kuning sejak 5 hari

22
Bayi 5 Hari Kuning Sejak Lahir 1. Pendahuluan Kasus yang didapat adalah satu kasus yang melibatkan neonatus di mana pasien dibawa oleh ibunya dengan keluhan kuning sejak 10 jam dilahirkan. Pasien baru berusia lima hari, dilahirkan secara normal per vaginam di bidan, aktif dan kuat menangis. Sampai saat ini pasien hanya menerima ASI eksklusif dan kuat menyusu serta aktif. Berdasarkan informasi yang dijelaskan di dalam kasus, beberapa penyebab berlakunya kuning pada pasien harus difikirkan. Antara differensial diagnosis yang harus difikirkan adalah infeksi, jaundice fisiologik, kelainan pada darah pasien (inkompatibilitas ABO dan inkompatibilitas rhesus), kelainan enzim G6PD, dan kelainan kongenital yang mungkin diderita oleh pasien seperti atresia ductus biliaris dan. 1 Oleh itu, perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis penyakit pasien ini. Setelah diketahui diagnosis pasti untuk pasien ini, barulah dapat diberikan terapi yang betul. Kesemuanya akan dibahas di dalam pembahasan berikut. 2. Pembahasan 2.1 Anamnesis Apabila seseorang pasien bertemu dengan dokter dengan berbagai keluhan, perkara yang pertama yang harus dilakukan B6 Page 1

Upload: zhe

Post on 19-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Bayi 5 Hari Kuning Sejak Lahir1.PendahuluanKasus yang didapat adalah satu kasus yang melibatkan neonatus di mana pasien dibawa oleh ibunya dengan keluhan kuning sejak 10 jam dilahirkan. Pasien baru berusia lima hari, dilahirkan secara normal per vaginam di bidan, aktif dan kuat menangis. Sampai saat ini pasien hanya menerima ASI eksklusif dan kuat menyusu serta aktif.Berdasarkan informasi yang dijelaskan di dalam kasus, beberapa penyebab berlakunya kuning pada pasien harus difikirkan. Antara differensial diagnosis yang harus difikirkan adalah infeksi, jaundice fisiologik, kelainan pada darah pasien (inkompatibilitas ABO dan inkompatibilitas rhesus), kelainan enzim G6PD, dan kelainan kongenital yang mungkin diderita oleh pasien seperti atresia ductus biliaris dan.1Oleh itu, perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis penyakit pasien ini. Setelah diketahui diagnosis pasti untuk pasien ini, barulah dapat diberikan terapi yang betul. Kesemuanya akan dibahas di dalam pembahasan berikut.2.Pembahasan2.1AnamnesisApabila seseorang pasien bertemu dengan dokter dengan berbagai keluhan, perkara yang pertama yang harus dilakukan oleh seorang dokter adalah melakukan anamnesis terhadap pasien tersebut. Hal ini karena anamnesis dapat membantu dokter untuk mendapatkan informasi tentang diri pasien dan informasi penyakit yang dialami oleh pasien dan seterusnya dapat membantu diagnosis terhadap pasien tersebut. Anamnesis dapat dibagikan kepada 2 yaitu :-

1. Autoanamnesis: wawancara yang dilakukan langsung kepada pasien2. Aloanamnesis: wawancara yang dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain (keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri)Dalam kasus ini, anamnesis dilakukan secara alloanamnesis karena pasien baru berusia 5 hari. Antara informasi yang dapat diambil dari proses anamnesis ialah :-1. Identitas pasien: nama lengkap dan nama panggilan, umur, jenis kelamin, nama orangtua, alamat, data orangtua (umur, pendidikan dan pekerjaan), agama dan suku bangsa 2. Keluhan utama : Bayi perempuan usia 5 hari dengan keluhan kuning sejak lahir.3. Riwayat penyakit sekarang. Antara pertanyaan yang boleh ditayakan ialah :-i. Bilakah mulanya timbul kuning pada pasien?ii. Adakah pasien mengalami demam?iii. Jika pasien mengalami demam, adakah kuning timbul sebelum, sewaktu atau selepas demam?iv. Adakah pasien rewel?v. Adakah pasien kuat menangis atau tidak?vi. Adakah pasien mendapat ASI eksklusif?vii. Adakah pasien kuat menyusu atau tidak?viii. Adakah pasien mengalami penurunan berat badan?ix. Adakah pasien dapat buang air kecil dan besar dalam keadaan normal?x. Adakah urin pasien seperti teh pekat?xi. Adakah feses pasien berwarna putih?xii. Apakah golongan darah pasien?4. Riwayat penyakit yang pernah diderita5. Riwayat kehamilan dan kelahirani. Adakah pasien anak yang pertama atau bukan?ii. Adakah ibu pasien pernah terkena infeksi sewaktu kehamilan seperti infeksi hepatitis?iii. Adakah ibu pasien mendapat perawatan yang cukup semasa kehamilan?iv. Adakah pasien lahir cukup bulan?v. Adakah pasien dilahirkan secara per vaginam atau secara operasi?vi. Adakah pasien dilahirkan di bidan?vii. Adakah pasien dilahirkan menggunakan alat bantu vakum?viii. Adakah pasien mengalami benturan sewaktu kelahiran?6. Riwayat penyakit keluargai. Apakah golongan darah orangtua pasien?ii. Adakah ibu atau ayah pasien pernah menderita kuning sebelum kelahiran?iii. Adakah ibu atau ayah pasien pernah terkena infeksi sebelumnya?iv. Adakah ibu atau ayah pasien pernah menderita penyakit seperti batu empedu?v. Adakah ibu atau ayah pasien pernah menderita penyakit herediter?7. Riwayat peribadi dan sociali. Adakah ibu atau ayah pasien merokok?ii. Adakah ibu atau ayah pasien mengkonsumsi alkohol?iii. Adakah ibu atau ayah pasien suka bertukar-tukar pasangan?iv. Adakah ayah dan ibu pasien mengambil narkoba?8. Riwayat obat-obatan yang pernah digunakan9. Riwayat imunisasii. Adakah pasien mendapat imunisasi yang cukup?1-4Seperti yang telah dibahas sebelumnya, differensial diagnosis bagi pasien ini adalah infeksi, jaundice fisiologik, kelainan pada darah pasien, kelainan enzim dan kelainan kongenital yang mungkin diderita oleh pasien. Jadi, dokter harus melakukan anamnesis untuk setiap kemungkinan penyakit ini.

2.1.1InfeksiDalam kasus ini, infeksi yang berkemungkinan menyebabkan berlakunya kuning pada neonates ialah infeksi hepatitis B. Hal ini karena pasien mungkin dapat tertular hepatitis B jika ibunya pernah terinfeksi hepatitis B sewaktu hamil. Antara gejala yang dijumpai pada penderita hepatitis ialah pasien mengalami demam. Setelah demam hilang, barulah kuning akan timbul. Selalunya pasien akan mengalami lemas dan pada bayi akan kurang menyusu dan tangisan bayi juga akan menjadi lebih lemah.1-4Pada neonates, infeksi terjadi akibat tertular dari ibunya yang menderita hepatitis B sewaktu hamil. Oleh itu perlu ditanyakan kepada kedua orangtua pasien sama ada pernah menderita infeksi hepatitis B atau tidak semasa proses kehamilan.1

2.1.2Jaundice fisiologikSelain itu, jaundice fisiologik juga dapat dipikirkan untuk permasalahan ini. Jaundice fisiologik adalah suatu keadaan normal di mana bayi menjadi kuning karena hepar bayi masih dalam proses pematangan. Hal ini selalunya berlaku pada hari kedua setelah kelahiran dan selalunya akan menghilang pada hari keempat kelahiran. Namun begitu, ianya bisa berlangsung lebih dari empat hari dan akan menghilang setelah 1 hingga 2 minggu. Oleh itu, perlu ditanyakan bilakah timbulnya kuning pada bayi ini.1

2.1.3Kelainan pada darahSelain itu juga, pasien berkemungkinan kelainan pada darahnya sehinggakan timbul kuning pada pasien. Kelainan yang dimaksudkan ialah berlaku inkompatibilitas pada golongan darah orangtua dan darah pasien (inkompatibilitas ABO) atau berlakunya inkompatibilitas rhesus antara darah pasien dan darah orangtuanya.1-4Inkompatibilitas ABO adalah suatu keadaan di mana golongan darah ibu berbeda dengan golongan darah bayinya sehingga system imunisasi ibu akan mendeteksi darah bayinya sebagai benda asing. Akibatnya, darah bayi akan mengalami hemolitik sehingga menyebabkan berlakunya peningkatan bilirubin di dalam darah pasien. Bilirubin inilah yang akan menyebabkan berlakunya kuning pada pasien. Seorang pasien dengan golongan darah A akan bereaksi terhadap jenis B atau tipe darah AB. Seorang pasien dengan golongan darah B akan bereaksi terhadap tipe A atau tipe darah AB. Seorang pasien dengan golongan darah O akan bereaksi terhadap tipe A, tipe B, atau ketik darah AB. Seorang pasien dengan tipe darah AB tidak akan bereaksi terhadap tipe A, tipe B, tipe AB, atau golongan darah O.2,3Oleh itu, perlu ditanyakan golongan darah orangtua dan pasien untuk mengenalpasti sama ada golongan darah mereka sama atau tidak. Jika tidak, pasien berkemungkinan mengalami inkompatibilitas ABO sehingga menyebabkan pasien menjadi kuning.1Inkompatibilitas rhesus pula adalah suatu keadaan di mana rhesus ibu berbeda dengan rhesus bayinya. Rhesus adalah suatu protein yang berada pada permukaan sel darah merah dan pada orang normal bisa mempunyai Rh-positif dan Rh-negatif. Kedua-duanya adalah normal, namun jika ibu dan bayi tidak mempunyai persamaan terhadap rhesus ini, system imunisasi tubuh ibu akan menyerang sel darah bayi sehingga berlakunya hemolysis dan akan menyebabkan timbulnya jaundice pada bayi.1-4Namun begitu, jika bayi yang lahir adalah anak yang pertama, selalunya akan bisa terus hidup. Hal ini karena system imun ibu masih belum dihasilkan dengan optimum dan tidak cukup untuk menghancurkan sel darah bayi sehingga bayi masih bisa bertahan hidup. Tetapi pada anak kedua dan seterusnya, kemungkinan untuk hidup adalah tipis karena pada waktu itu, system imun tubuh ibu sudah mencukupi sehingga dapat mendestruksi sel darah bayi sehingga bayi tidak dapat terus hidup.1-4Oleh itu, perlu ditanyakan sama ada ibunya baru pertama kali melahirkan atau sudah pernah melahirkan sebelum ini. Jika ini adalah kelahiran yang pertama, berkemungkinan pasien mengalami inkompatibilitas rhesus dengan ibunya.1-42.1.4Kelainan enzimKelainan enzim yang dimaksudkan ialah berlakunya defisiensi enzim glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD). Enzim G6PD berperan untuk membantu sel darah merah untuk mengelakkan berlakunya kerusakan dan berlakunya destruksi yang terlalu dini. Hal ini akan menyebabkan berlakunya anemia pada pasien dan hal ini akan timbul dalam jangka waktu 24 jam setelah kelahiran. Apabila berlaku anemia pada pasien, maka akan menimbulkan kuning karena kadar bilirubin di dalam darah akan meningkat.1-4Penyakit ini merupakan suatu penyakit herediter (X-linked). Oleh itu, perlu ditanyakan pada orangtua pasien adakah mereka ada menderita penyakit herediter sebelumnya. Selain itu, perlu ditanyakan juga adakah pasien buang air kecil dengan normal atau tidak karena pada keadaan defisiensi enzim G6PD yang kronis, akan timbul komplikasi gagal ginjal akut dan menimbulkan hematuria.1-4

2.1.5KongenitalTerdapat beberapa penyakit kongenital yang dapat menyebabkan berlakunya jaundice pada neonates seperti atresia ductus biliaris. Seperti yang kita tahu, ductus biliaris adalah suatu duktus yang membawa empedu dari hati ke kandung empedu untuk penyimpanan dan ke usus kecil untuk digunakan dalam pencernaan. Empedu adalah cairan yang dibuat oleh hati yang memiliki dua fungsi utama: membawa racun dan produk limbah dari tubuh dan membantu tubuh mencerna lemak dan menyerap lemak-larut vitamin A, D, E, dan K. Empedu itu sendiri terdiri 97% dari bilirubin yang akan menyebabkan berlakunya jaundice jika ductus biliaris mengalami atresia.2,3Apabila ductus biliaris mengalami atresia, empedu yang dikumpul di kandung empedu tidak dapat di salurkan ke duodenum sehingga menyebabkan empedu terus menumpuk. Apabila penumpukan terlalu banyak, bilirubin yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan berlakunya jaundice pada penderita dan feses menjadi seperti dempul. Oleh itu, harus ditanyakan adakah warna feses pasien putih atau seperti dempul jika dicurigai penyakit ini.1-4

2.2Pemeriksaan FisikSelepas anamnesis, pemeriksaan fisik perlu dilakukan pada pasien untuk membantu diagnosis dokter. Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh meliputi semua differensial diagnosis yang telah dipikirkan oleh dokter.2.2.1InfeksiPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan jika menduga pasien ini terinfeksi hepatitis B adalah pemeriksaan keadaan umum pasien terlebih dahulu. Selalunya pasien akan kelihatan kuning di sklera dan seluruh tubuh. Selain itu, dapat dilakukan juga pemeriksaan tanda-tanda vital. Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan suhu tubuh, tekanan darah, kadar pernapasan dan kadar denyut nadi pasien. Selalunya pada pasien yang terinfeksi hepatitis B akan mengalami demam.2-4Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik abdomen. Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada bagian abdomen pasien. Selalunya pasien yang terinfeksi hepatitis B akan mengalami nyeri pada kuadran kanan atas abdomen dan pada epigastrium. Selain itu, pasien juga akan mengalami hepatomegaly dan splenomegaly pada palpasi hepar dan lien.2-4

2.2.2Jaundice fisiologikPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan jika menduga pasien ini jaundice fisiologik adalah pemeriksaan keadaan umum pasien terlebih dahulu. Selalunya pasien akan kelihatan kuning di sklera dan seluruh tubuh. Selain itu, dapat dilakukan juga pemeriksaan tanda-tanda vital. Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan suhu tubuh, tekanan darah, kadar pernapasan dan kadar denyut nadi pasien. Selalunya pada pasien yang mengalami jaundice fisiologik dalam keadaan normal sahaja. Namun begitu, dapat juga penderita mengalami demam namun ianya adalah demam biasa sahaja.1Dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik abdomen juga dapat dilakukan di mana pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Selalunya semua pemeriksaan akan berada dalam keadaan normal karena jaundice fisiologik adalah suatu keadaan yang normal. Namun begitu, palpasi hepar dapat teraba karena hepar neonates masih belum sempurna.12.2.3Kelainan darahJika dokter menduga pasien menderita kelainan darah seperti inkompatibilitas ABO dan inkompatibilitas rhesus, maka pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum pasien. Selalunya pada pasien yang menderita inkompatibilitas ABO dan inkompatibilitas rhesus ini akan kelihatan lemah dan lemas. Hal ini karena berlakunya destruksi sel darah merah pasien sehingga pasien dapat mengalami anemia. Tambahan pula pasien juga akan kelihatan kuning akibat peningkatan kadar bilirubin di dalam darah.2,3Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik abdomen yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada palpasi selalunya akan mendapati hepatomegaly dan splenomegaly.2,3

2.2.4Kelainan enzimUntuk defisiensi enzim G6PD, selalunya pasien tidak menunjukkan sebarang kelainan pada fisik selain jaundice. Namun begitu, dalam beberapa kasus splenomegaly dapat ditemukan. Oleh itu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik abdomen untuk mendeteksi adakah pasien tersebut menderita splenomegaly. Ulkus pada kulit jarang ditemukan pada pasien ini dan ditemukan pada kasus kronik. Jika terdapat ulkus, maka dapat dilakukan pemeriksaan kulit untuk pasien ini.1-42.2.5Kelainan kongenitalPada kelainan kongenital seperti atresia ductus biliaris, pemeriksaan tanda-tanda vital dapat dilakukan untuk melihat adakah berlakunya hipertensi. Selalunya pada pasien ini akan berlakunya hipertensi portal yang akhirnya akan mengakibatkan berlakunya sirosis hepatis. Jadi, pemeriksaan fisik abdomen juga perlu dilakukan. Walaupun belum menjadi sirosis, pasien ini selalunya akan mengalami hepatomegaly dan juga splenomegaly.1

2.3Pemeriksaan Penunjang2.3.1InfeksiJika pasien ini terduga menderita infeksi Hepatitis B, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan antaranya ialah pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini dapat mendeteksi peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek di dalam darah. Selain itu, dapat juga dilakukan tes faal hepar. Pada pemeriksaan ini akan mengukur kadar enzim aspartate aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) yang dihasilkan oleh hepar. Pada penderita hepatitis B, kadar untuk kedua enzim ini akan meningkat dengan banyaknya.2-4Selain itu, pemeriksaan serologi untuk hepatitis B juga perlu dilakukan. Pemeriksaan serologi ini akan mendeteksi beberapa factor seperti HBsAg, HBeAg, anti HBs dan anti HBc. Pada penderita hepatitis B, factor-faktor tersebut mungkin positif dan mungkin negative tergantung derajat infeksinya. Jika diduga pasien sudah mengalami hepatomegaly dan splenomegaly, dapat dilakukan USG untuk melihat anatomi hepar dan lien pasien.2-4

Gambar 1. Pemeriksaan serologi hepatitis b.52.3.2Jaundice FisiologisJika pasien hanya menderita jaundice fisiologik, pemeriksaan penunjang selalunya tidak perlu dilakukan karena semuanya akan berada dalam keadaan normal. Namun begitu, ianya dapat dilakukan untuk menolak diagnosis yang lain. Antara pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan darah lengkap untuk melihat kadar bilirubin direk dan indirek serta enzim hati seperti aspartate aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT). USG juga dapat dilakukan untuk melihat anatomi hepar dan lien pasien, namun dalam kasus ini, hepar dan lien akan berada dalam keadaan normal.1

2.3.3Kelainan darahJika pasien diduga mempunyai kelainan pada darah sama ada, inkompatibilitas ABO maupun inkompatibilitas rhesus, perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini akan menunjukkan kadar hemoglobin dan kadar hematocrit akan menurun karena pada kedua-dua kelainan akan menyebabkan berlakunya destruksi sel darah merah. Kadar bilirubin juga akan meningkat di dalam darah. Hitung retikulosit, pemeriksaan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC dan RDW) perlu dilakukan. Pada pemeriksaan retikulosit selalunya akan meningkat pada pasien ini dan pemeriksaan indeks eritrosit akan memberi hasil yang abnormal.2-4Pemeriksaan golongan darah pasien dan orang tua pasien perlu dilakukan jika menduga pasien menderita inkompatibilitas ABO manakala jika pasien terduga menderita inkompatibilitas rhesus, perlu dilakukan pemeriksaan rhesus antara ibu dan pasien. Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan karena pada kasus yang kronis, akan didapatkan adanya hydrops fetalis (penumpukan cairan pada rongga pleura, pericardial dan peritoneal).2-4

Gambar 2. Hydrops fetalis.6

2.3.4Kelainan enzimPada penderita kelainan enzim G6PD, perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini akan menunjukkan kadar hemoglobin dan kadar hematocrit akan menurun karena pada kedua-dua kelainan akan menyebabkan berlakunya destruksi sel darah merah. Kadar bilirubin juga akan meningkat di dalam darah. Kadar enzim G6PD di dalam darah pasien juga akan menurun. Hitung retikulosit, pemeriksaan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC dan RDW) perlu dilakukan. Pada pemeriksaan retikulosit selalunya akan meningkat pada pasien ini dan pemeriksaan indeks eritrosit akan memberi hasil yang abnormal.2-4Pemeriksaan sediaan apus darah tepi juga dapat dilakukan dan akan ditemukan Heinz bodies pada penderita defisiensi enzim G6PD. Untuk mendiagnosa berlakunya defisiensi enzim G6PD dapat dilakukan pemeriksaan Beutler di mana darah pasien akan diletakkan dibawah sinar ultraviolet. Darah normal akan berfluoresensi di bawah sinar tesebut karena terdapatnya NADPH yang dihasilkan dari NADP dengan bantuan enzim G6PD. Pada darah dengan defisiensi enzim G6PD, NADPH pada darah pasien akan berkurang. Maka darah pasien gagal untuk berfluoresensi dibawah sinar ultraviolet itu.2-4

Gambar 3. Heinz bodies.7

2.3.5KongenitalPada atresia ductus biliaris, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini dapat dinilai hemoglobin, hematocrit, kadar bilirubin direk dan indirek, pemeriksaan retikulosit dan indeks eritrosit. Selalunya pada penderita ini, semuanya berada dalam keadaan normal kecuali kadar bilirubin darah karena tidak berlaku kelainan pada sel darah merah pasien. Selain itu, dapat juga dilakukan tes faal hepar untuk mendeteksi jika berlakunya kerusakan jaringan hepar yang boleh membawa kepada sirosis hepatis. Selain itu, pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan pada ductus biliaris.1-4Secara garis besarnya, antara pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis pada pasien ini adalah :-1. Pemeriksaan tanda-tanda vital2. Pemeriksaan darah lengkapi. Hemoglobinii. Hematokritiii. Hitung retikulositiv. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC dan RDW)v. Golongan darah pasien dan orangtuavi. Rhesus pasien dan orangtua3. Pemeriksaan serologi hepatitis B4. Pemeriksaan tes faal hepar5. Pemeriksaan tes Beutler6. Pemeriksaan USG abdomen dan region terkait

2.4DiagnosisSetelah melakukan, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, barulah dokter dapat membuat diagnosis berdasarkan hasil dari 3 proses tersebut. Oleh karena hasil bagi setiap proses di atas masih belum diketehui, maka di sini diagnosis tidak dapat diberikan, tetapi 3 proses di atas dapat menjadi pemicu untuk membantu dokter membuat diagnosis pada pasien ini.

2.5Terapi2.5.1InfeksiJika pasien ini didiagnosis terinfeksi hepatitis B, terapi yang dapat diberikan adalah pegylated interferon alfa (PEG-IFN-) sebagai terapi lini pertama. PEG-IFN- dapat diberikan dengan cara injeksi dengan dosis 180mg/ml. Terapi ini harus diberikan selama 48 minggu. Secara non medika mentosa pula, pasien dengan hepatitis B yang sudah tidak aktif perlu melakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk mendeteksi aktivasi virus tersebut.2-42.5.2Jaundice fisiologisUntuk jaundice fisiologis, dapat dilakukan fototerapi. Pada fototerapi, kulit bayi akan menyerap gelombang yang akan mengkonversi bilirubin menjadi produk yang lebih mudah larut air dan akan dikonversi lagi di hepar. Terapi ini dilakukan selama 24 jam atau sehingga kadar bilirubin menjadi normal kembali. Selain itu, infus dapat diberikan jika urin yang dikeluarkan oleh tubuh meningkat untuk mengelakkan berlakunya dehidrasi. Asupan nutrisi pasien juga harus dijaga termasuk pemberian ASI yang mencukupi.1

2.5.3Kelainan darahJika pasien didiagnosis menderita inkompatibilitas ABO, tidak ada penatalaksanaan khusus pada bayi dengan ikterus karena inkompatibilitas ABO selain penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara umum yaitu fototerapi. Saat ini foto terapi telah dikenal sebagai tindakan yang aman dan efektif untuk menyembuhkan hiperbilirubinemia dan mengurangi perlunya transfusi tukar.1-4Indikasi transfusi tukar menurut American Academy of Pediatrics adalah apabila bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin akut atau apabila kadar bilirubin total 25 mg/dl pada bayi usia gestasi 35 minggu atau lebih. Transfusi tukar sekarang sudah jarang digunakan karena efektifnya fototerapi dan juga dengan pertimbangan terhadap resiko komplikasi yang banyak ditimbulkan dari transfusi tukar tersebut.1-4Jika pasien didiagnosis menderita inkompatibilitas rhesus, pasien perlu melakukan transfusi tukar. Hal ini untuk mengelakkan darah bayi terus didestruksi sehingga terjadinya anemia haemolytic.1-4

2.5.4Kelainan enzimPasien dengan defisiensi enzim G6PD tidak memerlukan pengobatan. Namun, mereka harus diajarkan untuk menghindari obat-obatan dan eksposur kimia yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Identifikasi dan penghentian agen pencetus sangat penting untuk mengelola hemolisis pada pasien dengan defisiensi G6PD. Anemia harus ditangani dengan langkah-langkah yang tepat. Splenektomi biasanya tidak efektif.1-4Bayi dengan penyakit kuning neonatal berkepanjangan sebagai akibat dari defisiensi G6PD harus menerima fototerapi. Transfusi tukar mungkin diperlukan dalam kasus-kasus penyakit kuning neonatal yang kronis atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh favism. Pasien dengan hemolisis kronis atau anemia non-spherocytic harus ditempatkan pada suplemen asam folat setiap hari. Konsultasi dengan ahli hematologi dan ahli genetika harus dilakukan.1-4

2.5.5KongenitalJika pasien sudah pasti diduga menderita atresia ductus biliaris, tidak ada terapi farmakologi yang dapat diberikan kepada pasien. Pasien haruslah dirujuk kepada pakar pediatric untuk melakukan pembedahan.2-4

3.KesimpulanTerdapat beberapa kemungkinan penyakit yang mempunyai gejala kuning seperti pada pasien ini. Oleh itu, dokter harus melakukan anamnesis dengan lengkap, pemeriksaan fisik yang sesuai dan pemeriksaan penunjang yang sesuai sebelum melakukan diagnosis. Setelah itu, barulah dokter dapat memberi terapi sesuai penyakit pasien.

Daftar Pustaka1. Abdoerrachman MH, Affandi MB, Agusman S, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Infomedika Jakarta ; 2007. p. 533-6122. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS. Harrisons principles of internal madicine. Philadelphia, USA: Mc Graw Hill; 2012. p. 2549- 6133. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic and clinical pharmacology. Philadelphia, USA: Mc Graw Hill; 2012. p. 467-984. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. Philadelphia, USA: Saunders Elsevier; 2007. p. 875-985. Lee SL, Ananthakrishnan S. Hepatitis B. [image online] 2013 [cited 2015 April 20] Available from: URL:https://encryptedtbn098080.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9G-cSgTuYXyv9-mYqeZSM27-XsO8QBr-iUnvA0mxIZj_RQTR3u0pAJmUvQ6. Bakkali Z, Waghorn M. Hydrops fetalis. [image online] 2013 [cited 2015 April 20] Available from: URL: http://www.tibbiyardim.com/wp-content/uploads/hydrops-fetalis.jpg7. Redmond N, Butland J. Heinz bodies. [image online] 2013 [cited 2015 April 20] Available from: URL: http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/hematology/197800-200390-4163.jpgB6Page 5