kti kusnaenih terbaru

89
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program menjaga mutu adalah suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2006). Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

Upload: muhammad-bahrul-ulum

Post on 28-Oct-2015

69 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program menjaga mutu adalah suatu proses yang dilaksanakan secara

berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan

masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan

standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara

penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta menilai

hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk lebih

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2006).

Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai

peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya

yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,

keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Saifuddin, 2006).

Syarat pelayanan kesehatan yang baik setidak-tidaknya dapat

dibedakan atas 13 macam, yakni tersedia (availabel), menyeluruh

(comprehensive), terpadu (integrated), berkesinambungan (continue), adil dan

merata (equity), mandiri (sustainable), wajar (aapropriate), dapat diterima

2

(acceptable), dapat dipahami (accessible), dapat dijangkau (affordable),

efektif (effective), efisien (efficient), serta bermutu (quality) (Saifuddin,

2006).

Ketiga belas syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya.

Namun pada akhir ini, dengan makin majunya ilmu dan teknologi kedokteran

di satu pihak serta makin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial

ekonomi penduduk di pihak lain, tampak syarat mutu makin bertambah

penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu

dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat menghindari terjadinya

berbagai efek samping (side effect) karena penggunaan pelbagai kemajuan

ilmu dan teknologi kedokteran, tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi

kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat (heallth needs and demands)

yang semakin meningkat (Saifuddin, 2006).

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh

(comprehensive heallth care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah

kerjanya, Puskesmas menjalankan beberapa usaha pokok (gasic health care

services) yang meliputi beberapa program, salah satunya yaitu Program

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Depkes RI, 2009).

Peningkatan kualitas Kesehatan Ibu dan Anak sangat berkaitan

dengan pelayanan kebidanan. Pada pertemuan pengelola Safe Motherhood

dari negara-negara di wilayah South-East Asia SEAR Countries, Regional

Health Situation, Information Sources (SEARO) / Asia Tenggara pada tahun

1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan kepada

3

setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar

tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, World Health

Organization (WHO) SEARO mengembangkan standar pelayanan kebidanan

(DepKes RI, 2008).

Suatu standar akan efektif bila dapat diobservasi dan diukur, relistik,

mudah dilakukan dan dibutuhkan. Standar penting untuk pelaksanaan,

pemeliharaan dan penilaian kualitas pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa

standar pelayanan perlu dimiliki oleh setiap pelaksana pelayanan. Standar

pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi

yang diperlukan bidan dalam menjalani praktek sehari-hari (DepKes RI,

2008).

Untuk itu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri dan

neonatal khususnya bidan, harus mampu dan terampil memberikan pelayanan

sesuai dengan standar yang ditetapkan. Peningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan ibu dan anak yang diberikan oleh bidan di Puskesmas diharapkan

akan dapat mengatasi kecenderungan peningkatan angka kesakitan. Kepuasan

pasien yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan

mempengaruhi provibilitas puskesmas, sedangkan sikap karyawan terhadap

pasien yang akan berdampak terhadap kepuasan pasien dimana kebutuhan

pasien dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan

mutu pelayanan yang diberikan (Depkes RI, 2005).

Standar pelayanan menentukan kualitas pelayanan kesehatan

masyarakat dan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien.

4

Kepuasan pasien merupakan elemen penting dalam kualitas pelayanan

kesehatan masyarakat. Kepuasan merupakan sesuatu yang subjektif dan

sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Interaksi faktor-faktor tersebut akan

mempengaruhi kepuasan seseorang terhadap pelayanan yang diterimanya

(Depkes RI, 2008).

Di dalam Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan

dinyatakan bahwa ”Tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya dan perlu diikut sertakan dalam usaha-usaha

kesehatan pemerintah”.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, para ibu dan keluarganya

serta masyarakat lainnya, di samping sebagai obyek, juga harus diikutsertakan

dalam usaha-usaha Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) yang

bersangkutan. Dimana hal tersebut merupakan azas integrasi dari pelayanan

dalam usaha Keskehatan Ibu dan Anak (KIA), sehingga secara optimal usaha-

usaha BKIA yang bersangkutan akan dapat mencapai tujuan seperti yang

diharapkan dalam kegiatan BKIA tersebut.

Di dalam Pasal 9 No. 2, juga telah dinyatakan bahwa, tujuan pokok

Undang-Undang yang dimaksud adalah sebagai berikut :

”Meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak sampai usia 5

tahun, menjaga dan mencegah jangan sampai ketiga subjek ini tergolong

dalam ”Vulnerable Group” atau Golongan Terancam bahaya (UU No.36

tahun 2009).

5

Berdasarkan hasil wawancara pada saat pra survey bulan Maret 2010

yang peneliti lakukan dengan 10 pasien setelah mendapat pelayanan KIA di

Puskesmas Kertasemaya, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pasien tersebut

merasa kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan di

Puskesmas Kertasemaya dan selain itu peneliti juga memperoleh data jumlah

pasien yang mendapat pelayanan di ruang KIA Puskesmas Kertasemaya

adalah sebagai berikut :

Tabel 1. 1Kunjungan Pasien di Ruang KIA Puskesmas Kertasemaya

Kabupaten Indramayu Tahun 2011

Bulan / Tahun Bayi / Balita Ibu Hamil

Januari 2011 171 70

Februari 2011 175 51

Berdasarkan tabel 1.1, diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien di

Ruang KIA Puskesmas Kertasemaya pada bulan Januari 2011 sebanyak 70

pasien (40,9%) dari target 171 orang sedangkan pada bulan Pebruari 2011

jumlah kunjungan pasien sebanyak 51 orang (29,1%) dari 175 orang.

Sementara itu cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 77% masih

belum mencapai target yang telah ditetapkan oleh Puskesmas Kertasemaya.

Dari uraian di atas, untuk mengetahui bagaimanakah tingkat kepuasan

berlangsung dalam melaksanakan suatu standar mutu pelayanan kesehatan

pasien di ruang KIA, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan

mengambil judul ”Tingkat Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan KIA oleh

6

Bidan di Puskesmas Kertasemaya Kabupaten Indramayu tahun 2011”. Karena

itu belum pernah diadakan penelitian serupa di Puskesmas tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: “Bagaimanakah tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA

oleh bidan di Puskesmas Kertasemaya tahun 2011?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien

terhadap pelayanan KIA oleh bidan di Puskesmas Kertasemaya

Kabupaten Indramayu tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini untuk mengetahui :

a. Tingkat kepuasan ibu hamil terhadap pemeriksaan ibu hamil yang

diberikan oleh bidan di Puskesmas Kertasemaya.

b. Tingkat kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan kesehatan ibu nifas

yang diberikan oleh bidan di Puskesmas Kertasemaya.

c. Tingkat kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan neonatus yang

diberikan oleh bidan di Puskesmas Kertasemaya.

d. Tingkat kepuasan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan balita yang

diberikan oleh bidan di Puskesmas Kertasemaya.

7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini sangat berguna untuk menambah wawasan dan

pengalaman dalam penelitian serta bahan untuk penerapan ilmu yang

sudah didapat selama kuliah. Khususnya mata kuliah ilmu kesehatan

masyarakat dan metodologi penelitian.

2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas Kertasemaya

Sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas,

khususnya pada Pelayanan KIA

3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi

Program Studi Kebidanan STIKes Indramayu, khususnya untuk

memperluas wawasan di bidang pelayanan KIA dan dapat dijadikan

sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya

4. Manfaat Bagi Penelitian lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Di dalam penulisan ini penulis akan membatasi ruang lingkup

penelitian agar tidak menyimpang jauh dari kontek data dan memberi

kejelasan arah sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut :

8

1. Metode : Metode deskriptif

2. Subyek penelitian : Ibu hamil, ibu nifas dan ibu balita

yang memanfaatkan/mendapatkan

pelayanan di Ruang KIA

3. Obyek penelitian : Tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan KIA

4. Lokasi Penelitian : Ruang KIA Puskesmas

Kertasemaya

5. Waktu Penelitian : Pada tanggal 9 – 19 Mei 2011

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien seringkali dipandang sebagai suatu komponen yang

penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan berkaitan dengan kesembuhan

pasien dari sakit atau luka. Hal itu lebih berkaitan dengan konsekuensi sifat

pelayanan kesehatan itu sendiri, berkaitan pula dengan sasaran dan outcome

pelayanan. Kepuasan pasien dalam penilaian mutu dihubungkan juga dengan

ketetapan pasien terhadap mutu atau kebagusan pelayanan, dan merupakan

pengukuran penting yang mendasar bagi mutu pelayanan. Hal ini karena

memberikan informasi terhadap suksesnya provider bertemu dengan nilai dan

harapan pasien mempunyai wewenang sendiri untuk menetapkan standar

mutu pelayanan yang dikehendaki (Wijono, 2006).

1. Pengertian

Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang

merupakan hasil membandingkan penampilan atau outcome produk yang

dirasakan dalam hubungannya dengan seseorang. Kepuasan pelanggan

rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lainnya dipengaruhi

oleh banyak faktor, antara lain dengan pendekatan dan perilaku petugas

serta mutu informasi yang diterima, prosedur perjanjian, waktu tunggu,

fasilitas umum yang tersedia, mutu makanan, pengaturan kunjungan,

outcome terapi, dan petugas kesehatanan yang diterima (Wijono, 2006).

10

Pasien awam pada umumnya jarang berpikir tentang arti mutu

pelayanan medis yang menyangkut penyakit yang dideritanya.

Pertanyaan hatinya adalah apakah dokternya baik, petugas kesehatannya

tidak galak, tarifnya mahal, obatnya manjur? Untuk pasien dan

masyarakat mutu berarti suatu perasaan emphaty, respek dan tanggap

akan kebutuhannya, pelayanan yang harus sesuai dengan kebutuhan

mereka. Keramahan atau kenikmatan berkaitan dengan pelayanan

kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan klinis dapat

mempengaruhi kepuasan pasien dan kebersediaannya untuk kembali ke

fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan berikutnya (Wijono, 2006).

Tjiptono (2008), menyatakan dalam pasar global yang

hiperkompetitif ini tidak ada satu bisnis pun yang dapat bertahan tanpa

adanya pelanggan yang puas. Perusahaan yang gagal memuaskan

pelanggannya akan menghadapi masalah yang lebih kompleks, karena

pengaruh bad word of mouth (berita kata-kata yang jelek). Umumnya

pasien yang tidak puas akan menyampaikan pengalaman buruknya

kepada 11 orang lain. Bila setiap hari dari 11 orang itu meneruskan

informasi tersebut kepada orang lain, maka berita buruk itu akan

berkembang secara eksponensial.

Menurut Tjiptono (2008), beberapa unsur penting dalam kualitas

yang ditetapkan pelanggan antara lain pelanggan harus merupakan

prioritas utama organisasi. Pelanggan yang dapat diandalkan adalah

pelanggan yang membeli berkali-kali dari organisasi yang sama, karena

11

pelanggan tersebut merasa puas. Oleh karena itu kepuasan pelanggan

sangat penting dan harus dijamin dengan menghasilkan produk

berkualitas tinggi. Kepuasan berimplikasi pada perbaikan terus-menerus

sehingga kualitas harus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap

puas dan loyal. Kunci untuk membentuk fokus pada pasien adalah

menempatkan para karyawan untuk berhubungan dengan pasien dan

memberdayakan mereka untuk mengambil tindakan yang diperlukan

dalam rangka memuaskan pasien. Jadi unsur yang paling penting dalam

pembentukan fokus pada pasien adalah interaksi antara karyawan dan

pasien (Tjiptono, 2008).

2. Mutu Layanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan selalu merupakan bahan kajian dan

perhatian para ahli di banyak negara. Di Indonesia, dalam Sistem

Kesehatan Nasional (SKN) tahun 1982 disebutkan mengenai

penyelenggaraan kesehatan yang bermutu, terjangkau oleh masyarakat,

dan peran aktif masyarakat. Sedangkan pada SKN tahun 2004,

mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka pemenuhan

hak azasi manusia, memperjelas penyelenggaraan pembangunan

kesehatan sesuai dengan visi dan misinya, memantapkan kemitraan dan

kepemimpinan yang transformatif, meningkatkan pemerataan upaya

kesehatan yang terjangkau dan bermutu serta meningkatkan investasi

kesehatan untuk keberhasilan pembangunan Nasional. Dalam Undang-

undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, mulai diperhatikan mutu

12

pelayanan kesehatan antara lain meliputi arah pembangunan kesehatan,

peningkatan perbaikan kesehatan masyarakat, serta kualitas pelayanan

kesehatan (Wijono, 2006).

Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Indonesia,

tujuan pembangunan kesehatan adalah mewujudkan Indonesia sehat pada

tahun 2010 melalui kerjasama lintas sektoral, kemandirian masyarakat

dan kemitraan swasta, perilaku hidup sehat, lingkungan sehat, upaya

kesehatan, manajemen pembangunan kesehatan dan derajat kesehatan.

Dalam bidang kebijakan kesehatan peningkatan dan pemeliharaan mutu

lembaga dan pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui pemberdayaan

sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana prasarana dalam

bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh

masyarakat (Wijono, 2006).

Mutu produk dan jasa menurut Feigenbaum adalah seluruh

gabungan sifat produk atau jasa pelayanan mulai dari pemasaran,

engineering, manufaktur dan pemeliharaan produk atau jasa pelayanan

dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan. Manajer

sarana kesehatannya sesuai dengan standar dan memenuhi kebutuhan

pelanggan (quality of design). Dengan demikian manajer sarana

kesehatan dalam paradigma baru berorientasi mutu layanan sebagai suatu

elemen penting untuk formulasi dan perencanaan, penetapan pasar usaha

yang dimasuki, dan bagaimana menyediakan pelayanan yang bernilai

13

bagi pelanggannya. Manajemen strategi harus berorientasi pada mutu,

pangsa pasar dan kepuasan pelanggan (Supranto 2007).

Untuk dapat menyelenggarakan program menjaga mutu, banyak

hal yang perlu kita pahami. Salah satu di antaranya yang dinilai

mempunyai peranan yang amat penting adalah tentang apa yang

dimaksud dengan mutu pelayanan. Untuk ini banyak batasan yang

dikenal. Beberapa di antaranya yang dipandang cukup penting adalah

(Azwar, 2009) :

a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang

sedang diamati

b. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program

c. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang dan jasa

yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau

pemenuhan kebutuhan para pengguna

d. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan.

Dari batasan ini, segeralah mudah dipahami bahwa mutu

pelayanan kesehatan dapat diketahui sebelumnya telah dilakukan

penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud, serta ciri-ciri

pelayanan kesehatan, dan ataupun terhadap kepatuhan terhadap standar

pelayanan kesehatan (Azwar, 2009).

Selain itu, perlu diketahui dengan jelas pengertian mutu

pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk

pada tingkat kesempurnaan kepuasaan pada setiap pasien sesuai dengan

14

tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan

profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 2009).

3. Pengukuran Kepuasan Pasien

Menurut Wijono (2006), dimensi kualitas dibagi dalam lima

dimensi sebagai berikut:

a. Sarana fisik (tangible), pelanggan akan menggunakan indra

penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan, seperti menilai gedung,

peralatan, seragam, yaitu hal-hal yang menimbulkan kenikmatan bila

dilihat.

b. Kehandalan (reliability), dimensi yang mengukur kehandalan

perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya.

Pertama, kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan

seperti yang dijanjikan. Kedua, seberapa jauh suatu perusahaan

mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan.

c. Ketanggapan (Responsiveness), dimensi ketanggapan merupakan

dimensi yang paling dinamis. Harapan pelanggan akan kecepatan

pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan

kecenderungan naik dari waktu ke waktu.

d. Jaminan/keyakinan (assurance), dimensi jaminan/keyakinan

merupakan dimensi yang berhubungan dengan kemampuan

perusahaan dan perilaku front line staff dalam menanamkan rasa

percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Keramahan adalah

15

salah satu aspek kualitas yang paling mudah diukur. Keramahan atau

kenikmatan (amenities) berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang

tidak berhubungan langsung dengan efektivitas klinik, tetapi dapat

mempengaruhi kepuasan pasien dan kebersediaannya untuk kembali

ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.

e. Kepedulian (emphaty), perlakuan yang bersifat pribadi pada tiap

pelanggan seperti kemudahan dalam menghubungi perusahaan,

kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan

usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan

pelanggannya.

B. Prinsip Program Pelayanan KIA

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan

jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan

pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:

1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di

semua fasilitas kesehatan.

2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten

diarahkan ke fasilitas kesehatan.

3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua

fasilitas kesehatan.

4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua

fasilitas kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.

16

5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan

neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.

6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara

adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di

fasilitas kesehatan.

7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di

semua fasilitas kesehatan.

8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar

di semua fasilitas kesehatan.

9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar

(Depkes RI, 2009).

C. Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga

kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan

standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan

Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis,

pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin

dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan

dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.

2. Ukur tekanan darah.

3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).

4. Ukur tinggi fundus uteri.

17

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid

(TT) bila diperlukan

7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

8. Test laboratorium (rutin dan khusus).

9. Tatalaksana kasus

10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan

darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah. Pemeriksaan khusus

dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok ber-risiko,

pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria,

tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.

Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal

disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi

standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah

minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian

pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :

1. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.

2. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.

3. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

18

Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk

menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko,

pencegahan dan penanganan komplikasi.

Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal

kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan

perawat (Depkes RI, 2009).

D. Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan

persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan

tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh

karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga

kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

1. Pencegahan infeksi

2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.

3. Manajemen aktif kala III

4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih

tinggi.

5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir

19

Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan

pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan

(Depkes RI, 2009).

E. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas

Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai

standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga

kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan

pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan

nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :

1. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah

persalinan.

2. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8 – 14

hari).

3. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan (36 –

42 hari).

Pelayanan yang diberikan adalah :

1. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.

2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).

3. Pemeriksaan lochea dan pengeluaran per vaginam lainnya.

4. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.

5. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama

segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian

kapsul Vitamin A pertama.

20

6. Pelayanan KB pasca salin

Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu

nifas adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat (Depkes

RI, 2009).

F. Pelayanan Kesehatan Neonatus

Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai

standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada

neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah

lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah

Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :

1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 – 48 Jam

setelah lahir.

2. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3

sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.

3. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8

sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.

Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus

terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat

kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian

neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan

pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat

dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.

21

Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif

dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan

pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda

(MTBM) untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi :

1. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir

2. Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM

a. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,

ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI.

b. Pemberian Vitamin K1, Imunisasi Hepatitis B-0 bila belum diberikan

pada waktu perawatan bayi baru lahir

c. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI

eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi

baru lahir di rumah termasuk perawatan tali pusat dengan

menggunakan Buku KIA.

d. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.

Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan

neonatus adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat (Depkes RI,

2009).

G. Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh

tenaga kesehatan maupun masyarakat

Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang

dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan

komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal,

22

tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya

deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor

risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin,

merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi

yang dilahirkannya (Depkes RI, 2009).

Faktor risiko pada ibu hamil adalah :

1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

2. Anak lebih dari 4.

3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.

4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari

23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.

5. Anemia (Hemoglobin < 11 g/dl).

6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul

dan tulang belakang.

7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan

ini.

8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis,

kelainan jantung, ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes

Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus, dll), tumor dan keganasan

9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan ektopik

terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat

kongenital

23

10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio

sesarea, ekstraksivakum/ forseps.

11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan, Infeksi

masa nifas, psikosis post partum (post partum blues).

12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan

riwayat cacat kongenital.

13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda.

14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.

15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia

kehamilan lebih dari 32 minggu.

Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9 –

12 kg selama masa kehamilan (Depkes RI, 2009).

H. Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar

yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama

periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.

Menurut Prawihardjo (2005), pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :

1. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan.

2. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan.

3. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan.

4. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan.

Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap

pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan

24

pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan

pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta

peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan

demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan

kesehatan tersebut meliputi :

1. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3,

Campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.

2. Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).

3. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan).

4. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda –

tanda sakit dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku

KIA.

5. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.

Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi

adalah : dokter spesialis anak, dokter, bidan , perawat dibantu oleh tenaga

kesehatan lainnya seperti petugas gizi (Depkes RI, 2009).

I. Pelayanan Kesehatan Anak Balita

Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual

berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period

dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta

pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral.

Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi

organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini

25

gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi

sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah

gangguan ke arah yang lebih berat (Depkes RI, 2009).

Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan

dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh

Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di

puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh

kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.

Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat

kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan

balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan

kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank

Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost

effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh

Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan

yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut (Depkes RI, 2009).

Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

balita, Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah

mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan

implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.

26

Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit

dan sehat (Depkes RI, 2009).

Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang

meliputi :

1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat

dalam Buku KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran

berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS.

Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan

anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan

kesehatan.

2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)

minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan

perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan

kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan

SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun

di luar gedung.

3. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.

4. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita

Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan

pendekatan MTBS (Depkes RI, 2009).

27

J. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Berkualitas

Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan

menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga

diharapkan dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian Ibu dan

menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup

memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan

yang ingin mempunyai anak.

Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan.

Bagi Pasangan Usia Subur yang ingin menjarangkan dan atau menghentikan

kehamilan, dapat menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi :

1. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus)

2. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).

3. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan

tubektomi).

Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive

Prevalence Rate/CPR) mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini

merupakan pencapaian yang cukup tinggi diantara negara-negara ASEAN.

Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak menggunakan metode

jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2010 akseptor KB

yang menggunakan suntik sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR 4,8%, susuk

2,8%, tubektomi 3,1%, vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait

dengan tingginya angka putus pemakaian (DO) pada metode jangka pendek

sehingga perlu pemantauan yang terus menerus.

28

Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran

pada kategori PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak).

Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu

diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan

aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek

kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard dan variasi pilihan

metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan

non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola

program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program

KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.

Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada

masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat

Kategori Sangat puas PuasTidak puasSangat tidak puas

Kepuasan terhadap Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Meliputi:Pelayanan Pemeriksaan KehamilanPelayanan Kesehatan Ibu NifasPelayanan Kesehatan NeonatusPelayanan Kesehatan Balita

Pasien yang terdiri dari:Ibu hamilIbu nifasIbu balita

29

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Menurut Notoatmodjo (2005) untuk memudahkan alur penelitian

maka harus dibuat kerangka konsep penelitian. Adapun skema kerangka

konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

30

B. Definisi Operasional

Menurut Notoatmodjo (2005), "Untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti, perlu sekali variabel-

variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasionial", definisi operasional

ini bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau penanganan

terhadap variabel-variabel bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat

ukur).

Tabel 3.1Definisi Operasional

Variabel Sub variabel

Definisi operasional

Alat ukur Cara Ukur

Skala Kategori

Tingkat Kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA

Kepuasan pasien terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan, pelayanan ibu nifas, pelayanan kesehatan neonates, dan pelayanan kesehatan balita

Kuesioner Melihat hasil jawaban responden

Ordinal 1. Sangat puas, jika 76 % - 100%

2. Puas, jika 51% – 75%3. Tidak puas, jika 25% - 50%4. Sangat tidak puas, jika <

25%(Nursalam, 2005).

Kepuasan terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

Kepuasan ibu hamil terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh bidan

Kuesioner Melihat hasil jawaban responden

Ordinal 1. Sangat puas, jika 76 % - 100%

2. Puas, jika 51% – 75%3. Tidak puas, jika 25% - 50%4. Sangat tidak puas, jika <

25%(Nursalam, 2005).

Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan ibu nifas

Kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan kesehatan ibu nifas yang dilakukan oleh bidan

Kuesioner Melihat hasil

jawaban responden

Ordinal 1. Sangat puas, jika 76 % - 100%

2. Puas, jika 51% – 75%3. Tidak puas, jika 25% - 50%4. Sangat tidak puas, jika <

25%(Nursalam, 2005).

Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan neonatus

Kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan kesehatan neonatus yang dilakukan oleh bidan

Kuesioner 1. Sangat puas, jika 76 % - 100%

2. Puas, jika 51% – 75%3. Tidak puas, jika 25% - 504. Sangat tidak puas, jika <

25%(Nursalam, 2005).

Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan balita

Kepuasan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan balita yang dilakukan oleh bidan

Kuesioner Melihat hasil

jawaban responden

Ordinal 1. Sangat puas, jika 76 % - 100%

2. Puas, jika 51% – 75%3. Tidak puas, jika 25% - 50%4. Sangat tidak puas, jika <

25%(Nursalam, 2005).

31

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam hal ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan

utama membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif yang

digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan dan situasi yang

sedang dihadapi sekarang (Notoatmodjo, 2005).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian (Arikunto, 2006).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil, ibu nifas, dan ibu

balita yang datang ke Puskesmas Kertasemaya untuk mendapatkan pelayanan

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).

Pengambilan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

accidental sampling dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau

tersedia. Jumlah sampel penelitian sebanyak 90 responden yang terdiri dari 30

ibu hamil, 30 ibu nifas, 30 ibu balita.

Kriteria sampel dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bersedia menjadi responden

32

2. Dapat membaca dan menulis

3. Sehat jasmani dan rohani

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau unsur

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep penelitian

tertentu (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel

tunggal yaitu tingkat kepuasan pasien terdiri dari ibu hamil, ibu nifas, dan ibu

balita terhadap pelayanan kesehatan pemerikasan kehamilan, pelayanan

kesehatan ibu nifas, pelayanan kesehatan neonates, dan pelayanan kesehatan

balita di Puskesmas Kertasemaya.

D. Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data yang digunakan yaitu berupa angket/kuesioner

berupa pertanyaan yang bersifat tertutup yang disusun dan diadopsi dari

Nursalam (2005). Jumlah pernyataan dalam kuesioner sebanyak 60 butir yang

terdiri dari 15 item tentang kepuasan pelayanan pemeriksaan kehamilan, 15

item tentang kepuasan pelayanan kesehatan ibu nifas, 15 item tentang kepuasan

pelayanan kesehatan neonates, dan 15 item tentang kepuasan pelayanan

kesehatan balita dengan alternatif jawaban : sangat puas (SP): 4; puas (P):3;

tidak puas (TP): 2; dan sangat tidak puas (STP):1 (Nursalam, 2005).

E. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 sampai dengan 19 Mei

2011 di Puskesmas Kertasemaya Kabupaten Indramayu.

33

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Perizinan Penelitian

Sebagai salah satu persyaratan untuk penelitian ini adalah

diperlakukannya perizinan baik dari tingkat lembaga-lembaga terkait dalam

hal ini adalah instansi dimana peneliti melakukan penelitian.

2. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data diperoleh dari dua jenis data yaitu:

a. Data Primer

Pengumpulan data untuk variable tingkat kepuasan pasien

terhadap pelayanan KIA diperoleh secara langsung dengan

menyebarkan kuesioner kepada seluruh responden berupa jawaban

responden terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner.

Prosedur yang ditempuh dalam pelaksanaan pengumpulan data

ini adalah sebagai berikut :

1) Memberikan informed concent kepada responden sebagai bentuk

kesediaan responden dijadikan sampel penelitian.

2) Memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan penelitian dan

memberikan petunjuk pengisian alat pengumpul data.

3) Membagikan alat pengumpul data kepada responden yang menjadi

sampel penelitian.

4) Mengumpulkan lembar jawaban sebagai hasil pengumpulan data

primer dari responden dan melakukan cek ulang untuk memeriksa

kelengkapan identitas dan jawaban responden pada setiap lembar

34

kuesioner.

5) Menghitung hasil jawaban responden dan memberikan skor.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Rekam Medik di Puskesmas

Kertasemaya Kabupaten Indramayu mengenai jumlah pasien ibu hamil,

ibu nifas, dan ibu balita yang datang berkunjung ke Puskesmas

Kertasemaya saat penelitian dilakukan.

G. Pengolahan Data dan Analisis Data

Sesuai dengan metodologi penelitian yang sederhana dimana peneliti

hanya menggambarkan atau mendeskripsikan suatu atau situasi yang ada secara

obyketif, maka pengambilan data dan analisis data sebagai berikut:

1. Pengolahan data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan tahap-tahap

sebagai berikut:

a. Editing

Tahap pemeriksaan kelengkapan data dan kesinambungan data serta

keseragaman data, jika terdapat kesalahan atau kekurangan dapat segera

dilakukan perbaikan.

b. Coding

Memberikan simbol-simbol tertentu (biasanya dalam bentuk angka)

untuk setiap jawaban.

35

c. Entri data

Memasukkan data melalui pengolahan komputer dengan menggunakan

Microsoft Excel dan disajikan dalam bentul tabel distribusi frekuensi.

d. Tabulasi Data

Tabulasi data dengan mengelompokkan sesuai dengan variabel yang akan

diteliti guna memudahkan dalam menganalisisnya.

2. Analisis data

Menurut Arikunto (2006), analisis data untuk variabel tingkat

kepuasan menggunakan rumus persentase sebagai berikut:

P= XN

x 100 %

Keterangan:

P : Persentase

X : Skor jawaban responden

N : Jumlah skor ideal/skor maksimal

Menurut Arikunto (2006) hasil persentase diinterpretasikan dengan

menggunakan standar kriteria kualitatif sebagai berikut :

a. Kategori sangat puas, jika didapatkan persentase: 76 % - 100%.

b. Kategori puas, jika didapatkan persentase: 51 % - 75 %.

c. Kategori tidak puas, jika didapatkan persentase : 25 - 50 %.

d. Kategori sangat tidak puas, jika didapatkan persentase : < 25 %

Mengetahui besarnya tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

KIA menggunakan rumus sebagai berikut :

36

P= fN

x 100 %

Keterangan :

P : Persentase

f : Banyaknya kategori tingkat kepuasan

N : Jumlah responden

Menurut Arikunto (2006) dalam menginterpretasikan hasil

perhitungan distribusi frekuensi menggunakan skala kategori sebagai

berikut :

a. 0% : Tidak ada seorangpun

b. 1 – 5% : Hampir tidak ada

c. 6 – 24% : Sebagian kecil

d. 25 – 49% : Kurang dari setengahnya

e. 50% : Setengahnya

f. 51 – 74% : Lebih dari setengahnya

g. 75 – 94% : Sebagian besar

h. 95 – 99% : Hampir seluruhnya

i. 100% : Seluruhnya.

37

BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini disajikan data hasil penelitian mengenai gambaran tingkat

kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas

Kertasemaya Kabupaten Indramayu sebanyak 30 ibu hamil, 30 ibu nifas, dan 30 ibu

balita atas dasar kuesinoer yang diberikan pada tanggal 9 sampai dengan 19 Mei

2011 yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

A. Karakteristik Ibu Hamil

1. Umur

Karakteristik ibu hamil berdasarkan umur yang didapat dari data

responden umur disajikan pada tabel 5.1

Tabel 5.1Distribusi Ibu Hamil Menurut Umur

Kategori F %

< 20 tahun 2 6,6

20 – 35 tahun 26 86,8

> 35 tahun 2 6,6

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar

(86,6%) umur ibu hamil yang mendapatkan pelayanan pemeriksaan

kehamilan oleh bidan berumur 20 – 35 tahun.

38

2. Pendidikan

Hasil penelitian yang didapat dari data ibu hamil berdasarkan

karakteristik pendidikan disajikan pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Ibu Hamil Menurut Pendidikan

Kategori F %

SD 4 13,3

SMP 12 40

SMA 14 46,7

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.2 di atas diketahui bahwa kurang dari setengah

(46,7%) ibu hamil yang mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan oleh

bidan berpendidikan SMA.

3. Pekerjaan

Hasil penelitian yang didapat dari data ibu hamil berdasarkan

karakteristik pekerjaan disajikan pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Ibu Hamil Menurut Pekerjaan

Kategori F %

Ibu Rumah Tangga 26 86,7

Petani 4 13,3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar

(86,7%) pekerjaan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan pemeriksaan

kehamilan oleh bidan adalah ibu rumah tangga.

39

B. Karakteristik Ibu Nifas

1. Umur

Karakteristik ibu nifas berdasarkan umur yang didapat dari data

responden umur disajikan pada tabel 5.4

Tabel 5.4Distribusi Ibu Nifas Menurut Umur

Kategori F %

< 20 tahun 4 13,3

20 – 35 tahun 24 80,1

> 35 tahun 2 6,6

Jumlah 30

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar

(80,1%) ibu nifas yang mendapatkan pelayanan kesehatan nifas oleh bidan

berumur 20 – 35 tahun.

2. Pendidikan

Hasil penelitian yang didapat dari data ibu nifas berdasarkan

karakteristik pendidikan disajikan pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Ibu Nifas Menurut Pendidikan

Kategori F %

SD 8 26,7

SMP 12 40

SMA 10 33,3

Jumlah 30 100

40

Berdasarkan tabel 5.5 di atas diketahui bahwa kurang dari setengah

(40%) ibu nifas yang mendapatkan pelayanan kesehatan nifas oleh bidan

berpendidikan SMP.

3. Pekerjaan

Hasil penelitian yang didapat dari data ibu nifas berdasarkan

karakteristik pekerjaan disajikan pada tabel 5.6.

Tabel 5.6Distribusi Ibu Nifas Menurut Pekerjaan

Kategori F %

Ibu Rumah Tangga 26 86,7

Petani 4 33,3

Jumlah 30

Berdasarkan tabel 5.6 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar

(86,7%) ibu nifas yang mendapatkan pelayanan kesehatan nifas oleh bidan

bekerja sebagai ibu rumah tangga.

C. Karakteristik Ibu Balita

1. Umur

Karakteristik ibu balita berdasarkan umur yang didapat dari data

responden umur disajikan pada tabel 5.7

41

Tabel 5.7Distribusi Ibu Balita Menurut Umur

Kategori F %

< 20 tahun 2 6,6

20 – 35 tahun 24 80,1

> 35 tahun 4 13,3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar

(80,1%) ibu balita yang datang ke Puskesmas Kertasemaya berumur 20 – 35

tahun.

2. Pendidikan

Hasil penelitian yang didapat dari data ibu balita berdasarkan

karakteristik pendidikan disajikan pada tabel 5.8.

Tabel 5.8 Distribusi Ibu Balita Menurut Pendidikan

Kategori F %

SD 6 20

SMP 8 26,7

SMA 16 53,3

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.8 di atas diketahui bahwa lebih dari setengah

(53,3%) ibu balita yang datang ke Puskesmas Kertasemaya berpendidikan

SMA.

42

3. Pekerjaan

Hasil penelitian yang didapat dari data ibu balita berdasarkan

karakteristik pekerjaan disajikan pada tabel 5.9.

Tabel 5.9Distribusi Ibu Balita Menurut Pekerjaan

Kategori F %

Ibu Rumah Tangga 16 53,3

Petani 14 46,7

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.9 di atas, dapat dilihat bahwa lebih dari

setengah (53,3%) ibu balita yang datang ke Puskesmas Kertasemaya bekerja

sebagai ibu rumah tangga.

D. Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Hasil penelitian mengenai tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan

kesehatan ibu dan anak disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut

ini:

1. Tingkat Kepuasan Ibu Hamil Terhadap Pelayanan Pemeriksaan

Kehamilan

Hasil penelitian pada variabel tingkat kepuasan ibu hamil terhadap

pelayanan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Kertasemaya Kabupaten

Indramayu berdasarkan disajikan pada tabel 5.10.

43

Tabel 5.10Distribusi Ibu Hamil Menurut Tingkat Kepuasan Pelayanan

Pemeriksaan Kehamilan

Kategori F %

Sangat Puas 12 40

Puas 6 20

Tidak Puas 12 40

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.10 didapat bahwa tingkat kepuasan ibu hamil

terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan, kurang dari setengah (40%)

termasuk kategori sangat puas dan tidak puas.

2. Tingkat Kepuasan Ibu Nifas Terhadap Pelayanan Nifas

Hasil penelitian pada variabel tingkat kepuasan ibu nifas terhadap

pelayanan kesehatan masa nifas di Puskesmas Kertasemaya Kabupaten

Indramayu berdasarkan disajikan pada tabel 5.11.

Tabel 5.11Distribusi Ibu Nifas Menurut Tingkat Kepuasan Pelayanan

Kesehatan Nifas

Kategori F %

Sangat Puas 4 13,3

Puas 16 53,3

Tidak Puas 10 33,4

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.11 didapat bahwa tingkat kepuasan ibu nifas

terhadap pelayanan kesehatan nifas di Puskesmas Kertasemaya, lebih dari

setengah (53,3%) termasuk kategori puas.

44

3. Tingkat Kepuasan Ibu Nifas Terhadap Pelayanan Neonatus

Hasil penelitian pada variabel tingkat kepuasan ibu nifas terhadap

pelayanan kesehatan neonatus di Puskesmas Kertasemaya Kabupaten

Indramayu berdasarkan disajikan pada tabel 5.12.

Tabel 5.12Distribusi Ibu Nifas Menurut Tingkat Kepuasan Pelayanan

Kesehatan Neonatus

Kategori F %

Sangat Puas 4 13,3

Puas 16 53,3

Tidak Puas 10 33,4

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.12 didapat bahwa tingkat kepuasan ibu nifas

terhadap pelayanan kesehatan neonatus di Puskesmas Kertasemaya, lebih

dari setengah (53,3%) termasuk kategori puas.

4. Tingkat Kepuasan Ibu Balita Terhadap Pelayanan Kesehatan Balita

Hasil penelitian pada variabel tingkat kepuasan ibu balita terhadap

pelayanan kesehatan balita di Puskesmas Kertasemaya Kabupaten

Indramayu berdasarkan disajikan pada tabel 5.13.

45

Tabel 5.13Distribusi Ibu Balita Menurut Tingkat Kepuasan Pelayanan

Kesehatan Balita

Kategori F %

Sangat Puas 6 20

Puas 16 53,3

Tidak Puas 8 26,7

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5.13 didapat bahwa tingkat kepuasan ibu balita

terhadap pelayanan kesehatan balita di Puskesmas Kertasemaya, lebih dari

setengah (53,3%) termasuk kategori puas.

46

BAB VI

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, selanjutnya akan dilakukan pembahasan

mengenai gambaran kepuasan ibu yang mempunyai bayi (0-11 bulan) terhadap

pelayanan imunisasi dasar di Puskesmas Kertasemaya Kabupaten Indramayu. Selain

itu juga pada bab VI ini akan diuraikan keterbatasan penelitian.

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya yaitu:

1. Desain penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan

variabel tunggal sehingga penelitian ini hanya menggambarkan secara

sederhana tentang peristiwa yang sedang terjadi tanpa melihat hubungan dua

variabel yaitu variabel kepuasan pelayanan pemeriksaan kehamilan dengan

cakupan Antenatal Care (ANC). Dengan demikian penelitian ini belum

menggambarkan hubungan bermakna antara dua variabel.

2. Tempat Penelitian

Keterbatasan yang berkaitan dengan tempat penelitian adalah

peneliti hanya mengambil satu Puskesmas sehingga hasil penelitian ini

masih bersifat lokal dan tidak bersifat representatif yaitu belum mewakili

Puskesmas-Puskesmas lain yang ada di Kabupaten Indramayu.

47

3. Instrumen Penelitian

Keterbatasan penelitian yang berkaitan dengan instrumen

penelitian hanya menggunakan kuesioner tanpa menggunakan wawancara,

sehingga hasil penelitian ini tanpa dilakukan evaluasi terhadap penyebaran

kuesioner kepada responden.

4. Sampel Penelitian

Keterbatasan penelitian yang berkaitan dengan sampel penelitian

adalah jumlah sampel yang terbatas sehingga peneliti banyak mengalami

kendala terutama mencari responden.

B. Pembahasan

1. Tingkat Kepuasan Ibu Hamil Terhadap Pelayanan Pemeriksaan

Kehamilan Oleh Bidan

Berdasarkan tabel 5.10 didapat bahwa kepuasan ibu hamil terhadap

pelayanan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Kertasemaya, kurang dari

setengah (40%) termasuk kategori sangat puas dan tidak puas. Ini

menunjukkan bahwa kurang dari setengah ibu hamil yang datang ke

Puskesmas Kertasemaya untuk memeriksa kehamilan merasa sangat puas

terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan, namun kurang dari setengahnya

(40%) juga ibu hamil merasa tidak puas terhadap pelayanan pemeriksaan

kehamilan dan hanya sebagian kecil (20%) ibu hamil merasa puas terhadap

pelayanan pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh bidan.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa kurang dari setengah ibu

hamil ada yang merasa sangat puas dan tidak puas terhadap terhadap

48

kerapihan dan kebersihan pakaian yang digunakan oleh bidan; kebersihan,

kenyamanan dan keterangan ruang pemeriksaan; kelengkapan dan

kecanggihan peralatan medis; kelengkapan, kerapihan, dan kebersihan alat-

alat yang dipakai; (Ritonga, 2007). Sedangkan kepuasan lainnya yang

dirasakan oleh ibu hamil antara lain kemampuan bidan dalam memberikan

informasi yang jelas kepada pasien; tata cara bidan dalam penerimaan pasien

terlihat cepat dan tepat; ketepatan, kecepatan pelayanan, pemeriksaan dan

pengobatan.

Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa kepuasan ibu hamil

terhadap kemampuan dan ketanggapan bidan dalam menyelesaikan keluhan

pasien; petugas kesehatan tanggap membantu keluarga pasien dalam

memperoleh obat; tindakan bidan pada saat pasien membutuhkan

pertolongan dilakukan dengan cepat dan tepat. Selain itu juga ibu hamil ada

yang merasa puas dan tidak puas terhadap keramahan bidan dalam

memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, keterampilan para bidan

dalam bekerja, jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan

pemeriksaan kehamilan, dan kehati-hatian serta ketenangan perilaku bidan

dalam melakukan pemeriksaan kehamilan.

Persepsi mutu keandalan pelayanan kebidanan dengan kepuasan

pasien. Semakin tidak baik persepsi responden terhadap mutu keandalan

pelayanan kebidanan, maka responden semakin tidak puas terhadap layanan

kebidanan.

49

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Suryadi

(2009), yang menggambarkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

persepsi ibu hamil tentang mutu pelayanan ANC pada dimensi reliability

(kehandalan) p=0,0001, dan responden yang memiliki persepsi mutu yang

tidak sesuai dengan harapannya besar resiko 2,156 kali terjadinya

ketidakpuasan terhadap pelayanan ANC di Puskesmas Lamepayung

Kuningan.

Sejalan dengan hasil penelitian Suryadi (2009) yang menyatakan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi ibu hamil tentang mutu

layanan ANC pada dimensi responsiveness (daya tanggap) dengan tingkat

kepuasan pasien (p=0,004).

Kepuasan ibu hamil terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan

dilihat dari bagaimana bidan memberikan perhatian secara khusus kepada

setiap pasien, bersedia untuk mendengarkan dan menanggapi keluhan pasien,

memberikan perhatian terhadap keluhan dan kekhawatiran pasien dan

keluarganya, memberikan jawaban terhadap setiap pertanyaan dari keluarga

pasien.

Hal ini sejalan dengan penelitian Trimumpuni (2009) yang

menyatakan bahwa petugas yang kurang berempati dalam menjalankan tugas

asuhan keperawatan mempunyai resiko klien rawat inap tidak puas sebesar 2

kali lebih besar daripada perawat yang menjalankan tugasnya dengan penuh

rasa empati.

50

Sejalan hasil penelitian Suryadi (2009) yang menyatakan bahwa

responden yang memiliki persepsi mutu bukti langsung pelayanan ANC

tidak baik mempunyai resiko tidak puas sebesar 2.828 kali lebih besar

daripada responden yang memiliki persepsi mutu bukti langsung pelayanan

ANC baik.

2. Tingkat Kepuasan Ibu Nifas Terhadap Pelayanan Kesehatan Nifas Oleh

Bidan

Berdasarkan tabel 5.11 didapat bahwa tingkat kepuasan ibu nifas

terhadap pelayanan kesehatan ibu nifas di Puskesmas Kertasemaya, lebih

dari setengah (53,3%) termasuk kategori puas. Ini menunjukkan bahwa lebih

dari setengah ibu nifas yang datang ke Puskesmas Kertasemaya untuk

memeriksa kesehatannya merasa puas terhadap pelayanan kesehatan nifas

yang dilakukan oleh bidan.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa lebih dari setengah ibu

merasa puas terhadap kerapihan dan kebersihan pakaian yang digunakan

oleh bidan; kebersihan, kenyamanan dan keterangan ruang pemeriksaan;

kelengkapan dan kecanggihan peralatan medis; kelengkapan, kerapihan, dan

kebersihan alat-alat yang dipakai;. Sedangkan kepuasan lainnya yang

dirasakan oleh ibu nifas antara lain kemampuan bidan dalam memberikan

informasi yang jelas kepada pasien; tata cara bidan dalam penerimaan pasien

terlihat cepat dan tepat; ketepatan, kecepatan pelayanan, pemeriksaan dan

pengobatan.

51

Sejalan hasil penelitian Tukimin (2005) bahwa pemberian

komunikasi yang kurang adekuat dapat menimbulkan kesenjangan

komunikasi sehingga menimbulkan perasaan kurang puas sekaligus pasien

dapat menjawab petugas kurang informatif atau kurang jujur menyampaikan

kendala layanan.

Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa kepuasan ibu nifas

terhadap kemampuan dan ketanggapan bidan dalam menyelesaikan keluhan

pasien; petugas kesehatan tanggap membantu keluarga pasien dalam

memperoleh obat; tindakan bidan pada saat pasien membutuhkan

pertolongan dilakukan dengan cepat dan tepat. Selain itu juga ada sebagian

kecil ibu nifas merasa tidak puas terhadap keramahan bidan dalam

memberikan pelayanan kesehatan nifas, keterampilan para bidan dalam

bekerja, jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan

nifas, dan kehati-hatian serta ketenangan perilaku bidan dalam memberikan

pelayanan kesehatan nifas.

Persepsi jaminan ditinjau berdasarkan penilaian responden terhadap

kepastian pelayanan yang dapat mengatasi keluhan pasien yaitu tersedianya

petugas kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan/kemampuan

dan memberikan tindakan bebas dari segala bahaya, resiko atau ragu-ragu

(Azwar, 2006).

Kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan kesehatan nifas dilihat dari

bagaimana bidan memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien,

bersedia untuk mendengarkan dan menanggapi keluhan pasien, memberikan

52

perhatian terhadap keluhan dan kekhawatiran pasien dan keluarganya,

memberikan jawaban terhadap setiap pertanyaan dari keluarga pasien.

Hal ini sesuai dengan hasil Penelitian Trimumpuni (2009) yang

menyatakan bahwa petugas kesehatan yang kurang berempati dalam

menjalankan tugas asuhan keperawatan mempunyai resiko klien rawat inap

tidak puas sebesar 2 kali lebih besar dari pada perawat yang menjalankan

tugasnya dengan penuh rasa empati dan hasil penelitian Tukimin (2005)

menyatakan bahwa keramahan petugas merupakan problem yang masih di

rasakan oleh sebagian pasien, bentuk ketidak ramahan bisa dalam wujud

sikap dan perlakuan langsung petugas terhadap pasien atau pasien

sebelahnya yang ikut menyinggung sesama perasaan pasien, atau perlakuan

tidak langsung.

Dalam bukunya Pohan (2007) menjelaskan bahwa aspek-aspek

yang mungkin mempengaruhi kepuasan pasien rawat inap diantaranya

adalah petugas melayani dengan sopan, ramah, tanggap, kebersihan ruangan

dan kelengkapan peralatan yang dipakai. Kepuasan terhadap suatu

produk/jasa tergantung dengan bukti langsung yang didapatkan seperti

kelengkapan alat (sarana), kapasitas, kualitas dan dukungan prasarana yang

baik

3. Tingkat Kepuasan Ibu Nifas Terhadap Pelayanan Neonatus Oleh Bidan

Berdasarkan tabel 5.12 didapat bahwa tingkat kepuasan ibu nifas

terhadap pelayanan kesehatan neonatus di Puskesmas Kertasemaya, lebih

dari setengah (53,3%) termasuk kategori puas. Ini menunjukkan bahwa lebih

53

dari setengah ibu nifas yang datang ke Puskesmas Kertasemaya untuk

memeriksa kesehatan bayinya merasa puas terhadap pelayanan kesehatan

neonatus yang dilakukan oleh bidan.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa lebih dari setengah ibu

nifas merasa puas terhadap kerapihan dan kebersihan pakaian yang

digunakan oleh bidan; kebersihan, kenyamanan dan keterangan ruang

pemeriksaan; kelengkapan dan kecanggihan peralatan medis; kelengkapan,

kerapihan, dan kebersihan alat-alat yang dipakai. Sedangkan kepuasan

lainnya yang dirasakan oleh ibu nifas antara lain kemampuan bidan dalam

memberikan informasi yang jelas kepada pasien; tata cara bidan dalam

penerimaan pasien terlihat cepat dan tepat; ketepatan, kecepatan pelayanan,

pemeriksaan dan pengobatan.

Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa kepuasan ibu nifas

terhadap kemampuan dan ketanggapan bidan dalam menyelesaikan keluhan

pasien; petugas kesehatan tanggap membantu keluarga pasien dalam

memperoleh obat; tindakan bidan pada saat pasien membutuhkan

pertolongan dilakukan dengan cepat dan tepat. Selain itu juga ada sebagian

kecil ibu nifas merasa tidak puas terhadap keramahan bidan dalam

memberikan pelayanan kesehatan neonatus, keterampilan para bidan dalam

bekerja, jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan

neonatus, dan kehati-hatian serta ketenangan perilaku bidan dalam

memberikan pelayanan kesehatan neonatus.

54

Kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan kesehatan nifas dilihat dari

bagaimana bidan memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien,

bersedia untuk mendengarkan dan menanggapi keluhan pasien, memberikan

perhatian terhadap keluhan dan kekhawatiran pasien dan keluarganya,

memberikan jawaban terhadap setiap pertanyaan dari keluarga pasien.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Adrian (2005)

menyatakan bahwa dengan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi,

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang terampil, memiliki sarana yang

lengkap dan berfungsi sebagaimana mestinya serta berfokus pada

pertolongan Ibu, bayi baru lahir dan anak (KIA) akan membawa dampak

terhadap penurunan jumlah kesakitan, kematian Ibu, kematian bayi baru

lahir dan anak pada seluruh anggota masyarakat yang terpapar dengan resiko

seumur hidup (lifetime risk).

4. Tingkat Kepuasan Ibu Balita Terhadap Pelayanan Kesehatan Balita

Oleh Bidan

Berdasarkan tabel 5.13 didapat bahwa tingkat kepuasan ibu balita

terhadap pelayanan kesehatan balita di Puskesmas Kertasemaya, lebih dari

setengah (53,3%) termasuk kategori puas. Ini menunjukkan bahwa lebih

dari setengah ibu nifas yang datang ke Puskesmas Kertasemaya untuk

memeriksa kesehatan balitanya merasa puas terhadap pelayanan kesehatan

balita yang dilakukan oleh bidan.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa lebih dari setengah ibu

balita merasa puas terhadap kerapihan dan kebersihan pakaian yang

55

digunakan oleh bidan; kebersihan, kenyamanan dan keterangan ruang

pemeriksaan; kelengkapan dan kecanggihan peralatan medis; kelengkapan,

kerapihan, dan kebersihan alat-alat yang dipakai. Dalam bukunya Pohan

(2007) menjelaskan bahwa aspek-aspek yang mungkin mempengaruhi

kepuasan pasien rawat inap diantaranya adalah petugas melayani dengan

sopan, ramah, tanggap, kebersihan ruangan dan kelengkapan peralatan yang

dipakai. Kepuasan terhadap suatu produk/jasa tergantung dengan bukti

langsung yang didapatkan seperti kelengkapan alat (sarana), kapasitas,

kualitas dan dukungan prasarana yang baik.

Tingkat kepuasan lainnya yang dirasakan oleh ibu balita antara lain

kemampuan bidan dalam memberikan informasi yang jelas kepada pasien;

tata cara bidan dalam penerimaan pasien terlihat cepat dan tepat; ketepatan,

kecepatan pelayanan, pemeriksaan dan pengobatan. Sejalan hasil penelitian

Tukimin (2005) bahwa pemberian komunikasi yang kurang adekuat dapat

menimbulkan kesenjangan komunikasi sehingga menimbulkan perasaan

kurang puas sekaligus pasien dapat menjawab petugas kurang informatif

atau kurang jujur menyampaikan kendala layanan.

Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa kepuasan ibu balita

terhadap kemampuan dan ketanggapan bidan dalam menyelesaikan keluhan

pasien; bidan tanggap membantu keluarga pasien dalam memperoleh obat;

tindakan bidan pada saat pasien membutuhkan pertolongan dilakukan

dengan cepat dan tepat. Selain itu juga ada sebagian kecil ibu balita merasa

tidak puas terhadap keramahan bidan dalam memberikan pelayanan

56

kesehatan balita, keterampilan para bidan dalam bekerja, jaminan keamanan

dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan balita, dan kehati-hatian serta

ketenangan perilaku bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan balita.

Menurut Azwar (2006), persepsi jaminan ditinjau berdasarkan

penilaian responden terhadap kepastian pelayanan yang dapat mengatasi

keluhan pasien yaitu tersedianya petugas kesehatan yang memiliki

pengetahuan, keterampilan/kemampuan dan memberikan tindakan bebas dari

segala bahaya, resiko atau ragu-ragu yang dapat meningkatkan tingkat

kepuasan pasien terhadap berbagai layanan kesehatan.

Kepuasan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan balita dilihat

dari bagaimana bidan memberikan perhatian secara khusus kepada setiap

pasien, bersedia untuk mendengarkan dan menanggapi keluhan pasien,

memberikan perhatian terhadap keluhan dan kekhawatiran pasien dan

keluarganya, memberikan jawaban terhadap setiap pertanyaan dari keluarga

pasien.

Sejalan dengan hasil penelitian Tukimin (2005) menyatakan bahwa

keramahan petugas merupakan problem yang masih di rasakan oleh sebagian

pasien, bentuk ketidak ramahan bisa dalam wujud sikap dan perlakuan

langsung petugas terhadap pasien atau pasien sebelahnya yang ikut

menyinggung sesama perasaan pasien, atau perlakuan tidak langsung.

57

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat kepuasan ibu hamil terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan,

kurang dari setengah (40%) termasuk kategori sangat puas dan tidak puas.

2. Tingkat kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan kesehatan nifas di Puskesmas

Kertasemaya, lebih dari setengah (53,3%) termasuk kategori puas.

3. Tingkat kepuasan ibu nifas terhadap pelayanan kesehatan neonatus di

Puskesmas Kertasemaya, lebih dari setengah (53,3%) termasuk kategori puas.

4. Tingkat kepuasan ibu balita terhadap pelayanan kesehatan balita di

Puskesmas Kertasemaya, lebih dari setengah (53,3%) termasuk kategori puas.

B. Saran

Mengacu pada kesimpulan hasil penelitian, maka ada beberapa saran

kepada beberapa pihak sebagai berikut:

1. Bagi Puskesmas

a. Puskesmas Kertasemaya Kabupaten Indramayu dalam operasionalnya

perlu meningkatkan kualitas pelayanan dengan melengkapi peralatan

dan perlengkapan medis.

58

b. Pihak Puskesmas Kertasemaya Kabupaten Indramayu perlu melakukan

evaluasi setiap bulan terhadap hasil kinerja bidan selama bertugas

khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

2. Dinas Kesehatan Indramayu

Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu perlu memberikan bimbingan

kepada pihak puskesmas melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan APN

bagi bidan yang bertugas di Puskesmas dan membantu dalam upaya

peningkatan kelengkapan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan

kesehatan.

3. Bagi Bidan

Bidan yang bertugas di Puskesmas Kertasemaya Kabupaten Indramayu

dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak disertai dengan sikap

ramah dan sopan serta lebih tanggap, cepat, tepat dan peduli terhadap

pasien.