kumpulan cerpen

52
TERIMA KASIH SAHABATKU MP3 playerku masih setia menemaniku hingga senja tiba. Lagu- lagu favoritku dan dia terus terputar di playlist yang telah ku buat. Membuat ku semakin tenggelam dalam kenangan saat masih bersamanya. Sahabatku yang dulu selalu ada di sampingku. Aku masih terhanyut dalam kenangan di masa lalu sejak pagi tadi. Kini senja mulai menampakan wujudnya, namun aku masih tak ingin keluar dari kamarku. “Bayangkan ku melayang seluruh nafasku terbang. Bayangkan ku menghilang semua tanpamu teman. Bila nafasku lepas, semua langkah yang lelah, semua waktu yang hilang tapi bayangmu tetap….” Tak mampu lagi aku menahan air mata ini saat terdengar lagu Peterpan yang berjudul Sahabat terputar di MP3 player yang ku taruh tepat di sampingku. Air mataku mulai jatuh membasahi pipiku. Aku hanya bisa menggigit kecil bibir bawahku untuk menahan kesedihanku. Ku buka satu persatu gambar-gambar yang penuh kenangan di album fotoku. Gambar-gambar yang mengingatkan ku akan sosok dia yang pernah menjadi orang paling penting dalam hidupku. Namanya adalah Rosid. Sahabat terbaik yang pernah ku miliki. Dahulu kami selalu bersama, dimanapun ada dia maka disitulah aku berada. Namanya adalah Rosid. Dia adalah seorang anak pecinta alam. Bahkan karenanya lah kini aku juga menjadi anak pecinta alam juga. Saat itu Rosid dan teman-teman lainnya yang tergabung dalam ekskul pecinta alam di sekolahku ingin mengadakan pendakian ke gunung Semeru yang terletak di Malang. Acara ini memang di khususkan dalam rangka perpisahan untuk angkatan ku yang memang sebentar lagi akan lulus dan keluar dari sekolah tentunya. Rosid sudah terbilang sebagai pendaki yang aktif walaupun umurnya masih 18 tahun saat itu. Dia sudah pernah mendaki ke gunung Gede Pangrango sebanyak dua kali, ke gunung Salak dan Semeru satu kali. Walaupun aku berteman dengannya tak lantas membuatku juga aktif sepertinya. Aku hanya pernah mengikutinya mendaki ke gunung Gede Pangrango, itu pun hanya sekali. Maka dari itu dia sangat bersikeras untuk mengajakku mendaki lagi. Karena dia pernah mengatakan padaku “Sahabatku

Upload: iing-doang

Post on 30-Nov-2015

179 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kumpulan Cerpen

TERIMA KASIH SAHABATKU

MP3 playerku masih setia menemaniku hingga senja tiba. Lagu-lagu favoritku dan dia terus terputar di playlist yang telah ku buat. Membuat ku semakin tenggelam dalam kenangan saat masih bersamanya. Sahabatku yang dulu selalu ada di sampingku. Aku masih terhanyut dalam kenangan di masa lalu sejak pagi tadi. Kini senja mulai menampakan wujudnya, namun aku masih tak ingin keluar dari kamarku.

“Bayangkan ku melayang seluruh nafasku terbang. Bayangkan ku menghilang semua tanpamu teman. Bila nafasku lepas, semua langkah yang lelah, semua waktu yang hilang tapi bayangmu tetap….”

Tak mampu lagi aku menahan air mata ini saat terdengar lagu Peterpan yang berjudul Sahabat terputar di MP3 player yang ku taruh tepat di sampingku. Air mataku mulai jatuh membasahi pipiku. Aku hanya bisa menggigit kecil bibir bawahku untuk menahan kesedihanku. Ku buka satu persatu gambar-gambar yang penuh kenangan di album fotoku. Gambar-gambar yang mengingatkan ku akan sosok dia yang pernah menjadi orang paling penting dalam hidupku. Namanya adalah Rosid. Sahabat terbaik yang pernah ku miliki. Dahulu kami selalu bersama, dimanapun ada dia maka disitulah aku berada.

Namanya adalah Rosid. Dia adalah seorang anak pecinta alam. Bahkan karenanya lah kini aku juga menjadi anak pecinta alam juga. Saat itu Rosid dan teman-teman lainnya yang tergabung dalam ekskul pecinta alam di sekolahku ingin mengadakan pendakian ke gunung Semeru yang terletak di Malang. Acara ini memang di khususkan dalam rangka perpisahan untuk angkatan ku yang memang sebentar lagi akan lulus dan keluar dari sekolah tentunya. Rosid sudah terbilang sebagai pendaki yang aktif walaupun umurnya masih 18 tahun saat itu. Dia sudah pernah mendaki ke gunung Gede Pangrango sebanyak dua kali, ke gunung Salak dan Semeru satu kali. Walaupun aku berteman dengannya tak lantas membuatku juga aktif sepertinya. Aku hanya pernah mengikutinya mendaki ke gunung Gede Pangrango, itu pun hanya sekali. Maka dari itu dia sangat bersikeras untuk mengajakku mendaki lagi. Karena dia pernah mengatakan padaku “Sahabatku harus menjadi manusia yang kuat, terbiasa menghadapi tantangan dan menaklukan tantangan itu.”

Hari keberangkatan pun tiba. Kami berkumpul di sekolah tepat pukul 11 pagi. Hari itu tak semendung biasanya. Awan hitam mulai menyelimuti langit sejak pukul setengah 11 tadi. Membuat langit terlihat gelap seolah sedang bersedih akan kepergian seseorang. Namun, aku hanya menganggapnya sebagai tanda akan turun hujan. Sekitar jam 1 siang barulah kami berangkat dengan bis yang telah di sewa sebelumnya. Hujan yang ku kira akan turun tadinya ternyata tak turun juga. Tapi saat bis mulai berjalan keluar dan menuju ke jalan besar barulah rintikan hujan mulai terlihat. Sepanjang perjalanan kami terus bernyanyi dan tertawa bersama. “Jek, lagunya Mr. Big Jek yang judulnya Bang Toyib!” Teriak Rosid saat itu meminta sebuah lagu ke Jaka yang sedang memainkan gitar. “Hahahaha” Kami pun tertawa bersama karena permintaan Rosid yang aneh itu.

“Bangun woi bangun!! Ayo udah sampe nih kita!” teriak salah satu temanku membangunkan kami satu persatu saat bis sudah sampai ke tujuan. Kami segera terbangun dan mulai turun dari bis. Saat itu kami diturunkan di pasar Tumpang dan sudah siap dua mobil jeep yang akan

Page 2: Kumpulan Cerpen

membawa kami menuju resort Ratu Pani. Sesampainya di resort Ratu Pani kami beristirahat sejenak menghilangkan rasa lelah yang telah menempel di tubuh sejak tadi.

Sudah lama aku tak melihat suasana seperti ini. Suasana para pendaki yang sudah siap dengan peralatan lengkapnya masing-masing. Berkumpul dan saling berinteraksi antara satu sama lainnya. Saling berbagi pengalaman dan memberikan masukan. Waktunya pendakian pun tiba, kami saling berkumpul membentuk lingkaran. Kami berdoa bersama kepada sang ilahi meminta perlindungannya agar semua dapat berjalan lancar. Selesai berdoa kami diminta oleh Rosid untuk bergabung dengan rombongan pendaki lain yang berasal dari mahasiswa pecinta alam dari Universitas lain di Jakarta.

“Loh, kita gabung sama mereka sid?” Tanyaku yang terheran-heran ke Rosid.“Iyalah, mana sanggup gue ngejagain lo semua kalo sendirian? Kan kalo ada mereka banyak yang ngejagain orang amatir kayak lo pastinya. Haha..” Jawab Rosid sambil menggodaku.“Emmm… Tau deh yang udah sering naik. Naik berat badan!” Balasku sembari menepuk bahunya.“Hahaha…” Rosid hanya membalas dengan tertawa

Sepanjang perjalanan aku dan Rosid selalu bersama. Rosid selalu berada di belakangku seperti ingin selalu menjagaku. Sempat aku merasa risih karena aku ingin sesekali berada di belakangnya. Namun, ah sudahlah mungkin memang belum saatnya aku menjaga dia. Setelah berjalan cukup jauh, sampailah kami di Ranu Kumbolo. Pemandangan yang indah dengan rumput-rumput ilalang serta sekumpulan air jernih yang membentuk danau terlihat berada di tengah-tengahnya. Sungguh pemandangan terindah pertama kali yang pernah ku lihat saat mendaki gunung.

“Kita istirahat sebentar ya di sini!” Teriak salah satu mahasiswa pecinta alam yang mendampingi kami. Lalu kami mulai beristirahat sembari menikmati pemandangan. Sungguh hanya rasa syukur dan kagum pada sang ilahi saat itu yang ada di otakku karena aku benar-benar disuguhkan oleh pemandangan yang indah. Belum lama aku merasa cukup beristirahat, rombongan kami sudah diminta untuk melanjutkan perjalanan lagi. Aku yang masih merasa lelah saat itu lalu meminta Rosid untuk tinggal beberapa saat lagi. Rosid menerima permintaanku dan mempersilahkan rombongan untuk jalan lebih dulu.

Setelah sudah cukup aku beristirahat barulah aku dan Rosid mulai melanjutkan perjalanan lagi. “Lo tau jalan kan Sid?” Tanyaku yang ingin menggodanya. “Iya tau, tau..” Jawab Rosid sambil terus berjalan di belakangku. Memang aku sudah percaya saat itu dengan Rosid karena dia memang sudah pernah ke Semeru sebelumnya. Tak lama kami berjalan sampailah kami di padang rumput yang cukup luas dengan bukit dan hutan yang mengelilingi di sisinya. Padang rumput itu bernama Oro-oro ombo. Aku terus berjalan sambil terus menikmati pemandangan, hingga aku sedikit memelankan langkahku. “Ini jalannya kemana Sid?” tanyaku yang bingung. “Udah jalan lurus aja.” Jawab Rosid yang sempat terdiam beberapa detik saat aku bertanya. Beberapa langkah aku sudah berjalan aku memutuskan untuk berhenti karena aku tidak bisa membaca arah saat itu. Aku meminta Rosid untuk berada di depanku dan dia pun langsung berada di depanku. Baru pertama kalinya saat itu Rosid benar-benar berada di depanku dalam perjalanan pendakian.

Saat itu aku memang benar-benar percaya padanya karena dia memang sudah pernah ke Semeru sebelumnya. Tapi sepanjang aku di belakangnya Rosid tampak seperti orang yang

Page 3: Kumpulan Cerpen

mencari arah. Sering dia melihat ke kanan dan ke kiri, bahkan tak jarang dia memutarkan badannya memperhatikan sekitar sambil terus melangkah. Sempat aku ingin bertanya padanya tapi rasa tak enak dalam diriku membuatku membatalkan niatku. Kami terus melangkah hingga memasuki wilayah hutan pinus. Kami terus melanjutkan langkah kami satu jam lamanya dan aku masih melangkah di belakang Rosid. “Boy kita nyasar kayaknya nih..” ucap Rosid padaku. Awalnya aku hanya menganggap itu sebagai candaannya saja tapi ternyata dia tidak bercanda. “Ya udah kita balik aja ke tempat tadi Sid!” ucapku mencoba memberikan pendapat pada Rosid. “Nggak bisa, kita udah terlalu jauh masuk ke hutan, lagi pula tadi aku lupa tak memberi tanda sepanjang perjalanan kita masuk ke hutan tadi.” Jelas Rosid yang mulai bingung. Saat itu hari mulai gelap, kami terus berjalan hingga bisa menemukan tempat yang pas untuk kami bersitirahat sejenak. “Kita istirahat dulu di sini. Kita nggak akan jalan di malam hari. Terlalu bahaya…” Ucap Rosid padaku. Kami pun beristirahat, kami tidur dengan sleeping bag masing-masing ditemani api unggun kecil yang tadi sempat dibuat Rosid. Saat itu aku tak seperti orang yang hilang. Aku merasa sangat terjaga saat sedang bersamanya. Tak ada rasa ragu dan takut sedikitpun yang menyelimutiku.

Sudah hampir dua hari kami berada di dalam hutan dan masih belum bisa menemukan jalan keluar. Kali ini keadaannya benar-benar berbeda. Aku dan Rosid sudah mulai lelah, persediaan makanan dan air kami sudah habis. Bahkan saat ini Rosid kakinya terluka akibat tersayat batang pohon saat mencoba melewati pohon yang sudah tumbang. “Sid gue udah nggak kuat lagi nih..” kata ku yang berjalan tertatih-tatih sambil menuntun Rosid yang jalan terpincang-pincang. “Kita pasti bisa Boy, kita nggak boleh nyerah di sini. Belum waktunya…” Ucap Rosid yang mencoba memotivasiku. Semangatku kembali tumbuh saat Rosid terus memotivasiku. “Nah ini dia jalannya, nggak lama lagi kita sampe Boy!” teriak Rosid dengan penuh semangat. Tapi saat aku mulai melangkah tiba-tiba dia seperti menjerit kesakitan “Aaarrghh..”. “Lo kenapa sid?” tanyaku sembari mendudukan dan menyandarkan Rosid di bawah pohon. “Kaki gue sakit banget Boy..” Rosid merintih kesakitan sambil memegangi kakinya yang terluka. Aku melihat luka di kakinya semakin parah, mungkin karena infeksi. Memang saat Rosid mendapatkan luka itu, tak adanya obat membuat ku terpaksa hanya bisa mengikat luka yang cukup lebar di sekitar tulang keringnya dengan kain. Pikirku agar darahnya tak terus keluar dan infeksi tak cepat menyebar. Ku lihat wajahnya mulai pucat. Bibirnya mulai berwarna putih seperti orang yang kekurangan darah. “Sid lo harus kuat sid! Lo kan yang bilang kalo kita nggak boleh nyerah sekarang!” aku mencoba meyakinkan Rosid jika dia harus berjuang. “Udah nggak bisa Boy.. udah nggak bisa..Ssshhh..” Rosid menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memegangi kakinya dan menahan rasa sakitnya. “Lo harus pergi sekarang Boy, kita udah di jalur yang bener. Nggak jauh dari sini lo akan nemuin pos Kalimati..” Rosid mencoba menunjukan arah jalannya pada ku. “Nggak! Gue nggak akan pernah ninggalin lo! Kita bakalan hidup Sid!” Teriak ku saat itu yang mulai menitikan air mata. “Kalo emang lo mau gue hidup, sekarang juga pergi ke pos Kalimati dan cari pertolongan di sana. Dan bawa pertolongan itu ke sini Boy..” Rosid mencoba menyuruhku pergi. Aku benar-benar tak bisa menahan air mata ku saat itu. Aku tertunduk lalu ku lihat wajahnya yang mulai pucat tersenyum padaku. Aku putuskan untuk segera berlari menuju ke pos Kalimati. Aku berlari dan terus berlari agar aku bisa menyelamatkan sahabatku. Aku terus berlari seolah aku sudah lupa jika badanku sudah letih saat itu. Akhirnya aku berhasil mencapai Kalimati dan kulihat banyak tenda dan para pendaki yang berkumpul di situ. Beberapa dari mereka melihat ke arahku. Langkahku mulai terhenti, aku masih terus mencoba mengangkat kakiku untuk terus melangkah. Pandanganku mulai buram, badanku mulai terasa berat dan nafasku sudah sangat terengah-engah. Tubuhku jatuh menghantam tanah, mereka yang melihatku langsung menghampiriku dan mengangkatku.

Page 4: Kumpulan Cerpen

Dari situ aku sudah mulai tak ingat apa-apa lagi hingga aku tersadar sudah terbaring di tandu yang dibawa oleh banyak orang.

Mereka menaruhku di sebuah pos penjagaan, ingatku itu adalah Ratu Pani. Pos pertama tempat kami mendaftar untuk mendaki. Aku masih belum bisa benar-benar ingat apa yang terjadi padaku saat itu. Tapi tiba-tiba terdengar teriakan seseorang “Ada satu lagi di belakang! Lukanya parah!”. Sontak aku langsung bisa mengingat semuanya dan aku langsung mencoba membangunkan tubuhku yang sudah benar-benar tak berdaya ini. Aku lihat samar seorang anak seusiaku yang sedang di bawa oleh petugas dengan menggunakan tandu. Berbeda denganku, anak itu langsung di berikan pertolongan yang intensif. Saat itu ramai orang yang berkerumun, berlari ke sana ke mari. “Rosiid.. Rosiid..” Ku teriak bersusah payah, namun hanya sedikit suara yang mampu keluar dari mulutku ini. Mereka yang berkerumun mulai pergi dan aku sudah bisa melihat Rosid dari kejauhan sedang diperiksa oleh petugas medis. Air mataku mulai berlinang, tubuhku kembali sangat lemas begitu aku melihat petugas medis itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Memberikan isyarat pada petugas lain jika anak itu sudah tak lagi bisa diselamatkan. Aku benar-benar tak sanggup lagi menahan air mata saat itu. Aku hanya bisa menangis saat itu sambil terus melampiaskan kekesalan di dalam pikiranku. “Bahkan saat sedang sekarat pun kau masih mencoba untuk menjagaku sid. Kau menyuruhku pergi dengan alasan untuk menyelamatkanmu. Padahal kamu tahu jika kamu tak akan bisa selamat! Lalu kenapa kamu menyuruhku pergi? Kenapa kamu tak membiarkanku di sampingmu? kanapa kamu ingin aku hidup? Kenapa kita tak bisa pergi bersama lagi Sid? kenapa.. kenapa..???”

Kini sepuluh tahun sudah kepergian mu kawan. Aku masih sangat ingat semua pesan yang kau berikan padaku. Aku masih ingat keinginanmu yang terakhir saat kita tersesat di hutan. Malam itu kau berkata padaku “Aku ingin bekerja membantu ibuku, membiayai adikku kuliah hingga melihatnya wisuda.” Kini aku sudah mewujudkan keinginanmu. Ku yakin kau sudah melihat adikmu wisuda dari tempatmu berada sekarang. Soal ibumu, aku sudah memberikannya warung kecil-kecilan. Jadi kau tak perlu khawatir lagi dan bisa tenang di sana. Tenang sahabatku itu semua sama sekali tak merepotkanku. Berkatmu kini aku telah menemukan alasan mengapa aku masih hidup hingga saat ini dan mengapa kau menginginkan ku tuk tetap hidup. Sampai jumpa sahabat ku. Jika di kehidupan lain nanti kita bertemu lagi, aku ingin kau menjadi sahabatku lagi dan aku lah yang akan selalu berada di belakangmu, melihat punggungmu dan menjagamu selalu. Terima kasih, sahabatku.

Cerpen Karangan: Rahardian Shandy

Page 5: Kumpulan Cerpen

KAMI PINDAH KESINI

Nasreddin dan istrinya menghabiskan hari dengan berbelanja setelah mendapat uang dari hasil panen. Mereka membeli peralatan rumah tangga dan beberapa perhiasan. Ketika mereka sampai di rumah, mereka tidak langsung membukanya. Mereka segera menuju kamar tidur dan tidur dengan nyenyak karena mereka sangat lelah.

Selama dia tidur, istrinya memimpikan sesuatu yang sangat menakutkan lalu istrinya terbangun. Ketika dia terbangun, dia mendengar suara berisik di ruang tamu. Dia segera bangun dan menuju pintu dan melihat keluar. Di ruang tamu, dia melihat seorang pria mengambil barang miliknya. Lalu dia membangunkan suaminya.“Ada apa?” Tanya Nasreddin yang masih mengantuk.“Tidak kah kamu mendengar suara berisik?” kata istrinya.“Apa yang berisik?” Tanya Nasreddin.Dia mencoba untuk mendengar lalu pergi menuju pintu untuk mengintip keluar seperti yang istrinya lakukan.“Apakah kamu melihat pencuri?” Tanya istrinya.“Jangan terlalu berisik,” bisik Nasreddin. “Saya tahu dia. dia tinggal di jalan buntu sana.”“Tangkap basah dia.”“Tidak! dia akan kabur dan tetangga kita akan terbangun. Mereka akan mengejek saya karena saya tidak dapat menangkap pencuri,” bisiknya.“Mengapa kamu tidak dapat menangkap dia?”“Tidak kah kamu tahu kaki kiriku terluka kemarin?” dia menjawab.“Tidak usah cemas. tunggu beberapa menit, dan dia akan menyelesaikannya.”“Bagaimana bisa kamu tidak melakukan sesuatu ketika pencuri itu masuk ke rumah kita?” bisik istrinya yang marah.Tak lama setelah mereka mendengar pencuri membuka pintu depan dan berjalan keluar dengan bungkusan besar berisi barang berharga.Lalu Nasreddin memberitahu istrinya tentang kebiasaan si pencuri. “Dia akan menaruh barang berharga itu di rumahnya sebelum ia menjualnya. dan dia akan berjalan menuju rumahnya melewati jalan yang panjang untuk menghindari patroli petugas,” katanya. “Ayo!”

Nassredin dan istrinya mengambil jalan pintas menuju rumah pencuri, Mereka membuka pintu rumah pencuri itu dan pergi ke kamar tidurnya. Lalu mereka tidur disana.

Beberapa menit kemudian mereka mendengar sebuah suara dari arah pintu. Si pencuri pulang ke rumah, membawa barang berharga hasil dia mencuri dari rumah Nassredin. Dia terlihat sangat lelah. Dia meletakkan bungkusan besar di atas meja dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Dia membawa segelas air menuju meja, meminumya dan duduk. Segera ia merasa mengantuk.

Ketika ayam jantan berkokok pertama, si pencuri terbangun. Dia menguap dan meluruskan lengannya. dia tetap tertidur, jadi dia berjalan menuju kamar tidurnya. tetapi dia sangat terkejut menemukan Nassredin dan istrinya sedang tidur disana.“Siapa kamu?” Si pencuri bertanya.Pria itu berbicara keras sehingga membuat dua orang yang sedang tidur bangun.“Siapa kamu?” Tanya si pencuri lagi.“Nassredin!”Pria itu membuka matanya lebar-lebar. Dia tetap merasa mengingat mencuri di rumah

Page 6: Kumpulan Cerpen

Nassredin. Lalu dia berkata, “Apa yang kamu lakukan di rumahku?”“Baiklah, kami pindah kesini!” kata Nassredin dengan sebuah senyuman.“Ini bayaranmu telah menolong kami membawakan barang berharga kami kesini!” tambah Nassredin, melemparkan sebuah selimut untuk si pencuri.

Cerpen Karangan: Rosario Grace Olivio

GADIS BERAMBUT PERAK

Rose benar-benar kesepian. Tumpukan komik di sebelahnya sama sekali tidak membantu. Sejak keluarganya pindah ke desa ini, Ia kehilangan teman dan sahabat baiknya.SRIIING…“Aaah!” jerit Rose. Seorang gadis berambut perak muncul di hadapannya dengan memakai gaun panjang biru. Kulitnya yang putih pucat sungguh mengerikan. Tapi, beberapa detik kemudian… Gadis itu menghilang!

Desa ini angker juga, batin Rose. Dia menghempaskan semua komiknya ke kardus buku di dekat tempat tidurnya, lalu meraih sebungkus keripik kentang. Setelah menyalakan laptop, muncullah kebiasaan buruk Rose: nonton film sambil makan keripik dan tiduran! Dan tanpa ragu, beberapa menit kemudian Rose tertidur pulas. Aduh, beeeh… Kalau gini lebih baik si hantu tadi muncul lagi!

Keesokan harinya.“Rose, ngapain sih di kamar melulu?” Terdengar seruan Mama. “Keluar, dong! Main-main kemana, gitu… Barangkali ketemu anak seumuran kamu. Kan bisa kenalan, tuh!”“Huh. Iya deh…” Rose berjalan keluar kamar, lalu meraih sandal birunya. “Berangkat Ma…”

Setelah 20 langkah dari tempat semula, Rose bertemu seorang anak perempuan. Anak itu langsung mengajaknya berkenalan. Nama anak itu Mary. Rumahnya terletak tidak jauh dari tempat mereka berdiri.“Mau mampir ke rumahku?” tanya Mary.“Boleh,” jawab Rose.

Sesampainya di rumah Mary.Rose dan Mary benar-benar keasyikan bermain di kamar Mary yang penuh boneka. Mereka melakukan apa saja yang menyenangkan: mulai dari main game, main iPhone bareng, dan sekarang mereka asyik ngobrol bersama.“Eh, beberapa hari aku dihantui,” kata Rose. “Aku dihantui seorang anak perempuan berambut perak. Sebetulnya sih dia cantik sekali, tapi entah kenapa terasa menakutkan,”“Apa?” Mary menyemburkan jus mangga yang sedang dimunumnya. “Kau bilang, dihantui gadis berambut perak yang sangat cantik?”“Ya. Apa kamu tahu dia?”“Dia anak perempuan kepala desa ini!” teriak Mary. “Namanya Grace. Dia meninggal empat tahun lalu karena kecelakaan maut! Dan kalau sekarang dia muncul lagi, artinya dia masih mencari seorang teman. Untuk menemaninya di alam baka…”

Cerpen Karangan: Laura Caroline

Page 7: Kumpulan Cerpen

SATU BULAN DALAM KENANGAN

Masih sangat pagi. Dinginnya juga seperti tak aku kenali. Seolah kota ini membawaku pada ruang berdinding balok-balok es, mungkin karena aku yang tak terbiasa. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki lingkup baru dengan sekolahku yang baru. Diriku baru saja berpindah naungan atau pindahan karena aku harus kembali tinggal bersama kedua orang tuaku setelah sekian tahun hidup bersama paman dan bibiku di Jakarta. Ini adalah kota Bandung, destinasi yang harus aku hadapi. Namaku adalah Luis Sandani, orang lebih mengenalku dengan sebutan Dani. Namun di kota ini aku harus berpromosi diri agar orang tau bagaimana untuk menyebut nama yang kubanggakan ini.

Aku telah dengan penampilan terbaikku, sepatu kets, jam tangan hitam, aroma parfum pria, dan yang jelas adalah seragam sekolahku dari sekolah lamaku. Aku akan menuju salah satu sekolah di kota ini, tepatnya di SMA 20 Bandung. Ku persiapkan segala amunisiku untuk menghadapi hari pertamaku yang mungkin akan menjadi catatan penting dalam alur hidupku ini. Mungkin di sana aku akan mendapat teman baru, cacian, atau bahkan malapetaka, tapi itu hanya prediksi singkatku atas hari pertamaku menapaki sekolah baru.

Sesampainya di sekolah“teng teng teng…”. Bel berbunyi.Sial! aku terlambat. Aku merasa berada paling akhir untuk memasuki kelas. Aku upayakan berlari sekencang mungkin menyusuri lorong-lorong sekolah yang nampak mulai sepi. Melewati lantai berhiaskan marmer dan disaksikan beberapa papan mading yang aku lewati. Hingga pada langkahku yang kesekian terjadilah sesuatu.“bruakkk…”. Kembali sial! Aku menabrak sesuatu yang muncul dari persimpangan jalan di samping sebuah kelas. Aku tersungkur, kepala terasa sedikit benjol. Bukan hanya aku, terdengar pula suara merintih keluh kesakitan dari depanku, nampaknya seorang cewek dengan bando putih yang menghiasi kepalanya. Nada suaranya lembut seperti mengenalkanku pada sesuatu yang baru. Aku masih belum melihat wajahnya karena masih sibuk mengelus kepalaku sendiri akibat insiden yang sedikit konyol ini.“aduh! sakit”. Ucap cewek itu.“awww, sakit”. Ujarku pula sama dengannya.“maafin aku ya, jadi begini kan”. Ucapnya lirih nian melelehkan sekujur nuraniku.“nggak kok, aku yang salah, lari buru-buru sampai nggak liat kalau ada orang di depan”.“kamu yakin?”.“iya, tenang aja”. Jawabku sok kuat padahal benjol di kepalaku sangatlah jelas.Aku sempat beberapa detik hanyut dalam tatapannya. Seperti terbawa pada dimensi lain saat ku perhatikan dari caranya berbicara. Kedipan matanya juga tak mau kalah. Entah mengapa, yang jelas aku merasa berbeda meskipun baru pertama bertemu dengannya.“kenalin, aku Dani, murid baru di sini”. Ucapku sambil menawarkan jabat tangan.“oh? aku Lisa”. Jawabnya kembali lembut seperti kapas dengan kualitas import.Ternyata namanya Lisa. Nama yang cantik, sesuai dengan apa yang ada pada dirinya. Ku akui dia memang cantik, ini bukan omong kosong.

Tiba-tiba dia pergi meninggalkan aku tanpa permisi. Rupanya ia terburu-buru untuk memasuki kelas sama sepertiku. Berhubung aku adalah murid baru dan masih tak tau persis bagaimana peta sekolah ini, maka aku memanggilnya lagi untuk memintanya mengantarku ke kelas yang akan aku masuki sebagai kelas baru. Lantas aku mencoba menghentikannya dengan sapaku padanya.

Page 8: Kumpulan Cerpen

“hey Lisa! tunggu”. Aku menjemputnya dengan beberapa langkah, sedikit ragu namun pasti.“iya kenapa?”. Jawabnya sambil menoleh sehingga helai rambutnya terurai begitu gemulai.“tolongin aku dong, anterin aku di kelas XI IPA 1”.“kamu belum tau?”.“belum”.“oke, yuk aku antar”. Jawabnya dengan baik hati bagaikan malaikat di pagi hari.

Lisa bersedia mengantar dan berjalan berdampingan denganku. Sempat aku grogi dibuatnya. Beberapa siswa juga melihat dari dalam kelas, mungkin heran karena tak biasa melihat wajah ini dan dengan tiba-tiba bisa jalan bersama cewek cantik seperti Lisa. Inilah fase-fase sulit ketika menjadi siswa baru. Selalu menjadi pusat perhatian. Akan tetapi ini juga bagaikan limpahan nikmat karunia yang mungkin jarang aku dapatkan, aku bisa dengan cepat menjalin sebuah interaksi dengan cewek sebaik dan secantik Lisa dengan secepat ini dan dengan cara yang tak pernah aku duga.

Setelah beberapa saat merasakan kesenangan tersendiri ketika berjalan bersama cewek cantik di sekolah baru, aku akhirnya sampai di depan kelas baruku. Tempatnya agak ke belakang dan dekat dengan kantin sekolah.“udah sampai nih, aku balik ya?”. Izin Lisa padaku.“oh jadi ini ya? ehm, oke deh, thanks ya Lis”. Jawabku tersenyum manis padanya.“oke, sama-sama”. Ucapnya sambil tersenyum manis pula dan kali ini membuat aku dag dig dug tak karuan.Kemudian Lisa kembali berkata kepadaku.“makasih udah mau kenal aku, kamu spesial”. Ucap Lisa kepadaku.“ha?”. Aku mati gaya mendengar ucapan Lisa, entah mengapa.“berkat benturan tadi, pusing di kepalaku jadi hilang, thanks ya”. Lisa kembali tersenyum dan kemudian pergi dari hadapanku.

Aku masih saja memandangi Lisa berjalan pergi meninggalkanku di depan kelas baruku. Masih aku merasakan bagaimana senyuman yang baru saja ia lepaskan dan ucapannya tadi, melekat di langit-langit hati kecil ini. Ini awal yang bagus.“ada yang beda di sini”. Ucapku dengan memegang dada dan sedikit melamun.

Ditengah lamunan dangkal itu tiba-tiba aku tersadar dan segera beranjak untuk memasuki kelas. Ini adalah fase kedua yang sangat berat karena aku harus menahan malu di hadapan teman-teman baruku di depan kelas. Pintunya masih tertutup dan aku mengetuknya.“tok tok tok”.“masuk!”. Terdengar suara mempersilahkan masuk dari dalam kelas. Semakin membuat rasa grogiku bertambah.“permisi”. Ucapku sambil tersenyum manis dan semua memperhatikannya.Guru pengajar segera tahu dengan maksud kehadiranku. Beliau mengerti bahwa aku adalah murid baru di SMA ini dan lekas menyuruhku untuk memperkenalkan diri. Grogiku lagi-lagi bertambah. Keringat tak dapat dibendung lagi.“eee… aku Luis Sandani pindahan dari SMA 05 Jakarta, salam kenal”. Ucapku sedikit belepotan.“salam kenal!!!”. Mereka serentak membalas ucapanku.

Guru pengajar lantas memilihkanku bangku untuk aku tempati. Beliau menempatkanku di bangku pojok paling belakang bersama seorang cewek yang masih belum ku ketahui asal

Page 9: Kumpulan Cerpen

usulnya. Dari fisiknya terlihat kalau dia feminin. Lagi-lagi aku mendapat kesempatan bertemu cewek cantik meskipun belum tentu dia mau mengenalku. Nekad adalah modalku.“permisi, salam kenal ya”. Ucapku memulai kepadanya.“oke, semoga betah ya”. Jawabnya sedikit antusias.“iya pasti, hmm emang nama kamu siapa?”.“aku Erina, panggil aja Rina”.“oh itu, oke deh haha”.

Rina adalah orang kedua di sekolah ini yang berkenalan denganku setelah Lisa yang tadi sempat membuatku dag dig dug. Dengan Rina aku cukup merasa nyaman, mungkin dari caranya menanggapiku sebagai murid baru. Beruntunglah aku bisa bertemu Rina teman sebangku yang baru.

Lantas aku teringat kejadian tadi pagi saat bertabrakan dengan Lisa. Aku ingin mengenal Lisa lebih jauh dan bertanya kepada Rina. Tidak ada salahnya bertanya, pikirku mungkin dia bisa tau.“Rin, kenal Lisa nggak?”.“Lisa siapa?”.“aku juga kurang tau, tadi pagi aku kenalan sama dia”.“emang orangnya gimana?”.“dia cantik, putih, baik. Kira-kira tau nggak?”.“Lisa Amila? kelas XI IPS 3?”.“mana aku tau? mungkin iya?”.“jangan bilang kamu suka dia?”. Tanya Lisa dengan nada yang tak asyik.“suka Lisa? kita baru kenalan doang kok, tapi ya nggak tau lagi kedepannya gimana, Lisa asyik anaknya, aku nyaman aja kalau sama dia”. Cetusku.“mendingan jauhin dia, sebelum terlambat!”. Dia membentakku.“maksud kamu apa?”. Tanyaku dengan sejuta penasaran.Rina dengan cepatnya mengeluarkan statement yang membingungkanku. Dia menyuruhku untuk menjauhi Lisa dengan nada seperti membentak. Ada apa sebenarnya? apa salah Lisa? Aku mencoba bertanya-tanya terus kepada Rina tapi ia mengacuhkanku, tak lagi ia jawab. Tentu itu membuatku geram. Dengan terpaksa aku harus kembali memperhatikan papan tulis putih di depan sambil menyimpan rasa jengkelku terhadap Rina. Dia teman baruku, tetapi mengapa baru awal telah membuatku seperti ini. Aku harus menghapus label “baik” yang baru saja aku nobatkan padanya.“dasar pelit!”. Gumamku dari dalam hati.

Keesokan harinya.Aku mencoba kembali mengulang apa yang terjadi kemarin. Berlari lagi menyusuri lorong-lorong kelas tepat di waktu seperti yang kemarin terjadi. Sengaja aku masuk kelas paling akhir dan berharap banyak hari kemarin benar-benar terulang lagi. Aku sangat ingin bertemu Lisa.Sungguh beruntung, Tuhan mengabulkan do’aku. Aku berhasil bertemu Lisa tepat di persimpangan jalan di samping sebuah kelas, seperti hari kemarin. Hari ini Lisa terlihat lebih cantik dengan rambut yang di cepol. Aku semakin tak karuan ketika harus lewat di hadapannya dan berusaha bersikap tenang. Daahku seperti menggumpal, debaran jantung tak menentu, dan fikiranku amburadul. Semua karena Lisa, entah mengapa.“hey Lisa”. Aku menyapanya dengan akrab.

Page 10: Kumpulan Cerpen

“hmm? kamu?”.“iya ini aku Dani, yang kemarin…”.

Tiba-tiba Lisa berlari meninggalkanku ketika aku belum selesai berbicara. Lisa berlari sambil menutupi hidungnya dan dengan ekspresi wajah seperti menahan sakit. Aku tak tau ada apa dengannya. Sempat aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, sejelek itukah aku hari ini sehingga Lisa berlari dari hadapanku? Tapi mengapa hari kemarin ia tak berlari jikalau memang aku jelek? Semakin tak karuan di benakku.

Aku terheran ketika kulihat tetesan darah berada di lantai selepas Lisa pergi dari hadapanku. Ada apa sebenarnya? Sempat ku perhatikan darah itu sampai beberapa saat. Telah ku coba menyusul Lisa berlari tapi tak mungkin karena aku telah terlambat memasuki kelas. Aku tak mau memaksakan untuk hari ini karena masih ada hari esok. Ku putuskan untuk segera masuk kelas. Setidaknya hari ini aku sudah bertemu dengan Lisa, itu sedikit membuatku lega meskipun darah tadi membuatku curiga.“kamu kenapa sih Lisa?”. Ujarku lumayan sendu.

Jam istirahat“teng teng teng…”. Bel tanda istirahat berbunyi.Aku segera meluncurkan niatku. Tangan lembut Rina dengan sengaja ku tahan agar ia tak meninggalkan kelas terlebih dahulu karena ada yang akan ku tanyakan padanya. Ini menyangkut pernyataannya kemarin tentang Lisa.“Rin tunggu!”. Sahutku padanya sambil meraih tangan kananya.“eh, ngapain nih Dan?”.“sebenernya ada apa sih sama Lisa? please ceritain ke aku, tadi waktu dia ketemu aku, dia lari sambil nutup hidung, kayak orang lagi sakit gitu, ada darah juga”.“eee…”. Rina masih diam tanpa jawaban.“kok diem? Lisa kenapa?”.“jauhin Lisa, sebelum kecewa!”. Jawab Rina dan ia melepaskan tanganku untuk pergi keluar kelas. Aku semakin terjatuh pada lubang kerancuan dengan semua yang dilontarkan Rina. Dari sini aku mencoba untuk mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi pada Lisa dan tak lagi ku bertanya pada Rina karena dirasa akan percuma.

Pulang sekolahAku telah berada di balik tembok pos satpam di temani motorku yang telah aku siapkan pula. Menunggu Lisa melitas dan akan membuntutinya layaknya seorang detektif. Hal yang mengejutkan pun datang, Lisa melintas jalan bersama Rina yang terlihat seperti menjaga Lisa. Aku heran dengan itu karena selama ini yang ku ketahui bahwa Rina menyuruhku menjauhi Lisa, tapi mengapa justru ia sendiri dekat dengan Lisa. Ini adalah sebuah misteri yang harus aku pecahkan.

Sungguh sial. Ketika aku akan membuntuti mereka, ternyata ban motorku bocor. “argghhh!”. Sial sekali aku. Mereka mulai menjauh. Rupanya aku gagal dalam upayaku menyelidiki mereka. Akhirnya ku relakan hari ini tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kubawa motor butut ini ke sebuah tempat penambalan ban di pinggir jalan raya dekat sekolah.

Hari berikutnyaLagi-lagi aku berlaku seperti kemarin, mengulang apa yang aku lakukan dan berharap agar bertemu Lisa kembali. Lorong-lorong telah ku lewati dan tiba di persimpangan kelas. Tapi

Page 11: Kumpulan Cerpen

Lisa tak kunjung lewat. Kemana dia? Aku begitu terobsesi dengannya, karena ucapannya yang menganggap bahwa aku spesial. Memang tak ada kisah romantis antara aku dan Lisa, tapi entah mengapa aku selalu ingin bertemu dengannya semenjak pertama kita bertemu. Semoga Lisa juga merasakan apa yang kini aku rasakan.

Sampai pulang sekolah pun aku masih tak bertemu dengan Lisa. Telah kucari ke kelasnya bahkan ke seluruh penjuru sekolah, tapi dirinya masih tak ku temui. Aku tanyakan alamat rumahnya pada sahabat-sahabatnya yang lain tapi mereka tak ada yang mengerti ataupun berpura-pura tak mengerti. Ini seolah membuatku merasa patah aral.“kamu dimana Lisa?”. Ujarku dengan rasa sedih.

Satu Bulan berjalan.Telah satu bulan aku berada di sekolah baruku. Tapi ada yang kurang dalam satu bulan ini. Hanya dua kali aku bertemu Lisa dalam sebulan ini. Selebihnya tak ku ketahui kabarnya. Bahkan Lisa tercatat telah berminggu-minggu tak masuk sekolah. Membuatku memunculkan pemikiran yang tidak-tidak kepadanya.

Aku frustasi dan dengan segenap kerisauan aku mendatangi Rina yang dari awal telah ku curigai. Ketika pulang sekolah ku tarik ia ke sebuah tempat di pinggir kelasku berada, lumayan sepi. Aku terpaksa harus melanggar ucapanku sendiri. Ku tanyai Rina tentang Lisa dengan sejuta paksaan.“apa-apa’an nih Dan?”.“aku minta kamu ceritain yang terjadi sama Lisa sekarang!”.“apa yang musti diceritain?”.“aku pernah liat kamu jalan bareng Lisa, bukannya kamu minta aku jauhin dia? maksud kamu apa? APA?”. Ucapku sedikit membentak.“oke fine, baik! kamu yakin mau tau?”.“iya, aku mau tau, kemana Lisa? kemana ha?”. Ucapku emosional.“oke, ikut aku!”.

Rina kemudian mengajakku beranjak dari tempat itu. Ia membawaku ke sebuah tempat yang lumayan jauh dari sekolah menggunakan motornya. Aku mulai curiga ketika aku melihat rerimbunan pohon beringin dan kamboja. Aku kaget, itu adalah tempat pemakaman. Aku mulai tak enak hati. Rina dan aku turun dari motor dan ia membawaku ke salah satu makam. Rina menunjukkan sebuah batu nisan bertuliskan nama Lisa. Aku tak kuasa menahan air mataku. Serasa menjadi manusia paling bodoh ketika mengetahui itu semua. Aku baru mengerti bahwa Lisa telah tiada karena sebuah penyakit.“Lisa udah nggak ada Dan”. Rina menangis.“Ya ampun Lisa, ya Tuhan”. Aku tak kuasa dengan tangisan Rina.“ini adalah alasan aku minta kamu buat jauhin Lisa, aku nggak mau kamu kecewa ketika jatuh cinta sama Lisa dan ia pergi dengan cara seperti ini, dia pengidap kanker otak”.“ya Tuhan, kenapa terjadi…”.“ada salam dari Lisa untukmu beberapa hari sebelum ia pergi untuk selamanya, dia bilang luar biasa bisa kenal kamu dengan cara yang aneh, itu yang bikin kamu spesial”.“Lisaaaaaa…”. Air mataku menetes.

Kini ku mengerti sebuah misteri yang menggelayutiku. Cinta yang tak pernah ku duga kini telah pergi meninggalkanku. Hanya singkat pertemuanku dengannya, tapi begitu membekas disini, di hatiku. Ini adalah satu bulan yang hampir membuatku lelah, namun semua terobati

Page 12: Kumpulan Cerpen

ketika misteri olehnya telah ku mengerti meskipun cintanya tak bisa ku dapati. Selamat jalan Lisa.

- TAMAT -

Cerpen Karangan: Avando Nesto

Page 13: Kumpulan Cerpen

SEMUA KEHENDAK ALLAH

ALLAAHU AKBAR ALLAAHU AKBAR..!! pukul 04:40 pagi, aku membuka mata, mendengarkan lantunan adzan subuh yang begitu indah. Hati ini terasa tenang dan damai tatkala adzan berkumandang menandakan waktu sholat untuk beribadah kepada Allah SWT telah tiba. Yang sedari malam, aku tak bisa beristirahat dengan tenang karena kepalaku sakit dan tubuhku serasa akan demam, pupus sudah setelah mendengar lantunan adzan yang begitu merdu masuk ke telingaku. Aku ingat saat masih kecil. Ketika itu aku sedang bermain di halaman rumah bersama Abi, yang kemudian aku mendengar sebuah lantunan merdu yang menggetarkan hati ini. Serasa aku ingin meneteskan air mata mendengar lantunan merdu tersebut yang begitu mampu membuat diriku terkesima.

“Abi, suara merdu apa ini?,” tanyaku pada Abi. Abi tersenyum dan mendekatiku.“Alhamdulillah, waktu sholat telah tiba. Nisa, itu adalah adzan yang menandakan waktu sholat telah tiba. Kita sebagai umat muslim wajib mengerjakan sholat ketika waktunya tiba,” tutur Abi padaku.“Tapi kok disini terasa tentram dan tenang, Abi? tadi waktu lagi main, Nisa ga ngerasain apa-apa, tapi.. saat suara merdu yang Abi sebut adzan itu terdengar, di sini terasa tenang. Kenapa Abi?,” tanyaku polos dengan wajah lugu sambil menunjuk dadaku sendiri. Abi memegang pundak kecilku kemudian tersenyum.

Kenangan masa lalu. Aku segera bangkit dari tempat tidurku kemudian mengambil air Wudlu untuk mensucikan diri dari hadats. Setelah selesai, aku mengenakan mukena sholat yang berguna untuk menutupi aurat. Aku ingat betul kata-kata Abi, kalau sedang sholat aurat kita harus tertutup. Abi banyak mengajarkan tentang Islam kepadaku. Abi mengajarkan sholat, mengaji, puasa dan lain-lain kepadaku. Sedangkan Ummi selalu menasihatiku agar menjaga ucapan dan selalu berbuat baik terhadap sesama. Subhanallah, terima kasih Ya Allah, Engkau menghadirkan seorang Ayah dan seorang Ibu yang begitu mulia di mataku. Yang selalu mendekatkan diri kepada-MU dan mengajarkan kepadaku untuk senantiasa mendekatkan diri kepada-MU.

Aku berdoa, agar Abi mendapat tempat di sisi Allah SWT, menjadi salah seorang penghuni surga. Aku berdoa agar diberi kesabaran dan kekuatan dalam menghadapi segala cobaan yang Allah SWT berikan kepadaku dan kepada Ummi. Ketika Abi meninggal, aku sangat terpukul. Hatiku begitu sakit ditinggal oleh Abi yang selama ini selalu menemani hari-hariku dan mengajarkanku bagaimana menjadi seorang muslimah. Apalagi saat Abi meninggal, Ummi begitu merasakan kesedihan hingga beliau jatuh pingsan di sebelah jenazah Abi yang telah dikafani. Melihat Ummi yang begitu menderita atas kepergian Abi, aku sangat sedih. Yang bisa aku lakukan hanyalah berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Sang Khalik, yang menciptakan bumi beserta isinya dan yang menciptakan makhluk hidup yang ada di dunia ini. Saat Abi meninggal, aku sempat marah kenapa Allah mengambil nyawa Abi. Namun, aku kembali mengingat ucapan Abi ketika di rumah sakit dan segera beristigfar memohon ampun kepada Allah atas sikapku.

“Kalau Abi sudah pergi, Nisa sama Ummi jangan sedih, ya? jangan marah, jangan kecewa. Karena sesungguhnya semua yang hidup pasti akan merasakan mati. Dan semua makhluk hidup yang telah diciptakan Allah SWT suatu saat akan kembali kepadaNYA. Nisa sama Ummi harus lebih bersabar dalam menjalani hidup, bahkan ketika cobaan hidup datang kalian harus terus berdoa. Ketika cobaan dan masalah datang, Nisa jangan pernah berpikir kalau

Page 14: Kumpulan Cerpen

Allah tidak sayang sama Nisa dan Ummi, justru Allah sangat sayang sama Nisa dan Ummi. Ingat, Allah SWT tidak akan pernah memberikan cobaan diluar batas kemampuan manusia. Ketika sedang sedih ataupun senang, Nisa harus terus mengingat Allah. Jangan pernah tinggalkan sholat dan terus berdzikir kepada Allah. Nisa mengerti, kan apa yang Abi katakan?,” tutur Abi dengan suara pelan.

Aku meneteskan air mata mengingat perkataan Abi. Aku berdoa agar Abi dijauhkan dari siksa kubur dan api neraka yang amat mengerikan. Ya Allah, aku berterima kasih dan sangat bersyukur kepada-MU karena telah menghadirkan seorang Ayah seperti Abi. Aku sangat bersyukur memiliki orangtua sholeh dan sholeha seperti Abi dan Ummi. Semoga aku bisa menjadi seorang muslimah yang baik seperti Ummi. Amin, Ya Rabb. Selepas sholat subuh, aku mengambil Al-qur’an dan mulai membaca ayat suci Al-qur’an. Kemudian teringat lagi ketika Abi mengajariku membaca Al-qur’an dan menyuruhku menghapalkan surah-surah pendek yang terdapat di dalam Al-qur’an setiap selesai mengaji. Saat kecil, kita pasti pernah diceritakan dongeng sebelum tidur oleh orangtua kita. Disaat anak-anak lain minta diceritakan dongeng cinderella, putri salju, rapunzel dan cerita anak lainnya, Aku justru meminta kepada Abi dan Ummi untuk diceritakan kisah para Nabi dan Rasul. Dan banyak pelajaran berharga yang aku dapat. Subhanallah, aku bersyukur mempunyai sebuah keluarga kecil yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Pagi hari. Ayam tetangga berkokok bersahut-sahutan dengan sesama ayam lainnya. Burung-burung berkicau di antara ranting-ranting pepohonan. Matahari mulai terbit di ufuk Timur menghangatkan pagi di hari itu. Udara bersih masih menyegarkan pagi itu. Aku membuka jendela kamarku, menghirup udara segar nan bersih, melihat orang-orang yang mulai lalu lalang di jalan depan rumah. Aku meraih tas cokelat yang aku beli tahun lalu, sambil bergumam “Saatnya memulai hari dengan Bismillah..,”.

“Nisaaa. Ayo sarapan,” panggil Ummi dari ruang makan.“Iyaa, Ummi,” sahutku sambil mengenakan kaos kaki kemudian keluar dari kamar menuju ruang makan. Aroma roti panggang mulai tercium, Uuhh.. wanginya roti buatan Ummi, gumamku tersenyum.“Pagi, Ummi,” sapaku ramah sambil melihat hidangan sarapan pagi yang telah Ummi siapkan di meja.“Pagi, nak. Ayo duduk,” Ummi mempersilakan aku duduk menikmati sarapan pagi buatan Ummi.“Wah, kayaknya enak, nih. Hehe..,” godaku.“kok kayaknya, sih?,” tanya Ummi dengan raut wajah yang sengaja dibuat cemberut.“Iya, deh. Roti panggang ini pasti enak. kan buatan Ummi,” pujiku sambil tertawa kecil. Ummi tersenyum mendengar pujianku. Ya Allah, senang rasanya melihat Ummi bisa tersenyum seperti itu. Terakhir kali aku lihat Ummi tersenyum saat Abi masih ada. Semoga Ummi akan selalu tersenyum seperti ini. Rasanya bahagia melihat Ummi tersenyum lagi. Terima kasih, Ya Allah.“Nis, kamu mau berangkat kerja sekarang?,” tanya Ummi sambil mengoles selembar roti panggang dengan selai buah.“Iya, Ummi,” jawabku sambil meneguk segelas susu hangat. Perlahan wajah Ummi berubah diam, datar.“Ummi kenapa diam? ada masalah, ya Ummi?.” tanyaku pelan sambil melihat raut wajah Ummi yang berubah. Ya Allah, baru saja Ummi tersenyum sekarang Ummi terlihat sedih lagi.

Page 15: Kumpulan Cerpen

“Ah, tidak kok, nak. Ummi hanya kesepian di rumah soalnya kamu berangkat kerja pagi-pagi pulangnya juga malam. Coba masih ada Abi kamu, Nis. Pasti Ummi tidak akan kesepian terus,” kata Ummi sedih. Matanya mulai berkaca-kaca menandakan sebentar lagi Ummi akan meneteskan air mata. Padahal, mata Ummi sudah sembab. Aku tidak tega melihat Ummi sedih, lalu kupegang tangan Ummi.“Ummi.. ummi ga usah sedih. Ummi ga kesepian, kok. Kan Allah selalu berada di dekat hambaNYA, kan. Allah selalu berada di hati hambaNYA yang mulia seperti Ummi. Dan juga… Ummi ga perlu khawatir sama Abi. Abi pasti udah mendapatkan tempat yang indah di Surga. Abi juga pasti sedih kalau melihat Ummi sedih atas dirinya. Abi ga akan senang kalau Ummi selalu bersedih atas kepergian Abi. Ummi, kita ga boleh terus-terusan sedih. Kepergian Abi merupakan kehendak Allah SWT, dan kita harus yakin semua itu adalah rencana terbaik Allah untuk kita berdua. Ummi juga ingat, kan apa kata Abi? Abi bilang kita ga boleh sedih kalau nanti Abi udah ninggalin kita. Kita hanya harus berdoa kepada Allah agar kita diberi kesabaran dan kekuatan atas cobaan Allah. Jadi, Ummi ga perlu sedih lagi ya?,” ucapku pada Ummi. Ummi menghapus air matanya kemudian tersenyum melihatku.“Ummi bersyukur sekali masih punya kamu disisi Ummi, Nis. Tidak terasa kamu telah tumbuh menjadi anak yang sholeha seperti dambaan Abi sama Ummi,” ucap Ummi tersenyum, namun masih menyisakan air mata di sudut matanya. Aku tersenyum. Kemudian menyalami tangan Ummi berpamitan untuk berangkat kerja.

Siang hari. Matahari bersinar terik. Beberapa orang mencoba berlindung di tempat teduh. Seorang perempuan berteduh di bawah pepohonan menghindari sengatan sinar matahari. Namun tidak denganku. Aku tidak berlindung di tempat teduh atau di bawah pohon. Aku sudah cukup teduh dengan jilbab dan pakaian yang kukenakan, melindungiku dari sengatan sinar matahari yang panas. Namun, siapa sangka, di hari itulah awal pertemuanku dengan seorang lelaki yang sekarang menjadi Imam bagi anak-anakku.

Hari itu, aku bertemu dengan Mas Syawal sepulang dari kantor. Kami bertemu saat aku sedang menunggu taksi di pinggir jalan dekat kantor. Mas Syawal saat itu tengah menjemput Sarah, adik kecilnya yang sedang duduk di bangku Sekolah Dasar. Aku masih ingat ketika masih SMA dulu, Sarah masih bayi. Aku sering melihat Mas Syawal menggendong Sarah di teras rumahnya. Saat itu juga, diam-diam terselip di hatiku rasa kagum kepada Mas Syawal. Subhanallah, disaat semua anak-anak muda seumuran Mas Syawal masih bergelit dengan foya-foya, pacaran sana sini, Mas Syawal memilih membantu Ibunya menjaga Sarah dan melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Aku kagum dengan kepribadian Mas Syawal yang beda dengan anak laki-laki lainnya. Itulah mengapa aku selalu melewati daerah rumahnya dengan mengendarai sepeda hanya untuk melihat Mas Syawal. Kalau mengingat kejadian tersebut, aku merasa lucu dan malu. Yah, namanya anak remaja pasti pernah merasakan rasa kagum terhadap lawan jenisnya. Aku juga pernah dinasehati Abi dan Ummi kalau rasa suka tersebut memang tidak dilarang, namun harus dalam batas-batas tertentu. Aku juga mengerti apa yang dimaksud Abi dan Ummi, kalau aku boleh suka kepada lawan jenis, tetapi aku tidak boleh melakukan apa yang anak muda lakukan, yaitu PACARAN! Abi dan Ummi mengatakan kalau pacaran memang dibenarkan dalam Islam, tetapi dilakukan setelah menikah bukan sebelum menikah. Pacaran sebelum menikah adalah zina dan zina adalah perbuatan yang keji. Aku bersyukur, tumbuh dalam sebuah keluarga yang dekat dengan Islam, dekat dengan Allah SWT. Masa-masa remajaku aku lalui dengan baik dan benar, semua karena bimbingan Abi dan Ummi.

Page 16: Kumpulan Cerpen

Ketika sedang menunggu taksi di pinggir jalan, sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di depanku. Seorang pria mengenakan setelan hitam keluar dari mobil tersebut kemudian menatapku. Pria itu tersenyum ramah. Aku melihat sekilas wajah pria tersebut, sepertinya aku mengenalnya tetapi aku tidak tahu siapa dia.“Assalamu’alaikum,” Ucapnya ramah padaku.“Wa’alaikumsalam,” Jawabku masih dengan tatapan keheranan.“Maaf sebelumnya. Saya ingin bertanya. kamu Nisa, kan?,” tanyanya. Aku mengerutkan kening. Bagaimana dia tahu namaku? siapa dia? wajahnya terlihat tidak asing.“Iya. Maaf, anda siapa, ya? kok tahu nama saya?,” tanyaku balik. Pria tersebut tersenyum lebar.“Jadi kamu Nisa? Nisa Annisa, kan? Nis, ini aku, Syawal. Ingat ga? kita dulu bersekolah di SMA yang sama. Syawal,” Ucapnya sedikit senang. Aku terkejut mendengar pengakuannya. Lalu kuperhatikan wajahnya. Astagfirullah, dia memang Mas Syawal.“Mas Syawal? aduh, maaf mas tadi saya ga ngenalin wajahnya Mas Syawal. Subhanallah, Mas Syawal ternyata ga berubah. Akunya saja yang lupa,” tukasku tersenyum.“Kamu juga ga berubah kok, Nis. Alhamdulillah, setelah bertahun-tahun aku baru ketemu sama kamu di sini. Bagaimana kabar kamu, Nis?,”“Alhamdulillah baik, Mas Syawal. Mas Syawal gimana, baik keadaannya?,”“Alhamdulillah, aku baik kok, Nis,” jawabnya. Pintu mobil kembali terbuka, kali ini seorang gadis kecil berkerudung keluar dari mobil tersebut.“Kak, kok kita berhenti?,” tanyanya.“Oh, iya, Nis. Kenalin, ini Sarah adikku. Sarah, kenalin ini kakak Nisa, teman sekolah kak Syawal,” ucapnya mengenalkan kami. Aku tersenyum sambil menyebutkan namaku. Sarah juga tersenyum sambil menyalami tanganku dengan sopan. Sarah gadis kecil yang sopan, aku juga bisa merasakan kalau Sarah adalah anak yang baik.“Nisa, kamu baru pulang kerja, ya?,” tanya Mas Syawal.“Iya, Mas. Ini aku lagi nungguin taksi. Eh ga taunya Mas Syawal datang. Tadi aku pikir siapa lho, mas ternyata Mas Syawal,”“Rumah kamu masih yang dulu, kan? aku antarin kamu pulang, ya sekalian masih banyak yang mau aku bicarakan sama kamu. Boleh aku antar pulang?,” ajaknya dengan sopan.“Oh, ga usah Mas Syawal. Takut ngerepotin,”“Ngga, kok. Ngga ngerepotin sama sekali. Malah aku senang ngantarin teman lama pulang. Dari pada kamu kepanasan di sini, lagi pula sebentar lagi waktunya sholat Dzuhur, kan?,” tanyanya. Mas Syawal meminta agar dia mengantarku pulang. Awalnya aku tidak enak harus merepotkan Mas Syawal, namun mengingat waktu sholat Dzuhur sebentar lagi tiba, aku menerima tawarannya. Kami pulang bersama siang itu. Di perjalanan, banyak hal yang ditanyakan Mas Syawal. Kami bercerita tentang pendidikan kami dan banyak hal. Dalam sekejap, kami menjadi akrab kembali hanya karena pertemuan di siang itu.

Sesampainya di rumah, aku mengajak Mas Syawal singgah di rumah dan kukenalkan kepada Ummi. Ketika waktu sholat dzuhur tiba, kami memutuskan untuk sholat berjamaah di rumah. Aku, Ummi dan Sarah menjadi makmumnya sedangkan Mas Syawal sebagai imam saat itu. Aku tahu, semua kejadian hari itu, pertemuan itu adalah kehendak Allah SWT. Allah SWT mempertemukan kembali aku dengan Mas Syawal. Selepas sholat, kami kebali bercerita sekedar menambah keakraban di antara keluargaku dan Mas Syawal.

Hari-hari berlalu dengan cepat. Mas Syawal ternyata manajer baru di kantor tempat aku bekerja. Suatu kebetulan yang luar biasa. Aku semakin yakin ada sebuah alasan mengapa Allah SWT menghendaki Mas Syawal bertemu denganku. Walaupun seorang manajer, Mas

Page 17: Kumpulan Cerpen

Syawal tidak bersikap angkuh dan sombong. Dia tetap ramah kepada siapa saja, entah itu karyawan atau pun office boy yang ada di kantorku. Oleh karena itu, Mas Syawal disenangi semua orang. Semua orang menyukai kepribadiannya yang baik dan tidak sombong. Aku dan Mas Syawal semakin akrab, karena kami bekerja di tempat yang sama. Aku menjadi kebingungan, tatkala rasa yang pernah aku rasakan sewaktu dulu kini kembali muncul di hatiku. Ya Allah, rasa apakah ini? mengapa rasa ini kembali muncul setelah sekian tahun lamanya aku tak bertemu dengannya? Ampunilah aku atas rasa yang tidak benar ini, Ya Allah! aku tidak boleh menyukai Mas Syawal tanpa adanya status pernikahan yang jelas. Bagaimana mungkin aku menyukai seorang pria padahal aku belum menikah dengannya?

Setiap malam aku berdoa. Aku berdoa, jika memang ia jodohku maka dekatkanlah ia padaku, Ya Allah. Ridhoilah perasaan ini, karena sesungguhnya hamba yang mulia adalah hamba yang mencintai dan dicintai karena Allah SWT. Namun, jika ia bukan jodohku maka jangan biarkan rasa ini terus berada di dalam hatiku. Aku ikhlas jika memang ia bukan jodohku, bukan calon imamku kelak. Ya Allah, Engkaulah yang mengatur segalanya, rezeki bahkan jodoh. Yang manusia bisa lakukan hanya berdoa dan memohon kepada-MU Ya Allah.

Hingga suatu hari. Suatu hari dimana Allah telah manjawab semua doaku. Suatu hari dimana aku akan mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa. Semua atas kehendak Allah SWT. Mas Syawal mengkhitbahku!! ia ingin menjadikan aku pendamping hidupnya, seperti Nabi Adam dan Hawa. Ia ingin menjadi imam bagi anak-anakku kelak. Ia ingin aku menjadi seorang Ibu bagi anak-anaknya nanti. Ia juga mengatakan, untuk apa ia melanjutkan pendidikan keluar negeri kalau ternyata tulang rusuknya berada di dekatnya saat ini. Ia ingin menikahiku. Subhanallah, air mataku menetes mendengar perkataannya di depan Ummi dan keluarganya. Aku sangat bahagia mendengar Mas Syawal ingin menikahiku, ingin membangun rumah tangga denganku. Ummi melihatku menangis penuh keharuan kemudian memelukku : “Sekarang kamu bukan Nisa kecil Ummi lagi, nak! tapi kamu sekarang adalah calon seorang Ibu bagi anak-anakmu nanti. Kamu akan menjadi seorang “Ummi”, seperti Ummi,” Ummi membisikkanku kata-kata tersebut dengan lembut. Aku sangat bahagia. Di tengah-tengah kebahagiaan itu, ada satu kesedihan yang melanda hatiku. Kebahagiaan itu ternyata terasa tak lengkap, ketika aku mengingat Abi yang saat itu tidak berada di sampingku, merasakan kebahagiaan yang sama.

Abi, andai Abi berada di sini saat ini, lengkaplah sudah semua kebahagiaanku. Tapi aku tahu, Abi pasti sedang bahagia di surga sana, melihat putri kecilnya yang akan menikah dengan seorang pria seperti Abi. Abi, Mas Syawal akan menjadi suami Nisa, seperti Abi yang telah menjadi suami Ummi dan Ayah bagi aku. Ingin rasanya Abi berada di sini, melengkapi semua kebahagiaan ini. Terimah kasih, Abi sudah membimbing Nisa selama ini, mengajari Nisa berbagai hal.Ya Allah, Terima kasih telah mempertemukan aku dengan Mas Syawal. Ridhoilah pernikahan kami. Karena sesungguhnya kami berdua saling mencintai karenaMU Ya Allah. Dan semua ini terjadi atas izinMU, yang dapat memisahkan kami hanya Engkau, Ya Allah. Aku bersyukur kepadaMU karena telah menghadirkan mereka di kehidupanku. Amin, Ya Rabb.

Cerpen Karangan: Rizka Dwigrah. P

Page 18: Kumpulan Cerpen

TELEPHONE NOMBER 1

“boleh ya.. please…” ucap Liza di depan Zaldi sambil memohon.“nggak ah aku nggak mau..” ucap Zaldi acuh, padahal ia ingin sekali memberikannya pada anak tomboy di depannya ini.“baiklah” seakan menyerah Liza berhenti memohon pada anak laki-laki di depannya yang sudah ia suka sejak kelas 1 SD. berbalik lalu bergegas pergi.Liza yang pantang menyerah menanyakan nya lagi pada sahabatnya Zaldi yang juga sahabatnya sendiri.“please.. ya, kita kan teman, friend” ucap Liza memohon pada Dinda yang lagi sibuk memakan mie goreng kesukaannnya. Dinda menghentikan aktivitasnya, menelan seteguk air putih lalu menoleh pada anak tomboi di sebelahnya ini.“tanya sama Zaldi..” ucapnya datar. lalu meneruskan makannya yang tertunda.Liza yang menyerah berdiri “baiklah” lalu pergi ke lapangan.

“Liza..!!!” merasa dipanggil Liza menoleh.“apa..” ucapnya datar menatap laki-laki di depannya yang bernama Kevin.“main bola yuk.. tim kita kekurangan orang nih..” ucapnya memohon Liza melihat ke belakang laki-laki itu kurang lebih 10 orang sedang berharap harap cemas. Liza menoleh pada Kevin lagi.“sorry, lagi nggak mood” ucap Liza datar dan berlalu pergi ke kelas.Kevin terdiam merasa ada yang aneh dengan anak itu.

Liza duduk terdiam di kelas sambil membolak-balikan lembaran buku kosong.“ohayo gozamaisu” ia tersentak kaget saat mengetahui di sebelahnya seorang anak laki-laki sedang berdiri di depan mejanya sambil tersenyum manis. beberapa saat ia menormalkan lagi detak jantungnya yang mencepat karena kaget.“ohayo,” ucapnya datar. melihat gelagat yang tak biasa dari Liza laki-laki itu tersenyum.“kamu kenapa?” ucapnya ringan.“ah.. sudahlah Kazune, aku malas bicara sekarang” laki-laki bernama Kazune itu tertawa.“tidak biasanya kau murung seperti ini, ada apa dengan mu?” Liza mengalihkan pandangan ke arah lain. membelakangi wajah Kazune.“apa karena nilamu menurun”“tidak”“atau karena kamu tidak bisa bermain bola lagi”“aku bilang tidak..”“apa karena Zaldi”“t-tidak” Wajah Liza bersemu merah, meski tidak melihatnya. Kazune tau apa yang sedang di rasakan sahabatnya itu.“apa kau mau nomor telponnya.”“ya.. aku sedang berusaha” Liza sadar, lalu menutup mulutnya sendiri. Kazune tersenyum lebar.“baiklah coba jelaskan padaku”“ehm..”“tidak usah gugup, aku sudah jadi sahabatmu kan..”“tapi..”“huh.. kamu ini.” Kazune tidak sabar, meraih tangan Liza lalu menyeretnya melewati lorong-lorong sekolah dan menjadi perhatian anak-anak lain. Liza yang malu langsung berontak. tapi

Page 19: Kumpulan Cerpen

tidak dihiraukan oleh Kazune.“apa yang kau lakukan hentikan…!!!” ucap Liza keras.

tiba-tiba saja dia sudah berdiri di depan Zaldi.“Zal, Liza minta nomer telpon mu.” Zaldi bingung Liza menatap Kazune horor, sebentar lagi akan ada pertumpahan darah. Zaldi menggelng pelan lalu tersenyum.“ternyata kamu tidak menyerah ya Liza, sebenarnya aku tidak memberimu itu karena aku tidak punya HP, jadi aku tidak punya.” saat anak-anak sibuk ber -oh panjang Liza sudah menhilang dengan Kazune dari tempat itu. ternyata mereka kabur ke kelas yang sednag sepi.

“apa yang kau lakukan?” tatap Liza geram.“membawamu ke Zaldi” ucapnya tak berdosa.“apa, kau menjawabnya enteng, aku tadi hampir dipermalukan”“tapi setidaknya kamu tau kan apa alasan dia tidak di beri nomer telepon olehnya” Liza termenung beberapa saat menyadari kalau Kazune sudah duduk – di bangkunya dan membaca novel.

perlahan ia melangkah ke kursinya duduk dan melamun. Kazune menghela nafas, berat. ia merasa perih saat tau sahabatnya yang menjadi alasannya memendam perasaan nya ini. harusnya ia tau, perasaannya ini tak kan pernah terbalas. mungkin dia harus menyembunyikan perasaannya memendam dalam jauh ke dalam lubuk hatinya mengkuncinya dengan gembok yang besar lalu kuncinya di buang ke tengah laut dalam. ia harus tau, ia hanya ingin sahabatnya bahagia. Liza bahagia, ia bahagia, sesederhana itu.

Cerpen Karangan: Sahira Fara Nabila

Page 20: Kumpulan Cerpen

JANGAN PANGGIL AKU MEME

Seperti biasa, di pagi hari aku sangat susah untuk di bangunkan. Walaupun aku sudah pasang alarm dan juga teriakan mama yang super kencang. Tetap saja aku susah untuk bangun, tapi ada satu yang membuatku bangun seketika dan ini adalah salah satu jurus andalan mama.“MEME…! bangun!”“jangan panggil aku dengan nama itu lagi…!” teriakku seraya menutupi kepalaku dengan bantal“makanya ayo bangun ini sudah jam 6, kamu nanti terlambat sekolah” ibu menarik-narik selimutku dan juga aku untuk segera turun dari tempat tidur.Huuuuuaaaaapppp! Aku menguap seenakku.

Oh iya perkenalkan aku Maylika Genta Ayun, aku sendiri juga bingung kenapa namaku begitu aneh menurut telingaku tapi anehnya kata teman-teman namaku keren. Teman-temanku sering memanggilku Genta, aneh terdengar nama seorang cowo. Tapi tak apa nama itu do’a ya mudah-mudahhan do’anya bagus.

“ta, pak Imam sakit kamu ke sekolah naik taksi aja ya…” kata mamaMamaku memang single parent, dari mulai kerja ngurus keperluanku ya mama. Aku sangat bangga dengan mamaku bagiku mama itu wonder women. Beberapa kali aku bertanya kenapa mama tidak mencari pendamping hidup dia selalu menjawab.“mama tidak mau membagi sayang ini untuk siapapun ta, mama akan menyayangi kamu tanpa membaginya dengan siapapun”Mama ku masih sangat cantik umurnya baru 38 tahun, teman-teman cowoku pun sering menggoda saat mama menjemputku sekolah. Kata mereka..“genta, cantik banget mama mu… kamu kalah saing tau”Sebenarnya aku kesal sih, tapi memang mamaku cantik jadi aku cuek saja. Bangga saja punya mama cantik dan juga gaul. Mama juga gak kecentilan gak kaya tante-tante yang lain.

“Genta…!” teriak salah seorang temanku “tunggu…!”“baru datang juga sin?”Ini temanku Sinta, kalau soal wajah body jangan di tanya dia model majalah ternama. Soal pacar apalagi cowoknya seorang dokter muda lulusan Amerika. Hah kadang gue iri dengan Sinta.“nanti pulang sekolah lo ikut gue ya.. ya” rengek Sinta“boleh kebtulan aku gak ada yang jemput. Tapi nanti lo traktir gue makan yaaa?!“beres, kita shopping-shopping nanti”“aku belum di kasih uang jajan sama mama sin…?!”“udah soal uang gampang, pokok kamu ikut aja…” Sinta menggandengku lalu mengajakku ke dalam kelas.

Ya begini suasana di dalam kelas selalu ramai, ada saja yang jadi bahan keributan. Apa lagi ada Maman, anak paling kocak satu kelas. Kata teman-teman dia mirip komedian Sule, jadi mereka menjuluki Maman anaknya Kang Sule. Lucu banget…

“me, ke kantin yuk?” terdengar suara yang sangat membuat kupingku panas.“siapa Sin yang di panggil ma me ma me dari tadi?”“itu si Diana..”“heeehhh sejak kapan namanya berubah dari Diana Franklin jadi meme?”

Page 21: Kumpulan Cerpen

“lo kenapa sewot banget sih ta, kalau ada orang sebutin nama MEME” Sinta mendekatkan wajahnya “itu panggilan sayang dari Aldo buat dia kan mereka udah jadian “Setan apa yang telah merasuki tubuhkuBRAAAKKK aku pukul meja Aldo sekuat tenagaku “sekali lagi lo panggil MEME lagi sampe ke telingaku, habis lo!”mataku membelalak rasanya semua terulang kembali, dan aku sangat membenci nama MEME. Di sekolah ini sudah puluhan orang yang aku maki-maki dan aku hajar gara-gara mereka memanggilku MEME. Bahkan berulang kali aku harus berurusan dengan guru BK. Kata guru BK ku.“Genta apa salahnya kalau mereka memanggilmu dengan nama MEME bukankan nama itu masih berkaitan dengan namamu Maylika, Meme masih nyambung apa lagi dengan wajahmu yang baby face pantas jika namamu Meme”Di saat seperti ini aku hanya bisa diam, diam dan diam. Meski sebenarnya banyak hal yang ingin aku utarakan karena nama itu.

“Aldo maaf ya, tapi aku mohon jangan bilang Meme lagi ya kalau ada Genta” Sinta mencoba memberi pengertian pada Aldo“ya Sin, aku tadi juga lupa kalau ada Genta” Ado bangkit dari tempat duduk lalu menghampiriku di depan kelas“Ta, maaf ya…” Aldo mengulurkan tangannya “aku nggak bermaksud buat..”“ya Al, gak apa-apa maaf aku udah keterlaluan”

“ta, mama denger kamu tadi hampir bikin ribut lagi ya dengan teman sekelas mu?”“pasti Sinta ya yang kasih tahu mama?” aku manyun saja“gak penting yang kasih tahu Mama siapa, tapi mbok ya sudak gitu lo ta. Gak apa-apa kan kamu di panggil Meme lagi pula kejadian itu sudah lama banget?”Aku termenung sejenak mendengarkan kata-kata mama. Memang ada benarnya juga kejadian itu sudah lama. Tapi…“tetap saja itu menyakitkan mama, pokoknya ya aku tetap benci dengan nama Meme dan aku gak mau ada orang manggil aku dengan nama Meme titik!” aku meletakkan sendokku dan berlari ke kamarku.Sebenarnya kejadian seperti ini sudah tidak satu dua kali terjadi tapi sudah puluhan kali sejak aku duduk di bangku SMA. Rasanya aku malu dengan teman-temanku tapi entah ini rasa egoisku yang terlalu tinggi atau bahkan mungkin rasa ini gak bisa hilang sampai aku mati nanti.

“mau cari Mey?” seorang anak cowok masuk ke dalam kelasku“oh Genta, itu anaknya lagi duduk di dekat cendel belakang” Ani salah satu temanku menunjuk ke arahku“Genta, ada yang nyari!”Aku langsung bangkit dari lamunanku, aku memang jarang keluar kelas di saat jam istirahat seperti ini aku lebih memilih untuk di kelas sambil memandangi langit, ya memang kelasku berada di lantai dua jadi lebih nyaman kalau lagi galau-galau gitu deh,“Mey,”“bukan aku Genta,” aku berlagak super jutek apalagi saat cowok itu memanggilku dengan

Page 22: Kumpulan Cerpen

nama Mey“owh iya lupa aku, kamu paling gak suka di panggil mey atau MEME ya,” cowok itu tertawa“heemmm, ada apa gak usah bertele-tele aku lagi sibuk ini!”Tiba-tiba anak cowo itu mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, “ini KTP kamu kan?”“eh lo nyolong dimana?” bentakku sambil aku ambil KTP itu dari tangan cowo yang super rese tapi ya lumayan keren lah, bukan lumayan tapi keren sih hahahaha“bagus ini KTP aku temuin, kalau nggak mungkin udah kesapu tukang bersih-bersih”Ah aku baru inget, kemarin pas aku ke perpustakaan. Mungkin jatuh waktu aku masukkan ke dalam tas.“Ta, kenapa lo gak mau di panggil mey sih? padahal nam itu cocok banget loh sama kamu?”“apa urusannya sama loe?” jawabku ketus.Tanpa berkata apa-apa cowo itu ninggalin aku gitu aja. Siapa sebenarnya cowok itu,?

Entah kenapa sejak kejadian satu Minggu yang lalu, kini aku dan Rehan malah semakin akrab. Dia sering menggodaku dengan memanggilku Meme, kadang aku suka dengan panggilan itu. Sering aku berdebat dengan hatiku sendiri, antara aku memang suka dengan panggilan Rehan dan rasa kecewa tiga tahun yang lalu.“Genta!” panggil seseorang dari sudut lorong sekolahAh, Rehan.“apa Rey?” aku menghentikan langkahku“lo mau langsung pulang?”“iya lah emang mau kemana?”“keluar sebentar yuk, temenin aku jalan-jalan?” Rehan memohon kepadaku.Dan aku mengagguk tanda jika aku setuju dengan permintaan Rehan. Entah mengapa saat Rehan menggandeng tanganku menuju mobilnya, ada rasa bahagia yang lama gak pernah aku rasakan.

Perjalan 15 menit, dan kita sampai di mall. Tadi kami sepakat untuk makan siang dulu, sebelum akhirnya kita jalan-jalan, muter-muter gak tentu.“Rey sebenarnya kita mau kemana?” tanyaku jengkel“aku mau ketemu seseorang” jawab Rey“cewek?” entah mengapa pertanyaan itu begitu saja terlontar di mulutku. Ingin rasanya aku menampar mulutku sendiri.Tapi Rehan hanya diam lalu, seorang cewek berambut pirang berperawakan indo Belanda menghampiri kami berdua.Hah, hatiku rasanya panas banget. Apa lagi mereka begitu akrab,“eh sampai lupa, ini temanku Genta” Rehan memperkenalkan ku dengan cewe itu“Nadia,” sebuah senyum tergambar di bibir cewe itu.Siapa sebenarnya dia, pacar Rehan. Kenapa Rehan jahat, kenapa dia mengajakku jika dia hanya ingin bertemu dengan kekasihnya. Apa dia tidak melihatku di sini, apa Rehan buta?

Lama mereka berbincang-bincang aku memutuskan untuk pulang duluan. Dan apa Rehan mengiyainya, apa-apa’an ini aku hanya dianggap kambing congek. Keterlaluan Rehan ini.

Di rumah, entah kenapa aku jadi males mau ngapa-ngapain. Dan tiba-tiba butiran bening itu keluar dari mataku. Kenapa? kenapa aku menangis? ku lihat beberapa pesan serta panggilan tak terjawab dari Rehan. Mungkin dia khawatir atau juga hanya ingin pamer tadi mesra-mesraan dengan cewe yang namanya Nadia. Dan sengaja kini hp ku, aku matikan.“ta, makan yuk. Kata bi yun kamu belum makan dari pulang sekolah?” mama mengelus

Page 23: Kumpulan Cerpen

rambutku.“Genta males ma, Genta minum susu aja” aku membenanmkan wajahku ke dalam bantal.“kenapa anak mama kok gak biasanya gini, cerita sama mama”“ahh, mama Genta gak apa-apa?”“jangan-jangan gara-gara cowo yang kamu suka banget manggil kamu Meme itu ya?” tanya mama sambil cekikikan.“ih mama apa’an, gak-gak. Udah mama keluar nanti aku nyusul” aku mendorong mama keluar kamarku dan mama tetap cekikikan melihat ekspresiku.“ma rasanya kaya apa sih kalau orang sedang jatuh cinta?”Mama tersenyum “ya seperti apa yang sedang kamu rasakan, apa kamu lupa saat kamu mencintai… “mama tidak meneruskan kata-katanya.

Aku bangkit dari kursi lalu, pergi ke taman belakang di ikuti mamaku.Di situ aku banyak merenung dengan mama, banyak hal yang aku fikirkan. Dari Mulai Rehan sampai ke masa laluku. Masa lalu yang indah dan tidak harus aku kenang aku sangat membenci masa laluku. Berkali-kali aku menyeka air mataku berkali-kali pula mama memelukku. Mama tahu apa yang aku rasakan begitu juga aku, aku tahu mama sangat menyayangiku. Apa lagi setelah 3 tahun lalu papa meninggalkan kami berdua demi wanita lain, semenjak saat itu aku tidak pernah menganggap aku punya seorang ayah. Dan yang membuat aku semakin sakit hati wanita itu adalah ibu dari orang yang sangat aku sayang, kak Geo pacarku sejak kelas 6 SD. Dan itu juga alasanku kenapa aku sama sekali benci dengan panggilan Meme, panggilan meme adalah panggilan sayang kak Geo untukku. Sejak kejadian itu aku tidak mau tahu lagi tentang Ayah dan kak Geo. Tapi entah kenapa kini aku mulai suka dengan panggilan itu, apalagi yang memanggil Rehan. Aku takut jatuh cinta, aku takut sakit hati tapi kenapa rasanya sekarang sakit banget saat Rehan bersama perempuan lain. Berkali-kali aku menepis perasaan itu, malah perasaan itu semakin nyata.

Hari ini aku pulang sekolah lebih awal, seperti biasa di rumah tak ada mama hanya ada kedua asisten rumah tanggaku.“bik Yun, tolong bikinin roti sama susu ya. Antar ke kamarku nanti”“gak makan non?”“gak bik,” aku pun bangkit dan berjalan ke kamar. Belum sampai kamar ada orang datang, bik yun ingin membukanya tapi aku yang ingin membukanya “udah bik biar aku saja yang membukanya”“ya non”Betapa kagetnya aku, ternyata itu Rehan dan cewenya, sengaja aku langsung menutup pintunya lagi tapi di tahan oleh Rehan.“mey, tolong aku mau jelasin semua ini”“apa, gak ada yang perlu di jelasin. Dan,” aku memandang cewek yang ada di sebelahnya“pliiss ta, lo dengerin penjelasan Rehan dulu” kata cewe itu“ok, 5 menit aja”

Aku pun keluar, sengaja mereka tak ku suruh masuk jadi kalau memang ini keputusan terburuk maka aku bisa langsung lari ke dalam rumah dan meninggalakan mereka di luar.“mey, aku tahu kamu cemburu kan waktu aku dan Amanda di mall kemarin, aku sengaja memang memancing kamu supaya aku tahu sebenarnya kamu suka sama aku juga apa tidak, ternyata benar kamu sayang kan sama aku mey, tolong jawab yang jujur aku sayang kamu mey. Dan ini Amanda dia bukan mantanku gebetanku atau apalah dia itu keponakanku”Aku hanya mendengarkan semua celotehan Rehan, aku tak mengerti harus berkata apa

Page 24: Kumpulan Cerpen

“sekarang terserah kamu, kamu gak mau nerima aku gak apa-apa tapi tolong jangan marah sama aku mey. Aku mau kita akrab kaya dulu lagi”Aku terdiam sejenak “apa yang kamu bilang itu semua benar Rey?”Rehan mengangguk“aku juga, juga sayang kamu Rey. Tapi kamu harus janji satu hal sama aku?!”“apa Mey?”“jangan tinggalkan aku ya, dan jangan pernah buat aku kecewa. Dan satu lagi aku suka kamu manggil aku Mey”Aku tersenyum dan sebuah pelukan hangat melinggkar di tubuhku. Aku bahagia akhirnya aku bisa menemukan penggati kak Geo yang terus menghantui hidupku.

~ The End ~

Cerpen Karangan: Atik Wulandari

MENYAPA HENINGMU

Hujan yang mengguyur kota kecil ini yang membuat perasaan gembira pada anak-anak yang menjadikan setiap hujan merupakan balasan dari Tuhan atas doa mereka, dan membasahi jiwa-jiwa yang tandus dengan air penghidupan dan tetesan kasih dari sang pencipta.

Setiap harinya akan dirasakan sangat sulit dan menyakitkan bagi sesosok lelaki yang tidak memiliki cinta dan keinginan untuk mencari cinta itu sendiri, hanya ada satu harapan yang membuatnya merasa bahwa bidup ini berharga dan bukan sekedar permainan anak-anak yang kapan saja bisa di akhiri.

Seperti biasa di saat pagi hari, dengan menjalani rutinitas ku sebagai seorang yang terbiasa tanpa kasih sayang dari orang tua, membuat aku harus mandiri dan menyelesaikan semuanya sendirian. Orang tuaku yang tidak jelas keberadaanya, membuat aku menganggap mereka telah tiada. Sejak kecil aku berada di panti asuhan dan saat aku berusia 7 tahun, aku di adopsi oleh pasangan suami istri sederhana yang sekarang telah tiada karena tangan tuhan telah merangkul mereka.

Aku Dimas, Dimas Rangga prasetyo. Seorang mahasiswa jurusan arsitektur di universitas negri Jojakarta, UI tepatnya. Aku berusia 20 tahun, dan aku tinggal bersama nenek yang merupakan orang tua dari pasangan suami istri yang mengadopsiku.

Nenek Nuri namanya, dialah yang merawatku sejak umurku 8 tahun, saat orang tua yang mengadopsiku meninggal karena kecelakaan. Nenek Nuri amat sangat sayang padaku. Orang tua angkatku meninggal di umurku yang baru berusia 8 tahun, karena kecelakaan yang dialami mereka.

Cinta merupakan hal yang masih ku anggap tabu dan masih banyak pertentangan di hatiku tentang definisi dari cinta itu sendiri, tidak mudah bagiku untuk jatuh cinta seperti layaknya banyak muda mudi yang merasa bahwa cinta adalah segalanya dan butuh pengorbanan untuk cinta itu sendiri.Kenapa hingga saat ini cinta masih mengganjal di hatiku? Aku pun masih belum mengetahui penyebab sulitnya mendapatkan dan mengartikan apa sesungguhnya cinta.

Page 25: Kumpulan Cerpen

Pada suatu ketika saat perjalanan ke kampus mataku tertuju pada satu sosok wanita anggun di persimpangan jalan dengan menggunakan jilbab merah muda, yang membuat pertama kalinya jantungku berdegup sangat kencang dan tidak seperti biasanya.

Keesokan harinya aku bertemu kembali dengan gadis tersebut di perpustakaan kampus, dengan berbekalkan keteguhan hati dan mental yang cucup kucoba mendekatinya dan berkenalan dengan gadis itu. Annisa namanya, mahasiswa psikologi di kampus yang sama pula. Entah apakah ini yang disebut dengan cinta yang bisa membuat orang merasa bahagia tidak karuan.Setelah perkenalan itu hubunganku dengannya terus membaik sehingga bisa dikatakan kami bersahabat, banyak waktu yang kami lalui bersama sehingga pada suatu ketika kucoba memberanikan diri untuk mendekatinya dan mengungkapkan perasaan ku padanya, dengan wajah kaku dan suara yang sedikit gagap aku memberanikan diri mengungkapkan isi hatiku “An, nnisa, aa aaaku ss ssayang dan suka sama kamu, mm maau nggak kkk kamu jadi pp ppaacar aku?” menghela nafas dalam sambil menunggu jawaban dari Annisa. Meskipun sangat gugup dan tidak karuan rasanya, karena ini maerupakan pertama kalinya buatku mengatakan cinta pada seorang gadis, tapi lega rasanya karena Annisa memberikan respon positif terhadapku, ya, Annisa menerimaku, kulihat senyumnya yang menanndakan kalau di menyukaiku pula.

Setelah saat itu kami pun menjalani hubungan kami dan bertujuan untuk keseriusan hubungan ini, sehingga pada suatu ketika Annisa mengajak ku ke rumahnya untuk diperkenalkan pada orang tuanya, setelah beberapa pertanyaan tentang pendidikan dan latar belakang keluargaku akhirnya orang tua Annisa memberikan respon positif terhadapku, “Annisa itu anak yang baik, kalau sampai kamu buat dia nangis, siap-siap berhadapan dengan saya” ujar ayah Annisa sambil tertawa dan menepuk pelan pundaku.

Seiring berjalanya waktu, hingga pada suatu ketika aku mendapatkan tawaran beasiswa ke salah satu universitas ternama di Jerman dan akupun menerimanya. Meskipun sangat berat rasanya untuk meninggalkan Annisa, karena hubungan kami yang baru berjalan dua bulan, meskipun demikian Annisa mengerti akan apa yang harus ia lakukan dengan merelakan ku pergi untuk waktu yang lumayan lama.

Saat keberangkatanku, aku ditemani Annisa dan nenek, mereka menemaniku sampai di bandara, sebelum keberangkatan aku memeluk erat nenek “pokoknya kamu harus sukses dan bikin nenek menagis karena keberhasilanmu” kata nenek sambil mengelus pundaku dan mencium keningku. Akupun memeluk Annisa dengan erat seolah tak rela membiarkan air matanya jatuh di hadapanku “perpisahan bukan akhir dari segalanya Mas, datang dan kembalilah padaku untuk memenuhu janji-janjimu” pesan bunga.

Meskipun ini merupakan pertama kalinya aku ke luar negri, namun kebiasaan ku untuk hidup mandiri, yang membuat ku tidak takut berada di Negara orang. Saat tiba di Jerman aku langsung menghubungi Bunga dan nenek untuk memberitahukan pada mereka bahwa aku telah sampai dengan selamat.

Hari pertamaku berada di kampus baru membuatku sedikit canggung untuk berinteraksi dengan teman-teman baruku, namun seiring berjalanya waktu aku mulai terbiasa dengan semua ini.

Page 26: Kumpulan Cerpen

Karena kesibukan ku yang amat sangat dan jarak di antara kita, sehingga membangun dinding pemisah antara aku dan Annisa, yang membuat kami jarang bahkan sudah tidak pernah berkomunikasi, sehingga pada suatu ketika aku mendapat sepucuk surat dari Annisa yang isinya mengatakan kondisi dan kerinduanya saat ini, akupun membalas surat dari Annisa.Seiring berjalanya waktu tak terasa tiga tahun sudah study ku di Jerman, dan waktunya untuk kembali ke Indonesia, tanah kelahiranku dan kampung halamanku.

Sesampainya di Indonesia aku langsung mengurus segala sesuatunya di kampus, yang ternyata aku sudah di persiapkan untuk menangani sebuah perusahaan elektronik yang akan dibangun, dan aku diminta untuk mendesain perusahaan tersebut, dengan senang hati aku menerima tawaran tersebut. Sepulangnya dari kampus aku terfikirkan oleh Annisa dan berniat untuk berkunjung ke rumahnya. Setibanya aku di rumah Annisa, aku melihat seorang pemuda yang sedang duduk bersama Annisa dan ayahnya. Annisa melihat kedatanganku dan dia langsung menghampiri ku dengan senyum manis yang selama ini sangat kurindukan.

Kita berjalan menyusuri taman kota berdua dan kita duduk di sebuah bangku kecil di bawah pohon “mas semuanya sudah terlambat, sekarang dan dulu sudah berbeda dan kita tidak bisa bersama seperti saat dulu lagi” ujar Annisa, “kamu bicara apa Nis? Bukanya dulu kamu pernah berkata kalau aku harus kembali?” jawabku.“ayah menjodohkanku dengan seorang laki-laki kaya anak pengusaha yang juga seorang dokter” jelas Annisa, “tapi kenapa? Apakah kamu tidak mengatakan bahwa aku akan kembali untuk melamarmu?” ujarku dengan suara sedikit keras. “besok adalah harinya, aku tidak bisa menentang kehendak orang tuaku, memanng benar bahwa cinta tidak harus memiliki dan kita harus bisa menerima semua itu” jelas Annisa, (akupun hanya terdiam dan mulai beranjak pergi).

Tiba saat hari dimana Annisa telah menjadi milik orang lain, dan disitu aku mulai sadar bagaimana indahanya saat janji-janji manis cinta itu mengahampiriku dan bagaimana pahitnya saat tangan cinta itu melepaskanku. Sekarang apa yang bisa diperbuat oleh seorang sepertiku yang hanya bisa menunggu kapan tangan-tangan cinta itu datang menghampiriku, dengan semua janji manis yang ditawarkanya, dan menerima rasa sakit yang dijanjikanya.

Setelah saat itu aku hanya terfokus dengan pekerjaan ku, hingga tidak memberikan ku waktu untuk mencari cinta yang baru, cinta memang amat sangat sakit kurasakan dan bahkan aku tidak ingin cinta itu menghampiriku untuk yang selanjutnya, cukup aku merasakan bagaimana rasa sakit yang ditinggalkanya dari Annisa dan itu sudah membuatku jera akan cinta.

Kini aku akan kembali seperti sedia kala hidup bersama satu-satunya orang yang memiliki cinta abadi terhadapku, ya, itu adalah nenekku.Pada saat selesai makan malam, nenek memanggilku dan akupun duduk di sampingnya “kamu itu sudah dewasa, sudah waktunya mencari pendamping dan memberikan nenek cicit, sudah lama nenek tidak menggendong bayi kecil yang lucu” kata nenek menasihatiku.“nanti kalau sudah ada yang cocok pasti Dimas nikah kok nek” jawabku.“nenek sudah punya calon buat mu, kali ini nenek berharap kamu tidak menolaknya, nenek sudah tidak sanggup lagi melihatmu seperti ini tanpa seorang yang mendampingi hidupmu, nenek juga sudah tua, nenek takut jika suatu saat nanti nenek tidak sempat melihatmu duduk di pelaminan dan menggendong cucu nenek, anggaplah ini permintaan terakhir nenek” jelas nenek.

Page 27: Kumpulan Cerpen

Meskipun aku masih belum bisa menghapus bayangan Annisa dari benaku, namun aku tidak bisa membuat nenek merasa kecewa untuk yang kesekian kalinya. Akupun menerima perjodohan ini.

Gadis itu bernama Bunga usianya empat tahun lebih muda dari ku, ia merupakan seorang bidan lulusan universitas Airlangga di Surabaya, meskipun nenek sangat menyukainya, namun butuh taaruf (perkenalan) untuk kita mengenal satu sama lain sebelum beranjak ke gerbang pernikahan. Kami bertemu di taman dimana tempat aku dan Annisa biasa bertemu.Sejauh yang kukenal Bunga seorang gadis baik dan taat terhadap agama, meskipun tidak memakai hijab layaknya Annisa, namun aku selalu melihat bayangan Annisa pada sosok Bunga.

Awalnya, memang tidak mudah untuk melupakan dan menghilangkan sosok Annisa dari hidupku. Namun, seiring berjalanya waktu aku bisa menggantikan posisi Annisa dengan sosok Bunga yang jauh lebih baik dari Annisa.

Sabtu, tepatnya tanggal 7 January 1995, dimana hari yang paling berharga dalam hidup setiap orang dimana berharap itu merupakan anugrah yang paling indah dalam hidupnya dan hanya terjadi sekali seumur hidupnya. Aku melihat Annisa datang bersama suaminya dan memberikan ucapan selamat pada kami berdua, awalnya aku merasa canggung dan takut goyah akan hadirnya Annisa di hadapanku namun semua itu mampu ditepis dengan keberadaan Bunga sampingku.

Setelah setahun kami menjalani hubungan ini akhirnya kami akan di anugrahi seorang buah hati dan darah daging kami, pada tanggal 04 Mei 1996 Bunga positif mengandung, dan kami menikmati masa-masa penantian dimana akan hadirnya seseorang lagi untuk melengkapi rumah sederhana ini, dan pada saat ini pula aku merasakan menjadi sosok suami yang sesungguhnya.

Pada tanggal 11 February 1997 lahirlah seorang laki-laki yang sangat tampan dan itu merupakan anugrah terindah dari Tuhan dimana aku untuk yang pertama kalinya menjadi seorang ayah, kebahagiaan yang tak bisa dilukiskan oleh apapun di dunia ini, dan satu lagi kebahagiaanku yang sangat besar yaitu melihat nenek menggendong cucu yang sangat dinantikanya selama ini, goresan senyum dan tetesan air mata yang jatuh di pipinya melambangkan kebahagiaaan yang sangat besar dan merupakan akhir dari penantian panjangnya.

Anak kami bernama Alvaro Gafriel yang memiliki arti anak pertama yang menjadi pelindung bagi keluarganya, namanya merupakan doa dari kami.

Saat Alvaro berumur 3 tahun, nenek meninggal dunia karena radang paru-paru yang dideritanya, ini merupakan pukulan yang amat sangat berat untuku namun disamping itu aku merasa lega karena semua keinginan nenek sudah terpenuhi, dan aku bisa melihat senyum di wajah keriputnya sebelum ia menutup mata.

Hidup ini memang tidak selalu seperti apa yang kita inginkan. Mungkin aku memang kehilangan seorang yang sangat berarti dalam hidupku, namun aku juga harus sadar bahwa nikmat Tuhan selalu mengalir bagi hambanya yang mampu dan pandai bersyukur. Hidup

Page 28: Kumpulan Cerpen

kami memang sangat bahagia, dengan keluarga yang lengkap dan kesederhanaan kami yang membuat hidup kami lebih berarti.

Namun seiring berjalanya waktu Bunga mengidap penyakit kanker paru-paru yang sudah berada di stadium empat, dan baru diketahui ketika sudah parah, pada malam dimana Bunga jatuh pingsan saat usai makan malam, dan itu sangat membuatku takut akan kehilangan seseorang yang menjadi tempat pangkuan dalam hidupku. Dan hal yang paling membuat ku terkejut saat ia jatuh tepat di hadapanku dan Alvaro, “mama, ma bangun ma” tanpa berfikir panjang langsung kubawa ke rumah sakit. Saat pemeriksaan dilakukan membuatku sangat takut akan hal-hal yang bisa membuatku hidup dalam kesendirian, kucoba untuk menglihkan perasaan takutku dengan menghibur diri bersama Alvaro. Saat pemeriksaan selesai dan hasil menunjukan bahwa sakit yang diderita oleh Bunga sangat parah dan tidak ada jalan apapun untuk penyembuhanya meskipun dengan donor sekalipun. Mimpi buruk yang selama ini kutakutkan akan menghampiriku.

Dengan cara apapun aku mencarikan obat untuk Bunga namun hanya hasilnya nihil, tak ada cara lain selain menunggu keajaiban dari Tuhan dan menunggu ijabah dari doa-doa kami. Satu bulan sudah Bunga berada di Rumah Sakit dan hanya terbaring lemah, hingga pada suatu pagi Bunga menggenggam erat tanganku dan berkata “jika semua ini adalah takdir, maka jalanilah semua ini sesuai dengan goresan tangan Tuhan, percayalah pa’ kalau rencana Tuhan lebih indah dari apa yang di perkirakan oleh hambanya, jika aku mati besok aku ingin pergi dengan tenang bersama orang-orang yang kucintai, tidak di tempat ini. Bawalah aku pergi pa’ aku ingin melihat taman dimana pertama kali kita bertemu dan melihat tawa Alvaro saat bermain bersama kita”.

Akupun membawa Bunga ke tempat yang ia inginkan, di taman yang merupakan tempat pertama kali kita bertemu. Alvaro bermain dengan senyuman bahagia yang terlukis di wajah polosnya, Bunga bersandar di bahuku dan berkata pa’ janganlah berhenti mencintaku karena meskipun kau tak bersamaku lagi namun percayalah bahwa Tuhan akan mempertemukan kita kelak, jadilah ayah yang baik untuk Alvaro, didiklah dia hingga menjadi sosok seperti ayahnya, saat kamu duduk di sini di bawah pohon ini dan saat matahari bersinar menembus rerindangan daun-daun pohon ini yang disertai hembusan angin, maka percayalah aku sedang memelukmu, jangan pernah merasa sendiri sayangku”. Air mata menetes di pipiku dan begitu pula dengan Bunga, ku usap air mata di pipi Bunga, dan saat itu adalah kepergian Bunga.

Bunga meninggalkan kami saat Alvaro berusia 5 tahun. Kini aku hidup bersama Alvaro, malaikat kecilku yang butuh kasih sayang dan cinta dariku. Aku harus segera bangkit dari keterpurukan ini untuk Alvaro, dan aku percaya bahwa semua akan baik-baik saja.

Hidup memang tak seperti apa yang kita inginkan, namun aku percaya bahwa ada rencana hebat dari Tuhan yang membuat kita jauh lebih bahagia dari hari ini. Cinta tak akan pernah datang jika pemiliknya tidak mencarinya, namun cinta akan hadir di hati pemiliknya sampai pemilik itu pergi untuk mencarinya.

THE END

Cerpen Karangan: Mufidatul Husna

Page 29: Kumpulan Cerpen

MELULUH DOSA

Aku dan Albert sudah tinggal bersama sejak kecil. Itu tentu saja, karena kami adalah sepasang saudara. Kakakku, wajahnya tampan, tubuhnya ideal, senyumnya mengoda. Bicara soal sifat, ia sangat sabar atau lebih tepatnya adalah ‘lemah’.

Tentang orangtuaku, ibu meninggal ketika melahirkanku. Sedangkan ayahku, dia pengusaha yang sangat mapan, ketampanannya juga tak jauh beda dari Albert. Dan yang tak kalah penting, ayah lebih menyayangi Albert dari padaku.

Tanpa pengawasan dari seorang ibu di rumah, dengan uang yang berlimpah dari seorang ayah dan kakakku yang lemah, seharusnya aku menjadi wanita yang sempurna. Sempurna untuk melakukan apapun, sebebas-bebasnya. Namun sialnya, kakakku adalah seorang pengganggu. Ia selalu saja berhasil mengusik kehidupanku.

“Kesya…” panggil Albert, kakakku. Aku berjalan gontai menghampirinya. Kupandangi wajahnya yang semakin pucat itu, ku lontarkan senyuman sinis tanda bahwa aku tak menyukai keberadaannya.“ada apa?” tanyaku acuh lalu membuang muka“Tolong…”“Tolong apa?!” Teriakku memutuskan kalimatnya. “bolehkah aku bertanya kakak?” tanyaku dengan tatapan jijik.“kau anggap aku adik atau seorang babu?” tanyaku kasar“kenapa kau seperti itu” ucapnya melemah“ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiranku, setiap malam aku selalu memikirkannya, aku terusik dalam otakku sendiri. Apa kau mau membantuku untuk memecahkannya? Apa kau mau menjawab pertanyaanku? Kakak… kenapa aku harus terlahir?”Albert memandangiku, matanya berbinar seakan ingin meleleh. Ia menghela nafas panjang. “Kesya…” panggilnya lembut.“cukup! Ternyata adikmu ini sudah tau apa jawabnya. Cukup! Jangan kau jawab! Aku akan memberitaunya.” aku berdeham beberapa kali “Aku terlahir karena kau kakak! Itu semua untuk memenuhi kebutuhanmu! Masih ingat saat kau kecelakaan dan membutuhkan darah? lalu siapa yang mendonorkanmu? Masih ingatkah ketika tubuhmu yang penyakitan itu membutuhkan sebuah ginjal? Taukah kau siapa yang mendonorkannya? Dan masih ingatkah engkau…” aku menghentikan kalimatku, kupandangi raut wajahnya semakin pucat, keringatnya mulai mengucur membasahi keningnya. Ia menggunakan kedua tangannya untuk menutupi telinganya.Aku melototinya “Akulah yang mendonorkan semuanya!!! Kau tau dan pura-pura tidak tau! Pantaskah kau kuanggap sebagai kakak?”“Cukup Kesya…!!!” ia berteriak.“Aku tak ikhlas! Seandainya saja ayah tak menyeretku, seandainya saja ayah tak memaksaku untuk mendonorkan semuanya… aku pasti masih utuh!”Tiba-tiba dari arah belakang, ayah menarik tanganku dengan kencang. Sorot matanya tajam, alisnya mengerut dan ‘PLAK…’ ayah menamparku.Seketika saja, tanpa kupinta, tanpa bisa ku tahan. Air mataku mengalir membasahi pipi yang memerah. Aku menatap ayahku, mungkin aku sudah membunuhnya bila saja Albert tak berada disini.“semua karena aku yang menyebabkan ibu meninggal atau karena Albert adalah seorang lelaki yang akan menerima semua warisan dari ayah dan menjalankan perusahaan ayah?

Page 30: Kumpulan Cerpen

Tanpa kau pinta, aku akan pergi ayah. Mulai sekarang, kau harus mencari seseorang yang bersedia memberikan tubuhnya untuk anak lelaki kesayanganmu itu” aku menatap mereka satu persatu dan berlalu dari hadapan mereka.

Aku meninggalkan semuanya, kuakhiri kehidupan kelam ku ini. Kini aku harus menerima kenyataan, bahwa aku bukanlah lagi anak dari keluarga Hardinata. Aku hanya berharap jika Tuhan mau berbelas kasih untuk memberiku sebuah kebahagiaan.

Kurogoh saku ku, hanya uang 250 ribu yang kupunya. Di kota Jakarta yang pahit ini, mana mungkin aku dapat tinggal dengan uang segini? Kini aku melarat, sungguh nelangsa rasanya.

Seharusnya, aku membawa Ipad, Iphone, dan Mobil sewaktu aku kabur tadi. Tapi bukankah itu artinya perampokan?Tak ada lagi yang kumiliki, Tuhan pun aku tak punya. Benarkah Tuhan itu ada? Bukankah Tuhan hanyalah teori yang sering diajarkan ketika aku sekolah minggu? Ya… Tuhan hanyalah milik mereka yang menerima kebahagiaan.Kini, yang kumiliki hanyalah uang yang menipis, pakaian yang menempel di tubuhku dan kalung peninggalan ibu, aku tak mungkin menjualnya.

Kupandangi langit yang membiru, awan-awan bertaburan dimana-mana, burung-burung terbang bebas menuju sarangnya. Tiba-tiba ide cemerlang terselip di otakku.Ada satu hal yang kumiliki dan sangat berarti. Satu-satunya aset terpenting adalah ‘Tubuhku’. Aku akan menjualnya, aku sudah tak membutuhkannya. Jiwaku telah pergi sesaat aku terlahir, tanpa tubuh pun tak berarti apa-apa bagiku.

Tak ada lagi Kesya putri Hardinata. Kini jalur hidup sudah berubah, mereka memanggilku ‘Pengoda bibir merah’. Semuanya memang berubah, aku tak perlu mengemis uang pada seorang yang dulu pernah ku panggil ayah. Aku tak perlu membiarkan dokter mencangkok organ dalam tubuhku. Dan aku tak perlu hidup dalam bayang-bayang Albert.

Kini uang mengucur deras dalam kehidupanku. Aku tak perlu bersusah payah, mereka akan memberikannya sendiri padaku. Mana mungkin mereka menolak tubuhku yang mulus ini.Kebahagiaan yang lain mulai tercipta lagi saat seorang yang ku panggil “Om Hendra” memberiku sebuah obat-obatan ekst*si.Aku terbuai, melayang bebas seperti elang. Seperti ini kah kebahagiaan? Tak ada beban, tak ada yang dapat membuatku menderita. Kenapa tak dari dulu saja aku melakukannya?

Dosa… aku meluluh dosa, bukannya aku tak takut pada neraka. Tapi aku tak percaya bahwa neraka itu ada. Tuhan saja tak aku anggap, apalagi neraka.

Namun seiring berjalannya waktu, terbit dan terbenamnya matahari. Aku mulai menyadari tubuhku mengurus, tulangku nampak seperti orang-orang Afrika yang kekurangan gizi. Inikah efek dari obat pencipta kebahagiaan itu?Setiap hari dosis yang kugunakan selalu bertambah saja, aku menyukainya ketika aku mendapati tubuhku terkulai tak berdaya.

Aku saka*, menggelepar dan mengeliat. Hanya ada Om Hendra yang berada di sampingku. Aku mencengkeram tangannya erat-erat.“Oh… Tuhan… kok jadi begini? jangan salahkan mereka yang membuatku menjadi seperti

Page 31: Kumpulan Cerpen

ini” Teriakku sekeras yang aku bisa.“Om… mintakan maaf pada ayah dan kakakku. Mungkin sebentar lagi aku akan berangkat”

Cerpen Karangan: Eufrasia Eli

GEJOLAK SI JAKA

Beliau dipandang sederhana. Beliau tinggal di sebuah desa terpencil, dekat pondok dan yayasan Islam. Rumahnya tak berdinding dari batu bata, hanya papan persegi yang menghiasi dinding rumahnya. Atap rumahnya bergenting tua yang sudah bewarna hitam. Jika tetesan air berkah dari langit turun, meresaplah sampai lindungan Pak Jaka. Rumah Pak Jaka sudah lama ingin direnovasi kepada dermawan atau kerabat dekatnya. Namun, Pak Jaka tetap bersyukur dengan keadaan yang dialaminya sekarang. Pak Jaka tetap berpendirian teguh untuk tetap hidup sederhana. Karena beliau hanya ditemani seorang istri. Satu anaknya sudah merantau ke sebrang pulau untuk mencari nafkah. Putranya tak pernah durhaka dengan orangtuanya, sehingga doa restu dari orangtua, selalu melingkari aktivitas putra Pak Jaka. Satu-satunya tulang punggung keluarga yang kini berjas boss dan berdasi.

Duduk di atas kursi kayu bergoyang. Kursi tersebut bukan kursinya orang kaya. Namun, kursi kayu lama yang sudah akan rapuh. Sehingga, jika di duduki manusia berbobot ringan terasa goyang serta berbunyi seperti tikus kecil berkeliaran. Tangannya memegang buku tebal. Alquran. Kesehariannya dipenuhi dengan membaca alquran dan ibadah. Rumah Pak Jaka memang sederhana. Namun, dibalik kesederhanaan itu, rumah Pak Jaka tak kunjung sepi didatangi manusia. Rumah sesederhana itu, memiliki tamu yang beragam. Berkendara roda empat, berjas, remaja, muslim, non muslim, tua, bahkan anak-anak pun Pak Jaka melayaninya dengan sopan. Lelaki tua itu, dikenal mempunyai rasa sosial tinggi dan mempunyai kelebihan di antara manusia yang lain.

Di saat adzan berkumandang, Pak Jaka disiplin dalam berjamaah, tak pernah terlambat dalam raka’at. Pak Jaka pun tak segan mengajak tamunya untuk sholat berjamaah di masjid. Bergantung agama masing-masing dari setiap tamunya. Di saat Pak Jaka berjalan menuju masjid yang dekat rumahnya, beliau terlihat masih bugar. Dilihat dari wajahnya, memang sudah mengendur seakan terlihat keriput-keriput tua yang menempel di sekujur tubuhnya. Badannya kecil. Pendek. Hitam kulitnya. Ia tak pernah lupa menyisihkan uang hasil kiriman dari anaknya yang berjas dan berdasi di sebrang pulau untuk di infaqkan di kotak amal masjid.

Dulu semenjak Pak Jaka masih kecil, tidak mempunyai pendirian dalam beragama. Kedua orang tua Pak Jaka sudah meninggal saat bayi. Diasuh lah bayi itu kepada pamannya. Pertama kali, ia memeluk agama Hindu, karena saat itu Jaka diasuh oleh pamannya yang lingkungannya mayoritas memeluk agama Hindu. Pak Jaka dengan tekunnya taat ibadah pada agama Hindu yang diyakininya. Setelah beranjak remaja, ia hanya lulus pada tingkatan SMP. Karena keterbatasan biaya. Pak Jaka yang saat itu masih remaja, ia selalu gelisah dengan keyakinannya, ia tidak tenang dalam hatinya. Masalah hidup sering ia alami. Namun, hatinya selalu bergejolak. Seakan belum menemukan ketenangan hatinya. Gejolak itu ibarat datang gempa bumi berkekuatan besar di dalam hatinya. Tak karuan. Hingga ia berteriak tak ada manfaat apa-apa. Orang lain yang melihat Jaka, dalam benaknya mungkin hanya sebuah cemoohan orang gila belaka. Tak lama kemudian, pamannya meninggal dunia. Hati Pak Jaka seperti tak berarti lagi. Ia hidup sebatangkara.

Page 32: Kumpulan Cerpen

Dengan kesendirian itu, merantaulah dia ke sebuah kota. Malamnya ia mencoba menenangkan diri di sebuah tempat. Ia duduk di lantai. kepala tertunduk lesu menadahi tumpukan tangan yang disangga kedua lutut kaki yang ditekuk rapat, bersandar tembok tempat megah itu. Menangis tersedu-sedu. Tangisan duka mendalam yang dialami Jaka. Gedung tempat untuk menenangkan Jaka dengan tembok yang besar di suatu kota. Kemegahan gedung itu ditandai dengan tanda salib. Gereja. Tak lama kemudian, datanglah seseorang berjubah putih mendekat. “Wahai anak muda, apa yang engkau rasakan?” tanya seorang berjubah putih. Pertanyaan seorang tersebut tak ditanggapi oleh Jaka. Bahkan Jaka terus diam, dan menangis pelan. Air mata Jaka terus menetes membasahi 2 kotak lantai bersih yang tertempel di halaman gedung megah itu. “Tuhan Memberkatimu.” Orang berjubah putih kembali berucap. Tiba-tiba Jaka mendengarnya. Kepalanya terangkat menatap wajah seorang berjubah putih. Dengan reflek tubuh Jaka kaget melihat orang itu. Posisi kesedihannya semula berubah. Pantat, paha dan kaki diseret-seret mengayunkan beban kedua tangannya. Ia seperti ketakutan melihat sesosok hantu yang besar di malam itu. Memang orang berjubah putih itu berawak besar. Tinggi. Kulit kuning bersih seperti terlahir di benua seberang, benua biru Eropa. Wajahnya sudah kendur penuh keriput tua yang menempel. “Janganlah takut, saya pendeta di gereja ini.” Sahut orang itu.

Setelah mendengar pengakuan pendeta, akhirnya Jaka luluh dan tinggal bersama pendeta tua itu. Tak lama kemudian Jaka memeluk agama Kristen. Sejak usia 18 tahun ia memeluk agama Kristen. Ia selalu rajin dalam beribadah. Dalam ketaatannya, pendeta itu akan mengamanahkan untuk melanjutkan tugasnya sebagai pendeta kepada Jaka. Namun, penawaran itu ditolaknya. Karena hati Jaka kembali tidak tenang. Rasa gundah, gelisah yang dialaminya sering menyerang ke dalam otak dan jiwa Jaka. Gejolak itu dua kali lipat dari gejolak yang pernah ia alami waktu ia masih memeluk agama Hindu. Berkekuatan besar ibarat gempa bumi dan tsunami yang akan menghancurkan dan mempora-porandakan wilayah Aceh dan Sumut.

Saat usia 25 tahun, ia kembali ditinggalkan seorang pendeta itu untuk selamanya. Meninggal dunia. Seseorang yang pernah ia kenal baik, dan mau menjadi bapak angkatnya sementara waktu itu. Saat itu ia kembali menangis. Seperti ada kehilangan sesuatu yang ada pada dirinya. Ia belum menemukan kesempurnaan dalam hidup. Gejolak hati yang membuat tertekan pada jiwanya seakan timbul seperti kesetanan dengan berteriak dengan suara lantang dan keras. “Aaaaaaa…!” botol aqua yang berserakan ditendang, pohon mangga di pinggir jalan, ia tendang hingga ia tak menyadarinya bahwa buah mangga yang matang dan masih muda berjatuhan secara bergantian. Tak lama kemudian merantaulah Jaka ke sebuah desa untuk mencari pekerjaan untuk bertahan hidup.

Suatu ketika ia bekerja menjadi buruh perkebunan milik sebuah yayasan pondok Islam. Teman kerjanya semuanya beragama Islam. Hanya Jaka yang masih berstatus agama nonmuslim. Namun, ia tak membuatnya minder. Waktu itu, ia mempunyai teman baik yang bernama Ahmad. Usianya juga sepadan dengan Jaka. Bujang. Ahmad dikenal dengan pria yang santun, dermawan. Jaka yang belum mempunyai uang apa-apa, menawarkan untuk tinggal bersama dengannya dalam sebuah rumah mungil di dekat pondok. Ahmad juga seorang perantau dari Sumatra. “Jaka, rumah ini kecil, sederhana, tapi cukup untuk bertahan hidup untuk beberapa tahun.” “Jika kita mempunyai rizqi dari Allah, mari kita renovasi rumah ini.” “Bagaimana jaka?” “Iya Ahmad.” Kamu adalah sohibku yang paling baik.” Jawaban Jaka yang penuh bahagia.

Page 33: Kumpulan Cerpen

Persahabatan mereka seperti kepompong. Suka dan duka mereka lewati. Saat adzan berkumandang Ahmad selalu berjamaah di masjid dekat pondok itu. Setelah sholat, Ahmad selalu menyempatkan untuk membaca Alquran walaupun sebentar. Jaka mendengar lantunan Ahmad yang membacakan Alquran dengan suara yang indah. Kini hati tentram menyelimuti Jaka. “Shodaqallahuladzim.” Ahmad usai membaca Alquran, menciumnya Alquran itu dan dipegangnya dengan kedua tangan lalu, ditempelkan ke dadanya. Tiba-tiba Jaka lari menghampiri Ahmad dengan wajah yang penasaran bercampur dengan emosi diri yang memuncak. Itulah gejolak. Lalu, alquran dari genggaman dada Ahmad diserobotnya dengan penuh paksa. Ahmad sedikit melawan. Namun, perlawanan itu hanyalah sia-sia karena kekuatan Jaka lebih besar dengan perlawanan paksa. Ahmad terjatuh seraya mengucapkan, “Astaghfirullah hal Adzim.” Dapatlah Alquran itu ke tangan Jaka. “Kitab ini membuatku tenang Ahmad!” “ajari aku tentang kitab ini!” dengan luapan gejolak Jaka dan nada yang keras. “Iya Jaka. Aku akan mengajari kamu tapi tidak secara keras seperti ini, mari ikut aku ke pondok yayasan menemui pak Kyai.

Kemudian mereka berdua menemui Pak Kyai. Dengan tuntunan Pak Kyai, Jaka mengucapkan dua kalimat syahadat. Secara resmi, Jaka telah memeluk agama Islam di usia 28. Saat itu, ucapan Jaka ditandai dengan petir dan datangnya hujan. Sebelumnya cuaca begitu cerah dan panas. Pak Kyai dan Ahmad Kagum dengan suasana itu. Pak Kyai mengucapkan kalimat, “Laa Khaulawalaaquwwatabillah.”

Cerpen Karangan: Dimas Maulana Yustiyan

Page 34: Kumpulan Cerpen

TUGAS

BAHASA INDONESIA

“KUMPULAN CERPEN”

Disusun Oleh:

Ani Oktapiani

Kelas IX E

SMP PGRI PANGKALAN

KARAWANG

2013

Page 35: Kumpulan Cerpen

TUGAS

BAHASA INDONESIA

“KUMPULAN CERPEN”

Disusun Oleh:

Siti Nurbaeti

Kelas IX E

SMP PGRI PANGKALAN

KARAWANG

2013

Page 36: Kumpulan Cerpen

TUGAS

BAHASA INDONESIA

“KUMPULAN CERPEN”

Disusun Oleh:

Nurbaeti

Kelas IX E

SMP PGRI PANGKALAN

KARAWANG

2013