kromosom kelamin

14
KROMOSOM KELAMIN Dikenal beragam pola ekspresi kelamin pada makhluk hidup, dan slah satu diantaranya adalah pola ekspresi kelamin kromosomal, yang menentukan ekspresi kelamin adalah gen. Pada pola ekspresi kelamin kromosomal ini, dikenal adanya perangkat kromosom kelamin. Pengkajian berbagai hal tentang kromosom dilakukan semata- mata karena berbagai fenomena genetic maupun evolusioner, sudah diketahui terkait dengan gen-gen pada kromosom kelamin, bahkan diharapkan pengkajian ini akan semakin memantapkan kesadaran kita bahwa yang bertanggungjawab atas fenotip kelamin apapun adalah gen. Sejarah Penemuan Kromosom Kelamin Pada tahun 1891 ahli biologi Jerman H. Henking menemukan bahwa suatu struktur inti tertentu dapat ditemukan selama spermatogenesis serangga tertentu. Henking tidak menyebutkan manfaat dari struktur tersebut, tetapi mengidentifikasinya sebagai sebagai X body, dan menyatakan bahwa sperma dipilah atas dasar ada atau tidaknya struktur tersebut. Pada tahun 1902 C.E. McClung membenarkan observasi Henking dan mengaitkan X body dengan determinasi kelamin, tetapi secara salah menyatakannya spesifik untuk individu jantan. Pada awal abad ke 20 E.B.Wilson dkk., menyatakan bahwa X body yang dilaporkan Henking adalah suatu kromosom yang

Upload: anisah-mahmudah

Post on 02-Jul-2015

1.036 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: KROMOSOM KELAMIN

KROMOSOM KELAMIN

Dikenal beragam pola ekspresi kelamin pada makhluk hidup, dan slah satu diantaranya

adalah pola ekspresi kelamin kromosomal, yang menentukan ekspresi kelamin adalah gen. Pada

pola ekspresi kelamin kromosomal ini, dikenal adanya perangkat kromosom kelamin.

Pengkajian berbagai hal tentang kromosom dilakukan semata-mata karena berbagai

fenomena genetic maupun evolusioner, sudah diketahui terkait dengan gen-gen pada kromosom

kelamin, bahkan diharapkan pengkajian ini akan semakin memantapkan kesadaran kita bahwa

yang bertanggungjawab atas fenotip kelamin apapun adalah gen.

Sejarah Penemuan Kromosom Kelamin

Pada tahun 1891 ahli biologi Jerman H. Henking menemukan bahwa suatu struktur inti

tertentu dapat ditemukan selama spermatogenesis serangga tertentu.

Henking tidak menyebutkan manfaat dari struktur tersebut, tetapi mengidentifikasinya

sebagai sebagai X body, dan menyatakan bahwa sperma dipilah atas dasar ada atau tidaknya

struktur tersebut. Pada tahun 1902 C.E. McClung membenarkan observasi Henking dan

mengaitkan X body dengan determinasi kelamin, tetapi secara salah menyatakannya spesifik

untuk individu jantan.

Pada awal abad ke 20 E.B.Wilson dkk., menyatakan bahwa X body yang dilaporkan

Henking adalah suatu kromosom yang menentukan kelamin. Sejak saat itu X body disebut

dengan kromosom kelamin/kromosom X.

E.B. Wilson menemukan susunan kromosom yang lain pada Lygaeus turcicus. Serangga

ini memiliki jumlah kromosom yang sama pada sel-sel dari kedua macam kelamin. Tetapi,

kromosom homolog dari kromosom X ternyata lebih kecil ukurannya dan disebut kromosom Y.

kemudian dinyatakan bahwa zigot XY akan menjadi individu jantan.

Evolusi Kromosom Kelamin

Seluruh informasi tentang evolusi kromosom kelamin bersumber pada Charlesworth

(1996). Evolusi kromosom kelamin yang dibahas pada bagian ini bermula dari kondisi tanpa

kromosom kelamin menuju kepada kondisi ada kromosom kelamin. Pada kelompok makhluk

hidup di tingkat takson primitif memang tidak dijumpai kromosom kelamin, sedangkan pada

beberapa kelompok di tingkat takson tinggi ditemukan adanya kromosom kelamin.

Page 2: KROMOSOM KELAMIN

Evolusi Kromosom X dan Y Pemula

Asal mula evolusioner kromosom kelamin primitive berkaitan erat dengan evolusi

kelamin terpisah yang berlatar belakang genetik.

Awalnya suatu keadaan kelamin tergabung purba, pada keadaan kelamin tergabung itu

fungsi jantan dan betina diekspresikan dalam tubuh individu yang sama. Keadaan kelamin

tergabung merupakan karakteristik kebanyakan tumbuhan berbunga, banyak takson hewan

avertebrata serta sejumlah spesies ikan.

Pola transisi paling sederhana, dari keadaan kelamin tergabung menuju kepada suatu

keadaan kelamin terpisah sempurna (melalui kejadian mutasi pada dua lokus). Salah satu lokus

adalah f yang mengontrol fungsi betina sedangkan lokus lainnya adalah m yang mengontrol

fungsi jantan. Daya seleksi yang ada memungkinkan munculnya suatu transisi evolusioner antara

keadaan kelamin terpisah yang berupa tahapa antara dari gynodiocy (polimorfisme untuk

individu jantan steril maupun individu berkelamin tergabung).

Mekanisme mutasi pada dua lokus, sebagaimana yang telah disebutkan diikuti oleh

proses seleksi dan pengurangan rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun

kromosom proto Y. setelah itu masih terjadi proses lebih lanjut. Proses seleksi lebih lanjut

tersebut antara lain berkenaan dengan seleksi alela-alela yang menguntungkan pada individu

jantan tetapi yang merugikan pada individu betina, yang akan mengarah pada diferensiasi

genetik selanjutnya antara kedua kromosom kelamin.

Erosi Kromosom Y

Setelah terbentuknya kromosom proto Y selanjutnya mengalami proses evolusi spesifik

yang disebut sebagai erosi kromosom. Erosi kromosom proto Y yang terjadi melalui pola-pola

yang hingga sekarang masih bersifat hipotetis.

Pola erosi kromosom pertama adalah yang melibatkan “Muller’s Ratchet”. Pola kedua

berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui “hitchhiking” dengan mutasi-

mutasi yang menguntungkan secara selektif pada kromosom proto Y.

“Muller’s Ratchet” (bersangkut paut dengan hilangnya kelompok kromosom yang

membawahi mutan-mutan merugikan dalam jumlah yang paling kecil, dari suatu populasi

terbatas akibat “genetic drift”. Peristiwa tersebut mengakibatkan peningkatan progresif jumlah

Page 3: KROMOSOM KELAMIN

rata-rata alela-alela merugika per individu. Fiksasi mutasi-mutasi terpaut Y yang merugikan

terjadi karena adanya mutasi-mutasi menguntungkan pada bagian kromosom proto Y yang tidak

mengalami rekombinasi. Proses selektif suksesif semacam ini akan menyebabkan terjadinya

fiksasi alela-alela merugikan pada banyak lokus terpaut.

Evolusi Determinasi Kelamin X/A dan Sistem Kromosom Kelamin XO

Sistem determinasi kelamin yang didasarkan pada keseimbangan X/A ditemukan pada

Drosophila, C.elegans, dan Rumex, mungkin ditemukan juga pada burung. Dikemukakan

Westergaard, terlihat bahwa system keseimbangan X/A berevolusi dari sistem kromosom Y

penentu kelamin jantan.

Spesies-spesies yang memiliki suatu gen seperti mF yang dibutuhkan untuk

perkembangan ke arah kelamin jantan, terpaksa mempertahankan suatu pola Y determinasi

kelamin berupa kromosom Y sebagai penentu kelamin jantan, kecuali hal tersebut diganti oleh

mekanisme genetik lain.

Ekspresi f f dibutuhkan untuk perkembangan kelamin betina, dan tidak adanya produk f f

karena kehadiran suatu alela f s sterilitas betina yang dominan, mengarah kepada perkembangan

parsial atau lengkap kelamin jantan. Mutasi kehilangan fungsi pada Sx1, yang mengarah pada

kegagalan perkembangan carrier betina, dapat bersifat dominan penuh atau sebagian tergantung

pada latar belakang genetic yang konsisten dengan perilaku f s yang diduga.

Perkembangan parsial jantan, merupakan perkembangan keadaan kelamin tergabung ke

arah kelamin jantan. Tahap kedua dari evolusi menuju keadaan kelamin terpisah, mencakup

karakter jantan yang lebih bersifat parsial daripada penuh, diperlukan adanya faktor genetik lain

yang menekan karakter betina karena adanya f s, untuk menyempurnakan evolusi keadaan

kelamin terpisah (karena pengaruh alela-alela yang melakukan interaksi secara terpisah, dapat

juga terjadi karena alela-alela penekan karakter betina nonspesifik terpaut sangat dekat dengan

f s).

Pembentukan suatu kromosom proto Y yang membawa f s dan mF berakibat munculnya

individu-individu jantan parsial. Tahap selanjutnya yaitu evolusi suatu alela yang kehilangan

fungsi yang terdapat pada kromosom Y, ekspresi alela tersebut mengurangi ekspresi satu-satunya

copy f f pada individu jantan yang mengarah kepada peluang karakter jantan yang lebih tinggi.

Page 4: KROMOSOM KELAMIN

Pada C. elegans individu yang berkromosom XX berkembang sebagai individu

hermaprodit dan individu yang berkromosom XO berkembang sebagai individu jantan. System

tersebut mungkin merupakan suatu akibat dari evolusi sekunder menuju hermaproditisme dari

sistem XX (betina), XO (jantan), yang terdapat pada kebanyakan spesies lain dari

Coenorhabditis.

Kenyataan tentang evolusi determinasi kelamin X/A yang berasal dari sistem determinasi

kelamin X/Y dapat dilihat pada marga Rumex. Kenyataan-kenyataan komparatif yang ada

menunjukkan bahwa sistem determinasi kelamin X/Y secara taksonomis jauh lebih luas daripada

sistem X/A.

Kebakaan yang Terpaut Kelamin

Kebakaan yang terpaut kelamin dikontrol oleh gen-gen yang terpaut pada kromosom

kelamin. Kajian tentang kebakaran yang terpaut kelamin, bukan bermaksud menyatakan bahwa

macam kebakaan ini mempengaruhi ekspresi kelamin.

Penemuan Morgan Tentang Pautan Kelamin pada Drosophila

Temuan pertama tentang kebakaan yang terpaut kelamin adalah pada Drosophila, seperti

yang dilaporkan T.H. Morgan pada tahun 1910, dan gen terkait denga kebakaan yang terpaut

kelamin itu terletak pada kromosom kelamin X, tepatnya pada lokus w.

Atas dasar kenyataan bahwa individu jantan hanya memiliki satu kromosom X dan

sebuah kromosom Y yang tidak memiliki sebagian besar gen pada kromosom X, dinyatakan

bahwa alela mata putih tersebut pada individu jantan tergolong hemizigot, oleh karena itu alela

tersebut diekspresikan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa alela mutan mata putih yang ada pada

kromosom X dari individu jantan induk bermata putih, mula-mula diwariskan kepada turunan

betina (kromosom Y diwariskan kepada turunan jantan), semua turunan betina merupakan carrier

alela mutan tersebut. Turunan jantan F2 bersifat hemizigot, dan 50% dari seluruh turunan jantan

F2 memperoleh kromosom X yang membawahi alela mutan mata putih dari induk betina yang

heterozigot.

Pola-pola Kebakaan dari Gen-gen yang Terpaut Kelamin

Page 5: KROMOSOM KELAMIN

Sebagian besar gen yang terpaut kelamin pada hewan-hewan jantan heterogamete terletak

pada kromosom X. Beberapa hewan dapat memiliki sejumlah kecil gen pada kromosom Y yang

menghasilkan efek-efek fenotif. Informasi yang baru dikemukakan ini hanya berlaku untuk

kelompok makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin XX-XY. Di kalangan makhluk

hidup yang mempunyai kromosom kelamin (Stansfield, 1983).

Di kalangan makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin XX-XY, gen-gen yang

terdapat pada kromosom kelamin X, sebagian tidak ditemukan sama sekali pada kromosom Y

yang disebut terpaut kelamin lengkap, sebagian dapat berekombinasi dengan pindah silang

dengan gen-gen yang terdapat pada kromosom Y, seperti layaknya gen-gen pada autosom-

autosom homolog.

Pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti suatu pola khas, yaitu

crisscross pattern of inheritance (pola pewarisan menyilang).

Seperti yang telah dikemukakan biasanya sifat-sifat yang ada pada individu jantan

(resesif) diwariskan melalui turunan betinanya (tidak terekspresikan) kepada turunan jantan

generasi berikutnya (F2) dan diekspresikan. Sifat-sifat yang ada pada individu betina (resesif)

diwariskan langsung kepada turunan jantan (diekspresikan)

Sebagaimana pada individu jantan, pada individu betina D. melanogaster sifat-sifat

(resesif) yang terpaut kromosom kelamin X (terekspresi) dapat juga diwariskan langsung kepada

turunan betina (diekspresikan).

Pewarisan dan ekspresi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X pada individu betina

mengikuti pola yang sama, sebagaimana sifat-sifat yang dikontrol oleh alela-alela yang terdapat

pada autosom.

Sifat-sifat terpaut kromosom kelamin Y induk jantan D. melanogaster biasanya langsung

diwariskan pada turunan jantan, dan dapat juga diwariskan langsung kepada turunan betina,

sebagai akibat peristiwa gagal berpisah pada oogenesis.

Pada manusia sifat-sifat (resesif) yang terpaut kromosom kelamin X pada laki-laki

diwariskan secara crisscross. Sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin Y selalu hanya

diwariskan dari ayah dan terekspresi pad semua anak laki-laki (stansfield, 1983).

Gen-gen yang Terpaut Kelamin pada Drosophila melanogaster

Page 6: KROMOSOM KELAMIN

Di kalangan D. melanogaster, gen-gen yang terpaut kromosom kelamin X antara lain

(ditunjukkan dalam bentuk mutan) yellow, white, vermilion, miniature, rudimentary (Ayala dkk,

1984). Gen-gen yang tergolong terpaut kelamin tidak sempurna pada D. melanogaster antara lain

bobbed bristles atau bb (tipe mutan), alela tersebut, terdapat pada kromosom X maupun

kromosom Y tepatnya pada lengan pendek (Gardner dkk., 1991). Saat ini pada kromosom Y

sudah ditemukan 7 gen holandrik yang bersangkut paut denga fertilitas jantan.

Gen yang Terpaut Kromosom Kelamin Z pada Unggah

Pola pewarisan terpaut kelamin ZZ-ZW (misalnya pada burung) pada dasarnya sama

dengan yang ditemukan di lingkungan Mammalia, terkecuali yang bersifat hemizigot adalah

individu betina, bukan individu jantan (Maxson dkk., 1985). Lebih lanjut, suatu alela dominan

terpaut Z yang disebut S, sudah ditemukan pada ayam.

Sifat-sifat yang Terpaut Kromosom Kelamin X pada Manusia

Pada manusia ditemukan gen Tfm yang terpaut kromosom kelamin X, sebagaimana yang

telah ditemukan gen Tfm+ mengendalikan pembentukan suatu protein pengikat testosterone. Pri

yang memiliki gen Tfm mengidap sindrom testicular feminization. Pada sindrom itu sel-sel

embrion sama sekali tidak peka terhadap efek maskulinisasi dari testosterone, karakteristik

kelamin sekunder luar janin berkembang lebih ke arah betina,tetapi secara internal yang

berkembang adalah testis, perkembangan uterus, tuba fallopi juga terhambat akibat sekresi

hormone jantan lain, sehingga terbentuklah suatu vagina buntu.

Pada sudah ditemukan lebih dari 200 sifat yang dinyatakan sebagai terpaut kromosom

kelamin X, antara lain: atrofi optic, glaucoma juvenile, myopia, defective iris, epidermal cyst,

distichiasis, white occipital lack of hair, mitral stenosis dan beberapa bentuk keterbelakangan

mental. Beberapa dari sifat tersebut memiliki bentuka-bentukan alternatif yang dikontrol oleh

gen-gen yang terletak pada autosom.

Beberapa criteria untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X atas

dasar telaah silsilah akan dikemukakan lebih lanjut (Gardner dkk., 1991).

1. Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki disbanding pada perempuan.

2. Sifat tersebut diwariskan dari seorang pria penderita kepada separuh cucu laki-laki

melalui anak perempuannya

Page 7: KROMOSOM KELAMIN

3. Suatu alela yang terpaut X tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada anak laki-

laki

4. Semua wanita pemilik sifat tersebut (penderita) mempunyai seorang ayah yang juga

penderita serta seorang ibu carrier atau juga sebagai penderita.

Khusus untuk sifat-sifat terpaut kromosom kelamin X yang dominan seperti tipe darah

yang jarang Xga, pria-pria penderita diharapkan akan mewariskan sifat tersebut kepada semua

anak perempuan mereka, dan bukan kepada anak laki-laki.

Contoh-contoh cacat bawaan resesif yang sangat merugikan terpaut kromosom kelamin

X pada manusia antara lain (Gardner, dkk., 1991)

1. Lesch-Nyhan Syndrome

2. Duchene-type Muscular Dystrophy

3. Hunter syndrome

Pada penderita Lesch-Nyhan Syndrome, produksi asam urat berlebih. Pada penderita ini

mengalami defisiensi HPRT (Hypoxanthine-Guanine Phosporibosyl Transferase) yang berperan

pada biosintesis nukleotida.

Bayi penderita terlihat normal saat kelahiran dan beberapa bulan kemudian, tetapi dapat

memperlihatkan gejala adanya asam urat berlebih dalam urin tampak sebagai “pasir orange”.

Pada Duchene-type Muscular Dystrophy, janin berkelamin jantan dapat diidentifikasi

melalui studi kromosom. Kecacatan ini biasanya diidap pria sebelumumur belasan tahun, yang

ditandai dengan kemunduran otot yang berkembang cepat selama awal umur belasan tahun.

Cacat Hunter syndrome, ditandai dengan keterbelakangan mental, tampang kasar,

hirsutism (abnormal hairiness), serta suatu tampilan wajah khas yang meliputi tulang hidung

lebar, serta lidah menjulur panjang. Gejala-gejala itu muncul pada awal masa kanak-kanak.

Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom Kelamin Y Manusia

Sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X, deteksi sifat-sifat yang dikontrol oleh gen-

gen holandrik (sifat ini selalu dan hanya diwariskan dari seorang ayah kepada semua anak laki-

laki.

Kromosom Y manusia memang hanya mengandung sedikit gen yang memperlihatkan

efek secata fenotip (Gardner, dkk.,1991).

Page 8: KROMOSOM KELAMIN

Beberapa gen holandrik pada manusia, antara lain: h (hypertrichosis), hg (hystrixgravier),

dan untuk wt (untuk jari-jari berselaput).

Gen h (resesif) menyebabkan hypertrichosis yaitu tumbuhnya rambut di bagian tertentu

di tepi daun telinga (Suryo, 1989). Belum ada kepastian tentang latar belakang genetic

hypertrichosis ini, namun ada telaah silsilah yang memperlihatkan hypertrichosis memiliki latar

belakang genetic autosomal.

Gen hg (resesif) menyebabkan pertumbuhan rambut panjang dan kaku di permukaan

tubuh (Suryo, 1989), sehingga menyerupai duri landak. Ada pendapat yang definitive

menyatakan bahwa gen yang bertanggung jawab terhadap kelainan tersebut tergolong gen

autosomal dominan yang sangat jarang (Stern, 1973).

Gen wt (resesif) menyebabkan tumbuhnya kulit di antara jari-jari (terutama jari kaki).

Tangan atau kaki orang tersebut mirip dengan kaki katak atau burung air (Suryo, 1989). Pernah

diduga bahwa kelainan tersebut berlatar belakang gen autosomal dominan, tetapi hasil

pengkajian lanjutan sangat meragukan dugaan tersebut.

Gen H-Y terletak pad lengan pendek dari kromosom kelamin Y (Gardner, dkk.,1991).

Gen H-Y adalah suatu gen histocompatibilitas. Gen H-Y ini bertanggung jawab terhadap

penentu/pengenal antigen pada jaringan individu jantan.

Gen TDF (Testis Determining Factor) bertanggung jawab terhadap perkembangan testis

dan bahkan diduga berperan sebagai master regulator.

Sifat-sifat yang Terpengaruh Kelamin

Sifat-sifat yang terpengaruh kelamin bukan merupakan bagian dari kebakaan yang terpaut

kelamin. Gen-gen yang mengontrol sifat-sifat yang terpengaruh kelamin dapat terletak pada

autosom ataupun pada bagian homolog dari kromosom kelamin (Stansfield, 1983). Tetapi

Maxson dkk (1985) menyatakan bahwa gen-gen yang terpengaruh kelamin terdapat hanya pada

autosom.

Domonansi alela-alela pada keadaan heterozigot dapat berbeda pada kedua kelamin.

Selain itu gen-gen yang terkait dengan dominansi yang dipengaruhi kelamin terletak pada

autosom, dan bukan pada kromnosom kelamin, namun pada penjelasan lanjutan, terlihat bahwa

yang dimaksud dengan bukan pada kromosom kelamin, adalah bukan pada nonhomolog dari

kromosom kelamin.

Page 9: KROMOSOM KELAMIN

Sifat-sifat yang Terbatas Kelamin

Sifat-sifat yang terbatas kelamin bersangkut paut dengan ekspresi gen yang berbeda pada

tiap kelamin. Berkenaan dengan sifat-sifat yang terbatas kelamin tersebut, ada sumber yang

menyatakan bahwa beberapa gen autosomal hanya berekspresi pada salah satu kelamin

(Stansfield, 1983). Fenomena tersebut dinyatakan merupakan akibat perbedaan lingkungan

hormonal internal atau akibat ketidaksamaan anatomis. Dalam hubungan ini ada juga pendapat

yang lebih operasional yang menyatakan bahwa tampaknya hormon-hormon kelamin merupakan

faktor pembatas terhadap ekspresi beberapa gen.

Rasio Kelamin (Kajian pada Manusi)

Ekspresi kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom Y, dank arena pria

menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa kromosom Y dalam jumlah

yang hamper sama, maka atas dasar hukum pemisahan Mendel kedua kelamin seharusnya

memperlihatkan proporsi 1:1 (Maxson dkk, 1985). Tetapi pada manusia rasio kelamin berbeda-

beda pada berbagai kelompok umur.