kronologis kasus prita

Upload: muhammad-afif

Post on 21-Jul-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1. Kronologis Kasus Prita: v 7 Agustus 2008 Prita Sakit. Ia demam, suhu tubuh sampai 39C. Prita lalu berobat ke RS Omni Internasional Alam Sutera- Tangerang Banten. Ditangani dr Indah dan dr Hengky Dokter Hengky Gozali memeriksa darahnya. Kata Hengky, trombositnya turun hingga 27 ribu, normalnya 200 ribu. Prita harus rawat inap. Hengky menyatakan Prita positif demam berdarah. Ia diinfus dan di suntik. v 8 Agustus 2008 Prita dikunjungi dr Hengky menyatakan hasil tes darah salah. Mestinya trombositnya 181 ribu, bukan 27 ribu. Sepanjang hari itu Prita diinfus dan disuntik tanpa pemberitahuan jenis dan tujuan penyuntikan. Kemudian terlihat reaksi pada badan Prita : tangan kiri membengkak, suhu badan naik hingga 39C. v 9 Agustus 2008 Kondisi Prita tak membaik. Demamnya tetap tinggi. Tangan kanan membengkak. Prita dikunjungi dr Hengky dan memberitahu kalau Prita terkena virus udara. Setelah maghrib, Prita disuntik 2 ampul dan terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. v 10 Agustus 2008 Prita minta infuse dan suntikan dihentikan. Lehernya mulai bengkak. KOndisi yang tak jelas membuat Prita meminta kejelasan tentang kondisi dan keadaanya termasuk tentang revisi hasil lab. Respond dair hengky lebih menyalakan hasil lab. v 11 Agustus 2008 Suhu badan Prita masih mencapai 39C. Prita berniat pindah dan pada saat yang sama Prita membutuhkan hasil rekam medis. v 12 Agustus 2008 Hasil rekam medis yang diterimanya masih yang trombosit 181 ribu. Sedangkan yang 27 ribu tidak diberikan. Alasannya hasil itu tidak dicetak. Manajer Pelayanan Pasien RS Omni dr. Grace Hilza mendatangi Prita . Tapi hasil tes trombosit 27 ribu tetap tidak diberikan. Grace juga member diagnosa baru : Prita tidak terkena demam berdarah tapi gandongan. Prita jengkel dan memutuskan pindah ke RS Internasional Bintaro di Bintaro. Disini Prita dimasukkan ruang isolasi oleh karena virus yang menimpa dirinya dapat menyebar. Menurut dokter, Prita terserang virus yang biasa menyerang anak-anak. v 15 Agustus 2008 Ajaib, begitu pindah, kondisi Prita berangsur pulih. Ia bahkan sudah sehat 3 hari setelah keluar dari RS Omni. Prita membagi pengalamannya yang ditulis melalui email pribadi kepada orang terdekatnya terkait keluhan pelayanan RS Omni International. Tanpa bisa dicegah, email itu menyebar luas di dunia maya. RS Omni mendapat kecaman. v 5 September 2008 Prita di adukan oleh dr Hengky yang bertugas di RS Omni Sutra ke Polda Metro Jaya. Ia disangka melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internastional. Prita digugat secara perdata oleh RS Omni melalui dr Hengky dan dr Grace. Secara bersamaan, Prita juga diadukan pidana oleh dr Hengky dan dr Grace. v 8 September 2008 Pihak Omni International menanggapi email Prita di harian Kompas dan Media Indonesia v 22 September 2008

Prita mulai disidik oleh penyidik di Satuan Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Polda Metro Jaya. Kepala Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimun) Polda Metro Jaya AKBP Agustinus Pangaribuan. Polisi menjerat Prita dengan pasal 310, 311 KUHP serta pasal 45 jo 27 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selama disidik, Prita tidak ditahan polisi. v 30 April 2009 Berkas perkara pidana diserahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang. Sebelum dinyatakan lengkap (P21) berkas pemeriksaan sempat dua kali bolak balik dari Polisi dan kejaksaan. v 13 Mei 2009 Polisi menangkap Prita dan menjebloskan ke penjara. Ia dikhawatirkan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Padahal, Prita memiliki dua anak yang salah satunya masih menyusui. v Mei-Juni 2009 Gelombang simpati dari masyarakat mengalir untuk Prita. Bahkan tiga capres saat itu bergantian memberi bantuan untuk Prita. v 3 Juni 2009 Kejaksaan kalang kabut. Tekanan dari masyarakat dan dari capres membuat status Prita berubah menjadi tahanan kota. v 4 Juni 2009 Prita menjalani sidang pertama. Hakim mengeluarkan putusan sela membatalkan dakwaan untuk Prita. v 26 Juni 2009 Jaksa banding atas putusan sela itu dan menang. Prita kembali harus menjalani dua sidang untuk kasus yang sama, perdata dan pidana. v 11 Juli 2009 Hakim PN Tangerang memenangkan gugatan perdata RS Omni dan mewajibkan Prita membayar Rp. 312 juta. Prita banding v 19 Oktober 2009 Ditingkat banding, pengadilan tinggi juga memutuskan Prita bersalah. Untuk kasus perdata, Prita harus membayar Rp. 204 juta dan meminta maaf melalui media cetak selama tujuh hari berturut-turut. v Oktober-Desember 2009 Kemarahan masyarakat atas keberpihakan hukum pada orang kaya ini tak terbendung lagi. Uniknya, mereka bertindak di luar dugaan. Bukan melalui aksi unjuk rasa, tapi melalui pengumpulan koin untuk Prita. Gerakan sosial ini tak mengenal batas umur itu mengalir deras dan terjadi di seluruh Indonesia. v 12 Desember 2009 Tak tahan dengan aksi pengumpulan koin yang fenomenal itu, manajemen RS Omni menyatakan mencabut gugatan perdata dan menghapus kewajiban membayar Rp.204 juta. Pihak Prita menolak dan menyatakan bila ingin damai, mestinya gugatan pidananya juga ditarik. RS Omni menyatakan tidak bisa berbuat apa apa untuk kasus pidana v 14 Desember 2009 Aksi koin untuk Prita berakhir v 17 Desember 2009 v Koin-koin untuk Prita diserahkan kepada Prita.

v 18 Desember 2009 Pencabutan perkara perdata yang diajukan kuasa hukum RS Omni Internasional, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang karena pengacara Prita Mulyasari, Slamet Yuwono telah mengajukan memori kasasi.. v 23 Desember 2009 Prita menghadiri penyerahan koin Rp.650 juta ke Bank Indonesia v 29 Desember 2009 Hari ini vonis pidana Prita di PN Tangerang.

2. Hak-Hak Pasien Dalam hubungan antara dokter dan pasien, pasien memiliki hak atas informasi mengenai kesehatan dirinya. Informasi itu meliputi diagnosis (analisis penyakit), resiko tindakan medik, alternatif terapi, dan prognosis (upaya penyembuhan). Informasi yang diberikan dokter kepada pasiennya harus lengkap, tidak terbatas hanya informasi yang diminta pasien. Meski dokter boleh menahan informasi pasiennya jika informasi itu merugikan kesehatan pasien, namun dokter dapat memberikan informasi itu kepada keluarga terdekat pasien. Hak atas informasi tersebut penting bagi pasien untuk memberikan persetujuannya (informed consent) mengenai tindakan medik yang akan dijalani. Persetujuan pasien mengenai tindakan medik yang akan dijalaninya merupakan hak pasien yang mendasar. Pasien dapat menyetujui atau menolak rencana tindakan medik itu, dan dari persetujuan tersebut barulah dokter dapat bertindak melakukan upaya-upaya penyembuhan yang diperlukan. Hak persetujuan pasien merupakan hak asasi seseorang untuk menentukan nasib kesehatannya sendiri. Setiap manusia dewasa yang sehat jasmani dan rohaninya memiliki hak untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan kemauan pasien, meskipun hal itu untuk kepentingan pasien. Selain hak atas informasi dan persetujuan, seorang pasien juga memiliki hak atas rahasia kedokteran, yaitu hak pasien untuk dirahasiakan keterangan mengenai penyakitnya sekalipun ia telah meninggal dunia. Hak atas rahasia kedokteran ini diletakkan di atas kewajiban dokter untuk menjaga kerahasaiaan pasiennya, misalnya keterangan mengenai sebab-sebab meninggalnya seorang pasien. Menurut undang-undang, rahasia kedokteran masih dapat dibuka untuk alasan-alasan tertentu, misalnya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparat penegak hukum atau atas permintaan pasien sendiri. Hak pasien lainnya adalah hak untuk memperoleh pendapat kedua (second opinion) dari dokter lain. Pendapat kedua merupakan pendapat pembanding dari pendapat pertama seorang dokter, sehingga dengan crosscheck semacam ini keterangan mengenai penyakit pasien menjadi lebih akurat. Akurasi tersebut dibutuhkan untuk menentukan langkahlangkah medik selanjutnya yang lebih tepat. Pendapat kedua yang diajukan bukan merupakan inisiatif pasien (bukan pasien yang meminta untuk diadakannya pendapat kedua tersebut). Pendapat kedua merupakan inisiatif dokter pertama, sehingga dari sisi pasien memperoleh pendapat kedua itu merupakan suatu hak, sedangkan dari sisi dokter

merupakan suatu kewajiban. Tanpa diminta, seorang dokter harus memberikan pendapat kedua itu kepada pasiennya. Hak yang tidak kalah pentingnya bagi seorang pasien adalah hak atas rekam medik, yaitu hak atas berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Setiap dokter yang menjalankan praktek kedokteran wajib membuat rekam medik. Selain sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan, rekam medik juga digunakan untuk bahan pembuktian dalam perkara hukum, dasar untuk membayar pelayanan kesehatan, untuk keperluan pendidikan dan penelitian, dan sebagai data statistik kesehatan. Rekam medik harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. Secara kepemilikian, dokumen yang berisi rekam medik merupakan milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan yang menangani pasien, sedangkan isinya merupakan milik pasien. Pasien dapat meminta salinan dari rekam medik atas pelayanan kesehatan yang dijalaninya. Dokumen tersebut harus disimpan dan dijaga kerhasiaannya oleh dokter atau penyedia sarana layanan kesehatan. Berarti intinya itu cuma 2, mengenai masalah rekam medis sama informed consent. 3. Definisi malpraktik sesuai buku fred ameln dalam litigasi malpraktek medis, kelalaian adalah teori utama dari kewajiban. dalam rangka untuk memulihkan untuk malpraktik kelalaian, penggugat harus membangun unsur-unsur berikut: 1. adanya kewajiban dokter untuk Pihak Penggugat, biasanya didasarkan pada adanya hubungan dokter-pasien. Ada hubungan hukum antara pasien dan dokter. 2. ada standar yang perawatan yang berlaku dan standar larangannya juga. 3. ada cedera yang dapat dikompensasi. 4. ada hubungan sebab akibat antara kelalaian dan bahaya yang ditimbulkan. 4.