kulit memiliki peranan yang sangat penting diantarany menyokong penampilan

Upload: fauzan-azhari

Post on 09-Mar-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kulit

TRANSCRIPT

BAB I

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.1 Kulit

Kulit atau integumen adalah penutup luar tubuh, yang merupakan organ tubuh yang terletak paling luar yang membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Selain itu kulit juga meruoakan organ terberat dan terluas, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya mencapai 1,5-1,7m2 dengan ketebalan rata-rata 1-2mm. kulit terdiri atas tiga lapisan pokok yaitu, epidermis, dermis, dan jaringan subkutis1,2,3,4.Gambar 1. Lapisan-lapisan pada kulit terdiri atas, epidermis, dermis, yang disebut lapisan kutis dan subkutis. Dikutip dari: http://www.quai.com/pages/ddnohue/page7 1.2LukaLuka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang menyebabkan terganggunya kontinuitas suatu jaringan, sehingga terjadi pemisahan struktur jaringan yang semula normal2,5,6. Cedera bisa tampak dari luar tapi tidak berat akan tetapi cedera lebih dalam dan lebih fatal bisa saja tidak terlihat dari luar atau meninggalkan jejak kekerasan. Definisi termasuk luka terbakar atau luka panas, akibat listrik, segala laserasi dan memar pada jaringan atau organ dalam dan segala efek oleh bahan korosif terhadap tubuh. Kata trauma secara umum diartikan sebagai kerusakan pada jaringan hidup. Kata ini juga berlaku juga pada stress emosi dan mental. Kata cedera menunjukkan segala bahaya baik yang dilakukan secara illegal oleh orang lain, pada tubuh, pikiran, reputasi atau barang7. 1.3Luka Antemortem dan Luka Postmortem Pada kasus kematian karena kekerasan fisik, selalu ada poin utama untuk diketahui, apakah cedera muncul sebelum mati (intravitam/antemortem) atau setelah mati (post-mortem). Poin-poin utama yang perlu ditentukan antemortem/postmortem adalah (Tabel 1):71. Perdarahan (di luar atau di dalam jaringan)2. Kontraksi tepi luka

3. Tanda-tanda inflamasi dan penyembuhan luka1. Perdarahan7Perdarahan yang timbul pada saat hidup bisa banyak atau banyak sekali kecuali pada korban yang meninggal segera dari cedera fatal dan syok. Darah yang keluar dipaksa masuk ke dalam jaringan di sekitar luka dan ditemukan masuk ke dalam jaringan sel dan otot. Akibatnya, terdapat bekas pada tepi luka dan jaringan yang berada di sebelahnya. Pada luka yang muncul setelah kematian, walaupun tubuh masih hangat, hal-hal ini jarang terjadi. Selain itu, jumlah kehilangan darah dapat membantu dalam menentukan luka berasal saat antemortem atau postmortem. Penanda lain yang dapat membantu adalah pemeriksaan bekuan darah. Pada saat itu juga. Perdarahan antemortem menyebabkan koagulasi, ketika darah berpisah dari plasma. Bekuan darah dapat diambil secara keseluruhan dari titik dan daerah yang biasanya banyak mengandung jaringan fibrosa sehubungan dengan prosesnya membentuk formasi bekuan darah. Pada luka posmortem maka tidak ditemukan perubahan pada luka, jadi ketika dilakukan pengambilan jaringan luka maka tidak aka nada tanda atau jejak jaringan fibrosa. Selanjutnya, darah yang telah keluar selama hidup dapat dipisahkan karena adanya koagulasi, tapi darah yang keluar setelah mati akan mudah hancur kedalam bentuk serbuk ketika sudah kering.

Bekuan darah normalnya muncul dalam 5-10 menit; sehingga bekuan darah ini akan ditemukan pada luka dan pada jaringan sekitarnya. Namun, perdarahan pada rongga pleura karena defibrinasi yang cepat karena adanya pergerakan paru biasanya tidak menunjukkan bekuan. Masih ada beberapa kontroversi mengenai kondisi yang mengawali proses ketidakstabilan darah setelah mati.

Tanda adanya semburan darah adalah faktor lain yang penting dalam menedukung suatu proses antemortem. Semburan ini bisa terlihat pada tubuh, pakaian, dan sekitarnya. Penelitian Christison menyimpulkan bahwa pada tubuh yang telah mati yang diberikan pukulan yang keras tidak akan menyebabkan ekimosis dan perubahan kulit yang bermakna dibandingkan dengan pukulan yang hanya ringan pada orang hidup.2. Kontraksi pada tepi lukaKontraksi Iuka adalah suatu proses dimana terjadinya penyempitan ukuran Iuka dari kehilangan jaringan. Semua Iuka akan mengalami kontraksi. Untuk Iuka yang tidak dilakukan intervensi bedah maka area yang mengalami Iuka akan berkurang luasnya lewat aksi ini. Kontraksi Iuka dimulai pada hari ke 4-5 setelah adanya cedera dan akan terns aktif sampai kira-kira dua minggu. Kontraksi Iuka terlihat paling jelas pada Iuka terbuka karena tepi lukanya mendekatkan diri satu sama lain. Kecepatan kontraksi Iuka bervariasi tergantung lokasi Iuka tetapi reratanya mencapai 0,6-0,7mm per harinya. Miofibroblas telah didalilkan sebagai sel utama yang bertanggungjawab terhadap proses kontraksi ini. Dominasi miofibroblas pada pinggir Iuka menjadi karakteristik terhadap terjadinya kontraksi Iuka. Sel yang mengandung alpha-smooth muscle actin pada bundel otot yang tebal, disebut stress fibers, dimana stress fibers inilah yang memberikan kemampuan kontraktil pada miofibroblas. Miofibroblas muncul pada hari ke 4-6 setelah Iuka dan biasanya terlihat pada Iuka selama 2-3 minggu berikutnya. Setelah 4 minggu sel ini akan mengalami apoptosis. Walaupun sel-sel miofibroblas di pinggir Iuka ini bertindak sebagai "motor" dalam kontraksi Iuka, tetapi pada beberapa studi terakhir diketahui bahwa sel-sel fibroblast di tengah daerah Iuka mungkin memiliki pengaruh yang lebih penting dalam kontraksi Iuka8,9,10.Selama hidup, kulit yang sehat akan mudah tertarik dan begitu juga otot masih memiliki tekanan. Sehingga kedua hal ini memungkinkan nantinya luka akan menyatu. Tapi elastisitas kulit ini tidak akan berhenti begitu saja sesaat setelah mati dan juga otot masih memiliki tekanannya sesaat setelah mati. Karena itu, luka pada kulit yang timbul sebelum atau sesaat setelah mati masih dapat berkontraksi, walaupun derajat penyatuannya nantinya kan bervariasi dan tergantung dari pengalaman dokter menilainya7.3. Tanda-tanda inflamasi dan penyembuhan luka

Terdapat tanda-tanda reaksi yang vital yang muncul setelah timbul luka dan hal ini akan berhubungan dengan ketahanan seseorang individu. Jika daerah disekitar luka menunjukkan pembengkakan, ektravasasi kelenjar getah bening, darah, adesi pinggir luka, dsb hal ini menunjukkan bahwa luka timbul selama hidup tapi dapat menunjukkan juga waktu timbulnya luka. Jika luka telah terinfeksi, pus mungkin dapat terlihat setelah lebih kurang 36 jam. Ketika infeksi sudah muncul, maka penyembuhan dapat terlambat dan hal ini akan menyulitkan dan mengurangi akurasi untuk penentuan usia luka7.Tabel 1. Perbedaan Gambaran Luka Antemortem dan Postmortem7Gambaran AntemortemPostmortem

PerdarahanUmumnya banyak, terdapat tanda-tanda arteri menyemburSecara perbandingan, lebih sedikit bahkan mungkin tidak ada

Tepi lukaBengkak, kontraksi, kecuali yang terdapat pada leher dan skrotumTidak bengkak dan tidak kontraksi tapi apposed satu sama lain kecuali yang muncul beberapa jam setelah kematian (karena otot masih dapat berkontraksi)

Darah yang keluarDarah akan secara ekstensif masuk ke dalam dan sekitar luka, meninggalkan noda darah dan tidak akan hilang bila dicuci.tidak ada peresapan darah ke jaringan, tidak ada noda darah pada jaringan yang luka. Jika ada, akan mudah hilang dengan pencucian

Bekuan darahbekuan darah terlihat di dalam dan sekitar jaringan yang luka. Bekuan berlapis -lapis dan lengket pada endothelium.

Bekuan elastis dan kukuh. Ketika dikeluarkan dari pembuluh darah, bekuan akan keluar seperti ekor kuda karena keelastisannya.

Permukaannya akan memperlihatkan garis-garis Zahn (garis yang terbentuk dari lapisan-lapisan noda yang yang diagregasi oleh platelet dan anyaman fibrin dan lapisan gelap dari eritrosit).

Secara mikroskopis : terdiri atas benang fibrin, platelet-platele dan eritrosit.

Darah biasanya tidak membeku. Bekuan darah, jika ditemukan, tidak elastic dan menempel secara lemah pada endothelium.

Bekuan lunak dan rapuh. Ketika ditarik, akan lepas karena tidak elastis.

Permukaan tampak berwarna kuning karena adanya pemisahan plasma dan leukosit menutupi eritrosit karena sedimentasi setelah kematian.

Rata-rata terdiri dari benang fibrin dan eritrosit.

Reaksi utamaTampak tanda-tanda inflamasi dan perbaikan, tergantung usia luka/cedera (memar memperlihatkan perubahan warna)Tidak ada tanda-tanda inflamasi dan perbaikan (memar postmortem tidak memperlihatkan perubahan warna).

MikroskopisPerpindahan leukosit dapat dilihat pada sekitar jaringan sesuai usia luka (netrofil mendominasi pada 6-24 jam pertama)Pembuluh darah penuh dengan bekuan postmortem tanpa menunjukkan sel lain diluar dinding pembuluh darah.

Histokimia enzimAdenosin trifosfat (paling cepat 1 jam)

Aminopeptidase (sekitar 2 jam)

Asam fosfat (sekitar 4 jam)

Alkalin fosfat (sekitar 8 jam)Tidak ada aktifitas enzim

Biokimia lukaPuncak nilai serotonin (dalam 10 menit)

Puncak nilai histamine bebas )dalam 20-30 menit)Tidak ada

Keadaan luka pada jenazah yang membusuk dan jenazah berasal dari air butuh pemeriksaan yang hati-hati. Pada jenazah yang membusuk, terdapat perubahan warna dan perubahan lainnya. Luka harus dieksplorasi untuk mengumpulkan bukti adanya infiltrasi darah ke dalam jaringan yang biasanya tetap ada. Untuk jenazah yang berasal dari air, luka (walaupun muncul saat hidup), akan menjadi pucat dan kehilangan reaksi utama inflamasi karena darah secara bertahap akan larut keluar luka oleh air seiring waktu, dan area tersebut akan tampak tidak berdarah, membuat sulit untuk membedakan berdasarkan tampilan permukaan. Faktor-faktor yang bisa membantu membedakan luka antemortem dan postmortem pada keadaan tersebut adalah :

(i) Perdarahan sekitar garis luka

(ii) Lokasi, bentuk dan pola luka/cedera

(iii) Penyesuaian/tidak sesuai berdasarkan temuan autopsi, penemuan bukti TKP lainnya.1.4Penyembuhan LukaPenyembuhan Iuka adalah proses respon perbaikan alami terhadap cedera jaringan yang terjadi pada jaringan yang rusak dan merupakan suatu proses yang dinamis, interaktif, dan tumpangtindih yang melibatkan mediator-mediator, sel darah, matriks ekstraseluler, dan parenkim sel6,11,12.Proses penyembuhan Iuka ini dipisahkan dalam tiga fase; (1) hemostasis dan inflamasi, (2) proliferasi, (3) maturasi (penyudahan) dan remodelling (perupaan kembali jaringan)8,9.1. Hemostasis dan InflamasiSemua jenis trauma yang menyebabkan cedera pada vaskuler termasuk Iuka terbuka, maka akan menginisiasi respon seluler untuk memulai proses hemostasis. Proses penyembuhan tidak dapat berlanjut sebelum hemostasis dapat dicapai. Kontribusi utama hemostasis dalam penyembuhan Iuka adalah vasokonstriksi, agregasi platelet, dan deposisi fibrin yang merupakan hasil dari kaskade koagulasi. Hasil akhir dari proses ini adalah terbentuknya formasi bekuan darah yang terbentuk dari jaring-iaring fibrin dan agregasi platelet. Formasi bekuan darah tersebut berfungsi untuk menghindari terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit dari daerah yang mengalami Iuka dan juga sebagai pembatas terhadap kontaminasi lingkungan luar terhadap daerah Iuka. Sementara itu tetjadi reaksi inflamasi. Reaksi ini ditandai dengan eritem, edem, nyeri, dan panas. Fungsi utama dalam tahap ini adalah untuk membawa sel-sel inflamasi ke daerah yang mengalami Iuka. Beberapa aktifitas selulernya adalah sebagai berikut; sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi radang menjadi jelas. Aktivitas seluler lainnya adalah diapedesis yaitu pergerakan leukosit menembus dinding menuju lokasi Iuka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencema bakteri dan kotoran Iuka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul juga ikut menghancurkan dan memakan kotoran Iuka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen barn sedikit dan Iuka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah. Fase hemostasis dan inflamasi ini berlangsung sejak terjadinya Iuka sampai kira-kira hari kelima6,9.2.ProliferasiFase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fibroblas berasal dari seI mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen yang akan mempertautkan tepi Iuka. Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada Iuka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblas, menyebabkan tarikan pada tepi Iuka. Pada akhir fase ini, kekuatan regangan Iuka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antarmolekul. Pada fase ini juga terbentuk jaringan granulasi yaitu jaringan berbenjol halus dan berwama kemerahan yang terbentuk dari fibroblas, kolagen, dan sel radang yan memenuhi Iuka. Epitel tepi Iuka yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasamya dan berpindah mengisi permukaan Iuka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel barn yang terbentuk dari proses mitosis. Proses ini terhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan Iuka. Dengan tertutupnya permukaan Iuka, proses fibroblasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga6.3. Maturasi (Penyudahan) dan RemodellingFase ini mulai mendominasi pada aktivitas penyembuhan Iuka kira- kira pada hari ke 21 setelah terjadi Iuka. Pada fase ini, tingkat sintesis kolagen berkurang bersamaan dengan laju penghancuran kolagen, terjadi proses penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan dan akhirnya penutupan kembali jaringan yang terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh bernsaha menormalkan kembali semua yang meniadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda meniadi matang, kapiler barn menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengernt sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerntan maksimal pada Iuka. Walaupun tampaknya fase ini tidak serumit fase lain dalam proses penyembuhan Iuka, fase ini berperan penting dalam pembentukan Iuka yang kuat. Kekuatan Iuka 1 minggu setelah cedera adalah sekitar 3% dari kekuatan kulit normal. Setelah 3 minggu, ketika fase ini dimulai kekuatan Iuka mencapai 20% dari kekuatan kulit normal. Pada 3 bulan setelah cedera kekuatan kulit yang Iuka telah mencapai 80% dari kekuatan kulit normal dan hal ini mernpakan hasil dan kontribusi dari fase penyudahan dan remodelling. Fase ini akan terns berlanjut hingga 12 bulan setelah Iuka walaupun jaringan parut yang terbentuk tidak penah mencapai kekuatan maksimal seperti kekuatan kulit normal 6,9.Gambar 2. Fase Penyembuhan luka (a) Cedera. (b) Koagulasi. (c) Inflamasi Awai. (d) Inflamasi Akhir. (e) Proliferasi. (f) Remodelling. Dikutip dari:A ccesion Information: Vol. 5; 21March2003. Cambridge University Press.Pemahaman seputar usia luka dapat memperlihatkan waktu kapan terjadinya luka yang diberikan pelaku kepada korban. Hal ini dapat dinilai dari proses penyembuhan luka. Pada konteksnya, penyembuhan luka bukan merupakan proses yang saling terpisah tapi merupakan suatu proses yang stimultan, dimana prosesnya dapat berlanjut dari hitungan minggu hingga bulan setelah adanya cedera pada jaringan kulit hingga penyatuan kembali jaringan tersebut. Disini akan dijelaskan secara singkat mengenai penyembuhan luka, sebagai suatu proses yang melibatkan regenerasi epitel dan pembentukan formasi jaringan konektif7.1.4.1 Penyembuhan Luka Primer7Salah satu contoh sederhana pada penyembuhan luka adalah penyembuhan dari luka insisi bedah yang steril yang disatukan dengan jahitan dimana kehilangan jaringan minimal dan penyembuhan berlanjut tanpa adanya kontaminasi bakteri yang signifikan. Seperti yang dijelaskan diawal, penyembuhan dimulai sesaat setelah proses inflamasi terjadi. Proses ini memiliki tiga komponen besar: (i) terjadinya perubahan pada pembuluh darah untuk meningkatkan aliran darah (vasodilasi), (ii) perubahan struktural pada pembuluh-pembuluh darah kecil yang mengakibatkan protein plasma meninggalkan sirkulasi, (iii) pergerakan leukosit dari pembuluh darah kecil dan akumulasinya pada fokus luka. Komponen-komponen inilah yang menjelaskan terjadinya Tiga Respon awal yang megikuti suatu cedera atau luka, seperti panas (calor), kemerahan (rubor), dan bengkak (tumor). Berbagai peristiwanya dapat diringkas sebagai berikut dalam Tabel 2:7Luka segarPerdarahan segar mungkin masih ada atau masih mungkin terdapat bekuan darah yang lunak pada lokasi luka. Batas luka bengkak, kemerahan, dan lunak.

Dalam 12-24 jamBatas luka tampak membengkak dan merah. Bekuan darah dan limpa mongering. Secara histologi, ditemukan infiltrasi leukosit yang lumayan banyak. Pergerakan leukosit akan bervariasi tergantung dari stimulus dan juga aktifitas inflamasi di lokasi luka. Pada bentuk inflamasi akut yang umum, neutrofil akan mendominasi pada 6-24 jam pertama dan kemudian diikuti dengan monosit dalam 24-48 jam. Neutrofil memiliki masa hidup yang singkat, dimana akan mengalami apoptosis dalam 24-48 jam setelah keluar dari aliran darah, sedangkan monosit akan bertahan untuk periode yang lebih lama sebagai makrofag jaringan. Studi Fateh A, 1966, infiltrasi PMN terjadi hanya pada 8 jam setelah luka pada kulit.

Dalam 24-48 jamSel epitel dari kedua sisi luka akan bermigrasi dan berproliferasi sepanjang dermis, nantinya akan bertemu pada garis tengah dibawah permukaan kulit dan menghasilkan lapisan tipis epitel. Monosit masih mendominasi pada periode ini.

Dalam 2-3 hariNetrofil secara besar-besaran akan digantikan dengan makrofag dan jaringan granulasi yang menyebar ke daerah yang terluka. (jaringan granulasi adalah jaringan konektif imatur yang kaya vaskuler yang gambarannya bergranul-granul (bulat menonjol)). Serat-serat kolagen mulai mulai tampak jelas dibatas-batas luka. Proliferasi sel epitel tetap berlanjut, menghasilkan lapisan tebal yang menutupi permukaan luka.

Dalam 4-5 hariNeovaskularisasi mencapai puncaknya dalam bentuk jaringan granulasi dan akan mengisi daerah luka. Serat-serat kolagen berlimpah dan mulai membentuk jembatan untuk menyatukan luka

Dalam satu mingguKetebalan epidermis menjadi sediakala dan difirensiasi sel pada permukaan menghasilkan arsitektur epidermis dewasa. Bekas kemerahan pun akan hilang.

1.4.2Penyembuhan Luka Sekunder7Ketika kehilangan sel maupun jaringan terjadi secara luas, misalnya pada ulkus, abses, atau luka yang besar, maka proses penyembuhan luka akan semakin kompleks. Pada situasi ini, regenerasi sel parenkim sendiri tidak dapat memperbaiki arsitekturnya kembali seperti sediakala. Hasilnya, akan ada pertumbuhan jaringan granulasi yang berlebihan dari batas luka, diikuti dengan akumulasi dari materi ekstra-kolagen dan pembentukan jaringan parut. Bentuk penyembuhan luka yang seperti ini disebut penyembuhan luka sekunder.Penyembuhan luka sekunder berbeda dari penyembuhan luka secara primer pada beberapa aspek:

Defek jaringan yang luas akan menghasilkan debris jaringan nekrotik, eksudat dan fibrin yang banyak pula yang nantinya harus dibuang. Konsekuensinya, rekasi inflamasi akan menjadi lebih hebat. Jumlah dan ukuran jaringan granulasi yang dibentuk akan banyak dan besar. Defek yang luas akan menambah volume dari jaringan granulasi untuk mengisi rongga pada struktur yang terluka dan akan menginisasi pertumbuhan jaringan epitel yang baru. Volume jaringan granulasi yang besar umunya akan menghasilkan jaringan parut yang bervolume besar juga.

Gambar 3. Klasifikasi Penyembuhan luka (A) Penyembuhan luka primer. (B) Penyembuhan luka sekunder. Dikutip dari: Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de jong, 2011.

DAFTAR PUSTAKA1. Wasiatmadja S. M., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed. Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002;3-82. Koesoemawati H, Huriawati Hartanto, Ivo N. S., Lyana Setiawan, Valleria, Wanny Suparman. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 2002;29;2416-24283. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. 2000;1-34. Robin, G. B., Tony B. Lecture Notes: Dermatologi Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga. 2005;1-105. Karakata S., Bob B. Bedah Minor. Medan: Hipokrates. 1991;1-206. Wim D.J., R. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2011;67-69

7. Vij, K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology 5th Ed. India: Elsevier. 2011;197-1998. Charles F.B., Dana K.A., Timothy R.B., David L.D., Jhon G.H., Raphael E.P. Schwartzs Manual of Surgery. USA; McGraw Hill. 2006

9. Joan L.M., W. Thomas Lawrence. Clinical in Plastic Surgery. Kansas City: Elsevier Science. 2003;1-12

10. Sabiston, D.C. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC. 200411. Adam J.S., Richard A.F., Clark. Cutaneous Wound Healing. Massachusetts Medical Society. 1999;738-739

12. Prawira J. Gambaran Histopatologi Penyembuhan Luka Bakar Sedang dengan Pemberian Aloe vera secara Topikal pada Tikus. Skripsi, Universitas Andalas, Sumatera Barat. 2001;9-111