penampilan ayam pedaging yang diberi probiotik …
TRANSCRIPT
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
1
PENAMPILAN AYAM PEDAGING YANG DIBERI PROBIOTIK (EM-4)
SEBAGAI PENGGANTI ANTIBIOTIK
Muhammad Syarif Djaya*, M. Ilmi Hidayat*
*Staf Pengajar Fakultas Pertanian Unversitas Islam Kalimantan Banjarmasin
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan ayam pedaging yang diberi
probiotik (EM-4) sebagai pengganti antibiotik. Percobaan ini menggunakan rancangan
lingkungan rancangan acak lengkap (Completely Randomized Design), dengan tiga perlakuan
dan lima kali ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik EM4 memberikan
peningkatan terhadap pertambahan berat badan dan memperbaiki tingkat efisiensi pakan.
Pertambahan berat badan dan konversi ransum lebih baik pada ayam broiler dengan
menggunakan probiotik 1 cc/liter air dibanding menggunakan sulfamix.
Kata Kunci : EM-4, broiler, konsumsi ransum, pertambahan berat badan, konversi ransum
THE APPEARANCE BROILER GIVEN PROBIOTICS (EM-4) INSTEAD OF
ANTIBIOTICS
This study aims to determine the performance of broilers fed probiotics (EM-4) as a
substitute for antibiotics. This experiment used a completely randomized design (Completely
Randomized Design), with three treatments and five replications.
The results showed that administration of the probiotic EM4 gives increased weight gain and
improve feed efficiency. Weight gain and better feed conversion in broilers by using
probiotics 1 cc / liter of water than using sulfamix.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
2
PENDAHULUAN
Meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan produk peternakan
menyebabkan penggunaan obat-obatan
untuk pencegahan dan
perawatan/perlakuan terhadap penyakit
ternak menjadi semakin penting agar
daging, telur, dan susu dapat diproduksi
secara efisien. Namun, hal ini
menyebabkan sebagian masyarakat di
Indonesia menolak membeli produk
peternakan yang diketahuinya
menggunakan antibiotik atau bahan kimia
dalam proses produksinya. Pemanfaatan
antibiotik pada level sub-terapi atau karena
kurang memperhatikan aturan
penggunaannya telah terbukti
mengakibatkan adanya residu antibiotik
dalam produk peternakan dan
berkembangnya mikroba yang resisten
dalam tubuh ternak maupun tubuh manusia
yang mengkonsumsinya (Jin et al., 1997;
Lee et al., 2001). Untuk mempertahankan
efisiensi produksi ayam pedaging disatu
sisi dan menyediakan produk peternakan
yang aman untuk dikonsumsi, perlu
diusahakan alternatif penggunaan
antibiotik atau obat-obatan dalam industri
peternakan.
Saat ini telah beredar produk
probiotik yang mengandung mikroba
lipolitik, selulolitik, lignolitik, dan mikroba
asam lambung. Beberapa penelitian pada
broiler menunjukkan bahwa penambahan
probiotik dalam ransum dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan,
menurunkan konversi pakan dan
mortalitas. Kim et al. (1988), misalnya,
menunjukkan bahwa penambahan
probiotik yang terdiri atas Lactobacillus
sporegenes ke dalam pakan broiler yang
mengandung jagung yang agak berjamur
meningkatkan pertambahan bobot badan.
Penelitian yang dilakukan oleh
Wiryawan (unpublished) menunjukkan
bahwa suplementasi probiotik Yeast Sac
(Saccharomyces cerevisiae) pada pakan
broiler yang bahan utamanya gandum
menyebabkan peningkatan bobot badan
sebanyak 38.7% pada umur 21 hari dan
18% pada umur 42 hari jika dibandingkan
dengan kontrol. Namun, beberapa
penelitian lain gagal membuktikan
keuntungan pemanfaatan probiotik pada
pakan broiler. Variasi yang ditimbulkan
akibat pemberian probiotik pada broiler
kemungkinan berhubungan dengan
perbedaan strain bakteri atau mikroba yang
diberikan dan konsentrasi mikrobanya.
Berdasarkan uraian di atas, maka
penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi apakah pemberian probiotik
(EM-4) dapat memperbaiki performan
ayam pedaging; b) apakah probiotik ini
dapat menggantikan antibiotik dalam
industri ayam pedaging; dan c) apakah
peningkatan dosis probiotik menimbulkan
respon yang lebih baik.
Salah satu upaya dalam mengatasi
masalah ini adalah dengan memanfaatkan
produk probiotik.Produk probiotik yang
mengandung mikroba lipolitik, selulolitik,
lignolitik, dan mikroba asam lambung.
Beberapa penelitian pada broiler
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
3
menunjukkan bahwa penambahan
probiotik dalam ransum dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan,
menurunkan konversi pakan dan mortalitas
sekaligus dapat menggantikan peran
antibiotik dalam membantu pertumbuhan
ternak unggas (ayam pedaging).
Menurut Fuller (1989) yang
disitasi oleh Ramia (2000) probiotik
merupakan pakan tambahan dalam
bentuk mikroba hidup yang dapat
memberikan pengaruh menguntungkan
bagi ternak inang dengan meningkatkan
keseimbangan populasi mikroba dalam
saluran pencernaan ternak. Menurut
Aryogi et al. (1999) probiotik
merupakan kumpulan hasil seleksi
mikrobia proteolytic, lignolytic,
cellulolytic, dan lipolytic yang mampu
menguraikan senyawa organik komplek
dalam suatu bahan pakan menjadi senyawa
organik sederhana yang lebih mudah
diserap oleh alat-alat pencernaan ternak.
Probiotik tergolong dalam makanan
fungsional dimana bahan makanan ini
mengandung komponen-komponen yang
dapat meningkatkan kesehatan ternak
dengan cara memanipulasi komposisi
bakteri yang ada dalam saluran
pencernaan ternak. Probiotik merupakan
mikroorganisme yang dapat
meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi
pakan ternak tanpa mengakibatkan
terjadinya proses penyerapan komponen
probiotik dalam tubuh ternak, sehingga
tidak terdapat residu dan tidak terjadi
mutasi pada ternak (Samadi, 2007).
Manfaat probiotik sebagai bahan
aktif ditunjukkan dengan meningkatkan
ketersediaan lemak dan protein bagi
ternak, disamping itu probiotik juga
meningkatkan kandungan vitamin B
kompleks melalui fermentasi makanan
(Samadi, 2007).
METODE PENELITIAN
Ayam yang digunakan adalah ayam
broiler strain CP 707 umur satu minggu
dengan berat badan homogen dan tidak
membedakan jenis kelamin. Ayam
diperoleh dari Poultry Shop setempat.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah
kandang sistem battery colony yang terbuat
dari kawat dan bilah-bilah bambu. Tiap
petak kandang berukuran panjang 1 m,
lebar 0,80 m, dan tinggi 0,50 m. Tiap petak
kandang dilengkapi dengan tempat pakan
dan air minum.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang diberikan adalah
ransum komersial yng umum beredar di
pasaran dengan kandungan protein dan
energi yang sama untuk kesemua
perlakuan. Ransum diberikan ad libitum
sepanjang periode penelitian.
Air minum yang diberikan
bersumber dari PAM setempat. Pemberian
air minum secara ad libitum.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
4
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan
lima kali ulangan. Tiap ulangan (unit
percobaan) menggunakan empat ekor ayam
broiler umur satu minggu dengan berat
badan homogen. Ketiga perlakuan yang
dicobakan, yaitu ayam yang diberi ransum
komersial dengan penambahan antibiotik
Sulfamix (T1), ayam yang diberi ransum
komersial dan 1 cc probiotik/1 liter air
minum (T2), dan ayam yang diberi ransum
komersial dan 2 cc probiotik/1 liter air
minum yang diberikan (T3).
Model umum rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Yij = µ + αi + εij, dimana;
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan
ke-i dan ulangan ke-j
= Nilai tengah umum
i = Pengaruh perlakuan ke-i
ij = kesalahan percobaan (galat)
pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Variabel yang diamati untuk
menggambarkan penampilan ayam
pedaging antara lain:
a. Konsumsi Ransum
b. Pertambahan Berat Badan
c. Konversi Ransum
Data yang diperoleh pada setiap
pengamatan yang meliputi konsumsi
ransum, berat badan, dan konversi ransum
diuji kehomogenannya dengan uji Bartlet,
bila data tersebut homogen dilanjutkan
dengan analisis ragam. Apabila hasil
analisis ragam menunjukkan pengaruh
yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan
untuk mengetahui perbedaan antara
perlakuan terhadap variabel pengamatan
serta mengamati kondisi kesehatan ternak
secara fisik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Ransum
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perlakuan tanpa penggunaan
antibiotik pada T1 dan penggunaan
probiotik pada T2 dan T3, berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan.
Pemberian probiotik 1 cc/liter air (T2) dan
2 cc/liter air (T3) tidak berbeda satu sama
lain, tetapi kedua perlakuan ini berbeda
nyata dengan yang menggunakan antibiotik
(T1). Rata-rata konsumsi ransum pada
setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Ransum
Ayam Pedaging Masing-masing
Perlakuan
Perlakuan Rata-rata (g/ekor)
T1
T2
T3
1808,89a
1939,48b
1950,75b
Adanya pengaruh yang berbeda
nyata ini disebabkan karena ayam yang
diberi probiotik memiliki napsu makan
yang tinggi sehingga jumlah ransum yang
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
5
dikansumsi pun relatif tinggi dibanding
tanpa menggunakan probiotik . Walaupun
dalam hal ini, kandungan energi dan
protein ransum sama satu sama lain.
Pemberian EM4 pada pakan dan air
minun ternak akan meningkatkan nafsu
makan ternak karena aroma asam manis
yang ditimbulkan. EM4 peternakan tidak
mengandung bahan kimiawi, sehingga
aman bagi ternak (Anonimus,1998)
Pemberian probiotik menyebabkan
peningkatan konsumsi pakan sebanyak
7,84% lebih tinggi dari T1 dan diduga
perbedaan ini akan menjadi signifikan jika
jumlah ayam (sampel) yang digunakan
ditingkatkan dan ransum yang digunakan
bukan ransum komersial, sesuai dengan
pendapat Soeharsono (2002) yang
menyatakan bahwa pemberian EM4 dapat
meningkatkan konsumsi pakan pada
ternak.
Pertambahan Berat Badan
Penggunaan probiotik EM4
memberikan kontribusi terhadap
pertambahan berat badan ayam pedaging.
Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis
ragam bahwa penggunaan probiotik
berpengaruh nyata terhadap pertambahan
berat badan ayam. Rata-rata konsumsi
ransum pada setiap perlakuan disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Pertambahan Berat
Badan Ayam Pedaging Masing-
masing Perlakuan
Perlakuan Rata-rata (g/ekor)
T1
T2
T3
1205,84a
1409,64b
1304,02c
Ayam yang diberi probiotik (T2
dan T3) memiliki pertambahan berat badan
16,13 % lebih tinggi dari pada ayam yang
tidak diberi probiotik (T1). Perbedaan
pertambahan bobot badan ini erat
kaitannya dengan lebih tingginya konsumsi
pakan dan kemungkinan karena
peningkatan daya cerna zat gizi akibat
pemberian probiotik. Mikroba lipolitik,
selulolitik, lignolitik, dan mikroba asam
lambung yang terkandung dalam probiotik
diduga telah berperan aktif dalam
meningkatkan kecernaan zat gizi.
Nahashon et al. (1994) menunjukkan
bahwa suplementasi kultur Lactobacillus
pada pakan yang terdiri atas jagung,
bungkil kedelai dan gandum meningkatkan
konsumsi pakan, retensi lemak, protein,
kalsium, cuprum, dan mangan pada ayam
petelur. Peningkatan pertambahan bobot
badan kemungkinan juga disebabkan
karena probiotik yang diberikan dapat
mempertahankan keseimbangan ekosistem
dalam usus seperti yang dilaporkan oleh
Nisbet et al. (1993) dan Corrier et al.
(1994).
Peningkatan dosis pemberian
probiotik dari 1 cc menjadi 2 cc per liter air
minum ternyata berpengaruh (P<0.05)
terhadap pertambahan bobot badan ayam.
Terjadi penurunan berat badan dengan
menaikkan dosis probiotik dari 1 cc
menjadi 2 cc, hal ini diakibatkan karena
dosis probiotik lebih dari 1 cc/liter air
menjadi tidak efektif lagi perannya dalam
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
6
mencerna zat gizi ransum dalam tubuh.
Nampaknya ada batas-batas optimal pada
ayam dalam toleransinya terhadap populasi
mikroba dalam saluran pencernaannya.
Konversi Ransum
Konversi pakan diperlukan untuk
menggambarkan sejauh mana efektivitas
biologis pemanfaatan zat gizi dalam pakan.
Semakin kecil jumlah pakan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan
bobot badan ayam, berarti semakin efisien
pemberian pakan tersebut. Rata-rata
konsumsi ransum pada setiap perlakuan
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Pertambahan Berat
Badan Ayam Pedaging Masing-
masing Perlakuan
Perlakuan Rata-rata
T1
T2
T3
1,50a
1,38c
1,50a
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa pemberian probiotik 2 cc/liter air
(T3) tidak berbeda dengan tanpa pemberian
probiotik (T3), tetapi kedua perlakuan ini
berbeda nyata dengan pemberian probiotik
EM4 1 cc/liter air (T2). Efisien pakan yang
lebih baik pada pemberian probiotik (T2) 1
cc/liter air ini merupakan indikasi bahwa
pemberian probiotik EM-4 pada peternakan
ayam dalam skala besar akan memberikan
sumbangan yang cukup berarti bagi
peningkatan keuntungan.
Secara umum kondisi kesehatan
ayam pada semua perlakuan baik,
walaupun ada kematian selama penelitian,
tetapi hal ini diyakini itu tidak merupakan
akibat dari perbedaan perlakuan.
Pemberian probiotik EM4
memberikan peningkatan terhadap
pertambahan berat badan dan memperbaiki
tingkat efisiensi pakan. Pertambahan berat
badan dan konversi ransum lebih baik
dengan menggunakan probiotik 1 cc/liter
air dibanding menggunakan sulfamix.
Agar hasil yang diperoleh lebih
meyakinkan, diperlukan penelitian lanjutan
dengan menggunakan sampel yang lebih
besar, tidak menggunakan ransum
komersial, dan dilakukan di tingkat
peternak yang tingkat higienis
pemeliharaannya lebih rendah jika
dibandingkan dengan kondisi di
Laboratorium Terapan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R.,1985. Kemajuan Mutakhir
Ilmu Makanan Ternak Unggas.
Cetakan Pertama. Penerbit
Universitas Indonesia.
Jin, L.Z., Ho,Y.W., Abdullah, N. and
Jalaludin, S. 1997. Probiotics in
poultry Modes of Action. World’s
Poultry Science Journal 53: 351 –
368. 10
Kim, C.J., Namkung, H.An.M.S. and paik,
L.K. 1988. Suplementation of
probiotics to the broiler diets
containing moldy corn. Korean
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
7
Journal of Animal Science 30 : 542-
548.
Soeharsono, H.,2002. Probiotik. Alternatif
Pengganti Antibiotik dalam Bidang
Peternakan. Labolaturium Fisiologi
dan Biokimia. Fakultas Peternakan,
Universitas Padjadjaran.
Rabbani, B. dan H. Susanto, 1997.
Fermentasi, Biotelnologi Alternatif
Meningkatkan Mutu Pakan. Poultry
Indonesia, Jakarta : Edisi Bulan
Februari No. 204 Tahun 1997.
Rahman, I.N., 1999. Penampilan Ayam
Pedaging ISB – 707 diberikan
Tambahan Enzim High Consentrate
dalam Air Minum pada Periode
Awal. Laporan Skripsi Uniska,
Banjarmasin.
Soccol, C.R., Marin, B., Rainbault, M. dan
Sebault, J.M., 1994. Breeding of
Rhizopus in Row Cassava by Solid
State Fermentation. Dalam Agricola
Article AppiMicrobial-Biotech. New
York : Springer International.
Supriyono, 1993. Beternak Jasad Renik.
Majalah ayam dan telur. No 84:39-
41.
Soeharsono, H.,2002. Probiotik. Alternatif
Pengganti Antibiotik dalam Bidang Peternakan. Labolaturium Fisiologi dan Biokimia. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
8
PENGARUH VARIASI HEATING RATE PROSES PIROLISIS
TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET CHAR MSW
TERSELEKSI
CAMPURAN DAUN PISANG DAN BAMBU
Sigit Mujiarto* , Teguh Suprianto* dan Murdjani
*
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Banjarmasin
Jl. Brigjen H. Hasan Basry Banjarmasin 70123
ABSTRAK
Daun pisang dan bambu merupakan biomassa yang limbahnya termasuk sampah kota atau
MSW (municipal solid waste ), yang mempunyai energi density rendah. Limbah daun pisang
mempunyai potensi sebagai bahan baku untuk bahan bakar. Untuk menghasilkan energi
densitas tinggi digunakan proses pirolisis dan dilanjutkan dengan proses densifikasi atau
pembriketan untuk membentuk sebuah briket char (arang) campuran daun pisang dan bambu.
Dalam penelitian ini, akan dipaparkan pengaruh variasi heating rate (laju pemanasan) proses
slow pyrolisis (pirolisis lambat) terhadap karakteristik pembakaran briket char campuran daun
pisangdan bambu. Heating rate pada sampel 20 gram proses pirolisis divariasikan 5º C /
menit, 10 º C / menit dan 20
º C / menit, dengan temperatur akhir 400 ºC dan holding time 30
menit. Char yang terbentuk kemudian dipadatkan dengan proses densifikasi menjadi briket
char daun pisang yang dilakukan secara hidrolik pada tekanan 250 kg/cm2 yang diholding
selama 5 menit dan dikeringkan pada temperatur 105 º C selama 20 menit. Sampel briket
char daun pisang ± 3 gram ditempatkan dalam tungku dengan laju pemanasan 20 ºC/menit
sampai tidak terjadi perubahan massa. Analisis thermogravimetri dilakukan untuk mengetahui
karakteristik pembakaran briket char daun pisang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh heating rate proses slow pyrolisis untuk
pembakaran briket char daun pisang memiliki nilai kalor yang minimun pada Heating rate 10
ºC/menit. Harga karakteristik pembakaran ITVM (Volatile Metter Fixed Carbon Initiation
Temperature) menunjukkan keterkaitan dengan heating rate, dimana semakin lambat heating
rate maka harga ITFC semakin kecil. Untuk karakteristik pembakaran yang lain, yaitu ITFC
(Fixed Carbon Initiation Temperature), PT (Peak Temperature) dan BT (Burning
Temperature) menunjukkan keterkaitan dengan heating rate dengan sifat optimum di Heating
Rate 10 oC/menit. Harga Energi Aktivasi minimum pada Heating rate 10
ºC/menit.
Kata kunci : Daun pisang, bambu , char, briket, heating rate, thermogravimetry.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
9
PENDAHULUAN
Pohon pisang dan bambu sangat
banyak dijumpai di Indonesia, daun
pisang dan bambu dapat dikatagorikan
sebagai salah satu biomassa yang selama
ini pengolahan limbah pasca
penggunaannya belum dipikirkan dengan
baik. Hal ini terlihat bahwa salah satu
jenis sampah organik yang belum terolah
secara maksimal di tempat pembuangan
akhir (TPA) adalah sampah daun pisang,
sehingga perlu dipikirkan mengenai
pengolahan pasca penggunaannya.
Proses pirolisis merupakan salah satu
alternatif pengolahan daun pisang dan
bambu yang dipandang cukup prospektif
untuk dikembangkan. Beberapa
keuntungan proses pirolisis yang
menjadikannya sebagai salah satu
alternatif pengolahan biomassa yang
cukup prospektif antara lain memiliki
rasio konversi yang tinggi, produk-
produknya memiliki kandungan energi
yang tinggi, produk-produk yang
dihasilkan dapat ditingkatkan menjadi
bahan dasar keperluan lain.
METODE PENELITIAN
Langkah pertama dalam penelitian ini
adalah pengumpulan dan penyiapan
bahan baku. Bahan baku yang
dikumpulkan adalah sampah daun pisang
dan bambu . Sampel kemudian
dikeringkan sehingga memiliki kadar air
maksimal 10 % dan dihaluskan hingga
lolos ukuran 20 mesh. Selanjutnya bahan
baku diuji secara proximate dan uji nilai
kalor, pengujian meliputi nilai kalor
(heating value) sesuai standar ASTM
2015, kadar air dengan standar pengujian
ASTM D-3173, kadar abu sesuai dengan
standar pengujian ASTM D-3174,
kandungan volatile matter dengan
standard ASTM D-3175 dan kadar fixed
carbon sesuai dengan standar pengujian
ASTM D-3172.
Tahap selanjutnya adalah proses pirolisis
sampel penelitian dengan berat sampel ±
20 gram. Proses pirolisis yang dilakukan
adalah proses slow pyrolisis dengan
kenaikan temperatur pirolisis / heating
rate sebesar 5 0C/menit, 10
0C/menit dan
20 0C/menit dengan temperatur akhir
proses slow pyrolisis 400 0C serta lama
proses penghendelan/holding time 30
menit. Setelah menjalani proses pirolisis,
maka dilakukan uji proximate dan uji
nilai kalor terhadap hasil proses slow
pyrolisis untuk mengetahui sifat-sifat
char yang dihasilkan. Selanjutnya
dilakukan pembuatan briket char daun
pisang dan bambu yang dilakukan secara
hidrolis dengan tekanan kerja 250 kg/cm2
yang diholding selama 5 menit dan
dikeringkan pada temperatur 105 0C
selama 20 menit.
Uji karakteristik pembakaran briket char
daun pisang dan bambu dilakukan dengan
menggunakan metode thermogravimetri,
untuk mengetahui karakteristik bahan
bakar yang diuji meliputi temperatur
pembakaran dimana massa briket mulai
berkurang (volatile matter initiation
temperatur {ITVM}) , temperatur ruang
bakar dimana laju pengurangan massa
meningkat selama proses awal
pembakaran (fixed carbon initiation
temperature {ITFC}), temperatur ruang
bakar yang menghasilkan laju penurunan
massa briket terbesar (peak temperature
{PT}) dan temperatur ruang bakar
dimana massa briket konstan pada akhir
tahap pembakaran (burning
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
10
temperature{BT}). Metode ini dilakukan
dengan cara menaikkan temperatur ruang
bakar dari temperatur kamar secara
bertahap dengan besar kenaikan
temperatur konstan tiap waktu sebesar 20 0C / menit sampai sampel bahan bakar
terbakar habis, pada kondisi aliran udara
0,1m/detik.
Gambar 1. Skematik Peralatan Penelitian
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Proximate dan Nilai Kalor
Tabel I,
Hasil Uji Proximate dan Nilai Kalor
Sampel Uji Proximate Nilai kalor
(kal/gram) Kadar
Air ( %)
Kadar
Abu ( %)
Volatile
Matter (%)
Daun pisang dan bambu 8,735 10,783 76,692 4.095,366
Char daun pisang dan
bambu heating rate
pirolisis 5 0C /menit
5,665 17,835 67,045 5.607,535
Char daun pisang dan
bambu heating rate
pirolisis 10 0C /menit
6,19 19,63 68,505 5.098,899
Char daun pisang dan
bambu heating rate
pirolisis 20 0C /menit
5,18 20,08 70,865 5.372,116
Dalam tabel I, disajikan hasil uji
proximate dan nilai kalor dari bahan baku
(daun pisang dan bambu tanpa perlakuan
pirolisis) dan char hasil pirolisis bambu
dengan variasi heating rate yang
dilakukan. Dari tabel tersebut , tampak
bahwa proses pirolisis menyebabkan
turunnya kadar air dan kadar volatile
matter yang diikuti oleh naiknya kadar
abu. Proses pirolisis juga mengakibatkan
naiknya nilai kalor char yang dihasilkan.
Sementara itu semakin kecil kenaikan
temperatur pirolisis memberikan
kenaikan nilai kalor char kecuali pada
heating rate 10 0C /menit, hal ini diduga
pada heating rate 10 0C /menit yang
mengindikasikan bahwa char yang
terbakar pada proses pirolisis tersebut
paling banyak yang mengakibatkan
turunnya nilai kalor.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
12
Analisa Thermogravimetry Daun Pisang dan Bambu
Gambar 2, Grafik Hasil Analisa Thermogravimetry Briket Daun Pisang dan Bambu
Pada gambar 2, disajikan grafik hasil
analisa thermogravimetri dari briket daun
pisang dan bambu. Dalam gambar
tersebut, tampak pembagian zona
pembakaran atas zona drying,
devolalitisasi dan pembakaran char.
Sesuai dengan teori pembakaran bahan
bakar padat bahwa pembakaran biomassa
dibagi menjadi 3 tahap secara berurutan
(Borman dan Ragland, 1998). Tahap
yang pertama adalah pengeringan yang
ditandai dengan penurunan massa yang
berjalan secara lambat. Tahap kedua
adalah devolatilisasi yang ditandai
dengan penurunan massa yang mulai
meningkat. Tahap ketiga adalah
pembakaran arang yang ditandai dengan
penurunan massa yang sangat cepat. Pada
pembakaran briket bahan baku daun
pisang dan bambu mentah laju penurunan
massa maksimum sebesar 0,14
gram/menit tercapai pada temperatur
272,5 °C (PT). sementara ITVM terjadi
pada temperatur 185,7 °C, ITFC pada
temperatur 365,6 °C dan BT pada 410
°C.
Sesuai dengan uraian tersebut untuk
briket daun pisang dan bambu,
temperatur yang dibutuhkan untuk mulai
terjadi pengurangan massa atau
devolatilisasi adalah sebesar 185,7°C.
Pada temperatur 365,6 °C merupakan
awal proses pembakaran dengan ditandai
laju penurunan massa yang semakin
meningkat. Proses pembakaran terus
meningkat ditandai dengan temperatur
yang naik secara signifikan, hal itu
disebabkan karena api telah menyala
disekitar permukaan briket yang mulai
terbentuk pada temperatur 338,3 °C.
Analisa Thermogravimetry Briket
Char Bambu
Pada gambar 3, disajikan grafik hasil
analisa thermogravimetri dari briket char
daun pisang dan bambu. Dalam gambar
tersebut, pembagian zona pembakaran
atas zona drying, devolalitisasi dan
pembakaran char tidak begitu jelas
dibandingkan dengan pembakaran briket
daun pisang dan bambu, terutama zona
drying dan devolatilisasi. Awal zona
pembakaran char tidak begitu jelas,
0100200300400500600700800900
0
20
40
60
80
100
120
0 200 400 600 800 1000 1200Penurunan massa (%)Laju penurunan massa… Waktu
Karakteristik Pembakaran Briket Daun Pisang dan Bambu
mt/
mo
(%)
dm
/dt
(mg
/s)
Tem
per
atu
r (°
C)
mt/
mo
(%)
dm
/dt
(mg
/s)
Tem
per
atu
r (°
C)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
13
meskipun terdapat lonjakan laju
pembakaran briket. Untuk temperatur
pembakaran briket char tampak bahwa
relatif steady bila dibandingkan dengan
pembakaran briket daun pisang, hal ini
dimungkinkan karena abu hasil
pembakaran tidak begitu banyak
dibandingkan briket daun pisang dan
bambu, dimana abu menyebabkan
perpindahan oksigen ke dalam dan keluar
briket menjadi terhalang.
Kasus Sampel uji Hasil Pirolisis HR (°C/menit)
a RDF bambu 50% - daun pisang
50%
5
b RDF bambu 50% - daun pisang
50%
10
c RDF bambu 50% - daun pisang
50%
20
Ga
Gambar 3, Grafik Hasil Analisa Thermogravimetry Briket Char Daun Pisang dan
Bambu
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
14
Pengaruh heating rate proses pirolisis
terhadap harga ITVM, ITFC, PT dan BT
pada analisa thermogravimetry briket char
daun pisang disajikan dalam tabel 2.
Tabel II, Perbandingan ITVM, ITFC, PT dan BT Pada Analisa Themogravimetry
Pembakaran Briket Char Daun Pisang- Bambu Akibat Variasi Heating Rate Pirolisis
Briket Daun
Pisang dan
Bambu Tanpa
Perlakuan
Briket Char
dengan
Heating Rate
Pirolisis
5 0C/menit
Briket Char
dengan
Heating Rate
Pirolisis
10 0C/menit
Briket Char
dengan
Heating Rate
Pirolisis
20 0C/menit
ITVM ( ºC) 185,7 169,3 201,1 246,5
ITFC ( ºC) 365,6 290,4 428,8 399,5
PT ( ºC) 272,5 231,6 376,1 320
BT ( ºC) 410 479,5 813,3 713,5
Dari tabel II, dapat dilihat bahwa variasi
heating rate selama proses pirolisis
memberikan pengaruh yang cukup
siginifikan pada hasil analisa
thermogravimetry briket char daun pisang
–bambu yang dihasilkan, dimana kenaikan
heating rate akan memberikan pengaruh
pada semakin tingginya harga ITFC.
Untuk harga ITVM, PT dan BT bersifat
optimum pada Heating Rate Pirolisis 10 0C/menit. Dengan semakin rendahnya
ITFC akan mengakibatkan semakin
mudahnya briket tersebut terbakar.
Perbandingan Energi Aktivasi Briket
Char Hasil Pirolisis
Perhitungan energi aktivasi proses
pembakaran briket daun pisang dan briket
char daun pisang yang diteliti didasarkan
dengan menggunakan rumus perhitungan
kinetika reaksi berorde satu atau yang
biasa disebut global kinetic, disajikan
dalam tabel III.
Tabel III, Perbandingan Harga Energi Aktivasi (Ea)
No
Variabel
Ea (kal/mol)
1
Briket Daun Pisang –Bambu Tanpa Pirolisis
47,159
2
Briket Char Daun Pisang dengan heating rate pirolisis 5 ºC
/menit
30,622
3
Briket Char Daun Pisang dengan heating rate pirolisis 10 ºC
/menit
21,809
4
Briket Char Daun Pisang dengan heating rate pirolisis 20 0C/menit
23,825
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
15
Semakin rendah energi aktivasi ( Ea ) briket, maka semakin mudah pula briket tersebut
bereaksi (terbakar).
Dari hasil pengambilan dan pengolahan
data dapat disimpulkan bahwa proses
pirolisis akan menaikkan nilai kalor dari
char yang dihasilkan. Dengan semakin
besarnya heating rate, akan memberikan
pengaruh pada semakin tingginya harga
ITFC akan mengakibatkan semakin
mudahnya briket tersebut terbakar. Namun
demikian pengaruh heating rate terhadap
analisa thermogravimetri pembakaran
briket char daun pisang bersifat optimum,
dimana briket char yang dihasilkan dengan
heating rate 10 ºC /menit memiliki energi
aktivasi pembakaran terendah bila
dibandingkan dengan briket char yang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
ASTM Committee on Standards, 1990,
Standard Method for Chemical
Analysis of Wood Charcoal, D 1762-
84.
Borman,G.L., Kenneth W. Ragland., 1998, Combustion Engineering, Mc Graw-Hill, New York.
Di Blasi, C. ,2008, Modeling Chemical and
Physical Processes of Wood and
Biomass Pyrolisis, Progress in
Energy and Combustion Science 34
, pp. 47-99
Grammelis,P., Basinas, P., Malliopoulou,
A., Sakellaropoulos, G., 2009,
Pyrolisis Kinetics and Combustion
Characteristics of Waste Recovered
Fuels, Fuel 88 (2009), pp. 195-205
Phan, A.N., Ryu, C., Sharifi, V.N.,
Swithenbank, J., 2008,
Characterisation of Slow Pyrolisis
Products from Segregated Wastes
for Energy Production,
J.Anal.Appl.Pyrolisis 81 (2008), pp.
65-71
Kalita,P.,Mohan,G.,Pradeep,K..,Mahanta,P
., “Determination and Comparasion
of Kinetic Parameter of Low Density
Biomass Fuels”, Journals of
Renewable and Sustainable Energy
1, 2009, 023109
Rhen, C., Othman, M., Gref, R.,
Wasterlund, I., 2007, Effect of Raw
Material Composition in Woody
Biomass Pellets on Combustion
Characteristics, Biomass and
Bioenergy 31 (2007) pp. 66-72
Swithenbank, J.,Sharifi,V.N., Ryu,C.,2005,
Waste Pyrolisis and Generation of
Storable Fuel, SUWIC Department
of Chemical and Process
Engineering, The University of
Sheffield
Yang, Y.B., Phan, A.N.,Ryu, C.,Sharifi,
V.,Swithenbank, J., 2007,
Mathematical Modelling of Slow
Pyrolisis of Segregated Solid Waste
in A Packed-Bed Pyroliser, Fuel 86,
pp. 169-180.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
16
OPTIMASI PROSES DEKOMPOSISI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (ELAEIS
GUINEENSIS) MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM4
Uswatun Chasanah*, Linda Rahmawati* dan Gusti R. Iskarlia*
*Staf Pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Hasnur
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kompos dari tandan kosong kelapa sawit
dengan aktivator EM4 dalam waktu yang singkat dan kualitas yang bagus. Untuk mempercepat
proses pengomposan ditambahkan EM4 karena mengandung lebih dari 80% populasi bakteri
asam laktat dan yeast dan sebagian kecil bakteri fotosintetik, bakteri pemfiksasi N dan
aktinomisetes. Sehingga diharapkan dapat membantu mempercepat proses dekomposisi tandan
kosong kelapa sawit. Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) tiga kali
ulangan dengan 3 perlakuan yaitu EM4 0 mL, EM4 10 mL dan EM4 20 mL. Berdasarkan hasil
penelitian, pada uji data statistik menggunakan Uji Jarak Duncan (DMRT), semua perlakuan
menunjukkan tidak berbeda nyata. Namun demikian, bahwa dengan penambahan EM4 sebanyak
20 mL dapat meningkatkan kualitas kompos jika dilihat dari kandungan unsur hara di dalamnya
terutama N, P, K dan rasio C/N 20,78 dengan suhu tertinggi saat pengomposan 350C dan suhu
mencapai stabil pada hari ke 14 dibandingkan dengan tanpa penambahan EM4.
Kata kunci : dekomposisi, tandan kosong kelapa sawit, EM4
PENDAHULUAN
Kelapa sawit di Kalimantan Selatan,
merupakan salah satu komoditas unggulan
yang mendapat prioritas dalam
pengembangannya selain karet, kelapa dalam.
Sejalan dengan perluasan areal perkebunan
kelapa sawit, selain meningkatkan produksi
kelapa sawit dan kegiatan ekspor per
tahunnya, di sisi lain juga menyebabkan
peningkatan jumlah limbah yang
dihasilkannya.
Pabrik kelapa sawit PT Hasnur Citra Terpadu
(HCT) berlokasi di area kebun kelapa sawit Jl
Hauling Km 12 Desa Pandahan Tapin
Kalimantan Selatan. Pabrik kelapa sawit yang
dibangun sejak April 2011 disiapkan mampu
memproduksi 45 ton per jam tandon buah
segar (TBS) dan dalam sehari, pabrik ini
mampu memproduksi 1000 ton TBS (Akhyar,
2013). Menurut data dari Dirjen Perkebunan
tahun (2009), dari setiap ton TBS yang diolah
dapat menghasilkan 140 – 200 kg CPO. Selain
CPO pengolahan ini juga menghasilkan
limbah/produk samping, antara lain: limbah
cair (POME=Palm Oil Mill Effluent),
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
17
cangkang sawit, fiber/sabut, dan tandan
kosong kelapa sawit. Limbah cair yang
dihasilkan cukup banyak, yaitu berkisar antara
600 – 700 kg. Dihasilkan pula serat dan
cangkang yang mencapai 190 kg dan yang
paling besar limbah tandan kosong yaitu
sekitar 20.000 ton.
Secara alami jika tandan kelapa sawit
dibiarkan saja akan mengalami dekomposisi.
Dekomposisi merupakan proses pembusukan
yang terjadi pada bahan organik. Dekomposisi
bahan organik tanpa adanya aktivator akan
berlangsung 2 – 4 bulan, serta dapat
menghasilkan panas dan gas racun yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman. Agar
proses pengomposan dapat berlangsung lebih
cepat dapat ditambahkan aktivator. Untuk
mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan bahan
yang dapat meningkatkan kecepatan
fermentasi bahan organik sehingga
penyediaan dan penyerapan unsur hara oleh
tanaman dapat dipercepat.
Salah satu aktivator yang digunakan
adalah Effective microorganisms 4 (EM4),
karena EM4 mengandung lebih dari 80%
populasi bakteri asam laktat dan yeast dan
sebagian kecil bakteri fotosintetik, bakteri
pemfiksasi N dan aktinomisetes. Sehingga
diharapkan dapat membantu mempercepat
proses dekomposisi tandan kosong kelapa
sawit. Hartono et.al, (2007) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa pembuatan
pupuk organik tanpa adanya perlakuan apapun
memerlukan waktu 2,5 bulan sedangkan jika
diberi penambahan berupa EM-4 memerlukan
waktu 1,5 bulan. Upaya untuk memanfaatkan
kulit buah jarak pagar ini juga dapat mengatasi
terjadinya pencemaran lingkungan akibat
melimpahnya limbah industri pertanian, hal
ini sesuai dengan konsep pengolahan bahan
baku menjadi produk secara menyeluruh
dengan meminimalkan kehilangan material
dan energi yang bertujuan mendapatkan
produk dengan nilai tambah maksimal
(Prihandana et.al, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan kompos dari tandan kosong
kelapa sawit dengan aktivator EM4 dalam
waktu yang singkat dan kualitas yang bagus.
METODE PENELITIAN
Peralatan yang digunakan pada saat
penelitian: bak, mesin pencacah, termometer,
soil tester (pengukur pH dan kelembaban),
peralatan analisa unsur hara N, P dan K.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: tandan kosong kelapa
sawit, starter Effective microorganisms-4
(EM-4), air dan gula merah.
Pembuatan Starter
Sebelum melakukan pembuatan
pupuk, terlebih dahulu dilakukan
pencampuran bahan untuk starter, yaitu 0 ml,
10 ml, dan 20 ml.
Pembuatan Kompos
Metode pengomposan yang digunakan adalah
pengomposan aerobik dengan wadah dari bak
plastik diameter 30 cm.
Menambahkan starter EM4 dan gula merah
yang sudah diencerkan dengan air yang
dimana bahan dasar pembuatan pupuk
organik dalam hal ini adalah tandan kosong
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
18
yang sudah digiling dengan mesin giling
hingga ukuran kulit menjadi kecil. Mengaduk
sampai semua bahan tercampur rata.
Mempertahankan suhu antara 35-50oC, suhu
tersebut dikontrol setiap hari dengan cara
mengaduk-aduk bahan tersebut agar suhunya
tidak terlalu tinggi.
Selain proses pengadukan juga dilakukan
proses penyemprotan air pada masing-masing
bak, proses ini juga dilakukan setiap hari
bersamaan dengan proses pengadukan.
Pengambilan Data
Parameter yang diamati dalam
percobaan ini meliputi:
Analisis C organik, N total, C/N, P, K, pH,
dan kadar air.
Lama proses pengomposan/dekomposisi
Proses pengomposan ini dikatakan
berhasil jika mempunyai ciri-ciri fisik
diantaranya:
1. Jika diraba, suhu tumpukan bahan yang
dikomposkan sudah dingin, mendekati
suhu ruang.
2. Tidak mengeluarkan bau busuk lagi.
3. Bentuk fisiknya sudah menyerupai tanah
yang berwarna kehitaman
4. Strukturnya remah.
Analisis C organik, total N, C/N, P, K, pH,
dan kadar air.
Setelah dilakukan proses pengomposan
dilakukan analisis C organik, total N, C/N, P,
K, pH, dan kadar air kembali untuk
mengetahui hasil akhir dari zat-zat tersebut..
Rancangan Perlakuan
Penelitian ini akan menggunakan
perlakuan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 3 konsentrasi yaitu 0 ml, 10 ml, dan 20
ml yang diulang sebanyak 3 kali, jadi ada 9
satuan percobaan. Persamaan untuk analisis
rancangan perlakuan ini adalah :
Yij = µ + τi + ɛij
Yij = kadar unsur hara penambahan
konsentrasi EM4 i, ulangan j
µ = rata-rata pengamatan pada
perlakuan ke-i ulangan ke-j
τi = pengaruh perlakuan ke-i
ɛij = pengaruh acak pada perlakuan ke-
i, ulangan j
Variabel yang diamati dalam penelitian ini,
beberapa variabel yang diamati antara lain
suhu, derajat keasaman (pH) dan kadar air
Analisis Data
Data hasil pengamatan untuk
parameter analisis kadar, C organik, total N,
C/N, P, K, dan kadar air sebelum dan sesudah
proses pengomposan dan lama proses
pengomposan dianalisa dengan menggunakan
analisis ragam untuk mengetahui perbedaan
antara masing-masing perlakuan terhadap nilai
kualitas dari hasil pupuk organik yang sudah
jadi, apabila ada beda nyata maka dilanjutkan
dengan Uji Jarak Duncan (DMRT) untuk
mengetahui pada perlakuan yang mana yang
menyebabkan terjadinya perbedaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Pembuatan Kompos
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
19
Pembuatan kompos diawali dengan
menggiling tandan kosong kelapa sawit
menggunakan mesin penggiling hingga
ukurannya lebih kecil dari ukuran semula.
Kemudian menentukan formula campuran
bahan yang akan dikomposkan yaitu tandan
kosong kelapa sawit sebagai bahan utama
sebanyak 1 kg, kotoran kambing 1kg sebagai
sumber N (Nitrogen). Porsi dari masing-
masing bahan tersebut berdasarkan wadah
pengomposan yang digunakan yaitu bak
plastik hitam . Sementara itu, menyiapkan
starter EM4 yang digunakan, perlakuan
pertama sebagai kontrol yaitu 0 mL EM4 atau
tanpa pemberian EM4. Perlakuan kedua yaitu
dengan perbandingan 1:100:5 yang terdiri atas
1000 mL air, 10 mL EM4, dan 200 mL
larutan gula merah. Selanjutnya untuk
perlakuan ketiga menyiapkan starter EM4
dengan perbandingan 1:50:5 yang terdiri atas
1000 mL air, 20 mL EM4, dan 200 mL
larutan gula merah.
Bahan yang sudah dicampur sesuai
dengan porsinya masing-masing, dimasukkan
ke dalam wadah pengomposan ditambahkan
starter EM4 yang sudah sesuai volumenya
berdasarkan perlakuan sebanyak 1000 ml pada
masing-masing perlakuan kecuali kontrol
hanya menggunakan air sebanyak 1000 mL.
Volume 1000 mL ini memenuhi syarat kadar
air untuk memulai pengomposan yaitu dengan
30-40%.
Selain kadar air, juga dilakukan
pengukuran kandungan hara serta rasio karbon
dan nitrogen (C/N). Berikut adalah hasil
pengukuran kandungan hara, kadar air serta
rasio C/N bahan setelah dicampur.
Tabel 1. Kandungan hara dan kadar air bahan dasar pembuatan kompos
No Bahan dasar N
(%) P (%)
K
(%)
C
(%)
Kadar
air
(%)
C/N
1
Tandan
kosong kelapa
sawit
1,45 0,032 0,111 42,12 6,53 24,48
Pentingnya mengetahui kandungan
unsur hara dan kadar air pada bahan dasar
untuk membuat kompos adalah untuk
mengkondisikan berlangsungnya proses
pengomposan yang baik sesuai dengan
persyaratannya. Berdasarkan kandungan hara
pada bahan dasar pembuatan kompos pada
Tabel 1, menunjukkan bahwa kandungan hara
pada tandan kosong tersebut belum memenuhi
syarat untuk dijadikan pupuk, oleh karena itu
pelu ditambahkan bahan lain serta aktivator
yang dapat menambah kandungan hara dan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
20
mempercepat dalam pengomposan.
Penambahan air dilakukan dengan
penyemporotan pada masing-masing
perlakuan apabila terlihat kering, sehingga
mikroogranisme dapat memanfaatkan bahan
organik apabila bahan organik tersebut larut di
dalam air.
Faktor penentu berjalannya proses
pengomposan yang dianggap penting yaitu
rasio C/N (Samudro and Hermana, 2007).
Menurut Natural Resources Conservation
Service Conservation Practice Standard
(2003), pengomposan akan berjalan baik jika
rasio C/N berada antara 20 : 1. Jika rasio C/N
terlalu rendah atau di bawah 20, maka
dekomposisi akan berjalan lambat karena
ketersediaan karbon tidak mencukupi untuk
pertumbuhan mikroba, selain itu menurut Kuo
et al (2005), karbon tidak dapat menstabilkan
nitrogen yang jumlahnya lebih banyak
sehingga menghasilkan ammonia dan berbau
busuk.
Karbon dan nitrogen adalah nutrisi
penting yang diperlukan oleh mikroorganisme
pada proses pengomposan. Karbon
menyediakan energi untuk pertumbuhan dan
nitrogen digunakan untuk menyusun protein
dan reproduksi. Umumnya, karbon diperlukan
25 kali lebih besar daripada nitrogen bagi
mikroorganisme (Sherman, 1998). Unsur lain
yang perlu diperhatikan adalah kalium yaitu
untuk metabolisme dan katalisator sel mikroba
(Sutedjo et.al, 1991).
Proses Pengomposan dan Pengontrolan
Untuk menjaga kondisi pengomposan,
dilakukan pengontrolan suhu, pH dan
kelembaban. Pengukuran suhu menggunakan
termometer, sedangkan pH menggunakan
kertas lakmus dan kelembaban dengan
menambahkan air dengan membolak-balik
bahan jika terlihat kering. Pengukuran suhu
dilakukan setiap hari untuk pengontrolan.
Pada awal setelah pencampuran, suhu masing-
masing diukur. Suhu awal hampir sama pada
semua perlakuan yaitu antara 30 – 350C.
Gambar 1. Grafik perubahan suhu pengomposan pada masing-masing perlakuan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
EM4 0mL
EM4 10mL
EM4 20mL
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
21
Pada hari ketiga saat pengukuran suhu,
semua perlakuan mengalami penurunan yaitu
antara 30 – 310C. Suhu paling rendah terdapat
pada perlakuan EM4 10 mL dan EM4 20 mL
di hari ketiga yaitu 280C. Sedangkan suhu
maksimum adalah 350C terjadi pada perlakuan
EM4 0mL, EM4 10mL, EM4 20mL masing-
masing hari ke 12, 12, dan 14.
Umumnya suhu optimum terjadinya
pengomposan yaitu 50 – 700C, namun pada
penelitian ini, suhu optimum dicapai pada
kurang dari 500C yaitu suhu paling tinggi
mencapai 350C. Hal ini terjadi karena tandan
kosong kelapa sawait (Elais guineensis)
sewaktu dilakukan penggilingan tidak
dihancurkan secara sempurna, hal ini
disebabkan oleh kondisi tandan kosong yang
terlalu kering sehingga sulit untuk
dihancurkan yang mengakibatkan banyak
menyimpan udara dan suhu cepat turun. Selain
itu, karena tumpukan terlalu rendah yaitu 20
cm, dimana pada tinggi tersebut merupakan
syarat minimal ketinggian tumpukan, namun
masih kurang mampu menyimpan panas
dengan baik. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rochaeni et al (2003) di mana
suhu maksimum tidak mencaapai 500C.
Menurut Isro’i (2007) suhu antara 30-600C
menunjukkan aktivitas pengomposan yang
cepat karena jika suhu di atas 600C akan
membunuh sebagian mikroorganisme dan
hanya mikroorganisme termofilik yang
bertahan hidup. Ketika suhu puncak ini,
dilakukan pengambilan sampel kompos
masing-masing perlakuan untuk analisa
populasi mikroorganismenya.
Tabel 2. Perubahan suhu pada proses pengomposan
No Perlakuan
Suhu rata-rata
Awal
(oC)
Puncak Akhir/stabil
(oC)
Hari
ke- (oC)
Hari
ke-
1 EM4 0mL 33 35 12 31 17
2 EM4 10mL 33 35 12 32 20
3 EM4 20mL 31 35 14 30 17
Perubahan suhu dan lama pengomposan ditunjukkan pada Tabel 2 dan perubahan pH
pada Tabel 3.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
22
Tabel 3. Perubahan pH selama proses pengomposan
No Perlakuan
pH
Awal
Suhu
puncak
Suhu
turun
Suhu
stabil
1 EM4 0 mL 7 9 7 7
2 EM4 10 mL 6 8 7 9
3 EM4 20 mL 6 9 7 7
Pada hari ke 17, perlakuan EM4 10mL
suhu mulai stabil sekitar 320C dan sudah
menunjukkan penampakan fisik yang lebih
hancur daripada perlakuan yang lain,
warnanya lebih hitam dan bau menyerupai bau
tanah (Anonimous, 2008). Selain itu, jika
diremas akan menyatu kemudian terurai, serta
jika dimasukkan ke dalam kantong plastik
tidak terjadi pengembunan pada permukaan
dalam kantong yang menandakan tidak terjadi
aktivitas mikroorganisme (Wortmann et al,
2006).
Kandungan Hara dan Kadar Air Kompos
Untuk memastikan kompos benar-
benar matang, maka suhu pada semua
perlakuan dibiarkan stabil sampai hari ke 22.
Kemudian dilakukan analisa unsur hara dan
kadar air. Kandungan unsur hara dan kadar air
kompos matang ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh EM4 dan campuran media
terhadap kandungan unsur hara dan kadar air
kompos tandan kosong kelapa sawait (Elais
guineensis.
Perlakuan
Kandungan Unsur Hara (%) Kadar
Air
(%) N P K C C/N
EM4
0mL 2,89 0,05 0,25 54,08 19,16 66,79
EM4
10mL 2,72 0,06 0,23 51,79 19,02 66,59
EM4
20ML 2,68 0,07 0,29 55,53 20,78 69,48
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
23
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.
Kualitas kompos biasanya diidentikkan
dengan kandungan unsur hara yang ada di
dalamnya. Kualitas kompos sangat bervariasi,
tergantung bahan baku dan lama proses
pengomposannya. Pada Tabel 4, menunjukkan
kandungan unsur hara dan kadar air pada
kompos tandan kosong kelapa sawait (Elais
guineensis.).
Data unsur hara yang diperoleh dari
pengukuran, dianalisa menggunakan
Kolmogorov-Smirnov test untuk
kenormalannya, homogenitas ragam galat
menggunakan Bartlett’s test. Analisa
dilanjutkan dengan uji keragaman (Analyse of
Varian), serta untuk mengetahui perbedaan
dari masing-masing perlakuan diuji
menggunakan uji beda nyata jarak Duncan
(Hanafiah, 1991).
Nitrogen (N)
Nitrogen adalah unsur hara yang esensial
untuk pembentukan protein dan asam-asam
amino (Natural Resources Conservation
Service, 2007). Pada penelitian ini,
pengukuran nitrogen menggunakan metode
Mikro Kjedahl.
Gambar 2. Grafik kandungan nitrogen dalam kompos
Berdasarkan analisa data pada uji beda
nyata Duncan dengan taraf 5%, kandungan
nitrogen tidak berbeda nyata antara tanpa
EM4 dan penambahan EM4. Hal ini,
menunjukkan bahwa tandan kosong kelapa
sawit memang memiliki kandungan nitrogen
yang tinggi yang ditunjukkan dengan analisa
2.55
2.6
2.65
2.7
2.75
2.8
2.85
2.9
EM4 0mL EM4 10mL EM4 20mL
2.89
2.72
2.68 Kan
du
nga
n H
ara
(%)
Perlakuan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
24
awal dengan kandungan nitrogen 1,45%.
Selain itu, karena adanya penambahan kotoran
kambing yang juga mengandung nitrogen
untuk nutrisi mikroorganisme.
Berdasarkan SNI 19-7030-2004,
nitrogen yang dalam kompos minimal 0,4%.
Pada semua perlakuan menunjukkan
kandungan nitrogen pada kompos sudah
memenuhi standar kualitas kompos.
Fosfor (P)
Fosfor merupakan salah satu unsur
penting untuk diserap tanaman, serta pada
proses pembentukan komponen sel. Fosfor
dibutuhkan tanaman untuk merangsang
pembentukan dan pertumbuhan akar sehingga
tanaman menjadi kokoh, cepat berbunga dan
berbuah. Fosfor juga diperlukan tanaman
untuk pembentukan protein dan enzim serta
untuk proses metabolisme yang menghasilkan
energi panas (Department of Natural
Resources and Parks, 2005).
Gambar 3. Grafik kandungan fosfor dalam kompos
Fosfor dianalisa menggunakan metode
Spectrofotometer. Pada tandan kosong kelapa
sawit, kandungan fosfor 0,032%. Setelah
terjadi pengomposan semua perlakuan
mengalami kenaikan kandungan fosfor.
Kandungan fosfor paling tinggi terdapat pada
perlakuan dengan EM4 20 mL yang tidak
berbeda nyata dengan penambahan EM4 10
mL dan kontrol. Namun yang paling mendekati
dengan standar kualitas kompos yaitu > 0,1
adalah pada perlakuan EM 20 mL dengan
kadar fosfor 0,07.
Kalium (K)
Kalium termasuk dalam unsur hara
makro dalam penentuan kualitas kompos.
Kalium berfungsi untuk memperkuat batang
tanaman, serta meningkatkan pembentukan
hijau daun dan karbohidrat pada buah. Selain
itu, kalium juga berfungsi meningkatkan
kualitas buah dan ketahanan tanaman terhadap
penyakit, merangsang pembentukan bunga dan
buah, dan mengatur keseimbangan hara N dan
P (Department of Natural Resources and
Parks, 2005).
0
0.02
0.04
0.06
0.08
EM4 0mL EM4 10mL EM4 20mL
0.05 0.06
0.07
Kan
du
nga
n H
ara
(%)
Perlakuan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
25
Gambar 4. Grafik kandungan kalium dalam kompos
Kalium diukur menggunakan metode
Flamefotometer. Kandungan kalium paling
tinggi terdapat pada perlakuan tanpa EM4 20
mL, tidak berbeda nyata dengan semua
perlakuan, hal ini sama dengan kandungan
nitrogen.
Kandungan kalium dalam kompos
sesuai dengan standar kualitas kompos yang
menetapkan kadar kalium minimal 0,2%.
Kalium sangat reaktif terhadap air dan kalium
juga merupakan mineral yang banyak terdapat
di air. Kadar air yang tinggi menyebabkan
transfor K+ semakin banyak sehingga
kandungan kalium masih termasuk tinggi
dalam penelitian ini (Lenntech, 2008).
Karbon (C)
Karbon merupakan sumber energi dan
komponen utama biomassa. Pentingnya unsur
karbon dalam kompos yaitu untuk mengatur
keseimbangan antara kandungan nitrogen. Hal
ini, karena keseimbangan antara karbon dan
nitrogen menentukan cepat tidaknya proses
pengomposan. Karbon diukur menggunakan
metode Walkey-Black.
Karbon adalah unsur penyusun
senyawa lignin dan selulosa yang merupakan
komponen paling banyak dalam tandan
kosong kelapa sawait. Untuk itu, menurunnya
kandungan lignin dan selulosa dapat diketahui
dengan pendekatan karbon. Karbon dalam
tandan kosong kelapa sawit itu sendiri sangat
tinggi, sehingga kurang berpengaruh dalam
penurunan karbon setelah pengomposan.
0.25 0.23 0.29
0
0.1
0.2
0.3
0.4
EM4 0mL EM4 10mL EM4 20mL
Kan
du
nga
n H
ara
(%)
Pelakuan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
26
Gambar 5. Grafik kandungan karbon (C) pada kompos matang
Karbon pada penambahan EM4 tidak
berbeda nyata satu sama lain, namun pada
perlakuan EM4 10 mL kandungan karbon
paling rendah. Karbon bukan satu-satunya
indikator dalam menentukan kualitas
kompos, karena unsur hara lain seperti
nitrogen merupakan penyeimbang karbon
karena memang karbon dibutuhkan 25 kali
lebih besar daripada nitrogen.
Gambar 6. Grafik rasio C/N pada kompos matang
Rasio antara karbon dengan
nitrogen menentukan kematangan dan
kualitas kompos (rasio C/N). Rasio C/N
pada tandan kosong kelapa sawit (Elais
guineensis.) termasuk tinggi yaitu 24,48%,
namun setelah terjadi pengomposan rasio
C/N mengalami penurunan pada semua
perlakuan. yaitu kontrol 19,16%, pada EM
10 mL rasio C/N paling rendah 19,02%
dan EM4 20 mL 20,78%, hal ini sudah
49
50
51
52
53
54
55
56
EM4 0mL EM4 10mL EM4 20mL
54.08
51.79
55.53
Kan
du
nga
n H
Ara
(%)
Perlakuan
18
18.5
19
19.5
20
20.5
21
EM4 0mL EM4 10mL EM4 20mL
19.16 19.02
20.78
Kan
du
nga
n H
ara(
%)
Perlakuan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
27
yang memenuhi standar SNI yaitu di
bawah 25.
Nitrogen untuk pertumbuhan
mencukupi sebagai nutrisi sel mikrobia.
Sejalan dengan penelitian Adegunloye
(2007), bahwa C/N lebih rendah setelah
pengomposan karena nitrogen yang tinggi
mengindikasikan bahwa sumber protein
yang bagus untuk pertumbuhan mikrobia.
Kadar Air
Analisa kadar air dilakukan
menggunakan metode oven. Berdasarkan
uji beda nyata Duncan, kadar air tanpa
EM4 tidak berbeda nyata pada semua
perlakuan. Grafik kadar air dapat dilihat
pada gambar 9 berikut.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
28
Gambar 7. Grafik kadar air kompos matang
Kadar air yang mendekati kriteria
SNI 19-7030-2004 terdapat pada perlakuan
EM4 10 mL. Nilai ini belum memenuhi
standar kualitas kompos, karena berdasarkan
SNI 19-7030-2004 maksimum kadar air pada
kompos adalah 50%, hal ini karena
penambahan air yang kurang terkontrol pada
saat terakhir pengomposan. Tingginya kadar
air ini, disebabkan tandan kosong kelapa
sawait (Elais guineensis.) yang mudah sekali
dalam mengikat air karena strukturnya
sebagian besar karbon sehingga mudah
mengikat molekul air.
Berdasarkan data dari unsur hara tersebut,
penambahan EM4 sebanyak 20 mL dapat
meningkatkan kualitas kompos jika dilihat
dari kandungan unsur hara di dalamnya
terutama N, P, K dan rasio C/N 20,78 dengan
suhu tertinggi saat pengomposan 350C dan
suhu mencapai stabil pada hari ke 14
dibandingkan dengan tanpa penambahan
EM4.
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar. 2013. Peresmian Pabrik Kelapa
Sawit PT. Hasnur Citra Terpadu.
Banjarmasin Post.
Anonimous. 2008. Pedoman Teknis
Pemanfaatan Limbah Perkebunan
menjadi Pupuk Organik. Direktorat
Perlindungan Perkebunan, Ditjen
Perkebunan. Jakarta.
Djaja, W., 2008. Langkah Jitu Membuat
Kompos dari Kotoran Ternak dan
Sampah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Higa, T and J. Parr. 1995. Beneficial and
Effective Microorganisms For A
Sustainable Agriculture and
Environment.
Bricke, T.B. 2009. Studi Latar Belakang:
Penggunaan Limbah dan Produk
Sampingan Kelapa Sawit Secara
65
65.5
66
66.5
67
67.5
68
68.5
69
69.5
EM4 0mL EM4 10mL EM4 20mL
66.79 66.59
69.48
Kan
du
nga
n H
ara(
%)
Perlakuan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
29
Berkelanjutan Terintegrasi dengan
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
untuk Penciptaan Kesempatan Kerja,
Kelestarian Sumberdaya Alam dan
Produksi Bahan Bakar Nabati di
Aceh. Development Alternatives, Inc.
Higa, T. 1995a. Effective Microorganisms
For Sustainable Community
Development.
Higa, T. 1995b. Effective Microorganisms:
A New Dimension for Nature
Farming.
Isroi. 2007. Pengomposan Limbah Kakao.
http://www.isroi.org Tanggal akses
20 Agustus 2008
Jauhari, Nurudin. 2007. Semua Tentang EM-
4 (Microorganisme yang Efektif).
EM indonesia © 2007 All Rights
Reserved. Using WordPress Engine.
http://www.maliyuri.blogspot.com
Tanggal akses Mei 2008.
Nasrul, T. M. Pengaruh Penambahan Jamur
Pelapuk Putih (White Rot Fungi)
pada Proses Pengomposan Tandan
Kosong Kelapa Sawit. Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan
Vol. 7, No. 2, hal. 194-199, 2009.
Prihandini, P.W., dan T. Purwanto. 2007.
Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos
Berbahan Kotoran Sapi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.P
Singh, Av. 2007. Effective microorganisms.
The Canadian Organic Grower.
Canada.
Yuwono, D. 2007. Kompos. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
30
ANALISIS SOSISAL EKONOMI MASYARAKAT PENGELOLA KEBUN
PEKARANGAN SISTEM AGROFORESTRI DI DESA KERTAK EMPAT
KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN
Herry Iswahyudi* dan Mila Lukmana*
*Staf Pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Hasnur Banjarmasin
ABSTRAK
Kabupaten Banjar, merupakan salah satu kabupaten yang sebagian besar
masyarakatnya bekerja sebagai petani di antaranya berkebun buah. Sebenarnya agroforestri
telah lama diperkenalkan pada daerah pedesaan, tapi masih belum terlalu diketahuai
masyarakat manfaat dari agroforestri itu sendiri apabila diterapkan pada lahan pekarangan
yang terdapat pada pedesaan Indonesia. Pemanfaatan dan pengusahaan lahan efektif
sebenarnya dapat memberikan berbagai fungsi, yang antara lain dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dijual. Dengan demikian agroforestri pekarangan merupakan penyokong
yang penting dalam kehidupan sehari-hari, jika dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat
pedesaan sebagai lahan usaha dalam bentuk pemanfaatan lahan pekarangan secara efektif dan
produktif. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengetahui bagaimana cara pengelolaan
sistem Agroforestri pada kebun pekarangan, di Desa Kertak Empat Kecamatan Pengaron (2)
Menggambarkan sketsa pola tanam/bentuk penataan pada lahan pekarangan (3) Mengetahui
manfaat sosial ekonomi sistem agroforestri lahan pekarangan. Jenis penelitian ini
menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Populasi dari penelitian ini diambil secara
sengaja (Porposive). Hasil dari data kuisioner akan di diskripsikan dimana Pengelolaan
Kebun Pekarangan di Desa Kertak Empat dikelola secara turun temurun dengan cara
sederhana, Penanaman yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kertak Empat, untuk tanaman
kebun pekarangan, dengan menggunakan pola tanam tidak beraturan, dan dari Pengelolaan
kebun pekarangan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kertak Empat ini, memberikan
manfaat terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat, hal ini dikarenakan dengan
pendapatan rata–rata Rp.6.403.000,- pertahunya, yang di dapat dari kebun pkarangan saja,
menunjukan bahwa Desa Kertak Empat merupakan termasuk desa yang makmur atau maju.
Kata Kunci : Agroforestril, Kebun Pekarangan.
PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu
sumberdaya alam yang telah banyak
memberikan manfaat dan fungsi yang sangat
besar bagi kehidupan manusia. Fungsi hutan
sangat tergantung dari kemampuan manusia
dalam mengelola dan menguasai sumber
daya alam tersebut. Hutan adalah
masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai
pohon-pohon lingkungan yang berbeda-beda
dengan keadaan lingkungan yang berbeda
dengan keadaan diluar hutan. Hubungan
antara masyarakat hutan, margasatwa dan
lingkungannya begitu erat sehingga hutan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
31
dapat dipandangi sebagai satu sistem
ekologi dan ekosistem.
Sejalan dengan perkembangan
zaman, terutama karena banyaknya
penduduk yang kita rasakan setiap tahunnya,
menimbulkan persoalan terutama dalam
memenuhi kebutuhan hidup penduduk untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya dengan
mengambil hasil dari dalam hutan yang
secara bebas tanpa memperdulikan akan
kelestarian hutan itu sendiri. Usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan
pendayagunaan dan potensi lahan, sistem
agroforestri merupakan sistem yang
dianggap dapat sebagai kunci keberhasilan
perkembangan perekonomian di daerah
tropis, dan merupakan sebagai salah satu
bentuk pengelolaan tanah yang
berkelanjutan.
Agroforestri merupakan cabang ilmu
pengetahuan dibidang pertanian dan
kehutanan. Secara sederhana agroforestri
berarti menanam pepohonan dilahan
pertanian. Dikarenakan lahan pertanian kini
mulai semakin berkurang dan sedangkan
penduduk semakin bertambah sehingga
kebutuhan akan lahan sangat begitu penting
bagi masyarakat. Pekarangan merupakan
salah satu alternatif untuk mengatasi
persoalan tersebut karena Pekarangan
merupakan salah satu penerapan sistem
agroforestri. Pekarangan dapat didefinisikan
sebagai sebidang tanah yang terletak di
sekitar rumah yang umumnya ditanami
dengan berbagai jenis tanaman. Pekarangan
mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat desa dan
merupakan sumber tambahan kebutuhan
sehari-hari yang cukup memadai.
Pengelolaan lahan dengan sistem
agroforestri telah diperkenalkan di daerah-
daerah pedesaan dan dapat meningkatkan
pendapatan petani. Akan tetapi untuk dapat
benar-benar efektif, agroforestri seyogyanya
dijadikan bagian yang tidak terpisahkan dari
program pembangunan pedesaan, agar lebih
banyak mencukupi kebutuhan petani, baik
keperluan subsistem maupun pendapatan
uang. Praktik agroforestri banyak dilakukan
dilahan masyarakat terutama di daerah
pedesaan, dimana biasanya disebut kebun
atau pekarangan.
Sebenarnya agroforestri telah lama
diperkenalkan pada daerah pedesaan, tapi
masih belum terlalu diketahuai masyarakat
manfaat dari agroforestri itu sendiri apabila
diterapkan pada lahan pekarangan yang
terdapat pada pedesaan Indonesia.
Pemanfaatan dan pengusahaan lahan efektif
sebenarnya dapat memberikan berbagai
fungsi, yang antara lain dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dijual. Dengan
demikian agroforestri pekarangan
merupakan penyokong yang penting dalam
kehidupan sehari-hari, jika dikelola dan
dimanfaatkan oleh masyarakat pedesaan
sebagai lahan usaha dalam bentuk
pemanfaatan lahan pekarangan secara efektif
dan produktif.
Sistem pengelolaan agroforestri juga
banyak mempunyai keunggulan dibanding
dengan sistem pengelolaan yang lain, seperti
keuggulan ekologi, agroforestri memiliki
stabilitas yang tinggi, selain itu juga
keunggulan ekonomi dapat memberikan
kesejahteraan kepada petani relatif lebih
tinggi dan berkesinambungan, keunggulan
sosial budaya, agroforestri mempunyai
kesesuaian yang tinggi dengan kondisi
pengetahuan, keterampilan dan sikap budaya
masyarakat petani
Berdasarkan permasalahan tersebut
diatas maka penulis tertarik untuk mencoba
meneliti bagaimana sistem pengelolaan
agroforestri kebun pekarangan di Desa
Kertak Empat Kecamatan Pengaron
Kabupaten Banjar Kalimanatan Selatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui manfaat sosial ekonomi dari
sistem agroforestri lahan pekarangan.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
32
Dengan penelitian ini diharapkan
memberikan informasi tentang pengelolaan
kebun pekarangan dengan sistem
agroforestri serta sebagai pertimbangan
untuk menentukan langkah kebijaksanaan
selanjutnya dalam rangka untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan khususnya desa kertak empat
kecamatan Pengaron kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Kertak Empat Kecamatan Pengaron
Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan
penelitian ini selama kurang lebih 5 bulan,
yang meliputi dari persiapan penelitian,
pengumpulan data dilapangan, pengolahan
data dan penyusunan laporan hasil
penelitian.
Obyek dan Peralatan Penelitian
Obyek penelitian dalam kegiatan ini
adalah pengelola kebun pekarangan dengan
sistem agroforestri dan masyarakat Desa
Kertak Empat Kecamatan Pengaron
Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.
Peralatan yang digunakan dalam
kegiatan Penelitian ini adalah :
1. Peta lokasi desa
2. Daftar kuisioner dan pertanyaan untuk
data primer
3. Kamera untuk dokumentasi
4. Alat tulis menulis
5. Tenaga bantu.
Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan pada
penelitian pengelolaan kebun pekarangan
dengan sistem agroforestri di Desa Kertak
empat yaitu :
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel di lakukan
dengan metode Purposive sampling, yaitu
desa Kertak Empat sebagai sampel desa
yang berdasarkan hasil orientasi dan survei
lapangan, diperoleh informasi terdapat 127
kepala keluarga yang memiliki atau
mengelola kebun pekarangan dangan sistem
agroforestri, sedangkan untuk responden
diambil 20% dari banyaknya kepala
keluarga yang mengelola kebun pekarangan
dan didapat sebanyak 25 orang.
Jenis Data
Data yang digunakan pada penelitian
ini terdiri dari dua macam, yaitu berupa data
primer dan data sekunder.
Data Primer
Meliputi data informasi pengelolaan
sistem agroforestri pada desa setempat. Data
pengelolaan terdiri dari data identitas
responden, asal bibit, cara pemeliharaan,
pola penanaman, jenis tanaman, pemanenan
dan pemasaran. Untuk menggambarkan
pola tanaman yang ada pada kebun
pekarangan, selain mendata jenis-jenis
tanaman yang ada pada kebun pekarangan
tersebut, juga menggambarkan dan
menentukan pola tanam yang terdapat pada
kebun pekarangan tersebut. Sedangkan
untuk data manfaat sosial ekonomi terdiri
dari data pendataan dari usaha pengelolaan
lahan pekarangan dengan sistem
agroforestri, data jumlah tanggungan dalam
keluarga dan keperluan hidup keluarga. Dan
untuk sistem pengumpulan datanya
dilakukan dari hasil observasi, wawancara
dan pengisian kuesioner.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
33
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang
diperoleh melalui studi pustaka atau literatur
dan dengan mengumpulkan informasi dari
data yang sudah ada yang bersumber dari
instansi terkait, kantor BPS, Stasiun BMG
dan dari kepala desa, yaitu meliputi data
letak dan luas wilayah, jumlah penduduk,
tanah dan iklim, sosial ekonomi masyarakat,
sarana dan prasarana serta keadaan umum
lainnya di daerah penelitian yang di anggap
menunjang.
Analisis Data
Data yang akan dianalisis terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
4.1.1. Manfaat Sosial ekonomi bagi
masyarakat
Manfaat sosial ekonomi bagi
masyarakat setempat meliputi data-data
pendapatan dari produk agroforestri yang di
analisis secara kuantitatif sedangkan data
jumlah tanggungan dalam keluarga,
keperluan hidup keluarga, di analisis secara
diskriptif.
Untuk mengetahui pendapatan, menurut
Hadisapoetra (1973) secara umum dapat
ditulis sebagai berikut:
j
Ii
j
Ii
CiYiPiLu ).(
Dimana :
Lu = Pendapatan usaha pengelolaan
sistem agroforestri pada kebun pekarangan
Pi = Harga komoditi Ke-I
Yi = Hasil produksi komoditi ke-I
Ci = Biaya yang dilakukan dalam
mengelola agroforestri
I = Satuan Produk/jenis ( 1,2,3,…)
Pendapatan di luar pengelolaan
kebun pekarangan dengan sistem
agroforestri adalah jumlah penerimaan
bersih yang diperoleh keluarga petani, yang
secara umum dapat ditulis sebagai berikut :
j
i
RiInu
Dimana :
Inu = Pendapatan diluar pengelolaan
sisitem agroforestri di kebun pekarangan
Ri = Penerimaan bersih dari usaha atau
kegiatan di luar usaha pengelolaan sistem
agroforestri lahan pekarangan
I = Satuan produk/jenis (1,2,3,…)
Kontribusi hasil pengelolaan
agroforestri lahan kebun pekarangan
terhadap penduduk desa setempat dapat
diasumsikan dengan rumus :
%100xInuLu
LuK
Dimana :
K = Kontribusi Usaha pengelolaan
agroforestri
Lu = Pendapatan usaha pengelolaan
agroforestri kebun pekarangan
Inu = Pendapatan diluar usaha
pengelolaan agroforestri kebun pekarangan
Pendapatan total petani (It) adalah
jumlah dari usaha pengelolaan sistem
agroforestri kebun pekarangan (Iu) dengan
pendapatan non usaha pengelolaan sistem
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
34
agroforestri kebun pekarangan (Inu), dapat
ditulis sebagai berikut :
InuIuIt
Untuk mengetahui pendapatan
masyarakat yang mengelola sistem
agroforestri kebun pekarangan perkapita
pertahunnya, yaitu menurut Pattadirredja
(1981) dalam Sasmita (2003) dengan
menggunakan rumus :
Jumlah Pendapatan
PP =
Jumlah tanggungan
Dimana :
PP = Pendapatan perkapita
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Responden dan Kepemilikan
Lahan
Penduduk atau masyarakat yang
menjadi responden adalah kepala keluarga
yang mempunyai lahan atau kebun
pekarangan dengan sistem agroforestri,
sedangkan yang menjadi informan atau
sumber informasi adalah kepala keluarga
yang memang asalnya atau asli penduduk
Desa Kertak Empat dan memiliki kebun
pekarangan. Sebagian kepala keluarga yang
mempunyai kebun buah di Desa kertak
Empat adalah pendatang yang sudah sejak
lama tinggal di desa setempat dan ada
kepala keluarga yang memang sejak turun-
temurun menetap di desa tersebut.
Pendidikan responden secara umum adalah
SD/SR, kemudian SMP dan yang paling
tinggi adalah SMA(Sekolah Menengah
Atas). Untuk responden yang berpendidikan
SD/SR sampai tingkat SMA, pekerjaan
utamanya adalah sebagai petani dan
sebagian memiliki kerjaan sampingan
beternak, dan juga bertukang.
Masyarakat yang tinggal di Desa
Kertak Empat banyak berasal dari suku
Jawa. Sedangkan penduduk asli suku Banjar
hanya sebagian saja. Dari 501 jiwa jumlah
penduduk yang tinggal di Desa Kertak
Empat hanya terdapat 8 orang saja yang
merupakan asli dari suku Banjar.
Berdasarkan data primer yang
diambil secara purposive sampling di lokasi
penelitian terhadap 25 responden, diketahui
bahwa setiap kepala keluarga memiliki
jumlah anggota keluarga berkisar antara 2
sampai 5 orang. Sedangkan jumlah
tanggungan keluraga yang dipunyai tiap
kepala keluarga berkisar antara 1 sampai 4
orang.
Pengelolaan kebun pekarangan dengan
sisitem agroforestri yang ada di Desa Kertak
Empat sudah ada sejak dulu berupa kebun
buah campuran atau dukuh dan kepemilikan
lahannya adalah kebanyakan berasal dari
dari warisan orang tua mereka. Luas lahan
pekarangan yang dimiliki oleh responden
bervariasi, antara ¼ Ha sampai dengan
kurang lebih ½ Ha perkepala keluarga.
Sedangkan luas lahan di luar pekarangan
bervariasi antara ½ Ha sampai dengan 2 Ha,
perkepala keluarga.
Analisis Sosial Ekonomi Sistem
Agroforestri Kebun Pekarangan Besar kecilnya pendapatan kebun
buah pekarangan tergantung dari banyaknya
dan luasnya lahan pekarangan yang mereka
miliki, semakin luas dan banyaknya tanaman
buah yang mereka miliki secara tidak
langsung maka semakin banyak hasil yang
diperoleh para petani. Adapun manfaat
lainnya dari pengelolaan lahan pekarangan
dengan sistem agroforestri ini yaitu petani
dapat memanfaatkan hasil dari tanaman
penunjangnya yaitu tanaman rempah-
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
35
rempah untuk keperluan keluarga sehari-
hari.
Jumlah tanggungan tiap keluarga
yang menjadi responden antara 2 sampai 4
orang, namun sebenarnya dalam satu
keluarga untuk jumlah keluarga ada yang
mencapai sampai 6 orang, tetapi yang masih
menjadi tanggungan tersisa empat orang
anggota, yang lainnya sudah berkeluarga
namun ada yang tetap tinggal di desa
setempat dan ada yang pindah keluar desa
atau ke daerah lain. Untuk pengelolaan
lahan dengan sisitem agroforestri yang ada
di Desa Kertak Empat ini cukup menyerap
tenaga kerja khususnya yaitu dari keluarga
mereka sendiri untuk dipekerjakan di lahan
mereka yang tidak lain adalah anak-anak
mereka sendiri dan juga bisa di bantu istri.
Biaya
Sitem pengelolaan lahan dengan sistem
agroforestri tidak lepas dari biaya
pengelolaan, dimana biaya tersebut meliputi
biaya investasi yang terdiri dari biaya tetap
(biaya pembelian lahan), biaya langsung (
biaya pembelian bibit, pupuk, herbisida) dan
biaya oprasional ( penebasan, pembersihan)
biaya pajak tanah.
Biaya pengelolaan lahan dengan sistem
agroforestri ini bervariasi tergantung luasan
lahan yang dimiliki oleh responden.
Semakin luasan lahan yang dimiliki oleh
responden semakin banyak biaya yang
diperlukan. Tetapi dari 25 responden yang di
wawancari kebanyakan mereka mempunyai
luasan lahan yang hampir sama yaitu
berkisar antara 0,25 Ha sampai 0,5 Ha yang
merupakan tanah pekarangan mereka
berbeda dengan di luar pekrangan mereka
yang luasnya mencapai 0,5 sampai 2 Ha.
Selain biaya untuk pengelolaan agroforestri,
biaya hidup juga termasuk biaya yang di
analisis untuk mengetahui keadaan ekonomi
masyarakat yang mana dalam penelitian ini
pengeluaran perbulan diketahui dengan cara
melakukan wawancara dengan tiap-tipa
kepal keluarga yang menjadi responden
yang mencakup biaya untuk konsumsi
keluarga, biaya sekolah untuk anak-anak
biaya iuran untuk pajak, dan biaya lainnya
yang mana biaya hidup perkepala keluarga,
bervariasi mulai dari Rp. 3600.000 sampai
dengan Rp.9.600.000,- pertahunnya. Untuk
biaya hidup ini dipengaruhi oleh sarana dan
prasarana untuk menunjang kehidupan
keluarga, semakin lengkap sarana dan
prasarana mereka miliki maka semakin
banyak pula biaya yang dikeluarkan.
Pendapatan
1. Pendapatan dari pengelolaan kebun
pekarangan dengan sistem
agroforestri
Pendapatan dari usaha pengelolaan kebun
pekarangan dengan sistem agroforestri ini
sangat berarti bagi pendapatan para petani
(responden) untuk kelangsungan hidupnya,
terutama bagi mereka yang pekerjaan
utamanya adalah bertani karena diketahui
bahwa pendapatan dari pengelolaan kebun
dipekarangan ini saja, sudah dapat
mencukupi atau menutupi ¼ bahkan ½ dari
besarnya pengeluaran yang dimiliki
masyarakat untuk keperluan hidup mereka,
bahkan ada yang untuk pendapatan mereka,
tergantung pada kebun pekarangan saja,
pendapatan pertahunnya dari kebun
buah/pekarangan yaitu dari Rp.3.825.000
sampai dengan Rp. 8.200.000 dengan luasan
pekarangan dari 0,25 Ha sampai dengan 0,5
Ha.
Tabel 3. Pendapatan dari Pengelolaan
Kebun Pekarangan yang dikomersilkan
No Responden
Pendapatan dari
Agroforestri Kebun
Pekarangan (Rp/tahun)
1 Nikam 5.400.000
2 Suhar 4.600.000
3 Wajiun 7.400.000
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
36
4 Kuyud 6.400.000
5 Supriatno 8.200.000
6 Suyadi 7.850.000
7 Sadio 7.150.000
8 Sudiro 7.900.000
9 Wajino 5.300.000
10 Dariman 6.075.000
11 Nirman 7.700.000
12 Sumari 7.375.000
13 Hamdi 7.550.000
14 Suprianto 7.200.000
15 Samuji 6.000.000
16 Sagiman 8.200.000
17 Wagiro 5.000.000
18 Aji 3.975.000
19 Jurami 7.200.000
20 Supardi 6.700.000
21 Priyanto 7.200.000
22 Wijono 6.675.000
23 Iskandar 4.800.000
24 Kasirin 4.400.000
25 Tusirin 3.825.000
Jumlah 16.075.000
Rata-rata 6.403.000
Sumber : Analisis data Primer Tahun 2013.
2. Pendapatan di luar pengelolaan
kebun pekarangan dengan sistem
agroforestri Pendapatan dari luar usaha kebun
pekarangan didapatkan dari usaha
agroforestri juga tetapi diluar dari
pekarangan mereka dengan sekala besar
dengan luasan lahan dari 0,5 Ha sampai
dengan 2 Ha per kepala keluarga adapun
tanaman yang mereka tanam disini adalah
jenis tanaman buah seperti durian,
cempedak, langsat, rambutan, kuweni, dan
untuk tanaman pengisi atau tanaman
penunjang nya adalah jenis tanaman rempah
seperti kunyit, lengkoas, jahe, serai, kunci,
kunyit putih dan kencur selain itu juga
tanaman palawija seperti ubi, kacang
tanah,dan jugang, juga terdapat tanaman
pisang untuk tanaman tahunannya mereka
ada yang menanam karet dan baru beberapa
tahun terakhir ini mereka mencoba tanaman
jati.
Selain dari pengelolaan agroforestri tersebut
untuk pendapatan,masyarakat ada yang
memperolehnya dari usaha lainnya, yaitu
dari 25 responden yang ada 3 orang yang
mendapat penghasilan sampingan di luar
dari usaha agroforestri ini yaitu bapak
Suyadi, Dariman dan Tusirin, yang mana
pendapatan sampingan mereka di dapat dari
beternak, tukang dan dari gajih sebagai
kepala Desa Kertak Empat. Adapun
pendapatan total yang mereka peroleh di
luar dari kebun pekarangan, yaitu
pendapatan dari pengelolaan kebun secara
agroforestri yang mereka miliki diluar
pekarangan dan pendapatan dari pekerjaan
sampingan lainnya yang kisaran
pendapatannya dari Rp. 13.200.000 sampai
ada yang mencapai Rp. 26.850.000, namun
tidak semua dari masyarakat yang memiliki
pendapatan diluar kebun pekarangan,
contohnya dari 25 responden ada 2 orang
yang pendapatan mereka hanya bergantung
pada kebun pekarangan saja yaitu bapak
Hamdi dan bapak Sagiman.
Tabel 4. Pendapatan Responden diluar
Pengelolaan Kebun Pekarangan
No Responden Pendapatan diluar kebun
pekarangan (Rp)
1 2 3
1 Nikam 22.600.000
2 Suhar 14.000.000
3 Wajiun 18.000.000
4 Kuyud 17.200.000
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
37
5 Supriatno 14.600.000
6 Suyadi 14.250.000
7 Sadio 23.900.000
8 Sudiro 25.400.000
9 Wajino 12.500.000
10 Dariman 23.750.000
11 Nirman 14.900.000
12 Sumari 13.775.000
13 Hamdi -
14 Suprianto 18.000.000
15 Samuji 12.400.000
16 Sagiman -
17 Wagiro 13.400.000
18 Aji 21.150.000
19 Jurami 13.600.000
20 Supardi 15.100.000
21 Priyanto 14.800.000
22 Wijono 22.950.000
23 Iskandar 13.200.000
24 Kasirin 20.600.000
25 Tusirin 26.850.000
Jumlah 406.925.000
Rata-rata 17.692.391
Sumber : Analisis data Primer Tahun 2013
5.2.1 Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita ini merupakan
pendapatan total yang didapatkan oleh
responden pertahunnya di bagi dengan
jumlah tanggungan dalam keluarga
responden tersebut. Dari hasil penelitian
terlihat bahwa kebanyakan responden
mempunyai jumlah tanggungan 2 (dua)
orang saja. Walaupun jumlah keluraganya
lebih dari 2 (dua) orang, ada juga responden
mempunyai jumlah tanggungan yang paling
banyak adalah 4 (empat) orang yaitu bapak
Nikam, Supriatno, Suyadi, Sadio, Sudiro.
Dari pengelolaan data di peroleh hasil,
bahwa pendapatan responden perkapitanya
antara Rp. 1.350.000 sampai Rp. 8.200.000.
Menurut Biro Pusat statistik (BPS)
Kalimantan Selatan tahun 2005 menyatakan
bahwa penentuan batas kemiskinan setiap
daerah atau provinsi berbeda-beda. Batas
kemiskinan daerah perkotaan adalah Rp.
850.000 perbulannya atau 10.200.000,
perkapita per tahun. Sedangkan daerah
pedesaan sebasar Rp.500.000,- perbulannya
atau Rp. 6.000.000,- perkapita pertahunnya.
(BPS 2005 yang dikutip oleh Sari, 2007 ).
Pendapatan penduduk Desa kertak
Empat untuk pendapatan perkapita dari hasil
pendapatan totalnya hampir seluruh dari
responden memiliki pendapatan perkapita
diatas Rp.6.000.000,- pertahunnya walaupun
dari 25 responden terdapat 2 responden yang
pendapatan perkapitanya dibawah dari
Rp.6.000.000, dan untuk pendapatan
perkapita yang diketahui dari hasil
wawancara dan observasi terhadap
responden di ketahui pendapatan
perkapitanya berkisar antara Rp. 5.525.000
sampai Rp. 21.800.000 perkapita
pertahunnya. Data tersebut menunjukan
bahwa responden di Desa Kertak Empat
merupakan termasuk warga desa yang
makmur atau maju dengan tingkat
pendapatan perkapita rata – rata .
Kontribusi
Pendapatan yang di dapat oleh responden
bervariasi jumlahnya yaitu berkisar antara
Rp.3.825.000 sampai dengan Rp.8.200.000
pertahun hasil penelitian menunjukan bahwa
jumlah pendapatan dari usaha kebun
pekarangan rata rata pertahunnya sebesar
Rp. 6.403.000 Sehingga kontribusi rata-rata
dari usaha kebun pekarangan ini sebesar
33% adapun kontribusi di dapatkan dengan
membandingkan pendapatan dari usaha
kebun pekarangan dengan pendapatan total
dan kemudian dikalikan dengan 100%.
Hal ini menunjukan bahwa usaha dari
pengelolaan kebun pekarangan, memberikan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
38
kontribusi yang cukup besar bagi
peningkatan pendapatan total petani, dan
sangat membantu dalam menunjang
perekonomian di Desa Kertak Empat.
Walaupun hasil dari kebun pekarangan/
kebun buah(dukuh) ini hanya diperoleh
permusim, namun memberikan kontribusi
yang besar bagi petani.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Pengelolaan kebun
pekarangan yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Kertak Empat ini, memberikan
manfaat terhadap keadaan sosial ekonomi
masyarakat setempat, hal ini dikarenakan
dengan pendapatan rata–rata Rp.6.403.000,-
pertahunya, yang di dapat dari kebun
pkarangan saja, menunjukan bahwa Desa
Kertak Empat merupakan termasuk desa
yang makmur atau maju.
DAFTAR PUSTAKA
Akhdiyat, M. 1990. Agroforestri Suatu
Alternatif Dalam Meningkatkan
Produksi Lahan Yang Mengalami
Degradasi lingkungan. Fakultas
Kehutanan. Universitas Lambung
Mangkurat. Banjarbaru.
Andayani, W. 2005. Ekonomi Agroforestri.
Debut Press. Yogyakarta.
Anwar, K. 2003. Pola Pemanfaatan Lahan
Pekarangan Dengan Sistem
Agroforestri di Desa Mandiangin Barat
Kecamatan Karang Intan Kabupaten
Banjar Kalimantan Selatan. Skripsi
Fakultas Kehutanan. Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Darmawan. D. 2006, Teknik Praktis Menulis
Karya Ilmiah. Metromedia Education
Surabaya
Departemen Kehutanan. RI. 1992. Manual
Kehutanan. Jakarta.
Gumaran. 2000. Kajian Sosial Ekologis
Kebun Hutan (Forest Garden) Sebagai
Salah Satu Pemanfaatan Lahan Secara
Tradisional Oleh Masyarakat Desa
Mangkalapi Kecamatan Kusan Hulu
Kabupaten Kotabaru Kalimantan
Selatan. Skripsi. Fakultas Kehutanan
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru, Tidak dipublikasikan
Hadisapoetra, 1973. Biaya dan Pendapatan
di dalam Usaha Tani. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hairiah, K, dkk, 2003. Pengantar
Agroforestri. International Center For
Research in Agroforestry (ICRAF)
Southeast Asia. Bogor.
Sardjono, MA. Djogo,H.S. Arifin, dan
N.Wijayanto. 2003. Klasifikasi dan
Pola Kombinasi Komponen
Agroforestry. International Center for
Research In Agroforestry (ICRAF).
Southeast Asia. Bogor
Sedar, I.R. 1990. Studi Tentang Struktur dan
Komposisi Tanaman Pekarangan Pada
Lahan Pemukiman Transmigrasi Tajau
Pecah Kabupaten Tanah Laut
Kalimantan Selatan. Skripsi pada
Fakultas Kehutanan Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Wati, M. 2003. Ekologi Tanaman Kebun
Buah (dukuh) Hutan Cadangan Pangan
Desa Biih Kecamatan Karang Intan
Kabupaten Banjar Kalimantan selatan.
Skripsi. Fakultas kehutanan
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru. Tidak Dipublikasikan.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
39
APLIKASI Trichoderma spp SEBAGAI PENGENDALI
HAYATI PATOGEN SOIL DISEASSES
Gusti R Iskarlia*, Mila Lukmana* dan Linda Rahmawati*
*Staf Pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Politeknik Hasnur
ABSTRAK
The study of Trichoderma spp application as a biological control of pathogen soil born
diseases had been conducted at Department of Pests and Plant Diseases, Faculty of Agriculture,
University of Lambung Mangkurat, South Kalimantan, Indonesia. The objective of this research
was to determine the antagonism of Trichoderma spp against pathogens of Soil Born Diseasses on
soybean. Research was conducted in two steps. Firstly, laboratory scale study using randomized
design and duncan test. Secondly, application of Trichoderma spp in the greenhouse with different
concentration levels at [10]0, [10]6, [10]7, [10]8, and [10]9. The treatment was given by the
addition of pathogen such as dumping off (S rolfsii), hawar (R solani), and rust (P pachrizi).
Laboratory scale study showed that T. kongii and T. harzianum effective to inhibit the
growth of S. rolfsii, P. pachrizi and R. solani. The ability of T. koningii was higher than T.
harzianum to inhibit the pathogens growth. The application of Trichoderma spp in the greenhouse
showed that concentration at [10]6 of T. koningii dan T. harzianum could inhibit the infection of
dumping off, hawar, and rust. The increasing of concentration of T.koningii had significant effect
on infection inhibition. Inhibition treatment of T harzianum was effective at [10]9 of
concentration. The inhibition occurred as the expression of antagonist protein, such as glucanase
or chitinase.
Keyword: Trichoderma spp, dumping off (S rolfsii), Hawar (R Solani), Karat (P pachrizi)
PENDAHULUAN
Salah satu kendala budidaya tanaman
kedelai di Indonesia adalah adanya serangan
berbagai penyakit yang disebabkan oleh
jamur patogen, antara lain adalah; Sclerotinia
rolfsii, Phakospora pachirizi dan Rhizoctonia
solani.
Serangan pathogen – pathogen
tersebut membuat petani kedelai
mengeluarkan biaya extra untuk
mengatasinya baik secara kimiawi maupun
organic yang pada akhirnya membuat biaya
produksi meningkat. Peningkatan biaya
produksi ini berdampak pada peningkatan
harga jual kedelai, yang bersaing dengan
daya beli masyarakat.
Pengembangan pengendalian hayati
terhadap pathogen pada tanaman Kedelai
sangatlah diperlukan mengingat masalah
rawan pangan terutama komoditi kedelai ini
sudah sampai pada taraf krisis sumber protein
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
40
nabati secara nasional. Karena apabila kita
hanya bergantung pada kedelai import maka
akan terjadi suatu reaksi jika harga kedelai
dipasar Internasional melonjak, atau
ketergatungan pada benih kedelai luar negeri
akan menyebabkan tanaman kedelai akan
musnah dan menjadi tanaman langka di
Indonesia.
Pengendalian Hayati adalah
pengurangan jumlah inokulum atau aktifitas
patogen melalui satu atau lebih organisme
selain manusia. Organisme tersebut dalam
(1) Patogen Avirulen atau Hipoverulen, (2)
Tanaman inang yang di manipulasikan secara
genetik dengan cara bercocok tanam, atau
dengan mikro organisme kearah yang lebih
efektif tahan terhadap patogen dan (3)
Antagonis terhadap Patogen. Trichoderma
merupakan salah satu organisme jamur yang
mempunyai potensi sebagai pengendali
biologi yang efektif (Sari, 1998; Adri dan
Putra, 2000).
Keutungan pengendalian hayati
tersebut adalah tidak mencemari lingkungan,
tidak berbahaya bagi manusia dan hewan,
dapat mengendalikan beberapa patogen
tanaman sekaligus. Salah satu mikro
organisme yang berpotensi untuk digunakan
adalah jamur Trichoderma sp. Jamur ini telah
diketahui dapat digunakan untuk
pengendalian patogen –patogen tanah dan
beberapa patogen udara.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
Greenhouse Universitas Lambung
Mangkurat, Laboratorium Pengendaliaan
Hayati Hama Penyakit Tanaman, Fakultas
Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.
Persiapan Inokulum Jamur R solani, S
rolfsii dan P pachrizi
Isolat R.solani, S rolfsii dan P
pachrizi didapat dari laboratorium Penyakit
Banjarbaru. Cara membuat media
perbanyakan R.solani, P pachrizi dan S
rolfsii untuk perlakuan adalah :3,5 kg jagung
yang sudah di cuci diberi air dan di masak ±
30 menit, dibiarkan sebentar kemudian
dimasukkan dalam 20 kantong plastik masing
– masing 350 gram. Dua puluh kantong
plastik yang sudah berisi beras jagung di
esterilkan selama 25 menit, di tunggu sampai
dingin. Dlam setiap kantong plastik di beri 10
plong isolat R.solani, P pachrizi dan S rolfsii,
kemudian plastik tersebut di kocok sampai
kira – kira masing-masing isolat merata.
Plastik – plastik tersebut diletakkan pada
tempat atau rak – rak seperti membuat tempe.
Ditunggu 4 sampai 7 hari. Semua dekerjakan
dengan cara aseptis.
Persiapan Inokulum Jamur T.koningii dan
T. Harzianum
Isolat T.koningii dan T.Harzenum
diperoleh dari laboratorium Pengendalian
Hama dan Penyakit Universitas Lambung
Mangkurat. Merupakan Isolat yang sudah di
identifikasi tersebut dimurnikan dengan cara
mengambil sebagian kecil dengan
menggunakan bor gabus dan diletakkan pada
cawan petri yang berisi media PDA. Tiga
hari kmudian jamur T.koningii dan
T.Harzianum sedah memenuhi cawan petri.
Semua dikerjakan secara aseptis.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
41
Pembuatan media perbanyakkan
trichoderma untuk perlakuan adalah : 3 kg
beras yang sudah di cuci diberi air
secukupnya dan dimasak ± 30 menit, setelah
dingin beras yang sudah setengah matang tadi
di letakkan dalam nampan plastik dan di
tumpuk dengan menggunakan sendok
sehingga ukuran butiran beras menjadi lebih
kecil. Isolat trichoderma dari media PDA
dalam cawan petri di tuangi air steril ± 10 ml.
Air steril yang telah bercampur dengan spora
trichoderma diambil dengan menggunakan
handautomycer dan di semprotkan diatas
beras yang sudah di letakkan pada nampan
plastik. Nampan plastik yang sudah di
semprot dengan suspensi trichoderma ditutup
dengan kaca dan diletakkan pada suhu
kamar. Ditunggu selama dua hari.Semua
dikerjakan dengan cara aseptic.
Percobaan di Laboratorium
Percobaan dilaboratorium ini untuk
mengetahui daya antagonis
T.koningii,T.harzianum terhadap
pertumbuhan R.solani, P pachrizi dan S
rolfsii. Percobaan dilakukan dalam cawan
petri yang berdiameter 9 cm dengan cara
oposisi langsung antara jamur R.solani dan
jamur antagonis. Untuk mengetahui
persentase hambatan digunakan rumus
adaptasi dari Fokkema dalam Abadi
(1987)sebagai berikut :
r1–
r2
I = r1
I : Persentase Penghambatan
R1 : Jari - jari koloni yang
mempunyai arah berlawanan
dengan jamur antagonis.
R2 :Jari - jari koloni yang
mempunyai arah menuju pusat
koloni jamur antagonis.
Jamur antagonis T.koningii,T.harzianum
dan R.solani, S rolfsii dan P pachyrizy
diinokulasi dalam cawan petri yang berisi
PDA dengan jarum ose dan dilakukan secara
aseptis. Letak kedua inokulum pada satu
garis dengn jarak 4 cm. Masing-masing
pathogen adalah sebagai sub sampling dalam
satu total sampling. Masing – masing
perlakuan diulang 10 kali sehingga didapat
50 cawan petri per patogen yang meliputi :
a. R.solani x.T.koninggi. / R.solani x. T.
Harzianum / R.solani / T.koninggi /
T.harzianum
b. S.rolfsii x.T.koninggi / S rolfsii x. T.
Harzianum / S rolfsiii / T.koninggi /
T.harzianum
c. S.rolfsii x.T.koninggi./ S rolfsii x. T.
Harzianum / S rolfsiii / T.koninggi /
T.harzianum
Pengamatan di laboratorium meliputi
persentase hambatan dengan mengukur jari-
jari koloni yang mempunyai arah berlawanan
dengan jamur antagonis (r1) dan jari-jari
koloni yang mempunyai arah menuju pusat
koloni jamur antagonis (r2).Pengukuran jari-
jari koloni dengan menggunakan penggaris.
Pengamatan dilakukan setiap 3 jam sekali
selama 3 hari. Data yang diperoleh dihitung
dengan menggunakan rumus persentase
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
42
penghambatan kemudian diuji dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), dan dilanjutkan dengan uji Duncant.
Percobaan di Greenhouse
Pengujian dengan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
dua perlakuan dan empat kali ulangan
kemudian dilanjutkan dengan uji Duncant.
Sehingga dalam percobaan di Greenhouse ini
seakan-akan terdapat tiga percobaan terpisah
yang memakai RAK pada setiap
percobaanya. Untuk setiap jenis pathogen
terdapat dua factor perlakuan,; Faktor
pertama (T1) T koningii dan (T2) T
harzianum; Faktor kedua; (K0) Kontrol
(tidak diberi Trichoderma), (K1) Konsentrasi
konidia 106, (K2) Konsentrasi konidia 10
7,
(K3) Konsentrasi konidia 108 dan (K4)
konsentrasi konidia 109
Biarkan murni dari media PDA
dimasukkan 10 ml air destilata, disemprotkan
ke dalam media perbanyakkan (beras).
Sekitar 4 HSI jamur yang sudah berkembang
di panen dengan cara menyemprotkan 500 ml
air pada nampan plastik, jamur yang terbawa
air semprotan di tampung dalam wadah yang
kemudian disebut suspensi jamur. Untuk
mengetahui konsentrasi konidia, diambil 1 ml
suspensi jamur dan di tambah 9 ml air
kemudian dihitung dengan menggunakan
haemocytometer. Pembuatan inokulum
T.koninggi dan T.harzianum dilakukan
dengan cara mencampur Trichonoderma
dalam beberapa kosentrasi pada bak – bak
yang telah berisi media tanah, pasir, pupuk
kandang dan bahan organik, berturut – turut
dengan perbandingan 1 : 1 : 1 : 2.
Tujuh hari kemudian, tanah yang
sudah mengandung trichoderma dipindah
dalam gelas – gelas plastik dan di tanami
bibit vanili yang berumur 3 bulan, satu hari
kemudian R.solani didapatkan 3 gr dalam
tiap gelas dengan cara ditabur di sekitar
tanaman kedelai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Penghambatan T koningii dan
T harzianum Terhadap Pathogen
Pada penelitian ini dapat diketahui
adanya perbedaan yang nyata pada hasil
penghambatan T koningii dan T harzianum
terhadap S rolfsii, P pachyrizy dan R solani.
Hasil analisis secara statistic pada data hasil
percobaan menunjukkan bahwa terjadi
penghambatan pertumbuhan ketiga pathogen
Soil Born Diseasses tersebut oleh T
harzianum dan T koningii.
T koningii diketahui memiliki
kemampuan yang lebih efektif menekan S
rolfsii, P pachrizi dan R solani dibandingkan
T harzianum. Terlihat bahwa dari hasil
percobaan pada Tabel 1, beda nyata
ditunjukkan oleh T koningii lebih tinggi
daripada yang ditunjukkan oleh T harzianum.
Hasil analisa tersebut sesuai dengan
pendapat yang menyatakan bahwa jamur
jenis Trichoderma mempunyai kecepatan
tumbuh yang tinggi untuk menekan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
43
pertumbuhan jamur antagonisnya.
Disamping itu Family Trichoderma
dimungkinkan memiliki Gen penyandi
Protein Antagonis; Inhibitor Protein,
Glucanase dan Chitinase (Sari, 1998; Adri,
2000; dan Kirnoprasetyo, 2008)
Tabel 1. Prosentase Penghambatan T koningii dan T harzianum Terhadap S rolfsii, R solani
dan P pachyrizy
Waktu Inkubasi Prosen penghambatan pada media PDA (%)
S rolfsii R solani P pachyrisy
Tk Th Tk Th Tk Th
12 04.5a 04.0a 05.0a 05.0a 04.0a 04.5a
18 11.9a 11.9a 11.9a 11.9a 11.9a 11.9a
24 25.9a 16.7a 35.9a 16.7a 34.9a 16.7a
30 49.1ab 40.9a 59.1ab 50.9a 49.1a 40.9a
36 75.9ab 58.5a 75.9ab 58.5a 74.9ab 47.4a
42 79.2b 69.5a 79.3ab 70.5a 79.3ab 70.4a
48 89.1b 86.7a 89.2ab 86.8a 88.1ab 79.7a
54 98.7b 92.3a 99.8b 93.4a 98.6b 94.4a
Keterangan: Tk = Trichoderma Koningii
Th = Trichoderma harzianum
Gambar 1. S rolfsii dan T harzianum (1), S rolfsii (2), S rolfsii dan T koningii (3), T
harzianum (4), T koningii (5).
Waktu Inkubasi S rolfsii, P pachyrizy Dan
R solani Akibat Keberadaan Jamur
Antagonis
Pengamatan lama waktu inkubasi
penyakit Dumping Off, Karat dan Hawar
pada tabel terlihat bahwa perlakuan
konsentrasi menunjukkan adanya
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
44
peningkatan waktu inkubasi seiring dengan
bertambahnya konsentrasi inokulum.
Peningkatan terlihat jelas pada T harzianum,
sedangkan pada T koningii waktu inkubasi
relative tetap. Akan tetapi pada konsentrasi
yang rendah T koningii telah mampu
memberikan pengaruh waktu inkubasi yang
lebih lama.
Perlakuan jamur antagonis pada
semua konsentrasi dapat memperpanjang
waktu inkubasi yang dibutuhkan oleh P
pachyrizyi,R solani dan S rolfsii
dibandingkan dengan control. Perlakuan
dengan T koningii memiliki waktu inkubasi
lebih lama dibandingkan dengan perlakuan
dengan T harzianum. Sehingga dapat
dikatakan bahwa T koningii lebih efektif
menekan ketiga patogen Soil Born Diseasses
tersebut dibandingkan T harzianum.
Pengaruh Konsentrasi T koningii dan T
harzianum Terhadap Infeksi oleh S rolfsii dan R
solani Pada Kedelai.
Symptom yang umum terjadi pada
penyakit Dumping Off adalah adanya bercak
bergaris yang dimulai dari pangkal batang. Hasil
dari analisis data pada pengamatan macam
konsentrasi menunjukkan T koningii memberikan
pengaruh yang beda nyata terhadap symptom
tersebut. Semakin tinggi konsentrasi T koningii,
semakin kecil ukuran symptom yang timbul.
Symptom dari Dumping Off umumnya
akan muncul dalam 2 sampai 4 hari setelah
inokulasi (HSI), oleh Karena itu pengamatan
dimulai pada hari ke 4. Pada perlakuan T
koningii [10]6 ternyata sudah mampu menekan
infeksi dari Dumping Off, semakin meningkat
kemampuannya seiring dengan peningkatan
konsentrasi. Sama halnya dengan T koningii,
pada perlakuan T harzianum juga menampakan
gejala yang sama dengan pemberian T koningii.
Tabel 2. Rata – rata Waktu inkubasi Pathogen Penyakit
Konsentrasi Waktu Inkubasi (Hari Setelah Inkubasi / HSI)
Konidia S rolfsii R solani P pachyrizy
Tk Th Tk Th Tk Th
Kontrol 2 2 3 3 2 2
[10]6 4 3 3 3 3 3
[10]7 4 3 4 3 3 3
[10]8 3 3 4 3 3 3
[10]9 4 4 4 4 4 3
Tabel 3a. Luasan Symptom Dumping Off Yang Timbul Pada Perlakuan Konsentrasi T koningii dan
T harzianum.
HSI Kontrol [10]6 [10]7 [10]8 [10]9
----------------------------------------------------------------------------------------------------
A B A B A B A B A B
4 1.8c 2.0b 1.4b 0.8a 1.1b 0.8a 0.7a 0.8a 0.4a 0.8a
8 7.3c 7.5b 5.2b 5.9a 4.9b 5.9a 2.0a 5.4a 1.3a 5.4a
12 15.7b 15.8c 11.5c 13.8b 12.2c 13.3ab 8.8b 12.5ab 6.5a 13.7a
16 23.1c 20.1c 18.2b 17.8b 20.3b 17.6b 19.0b 16.0ab 14.5a 15.4a
20 26.6c 23.1c 22.1b 21.1b 24.3bc 21.4bc 23.5b 19.8ab 18.1a 18.8a
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
45
Keterangan: A = Trichoderma koningii
B = Trichoderma harzianum
Pada bibit yang diperlakukan hari ke 4 dan ke
8 memperlihatkan hasil secara statistik tidak
berbeda nyata, perbedaan mulai nampak pada
perlakuan 12 hari setelah tanam (HSI). Pada
table 3 terlihat bahwa keefektifan dari T
koningii maupun T harzianum mulai terlihat
pada perlakuan 12 hari sesudah tanam (HSI).
Tabel 3b. Luasan Symptom Hawar Yang Timbul Pada Perlakuan Konsentrasi T koningii dan T
harzianum.
HSI Kontrol [10]6 [10]7 [10]8 [10]9
----------------------------------------------------------------------------------------------------
A B A B A B A B A B
4 1.8c 3.0b 1.5b 0.8a 1.1b 0.8a 0.8a 0.8a 0.5a 0.8a
8 8.3c 8.5b 5.3b 5.9a 5.9b 5.9a 3.0a 5.5a 1.3a 5.5a
12 15.8b 15.8c 11.5c 13.8b 13.3c 13.3ab 8.8b 13.5ab 7.5a 13.8a
16 33.1c 30.1c 18.3b 18.8b 30.3b 18.7b 19.0b 17.0ab 15.5a 15.5a
20 37.7c 33.1c 33.1b 31.1b 35.3bc 31.5bc 33.5b 19.8ab 18.1a 18.7a
Keterangan: A = Trichoderma koningii
B = Trichoderma harzianum
Symptom yang umum terjadi pada penyakit
Hawar adalah adanya bercak coklat serupa
sarang laba-laba yang dimulai dari pangkal
batang atau pangkal daun. Bercak tersebut
akan muncul dalam 3 sampai 4 hari setelah
inokulasi (HSI), sehingga pengamatan
dimulai pada hari ke 4. Pada perlakuan T
koningii [10]6 ternyata sudah mampu
menekan infeksi dari Hawar, semakin
menekan seiring dengan peningkatan
konsentrasi. Sama halnya dengan T koningii,
pada perlakuan T harzianum juga
menampakan gejala yang sama dengan
pemberian T koningii. Semakin tinggi
konsentrasi T koningii, semakin kecil ukuran
symptom yang timbul.
Tabel 3c. Luasan Symptom Karat Yang Timbul Pada Perlakuan Konsentrasi T koningii dan T
harzianum.
HSI Kontrol [10]6 [10]7 [10]8 [10]9
----------------------------------------------------------------------------------------------------
A B A B A B A B A B
4 1.8c 2.0b 1.4b 0.8a 1.1b 0.8a 0.7a 0.8a 0.4a 0.8a
8 7.2c 7.5b 5.2b 5.8a 4.8b 5.8a 2.0a 5.4a 1.2a 5.4a
12 15.7b 15.8c 11.5c 12.8b 12.2c 12.2ab 8.8b 12.5ab 5.5a 12.7a
16 22.1c 20.1c 18.2b 17.8b 20.2b 17.5b 18.0b 15.0ab 14.5a 15.4a
20 25.5c 22.1c 22.1b 21.1b 24.2bc 21.4bc 22.5b 18.8ab 18.1a 18.8a
Keterangan: A = Trichoderma koningii
B = Trichoderma harzianum
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
46
Symptom dari Karat secara umum
akan muncul dalam 2 sampai 4 hari setelah
inokulasi (HSI), oleh Karena itu pengamatan
dimulai pada hari ke 4. Pada perlakuan T
koningii [10]6 ternyata sudah mampu
menekan infeksi dari Dumping Off, semakin
meningkat kemampuannya seiring dengan
peningkatan konsentrasi. Sama halnya
dengan T koningii, pada perlakuan T
harzianum juga menampakan gejala yang
sama dengan pemberian T koningii.
Kemampuan Trichoderma dalam
menghambat pertumbuhan ketiga pathogen
soil born diseases ini dimungkinkan karena
adanya gen-gen penyandi protein antagonis
yang dimiliki oleh Trichoderma. Dimana
proses tersebut terjadi ketika pathogen
mengeluarkan enzim sebagai hasil sekresi ke
lingkungan sekitarnya, baik lingkungan
biotic maupun abiotik (host). Trichoderma
sebagai jamur antagonis akan
mengexpresikan pembentukan protein
antagonis sebagai expresi dari gen yang
dimiliki, bisa berupa inhibitor protease,
Glucanase ataupun Chitinase. Apabila hal
tersebut terjadi sebagai mekanisme
pertahanan pada tanaman maka bisa disebut
sebagai elisitor (Bowles, 1990., Dixon and
Lamb, 1990 dan Kirnoprasetyo, 2008).
Dari analisa data dan pembahasan
diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:
(1) Hasil penelitian skala laboratorium
menunjukkan T kongii dan T harzianum
efektif menghambat perkembangan S rolfsii,
P pachrizi dan R solani; (2) Kemampuan
menghambat T koningii lebih besar daripada
T harzianum; (3) Hasil penelitian skala
greenhouse menunjukkan perlakuan [10]6 T
koningii dan T harzianum sudah dapat
menghambat infeksi Dumping Off, Karat dan
Hawar; (4) Peningkatan konsentrasi T
koningii signifikan dengan efek
penghambatan infeksi; (5) Penghambatan
oleh T harzianum efektif pada perlakuan
[10]9; (6) Penghambatan terjadi sebagai
akibat expresi gen Antagonis Protein;
Glucanase atau Chitinase.
Penelitian masih dapat dikembangkan
lagi sebagai penelitian terapan untuk
pengendalian penyakit dilapang, maupun
sebagai bahan kajian dalam kemungkinan
isolasi fragmen DNA menyandi gen
penghambatan terhadap jamur antagonis
untuk tujuan transgenic.
DAFTAR PUSTAKA
Adri, M., dan Putra, Y W., 2000.,
Trichoderma Sebagai Antagonisme
Fusarium Pada Perkebunan Panili.
2000. Bowles, D J., 1990. Defende-Related Protein
in Higher Plant. Annu Rev
Biochem. 59:873-907
Dixon, R A and Lamb, C J., 1990. Molecular
Comunication in Interaction
Between Plants and Microbiol
Pathogens. Annu Rev Palnt Physiol
Plant Mol Biol 41:339-367.
Kirnoprasetyo, I., 2008. Interaksi Pathogen
dan Ekspresi Gen Untuk Kontrol
Penyakit Tanaman. 2008.
Semangun, H., 2001. Penyakit-Penyakit
Tanaman Pangan di Indonesia.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta Indonesia.
Sari, Loulyta., 1998. Pengendalian Hayati
Penyakit Rebah Kecambah
Rhizoctonia solani Kuhn Pada Bibit
Kopi Arabika Dengan Trichoderma.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
47
Jurusan HPT. Fak Pertanian.
Universitas Brawijaya Malang.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
48
PERANCANGAN APLIKASI PENGIRIMAN SMS INFORMASI ALARM BERBASIS
WEB PADA PT SMARTFREN TELECOM BANJARMASIN
Laili Wahyunita1 dan Ronny Faslah
2
1Staf Pengajar Program Studi Teknik Informatika Politeknik Hasnur 2Staf Pengajar Teknik Informatika Politeknik Negeri Banjarmasin
ABSTRAK
Perancangan Sistem Pengiriman Informasi Alarm BTS dengan SMS Gateway Berbasis
Web Pada PT Smartfren Banjarmasin. Sistem pengiriman informasi alarm melalui SMS (Short
Message Service) merupakan sebuah teknologi layanan untuk penyampaian pesan dengan singkat.
PT Smartfren Telecom Banjarmasin adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa
telekomunikasi yang memiliki banyak BTS di daerah Kalimantan yang memerlukan pemeliharaan
dalam menjaga kondisi BTS bebas dari masaah yang berupa alarm-alarm. Untuk itu diperlukan
aplikasi pengiriman informasi alarm BTS-BTS. Aplikasi ini dirancang menggunakan. Bahasa
pemrograman yang dipakai adalah PHP, penyimpanan basis data menggunakan MySQL dan
Engine SMS Gateway menggunakan Gammu. Manfaat dari perancangan sistem ini adalah
mempercepat proses alur penyampaian informasi alarm sehingga proses penanganan masalah
dapat cepat diselesaikan.
Kata kunci : sms informasi alarm, web, Smartfren Telecom
PENDAAHULUAN
Perkembangan dunia telekomunikasi
berlangsung dengan cepat di Indonesia. Salah
satunya adalah perkembangan dari teknologi
telepon selular (ponsel). Telepon seluler
(ponsel) mempunyai kelebihan yang bisa
dibawa kemana-mana baik di kantor, di
rumah, di kampus, di jalan atau di tempat
lainnya, sehingga seseorang dapat saling
berkomunikasi dengan cepat tanpa dibatasi
ruang atau posisi dimana seseorang itu
berada. Tentunya dengan catatan selama di
dalam area operator ponsel itu sendiri.
Sehingga tidak diragukan lagi, ponsel
memang sangat penting sekali
keberadaannya. saat ini fungsi dari telepon
selular tidak hanya untuk telepon saja salah
satu fitur tambahan ponsel adalah
munculnya layanan seperti pesan data pendek
atau Short Message Service (SMS) pada
sistem GSM. Orang tidak pernah menyangka
layanan SMS sedemikian tinggi dan disukai
orang. Kegemaran pengguna ponsel dalam
ber-SMS yang lebih murah, praktis dan
terdapat pada semua jenis serta tipe ponsel,
membuat fitur yang satu ini tetap digemari
dan bertahan hingga saat ini. Fitur ini
digunakan untuk mengirim pesan atau lebih
dikenal dengan SMS (Short Message
Services) maupun MMS (Multimedia
Message Services) dimana dengan
memanfaatkan teknologi ini dimungkinkan
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
49
para pengguna ponsel dapat mengirim pesan
tidak hanya berupa teks saja melainkan dapat
mengirimkan gambar, suara, dan teks
sekaligus, selain itu juga dapat juga untuk
mengirim e-mail dan juga dapat digunakan
untuk browsing internet dengan WAP atau
dengan GPRS.
PT Smartfren Telecom Banjarmasin,
Tbk berlokasi di Jl. A. Yani Km 4,5 No 56
Banjarmasin. Perusahaan ini adalah operator
penyedia jasa telekomunikasi berbasis
teknologi CDMA yang memiliki lisensi
selular dan mobilitas terbatas (fixed wireless
access), serta memiliki cakupan jaringan
CDMA EV-DO (jaringan mobile broadband
yang setara dengan 3G) yang terluas di
Indonesia. Smartfren juga merupakan
operator telekomunikasi pertama di dunia
yang menyediakan layanan CDMA EV-DO
Rev. B (setara dengan 3,5G dengan
kecepatan unduh s.d. 14,7 Mbps) dan
operator CDMA pertama yang menyediakan
layanan Blackberry.
Salah satu bagian jaringan yang
sering di monitoring adalah BTS ( Base
Transmitter System ). Adapun monitoing
yang dilakukan pada BTS adalah jika ada
alarm-alarm anomally yang muncul di BTS-
BTS. OMC ( Operation and Maintenance
Center ) adalah bagian yang bertugas untuk
memantau kondisi BTS melalui layar
monitor. Monitoring yang dilakukan juga
mencakup pemberitahuan alarm BTS tersebut
kepada Staff Teknik dalam hal ini disebut
bagian FOP yang bertanggung jawab kepada
BTS tersebut.
Adapun sistem yang sekarang
diterapkan dalam proses pemberitahuan
informasi alarm BTS yaitu jika OMC staff
memonitore adanya alarm BTS, maka
mereka mengirimkan informasi tersebut
melalui email ke Jakarta dalam hal ini bisa
kita sebut NOC staff (bagian yang
mengirimkan SMS alarm) untuk dibuatkan
SMS ke pihat yang terkait. Dimana hal ini
banyak kendala dan kekurangan yang dinilai
penulis kurang efektif dan efisien.
Salah satu teknologi informasi yang
sangat populer saat ini adalah handphone
yang sudah menjadi semacam identitas diri
secara personal. Karena sifatnya yang
personal, semua info yang masuk ke dalam
handphone dirasakan oleh penggunanya
sebagai bentuk informasi personal. Ditambah
lagi dari secara psikologi bahwa seseorang
itu ingin selalu dianggap penting. Short
Message Service (SMS) merupakan salah
satu fitur dari teknik telekomunikasi telepon
bergerak baik itu dari CDMA maupun GSM
yang dikembangkan dan distandardisasi oleh
European Telecommunication Standard
Institute (ETSI).
SMS Gateway merupakan teknologi
informasi yang digunakan untuk
memudahkan pemberitahuan informasi
melalui pesan singkat yang dikirimkan secara
masal sehingga menjadi efektif dan efisien
dalam menghemat waktu. SMS Gateway
merupakan pintu gerbang bagi penyebaran
informasi dengan menggunakan SMS. Kita
dapat menyebarkan pesan ke ratusan nomor
secara otomatis dan cepat yang langsung
terhubung dengan database pengecekan nilai
nomor-nomor ponsel saja tanpa harus
mengetik ratusan nomor dan pesan di ponsel
karena semua nomor akan diambil secara
otomatis dari database tersebut.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
50
Oleh sebab itu penulis mencoba
menulis penelitian tentang pemecahan
masalah dengan melakukan Perancangan
Aplikasi Pengiriman SMS Informasi Alarm
berbasis web pada PT Smartfren Telecom
Banjarmasin. Dengan adanya sistem
informasi berbasis SMS ini pemberitahuan
tentang informasi alarm BTS dapat sampai
kepada PIC (Person in Charge) dapat lebih
cepat, efektif dan efisien. Sehingga dalam
proses penyelesaian alarm di BTS-BTS dapat
dengan cepat dikerjakan.
Tujuan yang di inginkan penulis dari
hasil penelitian dan perancangan program ini
adalah untuk merancang program sistem
informasi dengan menggunakan layanan
pesan singkat melalui handphone berisi
informasi alarm BTS yang dikirimkan
kepada staff PT Smartfren yang bertanggung
jawab terhadap BTS tersebut.
METODE PENELITIAN
Adapun alat dan bahan yang
diperlukan untuk merancang sistem informasi
alarm BTS melalui pesan singkat handphone
sebagai berikut:
1 buah komputer; Fungsi komputer disini
adalah sebagai yang akan menampung setiap
pesan yang dikirimkan dan diterima oleh
sistem. kita pakai OS Windows XP. Adapun
spesifikasi standard yang diharapkan:
1) Prosesor Intel Pentium IV 2.40 Ghz
2) Memori RAM 512 MB
3) Kapasitas Hard Disk 160 GB
4) Monitor dengan resolusi 1024 X 768
5) VGA Card 128 MB
6) Keyboard dan Mouse
7) USB Port
8) Kabel Data CA 42
1 buah GSM interface atau handphone
yang bisa difungsikan sebagai modem. GSM
Interface adalah perangkat keras tambahan
yang terhubung ke komputer sebagai
gateway yang menghubungkan aplikasi
dengan jaringan GSM. GSM Interface terdiri
dari :
1) Modem / Telepon seluler, disini
penulis menggunakan modem.
2) SIM (Subsriber Identity Module)
Card. SIM Card yang digunakkan penulis
disini adalah SIM Card IM3 dengan nomor
085751704260.
Kabel atau bluetooth untuk koneksi HP
dengan komputer
Driver modem atau PC suite handphone
1 buah handphone untuk mengirim sms
1 buah software sebagai gateway
Aplikasi server. Contoh:
Apache,MySQL,PHP
Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan meliputi
tahapan sebagai berikut:
Pengumpulan Data : Untuk mendukung
perancangan program ini dilakukan
pengumpulan data dengan mengumpulkan
bahan-bahan dari beberapa sumber, seperti
media internet, buku-buku yang membahas
tentang cara-cara pembutan program.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
51
Studi Literatul : Salah satu kegiatan
dalam pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan jurnal, paper dan bacaan-
bacaan yang berkaitan dengan judul
penelitian.
Tahap desain atau perancangan: Tahap
desain atau perancangan ini meliputi
perancangan struktur sistem, perancangan
untuk input maupun output, perancangan
untuk user interface, dan perancangan
database.
Implementasi: implementasi dari semua
analisa dan perancangan yang telah dibuat.
Tahap ini juga meliputi perancangan program
untuk perancangan program. Dalam tahap ini
program bantu yang digunakan untuk
perancangan user.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah Rancangan database dan Rancangan
Web dengan menggunakan codeignitter.
Pengujian dilakukan di kantor PT Smartfren
Telecom Banjarmasin.
Rancangan input dan output
1. Perancangan Input
Perancangan input di buat untuk
memasukkan data ke dalam form atau
halaman inputan yang telah disediakan untuk
menghasilkan sejumlah informasi. Berikut
perancangan inputan sistem informasi alarm
BTS melalui SMS Gateway berbasis web:
Gambar 3.1 Rancangan input untuk form
tulis pesan
Gambar 3.2 Rancangan input untuk Nomor PIC
BTS
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
52
Gambar 3.3 Rancangan input untuk group
contact
2. Perancangan Output
Perancangan output di buat untuk
menampilkan hasil informasi dari inputan
data ke dalam form atau halaman inputan
diatas. Berikut perancangan output sistem
pengiriman informasi alarm BTS dengan
SMS Gateway berbasis web :
Gambar 3.4 Rancangan output dari sistem
susulan
3. Interface Aplikasi
Dari rancangan program yang telah
disampaikan terdapat menu-menu yang
berfungsi sebagai interface antara user dan
aplikasi. Adapun masing-masing fungsi dari
menu-menu sebagai berikut:
Login Form
Tampilan awal program untuk keabsahan
user yang akan masuk dalam program.
Home
Sebagai tampilan awal program. Pada
halaman ini menampilkan welcome word
pada program serta pengenalan secara
singkat tentang aplikasi.
Send SMS
Tampilan form untuk mengisikan
nomor dan isi pesan yang akan dikirimkan.
Inbox SMS
Berisi daftar SMS inbox yang
diterima oleh gateway database. Outbox SMS
Berisi daftar SMS yang belum
berhasil dikirimkan oleh SMS Gateway.
Sent Item
Berisi daftar SMS yang telah
dikirimkan oleh SMS Gateway.
Phonebook
HASIL PEMBAHASAN
Tahap implementasi program adalah
tahapan dimana program yang dibuat oleh
penulis dicoba dilaksanakan atau dijalankan.
Sebelum sistem informasi ini dipergunakan,
maka diperlukan beberapa instalasi dan
konfigurasi. Proses instalasi komponen
tersebut meliputi instalasi web server,
instalasi engine SMS gateway.
Instalasi web server dalam hal ini
adalah instalasi XAMPP, serta database
server dalam hal ini penulis memakai heidi
Sql.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
53
Selanjutnya tinggal memasukkan
modem pada USB port dan mengaktifkan
Gammu yang sudah kita install.
Adapun database yang dibuat penulis
diberi nama Mysms. Setelah itu penulis
membuat script PHP dan codeigniter yang
telah disimpan pada folder
C:\xampp\htdoc\mysms. Sehingga untuk
mencoba aplikasi maka kita buka browser
Mozilla Firefox. Ketikkan pada alamat
website: http:\\localhost\mysms Setelah kita
memasukkan login Admin, pasword Admin
maka kita akan masuk di Tampilan home
aplikasi seperti gambar berikut :
Jika kita ingin mengirimkan SMS
maka kita pilih menu Send SMS. Setelah
pengiriman SMS sudah dilakukan maka
pesan tersebut akan masuk dalam daftar SMS
belum terkirim yang ada pada halaman
Outbox SMS. Jika SMS berhasil dikirimkan
maka akan masuk pada halaman Sent SMS
Evaluasi Hasil Implementasi Program
Tabel Pengujian Aplikasi Program
Pada tahapan evaluasi hasil
implementasi program ini penulis
mencoba menguraikannya dalam
beberapa tabel Pengujian sebagai
berikut:
1. Pengujian Form Login
Tabel 4.1 Pengujian Form Login
No Data yang diamati Hasil yang diharapkan Hasil Pengamatan Keterangan
1 User Login
Username:
Password:
Username dan password
diterima
Sesuai Sukses
2. Pengujian Send SMS
Tabel 4.2 Tabel pengujian SMS
No Data yang diamati Hasil yang diharapkan Hasil
Pengamatan
Keterangan
2. Pengujian form perubahan password
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
54
Tabel 4.3 Pengujian Perubahan password
No Data yang diamati Hasil yang diharapkan Hasil Pengamatan Keterangan
1 User akan
mengubah
password dengan
memasukkan
password yang
lama dan mengisi
password yang
baru
Perubahan password
sukses dengan keabsahan
password lama
Sesuai Sukses
Berdasarkan uraian yang telah
dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,
maka dapat diambil kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. SMS (Short Message Service) adalah
salah satu fitur dari telepon selular
yang dapat digunakan untun
pengiriman informasi secara cepat
dan murah. Jika diintegrasikan
dengan Gateway seperti Gammu
maka Fitur SMS ini dapat lebih
maksimal digunakan.
2. Aplikasi dengan berbasis Web dinilai
merupakan aplikasi yang friendly use
artinya mudah digunakan dan
dipahami oleh pengguna. Karena dari
segi tampilan dan interface bisa lebih
komunikatif.
3. Sistem pengiriman informasi alarm
yang saat ini berjalan pada PT
Smartfren Telecom Banjarmasin
penulis nilai sangat tidak efisien dan
memakan waktu yang lama untuk
dapat sampai pada FOP staff dalam
hal ini yang bertanggung jawab pada
BTS tersebut.sistem pengiriman
alarm dengan memakai SMS
Gateway pada PT Smartfren
Banjarmasin dapat memberikan
efisiensi waktu dalam penanganan
alarm tersebut. Karena dapat
mengirimkan informasi secara cepat
kepada PIC BTS.
4. Sistem pengiriman alarm dengan
memakai SMS Gateway pada PT
Smartfren Banjarmasin berbasis web
ini diwujudkan dengan pembuatan
suatu aplikasi menggunakan PHP
sebagai bahasa pemrograman,
MySQL sebagai basis data dan
Gammu sebagai Engine SMS
Gateway.
Aplikasi yang dirancang penulis dalam
proyek tugas akhir ini memiliki
keterbatasan pada masih manualnya
deteksi alarm yaitu base on monitoring
view ke BSM oleh Tim OMC. Sehingga
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur
55
diharapkan untuk pengembangan
selanjutnya sistem informasi alarm ini
dapat terintegrated pada Monitoring
System di PT Smarfren Banjarmasin
sehingga SMS bisa terkirimkan secara
otomatis.
Kekurangan dan Pengembangan sistem
informasi alarm ini disarankan kepada
peneliti selanjutnya untuk dapat
melanjutkan agar tercipta aplikasi yang
lebih lengkap dan lebih berguna.
DAFTAR PUSTAKA
Edison, Daud Tarigan. Membangun
SMS Gateway Berbasis Web
(Yogyakarta: Lokomedia:2012)
Henri, C.L. Analisis, Desain dan
Implementasi Sistem Informasi.
(Jakarta : Penerbit Erlangga, 1993)
Kadir, Abdul. Tuntunan Praktis Belajar
Database Menggunakan MySQL.
Yogyakarta: ANDI, 2008. Library IT
Telkom. SMS Gateway. 09 Februari
2009.
Ladjamudin, Al-Bahra bin. Analisis dan
Desain Sistem Informasi.
(Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu,
2005).
Muhadkly. SMS Gateway
Menggunakan GAMMU.
Nugroho, Adi. Analisis & Perancangan
Sistem Informasi dengan Metodologi
Berorientasi Objek: Edisi Revisi.
(Bandung: Informatika. 2005).
Priyo, Eko Utomo. 1 Menit Belajar PHP
& JQuery (Yogyajarta:
Mediakom:2012)
Rosidi, R., I. Membuat Sendiri SMS
Gateway (ESME) Berbasis Protokol
SMPP. (Yogyakarta : Penerbit ANDI,
2004).
Wahidin. Aplikasi SMS dengan PHP
untuk Oran Awam. Palembang:
axikom, 2010.
Wibisono, Gunawan. Konsep Teknologi
Seluler. Bandung: Informatika, 2008.
http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?v
iew=article&catid=17%3Asistem-
komunikasi-bergerak&id=404%3Asms-
gateway&option=com_content.