutama dialami pada tangan dan kaki, sehingga dapat terjadi kompliksi

ulkus atau terbakar pada ekstremitas yang baal tersebut. Bagian tubuh lain yang dapat

terkena kusta adalah daerah yang dingin, yaitu daerah mata, testis, dagu, cuping hidung, daun

telinga, dan lutut. 1,2

Perubahan saraf tepi yang terjadi dapat berupa

- Pembesaran saraf tepi yang asimetris pada daun telinga, ulnar, tibia posterior, radial

kutaneus,

- Kerusakan sensorik pada lesi kulit

- Kelumpuhan nervus trunkus tanpa tanda inflamasi berupa neuropati, kerusakan

sensorik dan motorik, serta kontraktur

- Kerusakan sensorik dengan pola Stocking-glove 

- Acral distal symmethric anesthesia (hilangnya sensasi panas dan dingin, serta nyeri

dan raba) 2

Klasifikasi

Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit lepra

yang terdiri berbagai tipe, yaitu :

TT : tuberkuloid polar, bentuk yang stabil

Ti : tuberkuloid indefinite

BT : borderline tuberculoid

BB : Mid borderline

Bl : borderline lepromatous

Li : lepromatosa indefinite

LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil

TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, tipe yang stabil. Jadi tidak

mungkin berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%.

Sedangkan tipe antara Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, berarti campuran antara

tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe campuran 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa.

BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya.

Tipe-tipe campuran ini adalah tipe yang labil, berarti dapat beralih tipe, baik ke arah TT maupun

ke arah LL. 1,3

5

Page 6: Kunjungan Rumah Kusta

Menurut WHO (1981), lepra dibagi 2 menjadi multibasilar (MB) dan pausibasilar (PB).

Multibasilar berarti mengandung banyak basil dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+, yaitu tipe

LL,BL, dan BB pada klasifikasi Ridley-Joping. Pausibasilar mengandung sedikit basil dengan IB

kurang dari 2+, yaitu tipe TT,BT, dan I. 1,3

Untuk kepentingan pengobatan, pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud

dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada pemeriksaan kulit, yaitu tipe TT,BT,

dan I, sedangkan kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB,BL,LL atau apapun klasifikasi

klinisnya dengan BTA positif ,harus diobati dengan rejimen MDT-MB. 1,3

Tabel 1. Bagan Diagnosis Klinis Menurut WHO ( 1995 ) 1

Tabel 2. Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta MultiBasilar (MB) 1

6

PB MB

1. Lesi kulit

(makula datar, papul

yang meninggi, nodus)

◦ 1-5 lesi

◦ Hipopigmentasi/eritema

◦ Distribusi tidak simetris

◦ Hilangnya sensasi jelas

◦ > 5 lesi

◦ Distribusi lebih

simetris

◦ Hilangnya sensasi

kurang jelas

2. Kerusakan saraf

(menyebabkan

hilangnya

sensasi/kelemahan otot

yang dipersarafi oleh

saraf yang terkena)

◦ Hanya satu cabang saraf ◦ Banyak cabang

saraf

Page 7: Kunjungan Rumah Kusta

Sifat Lepromatosa (LL) Borderline

Lepromatosa (BL)

Mid Borderline (BB)

Lesi

         Bentuk Makula

Infiltrat difus

Papul

Nodus

Makula

Plakat

Papul

Plakat

Dome-shape (kubah)

Punched-out

         Jumlah Tidak terhitung, praktis

tidak ada kulit sehat

Sukar dihitung, masih

ada kulit sehat

Dapat dihitung, kulit

sehat jelas ada

         Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris

         Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak

berkilat

         Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas

         Anestesia Biasanya tidak jelas Tak jelas Lebih jelas

BTA

         Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak

         Sekret

hidung

Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif

Tes Lepromin Negatif Negatif Negatif

Tabel 3. Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta PausiBasilar (PB) 1

7

Page 8: Kunjungan Rumah Kusta

Pemeriksaan Fisik

1. Tuberculoid Leprosy (TT, BT)

Pada TT, imunitas masih baik, dapat sembuh spontan dan masih mampu

melokalisir sehingga didapatkan gambran batas yang tegas. Mengenai kulit maupun saraf.

Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plak, dan pada bagian tengah

dapat ditemukan lesi yang regresi atau central clearing. Permukaan lesi dapat bersisik,

dengan tepi yang meninggi. Dapat disertai penebalan saraf tepi yang biasanya teraba. Kuman

BTA negatif merupakan tanda terdapatnya respon imun yang adekuat terhadap kuman kusta.

Pada BT, tidak dapat sembuh spontan, Lesi menyerupai tipe TT namun dapat disertai lesi

8

Karakteristik Tuberkuloid

(TT)

Borderline

Tuberculoid (BT)

Indeterminate (I)

Lesi

         Tipe Makula ; makula

dibatasi infiltrat

Makula dibatasi

infiltrat saja; infiltrat

saja

Hanya Infiltrat

         Jumlah Satu atau dapat

beberapa

Beberapa atau satu

dengan lesi satelit

Satu atau beberapa

         Distribusi Terlokalisasi &

asimetris

Asimetris Bervariasi

         Permukaan Kering, skuama Kering, skuama Dapat halus agak

berkilat

         Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau dapat

tidak jelas

         Anestesia Jelas Jelas Tak ada sampai tidak

jelas

BTA

  Lesi kulit Hampir selalu

negatif

Negatif atau hanya 1+ Biasanya negatif

Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah atau

negatif

Page 9: Kunjungan Rumah Kusta

satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,

kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas TT. Gangguan saraf tidak berat dan asimetris.4

2. Borderline Leprosy

Pada tipe BB borderline, merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga bentuk

dimorfik. Lesi kulit berbentuk antara tuberculoid  dan lepromatous. Terdiri dari makula

infiltratif, mengkilap, batas lesi kurang tegas, jumlah banyak melebihi  tipe BT dan

cenderung simetris. Lesi bervariasi, dapat berbentuk punch out yang khas. Pada tipe ini

terjadi anestesia dan berkurangnya keringat. 4

3. Lepromatous Leprosy

Tipe BL, secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit dengan cepat menyebar

ke seluruh badan. Makula lebih bervariasi bentuknya. Distribusi lesi hampir simetris. Lesi

innfiltrat, dan plak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa

hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat

muncul. Penebalan saraf tepi teraba pada tempat predileksi. Tipe LL, jumlah lesi sangat

banyak, nodul mencapai ukuran 2 cm, simetris, permukaan halus, lebih eritematous, berkilap,

berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis.

Ditemukan juga lesi Dematofibroma-like multipel, batas tegas, nodul, eritem. Distribusi  lesi

khas pada wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Pada stadium lanjut tampak

penebalan kulit yang progresif membentuk facies leonine. Kerusakan saraf menyebabkan

gejala stocking and glove anesthesia.4

Deformitas pada Kusta

Deformitas dapat dibagi dalam deformitas primer dan sekunder. Deformitas primer

sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M.leprae, yang

mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas,

tulang-tulang jari, dan wajah.1

Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat perubahan saraf, umumnya deformitas terjadi

diakibatkan keduanya, tetapi terutama karena kerusakan saraf. 1

9

Page 10: Kunjungan Rumah Kusta

Gejala-gejala kerusakan pada saraf :

1. N.ulnaris

◦ Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis

◦ Clawing kelingking dan jari manis

◦ Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial

2. N. medianus

◦ Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah

◦ Tidak mampu aduksi ibu jari

◦ Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah

◦ Ibu jari kontraktur

◦ Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

3. N. radialis

◦ Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk

◦ Tangan gantung (wrist drop)

◦ Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

4. N. poplitea lateralis

◦ Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis

◦ Kaki gantung (foot drop)

◦ Kelemahan otot peroneus

5. N. tibialis posterior

◦ Anestesia telapak kaki

◦ Claw toes

◦ Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

6. N. fasialis

◦ Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus

◦ Cabang bukal, mandibular, dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan

kegagalan mengatupkan bibir

7. N. Trigeminus

◦ Anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata. 1

Kerusakan mata pada kusta juga dapat terjadi secara primer dan sekunder. Primer

mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata

10

Page 11: Kunjungan Rumah Kusta

lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N. Fasialis yang dapat membuat paralisis

N.Orbicularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang

selanjutnya menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendiri-sendiri atau

bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan. 1

Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar

palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Pada tipe lepromatosa

dapat timbul ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi

granuloma pada tubulus semineferus testis. 1

Kusta Histoid

Kusta histoid merupakan variasi lesi pada tipe lepromatous yang ditandai dengan adanya

nodus yang berbatas tegas, dapat juga berbentuk plak. Bakterioskopik positif tinggi. Umumnya

timbul sebagai kasus relapse sensitive atau relapse resistent. 1

Relapse sensitive terjadi bila penyakit kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai

dengan waktu yang ditentukan. Dapat terjadi karena kuman yang dorman aktif kembali atau

pengobatan yang diselesaikan tidak adekuat, baik dosis maupun pemberiannya,disebut juga

resisten sekunder. 1

Relaps resistents terjadi, bila penyakit kambuh setelah menyelesaikan pengobatan sesuai

dengan waktu yang ditentukan, tetapi tidak dapat diobati dengan obat yang sama karena kuman

telah resisten terhadap obat MDT, disebut juga resisten primer. 1

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaaan Bakterioskopik

Digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan obat. Sediaan dibuat

dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan ZIEHL

NEELSON. Bakterioskopik negative pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak

mengandung basil M.leprae. Pertama harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling padat

oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat

diperiksa 10 tempat dan untuk rutin sebaiknya minimal 4 – 6 tempat yaitu kedua cuping telinga

bagian bawah dan 2 -4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan paling

11

Page 12: Kunjungan Rumah Kusta

infiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa menghiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat tersebut

karena pada cuping telinga biasanya didapati banyak M. leprae.1

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan

dengan indeks bakteri (I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA

dalam 100 lapangan pandang (LP).

1 + Bila 1 – 10 BTA dalam 100 LP

2+ Bila 1 – 10 BTA dalam 10 LP

3+ Bila 1 – 10 BTA rata – rata dalam 1 LP

4+ Bila 11 – 100 BTA rata – rata dalam 1 LP

5+ Bila 101 – 1000BTA rata – rata dalam 1 LP

6+ Bila> 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP

Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan

non solid.

IM= Jumlah solidx 100 %/ Jumlah solid + Non solid

Syarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA, I.B 1+ tidak

perlu dibuat IM karedna untuk mendapatkan 100 BTA harus mencari dalam 1.000 sampai 10.000

lapangan, mulai I.B 3+ maksimum harus dicari 100 lapangan. 1

2. Pemeriksaan Histopatologi

Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai

nama khusus, dan yang dari kulit disebut histiosit. Apabila SIS nya tinggu, makrofag akan

mampu memfagosit M.leprae. Datangnya histiosit ke tempat kuman disebabkan karena proses

imunologik dengan adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi

yang harus difagosit, makrofag akan berubah bentuk menjadi sel epiteloid yang tidak dapat

bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia Langhans.1

Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel

akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS rendah

atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M.leprae yang sudah ada didalamnya, bahkan

dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sebagai sel Virchow atau sel lepra atau sel busa

dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan. 1

12

Page 13: Kunjungan Rumah Kusta

Gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih

nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi

subepidermal (subepidermal clear zone) yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis yang

jaringannya tidak patologik. Bisa dijumpai sel virchow dengan banyak basil. Pada tipe borderline

terdapat campuran unsur – unsur tersebut.1

3. Pemeriksaan Serologik

Didasarkan terbentuk antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.leprae.

Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M.leprae, yaitu antibodi anti phenolic

glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16kD serta 35kD. Sedangkan antibodi yang tidak

spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM), yang juga dihasilkan oleh kuman

M.tuberculosis.1

Kegunaan pemeriksaan serologik ialah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan,

karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Pemeriksaan serologik adalah MLPA

(Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent

Assay) dan ML dipstick (Mycobacterium Leprae dipstick). 1

4. Tes Lepromin

Adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak untuk diagnosis.

Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M. leprae. 0,1 ml lepromin

dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca setelah 48

jam/2 hari (reaksi Fernandez) atau 3 – 4 minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila

terdapat indurasi dan eritema yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae,

yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test (PPD) pada tuberkolosis. 3

Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengobatan yaitu untuk memutuskan mata rantai penularan untuk

menurunkan insiden terjadinya penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah

timbulnya penyakit, dan untuk mencapai tujuan tersebut, strategi pokok yang dilakukan

didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita. 4

13

Page 14: Kunjungan Rumah Kusta

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS

dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin

meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan untuk

mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan. 4

Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (Diaminodifenil

sulfon) kemudian klofazimin dan rifampicin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat

antibiotik lain untuk pengobatan alternatif yaitu ofloksasin, minosiklin, dan klaritomisin. Sejak

tahun 1951 pengobatan tuberkulosis dengan obat kombinasi ditujukan untuk mencegah

kemungkinan resistensi obat sedangkan MDT untuk kusta baru dimulai tahun 1971.1

Diaminodifenil Sulfon

Ada dua jenis relaps pada kusta yaitu relaps sensitive (persisten) dan relaps resisten. Pada

relaps persisten secara klinis, bakterioskopik, histopatologik dapat dinyatakan penyakit tiba-tiba

aktif kembali dengan timbulnya lesi baru dan bakterioskopik positif kembali. Tetapi setelah

dibuktikan dengan pengobatan dan inokulasi pada mencit, ternyata M.leprae yang semula

dorman, sleeping, atau persisten bangun dan aktif kembali. Pada pengobatan sebelumnya, basil

dorman sukar dihancurkan dengan obat atau MDT apapun. 1

Pada relaps resisten secara klinis, bakterioskopik, histopatologik yang khas dapat

dibuktikan dengan percobaan dan inokulasi pada mencit, bahwa M.leprae resisten terhadap DDS.

Resisten hanya terjadi pada kusta multibasilar tetapi tidak pada pausibasilar, oleh karena SIS

penderita PB tinggi dan pengobatannya relatif singkat. 1

Pengertian MDT pada saat ini adalah DDS sebagai obat dasar ditambah dengan obat-obat

lain. Dosis DDS ialah 1-2 mg/kg BB setiap hari. Efek sampingnya antara lain nyeri kepala,

erupsi obat, anemia hemolitik, leucopenia, insomnia, neuropati perifer, sindrom DDS, nekrosis

epidermal toksik, hepatitis, hipoalbuminemia, dan methemoglobinemia. 1

Rifampisin:

Kombinasi DDS dengan dosis 10mg/kg BB, diberikan setiap hari atau setiap bulan.

Rifampicin tidak boleh diberikan sebagai monoterapi karena dapat memperbesar kemungkinan

terjadinya resistensi.1

14

Page 15: Kunjungan Rumah Kusta

Efek Samping yang harus di perhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala

gastrointestinal, flu-like syndrome dan erupsi kulit. 1

Klofazimin (lamprene) :

Dosis sebagai antikusta ialah 50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari atau 3x100 mg

setiap minggu. Juga bersifat sebagai antiinflamasi sehingga dapat dipakai pada penanggulangan

E.N.L dengan dosis lebih tinggi yaitu 200-300 mg/hari namun awitan kerja baru timbul setelah

2-3 minggu.

Efek sampingnya adalah warna kecoklatan pada kulit dan warna kekuningan pada sclera

sehingga mirip ikterus. Hal tersebut disebabkan oleh klofazimin yang merupakan zat warna dan

dideposit terutama pada sel system retikuloendotelial, mukosa, dan kulit. Obat ini menyebabkan

pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah dalam ketaatan berobat penderita. Efek

samping hanya terjadi dalam dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal yakni nyeri

abdomen, nausea, diare, anoreksia, dan vomitus. Selain itu dapat terjadi penurunan berat

badan.Perubahan warna tersebut akan mulai menghilang setelah 3 bulan obat diberikan. 1

Ofloksasin:

Merupakan turunan flurokuinolon yang paling aktif terhadap Mycobacterium leprae in

vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan

membunuh kuman Mycobacterium leprae hidup sebesar 99,99%.

Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya., berbagai

gangguan susunan saraf pusat termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness dan

halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan biasanya tidak membutuhkan

penghentian pemakaian obat. 1

Penggunaan pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati, karena pada

hewan muda kuinolon menyebabkan artropati. Selain ofloksasin dapat pula digunakan

levofloksasin dengan dosis 500 mg sehari. Obat tersebut lebih baru, jadi lebih efektif. 1

Minosiklin:

Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada

klaritromisin, tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standar harian 100 mg. Efek

15

Page 16: Kunjungan Rumah Kusta

sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang menyebabkan

hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa, berbagai simptom saluran cerna dan susunan saraf

pusat, termasuk dizzines dan unsteadiness. Oleh sebab itu tidak di anjurkan untuk anak-anak atau

selama kehamilan1

Klaritromisin:

Merupakan kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap

Mycobacterium leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita kusta lepromatosa, dosis harian

500 mg dapat membunuh 99 % kuman hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9% dalam 56 hari.

Efek sampingnya adalah nausea, vomitus dan diare yang terbukti sering di temukan bila obat ini

diberikan dengan dosis 2000 mg. 1

Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment (RFT). Setelah RFT

dilanjutkan dengan tindak lanjut tanpa pengobatan secara klinis dengan tindak lanjut tanpa

pengobatan secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun selama minimal 5 tahun. Kalau

bakterioskopis tetap negative dan klinis tidak ada keaktivan baru, maka dinyatakan bebas dari

pengamatan atau disebut Release From Control (RFC). 1

MDT untuk pausibasilar (I, TT, BT) adalah rifampisin 600 mg setiap bulan dan DDS

100mg setiap hari. Keduanya diberikan selama 6 bulan sampai 9 bulan. Selama pengobatam,

pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan bakterioskopis setelah 6 bulan pada akhir pengobatan.

Pemeriksaan dilakukan minimal setiap tahun selama 2 tahun secara klinis dan bakterioskopis.

Kalau tidak ada keaktivan baru secara klinis dan bakterioskopis tetap negatif, maka dinyatakn

RFC. 1

WHO pada tahun 1998 telah memperpendek masa pengobatan untuk kasus Multibasilar

menjadi 12 dosis dalam 12-18 bulan, sedangkan pengobatan untuk kasus Pausibasilar dengan lesi

kulit 2-5 buah tetap 6 dosis dalam 6-9 bulan. 1

Penderita multibasilar yang resisten dengan rifampisin biasanya akan resisten pula

dengan DDS sehingga hanya bisa mendapat klofazimin. Dalam hal ini rejimen pengobatan

menjadi klofazimin 50 mg, ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg setiap hari selama 6 bulan,

dilanjutkan klofazimin 50 mg ditambah ofloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari

selama 8 bulan. 1

16

Page 17: Kunjungan Rumah Kusta

Bagi penderita MB yang menolak klofazimin dapat di berikan ofloksasin 400 mg/hari

atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan. Alternatif lain ialah diberikan rifampicin 600 mg

ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis tunggal setiap bulan selama 24

bulan. 1

WHO Recommended Treatment Regimens * Menyesuaikan dosis tepat untuk anak kurang dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg setiap hari

dan rifampisin 300 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasan. 5

Dapson Rifampisin

Dewasa

50-70 kg

100 mg

Setiap hari

600 mg

Sebulan sekali di bawah

pengawasan

Anak

10-14 tahun *

50 mg

Setiap hari

450 mg

Sebulan sekali di bawah

pengawasan

Tabel 4. 6 Months Regimen for Paucibacillary (PB) Leprosy

Tabel 5. 12 Months Regimen for Multibacillary (MB) Leprosy

Dapsone Rifampisin Clofazimin

Dewasa

50-70 kg

100 mg

Setiap Hari

600 mg

Sebulan sekali

di bawah

pengawasan

50 mg

Setiap hari

DAN 300 mg

Sebulan sekali di

bawah

pengawasan

Anak

10-14 tahun *

50 mg

Setiap hari

450 mg

Sebulan sekali

di bawah

50 mg

Setiap hari

DAN 150 mg

Sebulan sekali di

bawah

17

Page 18: Kunjungan Rumah Kusta

pengawasan pengawasan

*Menyesuaikan dosis tepat untuk anak kurang dari 10 tahun. Misalnya, dapson 25 mg sehari,

rifampisin 300 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasan, klofazimin, 50 mg diberikan

dua kali seminggu, dan klofazimin 100 mg diberikan sebulan sekali di bawah pengawasan.5

Tabel 6. Single Lesion Paucibacillary (SLPB) Leprosy (one time dose of 3 medications taken

together)

Rifampisin Ofloxasin Minosiklin

Dewasa

50-70 kg

600 mg 400 mg 100 mg

Anak

5- 14 tahun *

300 mg 200 mg 50 mg

* Tidak dianjurkan untuk wanita hamil atau anak-anak kurang dari 5 tahun

Tipe PB

Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang

diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah minum 6 dosis maka dinyatakan RFT (released from

treatment) 4

Tabel 7. Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB

Anak Dewasa

Hari 1 : diawasi petugas Rifampisin 2caps

(300mg+150mg) + DDS 1

tab (50mg)

Rifampisin 2caps

(2x300mg) + DDS 1 tab

(100mg)

Hari 2-28 : di rumah DDS 1 tab (50mg) DDS 1 tab (100mg)

*Anak di bawah 10 tahun diberi dosis 1-2mg/kgBB

Tipe MB

18

Page 19: Kunjungan Rumah Kusta

Pengobatan MDT untuk kusta tipe MB dilakukan dalam 24 dosis yang diselesaikan

dalam waktu maksimal 36 bulan. Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT

meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. 4

Tabel 8. Pengobatan MDT untuk kusta tipe MB

Anak Dewasa

Hari 1 : diawasi petugas Rifampisin 2caps

(300mg+150mg) +

Klofazimin 3caps

(3x50mg) + DDS 1 tab

(50mg)

Rifampisin 2caps

(2x300mg) +

klofazimin 3caps

(3x100) + DDS 1 tab

(100mg)

Hari 2-28 : di rumah Klofazimin 1 tab (50mg)

+ DDS 1 tab (50mg)

Klofasimin 1cap

(100mg) + DDS 1 tab

(100mg)

* anak di bawah 10 tahun diberi dosis 1-2mg/kgBB

Prognosis

Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih

singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik,

prognosis kurang baik. 4

19

Page 20: Kunjungan Rumah Kusta

BAB III

MATERI DAN METODE

III.I Materi

Data Riwayat Keluarga/Laporan kasus

Laporan kasus adalah salah satu teknik pencatatan yang digunakan untuk mengetahui

status kesehatan suatu keluarga dalam masyarakat, dengan menggunakan prinsip dokter

keluarga, yaitu seorang pasien merupakan pintu masuk menuju kesehatan keluarganya. Jadi,

melalui pengamatan pada seorang pasien, kita juga harus mengetahui status kesehatan pada

setiap individu keluarganya.

Pada laporan kasus ini kita dapat melihat adanya faktor lingkungan yang sangat berperan

pada perkembangan suatu penyakit, keadaan tempat tinggal yang kita amati, lingkungan

sekitarnya yang dapat menunjang munculnya agent maupun malah mendukung host sehingga

penyakit tidak muncul. Selain dipengaruhi lingkungan, juga dipengaruhi oleh faktor keturunan,

mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, macam pekerjaan dan

kebiasaan hidup. Oleh karena itu pada laporan kasus juga dicantumkan hal tersebut.

Puskemas adalah sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab

menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah

kerjanya. Oleh karena itu, pengisian laporan kasus dilakukan pada pasien yang datang ke

Puskesmas, guna mengetahui secara langsung kesehatan perorangan maupun masyarakat yang

berada di sekitar Puskesmas tersebut.

III.I Metode

Wawancara Pasien

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan

tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber

data. Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi

20

Page 21: Kunjungan Rumah Kusta

pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan

pada sampel kecil teknik pengumpul data (umumnya penelitian kualitatif).

Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara

terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari

informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaan sudah dibuat secara

sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera foto, dan material

lain yang dapat membantu kelancaran wawancara. Wawancara tidak terstruktur adalah

wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan

yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin

digali dari responden.

21

Page 22: Kunjungan Rumah Kusta

BAB IV

HASIL KUNJUNGAN RUMAH

IV.I Hasil Anamnesis dan Pengamatan

Puskesmas : Puskesmas Klari

Nomor register : -

Data riwayat keluarga:

1. Identitas Pasien

a. Nama : Ny. I

b. Umur : 45 tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

e. Pendidikan : Tidak tamat SD

f. Alamat : Desa Walahar, Kecamatan Klari,

Kabupaten Karawang. RT 07/RW 02

g. Telepon : -

2. Riwayat Biologis Keluarga

a. Keadaan kesehatan sekarang : Cukup

b. Kebersihan perorangan : Sedang

c. Penyakit yang sering diderita : Tidak ada

d. Penyakit keturunan : Tidak ada

e. Penyakit kronis yang menular : Tidak ada

f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada

g. Pola makan : Baik

h. Pola istirahat : Baik

i. Jumlah anggota keluarga : 2 orang

22

Page 23: Kunjungan Rumah Kusta

3. Psikologis Keluarga

a. Kebiasaan buruk : Sering tidak memakai alas kaki saat ke luar rumah

b. Pengambilan keputusan : Keluarga

c. Ketergantungan obat : Tidak ada

d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas Klari

e. Pola rekreasi : Kurang

4. Keadaan rumah/lingkungan

a. Jenis bangunan : Permanen

b. Lantai rumah : Tanah

c. Luas rumah : 90 m2

d. Penerangan : Kurang

e. Kebersihan : Kurang

f. Ventilasi : Kurang

g. Dapur : Ada

h. Jamban keluarga : Ada

i. Sumber air minum : Sumur

j. Sumber pencemaran air : Ada

k. Pemanfaatan perkarangan : Tidak ada

l. Sistem pembuangan air limbah : Tidak ada

m. Tempat pembuangan sampah : Tidak ada

n. Sanitasi lingkungan : Kurang

5. Spiritual Keluarga

a. Ketaatan beribadah : Baik

b. Keyakinan tentang kesehatan : Baik

6. Keadaan Sosial Keluarga

a. Tingkat pendidikan : Rendah

23

Page 24: Kunjungan Rumah Kusta

b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik

c. Hubungan dengan orang lain : Baik

d. Kegiatan organisasi sosial : Kurang

e. Keadaan ekonomi : Kurang

7. Kultural Keluarga

Adat yang berpengaruh : Tidak ada adat yang berpengaruh dalam

pengambilan keputusan keluarga

8. Daftar Anggota Keluarga

No Nama Hub dgn KK Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan

Kesehatan

Keadaan

Gizi

Imunisasi KB

1 Nn. I Anak

perempuan

11 th SD Pelajar Islam Baik Baik Lengkap -

9. Keluhan Utama : Kedua tangan dan kaki kebas lebih dari 1 tahun

10. Keluhan Tambahan : Putusnya beberapa jari tangan dan kaki

11. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh sering kesemutan pada kaki dan

tangan sejak 10 tahun yang lalu. Awalnya rasa kesemutan tersebut disertai dengan

munculnya bercak kemerahan. Pasien tidak berobat dan tetap melanjutkan kegiatan sehari-

hari seperti mengambil rumput dan sayuran di sawah. Lama kelamaan satu per satu jari

pasien putus dan pasien baru berobat ke puskesmas. Setelah menjalani pengobatan sampai

tuntas, pasien tetap mengeluh tidak bisa merasakan semua ujung jari tangan sampai batas

lengan bawah dan semua ujung jari kaki sampai batas betis. Hingga sekarang pasien tetap

merasa baal namun jari yang tersisa tidak ada yang putus lagi.

12. Riwayat Penyakit Dahulu : - alergi obat disangkal

- hipertensi disangkal

- penyakit ginjal disangkal

- penyakit paru disangkal

24

Page 25: Kunjungan Rumah Kusta

- penyakit diabetes disangkal

13. Pemeriksaan Fisik : - Tekanan Darah 110/70 mmHg

- Nadi 80 x/menit

- Suhu 36,7°C

- Napas 18 x/menit

14. Pemeriksaan Penunjang : Tidak ada

15. Diagnosis Penyakit : Released From Treatment (post Kusta

Multibasiler)

16. Diagnosis Keluarga : Menurut keterangan pasien, keluarga tidak ada

yang memiliki penyakit infeksi, dan menular

lainnya.

17. Anjuran penatalaksanaan penyakit

a. Promotif

Penyuluhan tentang definisi kusta, gejala kusta, faktor-faktor risiko terjadinya kusta dan

cara penularan kusta.

b. Preventif

Kegiatan skrining dan deteksi untuk menemukan penyakit seperti pemeriksaan

kesehatan setiap tahun agar dideteksi kusta atau tidak, menerapkan pola hidup sehat

untuk meningkatkan daya tahan tubuh seperti meningkatkan konsumsi buah dan sayur,

menurunkan asupan lemak, menurunkan berat badan berlebih, dan melakukan latihan

fisik/olah raga secara teratur.

c. Kuratif

Jika ditemukan kasus, dapat dilakukan pengobatan dini agar penyakit tersebut tidak

menjadi parah. Terapi yang dapat diberikan sesuai dengan tipe kusta. MDT untuk tipe

pausibasilar TT adalah rifampisin 600 mg setiap bulan, dengan pengawasan dan DDS

100 mg setiap hari.

d. Rehabilitatif

25

Page 26: Kunjungan Rumah Kusta

Rehabilitatif adalah suatu kegiatan difokuskan kepada mempertahankan kualitas hidup

penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat. Pada pasien perlu dilakukan

tindakan rehabilitatif yakni diajarkan cara perawatan kulit sehari-hari, melindungi kaki

yang telah terganttu sensitifitasnya, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda

yang tajam atau panas.

18. Prognosis

a. Penyakit :

Jika pasien teratur meminum obat rutin, ke Puskesmas secara teratur, serta didukung

dengan pola hidup sehat yang baik maka prognosis penyakit pasien adalah baik (dubia

et bonam).

b. Keluarga :

Adanya hubungan yang baik antar anggota keluarga serta mendukung kesehatan pasien

dapat membuat suasana keluarga yang sehat jasmani dan rohani dan prognosisnya baik

untuk pasien juga keluarganya.

c. Masyarakat :

Untuk masyarakat sekitar pasien tinggal, prognosisnya ad bonam. Karena meskipun

termasuk penyakit menular, butuh kontak terus menerus dan dalam jangka waktu yang

lama sampai tertular.

IV. Resume

1. Telah diperiksa seorang perempuan, bernama Ny.I, dengan keluhan baal pada kaki dan

tangan lebih dari 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluh sering kesemutan pada kaki dan tangan

sejak 10 tahun yang lalu. Awalnya rasa kesemutan tersebut disertai dengan munculnya

bercak kemerahan. Pasien tidak berobat dan tetap melanjutkan kegiatan sehari-hari seperti

mengambil rumput dan sayuran di sawah. Lama kelamaan satu per satu jari pasien putus dan

pasien baru berobat ke puskesmas. Setelah menjalani pengobatan sampai tuntas, pasien tetap

mengeluh tidak bisa merasakan semua ujung jari tangan sampai batas lengan bawah dan

26

Page 27: Kunjungan Rumah Kusta

semua ujung jari kaki sampai batas betis. Hingga sekarang pasien tetap merasa baal namun

jari yang tersisa tidak ada yang putus lagi.

BAB V

ANALISIS MASALAH

1. Analisa Kasus

Pada tanggal 17 Oktober 2015 dilakukan kunjungan rumah pada Ny.I berusia 45 tahun, untuk

melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik berupa pengukuran tanda vital serta melihat kondisi

rumah pasien, dan didapatkan keterangan bahwa Ny.I sudah menderita kusta sejak 11 tahun

terakhir dan sudah menjalani pengobatan rutin sampai selesai sejak lebih dari setahun

belakangan. Pasien tinggal di pemukiman padat penduduk dan di depan pabrik.

2. Analisa Kunjungan Rumah

a. Kondisi pasien

Kondisi pasien dalam keadaan baik. Pasien mengeluhkan rasa baal pada kedua tangan

dan kedua kaki.

b. Pendidikan

Pasien bersekolah sampai tingkat SD tetapi tidak tamat.

c. Keadaan rumah

Lokasi : Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain rapat.

Kondisi : Jenis bangunan rumah pasien adalah permanen. Rumah terbuat dari batu

bata, lantainya terbuat dari tanah, beratap genteng. Rumah tampak kotor dan tidak

terawat.

Luas rumah : ± 90 m2.

d. Pembagian rumah

Rumah terdiri dari 1 tingkat, terdiri dari 1 kamar tidur, 1 ruang dapur, dan 1 kamar

mandi.

27

Page 28: Kunjungan Rumah Kusta

e. Ventilasi

Tidak terdapat ventilasi yang cukup pada rumah pasien.

f. Penerangan

Penerangan kurang.

g. Kebersihan

Kebersihan dalam rumah kurang.

h. Sanitasi dasar

Sumber air minum berasal dari air sumur, dan air tersebut digunakan untuk keperluan

memasak, mencuci dan mandi. Terdapat satu kamar mandi beserta kakus yang

digunakan hanya untuk keluarga pasien. Kamar mandi bersebelahan dengan dapur dan

dijadikan sebagai tempat untuk mencuci peralatan masak dan pakaian.

3. Analisa Fungsi Keluarga

a. Keadaan Biologis

Dalam keluarga pasien saat ini, yang menderita kusta adalah pasien, telah dinyatakan

RFT sejak lebih dari setahun yang lalu.

b. Keadaan Psikologis

Hubungan pasien dengan semua anggota keluarga terjalin dengan baik. Semua keluarga

turut bekerja sama dan pasien terlihat bahagia dengan keluarga yang dimilikinya.

c. Keadaan Sosiologis

Pasien jarang turut ikut serta dalam kegiatan sosial di tempat mereka. Pasien dan

keluarga sering berkomunikasi dengan tetangga mereka.

d. Keadaan Religius

Semua anggota keluarganya menjalankan ibadah mereka dengan baik.

28

Page 29: Kunjungan Rumah Kusta

BAB V

PENUTUP

V.I Kesimpulan dan saran

Berdasarkan data riwayat keluarga diatas kesimpulan yang dapat diambil adalah keadaan

kesehatan keluarga pasien sekarang sudah sembuh, disarankan untuk tindakan pencegahan dan

perlindungan terhadap penyakit masih perlu diperhatikan, perlu dilakukan pembenahan baik dari

segi keadaan biologis maupun psikologi keluarga, keadaan rumah/lingkungan atau pun sosial

keluarga.

Dari data pasien didapatkan pula bahwa pasien mengetahui penyakit yang dideritanya,

serta dampaknya bagi kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan sikap dan perilaku pasien untuk

meminum obatnya secara rutin sampai selesai pengobatan dan dinyatakan RFT. Dibutuhkan

suatu promosi kesehatan dalam bentuk kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan,

sikap, dan perilaku pasien dan keluarga terhadap penyakitnya.

29

Page 30: Kunjungan Rumah Kusta

Daftar Pustaka

1. Kosasih A, Wisnu IM, Dili SE, Menaldi SL. Kusta. Dalam : Djuanda, Adhi dkk.(ed). Ilmu

penyakit kulit dan kelamin. Ed.5. Jakarta: FKUI; 2010.h.73-88

2. Siregar S. Saripati penyakit kulit, Jakarta: EGC; 2006.h.124-6

3. Lewis S. Leprosy. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview#showall , 31 Oktober 2015.

4. Hayley W. Leprosy. Diunduh dari: http://www.patient.co.uk/doctor/Leprosy.htm , 31

Oktober 2015.

5. WHO. Model Prescribing Information: Drugs Used in Leprosy. Diunduh dari:

http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2988e/1.html , 31 Oktober 2015.

30

Page 31: Kunjungan Rumah Kusta

31