kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

27
VOLUME V NOMOR 8 EDISI AGUSTUS 2015 www.ekon.go.id ‘THE ALL NEW’ KREDIT USAHA RAKYAT LEBIH RINGAN, LEBIH FOKUS DAN LEBIH TEPAT SASARAN

Upload: hoangnhi

Post on 08-Dec-2016

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

VOLUME V NOMOR 8 EDISI AGUSTUS 2015 www.ekon.go.id

‘THE ALL NEW’

KREDIT USAHA RAKYAT

“LEBIH RINGAN, LEBIH FOKUS DAN LEBIH TEPAT SASARAN”

Page 2: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

PEMBINA:

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

PENGARAH:

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan

Keuangan

KOORDINATOR:

Bobby Hamzar Rafinus

EDITOR:

Edi Prio Pambudi

Puji Gunawan

Ratih Purbasari Kania

ANALIS:

Puji Gunawan, Thasya Pauline, Sri Purwanti,

Susiyanti, Trias Melia, Desi Maola Ayu Saputri

KONTRIBUTOR:

FIEB UI

DAFTAR ISI

03 EDITORIAL

KEUANGAN

04 PAKET KEBIJAKAN OTORITAS JASA

KEUANGAN DALAM MENDUKUNG

PEMBANGUNAN DAN KETAHANAN

EKONOMI NASIONAL

LAPORAN TPI - TPID

07 ASPEK HUKUM KERJASAMA ANTAR

DAERAH

INFRASTRUKTUR

09 PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

PANGAN DALAM MENDUKUNG

KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN UTAMA

13 PROGRAM PEMERINTAH DALAM

PENGEMBANGAN UMKM

15 THE “ALL NEW” KUR

PANGAN

19 TOKO TANI INDONESIA

EKONOMI DOMESTIK

21 UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

DAN DUA SISI MATA UANG DISKRESI

PEJABAT

BUMN

24 PENGUATAN PERUM BULOG

02

Page 3: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki posisi strategis dalam perekonomian Indonesia.

Hal ini ditunjukkan dari besarnya kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyediaan

lapangan pekerjaan. Keunggulan kompetitif UMKM lain yang mungkin merupakan faktor penyebab

relatif tahannya UMKM terhadap dampak goncangan ekonomi global adalah terkait pola sebaran

UMKM secara kewilayahan maupun diverisifikasinya secara sektoral. Namun di sisi lain, UMKM juga

menghadapi banyak sekali permasalahan. Beberapa diataranya meliputi terbatasnya modal kerja,

Sumber Daya Manusia yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi

(Sudaryanto dan Hanim, 2002)

Pemberdayaan UMKM dalam menghadapi era globalisasi dan tingginya persaingan, membuat UMKM

harus m ampu menghadapi tantangan global.. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual

UMKM itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-produk asing yang kian membanjiri

sentra industri dan manufaktur di Indonesia.

Berbagai program yang diluncurkan Pemerintah untuk meningkatkan kapasitas dan mengembangkan

UMKM. Kementerian, Kepala Daerah dan Otoritas yang ada juga telah bersinergi untuk terus

mengembangkan UMKM. secara keseluruhan, dukungan yang diberikan bersifat terencana, sistematis

dan menyeluruh baik pada tataran makrodan mikro yang meliputi

1. penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta

menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi;

2. pengembangan sistem pendukung usaha untuk meningkatkan akses kepada sumber daya

produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya,

terutama sumber daya lokal yang tersedia;

3. pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif

4. pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak

dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang

masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang

secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi

pengusaha mikro dan kecil.

sisi dukungan anggaran yang tersebar di kementerian teknis dan dalam bentuk subsidi bunga kredit

program

EDITORIAL

ARTI PENTING UMKM BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA

03

Page 4: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

PAKET KEBIJAKAN

OTORITAS JASA KEUANGAN

DALAM MENDUKUNG

PEMBANGUNAN DAN

KETAHANAN EKONOMI

NASIONAL

oleh: Puji Gunawan

Dalam rangka Pencapaian tujuan

Pembangunan nasional yang telah digariskan

dalam Rencana Pembangunan jangka

menengah (RPJMN) 2015-2019 maupun yang

bersifat jangka pendek dalam rencana kerja

Pemerintah (RKP) tahun 2015, Pemerintah

memerlukan keterlibatan aktif dari berbagai

pihak. Keterbatasan ini disebabkan oleh

beberapa faktor seperti kapasitas fiskal dan

keterbatasan kewenangan. Keterbatasan kewenangan sendiri timbul dengan adanya pelimpahan

kewenangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan Undang undang 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah ataupun berdasarkan peraturan perundang-undangan, beberapa sektor

pembangunan telah menjadi ranah insitutusi lain.

Sektor Keuangan misalnya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan, maka pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara

terpadu, independen, dan akuntabel dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan undang-

undang ini, OJK dirancang sebagai lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain.

Namun demikian, dengan semakin kompleks hubungan sektor-sektor dalam perekonomian, dan untuk

mencapai tujuan pembangunan serta dalam menghadapi kondisi ekonomi global yang melemah yang

akan mempengaruhi ekonomi domestik, maka sinergitas antar Otoritas dan Pemerintah adalah sebuah

keniscahyaan.

Ditahun 2014 misalnya. Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan enam peraturan di bidang

Perbankan. Kebijakan OJK ini diterbitkan sebagai bagian dari rangkaian kebijakan yang dikeluarkan OJK

dalam rangka memperkuat pengawasan sektor jasa keuangan, pendalaman pasar keuangan dan

perluasan akses keuangan masyarakat. Semua ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya sektor jasa

keuangan yang kokoh, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, merata dan berkesinambungan.

Regulasi tersebut terkait dengan :

1. Penerapan Tata Kelola Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan

2. Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan

3. Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)

4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

5. Penyediaan Modal Minimum Perbankan Syariah

6. Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Menghadapi perlambatan ekonomi global dan mengantisipasi pengaruhnya kepada sektor keuangan

Indonesia, Di tahun 2015 OJK juga kembali mengeluarkan berbagai paket kebijakan diantaranya :

KEUANGAN

04

Page 5: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Sektor Perbankan

1. Tagihan atau kredit yang dijamin oleh Pemerintah Pusat dikenakan bobot risiko sebesar 0

(nol) persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit;

2. Bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75% dalam

perhitungan ATMR untuk risiko kredit;

3. Penerapan penilaian Prospek Usaha sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa

mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur;

4. Pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit;

5. Penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah ditetapkan

sebesar 35%, tanpa mempertimbangkan nilaiLoan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR

untuk risiko kredit;

6. Penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah

Pusat Republik ditetapkan sebesar 20%, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value

(LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit;

7. Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat

dikenakan bobot risiko sebesar 50%;

8. Penilaian kualitas kredit kepada 1 (satu) debitur atau 1 (satu) proyek hanya berdasarkan

ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp 1 milyar

menjadi paling tinggi Rp 5 milyar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan

atau/ bunga;

9. Penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp 5 milyar yang dikaitkan

dengan pering kat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat

Komposit Tingkat Kesehatan bank;

10. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi;

11. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu

pembayaran (grace period) pokok, selama masa grace period;

12. Persyaratan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bagi bank yang melakukan penyertaan

modal dalam rangka:

Sektor Pasar Modal

1. Pengembangan Infrastruktur Pasar Repurchase Agreement (REPO), mencakup pengaturan

mengenai Repo, pengembangan produk Repo, serta layanan settlement transaksi REPO yang

dilengkapi monitoring dan konsep 3rd party Repo 2. Pengembangan UKM untuk Go Public, mencakup penyusunan ketentuan untuk

pengembangan UKM, serta Pembuatan papan khusus untuk UKM;

3. Penetapan Electronic Trading Platform (ETP), mencakup pengembangan trading platform surat

utang terintegrasi yang digunakan oleh pelaku dan dimanfaatkan untuk kebutuhan

pengawasan;

4. Penggunaan Bank Sentral untuk Penyelesaian Transaksi, mencakup implementasi penggunaan

Bank Sentral selain pengunaan Bank Pembayaran untuk layanan jasa penyelesaian dana di

pasar modal;

5. Rencana penerbitan produk derivatif Indonesia Government Bond Futures (IGBF), dalam rangka

pengembangan Pasar Surat Berharga Negara (SBN);

6. Pengembangan Obligasi Daerah dalam rangka mendukung program pemerintah terkait

pembangunan infrastruktur;

7. Penggunaan Bond Index Surat Utang sebagai indikator acuan di pasar surat utang Indonesia

yang digunakan secara luas oleh pelaku pasar;

8. Perluasan produk investasi di Pasar Modal melalui Penerbitan Efek Beragun Aset Surat

Partisipasi (EBA-SP), untuk meningkatkan pertumbuhan pembiayaan perumahan di Indonesia

05

Page 6: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

serta membantu Lembaga Jasa Keuangan dalam memperoleh likuiditas dari pasar modal

sebagai sumber pembiayaan yang terjangkau bagi masyarakat menengah dan kecil;

9. Peraturan Segmentasi Perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) yang meliputi 3 (tiga)

tingkatan, yaitu WPPE, WPPE khusus pemasaran, dan WPPE khusus agen pemasaran;

10. Peraturan Tentang Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu, dalam rangka mengoptimalisasi dan

melakukan efisiensi atas proses transaksi dan operasional di dalam industri pengelolaan

investasi;

11. Penerapan Extensible Business Reporting Language (XBRL) dalam rangka penyediaan informasi

yang akurat dan dapat diandalkan;

12. Peningkatan BUMN dan anak BUMN yang Go Public, dalam rangka membantu BUMN dalam

penggalangan dana untuk kegiatan pengembangan usaha, sekaligus mendorong likuiditas

pasar; Implementasi Electronic Book Building, dalam rangka meningkatkan transparansi dan

fairness antar investor;

13. Peraturan terkait Pasar Modal Syariah, dalam rangka memberikan relaksasi pengaturan dan

kepastian hukum terkait efek syariah sehingga mempunyai level of playing field dengan efek

konvensional;

14. Penerbitan Pedoman Tata Kelola Emiten atau Perusahaan Publik, dalam rangka mendorong

perusahaan untuk mempraktikkan tata kelola perusahaan yang baik;

Sektor Industri Keuangan non Bank

1. Relaksasi Kebijakan Non Performing Financing (NPF) Perusahaan Pembiayaan, dalam rangka

mendorong pertumbuhan piutang pembiayaan oleh industri Perusahaan Pembiayaan (PP);

2. Pengembangan Asuransi Pertanian, untuk meningkatkan akses para petani ke sistem

keuangan sehingga sektor pertanian nasional dapat terus tumbuh dan berkembang;

3. Pembentukan Rating Agency Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dalam rangka

mengurangi isu asymmetric information dalam pendanaan UMKM dan menghadapi era

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA);

4. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro, yang difokuskan pada upaya mendorong LKM

yang belum berbadan hukum agar segera mengajukan permohonan pengukuhan menjadi

LKM sesuai UU LKM.

Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen

1. Peningkatan Budaya Menabung, dalam rangka mendukung peningkatan akses keuangan

masyarakat;

2. Edukasi dan Akses Keuangan UMKM, dalam rangka mendorong peningkatan akses

pembiayaan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) kepada UMKM dan mendorong capacity

building UMKM di bidang pengelolaan keuangan;

3. Pemberdayaan Konsumen, dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap

Industri Jasa Keuangan maupun LJK;

4. Pencegahan Penghimpunan Dana/In vestasi Tanpa Izin, dalam rangka meningkatkan

kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan formal

06

Page 7: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Oleh Susiyanti

Payung hukum dalam kerjasama antar daerah

sejatinya telah di siapkan dalam Undang-

Undang nomor 32 tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah, dimana daerah harus

mampu menjamin keserasian hubungan antar

daerah dan membangun kerjasama dalam

meningkatkan kesejahteraan bersama serta

mencegah ketimpangan antar daerah. Karena

pada kenyataanya tidak ada daerah yang

dapat berkembang sendiri tanpa dukungan

maupun keberadaan daerah yang lainnya.

Rasanya akan sulit bagi daerah-daerah di

Indonesia untuk tidak menjalin kerjasama.

Indonesia yang begitu luas dengan keragaman

potensi yang ada pun keragaman persoalan

yang dihadapi. Dari sisi geografi saja,

Indonesia sebagai negara kepulauan telah

memberikan bayak pengaruh dalam beragam

aspek, termasuk pengaruh pada pertumbuhan

ekonomi hingga penyebab inflasi di daerah.

Belum lagi berbagai permasalah struktural

yang dialami daerah, ketergantungan pasokan

satu daerah dengan daerah lain, struktur pasar

yang tak efisien sampai panjangnya jalur

distribusi barang. Kondisi ini membuat

penguatan kerjasama antar daerah menjadi

alternatif dalam menjamin ketersediaan

barang dan jasa sehingga laju inflasi rendah

dan stabil.

Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir

tekanan inflasi IHK di Indonesia banyak

dipengaruhi oleh komponen inflasi

administered price dan inflasi volatile food.

Kondisi ini menunjukan bahwa inflasi di

Indonesia lebih banyak karena faktor shock.

Inflasi administered price disebabkan adanya

kenaikan harga BBM dan tariff dasar listrik.

Sementara inflasi administered disebabkan

adanya kenaikan dari bahan pangan seperti

beras, daging sapi, cabai, bawang merah dan

produk hortikultura lainnya.

Tingginya inflasi karena gejolak harga bahan

pangan membuat daerah sadar terhadap

dampak inflasi bagi kegiatan pembangunan

dan kesejahteraan rakyat mulai tinggi seiring

dengan pembentukan TPID di daerah-daerah.

Laporan

tpi-tpid

Foto: www.ciputranews.com

ASPEK HUKUM

KERJASAMA ANTAR DAERAH

07

Page 8: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Inisiatif pembentukan TPID sendiri dimulai

sejak 2008 dan hingga saat ini telah terbentuk

93 TPID di 33 provinsi yang kemudian

melahirkan Kelompok Kerja Nasional

(Pokjanas) TPID April 2011. Keanggoatanya

terdiri dari Bank Indonesia (BI), Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko),

dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Keberadaan TPID dengan pojaknas TPID juga

menekankan pentingnya kerangka kerjasama

yang lebih bersinergi antar daerah. Pokjanas

TPID bersama TPID sendiri telah melakukan

pemetaan surplus defisit tiga komoditas

pangan yang menjadi sumber utama

penyebab inflasi di Indonesia yakni beras,

daging sapi, dan daging ayam. Hasil pemetaan

inilah yang diharapkan dapat menjadi dasar

bagi daerah untuk melihat potensi kerja sama

perdagangan antar daerah dengan daerah

lainnya.

Sejumlah perangkat hukum sejatinya telah

disiapkan pemerintah dalam mengatur

bagaimana hubungan kerjasama antar daerah

ini akan dilakukan. selain Undang-Undang

nomor 32 tahun 2004 sebagai salah satu

payung hukum terbesarnya, sejumlah

perangkat aturan hukum lain yang menjadi

turunanyapun telah disaipakan.

Dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan

melalui kerjasama antar daerah, aspek hukum

dalam pelaksanaan kerjasama antar daerah

setidaknya melingkupi pada tiga dominasi

besar kerjasama antar daerah. Yakni terkait

dengan objek kerjasama antar daerah,

kelembagaan kerjasama serta dalam

pembiayaan kerjasama itu sendiri.

Dalam hal objek kerjasama, ketahanan pangan

menjadi salah satu objek penekanan dalam

pelaksanan kerjasama antar daerah ini. Secara

ekplisit dalam PP no 50/2007 dan UU no

23/2014 meyebutkan bahwa objek kerjasama

antar daerah adalah pangan. Perangkat hukum

tersebut juga diperkuat dengan UU no

18/2012 dimana Pemerintah Daerah wajib

mewujudkan keterjangkauan dan ketersedian

pangan.

Selain objek, aspek hukum lain yang telah

disiapkan dan diatur pemerintah adalah terkait

dengan kelembagaan kerjasama antar daerah.

Dalam sejumlah peraturan yang diterbitkan,

pemerintah telah mengatur dan memberikan

kekuatan hukum pada format kelembagaan

dalam kerjasama sama antar daerah yang

dilakukan.

Setidaknya ada tiga kelembagaan yang diatur

dan diakui dalam undang-undang. Yakni

dalam bentuk sekertariat kerjasama

sebagaimana yang di amanatkan dalam UU no

23/2014 pasal 364 ayat 6 dimana Pemda dapat

membuat sektertariat kerjasama dalam format

kelembagaan kerjasama antar daerah yang

dilakukan.

Pemda juga dapat berkerjasama dengan

BUMD sebagai penyedia kebutuhan

masyarakat termasuk salah satunya adalah

kebutuhan pangan sebagaimana di atur dalam

pasal 331 UU no 23/2014. Dalam Kepmendagri

43/2000 pasal 6 perusahaan dagang bisa

melakukan kerjasama dalam bentuk joint

operation dan joint venture. Bahkan dalam

format kelembagaan kerjasama, UU no

23/2014 pasal 363 ayat 2 memberikan jaminan

hukum kerjasama pemda dengan pihak ketiga

dalam skema kerjasama antar daerah tersebut.

Terkait dengan mekanisme pembayaran, UU

no 23/2014 memberikan ruang bagi program

kerjasama antar daerah untuk mendapatkan

alokasi dana dari APBD sebagaimana

diterangkan dalam pasal 281 ayat 2 undang-

undang tersebut. Dimana sekteratriat

kerjasama dapat dibiayai antar daerah yang

bekerjasama melalui pos hibah. Sementara

pembiayaan kerjasama antar daerah dengan

menggunakan jasa pihak ketiga dapat dibiayai

dengan pos pengadaan jasa lainnya.

08

Page 9: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan

perekonomian nasional. Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian dapat tercermin dari

kemampuan negara dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Oleh sebab itu,

buruknya kinerja di sektor pertanian dapat berdampak pada terancamnya ketahanan pangan nasional.

Data dari Kementrian Pertainan menunjukkan pada tahun 2020 dan 2025 kebutuhan beras diperkirakan

masing-masing sebesar 62,3 juta ton dan 65,8 juta ton. Upaya pemenuhan kebutuhan beras nasional

hingga tahun 2025 akan ditempuh melalui dua cara yaitu peningkatan produktivitas padi dengan laju

pertumbuhan 1,0-1,5% per tahun dan peningkatan areal panen padi melalui peningkatan intensitas

tanam yang tentunya didukung dengan infrastruktur di sektor pangan khususnya irigasi.

Namun dalam perjalanannya, sektor pertanian banyak menghadapi permasalahan yang berdampak

pada penurunan produktivitas dan produksi pertanian. Salah satunya adalah terbatasnya aspek

INFRASTRUKTUR

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERTANIAN

DALAM MENDUKUNG

KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFLASI

Oleh Susiyanti

09

Page 10: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian. Infrastruktur pertanian yang berperan penting dalam

peningkatan produksi pangan khususnya beras adalah irigasi. Saluran irigasi merupakan hal yang vital

dalam pembangunan pertanian. Karena dengan ketersediaan saluran irigasi yang baik, diharapkan dapat

meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama tanaman pangan.

Sebagaimana data inventarisasi jaringan irigasi yang dilansir oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam

pada 2014 maka tercatat total luas areal pertanian sebanyak 9.136.028 ha yang terdiri dari areal irigasi

sebanyak 7.302.998 ha dan rawa sebanyak 1.833.030 ha. Dari luas areal pertanian itu, yang menjadi

kewenangan pusat sebanyak 33% (2.376.521 ha), dengan 79% irigasi dalam kondisi baik dan 21% irigasi

dalam kondisi rusak. Luas areal irigasi yang menjadi kewenangan Provinsi sebanyak 16% (1.105.475 ha),

39% (555.056 ha) dalam kondisi baik dan 61% (868.166 ha) dalam kondisi rusak. Luas areal irigasi yang

menjadi kewenangan Kabupaten/Kota sebanyak 51% (3.663.172 ha), 48% (1.670.141 ha) irigasi dalam

kondisi baik dan 52% (1.815.820 ha) dalam kondisi rusak. Sebaran areal sawah beririgasi tersebut terdiri

dari waduk sebanyak 797.971 ha (11%) dan non waduk sebanyak 6.432.212 ha (89%).

Selain itu, saat ini banyak kondisi waduk yang memprihatinkan. Setidaknya, dari Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat

berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah kering, sementara hanya 19 waduk

masih berstatus normal. Padahal keberadaan waduk sangat penting dalam menopang produksi

pertanian. Masih rendahnya kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk

mempertahankan lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab keberadaan infrastruktur

pertanian itu menjadi buruk.

Padahal irigasi merupakan infrastruktur yang mempunyai peranan sangat penting dalam mendukung

produksi padi nasional. Berdasarkan data dari BPS ATAP di tahun 2009, 2010, dan 2011, tercatat rata-

rata kontribusi irigasi terhadap produksi padi nasional selama tiga tahun kurang lebih sebesar 85%.

Total produksi dari areal dengan irigasi sebanyak 64.544.500,55 ton (84,70%) tahun 2009, sebesar

56.441.642,53 ton (84,48%) tahun 2010 dan sebesar 55.741.818,86 ton (84,77%) tahun 2011. Peran

penting irigasi dalam meningkatkan produksi pertanian juga didukung oleh hasil penelitian JICA pada

tahun 2014 yang menemukan bahwa irigasi memberikan dampak langsung terhadap produktivitas

pertanian yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap rumah tangga. Oleh karena itu, perlu

dilakukan evaluasi potensi peran irigasi dan efektivitas pembangunan dan manajemen irigasi. Selain itu

juga perlu untuk dilakukan perbaikan kondisi jalan di pedesaan untuk mempermudah distribusi

(konektivitas) hasil pertanian.

Oleh karenanya, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian khususnya padi

dengan intesifikasi pertanian adalah melalui penyediaan sistem irigasi yang andal. Sistem irigasi yang

andal itu ditentukan oleh keandalan air irigasi yang diwujudkan melalui pembangunan waduk,

bendungan, pompa dan jaringan drainase yang memadai. Keandalan prasarana irigasi harus diwujudkan

melalui peningkatan operasi dan pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi.

Peningkatan produksi pertanian khususnya padi untuk ketahanan pangan dapat dilakukan dengan

meminimalisir alih fungsi lahan dan meningkatkan pembangunan irigasi. Total potensi pengembangan

irigasi di Indonesia saat ini sebesar 10.865.200 ha. Dengan adanya perbaikan infrastruktur pangan

diharapkan produktivitas padi meningkat menjadi 5,15 ton per hektar gabah kering giling (GKG) pada

10

Page 11: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

tahun 2019, naik 0,12 ton per hektar GKG dibandingkan tahun 2014 yang hanya sebesar 5,04 ton per

hektar GKG.

Upaya Pemerintah dalam mendukung intensifikasi sektor pertanian terus dilakukan melalui perbaikan

infrastruktur pangan. Pemerintah menargetkan pembangunan 65 bendungan pada 2015 hingga 2019.

Pembangunan bendungan itu diperkirakan akan membutuhkan dana sebesar 89,5 triliun, dengan

volume total irigasi mencapai 7,78 milyar m3 dengan kemampuan irigasi sebanyak 571.559 ha. Sebaran

bendungan tersebut ada di Sumatera (12 bendungan), Jakarta (27 bendungan), Kalimantan (4

bendungan), Sulawesi (9 bendungan), Bali (3 bendungan), Nusa Tenggara (4 bendungan), Nusa

Tenggara Timur (5 bendungan), Papua (1 bendungan). Selain pembangunan bendungan, Pemerintah

juga menargetkan kebutuhan pembangunan 49 waduk baru, dengan kebutuhan anggaran mencapai

73,9 triliun. Saat ini baru 33 waduk yang sudah diselesaikan dengan volume total 1,88 milyar m3 dengan

kemampuan irigasi sebanyak 178.303 ha.

Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian tahun 2015 mengemukakan, ada sebanyak 1 juta ha

jaringan irigasi yang harus direhab pada tahun 2015. Sebanyak 143,1 ribu ha menjadi kewengan Pusat,

sebanyak 281,6 ribu ha menjadi kewenangan Provinsi, dan sebanyak 575,4 ribu ha menjadi kewenangan

Kabupaten/ Kota. Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi juga didukung dengan penyediaan benih, pupuk,

alsintan dan penyuluhan. Dengan adanya program ini diharapkan akan diperoleh produksi padi 73,40

juta ton GKG, sehingga surplus beras 9,63 juta ton dengan asumsi tingkat konsumsi 124,89

kg/kapita/tahun.

Infrastruktur pangan yang baik juga akan mampu mengendalikan inflasi. Tentu saja dengan didukung

pembangunan infrasturuktur lain yang menunjang konektivitas dan pasokan energi secara simultan.

Mengingat sektor pangan masih mempengaruhi secara signifikan angka inflasi di Indonesia. Tingkat

produksi yang rendah akan berpengaruh pada pasokan bahan pangan di pasar, ditambah dengan tata

niaga yang buruk di sektor pertanian akan membuat harga-harga kebutuhan pangan menjadi tidak

terkendali. Dibutuhkan sinergi Pusat dan Daerah dalam pengendalian inflasi yang disumbang oleh

bahan pangan. Rehabilitasi infrastruktur pangan termasuk irigasi dan waduk yang telah menjadi

kewenangan Pusat dan Daerah menjadi tantangan utama sinergi tersebut.

11

Page 12: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

L A P O R A N U T A M A

PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN UMKM

THE “ALL NEW” KUR 2015

Page 13: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Dalam perekonomian Indonesia, UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar

dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk

dalam UMKM telah diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008

tentang UMKM ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan kriteria

UMKM. Perkembangan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran

kredit kepada UMKM. Setiap tahun kredit kepada UMKM mengalami pertumbuhan dan secara umum

pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total kredit perbankan. Kredit UMKM adalah kredit kepada

debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang memenuhi definisi dan kriteria usaha mikro, kecil dan

menengah sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Berdasarkan UU tersebut,

UMKM adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria usaha dengan batasan tertentu kekayaan bersih

dan hasil penjualan tahunan. Keberhasilan UMKM di Indonesia juga tidak terlepas dari dukungan dan

peran pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berbagai skim

Kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program

pembangunan ekonomi pada sektor sektor usaha tertentu, misalnya ketahanan pangan, perternakan

dan perkebunan. Teknologi informasi merupakan bentuk teknologi yang digunakan untuk menciptakan,

menyimpan, mengubah, dan menggunakan informasi dalam segala bentuknya. Melalui pemanfaatan

teknologi informasi ini, perusahaan mikro, kecil maupun menengah dapat memasuki pasar global.

Perusahaan yang awalnya kecil seperti toko buku Amazon, portal Yahoo, dan perusahaan lelang

sederhana Ebay, ketiganya saat ini menjadi perusahaan raksasa hanya dalam waktu singkat karena

memanfaatkan teknologi informasi dalam mengembangkan usahanya. Pemanfaatan teknologi informasi

dalam menjalankan bisnis atau sering dikenal dengan istilah e-commerce bagi perusahaan kecil dapat

memberikan fleksibilitas dalam produksi, memungkinkan pengiriman ke pelanggan secara lebih cepat

untuk produk perangkat lunak, mengirimkan dan menerima penawaran secara cepat dan hemat, serta

mendukung transaksi cepat tanpa kertas. Pemanfaatan internet memungkinkan UMKM melakukan

pemasaran dengan tujuan pasar global, sehingga peluang menembus ekspor terbuka luas.

Pemerintah sebagai regulator, pada dasarnya telah banyak mengeluarkan program atau skim yang telah

disediakan untuk memberdayakan UMKM. Program ini hendaknya terus dioptimalisasikan. Program-

program tersebuta antara lain. 1. Kredit Usaha Rakyat (KUR), sebagaimana telah di bahas di atas. 2.

LAPORAN

UTAMA

PROGRAM PEMERINTAH

DALAM

PENGEMBANGAN UMKM

Oleh Desi Maola

13

Page 14: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), KKPE adalah kredit investasi atau modal kerja yang

diberikan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, dan diberikan melalui kelompok tani

atau koperasi. 3. Program Usaha Agrobisnis Pertanian (PUAP) 5 Andang Setyobudi, dalam Buletin

Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 5, nomor 2, Agustus 2007 berjudul “Peran serta Bank

Indonesia dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)”. 21 PUAP merupakan

fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani

maupun rumah tangga tani yang dikoordinasikan oleh gabungan kelompok tani (Gapoktan). 4. Kredit

Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) 5. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM)

Demikian juga program-program yang dikeluarkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam

bentuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Program ini berangkat dari kepedulian dari

BUMN untuk memberdayakan UMKM melalui bagian laba sebesar 2,5% yang digunakan untuk

pemberdayaan UMKM. Disisi lain Kementrian Koperasi dan UMKM dan Kementrian lainnya langsung

melakukan pembinaan terhadap UMKM di seluruh wilayah tanah air. Termasuk Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan langsung melakukan pembinaan dan pemberian fasilitas pajak kepada UMKM.

Menurut Badan Kebijakan Fiskal, Secara rinci beberapa insentif fiskal yang telah terssedia untuk

mendorong perkembangan UMKM di Indonesia antara lain pemberian Tax Holiday, Tax Allowance,

batasan Harga Rumah Sederhana Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, PPh

Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk komoditas panas bumi dan bunga imbal hasil atas SBN yg

diterbitkan di pasar internasional, Pembebasan/pengurangan PPnBM untuk kendaraan bermotor (hybrid

dan low cost green car). Demikian juga diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM terhadap

barang kena pajak (BKP) yang mendapatkan pembebasan bea masuk, sesuai dgn kriteria tertentu, misal

impor barang untuk eksplorasi hulu migas dan panas bumi. Termasuk penurunan beberapa tarif Bea

Masuk, pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Modal dalam Rangka Pembangunan dan

Pengembangan Industri Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum serta Pemberian Bea Masuk

Ditanggung Pemerintah (BMDTP).

14

Page 15: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

THE

“ALL NEW”

KUR 2015

Sektor Keuangan memiliki

peran vital dalam mendukung

perekonomian suatu negara.

Dari sisi penawaran, lembaga

keuangan yang kuat dapat

menopang penuh kebutuhan

sektor lain dari sisi

pembiayaan, investasi dan

mitigasi resiko. Dari sisi

permintaan, masyarakat dan

pelaku usaha yang terlibat dan

memanfaat produk-produk

keuangan dapat memperkuat

fundamental permodalan

institusi sektor keuangan,

mengurangi biaya, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan.

Jika melihat kondisi sektor keuangan Indonesia, maka dari sisi penawaran data pada triwulan III Tahun

2015 menunjukkan bahwa Industri Perbankan masih sangat dominan dibanding dengan industri lainnya

dalam sektor keuangan. Porsi aset perbankan terhadap PDB masih berada pada angka 54,1%. Sisanya

dibagi atas pasar modal (49,6%) dan Industri Keuangan Non bank (IKNB) sebesar 14%.

Jika dari sisi permintaan, Survei Bank Dunia pada tahun 2010 menunjukkan hanya 49% rumah tangga Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Hal serupa ditemukan Bank Indonesia dalam Survei Neraca Rumah Tangga di tahun 2011 yang menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang menabung di lembaga keuangan formal dan non lembaga keuangan sebesar 48%. Kedua survei tersebut saling menguatkan dan mendukung bahwa akses keuangan masyarakat Indonesia ke lembaga keuangan formal dan non formal masih relatif rendah sehingga penduduk Indonesia yang memiliki akses yang terbatas terhadap sistem jasa keuangan masih perlu ditingkatkan.

Data OJK dan BPS (2014) juga menunjukkan bahwa Tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia

masih menunjukkan tingkat yang rendah. Tingkat literasi masyarakat terhadap produk asuransi masih

berada di level 18%, pegadaian 15%, perusahaan pembiayaan 10%, dan dana pensiun 7%.

Jika kita melihat dukungan sektor keuangan kepada UMKM, data Perkembangan kredit UMKM di

Indonesia pada triwulan III-2015 menunjukkan porsi kredit Perbankan kepada UMKM baru mencapai

18,5%. Penyaluran kredit UMKM sebagian besar besar pada sektor perdagangan, diikuti industri

pengolahan, dan pertanian. Sebaran penyaluran kredit UMKM sebagian besar masih terpusat di Pulau

Jawa dan Sumatera dengan total porsi mencapai 58,1%. Hal ini berbeda dibandingkan dengan

penyebaran di wilayah Indonesia Bagian Tengah dan Timur hanya mencapai 22,3%.

Melihat kondisi sektor keuangan dan dukungannya terhadap UMKM yang masih rendah, maka

Pemerintah terus melakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satu terobosan yang dilakukan adalah

melalui program kredit usaha rakyat. Pada tanggal 5 November 2007, Presiden saat itu meluncurkan

Kredit dengan fasilitas penjaminan kredit dari Pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Jamkrindo.

oleh Puji Gunawan

LAPORAN

UTAMA

15

Page 16: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Program KUR secara umum adalah kredit/pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKMK

yang feasible tapi belum bankable atau dengan kata lain usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang

baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan kredit. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung

di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana atau secara tidak langsung, melalui

Lembaga Keuangan Mikro dan koperasi simpan pinjam, atau melalui kegiatan linkage program lainnya

yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.

Dalam skema awal KUR, KUR dibagi atas

(1) KUR Mikro dengan plafon sampai dengan Rp 20 Juta dikenakan suku bunga kredit maksimal 22%

per tahun

(2) KUR Ritel dengan plafon dari Rp 20 Juta sampai dengan Rp 500 Juta dikenakan suku bunga kredit

maksimal 13% per tahun,

(3) KUR Linkage dengan plafon sampai dengan Rp 2 milyar. KUR Linkage biasanya menggunakan

lembaga lain, seperti Koperasi, BPR, dan Lembaga Keuangan Non-bank, untuk menerus-pinjamkan

KUR dari Bank Pelaksana kepada UMKMK

Dalam perkembangannya, maka dalam kurun waktu 2007 – 2014, data dari Komite Kebijakan KUR

menunjukkan total penyaluran KUR telah mencapai sebesar Rp 178,85 triliun dengan NPL sebesar 3,3%.

Tenaga kerja yang berhasil diserap dari program KUR adalah sebanyak 20.344.639

Memasuki era Pemerintahan Presiden Joko Widodo, Program KUR yang sebelumnya sempat dihentikan

pelaksanaannya telah diputuskan untuk dilanjutkan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari dampak positif

program KUR terhadap pengembangan UMKM, pengentasan kemiskinan serta perekonomian secara

nasional. Pada tahap kedua pelaksaaan KUR ini, diputuskan untuk dilakukan penguatan regulasi dan

perbaikan skemanya.

Skema KUR yang baru juga diupayakan tepat sasaran, baik dalam hal keberpihakan Pemerintah maupun

dari sektor yang dianggap penting untuk dikembangkan. Beberapa upaya perbaikan skema KUR dapat

disarikan dalam tabel di bawah ini :

A. KUR MIKRO

NO. URAIAN LAMA BARU

1 Suku Bunga KUR Mikro maksimal 22% efektif

per tahun

KUR Mikro maksimal 12% efektif per

tahun

2 Plafon Pinjaman KUR Mikro maksimal Rp 20 juta KUR Mikro maksimal Rp 25 juta

3 Maksimal Plafon Tidak diatur Maksimal Rp 75 juta

4 Cakupan Penjaminan • Sektor Prioritas (pertanian,

perikanan, industri kecil, dan

TKI) = 80%

• Sektor Non Prioritas = 70%

Kesepakatan Bank Pelaksana dan

Perusahaan Penjamin

5 Target Group Usaha yang produktif, layak,

namun belum bankable

Usaha mikro yang produktif , layak dan

belum memenuhi persyaratan agunan.

6 Pengecekan SID KUR Mikro tidak perlu

pengecekan SID

KUR Mikro perlu pengecekan SID

16

Page 17: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

NO. URAIAN LAMA BARU

7 Basis Data Menjadi tanggung jawab

Kementerian Teknis

Pengembangan Sistem Informasi

Kredit Program (SIKP) secara bertahap

dengan server dari Kementerian

Keuangan.

8 Jangka Waktu Kredit • KI = 5 tahun

• KMK = 3 tahun

• KI = 4 tahun

• KMK = 2 tahun

9 Jangka Waktu

Perpanjangan

• KI = 10 tahun

• KMK = 6 tahun

• KI = 8 tahun

• KMK = 4 tahun

10 Tarif dan

Perhitungan IJP

3,25% , dihitung berdasarkan

plafon

Kesepakatan Bank Pelaksana dan

Perusahaan Penjamin

11 Penyaluran Linkage Linkage Executing

Linkage Channelling

Linkage Chanelling)

12 Agunan Pokok

Agunan Tambahan

Kegiatan usaha

Tidak ada

Kegiatan usaha.

Sesuai penilaian Bank Pelaksana KUR

Mikro namun tanpa perikatan.

13 Online Sistem Tidak diatur Bank Pelaksana dan Perusahaan

Penjamin berkewajiban untuk

membangun online sistem

14 Sektor Seluruh sektor usaha mikro Usaha mikro di sektor pertanian,

perikanan, industri pengolahan dan

perdangangan yang terkait

17

Page 18: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

B. KUR RITEL

NO. URAIAN LAMA BARU

1 Suku Bunga KUR Ritel maksimal 13% efektif

per tahun

KUR Ritel maksimal 12% efektif

2 Plafon Pinjaman > Rp 25 juta s.d. Rp 500 juta > Rp 25 juta s.d. Rp 500 juta

3 Maksimal Plafon Tidak diatur Tidak diatur

4 Cakupan Penjaminan • Sektor Prioritas (pertanian,

perikanan, industri kecil, dan

TKI) = 80%

• Sektor Non Prioritas = 70%

Kesepakatan Bank Pelaksana dan

Perusahaan Penjamin

5 Target Group Usaha yang produktif, layak,

namun belum bankable

Usaha mikro dan atau usaha kecil

yang produktif , layak dan belum

memenuhi persyaratan agunan.

6 Basis Data Menjadi tanggung jawab

Kementerian Teknis

Pengembangan Sistem Informasi

Kredit Program (SIKP) secara bertahap

dengan server dari Kementerian

Keuangan.

7 Jangka Waktu Kredit • KI = 5 tahun

• KMK = 3 tahun

• KI = 4 tahun

• KMK = 2 tahun

8 Jangka Waktu

Perpanjangan

• KI = 10 tahun

• KMK = 6 tahun

• KI = 8 tahun

• KMK = 4 tahun

9 Tarif dan

Perhitungan IJP

3,25% , dihitung berdasarkan

plafon

Kesepakatan Bank Pelaksana dan

Perusahaan Penjamin

10 Penyaluran Linkage Linkage Executing

Linkage Channelling

Linkage Chanelling)

11 Agunan Pokok

Agunan Tambahan

Kegiatan usaha

Tidak ada

Kegiatan usaha.

Sesuai penilaian Bank Pelaksana.

12 Online Sistem Tidak diatur Bank Pelaksana dan Perusahaan

Penjamin berkewajiban untuk

membangun online sistem

13 Sektor Seluruh sektor usaha Usaha mikro dan atau usaha kecil di

sektor pertanian, perikanan, industri

pengolahan dan perdangangan yang

terkait

18

Page 19: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

oleh Puji Gunawan

RPJMN 2015-2019 masih menjadikan pertanian sebagai sektor strategis dalam pembangunan ekonomi

nasional. Peran strategis sektor pertanian tersebut diwujudkan dalam bentuk penyediaan bahan pangan

dan bahan baku industri, penyumbang Produk Domestik Bruto, penghasil devisa negara, penyerap

tenaga kerja, sumber utama pendapatan rumah tangga perdesaan, penyedia bahan pakan dan

bioenergi, serta berperan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca.

Dengan sasaran strategis tersebut,

maka salah satu strategi yang akan

dijalankan Kementerian Pertanian

melakukan penguatan jaringan

pasar produk pertanian. Dalam lima

tahun mendatang, arah penguatan

tersebut dilakukan melalui :

1. Penyusunan peta jalur

pemasaran komoditas strategis

termasuk komoditas yang sering

terkendala distribusi guna

membangun pasar yang

terintegrasi dengan baik dari

daerah produksi hingga ke

konsumen.

2. Memperkuat kelembagaan dan

sistem pelayanan informasi pasar

dan jaringan pasar produk

pertanian

3. Fasilitasi kelembagaan pasar dan

sistem resi gudang

4. Membuka target pasar baru

PANGAN

TOKO TANI INDONESIA SEBAGAI PEMUTUS RANTAI DISTRIBUSI BARANG KEBUTUHAN POKOK

MASYARAKAT

19

Page 20: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Dalam tataran implementasinya, jaringan pasar produk pertanian akan diwujudkan dalam bentuk Toko

Tani Indonesia (TTI). Adapun tujuan Program TTI adalah menyerap produk pertanian nasional

khususnya bahan pangan pokok dan strategis, mendukung stabilisasi harga dan memberikan

kemudahan akses konsumen/masyarakat terhadap bahan pangan pokok dan strategis.

Adapun lokasi dari TTI sendiri diarahkan kepada daerah-daerah konsumen, utamanya yang menjadi

barometer fluktuasi harga dan pasokan komoditas pangan pokok dan strategis. Untuk tahun Tahun

2015 di rencanakan akan dibangun di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI.

Yogyakarta dan JawaTimur. Sedangkan untuk tahun 2016-2019 akan dilanjutkan di 34 Provinsi lainnya.

Dalam APBN-2016 yang telah disepakati Pemerintah dengan DPR, sebanyak Rp200 Milyar telah

dialokasikan untuk membangun jaringan 1.000 TTI di seluruh Indonesia.

SYARAT LOKASI

Untuk dapat dibangun TTI, setidaknya terdapat 4 syarat yang harus dipenuhi, yaitu Daerah tersebut

merupakan sentra produksi 2 (dua) atau lebih komoditas pangan pokok strategis, Daerah sentra

konsumen dan sering mengalami gejolak harga, Merupakan pasar regional yang mempengaruhi

stabilitas harga dan pasokan pangan di wilayah sekitar pasar yang ditetapkan dan Merupakan pasar

pencatatan inflasi BPS

Terdapat beberapa kriteria pelaku usaha / individu yang dapat menerima penugasan pembukaan TTI :

1. Pedagang tetap dan Memiliki tempat usaha milik pribadi atau sewa

2. Berlokasi strategis yang mudah dijangkau konsumen.

3. Memiliki SIUP / NPWP / UD (surat izin usaha dari desa)

4. Pengalaman usaha minimal 4 tahun.

5. Tidak sedang bermasalah dalam hutang/piutang dengan pihak manapun.

6. Bersedia kerja sama dengan PerumBULOG/Mitra perumBULOG yang tertuang dalam kontrak.

7. Bersedia menjual produk pangan TTI

8. Bersedia membuat catatan transaksi penjualan khusus kegiatan TTI

20

Page 21: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

UU Administrasi Pemerintahan

dan

Dua Sisi Mata Uang Diskresi Pejabat

Oleh Susiyanti

Dalam keterangan resminya Mei lalu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Biorkarasi

Yuddy Chrisnandi mengatakan Undang Undang (UU) 30/2014 tentang administrasi pemerintahan

menjadi pilar keempat dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia, setelah UU Nomor 39 Tahun

2008 tentang Kementerian Negara, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU Nomor 5

Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Keempat UU tersebut berkaitan dengan implementasi tata

kelola pemerintaha yang baik untuk masa depan Indonesia.

Ada tujuan mulia di balik pengesahan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Para

wakil rakyat menginginkan terciptanya sistem pemerintahan yang menjunjung tinggi hak-hak warga

negara. Dapat dikatakan bahwa UU tersebut merupakan wujud dari komitmen pemerintah untuk tetap

melaksanakan reformasi birokrasi di semua aspek, khususnya lingkup ketatalaksanaan pemerintahan dan

pelayanan publik.

Secara keseluruhan, UU 30/2014 ini memuat 89 pasal dengan ruang lingkup meliputi semua aktifitas baik

itu badan atau pejabat pemerintah yang menjalankan fungsi pemerintahan (eksekutif, legislatif maupun

yudikatif), hak kewajiban pejabat, kewenangan pemerintah, administrasi pemerintahan dan lain

sebagainya. Dalam UU tersebut termasuk tentang penyelenggaraan administrasi pemerintahan, aparatur

pengawasan internal pemerintah mendapat porsi kewenangan strategis serta wajib berperan aktif

memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi badan/pejabat pemerintah dalam pengambilan

keputusan.

EKONOMI

DOMESTIK

21

Page 22: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Kehadiran UU ini juga dimaksudkan antara lain untuk menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi

pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, dan

menjamin akuntabilitas badan dan/atau pejabat pemerintahan. Tujuan lain adalah memberikan

perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan dalam melaksanakan

ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan dan menerapkan azas-azas umum pemerintahan

yang baik (AUPB), serta memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada warga masyarakat.

UU ini memuat kejelasan jenis-jenis kewenangan atribusi, delegasi, dan mandat. Kejelasan tanggung

jawab terhadap kewenangan agar terdapat kejelasan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap

pelaksanaan kewenangan. Selain itu, UU ini mengatur larangan penyalahgunaan wewenang, sehingga

badan atau pejabat pemerintahan dalam membuat keputusan atau tindakan sesuai dengan batas

kewenangan yang dimiliki.

Salah satu ruang lingkup yang dibahas dalam UU Nomor 30 tahun 2014 ini adalah terkait dengan

persoalan diskresi. Pembahasan ini tidak lepas dari kriminalisasi kebijakan publik akhir-akhir ini yang

sering terjadi dimana pejabat banyak menjadi korban atas terjadinya kriminalisasi tersebut.

Penjelasan mengenai diskresi dalam UU Nomor 30/2014 adalah keputusan dan atau tindakan yang

ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang

dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Ruang lingkup diskresi pejabat pemerintahan sebagai mana diatur dalam Pasal 23, yakni meliputi,

pengambilan keputusan dan atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan; pengambilan keputusan dan/atau tindakan

karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur; pengambil keputusan dan/atau tindakan karena

peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan pengambilan keputusan dan/atau

tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

Adapun tujuan diskresi adalah demi melancarakan penyelenggaraan pemerintahaan, mengisi kekosongan

hukum, memberikan kepastian hukum serta mengatasi stagnasi pemerintahaan dalam kondisi tertentu

guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Dengan demikian, diskresi tak lain adalah kebebasan mengambil keputusan sendiri yang dimungkinkan

oleh pejabat. Tentunya dalam syarat dan kondisi yang telah diatur dalam undang-undang tersebut.

Beberapa diskreasi ada yang harus meminta ijin atasan sesuai dengan tata aturan di perudangan-

undangan. Namun ada juga di diskresi yang dilaksanakan sendiri.

22

Page 23: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari

atasan atau pejabat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sementara dalam kondisi darurat,

mendesak dan bencana alam, diskresi tidak memerlukan persetujuan namun diperlukan pelaporan atas

penggunaan diskresi tersebut.

Meski demikian, penggunaan diskresi harus oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan tujuannya.

Pejabat pemerintahan yang dimaksud yaitu unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di

lingkungan pemerintahan maupun penyelenggara negara lainnya.

Contoh sederhana dari diskresi yang jelas dan dapat dilihat di kehidupan sehari-hari adalah seorang polisi

lalu lintas yang mengatur lalu lintas di suatu perempatan jalan, yang mana hal ini sebenarnya sudah diatur

oleh lampu pengatur lalu lintas (traffic light). Menurut UU Lalu Lintas, polisi dapat menahan kendaraan

dari satu ruas jalan meskipun lampu hijau atau mempersilakan jalan kendaraan meskipun lampu merah.

Diskresi juga dapat dilakukan oleh penyelenggara negara yaitu pejabat negara yang menjalankan fungsi

eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan

penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang kepala daerah dapat mengambil keputusan apapun

meski melanggar peraturan, sepanjang itu bertujuan demi keuntungan rakyatnya, bukan keuntungan

pribadi.

Hal ini mestinya membuat kepala daerah memunculkan langkah terobosan untuk mengatasi

permasalahan di daerah mereka masing-masing. Ambil contoh ancaman kekeringan yang dialami oleh

Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Dalam catatan Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian, hingga kini,

ada sekitar 4.000 hektar tanaman padi yang gagal panen.

Meski demikian, masih ada ketakutan dari para kepala daerah dalam mengaplikasikannya. Kepala daerah

rata-rata takut gunakan anggaran. Jadi lebih baik anggaran itu disimpan di dalam bank daerah, bahkan

terjadi peningkatan sebelumnya di April Rp 253 triliun dapat membengkak menjadi Rp273 triliun. Hal itu

berdampak pada rendahnya penyerapan APBD. Hingga bulan Agustus ini, serapan anggaran pemerintah

baru 20%.

Dalam pertemuan dengan Presiden, banyak Gubernur, Bupati dan Walikota mengaku tak berani

menggunakan APBD karena masih ada ketakutan dikriminalisasi dalam persoalan hukum. Oleh karena itu

diperlukan payung hukum dalam peraturan perlaksanan yang lebih rinci terutama dalam kasus-kasus

yang sifatnya mendesak dan perlu penanganan darurat. Bahkan Presiden Joko Widodo menyatakan

bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan, administratif dalam kondisi darurat untuk kepentingan

rakyat sebaiknya jangan dipidanakan.

23

Page 24: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

oleh Susiyanti

Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus terpenuhi.

Sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia maka panganpun harus tersedia dalam jumlah yang

cukup dan dalam kualitas yang baik. Sayangnya, selama ini justru persoalan pangan di Indonesia

sendiri tidak dapat dipisahkan dari berbagai persoalan, terutama masalah harga pangan yang

menjadi salah satu aspek yang mencerimnakan ketersedian atau produksi pangan nasional.

Sebagaimana diketahui, salah satu persoalan dalam pemenuhi pangan di Indonesia adalah

persoalan harga pangan. Hampir setiap tahun, persoalan pangan di Indonesia selalu dihadapkan

pada kondisi harga pangan yang selalu mengalami gejolak. Beberapa komoditas seperti beras,

bawang merah, cabai dan daging sapi menjadi contoh komoditas yang terus silih berganti

bergejolak.

Kenaikan harga pangan jelas berdampak besar pada masyarakat sebagai konsumen. Tidak

terjangkaunya pangan, membuat kelompok keluarga miskin atau keluarga dengan kemampuan

di bawah rata-rata tidak mampu lagi membeli makanan bergizi. Akibatnya, mereka akan

membeli makan yang lebih murah dan tak bergizi. Kondisi ini tentu memberikan dampak buruk

pada jangka panjang. Selain itu, tak sedikti dari mereka yang terpaksa harus mengeluarkan anak-

anak mereka dari sekolah karena beban ekonomi yang semakin tinggi akibat pangan yang terus

melambung naik.

Indonesia sejatinya memiliki sebuah badan yang diharapkan dapat menjadi stabilitator harga komoditi

pangan nasional agar tetap stabil yakni Badan Urusan Logistik atau sering disingkat dengan Bulog.

Perjalanan Perum BULOG sendiri dimulai saat dibentuknya BULOG pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan

keputusan presidium kabinet No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan pokok untuk mengamankan

penyediaan pangan dalam rangka menegakkan eksistensi Pemerintahan baru.

BUMN

PENGUATAN PERUM BULOG

24

Page 25: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

Peraturan tentang Bulog terus mengalami beberapa revisi untuk menyesuaikan tugas dan peran Bulog

dari masa ke masa. Temasuk salah satunya tugas bulog dalam meningkatkan mutu gizi pangan

sebagaimana tercantum dalam Keppres No. 103 tahun 1993. Penyempurnaan peran Bulog kembali

ditungkan dalam Keppres No 50 tahun 1995 dimana tanggung jawab BULOG lebih difokuskan pada

peningkatan stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan. Tugas pokok BULOG

sesuai Keppres tersebut adalah mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum,

terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam

rangka menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta memenuhi

kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum Pemerintah.

Hanya berselang dua tahun, seiring dengan keluarnya Keppres No. 45 tahun 1997, kewenangan Bulog

dibatasi dan hanya tinggal beras dan gula. Keppres ini malah di kemudian di kuatkan dengan Keppres No

19 tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998 dimana Pemerintah mengembalikan tugas BULOG seperti Keppres

No 39 tahun 1968. Ruang lingkup komoditas yang ditangani BULOG kembali dipersempit seiring dengan

kesepakatan yang diambil oleh Pemerintah dengan pihak IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI).

Saat ini, seperti diketahui Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) hanya bisa melakukan stabilisasi harga

beras dan tidak bisa untuk komoditas pangan lain seperti cabai, bawang merah ataupun kedelai yang

sempat melonjak dan komodtas lainnya. Tidak hanya persoalan komoditas yang terbatas, beberapa

kendala lain juga di hadapi bulog dalam menjalankan tugasnya. Termasuk keterbatasan dalam sumber

daya manusia, terbatasnya anggaran dana hingga dalam hal intstumen hukum, pembagian fungsi dan

kewenangan.

Sebagai contoh, selama ini Bulog menampung beras dari petani saat panen raya sebagai cadangan beras

pemerintah. Meski memiliki Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang cukup banyak, namun Bulog tidak

bisa mengeluarkan atau mendistribusikan beras tersebut untuk menstabilkan harga breas di pasar karena

bulog tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan tersebut.

Dalam berbagai kesempatan, Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti kerap menyerukan agar

peran-peran Bulog bisa diperluas. Tidak hanya sebatas pada beras semata. Djarot meminta pemerintah

segera memberikan payung hukum untuk memperkuat peran Bulog dalam menstabilkan harga pangan

secara menyeluruh tidak hanya sebatas beras. Seperti Jagung, Kedelai, Minyak goreng, daging sapi,

daging ayam, bawang merah, cabai bahkan hingga telur.

25

Page 26: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

VOLUME V NOMOR 6 EDISI AGUSTUS 2015

"Komoditas bahan pokok tidak melulu beras. Keterbatasan wewenang yang dimiliki membuat peran

Perum Bulog sebagai stabilisator masih terbatas. Untuk itu, kewenangan yang ada pada Perum Bulog

masih harus ditingkatkan untuk dapat menjalankan peran strategisnya sebagai penjaga stabilitas harga.

Sebagai direktur utama Bulog, Djarot menilai Bulog telah siap jika dilimpahi kewenang untuk

mengamankan harga kebutuhan bahan bokok selain beras. Dari aspek infrastruktur, menurut Djarot Bulog

telah memiliki sejumlah infrastruktur penunjang seperti gudang-gudang, cold storage, drying center dan

sebagainya yang direncanakan akan di bangun mulai 2016 mendatang.

Penguatan kembali peran Bulog tidak hanya disuarakan oleh Djarot. Sebagai mana dikutip dari sebuah

portal berita nasional, Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron juga melihat perlunya pemerintah

memperkuat Perum Bulog dengan mengintegrasikan Bulog dalam Badan Ketahanan Pangan yang

pembentukannya telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU

Pangan).

Sebenarnya Pemerintah tidak perlu membuat lembaga baru untuk pembentukan Badan Ketahanan

Pangan, cukup 'menaikkan kelas' Bulog menjadi Badan Ketahanan Pangan. Dengan begitu, Bulog bisa

lebih leluasa dalam menstabilkan harga pangan. Integrasi Bulog dalam Badan Ketahanan Pangan, bukan

hanya sebagai operator, namun juga pengambil kebijakan pangan sesuai dengan kewenangan yang

diberikan.

Keinginan untuk merevitalisasi fungsi Bulog nampaknya menjadi kebutuhan yang dirasa perlu dilakukan

saat ini. Bulog harus dikembalikan pada peranannya sebagai stabilitator harga pangan, bukan lagi hanya

menangani cadangan beras saja. Fenomena melonjaknya harga komoditas pangan seharusnya dapat

dikurangi karena Bulog mampu berperan sebagai buffer stock. Jika revitalisasi Bulog akan dilakukan

pemerintah, peran bulog seharunya bisa lebih luas dan optimal dari apa yang bisa dilakukan saat ini.

26

Page 27: kredit usaha rakyat “lebih ringan, lebih fokus dan lebih tepat sasaran”

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

REDAKSI TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4

Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 – 4 Jakarta, 10710

Telp. 021-3521843, Fax. 021-3521836

Email: [email protected]

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat diunduh pada website

www.ekon.go.id