korelasi positif kadar asam urat serum tinggi dengan
TRANSCRIPT
TESIS
KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM
TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER
PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
I NYOMAN DARSANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM
TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER
PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
I NYOMAN DARSANA
NIM 1014068105
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM
TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER
PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN DARSANA
NIM 1014068105
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL: 9 Desember 2014
Pembimbing I,
Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K)
NIP. 195404201982111001
Pembimbing II,
dr. I.G.N. Purna Putra,Sp.S(K)
NIP. 195403301983031001
Mengetahui
Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program
Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila,Sp.And.FAACS
NIP. 196412131971071001
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K)
NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 9 Desember 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No. SK: 4162 / UN.14.4 / HK / 2014
Tertanggal: 31 Oktober 2014
Ketua : Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S (K)
Sekretaris : dr. I Gusti Ngurah Purna Putra,Sp.S (K)
Anggota
1. Dr. dr. Dw. Pt. Gde Purwa Samatra, Sp.S (K)
2. dr. Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha, Sp.S (K)
3. dr. I Made Oka Adnyana, SpS (K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir
sebagai persyaratan mendapatkan tanda keahlian di bidang neurologi.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah berperan sehingga saya dapat menempuh Pendidikan Dokter
Spesialis I sampai tersusunnya karya akhir ini.
Terima kasih kepada kepada dr.A.A.B.N Nuartha, Sp.S(K) selaku Kepala
Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan keahlian.
Kepada dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK Unud selama pendidikan saya, atas
bimbingan dan tuntunan dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.
Dr.dr.A.A.A. Putri Laksmidewi,Sp.S(K) selaku plt. Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK Unud atas kesempatan dan fasilitas
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
dan penyusunan karya akhir ini.
Kepada Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K) dan dr. I.G.N. Purna
Putra,Sp.S (K), selaku pembimbing, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga
atas segala perhatian, bimbingan, didikan, bantuan, dorongan, dan petunjuk yang
diberikan selama pendidikan dan penyusunan karya akhir ini.
Kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Swastika, Sp.PD
(KEMD), dan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. Ketut Astawa, Sp.OT (K) M.Kes. atas ijin, kesempatan dan fasilitas
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan
Dokter Spesialis I FK UNUD/RSUP Sanglah.
Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada dr. Anak Ayu
Sarawati,M.Kes. Direktur RSUP Sanglah Denpasar atas ijin yang diberikan
penulis untuk mengikuti pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di RSUP Sanglah
Denpasar.
Kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Neurologi FK Unud/RSUP
Sanglah, Prof. Dr. dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K), Dr.dr.D.P.G. Purwa
Samatra,Sp.S(K), dr. I.G.N Budiarsa, Sp.S, dr.Anna Marita Gelgel,Sp.S(K), dr.
A.A.A. Meidiary,Sp.S, dr.I Komang Arimbawa,Sp.S, dr. I.B. Kusuma Putra,Sp.S,
dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S, dr.Putu Eka Widyadharma,M.Sc,Sp.S(K),
dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS, dr. Ketut Widyastuti,Sp.S, dr. Ni Made
Susilawathi,Sp.S, dr. IA.Sri Indrayani,Sp.S, dr. Ni Putu Witari,Sp.S saya
mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan saran selama saya
mengikuti pendidikan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada
Institusi Kepolisian Republik Indonesia khususnya Kedokteran Kepolisian, atas
segala dukungan dan dorongan kepada penulis yang telah memberikan
kesempatan melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP
Sanglah.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr.Sri Yenni Trisnawati,
Sp.S, M.BioMed., dr. I Made Widyantara,Sp.S,Bio Med.,dr. IA.Sri
Wijayanti,Sp.S,Bio Med, dr. Agus Antara, dr. Bhaskoro Adi Nugroho, dr.
Octavianus Damawan khususnya serta teman sejawat lainnya, peserta PPDS I
Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selama
penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Seluruh
tenaga paramedis di bangsal dan poliklinik neurologi RSUP Sanglah Denpasar
dan tenaga administrasi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP
Sanglah atas jalinan kerjasama dan dorongan semangat selama penulis mengikuti
pendidikan ini.
Kepada keluarga besar saya di Tabanan, ayahanda dan ibunda, kakak saya,
terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengertian, semangat dan dorongannya
baik material maupun moral selama penulis mengikuti pendidikan ini, dan
terakhir, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pasien dan
keluargannya atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis mengikuti
pendidikan dan melaksanakan penelitian ini.
Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Ni
Putu Ayu Puspala Dewi,Amd. Kep dan anak-anak tercinta Ni Putu Devi
Maheswari dan I Made Sastra Wicaksana atas segala pengorbanan, pengertian,
kasih sayang, bantuan, dan doanya selama saya menjalani pendidikan.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan karunia-Nya bagi kita semua.
Denpasar, Nopember 2014
Penulis
ABSTRAK
KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM
TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER
PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
Neuropati diabetik perifer merupakan komplikasi kronis dari diabetes
melitus tipe 2, yang meningkatkan risiko ulkus kaki dan kesakitan. Hiperglikemia
kronis merupakan faktor etiologi utama. Tetapi terdapat, peningkatan bukti dari
prediktor vaskuler seperti obesitas, hiperlipidemia dan hipertensi, demikian juga
faktor genetik berperanan dalam patogenesis dari neuropati diabetik perifer. Asam
urat merupakan faktor risiko vaskuler. Peningkatan kadar asam urat serum
berhubungan dengan disfungsi endotel, penyakit jantung iskemik stroke, dan
kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Hubungan antara kadar asam urat serum
dengan neuropati diabetik perifer belum diteliti luas. Oleh karena itu kami
meneliti hubungan kadar asam urat serum tinggi dengan neuropati diabetik
perifer. Kami juga mempertimbangkan kemungkinan hubungan kadar asam urat
serum tinggi dengan usia, lipid, hipertensi, obesitas dan HbA1C.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik potong lintang.
Pengambilan sampel dengan metode sampling non random jenis consecutive. Data
dianalisis dengan SPSS 16.0 for window. Analisis deskriptif dilakukan untuk
menentukan proporsi kadar AUS tinggi pada penderita NDP, uji coeficient
contigency untuk menentukan korelasi antara kadar AUS tinggi dengan NDP.
Sampel sebanyak 82 orang, periode April sampai Agustus 2014. Ditemukan
proporsi kadar AUS tinggi pada NDP sebesar 53,7% (N=44), NDP berkorelasi
bermakna (p<0,001), sedang (r=0,509) dengan arah korelasi positif terhadap kadar
AUS tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar AUS semakin tinggi
kemungkinan menderita NDP.
Kata kunci: Kadar AUS tinggi, disfungsi endotel, Neuropati Diabetik Perifer
ABSTRACT
POSITIF CORRELATION OF HIGH SERUM URIC
ACID LEVELS WITH PERIPHERAL DIABETIC
NEUROPATHY IN TYPE 2 DIABETES MELITUS
PATIENTS AT SANGLAH HOSPITAL
Peripheral diabetic neuropathy is a chronic microvascular complication of
type 2 DM, leading to increased risk of foot ulceration and morbidity. Chronic
hyperglycemia is the most important etiological factor. However, there is
increasing evidence that predictors of vascular risk eg, obesity, hyperlipidemia,
and hypertension as well as genetic polymorphisms, play an additional role in the
pathogenesis of T2DM peripheral neuropathy. Uric acid is probably a
cardiovascular disease (CVD) risk predictor. Raised serum uric acid (SUA) levels
have been associated with endothelial dysfunction, ischemic heart disease, stroke,
PAD, and CVD mortality.In T2DM, elevated SUA levels have been linked with
macrovascular disease. To the best of our knowledge, the association between
SUA and peripheral diabetic neuropathy has not been investigated. Therefore, we
assessed SUA levels in T2DM patients with and without peripheral neuropathy.
We also considered the possible correlations between SUA, ages, lipids,
hypertension, obesity and HbA1C.
This is an observational study with cross-sectional design. The study use
consecutive non-random sampling. Data were analyzed with SPSS 16.0 for
windows. Descriptive analysis was performed to determine the correlation
between peripheral diabetic neuropathy and high uric acid serum levels.
Between April to August 2014, 82 patient’s including to this study. The
study reveal proportion of high uric acid levels in peripheral diabetic neuropathy
was 53,7% (N=44), and showing significantly moderate positive correlation
between high uric acid serum levels and peripheral diabetic neuropathy
(p<0,001), moderate (r=0,509).
This study showed that higher of uric acid serum levels the more likely
patient suffering peripheral diabetic neuropathy.
Keyword: high uric acid levels, endothelial dysfunction, peripheral diabetic
neuropathy
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ……………………………………………….. i
PRASYARAT GELAR ………………………………………....... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………….…………………… iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………… iv
KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ………………………………
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………... vi
ABSTRAK ………………………………………………………... viii
ABSTRACT ………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………. x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………. xiii
DAFTAR SINGKATAN ...………………………………………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… xvi
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….... 1
1.1 Latar Belakang …….………………………………...……….. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………. 4
1.3 Tujuan ……………………………………………………….. 4
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………… 4
1.4.1 Manfaat Ilmiah ………………………..………………. 4
1.4.2 Manfaat Praktis …………………….…………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………… 6
2.1 Neuropati Diabetik Perifer.…………………………………… 6
2.1.1 Definisi NDP……………………………..…………..... 6
2.1.2 Gejala klinis dan klasifikasi….…………….....………... 6
2.1.3 Diagnosis dan stadium NDP……………….…………... 9
2.1.4 Patofisiologi NDP…………………………..…………... 10
2.2 Asam Urat ……………………………………………………. 20
2.3.1 Peranan asam urat …………………………………..…. 22
2.3.2 Asam urat dan kardiovaskular ……………………….... 24
2.3.3 Asam urat dan sindrom metabolik ……..……………… 26
2.3 Asam Urat dan Neuropati Diabetik ….……………...……. 30
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 32
3.1 Kerangka Berpikir……………………………………………... 32
3.2 Kerangka Konsep …………………………………………...... 33
3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………….. 34
BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………. 35
4.1 Rancangan Penelitian ………………………………………… 35 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………... 36
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………. 36
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………… 36
4.4.1 Populasi target………………………………………….. 36
4.4.2 Populasi terjangkau …………………………………… 36
4.4.3 Kriteria sampel ………………………………………… 36
4.4.3.1 Kriteria inklusi sampel ………………………... 36
4.4.3.2 Kriteria eksklusi sampel ………………………. 37
4.4.4 Besar Sampel ………………………………...………... 37
4.4.5 Teknik pengambilan sampel ………………………….... 38
4.5 Variabel Penelitian ……………………………………………. 38
4.6 Definisi Operasional Variabel ………………………………... 38
4.7 Alat Pengumpul Data ………………………………………… 42
4.8 Prosedur Penelitian …………………………………………... 42
4.9 Analisa Data ………………………………………………….. 43
BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………… 45
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ……………………………… 47
5.2 Korelasi Kadar AUS terhadap NDP ………………………….
BAB VI PEMBAHASAN ………………………...……………… 49
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ………………………………. 50 6.2 Korelasi Kadar AUS dengan NDP …………….…………………. 55
6.3 Temuan Penelitian ………………………………………………….. 56
6.4 Kelemahan Penelitian …………………………………………….. 56
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………………………….. 58
7.1 Simpulan …………………………………………………….. 58
7.2 Saran ………………………………………………………... 58
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….. 59
KETERANGAN KELAIKAN ETIK ……………………………. 68
SURAT IJIN ………………………………………………………. 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………….. 70
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Jalur Poliol …………………….…………………………………… 12
2.2 Peranan Aldosa reduktase pada cedera iskemik/reperfusi …............. 13
2.3 Reaksi AGE dan RAGE dalam patogenesis neuropati diabetika …… 14
2.4 Mekanisme Pembentukan ROS pada Hiperglikemia ………………. 19
2.5 Patogenesis Neuropati Diabetika …………………………………... 20
2.6 Bagan Metabolisme Purin dan Pembentukan Asam Urat ………….. 21
2.7 Bagan Pengaruh Asam Urat pada Otot Polos Vaskuler ……………. 28
2.8 Hubungan Komponen Sindrom Metabolik, Resistensi Insulin dan
Hiperurisemia …..…………………………………………….……. 30
3.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………… 33
3.2 Bagan Kerangka Konsep…………………………………………….. 34
4.1 Bagan Kerangka Penelitian………………………………………….. 35
4.2 Bagan Alur Penelitian……………………………………………...... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Klasifikasi Neuropati Diabetik…………………………………….... 8
2.2 Stadium NDP …….……………………………………………….... 10
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ………………………………….... 46
5.2 Korelasi Kadar AUS pada NDP ……………………………………. 47
5.3 Korelasi Beberapa Variabel Subjek pada NDP ……………………. 48
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA
SINGKATAN
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome
AGE : Advance Glication End product
AUS : Asam Urat Serum
CVD : Cardio Vascular Disease
CAVT : Cardiovascular Autonomic Function Testing
DCCT : Diabetes Control and Complications Trial
DM : Diabetes Melitus
DAG : Diacylglycerol
EDS : Electro-Diagnostic Studies
eNOS : ekstracellular Nitric Oxide Synthase
ENMG : Electroneuromyography
ERK : Ekstraselular-signal Regulator Kinase
GFR : Glomerulo Filtration Rate
GSH : Gluthatione
GGK : Gagal Ginjal Kronis
HDL : High Density Lipoprotein
HIV : Human Immunodefisiency Virus
IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus
IL : Interleukin
IMT : Indek Massa Tubuh
JK : Jenis Kelamin
KHS : Kecepatan Hantar Saraf
LDL : Low Density Lipoprotein
LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
MAP : Mitokondrial Action Potential
MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase
MDNS : Michigan Diabetic Neuropathy Score
MH : Morbus Hansen
NAD : Nicotinamide Adenine Dinucleotide
NADP : Nicotinamide Adenine Dinucleotide
Phosphate
NAD+ : Nicotinamide Adenin Dinukleotide Dioksida
NCEP : National Cholesterol Education Program
NCS : Nerve Conduction Study
ND : Neuropati Diabetik
NDP : Neuropati Diabetik Perifer
NDS : Neuropathy Diabetic Score
NF-kB : Nuclear Factor-kB
NGF : Nerve Growth Factor NGF : Nuclear Growth Factor
NO : Nitric Oxide
NOS : Nitric Oxide Sintase
PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1
PARP : Poly ADP Ribosa Polymerase
Pddk : xv Pendidikan
PGK : Penyakit Ginjal Kronis
PKC : Protein Kinase C
PT : Perguruan Tinggi
QST : Quantitative Sensory Testing
RAGE : Receptor Advance Glication End Product
RM : Rekam Medis
ROS : Reactive Oxigen Species SDH : Sorbitol Dehydrogenase SOD2 : Super Oxide Dismutase 2
SOD3 : Super Oxide Dismutase 3
SM : Sindrom Metabolik
TGF-β : Tumor Growth Factor-β
TNF-α : Tumor Necrotizing Factor-α
TS : Tidak Sekolah
VEGF : Vascular Endotelial Growth Factor
VSMC : Vascular Smooth Muscle Cell
XO : Xanthine Oxydase
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed consent ……………………………………... 70
Lampiran 2 Formulir Persetujuan Tertulis ……………………….. 71
Lampiran 3 Lembaran Pengumpulan Data ……………………….. 72
Lampiran 4 Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS) ……… 74
Lampiran 5 Daftar Subjek Penelitian …………………………….. 78
Lampiran 6 Daftar Analisis Data …………………………………. 83
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
semakin meningkat dan menjadi perhatian diseluruh dunia. Tahun 2010 terdapat
kurang lebih 285 juta orang menderita diabetes melitus (DM) di dunia.
Diperkirakan tahun 2030 jumlah penderita DM di dunia mencapai 420 juta orang
(Yan et al.,2010). Di Indonesia, prevalensi DM menurut WHO 1998 diperkirakan
meningkat 250% dari 5 juta penduduk di tahun 1995 menjadi 12 juta pada tahun
2025. Survei Kesehatan Rumah tangga 2001 yang diterbitkan oleh Departemen
Kesehatan RI tahun 2007, menemukan prevalensi DM dikalangan penduduk 25-
64 tahun di Bali sebesar 7,5%. Meningkatnya penderita DM, meningkatkan
prevalensi neuropati penderita diabetes. Neuropati Diabetik Perifer (NDP)
merupakan komplikasi kronis yang paling sering terjadi pada penderita DM.
Hiperglikemia kronis merupakan penyebab utama NDP (Varkonyi et al.,2008).
Terdapat peningkatan bukti sindrom metabolik seperti obesitas, hiperlipidemia,
hipertensi dan merokok sebagai prediktor vaskular terjadinya neuropati (Tesfaye
et al.,2010). Bukti klinis yang menunjukkan terjadi aterosklerosis misalnya
penyakit jantung koroner dan penyakit arteri perifer serta polimorfisme genetik
(Ziegler et al.,2008; Habib and Brannagan, 2010) berperanan dalam mekanisme
patogenesis timbulnya neuropati pada penderita DM.
1
Prevalensi neuropati pada penderita DM selama 25 tahun, lebih dari 40%.
Secara keseluruhan prevalensi neuropati diperkirakan sebesar 28% (Tesfaye et
al.,2010). NDP merupakan komplikasi mikrovaskular kronis yang banyak terjadi
pada penderita DM tipe 2 (Valeria et al.,2010). Timbulnya komplikasi neuropati
meningkatkan angka kesakitan dan risiko amputasi penderita DM (Konsensus
Perkeni, 2011). Pada EURODIAB IDDM complications study, NDP dihubungkan
dengan pengaturan gula darah dan durasi DM. Meskipun 30% prevalensi NDP
berhubungan dengan HbA1C, namun nilainya bervariasi antara 17% sampai 41%
setelah dilakukan penyesuaian terhadap lama DM, dimana HbA1c yang rendah
berhubungan dengan prevalensi yang rendah. Meskipun pengaturan gula darah
yang baik (HbA1C 4,5% sampai 7% pada Diabetes Control and Complications
Trial), masih terjadi penyakit mikrovaskular, diduga terdapat faktor lain yang
terlibat selain kontrol glukosa darah dan lama DM (Tesfaye, 2004).
Kadar Asam Urat Tinggi (AUS) berhubungan dengan kejadian komplikasi
makrovaskular dan mikrovaskular pada penderita DM (Ito et al.,2011). Hubungan
kadar AUS tinggi dengan DM dilaporkan dalam beberapa studi (Nakanishi et al.,
2003; Deghan et al.,2008; Chen et al.,2008; Kramer et al.,2009; Kodoma et
al.,2009). Peningkatan kadar AUS telah dihubungkan dengan disfungsi endotel
(Edwards, 2009), penyakit jantung iskemik, stroke, penyakit arteri perifer (Becker
et al.,2007) dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Fang et al.,2000). Pada
DM tipe 2 peningkatan kadar AUS berhubungan dengan resistensi insulin dan
sindrom metabolik (Li et al.,2013). Pada penderita DM tipe 2, terjadi peningkatan
produksi reactive oxigen species (ROS) akibat hiperglikemia kronis melalui
berbagai mekanisme. Peningkatan ROS akan mengakibatkan stres oksidatif akibat
gangguan keseimbangan penyokong pembentukan radikal bebas (prooksidan) dan
antioksidan. Penderita DM yang mengalami komplikasi mikroangiopati seperti
NDP, terjadi hipoksia yang menyebabkan mikroangiopati endoneural dan
kematian sel neuron perifer. Kerusakan tersebut secara tidak langsung
merangsang proses inflamasi yang mengakibatkan kerusakan neuron. Stres
oksidatif dapat menginduksi kerusakan jaringan saraf perifer pada penderita
diabetes (Yagihashi et al., 2011).
Asam urat merupakan asam organik lemah, hasil dari degradasi nukleotida
urin yang merupakan antioksidan yang memiliki kemampuan menetralisir radikal
bebas dalam plasma terutama hidroksil, superoksida dan peroksinitrit. Asam urat
memiliki kemampuan melindungi secara fisiologis dengan mencegah peroksidasi
lipid. Pada kondisi iskemia, terjadi peningkatan sintesis ROS dan asam urat
karena peningkatan aktivitas xanthine oxidase (Amar et al.,2008).
Hubungan hiperurisemia dengan NDP masih kontroversi. Hiperurisemia
pada penderita DM tipe 2 berhubungan dengan komplikasi makro maupun
mikroangiopati. Pada penelitian Ito et al.,2011, hiperurisemia merupakan
prediktor bebas komplikasi penyakit jantung koroner dan disfungsi ginjal pada
penderita DM tipe 2. Pada penelitian tersebut, terdapat perbedaan tidak bermakna
proporsi NDP pada hiperurisemia dibandingkan dengan normosemia (75%
berbanding 74%; p=0,19). Penelitian lain menunjukkan bahwa pada penderita
DM tipe 2 yang menderita neuropati, kadar AUS lebih rendah karena kebutuhan
AUS sebagai antioksidan berkurang dengan meningkatnya stres oksidatif pada
penderita DM tipe 2 dengan neuropati (Mahmoed,2007). Tetapi studi potong
lintang oleh Papanaz et al.(2011) menunjukkan kadar AUS secara signifikan lebih
tinggi (8,1+1,4 vs 5,7+1,3 mg/dL) pada pasien DM tipe 2 dengan neuropati
dibandingkan tanpa neuropati. Pengukuran derajat keparahan dengan Neuropathy
Diabetic Score (NDS) mempunyai korelasi bermakna dengan kadar AUS pada
pasien DM tipe 2 dengan neuropati (rs= 0,934, p< 0,001). Penelitian ini juga
didukung oleh Shoeib (2012) yang menunjukkan hubungan neuropati pada
penderita DM tipe 2 dengan hiperurisemia secara signifikan lebih tinggi (69%
berbanding 31%; p=0,01) dibandingkan tanpa hiperurisemia.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah yaitu adakah korelasi positif
kadar AUS tinggi dengan NDP pada penderita DM tipe 2?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi positif kadar AUS tinggi
dengan NDP pada penderita DM tipe 2.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat ilmiah
Untuk mendapatkan data proporsi NDP dan korelasi kadar AUS tinggi
dengan NDP pada DM tipe 2, sehingga dapat dipakai data dasar untuk
pengembangan penelitian dimasa yang akan datang.
1.4.2 Manfaat praktis
Dengan mengetahui adanya korelasi kadar AUS tinggi dengan NDP pada
DM tipe 2 diharapkan dapat dilakukan deteksi dini dan penatalaksanaan yang
komprehensif terhadap AUS tinggi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Neuropati Diabetik Perifer
2.1.1 Definisi NDP
Istilah “neuropati” merupakan terminologi yang sangat luas, dimana saraf
tepi mengalami gangguan fungsi yang disebabkan berbagai faktor antara lain
metabolik, trauma, jebakan, penyakit defisiensi, keracunan, gangguan imunologis
dan genetik. ND adalah keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi
akibat kerusakan seluler maupun molekuler yang etiologinya karena penyakit
DM. Polineuropati diabetik menggambarkan keterlibatan banyak saraf tepi dan
distribusinya umumnya bilateral simetris meliputi gangguan motorik, sensoris,
maupun otonom (Tesfaye,2004).
NDP bersifat chronic, distal symetrical sensory motor length dependent
polyneuropathy, merupakan neuropati yang paling sering pada penderita DM dan
diperkirakan mekanismenya akibat perubahan metabolik dan mikrovaskular
sebagai akibat dari hiperglikemia kronis pada pasien DM (Tesfaye,2004).
2.1.2 Gejala klinis dan klasifikasi NDP
Gambaran NDP dapat asimptomatis atau NDP subklinis dan NDP yang
simptomatis atau menunjukkan gejala klinis. Gangguan sensoris merupakan
gangguan yang sering dirasakan pasien. Gangguan rasa getar pada jari kaki paling
sering terkena. Rasa nyeri, suhu, dan rasa raba hilang sesuai dengan distribusi
kaos kaki dan bila ada gangguan sensoris ekstremitas atas bentuknya sesuai
6
dengan distribusi sarung tangan (glove and stocking distribution). Berdasarkan
hilangnya modalitas sensoris, neuropati dapat dibagi menjadi tipe saraf besar
(terutama hilangnya rasa getar, rasa raba ringan, dan rasa posisi sendi) dan tipe
saraf kecil (terutama hilangnya nyeri dan suhu). Pada kasus yang lebih berat,
hilangnya sensoris dapat meluas ke dada depan dan dinding abdomen, serta
meluas ke lateral sekitar tubuh (Llewelyn, 2003; Callaghan et al.,2012).
Gejala positif adalah nyeri, parastesia, keluhan rasa panas, kesemutan, rasa
dingin, nyeri seperti ditusuk (lancinating), rasa tebal dan alodinia (Widjaja,
2004). Gejala negatif berupa hilangnya rasa sensoris lebih sering terjadi pada
seluruh perjalanan diabetes. Pasien tidak dapat merasakan, mengenal, atau
menggunakan benda kecil. Penderita secara perlahan mengalami kehilangan
kemampuan untuk menilai suhu, perasaan nyeri atau rangsangan yang
mengancam. Hilangnya inervasi dapat menyebabkan atrofi otot-otot kaki,
deformitas seperti jari-jari kaki palu (hammertoes) yang mengakibatkan timbulnya
kallus dan akhirnya ulserasi (diabetic foot ulcer) (Va´rkonyi et al.,2008). Gejala
klinis neuropati diabetik otonom berupa anhidrosis, keringat berkurang, hipotensi
ortostatik, tekanan darah tidak stabil, gastroparesis atau diare, paresis kandung
kencing dan disritmia kardiak. Kasusnya kurang dari 5% dari penderita diabetes.
Impotensi dan fungsi kardiak otonom adalah manifestasi yang sering dari ND
otonom (Valeria et al.,2010).
Tabel 2.1
Klasifikasi NDP (Tesfaye,2004)
I. Neuropati Subklinis
A. Tes Elektrodiagnostik Abnormal
1. Penurunan kecepatan hantar saraf
2. Penurunan amplitudo bangkitan aksi potensial otot atau saraf
B. Pemeriksaan Neurologi Abnormal
1. Tes rangsang getar dan raba
2. Tes suhu panas dan dingin
3. Lain-lain
C. Tes Fungsi Otonom Abnormal
1. Reflek kardiovaskular abnormal
2. Perubahan reflek kardiovaskular
3. Respon biochemical abnormal terhadap hipoglikemia
II. Neuropati Klinis
A. Neuropati Difus
Sensori motor atau distal simetrikal sensorimotor polineuropati
a. Neuropati primary small-fiber
b. Neuropati primary-large fiber
c. Neuropati campuran
Neuropati Otonom
1. Otonomik kardiovaskular
2. Fungsi pupil abnormal
3. Neuropati otonomik gastrointestinal (gastroparesis, konstipasi, diare
diabetik, inkontinensia anorektal)
4. Disfungsi otonomik genitourinaria
B. Neuropati Fokal
1. Mononeuropati
2. Mononeuropati multiplex
3. Amiotropi
Kelainan neurofisiologis berupa penurunan kecepatan hantar saraf (KHS)
sensoris dan motorik terutama bagian distal. KHS sensoris menunjukkan
amplitudo rendah dan latensi distal memanjang, biasanya lebih jelas daripada
perubahan KHS motorik. Amplitudo respon motorik mungkin normal atau
berkurang bila penyakitnya bertambah parah. KHS setinggi segmen proksimal
sering menurun dan respon F memanjang, keduanya menunjukkan demielinisasi
ringan. Elektromiografi biasanya jarang menunjukkan aktivitas spontan abnormal.
Timbulnya aktivitas spontan abnormal dan amplitudo motor unit bertambah
menunjukkan hilangnya akson dengan inervasi kompensatoris (Widjaja, 2004).
NDP tipikal lebih sering pada penderita DM lama, laki-laki dan berbadan tinggi.
Biasanya berhubungan dengan retinopati dan/atau nefropati (Llewelyn et
al.,2003).
2.1.3 Diagnosis dan Stadium NDP
Untuk menegakkan diagnosis NDP sangat komplek, karena gangguannya
menyebabkan timbulnya variasi serat saraf yang terlibat. Untuk memenuhi
klasifikasi NDP pasien membutuhkan penilaian gejala, tanda klinis, tes kuantitatif
sensoris, fungsi otonom, dan pemeriksaan elektrodiagnostik. Direkomendasikan 1
dari 5 kriteria dibawah ini dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati
diabetik, yakni (1). Symptom scoring; (2). Physical examination scoring; (3).
Quantitative Sensory Testing (QST); (4). Cardiovascular Autonomic Function
Testing (cAFT), dan (5). Electro-diagnostic Studies (EDS) (Concencus Statement
San Antonio,1988). Standar diagnosis NDP adalah biopsi saraf. Karena
keterbatasan dan kesulitan dalam biopsi saraf sebagai standar diagnosis,
elektrodiagnostik mempunyai nilai akurasi yang lebih tinggi sebagai alternatif
prosedur diagnosis untuk menghindari underdiagnosis NDP (Mete et al.,2013).
Beberapa instrumen dipakai untuk menegakkan diagnosis NDP. NDS
merupakan instrumen dengan skor yang lengkap untuk menilai neuropati DM,
tapi sulit dalam aplikasi klinis. Salah satu modifikasi dari NDS adalah Michigan
Diabetic Neuropathy Score (MDNS). NDP dan stadium NDP ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fisik kuantitas disertai pemeriksaan KHS. Parameter
klinis yang dipilih dalam MDNS memiliki prediksi yang tinggi terjadinya
neuropati diabetik dan berkorelasi dengan NDS, seperti tes vibrasi, fungsi otonom
dan konduksi saraf (Feldman,1994).
Tabel 2.2
Stadium NDP (Feldman, 1994)
Stadium 0 : Skor MDNS < 6, dan/ atau gambaran pemeriksaan
hantaran saraf abnormal < 2, atau tidak ada neuropati.
Stadium 1 : Skor MDNS <12, dan/ atau 2 abnormalitas pemeriksaan
hantaran saraf (neuropati ringan).
Stadium 2 : Skor MDNS < 29, dan/ atau 3-4 abnormalitas dari
pemeriksaan hantaran saraf (neuropati sedang).
Stadium 3 : Skor MDNS < 46, dan/ atau 5 abnormalitas hantaran
saraf (neuropati berat).
2.1.4 Patofisiologi NDP
Banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang patofisiologi
terjadinya NDP tetapi sampai sekarang belum sepenuhnya dipahami. Faktor-
faktor yang diduga berperanan adalah vaskular, metabolik, neutrofik, imun dan
genetik. Studi terbaru menunjukkan kecendrungan suatu multifaktorial
patogenesis yang terjadi pada pada neuropati diabetik. Beberapa teori yang dapat
diterima saat ini adalah:
2.1.4.1 Teori vaskular (iskemik-hipoksia)
Pada pasien neuropati diabetik terjadi penurunan aliran darah ke
endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat
hiperglikemia. Biopsi pada nervus suralis pada pasien neuropati diabetik
ditemukan adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasia
endotelial dan pembuluh darah yang semunya dapat menyebabkan iskemia.
Iskemia juga menyebabkan terganggunya transpor aksonal, aktivitas Na+/K
+
ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.
2.1.4.2 Teori Metabolik
Teori ini menerangkan adanya gangguan metabolik akibat dari
hiperglikemia dan atau defisiensi insulin pada satu atau lebih komponen seluler
pada saraf yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dan struktural.
Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan jaringan saraf dan mengakibatkan
defisit neurologi.
a. Teori jalur poliol
Pada keadaan normoglikemia, sebagian besar glukosa intrasel di
fosforilasi ke glukosa 6-fosfat oleh heksokinase, hanya sebagian kecil glukosa
masuk jalur poliol. Pada kondisi hiperglikemia, glukosa akan masuk jalur
poliol karena heksokinase jenuh. Terdapat perbedaan utama ekspresi enzim
pada jalur poliol di epineurial arteri dan jaringan endoneurial. Aldosa
reduktase banyak diekspresikan baik di jaringan endoneurial maupun di arteri
epineurial sedangkan SDH (sorbitol dehydrogenase) sedikit diekspresikan di
endoneurial tapi banyak di arteri epineuron. Aldosa reduktase merubah
glukosa menjadi sorbitol, yang menyebabkan penurunan glutathion dan NO
akibat penggunaan NADPH. Sorbitol yang meningkat dalam sel,
meningkatkan osmolit dalam sel. Sebagai kompensasi untuk keseimbangan
osmolit, mioinositol menjadi berkurang yang menyebabkan fosfatidilinositol
menurun, yang akan menekan produksi DAG (Diacylglycerol) dan akhirnya
menurunkan PKC (bentuk α). Sebagai hasil akhir akan menurunkan aktivitas
Na+/K
+ ATPase. Menurunnya glutathion dan NO juga meningkatkan
kepekaan sel terhadap proses stres oksidatif. Sebaliknya, jalur poliol yang
diatur oleh SDH diaktifkan di dinding vaskular pada keadaan hiperglikemia.
Akibatnya terjadi perubahan reaksi redok dari NAD/NADH, yang
mengkonversi glyceraldehid 3-phosphate (Glycer-3) menjadi asam fosfatidil.
Peningkatan DAG meningkatkan aktivitas PKC (bentuk β ).
Gambar 2.1
Jalur Poliol
Pada keadaan iskemik/reperfusi, peranan aldosa reduktase seperti gambar
2.2. Saat sel mengalami iskemia, pengambilan glukosa diperkuat sebagai
kompensasi pengurangan energi (1). Karena terjadi kerusakan mitokondria
untuk membentuk ATP akibat penurunan oksigen. Kelebihan glukosa akan
masuk ke jalur sorbitol dan asam fosfatidil. Aktivasi aldosa reduktase ini
akan mengurangi glutasion dan deviasi redok sebagai akibat hiperglikemia
(2). Sebagai akibatnya terjadi cedera radikal bebas dan perangsangan PKC
yang memperburuk cedera iskemik (3). Saat reperfusi mulai terjadi
penumpukan aldehid dari radikal bebas dan juga substrat aldosa reduktase
yang memperkuat kerusakan (4).
Gambar 2.2
Peranan Aldosa reduktase pada cedera iskemik/reperfusi
b. Teori Advance Glycation End Products (AGEs)
Peningkatan glukosa intraseluler meningkatkan pembentukan AGE,
melalui glikosilasi non enzimatik protein seluler. Glikosilasi non enzimatik
ini merupakan hasil interkasi glukosa dengan asam amino protein. Pada
awalnya glikosilasi ini bersifat reversibel, tapi lama-kelamaan akan bersifat
irreversibel. (Singleton et al.,2003; Liewelyn et al.,2003; Tesfaye,2004;
Duby et al.,2004). Pada jaringan saraf, seperti sel Schwann, serat saraf dan
sel endotel dari vasa nervosum, semuanya mengekspresikan RAGE. Ketika
AGE berikatan dengan RAGE, terbentuk reaksi stres oksidatif melalui
aktivasi NADPH oksidase. Komplek ik-β-Nuclear Factor akan berpisah pada
masing-masing fraksi ikβα dan NFkβ kemudian bertranslokasi ke nukleus
sebagai faktor transkripsi untuk mengaktivasi gen yang berhubungan dengan
kematian sel atau kehidupan. Sebagai akibatnya terjadi mikroangiopati dan
disfungsi saraf yang menyebabkan nyeri atau perlambatan konduksi saraf.
Gambar 2.3
Reaksi AGE dan RAGE dalam patogenesis neuropati diabetik
c. Jalur Protein Kinase C
Peranan Protein Kinase C (PKC) sangat penting dalam fungsi saraf dan
memegang peranan penting dalam patogenesis neuropati. Perubahan dalam
jaringan saraf dan peranannya dalam sistem vaskular endoneurial sangat
komplek. Sebagai enzim mayor dalam jalur kolateral glikosilasi sangat
berbeda pada kedua jaringan tersebut (seperti gambar 2.2). Aktivasi jalur PKC
pada ND diperkirakan melalui pengaruhnya pada aliran pembuluh darah dan
gangguan mikrovaskular dibandingkan pengaruh secara langsung pada sel.
PKC mempunyai beberapa struktur khas yang memperantarai reaksi redok.
Prooksidan bereaksi dengan bagian stimulasi aktivitas PKC. Aktivasi PKC
pada sel non neuron terutama disebabkan jalur lipolisis dan pembentukan
DAG. Sekali teraktivasi, PKC mengaktifkan Mithogen Activated Protein
Kinase (MAPK) yang merupakan faktor transkripsi fosforilasi dan
mempengaruhi keseimbangan ekspresi gen (Tomlinson, 1999).
Aktivitas PKC berefek terhadap :
1) Produksi molekul proangiogenik Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF) yang berimplikasi terhadap neovaskularisasi dan karakteristik
komplikasi diabetes.
2) Peningkatan aktivitas vasokontriktor endotelin-1 dan penurunan aktivitas
vasodilator endotelhelial nitric oksida sinthase (eNOS).
3) Produksi molekul fibrinogenik serupa Tumor Growth Factor- β (TGF-β)
yang akan memicu deposisi matrik ekstraselular dan material membran
basal.
4) Produksi molekul prokoagulan plasminogen activator inhibitor-1(PAI-1),
memicu penurunan fibrinolisis dan kemungkinan terjadi oklusi vaskuler.
5) Produksi sitokine proinflamasi oleh sel endotel vaskuler.
2.1.4.3 Proses Pronflamasi
Jaringan saraf pada diabetes juga mengalami reaksi proinflamasi yang
menimbulkan gejala dan memperkuat perkembangan ND. Jaringan saraf pada
diabetes baik pada manusia maupun binatang mempunyai makrofag dan limfosit
yang melepaskan Tumor Necrotizing Factor-α (TNF-α) dan Interleukin (IL).
Penghambatan pelepasan sitokin atau migrasi makrofag dihubungkan dengan
perbaikan kecepatan hantar saraf (Yagihashi et al.,2011). Reaksi proinflamasi
sendiri merangsang hiperaktivitas jalur poliol dan peningkatan pembentukan
AGE. Kadar TNF-α dalam plasma telah dibuktikan sebagai faktor risiko
terpenting dan paling konsisten terhadap kejadian nyeri neuropati diabetik
(Purwata, 2010).
2.1.4.4 Peranan Faktor Selular dan Tropik
Kekurangan neutrophin memegang peranan penting dalam patogenesis
NDP. Produksi Neutrophin Growth Factor (NGF) tertekan pada kulit serta
penggantian NGF memperbaiki proses patologi small fiber dan otonom pada
binatang yang menderita diabetes. Penggunaan NGF secara klinis masih belum
sukses dalam perbaikan neuropati. Saat hal ini, faktor seluler yang berasal dari
sumsum tulang ditemukan memproduksi chemeric cell pada saraf binatang yang
merusak saraf dan beberapa faktor sel lain juga diperkirakan berpengaruh.
2.1.4.5 Peranan radikal bebas
Stres oksidatif didefinisikan sebagai gangguan keseimbangan antara
penyokong pembentukan radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang
mengakibatkan suatu kerusakan. Proses pembentukan oksidan secara alamiah
diantaranya adalah transpor elektron mitokondria, oksidatif beberapa
neurotransmiter seperti norepinefrin dan dopamin, fase awal selama kondisi
hipoksia dan iskemia dapat mengakibatkan pembentukan oksidan yang
selanjutnya dapat merusak jaringan. Beberapa radikal bebas dibentuk tubuh untuk
fungsi yang spesifik. Terdapat 3 radikal bebas dari ROS yang penting bagi proses
fisiologi normal yaitu superoksida, hidrogen peroksida, dan nitrit oksida. Radikal
bebas ini membentuk oksigen tunggal reaktif, radikal hidroksil dan peroksinitrit
yang dapat merusak protein, lipid dan DNA. Kerusakan ini dapat menurunkan
aktivitas biologi sel, hilangnya metabolisme energi, sinyal sel, transporasi dan
beberapa fungsi utama sel. Kumpulan dari kerusakan tersebut dapat menyebabkan
kematian sel melalui mekanisme nekrosis dan apoptosis. Stres oksidatif dapat
dilacak terutama melalui pembentukan superoksida dan nitrit oksida (Warner et
al., 2004).
Hiperglikemia kronis menyebabkan stres oksidatif pada jaringan yang
cendrung menyebabkan pasien DM mengalami komplikasi (Russell et al.,2002).
Mekanisme yang mendasari stres oksidatif pada hiperglikemia kronis dan
perkembangan dari neuropati telah diperiksa pada model binatang. Pada NDP
bukan saja terjadi kerusakan neuron tetapi kemampuan untuk beregenerasi juga
terganggu, khususnya pada small caliber fiber. Mekanisme yang mengawali
hilangnya regenerasi sel saraf termasuk kerusakan kerja insulin, hilangnya sistem
growth factor dan penurunan bentuk spesifik dari PKC. Sel Schwann penting
dalam proses regenerasi neuron juga mengalami kerusakan pada DM akibat
hiperglikemia, hipoksia dan stres oksidatif. Terdapat bukti single-nucleotida
polymorphism genes dari superoksida dismutase mitokondria (SOD2) dan
superoksida dismutase ekstraseluler (SOD3) berisiko meningkatkan
perkembangan neuropati (Rayas, 2005).
Pemberian antioksidan pada percobaan tikus yang mengalami diabetes
menunjukkan perbaikan penurunan KHS, perbaikan aliran darah dan struktur
saraf. Bersamaan dengan pembentukan radikal bebas selama proses glikolisis,
mitokondria mempunyai peranan penting dalam kematian sel melalui aktivasi
sinyal sel spesifik dan sistem endonuklease. Hiperglikemia menginduksi
perubahan mitokondria termasuk pelepasan sitokrom C, aktivasi caspase 3,
perubahan biogenesis dan fisiion yang menyebabkan program kematian sel.
Hiperglikemia menyebabkan transpor elektron yang berlebihan dan menghasilkan
oksidan yang banyak pada mitokondria. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
mitokondrial action potential (MAP) dan energi untuk pembentukan ATP
berkurang. Dukungan neutropik juga mengalami gangguan akibat perubahan
mitokondria yang menyebakan berkurangnya neutrophin-3 dan nerve growth
factor (NGF). Organel sel yang lain seperti apparatus golgi dan retikulum
endoplasma juga berperanan dalam pembentukan radikal bebas, bukan saja
melalui apoptosis tetapi juga kematian akibat autofagi. Stres nitrooksidatif
bersama aktivasi PARP juga menyebabkan disfungsi dan kematian sel akibat
hiperglikemia (Yagihashi et al.,2011).
Gambar 2.4.
Mekanisme Pembentukan ROS pada Hiperglikemia (Vincent,2004)
Hiperglikemia yang lama menyebabkan hiperaktivitas kaskade metabolik
dari jalur poliol, reaksi AGE/reseptor dan peningkatan ROS. Semua proses
tersebut mengganggu pembuluh darah mikrovaskuler dan jaringan saraf melalui
aktivasi PARP, perubahan PKC, peningkatan MAPK, demikian juga peningkatan
Nuclear Factor-kB (NF-kB), yang menyebabkan perubahan fungsi dan struktur
saraf perifer. Penyimpangan metabolik saraf perifer merangsang reaksi pro-
inflamasi dengan peningkatan pelepasan sitokin, migrasi makrofag, menekan
neurotropin yang merangsang perkembangan kearah neuropati. Sebagai tambahan
iskemia/reperfusi juga merangsang sel saraf termasuk reaksi inflamasi. Faktor lain
termasuk hipertensi, merokok, resistensi insulin juga berperanan dalam
perkembangan neuropati (Yagihashi et al.,2011).
Gambar 2. 5
Patogenesis Neuropati Diabetik (Yagihashi et al.,2011)
2.2 Asam Urat
Asam urat adalah produk akhir metabolism purin. Purin (adenin dan guanin)
merupakan konstituen asam nukleat. Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi
secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA,
sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam
jumlah yang subtansial. Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu
reaksi yang dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase (XO).
Metabolisme adenosin triphosfate) (ATP) menyebabkan akumulasi
hypoxanthine. Hypoxanthine dirubah oleh enzim XO menjadi xantin. Pada
jaringan yang non-iskemik, XO yang berada dalam bentuk nicotinamide adenine
dinucleotide (NAD) menurunkan hydrogenase. Selama iskemia, Ca2+
-stimulated
protease yang menyebabkan pemecahan parsial xanthine dehydrogenase menjadi
XO yang irreversible. XO selanjutnya mengoksidasi xanthine, menghasilkan
asam urat, superoksida dan hidrogen peroksida (Warner et al., 2004).
Gambar 2.6
Reaksi Xanthine Oksidase selama Reperfusion Injury (Becker et al., 1991)
Asam urat (7,9-dihydro-1H-purin-2,6,8(3H)-trione) merupakan asam lemah
yang didistribusikan dalam cairan ekstraseluler sebagai natrium urat. Jumlah asam
urat dalam plasma tergantung pada jumlah makanan atau minuman yang
mengandung purin, biosintesis asam urat dan laju ekskresi urat. Kadar AUS
plasma diatur oleh 4 komponen sistem transpor ginjal yang meliputi proses
filtrasi, reabsorbsi, sekresi dan reabsorbsi paska sekresi. Sejumlah transporer
ginjal turut terlibat dalam pengaturan kadar asam urat dalam plasma seperti urat
transporer 1 (URAT1) yang bertanggung jawab terhadap reabsorbsi urat dan
sejumlah sejumlah transporer ion organik (OAT) seperti OAT1 dan OAT3 dan
ATP-dependent urate export secretion MRP4 yang terlibat dalam sekresi urat.
Pada manusia lebih kurang 90% hasil filtrasi urat dirabsorbsi kembali. Karena
Xanthine
dehydrogenase Xanthine oxydase
ATP ADPAMP Inosine Hypoxanthine Xanthine Uric acid
Adenosin
IMP
Ca influx
Protease
ISCHEMIA REPERFUSION
+2O2 -+2H
+
(H2O2+H+)
+2O2 -+2H
+
(H2O2+H+)
keterlibatannya yang begitu penting dalam reabsorbsi urat, URAT1 dipercaya
memainkan peranan yang sangat kritis dalam pengaturan kadar AUS (Johnson et
al., 2003; Hediger et al., 2005). Pada diet rendah purin, ekskresi harian adalah
sekitar 0,5 g dan pada diet normal ekskresinya adalah sekitar 1 g per hari.
Produksi tersebut juga meningkat setara dengan perputaran sel akibat penguraian
asam-asam nukleat, seperti pada keganasan. Gagal ginjal menyebabkan asam urat
urea, dan kreatinin terakumulasi. Diuretik tiazid menurunkan ekskresi urat.
Alopurinol, probenesid, kortikosteroid, dan aspirin dosis besar meningkatkan
ekskresi urat. Beberapa faktor yang telah diteliti berpengaruh terhadap kadar AUS
dalam darah adalah umur, jenis kelamin (Liu et al.,2011).
Pada kebanyakan spesies, asam urat akan dimetabolisme menjadi alantoin.
Uricase, suatu enzim hati merubah asam urat menjadi allantoin yang pada
hakekatnya akan menurunkan kadar AUS. Menariknya, pada manusia gen yang
mengatur uricase tidak aktif sehingga mengakibatkan kadar asam urat serum lebih
tinggi dan lebih berfluktuasi dibandingkan dengan mammalia lainnya.
Kebanyakan asam urat diekskresikan lewat urin melalui mekanisme yang
kompleks dengan melibatkan filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus di bagian
awal tubulus convolutus proksimal, sekresi tubulus di bagian akhir reabsorbsi dan
mungkin mengalami reabsorbsi lagi di bagian akhir tubulus proksimal (Hediger et
al., 2005; Capasso et al., 2005).
2.3.1 Peranan asam urat
Asam urat telah diidentifikasi lebih dari 2 abad yang lalu namun beberapa
aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam
urat merupakan antioksidan cair terbanyak pada manusia, 2/3 dari total
antioksidan yang memiliki kemampuan menetralisir radikal bebas dalam plasma
terutama hidroksil, superoksida dan peroksinitrit dan mungkin memiliki
kemampuan melindungi secara fisiologis dengan mencegah peroksidatif lipid.
Kadar AUS dapat meningkat pada keadaan tertentu seperti diet tinggi purin,
konsumsi alkohol yang berlebihan, perubahan sel atau kematian sel pada
neoplasma atau obat sitotoksik, kelainan metabolisme purin karena faktor genetik,
kelainan fungsi ginjal yang menyebabkan penurunan klirens asam urat, gangguan
ekskresi asam urat yang berhubungan dengan reabsorbsi natrium yang berlebihan
pada beberapa kondisi seperti obesitas, resistensi insulin atau hiperinsulinemia,
hipertensi, diet rendah natrium dan terapi diuretik. Dalam berbagai organ dan
pembuluh darah, konsentrasi lokal asam urat meningkat selama stres oksidatif
akut dan iskemia serta peningkatan konsentrasinya mungkin merupakan
mekanisme kompensasi untuk memberikan efek perlindungan melawan
peningkatan aktivitas radikal bebas.
Berkaitan dengan kondisi iskemik dalam hubungannya dengan kenaikan
kadar AUS perlu dicatat bahwa xanthin oxidoreductase terdapat dalam dua bentuk
yang berbeda. Xanthine dehidrogenase adalah bentuk paling umum yang bekerja
di bawah kondisi fisiologis dan memiliki afinitas yang lebih besar untuk
nicotinamide adenin dinukleotide dioksida (NAD+) dibandingkan dengan oksigen
sebagai akseptor elektron. Dalam kondisi iskemik seiring degradasi ATP menjadi
adenin dan xanthine, terjadi perubahan besar xanthine dehidrogenase menjadi
XO. Proses ini menggunakan molekul oksigen pada tempat NAD+ sebagai
akseptor elektron dan mengarah pada pembentukan anion superoksida dan
hidrogen peroksida secara paralel dengan kadar AUS seperti yang ditunjukkan
oleh beberapa studi eksperimental. Selama beberapa tahun hiperurisemia telah
diidentifikasi bersama-sama atau dianggap sama dengan gout namun saat ini asam
urat telah diidentifikasi sebagai marker atau petanda untuk sejumlah kelainan
metabolik dan hemodinamik (Waring et al., 2000; Qasi and Lohr, 2005).
Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan dan
degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam
urat. Apabila terjadi kelebihan pembentukan asam urat, hambatan pengeluaran
asam urat atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat
darah yang disebut dengan hiperurisemia (Edward, 2009). Angka kejadian
hiperurisemia di masyarakat dan berbagai kepustakaan barat sangat bervariasi,
diperkirakan antara 2,3-17,6%, sedangkan kejadian gout bervariasi antara 0,16-
1,36% (Kelly and Wortmann, 1997). Nan et al.,2006 pada penelitiannya di China
mendapatkan prevalensi hiperurisemia 25,3% dan gout 0,36% pada orang dewasa
usia 20-74 tahun.
2.3.2 Asam urat dan kardiovaskuler
Asam urat merangsang produksi sitokin dari lekosit dan chemokine dari otot
polos pembuluh darah, merangsang perlekatan granulosit pada endotelium, adhesi
platelet dan pelepasan radikal bebas peroksida dan superoksida serta memicu stres
oksidatif (Johnson et al., 2003; Culleton et al., 2006). Dari data-data tersebut
diduga terdapat peranan potensial asam urat atau XO dalam proses terjadinya
disfungsi endotel dan dalam memediasi respon inflamasi sistemik yang berakibat
pada kejadian kardiovaskular (Johnson et al., 2003). Asam urat diketahui
berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin antioksidan yang paling penting
dalam plasma dengan kontribusi sampai 60% dari seluruh aktivitas pembersihan
radikal bebas dalam serum manusia (Waring et al., 2000; Johnson et al., 2003).
Urat, yakni bentuk asam urat yang larut dalam darah dapat menangkap
superoksida, radikal hidroksil, oksigen tunggal dan juga mempunyai kemampuan
untuk mengikat logam-logam transisi (Johnson et al., 2003). Asam urat dapat
berinteraksi dengan peroxynitrite, suatu produk toksik yang terbentuk dari reaksi
antara anion superoksida dengan NO yang dapat merusak sel melalui proses
nitrosilasi residu protein tirosin (terbentuknya nitrotirosin) dan membentuk donor
NO yang stabil sehingga menyebabkan vasodilatasi dan meminimalkan kerusakan
oksidatif yang diinduksi oleh peroxynitrite (Waring et al., 2000).
Asam urat dapat mencegah degradasi SOD3 yang merupakan enzim penting
dalam mempertahankan fungsi endotel dan vaskular. SOD3 merupakan ensim
ekstraseluler yang mengalkalisasi reaksi anion superokside (O2ˉ) menjadi
hydrogen peroxide (H2O2). Pembuangan anion O2ˉ oleh SOD3 mencegah reaksi
dan inaktivasi anion O2ˉ oleh NO sehingga hal ini membantu mempertahankan
konsentrasi NO dan fungsi endotel dengan baik (Waring et al., 2000; Johnson et
al., 2003). Namun demikian asam urat juga bersifat prooksidatif pada kondisi
tertentu, khususnya bila antioksidan lain berada pada tingkat yang rendah
(Johnson et al., 2003).
Asam urat dapat merangsang oksidatif Low Density Lipoprotein (LDL) in
vitro yang merupakan langkah kunci dalam progresivitas arterosklerosis. Efek
merusak asam urat pada sel endotel diperkirakan melalui aktivasi leukosit dan
terdapat korelasi yang konsisten antara peningkatan konsentrasi asam urat dengan
marker inflamasi dalam sirkulasi (Culleton et al., 2006). Pengamatan klinis dan
laboratoris memperlihatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah lebih
dari 5,5 mg/dL, dikaitkan dengan disfungsi endotel (Zharikov et al., 2007). Jadi
asam urat mempunyai peranan sebagai antioksidan yang signifikan, baik secara
langsung maupun tidak langsung, asam urat juga dapat menyebabkan kerusakan
vaskuler (Waring et al., 2000).
2.3.3 Asam urat dan sindrom metabolik
Sindrom metabolik (SM) kini menjadi masalah pandemik. Di Amerika
Serikat saat ini prevalensinya 27% dari populasi dan diperkirakan lebih dari 50-75
juta orang dengan SM pada tahun 2010 sejalan dengan semakin meningkatnya
prevalensi obesitas dan perubahan gaya hidup di masyarakat (Nakagawa et al.,
2005). Prevalensi berdasarkan laporan terakhir The Third National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) dengan memakai definisi SM
berdasarkan kriteria National Cholesterol Education Program (NCEP) yaitu pada
orang dewasa > 20 tahun sebesar 24%, pada umur 50 tahun sebesar > 30% dan
umur 60 tahun ke atas sebesar 40%. Di Asia prevalensinya lebih rendah sekitar 5-
16% (Lebovits, 2001; Lee et al., 2004).
Hiperurisemia sering dijumpai dan berkaitan dengan faktor-faktor yang
berperanan penting pada SM seperti hipertrigliseridemia, obesitas, hipertensi, dan
hiperglikemia (Facchini et al., 1999; Conen et al., 2004). Resistensi insulin
memegang peranan penting pada sebagian besar komponen SM. Hubungan antara
konsentrasi AUS dengan obesitas abdominal, resistensi insulin, hipertensi dan
dislipidemia bersifat kompleks dan multi direksional (Lee et al., 2004). Lin et al.
(2006) mendapatkan hubungan signifikan antara AUS dengan komponen dari SM.
Konsentrasi AUS secara signifikan lebih tinggi dan meningkat secara linier sesuai
dengan jumlah faktor risiko yang ada pada individu bersangkutan. Hubungan ini
tetap signifikan walaupun telah dilakukan kontrol terhadap faktor-faktor perancu
seperti umur, indek massa tubuh (IMT), kreatinin serum, kolesterol LDL dan
kolesterol total. Hubungan ini juga dijumpai pada studi-studi yang lain (Conen et
al., 2004).
Konsentrasi AUS merupakan marker pengganti SM yang sangat baik (Lakka
et al., 2002). Hiperinsulinemia dan resistensi insulin menyebabkan kenaikan
kadar AUS lewat mekanisme langsung maupun tidak langsung, meningkatkan
produksi asam urat atau menurunkan fungsi ekskresi ginjal yang mungkin
disebabkan oleh efek stimulasi insulin terhadap reabsorbsi urat di tubulus
proksimal (Manzato, 2007). Pemeriksaan asam urat perlu dipertimbangkan
walaupun tanpa ada tanda dan gejala gout oleh karena jika meningkat asam urat
dapat sebagai marker yang murah untuk menduga adanya resistensi insulin
sehingga akibat selanjutnya dapat diantisipasi lebih dini (Johnson et al., 2003)
namun hasil-hasil penelitian tersebut dibantah oleh hasil penelitian Anttila et al.
(1996) yang menemukan bahwa pengukuran kadar AUS tidak memberikan nilai
untuk mengidentifikasi SM pada pasien sindrom polikistik ovarium yang
memiliki risiko tinggi menderita obesitas, penyakit jantung koroner, hipertensi
dan diabetes melitus.
Di masa yang akan datang prevalensi dan insiden SM diperkirakan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi dan insiden obesitas dan
perubahan gaya hidup, dimana hal tersebut akan meningkatkan kejadian resistensi
insulin. Juga terdapat hubungan potensial antara hiperurisemia dengan risiko
kardiovaskuler sementara konsentrasi asam urat merupakan faktor risiko yang
dapat dicegah maka dipandang perlu dilakukan penelitian tentang hubungan
antara konsentrasi AUS dengan resistensi insulin sebagai basis dari SM dengan
berbagai konsekuensinya (Manzato, 2007).
Konsep bahwa asam urat mungkin terlibat dalam patogenesis hipertensi
bukanlah sebuah konsep yang baru. Sekalipun secara berturut-turut sudah ada
laporan tentang hubungan antara hipertensi dan kadar AUS sejak tahun 1950an
sampai tahun 1980 namun perhatian ke topik itu masih sedikit oleh karena
kurangnya penjelasan secara mekanistik (Feig et al., 2006).
Gambar 2.7
Bagan Pengaruh Asam Urat pada Otot Polos Vaskuler (VSMC)
(Feig et al., 2006)
A
S
A
M
UR
A
T
VASCULAR SMOOTH MUSCLE CELL
Macrophage
Infiltration
VSMC
Proliferation
Ur
at
↑ Erk
1/2
AP1, NF-B
Transcription
Factors
↑ COX-2
↑ TxA2
↑ PDGF
↑ MCP 1
Studi terbaru saat ini sudah dapat menjelaskan bagaimana asam urat memicu
terjadinya aterosklerosis dan hipertensi. Pada studi laboratorium penambahan
asam urat ke dalam media pertumbuhan menginduksi proliferasi sel-sel otot polos
pembuluh darah. Sel-sel otot polos pembuluh darah manusia mengekspresikan
urate-transpor channel URAT1. Ekskresi urat oleh ginjal manusia diatur oleh
kelompok organic anion transporer superfamily (URAT1). Ekspresi spesifik
URAT1 pada otot polos aorta telah dapat dibuktikan dan inilah yang diduga
menjadi mekanisme bagaimana asam urat masuk ke dalam sel-sel otot polos
pembuluh darah dan menyebabkan penyakit kardiovaskular (Price et al., 2006).
Kultur sel otot polos pembuluh darah menunjukkan ambilan 14
C-urate yang
cepat dibandingkan kontrol. Pada pemeriksaan histologi jaringan ginjal ditemukan
peningkatan dramatis infiltrasi parenkim ginjal oleh makrofag yang menunjukkan
kadar asam urat yang tinggi membuat kondisi menjadi ke keadaan proinflamasi.
Kenaikan kadar asam urat yang ringan sudah dapat memicu inflamasi ginjal,
mengaktivasi sistem rennin-angiotensin dan menurunkan produksi nitric oxide
yang semuanya merupakan jalur penting terjadinya uric-acid-mediated
hypertension (Feig et al., 2006). Kontrol terhadap AUS pada penderita hipertensi
mengurangi risiko terjadi penyakit kardiovaskuler (Alderman, 1999).
Peningkatan AUS merupakan faktor risiko independen pada diabetes
melitus baik pada laki-laki maupun wanita. Pada penelitian tersebut telah
dilakukan penyesuaian terhadap umur, jenis kelamin,ras, pendidikan, merokok,
konsumsi alkohol, IMT, kolesterol serum dan hipertensi. Hubungan timbal balik
antara peningkatan AUS dengan DM diduga melalui penghambatan reabsorpsi
pada tubulus proksimal pada penderita DM (Bandaru et al.,2011). Suatu
metaanalisis menyatakan AUS yang tinggi sebagai faktor risiko independen
terhadap komponen metabolik DM pada umur pertengahan (Qin et al.,2013).
Secara ringkas hubungan SM digambarkan oleh Li dan kawan-kawan seperti
bagan berikut. Asam urat dihubungkan dengan SM melalui peningkatan resistensi
insulin dan disfungsi dari ginjal. Hiperurisemia menyebabkan disfungsi dan
penghambatan dari bioavailability dari NO yang mengawali hiperinsulinemia.
Demikian juga hiperinsulinemia dan hiperurisemia merupakan hubungan yang
saling mempengaruhi.
Gambar 2.8
Hubungan komponen sindrom metabolik, resistensi insulin dan hiperurisemia
(Li et al.,2013)
2.3 ` Asam Urat dan Neuropati Diabetik
Asam urat meski sebagai antioksidan utama dalam sirkulasi (Ames,1981),
juga menginduksi stres oksidasi pada beberapa sel termasuk sel otot plos (Corry et
al.,2008) yang menyebabkan progresivitas penyakit termasuk kardiovaskular.
Mekanisme patogenesisnya diduga melalui penurunan bioavaibilitas NO pada sel
otot polos dan sel endotel serta scavenging langsung dari NO oleh asam urat
(Gersch et al.,2008). Penderita DM tipe 2 dengan hiperurisemia, terjadi
peningkatan risiko mengalami komplikasi diabetes khususnya komplikasi
gangguan ginjal (Bo et al.,2001; Rosolowsky et al.,2008) dan gangguan
kardiovaskular (Zoppini et al.,2009). Insiden neuropati pada penderita DM
dengan hiperurisemia lebih tinggi dibandingkan penderita DM tanpa
hiperurisemia (Ito et al.,2011). Beberapa faktor telah diteliti berhubungan dengan
derajat kerusakan neuron dan progresivitas dari neuropati diabetik (Rayas,2005;
Liu et al., 2011). Penelitian Papanaz (2011) menunjukkan kadar AUS secara
signifikan lebih tinggi ( 8,1+1,4 vs 5,7+1,3 mg/dL) pada pasien DM tipe 2 dengan
neuropati dibandingkan tanpa neuropati. Terdapat korelasi bermakna, AUS
dengan NDS baik pada pasien DM tipe 2 dengan neuropati (rs= 0,934; p<0,001).
Peningkatan stadium NDP berhubungan dengan derajat kerusakan dari neuron
yang terlibat. Penelitian Kiani et al. (2014) menunjukkan hubungan kadar AUS
dengan NDP. Terdapat perbedaan rerata kadar AUS (4,7+0,96) pada pasien DM
dengan NDP dan (4,36+0,89) mg/dL pada pasien DM tanpa neuropati (p=0.019).
Diperlukan studi lanjutan untuk mengetahui peranan AUS pada perkembangan
dan progresivitas dari NDP.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Bagan di bawah ini menunjukkan mekanisme yang mungkin terjadi dan
menjadi landasan berpikir mengenai korelasi kadar AUS tinggi dengan neuropati
pada penderita DM tipe 2. NDP terjadi akibat hipoksia yang disebabkan
mikroangiopati endovaskular. Disamping itu akibat aktivasi jalur metabolik yang
merangsang reaksi proinflamasi dan cedera langsung dari hiperglikemia
berperanan terhadap terjadinya NDP. Gangguan vaskular disebabkan oleh faktor
risiko dari sindrom metabolik yang berhubungan secara timbal balik dengan
peningkatan resistensi insulin. Sindrom metabolik meliputi hipertensi,
dislipidemia, obesitas, merokok, intake alkohol, dan keadaan resistensi insulin.
Kadar AUS tinggi berhubungan dengan sindrom metabolik melalui resistensi
insulin. Resistensi insulin akan menyebabkan keadaan hiperglikemia yang
merangsang aktivasi jalur metabolik dan reaksi proinflamasi. Kadar AUS tinggi
juga berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi dan kerusakan endotel
vaskuler melalui peningkatan reaksi stres oksidasi. Progresivitas disfungsi endotel
vaskular dan proses inflamasi akan menimbulkan hipoksia saraf. Kerusakan
struktural dan fisiologis saraf perifer ditandai dengan munculnya tanda klinis
neuropati dan perubahan abnormal elektrofisiologis.
32
\
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah
kerangka konsep penelitian bahwa kadar AUS tinggi pada penderita DM tipe 2
berkorelasi dengan NDP dan peningkatan stadium NDP. Faktor-faktor yang
berkorelasi terhadap NDP adalah usia, jenis kelamin, durasi menderita DM, dan
HbA1C dan sindrom metabolik yang akan ditampilkan sebagai kharakteristik
subjek penelitian. Faktor-faktor lain yang berkorelasi dengan neuropati lainnya
seperti penyakit ginjal dan hati kronis, infeksi HIV/AIDS, Morbus Hansen (MH),
neuropati jebakan, keganasan, obat, paparan toksik, dan pemakaian alkohol
dikendalikan pada tahap rancangan penelitian.
Resistensi
Insulin
ROS Poliol AGE/RAGE
Peningkatan respon
Inflamasi
NDP
Gangguan vaskular
Sindrom
metabolik
AUS tinggi
Hiperglikemia
Gambar 3.2
Bagan Kerangka Konsep
Keterangan :
3.3 Hipotesis Penelitian
Kadar AUS tinggi berkorelasi positif dengan NDP pada penderita DM tipe 2.
NDP
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Lama DM
4. HbA1C
5. Hipertensi
6. Obesitas
7. Dislipidemia
KADAR AUS
TINGGI 1. Penyakit ginjal dan hati
kronis
2. Infeksi HIV/AIDS dan
MH
3. Neuropati jebakan
4. Keganasan
5. Konsumsi obat-obatan
6. Riwayat paparan toksin
peptisida, merkuri,
organofosfat, timbal
dan alkohol.
Faktor yang diukur
Faktor yang dikendalikan pada tahap rancangan penelitian
Faktor yang ditampilkan sebagai karakteristik subjek penelitian
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan potong lintang. Subjek
penelitian diambil secara consecutive sampling di bagian poliklinik diabetes dan
ruang rawat inap RSUP Sanglah, Denpasar. Secara lebih jelas dapat digambarkan
dalam diagram berikut:
Gambar 4.1
Bagan Kerangka Penelitian
35
Penderita DM
tipe 2
Kadar AUS
NDP
Tidak NDP
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah mulai bulan April 2014 sampai Agustus
2014..
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup korelasi dibidang neurologi
khususnya subdivisi sistem saraf tepi.
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian
4.4.1 Populasi target
Populasi target penelitian ini adalah semua penderita DM tipe 2.
4.4.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 yang menjalani
perawatan di poliklinik diabetes dan di ruang rawat inap RSUP Sanglah
Denpasar.
4.4.3 Kriteria sampel
Semua penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan
sampai jumlah sampel penelitian terpenuhi.
4.4.3.1 Kriteria inklusi sampel
1. Penderita DM tipe 2.
2. Penderita sadar baik dan kooperatif.
3. Umur 20 - 65 tahun.
4. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed-consent
ikut serta dalam penelitian.
4.4.3.2 Kriteria eksklusi
1. Penderita penyakit ginjal kronis, penyakit hati kronis.
2. Penderita infeksi HIV/AIDS dan Morbus Hansen.
3. Penderita neuropati jebakan
4. Penderita keganasan
5. Riwayat penderita mengalami paparan toksin peptisida, merkuri,
organofosfat, timbal, dan penggunaan alkohol.
6. Penderita mengkonsumsi obat-obatan seperti anti retroviral,
kemoterapi,allupurinol, dan estrogen.
4.4.4 Besar sampel
Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus berikut: (Dahlan, 2005).
dimana :
(Zα)2 PQ = 82 orang
d2
Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 82 orang.
Zα = kesalahan tipe I ditetapkan 5% = 1,96
P = proporsi pasien neuropati pada DM tipe 2 dengan hiperurisemia
sebesar 69 % (Shoeib, 2012).
Q = 1- P = 1- 0,69 = 0,31
n : besar sampel
d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki ditetapkan sebesar
= (1.96)2 x 0,69 x 0,31
(0,1)2
n =
4.4.5 Teknik pengambilan sampel
Sampel pada penelitian ini diambil secara consecutive sampling yaitu
semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
4.5 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : kadar AUS tinggi.
2. Variabel tergantung : NDP
3. Variabel kendali : usia, jenis kelamin, lama DM, dislipidemia, obesitas,
hipertensi, dan HbA1C.
4.6 Definisi Operasional Variabel
1. Definisi DM tipe 2 adalah suatu kelompok penyakit dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan
keluhan poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, dan pemeriksaan
glukosa darah puasa > 126 mg/dL (Konsensus Perkeni, 2011). Data
diperoleh dari rekam medis pasien.
2. NDP ditegakkan dengan pemeriksaan MDNS. Data berskala nominal
yaitu NDP dan tidak NDP. NDP dibagi menjadi stadium 0, stadium 1,
stadium 2, dan stadium 3. NDP memenuhi kriteria stadium 1,2, dan 3.
Tidak NDP memenuhi kriteria stadium 0 (Lampiran 3), (Feldman,1994).
3. Kadar AUS adalah kadar AUS yang diperiksa dengan metode enzymatic
colorimetric dengan alat Synchron CX9 Pro buatan Beckham Coulter,
Amerika Serikat tahun 2000 di laboratorium Patologi Klinik RSUP
Sanglah. Kadar AUS dinilai dalam satuan mg/dL. Data diambil secara
numerik, selanjutnya untuk analisis korelasi digunakan data berskala
nominal dikotomi yaitu AUS rendah/normal dan AUS tinggi. Kadar
AUS rendah/normal bila kadar AUS < 5,5 mg/dL dan tinggi >5,5 mg/dL.
Sesuai dengan penelitian Zharikov et al. (2007), kadar AUS >5,5 mg/dL
dapat menyebabkan gangguan fungsi endotel.
4. Usia: ditentukan dari tanggal atau tahun lahir sampai saat pemeriksaan
berdasarkan kartu tanda penduduk (KTP) atau keterangan keluarga
sesuai rekam medis. Usia yang memenuhi kriteria inklusi 20-65 tahun
dengan pertimbangan sebagian besar pasien DM tipe 2 berusia > 20
tahun dan menghindari sampel pasien DM tipe 1 yang biasanya berusia
<20 tahun. Sedangkan bila usia lebih 65 tahun kemungkinan pasien
menderita beberapa penyakit yang lain berperan sebagai perancu. Data
disajikan dalam bentuk katagorikal. Usia 20-39, 40-59, dan > 60 tahun
(Yang et al., 2010).
5. Jenis kelamin: jenis kelamin penderita sesuai dengan KTP dan
dikelompokkan kedalam skala nominal yaitu laki-laki atau perempuan.
6. Obesitas dihitung berdasarkan indek massa tubuh yang dihitung dengan
rumus: IMT (Indek Massa Tubuh) = Berat Badan (Kilogram)/Tinggi
Badan (meter2) sesuai dengan konsensus perkeni, 2011. Data disajikan
berskala nominal dikotomi. Kriteria untuk obesitas bila IMT > 25,0 dan
tidak obesitas bila IMT < 25,0 (He et al., 2007).
7. Hipertensi adalah penderita dengan tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dengan dua kali pengukuran
pada posisi berbaring atau penderita dengan riwayat hipertensi dan
sedang minum obat antihipertensi (sesuai dengan Eighth Joint National
Committee Classification/JNC VIII) dan dikelompokkan menjadi
hipertensi dan tidak hipertensi.
8. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai oleh
peningkatan maupun penurunan lipid dalam plasma. Data disajikan
dalam bentuk skala nominal dikotomi, yaitu dislipidemia dan tidak
dislipidemia Dislipidemia bila terdapat kelainan lipid yang utama yaitu
kenaikan kadar kolesterol total > 200 mg/dL dan/ atau kolesterol LDL >
130 mg/dL dan/atau penurunan HDL < 35 mg/dL dan/ atau kenaikan
trigliserida > 200 mg/dL (Konsensus Perkeni, 2011).
9. Lama menderita DM tipe 2 adalah waktu dalam hitungan tahun sejak
penderita didiagnosis menderita DM tipe 2 yang diketahui dari
wawancara kepada pasien, keluarga, dan rekam medis penderita. Data
disajikan berskala nominal dikotomi dibagi menjadi lama DM < 5 tahun
dan > 5 tahun (Wheeler et al.,2007).
10. HbA1C merupakan bentuk glikolisasi dari hemoglobin yang dapat
digunakan sebagai indikator dari toleransi glukosa dan regulasi glukosa
pada penderita DM. Kadar HbA1C disajikan berskala katagori nominal
dikotomi, yaitu HbA1C normal/rendah bila kadar HbA1C<7% dan
tinggi bila HbA1C > 7% (Konsensus Perkeni, 2011).
11. Penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan sebagai penderita yang
sudah terdiagnosis gagal ginjal kronis (GGK) atau terduga GGK;
mengalami abnormalitas struktural atau fungsional ginjal yang menetap
dalam 3 bulan dan dimanifestasikan oleh kerusakan ginjal yang
terdeteksi sebagai ekskresi albumin urin abnormal atau GFR dibawah 60
ml/menit/1,73m2 (Milner, 2003). Data diperoleh dari wawancara,
pemeriksaan penunjang, dan catatan medis.
12. Penyakit hati kronis didefinisikan sebagai suatu kondisi medis yang
ditandai dengan kerusakan jaringan hati yang bertahap seiring dengan
perjalanan penyakit, yang dapat menyebabkan fibrosis dan sirosis hati.
Data diperoleh berdasarkan catatan rekam medis pasien.
13. Penderita HIV/AIDS adalah penderita dengan gejala klinis infeksi
HIV/AIDS dan hasil pemeriksaan serologis HIV menunjukkan hasil
positif. Data diperoleh dari wawancara, pemeriksaan penunjang, dan
catatan medis.
14. Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium Leprae, yang menyerang saraf tepi. Data diperoleh dari
catatan rekam medis pasien.
15. Neuropati karena keganasan adalah penderita yang menderita keganasan
berdasarkan catatan rekam medis pasien.
16. Penderita menggunakan obat-obatan seperti, obat kemoterapi, anti
retroviral, alupurinol, dan estrogen dalam 3 bulan terakhir.
17. Paparan toksin adalah penderita dengan riwayat paparan toksin,
termasuk paparan bahan yang mengandung pestisida, merkuri,
organofosfat, dan timbal. Data diperoleh dari wawancara dan catatan
medis penderita.
18. Riwayat peminum alkohol/zat adiktif lain adalah penderita yang
mempunyai kebiasaan minum alkohol/zat adiktif lain secara reguler
selama lebih dari 1 tahun terakhir.
4.7 Alat Pengumpul Data
Data primer diperoleh dari penderita melalui wawancara menggunakan
kuesioner dan lembar pengumpulan data yang digunakan untuk mencatat data
dasar karakteristik penderita dari catatan medis. Kadar AUS diperiksa di bagian
Patologi Klinik, diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric dengan alat
Synchron CX9 Pro buatan Beckham Coulter, Amerika Serikat tahun 2000.
Alat diagnostik yang digunakan untuk menunjang diagnosis suatu NDP
adalah pemeriksaan MDNS dan ENMG. Alat ENMG yang digunakan merek
Dantec keluaran tahun 1992 dengan perangkat lunak ENMG Medtronic di ruang
Poliklinik Saraf Denpasar.
4.8 Prosedur Penelitian
Penderita DM yang dirawat di Instalasi Rawat Inap dan poliklinik diabetes
RSUP Sanglah dan memenuhi kriteria eligibilitas diambil sebagai sampel secara
consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui pemeriksaan
anamnesis kemudian dilakukan pemeriksaan MDNS, serta pemeriksaan hantaran
saraf.
9.4 Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis dengan
program SPSS 16.0 for windows. Analisis dan penyajian data yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Kadar AUS tinggi
NDP
Tidak NDP
Kadar AUS rendah/normal
Populasi Terjangkau: Pasien DM tipe 2 di Poliklinik DM
dan Rawat Inap RSUP Sanglah Denpasar
di RSUP Sanglah, Denpasar
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
di RSUP Sanglah, Denpasar
Kasus
di RSUP Sanglah, Denpasar
Pemeriksaan kadar AUS
ANALISIS DATA
Pemeriksaan NDP
Populasi Target: pasien DM tipe 2
Gambar 4.2
Bagan Alur Penelitian
1. Analisis deskriptif disajikan untuk melihat sebaran usia, jenis kelamin,
lama DM, obesitas, dislipidemia, hipertensi, dan HbA1C.
2. Korelasi kadar AUS tinggi dengan NDP digunakan uji korelasi
coefficient contingency dengan masing-masing berskala nominal. Uji
korelasi variabel nominal dan ordinal juga digunakan uji coefficient
contingency.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dari periode waktu 1 April sampai 31 Agustus 2014, sebanyak 82 orang
penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi yang diperiksa di Poliklinik
DM dan ruang perawatan RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini menggunakan
rancangan studi potong lintang untuk mengetahui korelasi kadar AUS dengan
NDP. Untuk mengetahui korelasi kadar AUS dengan NDP digunakan uji korelasi
coefficient contingency.
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 5.1 menunjukkan data dasar karakteristik subjek penelitian. Rerata
usia, 55.5(33-65) tahun. Kelompok usia 20-39 tahun 3,7%, 40-59 tahun sebesar
67,1%, dan usia ≥ 60 tahun 29,2%. Jenis kelamin laki-laki 54,9% dari seluruh
subjek penelitian. Pendidikan terbanyak adalah tamatan SMA sebesar 34(41,5%).
Sebagian besar subjek bekerja sebagai wiraswasta 21(25,6%). Rerata lama DM,
5(1-20) tahun. Rerata BMI adalah 25,33+3,59 kg/m2. Setelah dikelompokkan,
subjek yang obese 44(53,7%). Subjek yang menderita dislipidemia sebesar
26(31,7%), hipertensi 49(59,8%). Rerata kadar HbA1C(%), 7,36(4,48-13,6)%.
Setelah dikelompokkan menjadi subjek dengan HbA1C tinggi, sebanyak
51(63,3%), dan kadar HbA1C yang rendah/normal sebanyak 31(36,7%).
45
Tabel. 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian
Variabel N (Jumlah) Frekuensi (%)
Usia(tahun),median,(min-mak) 55,5(33-65)
20-39 tahun 3 3,7
40-59 tahun 55 67,1
>60 tahun 24 29,2
Pendidikan sampel
Tidak tamat sekolah 5 6,1
Tamat SD 17 20,7
Tamat SMP 10 12,2
Tamat SMA 34 41,5
Tamat Diploma/S1 16 19,5
Pekerjaan Sampel
Pegawai Negeri 19 23,2
Pegawai Swasta 16 19,5
Wiraswasta 21 25,6
Buruh 9 11,0
Lain-lain 17 20,7
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
45
37
54,9
45,1
Lama DM( tahun), median(min-mak) 5(1-20)
< 5 tahun
≥ 5tahun
31
51
37,6
62,4
BMI(kg/m2), mean+SD 25,33+3,59
Tidak obese
Obese
38
44
46,3
53,7
Dislipidemia
Tidak dislipidemia
Dislipidemia
56
26
68,3
31,7
Hipertensi
Tidak hipertensi
Hipertensi
33
49
40,2
59,8
Kadar HbA1C(%), median (min-mak) 7,36(4,48-13,6)
HbA1C tinggi
HbA1C normal/rendah
51
31
63,2
37,8
NDP
Tidak NDP
NDP
29
53
35,4
64,6
Rerata kadar AUS 5,8(2,9-13,1) mg/dL, dengan kadar AUS tinggi sebanyak
44(53,7%), dan kadar AUS rendah/normal 38(46,3%); subjek yang menderita
NDP 53(64,6%) dengan rincian karakteristik stadium NDP adalah stadium 0:
35,4%, stadium 1: 11,0%, stadium 2: 32,9%, stadium 3: 20,7%.
5.2 Korelasi kadar AUS terhadap NDP
Dari tabel 5.2 menunjukkan korelasi bermakna dengan kekuatan korelasi
sedang dan arah korelasi positif (r= 0,509; p<0,001) kadar AUS dengan NDP.
Tabel 5.2
Korelasi kadar AUS dengan NDP
Variabel NDP Tidak NDP r p
Kadar AUS
0,509 <0,001 AUS normal/rendah 13(24,5%) 25(86,2%)
AUS tinggi 40(75,5%) 4 (13,8%)
Uji korelasi coefficient contingency
Pada tabel 5.3 menunjukkan korelasi dan significancy beberapa variabel
subjek penelitian yang lain. Variabel usia menunjukkan korelasi yang tidak
bermakna terhadap kejadian NDP (r=0,143; p=0,425). Tidak terdapat korelasi
bermakna antara variabel jenis kelamin dengan NDP (r=0,197; p=0,069).
Variabel dislipidemia juga menunjukkan korelasi yang tidak bermakna terhadap
NDP (r=0,650; p=0,553). Variabel lama DM menunjukkan korelasi bermakna
dengan kekuatan lemah serta arah korelasi positif dengan NDP (r=0,303;
p=0,004). Variabel obesitas mempunyai korelasi bermakna dengan NDP dengan
kekuatan lemah dan arah korelasi positif (r=0,227; p=0,035); variabel hipertensi
mempunyai korelasi bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif
terhadap NDP (r=0,356; p=0,001), dan kadar HbA1C mempunyai korelasi
bermakna dan kekuatan korelasi lemah serta arah korelasi positif (r=0,260;
p=0,016).
Tabel 5.3
Korelasi Beberapa Variabel Subjek dengan NDP
Variabel NDP
jumlah (%)
Tidak NDP
jumlah (%) r P
Usia (tahun)
0,143 0,425 20-39 1 (1,9) 2(6,9)
>40-59 35(66,0) 20(69,0)
>60 17(32,1) 7(24,1)
Jenis kelamin
0,197 0,069 Laki-laki 33(73,3) 12(26,7)
Perempuan 20(54,1) 17(45,9)
Lama DM
0,303 0,004* <5 tahun 14(26,4) 17(58,6)
>5 tahun 39(73,6) 12(41,4)
Dislipidemia
0,650 0,553 Tidak dislipidemia 35(66,0) 21(72,4)
Dislipidemia 18(34,0) 8(27,6)
Obesitas
0,227 0,035* Tidak obese 20(37,7) 18(62,1)
Obese 33(37,7) 11(37,9)
Hipertensi
0,356 0,001* Tidak hipertensi 14(26,4) 19(65,5)
Hipertensi 39(73,6) 10(34,5)
HbA1C (%)
0,260 0,016* HbA1C normal 15(28,3) 16(55,2)
HbA1C tinggi 38(71,7) 13(44,8)
*bermakna secara statistik
BAB VI
PEMBAHASAN
Neuropati diabetik perifer merupakan komplikasi mikrovaskular dari
penyakit DM yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta mempengaruhi
kualitas hidup penderita (Valeria et al.,2010). NDP ini bisa karena disebabkan
oleh resistensi insulin pada keadaan DM ataupun kondisi lain yang meningkatkan
resistensi insulin termasuk hipeurisemia oleh karena gangguan metabolik (Li et
al.,2004).
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian diperoleh dari poliklinik diabetes dan ruang perawatan RS
Sanglah Denpasar dengan pemilihan sampel secara consecutive terhadap seluruh
penderita DM tipe 2 yang berobat sampai jumlah sampel terpenuhi. Didapatkan
82 orang penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.
Dari hasil penelitian, usia subjek penelitian adalah 55,5(33-65) tahun.
Proporsi pada masing-masing kelompok umur 20-39; 40-59 dan diatas 60 tahun
yaitu 3,7%; 67,1%; dan 29,2%. Proporsi NDP pada masing-masing kelompok
umur yaitu 1,9%; 66%; dan 32,1%. Prevalensi NDP meningkat secara bertahap
sesuai dengan usia dan lama menderita DM (Wheeler et al.,2007). Usia 20-39
tahun meningkat 3,2%, 40-59 tahun 11,5% dan >60 tahun meningkat 20,4%
(Yang et al.,2010). Studi potong lintang oleh Guirrero et al.,2012, rerata usia yang
menderita NDP adalah 56,9+9,6(26-80) tahun. Penelitian prospective, European
49
Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study tahun 1989-1991 dari
1172 pasien DM tipe 2 didapatkan rerata usia penderita neuropati 32,7+10,2
tahun (Tesfaye et al.,2005). Penelitian prospektif deskriptif di Saudi Arabia
mendapatkan rerata usia penderita NDP yang asimptomatis 49.84±11.85,
sedangkan penderita NDP simptomatis sebesar 52.90+10.21 tahun (Mojaddidi et
al.,2011). Progresivitas dan luasnya mikroangiopati berperanan dalam banyaknya
saraf yang terlibat dalam NDP (Sabanayagam et al.,2009). Peningkatan
prevalensi NDP sesuai dengan usia dan lama DM. Hal ini mungkin berhubungan
dengan karakteristik pembuluh darah dari sistem saraf perifer mempengaruhi
patogenesis terjadinya neuropati. Sistem saraf perifer yang hanya ditutup oleh
perineurium, hanya dapat ditembus oleh beberapa arteriole transperineurial ke
dalam endoneurium, sehingga sangat rentan terhadap iskemia. Ketergantungan
terhadap suplai vaskular, menyebabkan sistem saraf perifer pada pasien diabetes
sangat rentan mengalami gangguan (Yagihashi et al.,2010). Pada penelitian ini
proporsi penderita DM dan NDP pada kelompok usia diatas 60 tahun lebih kecil
dari kelompok umur 40-59 tahun. Hal ini mungkin disebabkan eklsusi kasus usia
lebih dari 65 tahun. Pada usia tua prevalensi neuropati perifer sangat umum
terjadi. Beberapa faktor risiko yang berperan diantaranya rheumatoid artritis,
defisiensi vitamin B12, riwayat hipertensi, sosial ekonomi, pengobatan, dan lain-
lain (Mold et al.,2004).
Subjek laki-laki yang menderita NDP sebesar 64,6%. Tidak terdapat
korelasi bermakna antara jenis kelamin dengan NDP (r=0,285; p=0,069). Hasil
penelitian ini mendukung studi sebelumnya yang dilakukan oleh Fabian et
al.,2007 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna prevalensi NDP
pada laki-laki dan perempuan.
Sebagian besar subjek (25,6%) bekerja sebagai wiraswasta. Kemungkinan
hal ini disebabkan oleh sebagian besar berdomisili di daerah perkotaan. Tingkat
pendidikan subjek sebagian besar tamatan SMA. Hal ini mungkin berkaitan
dengan tingkat pendidikan penduduk perkotaan yang memiliki pendidikan
minimal SMA. Pekerjaan dan pendidikan tidak berhubungan secara langsung
dengan dengan kejadian DM maupun NDP, tetapi lebih banyak berkaitan dengan
keberadaan penduduk perkotaan yang sebagian besar adalah penduduk urban yang
dihubungkan dengan pola hidup. Perubahan pola hidup dan pola makan yang
tidak baik meningkatkan risiko timbulnya DM (Shaw et al.,2010).
Rerata lama DM pada subjek penelitian adalah 5 (1-20) tahun. Terdapat
korelasi bermakna dengan kekuatan sedang dan arah korelasi positif (r=0,303;
p=0,004) antara lama DM dengan NDP. Lama DM merupakan faktor risiko
terjadinya NDP pada studi Diabetes Control and Compilcations Trial selain faktor
hiperglikemia (Tesfaye et al.,2005). NDP merupakan komplikasi mikroangiopati
pada penderita DM tipe 2 yang meningkat prevalensinya sejalan dengan lama
DM. Komplikasi NDP dapat terjadi pada penderita DM melalui berbagai
mekanisme. Faktor hiperglikemia yang lama, genetik dan mekanisme lain seperti
imun akan meningkatkan stres oksidatif dan merangsang jalur-jalur lainnya yang
menyebabkan kerusakan saraf, endotel pembuluh darah, glomerulus, mesangial
dan sel retina (Vincent et al., 2004). Lama maupun usia penderita DM tipe 2
berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi DM. Studi Pittsburg tahun 1950-
1980, dari 567 pasien DM menunjukkan terhadap prevalensi neuropati perifer
meningkat dengan lama dan bertambahnya usia. Korelasi antara usia dan lama
menderita neuropati sangat kuat (r =0.8; p:<0.0001) (Orchad,1990). Rata-rata
lama DM tipe 2 pada studi potong lintang didapatkan 8.5+5.7(1-27) tahun
(Guirrero et al.,2012). Pada penelitian ini, rerata lama DM untuk menimbulkan
NDP lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemeriksaan menggunakan
elektrofisiologi untuk mendeteksi NDP yang dapat menjaring NDP subklinis. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Nathan (1993) yang
menunjukkan pemeriksaan dengan alat elektrofisiologi dapat menunjukkan NDP
subklinis, yang ditunjukkan dengan penurunan hantaran saraf baik sensoris
maupun motorik pada penderita DM setelah 5-10 tahun.
Rerata BMI adalah 25,33+3,59 kg/m2. Penderita yang obese sebanyak
53,7%. Obesitas mempunyai korelasi bermakna dengan NDP (r=0,227; p=0,035).
Obesitas, tersendiri ataupun kombinasi dengan sindrom metabolik (HbA1C),
tekanan darah sistolik dan diastolik, kolesterol LDL merupakan faktor risiko
komplikasi neuropati (Tomic et al.,2003). Peningkatan prevalensi neuropati
perifer berkorelasi secara signifikan dan independen dengan berat badan (p<0,01).
Obesitas dan trigliserida berhubungan dengan hilangnya akson saraf kecil yang
tidak berselubung mielin. Lebih jauh dikatakan obesitas berhubungan dengan
edema yang mengawali terjadinya fenomena jepitan yang mengganggu barier
sehingga kekurangan nutrisi pada jaringan saraf yang rentan. Obesitas bersama
dengan sindrom metabolik yang lain menyebabkan peningkatan resistensi insulin
(Yagishasi et al.,2011). DM tipe 2 dan obesitas sendiri mempunyai hubungan
yang komplek. Studi dari Mitrofolous (1992) menyatakan obesitas sebagai
prekursor DM tipe 2 melalui mekanisme resistensi insulin (Hussain et al.,2010).
Subjek yang menderita hipertensi sebesar 59,8%. Terdapat korelasi
bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif (r=0,356; p=0,001)
antara hipertensi dengan NDP. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya bahwa
hipertensi merupakan faktor risiko independent pada penyakit makrovaskular,
retinopati dan nefropati (Tesfaye,2004). Hipertensi merupakan komplikasi
pembuluh darah akibat hiperinsulinemia. Resistensi terhadap insulin
meningkatkan reabsopsi natrium di tubulus proksimal ginjal (Yagihashi et al.,
2011).
Subjek yang menderita dislipidemia sebesar 31,7%. Tidak terdapat korelasi
bermakna dislipidemia dengan NDP (r=0,650; p=0,553). Penelitian dislipidemia
sebagai faktor risiko neuropati masih kontroversi. Terdapat perbedaan yang tidak
signifikan, kadar kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida penderita DM tipe 2
yang menderita neuropati somatik dengan tanpa neuropati (Subbalakhsmi et al.,
2013). Pada studi Steno 2, pasien DM tipe 2, yang diterapi intensif dengan statin
mengurangi risiko neuropati otonom, tetapi tidak pada NDP. Studi yang berbeda
ditemukan bahwa dislipidemia merupakan faktor risiko independen terhadap
penyakit makrovaskular pada penderita DM tipe 2 (Hussain et al., 2010, Veves
and Caselli,2007). Pada studi pendahuluan, penurunan kadar lipid baik dengan
fibrat dan statin dalam waktu 5 tahun mencegah insiden neuropati sensoris baru.
Dengan terapi fibrat (HR)= 0.52; 95%; CI 0.27–0.98 dan penggunaan statin
(HR=0.65; 95% CI 0.46–0.93; p<0.042. Bukti ini konsisten dengan penelitian in
vitro dan pada binatang yang menunjukkan terapi penurunan kadar lipid
mempunyai efek neuroproteksi melalui perbaikan sel Schwann, jalur poliol, dan
perbaikan aliran darah saraf (Davis,2007).
Pada penelitian ini didapatkan penderita NDP sebesar 64,6%. Prevalensi
NDP pada pasien DM bervariasi dari 10-75%. Nilai ini menggambarkan besarnya
variasi tempat, metode diagnostik, karakteristik populasi dan kualitas kesehatan
antar negara (Lazo,2014). Dyck (2011) melaporkan prevalensi neuropati pada DM
tipe 2 sebesar 45%. Neuropati pada penderita DM merupakan komplikasi yang
umum terjadi dan hampir mengenai 50% penderita diabetes melitus (Modjadidi et
al.,2011). Suatu studi di Meksiko dengan kuisioner Michigan menemukan
prevalensi NDP pada DM tipe 2 sebesar 64% (Ibara et.al.,2012). Pada penelitian
European Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study tahun 1989-
1991, didapatkan 23,3% penderita mengalami neuropati. Pittsburgh epidemiology
of diabetes complications study prevalensi neuropati subklinis pada penderita DM
tipe 2 sebesar 71%. Secara keseluruhan prevalensi neuropati pada penderita DM
tipe 2 diatas usia 30 tahun sebesar 58% (Wheeler et al.,2007). Beberapa
perbedaan dari proporsi penderita DM tipe 2 yang menderita neuropati ini
disebabkan beberapa teknik pemeriksaan yang dipakai oleh pemeriksa. Diagnostik
neuropati sangat dipengaruhi definisi yang digunakan oleh peneliti untuk
menentukan seseorang menderita neuropati, faktor pemeriksa (bias dari
pemeriksa) dan teknik atau metode yang digunakan (Tesfaye et al.,2005).
Diagnostik neuropati yang dilaporkan oleh Dyck(1991) ditegakkan dengan 2
kriteria yaitu ditemukan 1 atau lebih gangguan hantaran saraf atau tes otonom
abnormal dan adanya gejala neuropati atau pada pemeriksaan tes quantitative
sensoris terganggu. Diagnostik NDP dengan metode NCV meningkatkan
sensitivitas dalam menjaring penderita DM tipe 2 yang menderita NDP
dibandingkan dengan metoda lain (Mete et al.,2013). Prevalensi NDP dengan
pemeriksaan elektromiografi lebih tinggi (74,5%) dibandingkan dengan MNSI
(32,1%) dan neurothesiometer (46,2%). Prevalensi yang tinggi juga tergantung
dari penderita DM tipe 2 yang menderita DM yang lama, hipertensi dan kadar
glukosa yang tinggi (Wheeler et al.,2007). Dari 64,4% penderita NDP dapat
dibagi menjadi stadium NDP ringan 11 %, sedang 32,9% dan berat 20,7%.
Laporan penelitian Bansal (2014) menunjukkan NDP ringan 8,06%, sedang,
14,55% dan berat 6,63% dari 29,2% penderita yang mengalami NDP.
Rerata kadar HbA1C adalah 7,36(4,48-13,6)%. Kadar HbA1C mempunyai
korelasi bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif dengan NDP
(r=0,26; p=0,016). Hal ini mungkin disebabkan oleh penilaian terhadap HbA1C
hanya satu titik waktu, sehingga tidak mengetahui penilaian kondisi hiperglikemia
sebelumnya. Penelitian dari Kamran (2010) menujukkan kadar HbA1C
berhubungan dengan neuropati pada penderita DM. Kadar HbA1C lebih dari 10
mg/dL berhubungan dengan neuropati. Kadar HbA1C dihubungkan dengan
komplikasi mikrovaskular (Sabanayagam et al.,2009).
6.2 Korelasi Kadar AUS dengan NDP
Korelasi kadar AUS dengan NDP secara statistik bermakna, dengan
kekuatan korelasi sedang serta arah korelasi positif (r=0,509; p<0,001)). Ini
berarti semakin tinggi kadar AUS kemungkinan mendapatkan NDP semakin
besar. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang menghubungkan kadar
AUS dengan NDP dan derajat keparahan NDP. Penelitian sebelumnya
menunjukkan adanya korelasi kadar AUS dengan skor NDS (r=0,93; p<0,01)
(Papanaz et al.,2011). Kadar AUS mempunyai hubungan positif dengan
perkembangan dari DM tipe 2 (Kodama et al..,2009). Stadium NDP
menggambarkan derajat keparahan dari NDP (Feldman, 1994). Mekanisme
patogenetik dari NDP kurang begitu dimengerti tetapi peranan metabolik dan
defisiensi vaskular yang disebabkan oleh diabetes memegang peranan penting
(Tesfaye and Selvarajah,2012). Hiperurisemia meskipun terlibat dalam
patogenesis dari NDP tetapi masih perlu dibuktikan (Papanaz et al.,2011).
Hiperinsulinemia dan resistensi insulin akibat SM menyebabkan kenaikan kadar
AUS lewat mekanisme langsung maupun tidak langsung, meningkatkan produksi
asam urat atau menurunkan fungsi ekskresi ginjal yang mungkin disebabkan oleh
efek stimulasi insulin terhadap reabsorbsi urat di tubulus proksimal (Manzato,
2007). Konsentrasi AUS merupakan marker pengganti SM yang sangat baik
(Lakka et al., 2002).
6.3 Temuan Penelitian
Dari penelitian ini ditemukan adanya korelasi yang bermakna dengan
kekuatan korelasi sedang serta arah korelasi yang positif antara kadar AUS
dengan NDP (r= 0,509; p<0,001), yang berarti semakin tinggi kadar AUS maka
kemungkinan penderita DM tipe menderita NDP juga semakin besar. Hasil
penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Papanaz et al.,2011. Pada penelitian ini lebih menekankan kriteria NDP yang
menggunakan elektrodiagnostik untuk menilai variabel NDP.
6.4 Kelemahan Penelitian
Penelitian ini masih merupakan penelitian awal untuk melihat proporsi
NDP, serta menilai apakah ada korelasi antara kadar AUS dengan NDP.
Terbatasnya sampel pada penelitian ini dan penelitian yang berbasis pada satu
pusat kesehatan saja, kurangnya petanda biokimia lain untuk mendeteksi
komplikasi mikroangiopati lain serta tidak adanya kontrol merupakan kelemahan
dari penelitian ini. Hasil dari penelitian ini belum dapat digeneralisir di
masyarakat.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dibuat kesimpulan
sebagai berikut:
1. Proporsi kadar AUS tinggi pada penderita DM tipe 2 sebesar 53,7%.
2. Terdapat korelasi bermakna (p<0,001) dengan kekuatan sedang
(r=0,509) serta arah korelasi positif antara kadar AUS tinggi dengan
NDP, yang berarti semakin tinggi kadar AUS maka semakin besar
kemungkinan untuk menderita NDP.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan pemeriksaan kadar AUS untuk mendeteksi kemungkinan
komplikasi NDP dan menjaga kadar AUS tetap normal pada penderita
DM tipe 2.
2. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan metode penelitian kasus kontrol
atau kohort untuk menilai apakah kadar AUS tinggi sebagai faktor risiko
terjadinya NDP pada penderita DM tipe 2.
58
DAFTAR PUSTAKA
Alderman, M.H. 2002. Uric Acid and Cardiovascular Risk. Curr Opin
Pharmacol, 2: 126-130.
Amaro, S., Planas, A.M., Chamorro, A. 2008. Uric Acid administration in
patients with acute stroke; a novel approach to neuroprotection. Expert Rev.
Neurotherapeutics; 8 (2): 259-270.
Ames, B.N., Cathcart, R., Schwiers, E., Hochstein, P. 1981. Uric acid
provides an antioxidant defense in humans against oxidant and radical-caused
aging and cancer= a hypothesis. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A; 78(11): 6858-6862.
Anttila, L., Rouru, J., Penttila, T., Irjala, K. 1996. Normal Serum Uric
Acid Consentrations in Women with Policystic Ovary Syndrome, Human
Reproduction; 11(11): 2405-2407.
Baker, J.F., Schumacher, H.R., Krishnan, E. 2007. Serum uric acid level
and risk for peripheral arterial disease: analysis of data from the multiple risk
factor intervention trial. Angiology; 58(4): 450-457.
Bandaru, P. and Shankar, A. 2011. Association between Serum Uric Acid
Levels and Diabetes Mellitus. International Journal of Endocrinology, 11: 1-6.
Bansal, D., Gudala, K., Muthyala, H., Esam, H.P., Nayakalu, R., Bhansali,
A. 2014. Prevalence and risk factors of development of peripheral diabetic
neuropathy in type 2 diabetes mellitus in a tertiary care setting. Diabetes Invest, 5:
1-8.
Bo, S., Cavalo-Perin, P., Gentile, L., Repetti, E., Pagano, G. 2001.
Hypouricemia and hyperuricemia in type 2 diabetes: two different phenotypes.
Eur. J. Clin. Invest ; 31(4): 318-321.
Calaghan, B.C., Cheng, H.T., Stables, C.L., Smith, A.L., Feldman, E.L.
2012. Diabetic neuropathy: Clinical manifestations and current treatments. Lancet
Neurol, 11: 521–534.
Capasso, G., Jaeger, P., Robertson, W.C., Unwin, R.J. 2005. Uric Acid
and the Kidney: Urate Transport, Stone Disease and Progressive Renal Failure.
Curr Pharm,11: 4153-4159.
Chien, K.L., Chen, M.F. Hsu, et al. 2008. Plasma Uric Acid and The Risk
of type 2 Diabetes in Chinese Community.Clinical chemistry; 54(2): 310-316.
59
Concensus Statement. 1988. Report and Recommendation of The San
Antonio Conference on diabetes neuropathy. American Diabetes Association
American Academy of Neurology. Diabetes care; 11(7): 592-597.
Conen, D., Wietlisbach, V., Bovet, P., Shamlaye, C., et al. 2004.
Prevalence of Hyperuricemia and Relation of Serum Uric Acid with
Cardiovascular Risk Factor in A Developing Country. BMC Public Health, 4: 1-9.
Corry, D.B., Eslami, P., Yamamoto, K., Nyby, M.D., Makino, H., Tuck,
M.L. 2008. Uric acid stimulates vascular smooth muscle cell proliferation and
oxidative stress via the vascular renin-angiotensin system. J. Hypertens; 26(2):
269-275.
Culleton, B.F., Larson, M.G., Kannel, W.B., Levy, D. 2006, Serum Uric
Acid and Risk for Cardiovascular Disease and Death. The Framingham Heart
Study. Ann Intern Med; 131:7-13.
Dahlan, S.M. 2009. Hipotesis Koelatif. Dalam: Dewi, I.J., Editor. Statistik
untuk Kedoktean dan Kesehatan, Edisi ke-4. Jakarta. Salemba Medika. 155-174.
Davis, T.M.E., Yeap, B.B., Davis, W.A., Bruce, D.G. 2008. Lipid
lowering theraphy and peripheral sensory neuropathy in type 2 diabetes: the
Fremantle Diabetes Study. Diabetologia; vol 2. No3: 201-204.
Deghan, A. and Hock, M.V. 2008. High Serum Uric Acid as a novel risk
for type 2 Diabetes. Diabetes Care; vol 31. No.21: 361-362.
Dyck, P.J., Bushek,W., Spring, E.M., Karnes, J., Litch, L.J., O'brien, P.C.,
and Service, F.J. 2011. Diabetic polyneuropathies: update on research definition,
diagnostic criteria and estimation of severity. Diabetes/metabolism research and
reviews. Diabetes Metab Res Rev, 27: 620–628.
Edwards, N.L. 2009. The role of hyperuricemia in vascular disorders. Curr
Opin Rheumatol; 21(2): 132-137.
Fabian,W., Majkowska, L., Stefañski, A., Molêda, P. 2007. Prevalence of
diabetic microangiopathy in patients with type 2 diabetes mellitus managed in the
primary care setting: discrepancies in the opinion of primary care physicians and
diabetologists; Diabetologia Do.wiadczalna i Kliniczna; 7(1): 6-12.
Facchini, F.S., Donascimento, C., Gerald, M.R., Jeannie, W., Yip, X.
1999. Blood Pressure, Sodium Intake, Insulin Resistance, and Urinary Nitrate
Excretion. Hypertension, 33: 1008-1012.
Fang, J., Alderman, M.H. 2000. Serum uric acid and cardiovascular
mortality: The NHANES I epidemiologic follow-up study, 1971–1992. National
health and nutrition examination survey. JAMA; 283(18): 2404-2410.
Feig, D.I., Mazzali, M., Kang, D.H., Nakagawa, T., Price, K., Kannelis,
J., Johnson, R.J. 2006. Serum Uric Acid: A Risk Faktor and a Target for
Treatment?. J Am Soc Nephrol, 17: 69–73.
Feldmen, E.L., Steven, M.J., Thomas, P.K., et al. 1994. A Practical
Two-Step Quantitative Clinical and Electrophysiological Assessment for the
Diagnosis and Staging of Diabetic Neuropathy, Diabetes care; 17(11): 1281-
1289.
Gersch, C., Palii, S.P., Kim, K.M., Angerhofer, A., Johnson, R.J.,
Henderson, G.N. 2008. Inactivation of nitric oxide by uric acid. Nucleosides
Nucleotides Nucleic Acids; 27(8): 967-978.
Guirrero, R.O., Hernandez, B.T., Millan, S.I., Chavez, F.D., Vasquez, C.,
Hoyos,J.C., and Magana, G. 2012. H-Reflex and Clinical Examination in the
Diagnosisof Diabetic polyneuropathy,The Journal of International Medical
Reaserch, 40: 694-700.
Habib, A.A., Brannagan, T.H. 2010. Therapeutic strategies for diabetic
neuropathy. Curr Neurol Neurosci Rep.; 10(2): 92-100.
Hagen, T., Vidal-Puig, A. 2002. Mitochondrial uncoupling proteins in
human physiology and disease. Minerva Med, 93: 41–57.
Hediger, M.A., Johnson, R.J., Miyazaki, H., Endou, H. 2005. Molecular
Physiology of Urate Transport. Physiology, 20: 125–133.
Hinder, L.M., Vincent, A.M., Burant, C.F., Pennathur, S., Feldmen, E.L.
2012. Bioenergetics in diabetic neuropathy: what we need to know. Journal of the
Peripheral Nervous System; 17(Suppl. 2): 10–14.
Hussain, A., Hydrie, M.Z.I., Claussen, B., Asghar, S. 2010. Type 2
Diabetes and obesity. A review Journal of Diabetology; Juni 2:1
http://www.journalofdiabetology.org/
Ibarra, C.T., Rocha, J., Herna´ndez, R.O., Nieves, R.E., Leyva, R.J. 2012.
Prevalence of peripheral neuropathy among primary care type 2 diabetic patients.
Rev Med Chil, 140: 1126–1131.
Ito, H., Abe, M., Mifune, M., et al. 2011. Hyperuricemia Is Independently
Associated with Coronary Heart Disease and Renal Dysfunction in Patients with
Type 2 Diabetes Mellitus. PLosONE 6(11): e27817.
Johnson, R.J., Kang, D.H., Feig, D., Kivlighn, S., Kannelis, J., Watanabe,
S., Tuttle, K.R. 2003. Is there a Pathogenetic Role for Uric Acid in Hypertension
and Cardiovascular and Renal Disease?. Hypertension, 41: 1183-1190.
Kamran, M.A.Z. 2010. Association between High Risk Foot, Retinopathy
and HbA1C Saudi Diabetic Population. Pak J Physiol, 6(2).
Kelly, W.N., and Wortmann, R.L. 1997. Crystal-associated Synovitis:
Gout and Hyperuricemia. In: Kelly, W.N., Harris, E.D., Ruddy, S., Sledge, C.B.,
editors. Textbook of Rheumatology. 5th
. Ed. Philadelphia: WB Saunders. p.1313-
1347.
Kiani, J., Habibi, Z., Tajziehchi, A., et al. 2014. Association between
serum uric acid level and diabetic peripheral neuropathy (A case-control study).
Caspian J Intern Med; 5(1): 17-21.
Kodama, S., Saito,Y., Yachi, et al. 2009. Association between serum uric
acid and development of type 2 diabetes. Diabetes Care; 32(29): 1737-1742.
Kramer, C.K., Muhlen, D.V., Jasral, S.K., Connor, B. 2009. Serum Uric
Acid level improve prediction of incidence type 2 diabetes in individuals with
impaired fasting glucosa. The Rancho Bernando Study. Diabetes Care; 32(7):
1272-1273.
Lakka, H.M., Laaksonen, D.E., Lakka, T.A., Niskanen, L.K., Kumpusalo,
E., Tuomilehto, J. et al. 2002. The Metabolic Syndrome and Total Cardiovascular
Disease Mortality in Middle-aged Men. JAMA, 288: 2709-16.
Lazo, M.A., Antonio, B.O., Pinto, M.E., Ticse, R., Malaga, G., Sacksteder,
K., Miranda, J., Gilman, R.H. 2014. Diabetic Peripheral Neuropathy in
Ambulatory Patients with Type 2 Diabetes in a General Hospital in a Middle
Income Country: A Cross-Sectional Study. PLOS ONE, 9: 1-5.
Lebovits, H.E. 2001. Insulin Resistance: Definition and Consequences.
Exp Clin Endocrinol Diabetes, 2: 135-148.
Lee, W.Y., Park, J.S., Noh, S.Y., Rhee, E.J., Kim, S.W., Zimmet, P.Z.
2004. Prevalence of the Metabolik Syndrome among 40,698 Korean Metropolitan
Subjects. Diabetes Res Clin Pract, 65: 143-149.
Lehto, S., Niskanen, L., Ronnemaa, T., Laakso, M.1998. Serum uric acid
is a strong predictor of stroke in patients with noninsulin-dependent diabetes
mellitus. Stroke; 29(3): 635-639.
Li, Q.,Yang, Z., Lu,B., Wen, J., Ye, Z., Chen, L., et al. 2011. Serum uric
acid level and its association with metabolic syndrome and carotid atherosclerosis
in patients with type 2 diabetes. Cardiovascular Diabetology; 10(7): 1-7.
Li, C., Hsieh, M.C., Chang, S.J. 2013. Metabolik syndrome, diabetes and
hiperuricemia. Current opin rheumatology, 25: 210-216.
Liu, B, Wang, T., Zhao, H.N., Yue, W.W., et al. 2011. The prevalence of
hyperuricemia in China: a meta-analysis; B.et al. BMC Public Health. Available
from: URL:http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/832.
Llewelyn, J.G. 2003. The diabetic neuropathies types, diagnosis and
management. J Neurol Neurosurg Psychiatr; 74 (Suppl. 2): 1115-1119.
Lorenzo, C., Okoloise, M., Williams, K., Stern, M.P., Haffner, S.M. 2003.
The Metabolic Syndrome as Predictor of Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 26:
3153–3159.
Mahmoed, I.H. 2007. Serum Uric Acid Concentration in Patient With
Type 2 Diabetes Mellitus During Diet or Glibenclamid Theraphy. Pak J Med Sci;
23(3): 361-365.
Manzato, E. 2007. Uric Acid: An Old Actor for A New Role. Intern
Emerg Med, 2: 1-2.
Mete T., Aydin Y., Saka, M., et al. 2013. Comparison of Efficiencies of
Michigan Neuropathy Screening Instrument, Neurothesiometer, and
Electromyography for Diagnosis of Diabetic Neuropathy. International Journal of
Endocrinology;Volume 2013, Aticle ID 821745, 7 pages. Available fom: URL:
http://dx.doi.org/10.1155/2013/821745.
Milner, Q. 2003. Pathohyisiology of Chronic Renal Failure. British
Journal of Anesthesia. CEPD Review; 3(5): 130-133.
Modjaddidi, M.A., Aboong, M., Nozha, O.M., Alam, A., El-Bab, M.F.
2011. Early Diagnosis of Diabetic Neuropathy in Almadinah Almunawwarah.
Journal of Taibah University Medical Sciences, 6: 121-131.
Mold, J.W., Vesely, S.K., Kely, B.A., et al. 2004. The Prevalence,
Predictor, and Consequences of Peripheral Sensory Neuropathy in Older Patient. J
Arm BoardFam Pract,17: 309-318.
Nan, H., Qiao,Q., Dong, Y., Gao, W., Tang, B., Qian, R., et al. 2006. The Prevalence of Hyperuricemia in a Population of the Coastal City of Qingdao,
China. J Rheumatol, 33: 1346-1350.
Nakagawa, T., Zharikov, S., Tuttle, K.R., Short, R., Glushakova, O.,
Ouyang, X., Feig, D., Block, E.R., Acosta, J., Patel, J.M., Johnson, R.J. 2005. A
Causal Role for Uric Acid in Fructose-induced Metabolik Syndrome. Am J
Physiol Renal Physiol, 10: 1152-1159.
Nakanishi, N., Okanoto, M., et al. 2003. Serum uric acid and risk for
development of hipertension and impaired fasting glucosa of type 2 diabetes in
Javaness male office workers. European Journal of epidemilogy; 18(6): 523-530.
Nathan, D.M. 1993. Long Term Medication of Diabetes Mellitus. The
England Journal of Medicine; 328(23): 1676-1684.
Orchad, T.J., Dorman, J.S., Maser, R.E., Becker, D.J., Drash, A.L., Ellis,
D., Laporte, R.L., and Kuller, L.H. 1990. Prevalence of Complications in IDDM
by Sex and Duration Pittsburgh Epidemiology of Diabetes Complications Study
II. Diabetes, 39: 1116-1124.
Papanaz, N., Papatheodorou, K., Papazoglou, D., Monastiriotis, C.,
Christakidis, D., Maltezos, E. 2011. Peripheral Neuropathy is Associated With
Increased Serum Levels of Uric Acid in Type 2 Diabetes Mellitus Exp.
Angiology; 62(4): 291-295.
Papazafiropoulou, A., Tentolouris, N., Moyssakis, I., Perrea, D.,
Katsilambros, N. 2006. The potential effect of some newer risk factors for
atherosclerosis on aortic distensibility in subjects with and without type 2
diabetes. Diabetes Care; 29(8): 1926-1928.
Price, K.L., Sautin, Y.Y., Long, D.A et al. 2006. Human Vascular Smooth
Muscle Cells Express A Urat Transporter. J Am Soc Nephrol, 17: 791-795.
Purwata, T.E. 2010. “Kadar TNF-α, ekspresi iNOS dan TNF- α yang
tinggi sebagai faktor risiko nyeri neuropati diabetik” (tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.
Qasi, Y., and Lohr, J.W. 2005. Hyperuricemia. e-Medicine. [Online],[cited
2013 March 12]. Available from: http:/www.emedicine.com/med/topic1112.htm.
Qin, L.V., Meng, X.F., He, F., et al. 2013. High Serum Uric Acid and
Increased Risk of Type 2 Diabetes: A Systemic Review and Meta-Analysis of
Prospective Cohort Studies. PLOS ONE; Vol. 8(2): p. 1-7.
Rayas, A.M. 2005. Pathophysiologiy of Diabetic Neuropathy. in:
Donnelly, R., Horton, E., editors. Vascular Complications of Diabetes: Current Issues in Pathogenesis and Treatment. 2th. Ed. Blackwell Publishing. pp. 85-90.
Rosolowsky, E.T., Ficociello, L.H., Maselli, N.J., Niewczas, M.A., Binns,
A.L., Roshan, B., et al. 2008. High-normal serum uric acid is associated with
impaired glomerular filtration rate in nonproteinuric patients with type 2 diabetes.
Clin. J. Am. Soc. Nephrol; 3(3): 706-713.
Russell, J.W., Golovoy, D., Vincent, A.M., Mahendru, P., Olzmann, J.A.,
Mentzer, A., Feldman, E.L. 2002. High glucose induced oxidative stress and
mitochondrial dysfunction in neurons. FASEB J, 16: 1738–1748.
Sabanayagam, C., Liew, G., Tai, E.S., Shankar, A., Lim, S.C.,
Subramaniam, T., Wong, T. 2009. Relationship between glycated haemoglobin
and microvascular complications: Is there a natural cut-off point for the diagnosis
of diabetes? Diabetologia, 52:1279–1289.
Shankar, A., Klein, B.E., Nieto, F.J., Klein, R. 2008. Association between
serum uric acid level and peripheral arterial disease. Atherosclerosis; 196(2): 749-
755.
Shaw, J.E., Sicree, R.A., Zimmet, P.Z. 2010. Global estimates of the
prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes research and clinical
practice; 8(7): 4-14.
Shoeib, S., Atti, E.A., Dala, A.G., et al. 2012. Is hyperuricaemia one of
the cardiovascular risk factors clustering in type 2 diabetic patients? Life Science
Journal; 9(3): 657-666.
Subbalakshmi, N.K., Sathyanarayana, R.K.N., Adhikari, P.M.R. &
Sheila, R. P. 2013. Infulence of Dyslipidemia on Somatic Neuropathy in Type 2
Diabetes Mellitus. NUJHS; 3(3): pp.1-6.
Tesfaye, S. 2004. Epidemiology and Etiology of Diabetic Peripheral
Neuropathies. Ad Stud Med, 4: 1-8.
Tesfaye, S., Chaturvedi, N., Eaton, S.E., et al. 2005.Vascular Risk Factors
and Diabetic Neuropathy. N Engl J Med; 352(4): 341-350.
Tesfaye, S., Boulton, A.J., Freeman, R., et al. 2010. Diabetic
Neuropathies: Update on Definitions, Diagnostic Criteria, Estimation of Severity,
and Treatments. Diabetes care; 33(10): 1-12.
Tesfaye, S., Selvarajah, D. 2012. Advances in the epidemiology,
pathogenesis and management of diabetic peripheral neuropathy. Diabetes Metab
Res; 28(Suppl. 1): 8–14.
Tomic, M., Poljicanin, T., Renar, I.P., Metelko, Z. 2003. Obesity- A Risk
Factor for Microvascular and Neuropathic Complications in Diabetes?.
Diabetologia Croatica, 32-42.
Tomlinson, D.R. 1999. Mitogen-activated protein kinases as glucose
transducers for diabetic complications. Diabetologia, 42: 1271–1281.
Tseng, C.H. 2004. Independent association of uric acid levels with
peripheral arterial disease in Taiwanese patients with type 2 diabetes. Diabet
Med.; 21(7): 724-729.
Valéria, P., Sassoli, F., et al. 2010. Diabetic Peripheral Neuropathies: A
Morphometric Overview. Int. J. Morphol; 28(1): 51-64.
Va´rkonyi, T., Kempler, P. 2008. Diabetic neuropathy: new strategies for
treatment. Diabetes Obes Metab.; 10(2): 99-108.
Veves, A., and Caselli, A. 2007. Micro-and Macrovascular Disease in
Diabetic Neuropathy in: Veves, A., and Rayas, A.M., editors. Diabetic
Neuropathy Clinical Management, 2th. Ed. Humana Press Tutuwa: New Jersey.
P. 259-274.
Vincent, A.M., et al. 2004. Oxidative Stress in the Pathogenesis of
Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews; 25(4): 612–628.
Waring, W.S., Webb, D.J., Maxwell, S.R.J. 2000. Uric Acid as a Faktor
for Cardiovascular Disease. Q J Med, 93: 707-713.
Warner, D.S., Sheng, H., Batinic-Haberle, I. 2004. Oxidants, Antioxidant
and the Ischemic Brain, Review. The Journal of Experimental Biology, 207:3221-
3231.
Wautier, M.P., Chappey, O., Corda, S., Stern, D.M., Schmidt, A.M.,
Wautier, J.L. 2001. Activation of NADPH oxidase by AGE links oxidant stress to
altered gene expression via RAGE. Am J Physiol, 280: 685–694.
Wheeler, S., Singh, N., Boyko, E,J. 2007. The Epidemiology of Diabetic
Neuropathy. In: Veves, A., Malik, R.A., editors. Diabetic Neuropathy Clinical
Management. 2th. Ed. Human Press: New Jersey. Pp. 7-30.
Widjaja, D. 2004. Diabetic Neuropathy (An Intensive review). Course and
Workshop on Neurophysiology in clinical Practise. Surabaya 10-11 Desember.
Yagihashi, S., Yamagishi, S., Wada, R. 2007. Pathology and pathogenetic
mechanisms of diabetic neuropathy: correlation with clinical signs and symptoms.
Diabetes Res Clin Pract.; 77(Suppl. 1): 184–189.
Yagihashi, S., Mizukami, H., Sugimoto, K. 2011. Mechanism of diabetic
neuropathy: Where are we now and where to go?. Journal of Diabetes
Investigation; 2(1): 1-13.
Yang, W., Lu, J., Weng, J., et al. 2010. Prevalence of diabetes among men
and women in China. N Engl J Med.; 362(12): 1090-1101.
Zhang, M.L., Gao, A.X., Wang, X., Chang, H., Huang, G.W. 2012. Serum
uric acid and appropriate cutoff value for prediction of metabolic syndrome
among Chinese adults. J. Clin. Biochem. Nut; 52 (1): 38–42.
Zharikov, S., Karina, K., Richard, J., Chris, B., Edward, R. 2007. Uric
Acid Reduces Nitrioxide (NO) Bioavailability in Endotelial Cells by Activating
the L-Arginine/Arginase Pathway, The FASEB Journal; 21: 745-751.
Ziegler, D., Rathmann ,W., Dickhaus, T., Meisinger, C., Mielck, A. 2008.
KORA Study Group. Prevalence of polyneuropathy in prediabetes and diabetes is
associated with abdominal obesity and macroangiopathy. Diabetes Care; 31(3):
464-469.
Zoppini, G., Targher, G., Negri, C., Stoico V., Perrone, F., Muggeo, M.,
Bonora, E. 2009. Elevated serum uric acid concentrations independently predict
cardiovascular mortality in Type 2 diabetic patients. Diabetes Care, 32: 1716-
1720.
Surat Kelaikan Etik
Surat Ijin RSUP Sanglah
Lampiran 1
INFORMED CONSENT
Penulis mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/saudara dalam penelitian
ilmiah yang dilaksanakan oleh dr. I Nyoman Darsana.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi positif kadar asam urat
serum tinggi dengan neuropati diabetik perifer pada penderita Diabetes
Mellitus tipe 2 di RSUP Sanglah Denpasar.
Secara keseluruhan, penderita DM RSUP Sanglah Denpasar termasuk
Bapak/Ibu/Saudara akan berperan serta dalam penelitian ini. Dengarkan dengan
seksama informasi ini sebelum Bapak/Ibu/saudara memutuskan apakah
Bapak/Ibu/saudara akan turut berpartisipasi atau tidak. Jangan ragu-ragu untuk
bertanya jika ada hal-hal yang belum dimengerti. Bila Bapak/Ibu/saudara
memutuskan untuk berpartisipasi kami harap Bapak/Ibu/saudara bersedia
dilakukan wawancara, pemeriksaan klinis secara neurologi, pemeriksaan
Elektroneuromiografi (ENMG), serta pemeriksaan laboratorium.
Dalam penelitian ini, peneliti atau petugas yang telah dilatih oleh peneliti
akan mewawancarai dan memeriksa Bapak/Ibu/saudara secara klinis neurologi
terutama menanyakan tentang gejala-gejala neuropati yang Bapak/Ibu/saudara
alami, dan juga mengenai penyakit DM yang Bapak/Ibu/saudara derita. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang ringan. Bapak/Ibu/saudara
diharapkan untuk melaporkan kepada dokter peneliti bila terjadi efek samping
yang tidak diharapkan dalam penelitian ini agar mendapatkan penanganan
selanjutnya. Selama penelitian Bapak/ibu/saudara tidak dikenakan biaya.
Data-data dikumpulkan dalam penelitian ini akan disimpan dalam data
komputer tanpa nama Bapak/Ibu/saudara. Hanya peneliti yang mengetahui data-
data Bapak/Ibu/saudara. Hasil penelitian ini mungkin akan dipublikasikan di
forum ilmiah terbatas tanpa menampilkan identitas Bapak/ibu/saudara.
Sehubungan dengan penelitian ini, bila timbul pertanyaan mengenai
penelitian ini harap menghubungi: dr. I Nyoman Darsana, nomor telepon:
081338158164.
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Telah membaca dengan seksama keterangan/ informasi yang berkenaan dengan
penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti dan bersedia untuk
ikut serta dalam penelitian ini.
Nama
Pasien : …………………….
Saksi : ……………………
Peneliti : ……………………
Tanda tangan
………………………….
………………………….
………………………….
Lampiran 3
LEMBAR PENGUMPULAN DATA
KORELASI KADAR AUS TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK
PERIFER PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RSUP SANGLAH
DENPASAR
Identitas dan Anamnesis Pasien
No. Tanggal Pemeriksaan
1. Pemeriksa 1.
2.
2. No. Rekam Medik
3. Nama
4. Umur
5. Alamat
6. Jenis Kelamin Laki-laki (1)
[ ] Perempuan (2)
7. Pendidikan
Tidak Sekolah (1)
[ ]
SD (2)
SMP (3)
SMA (4)
Akademi/Diploma/PT (5)
8. Pekerjaan
Pegawai Negeri (1)
[ ]
Pegawai Swasta (2)
Wiraswasta (3)
Buruh/Tani (4)
Lain-lain (5)
9. Lama menderita DM (..... tahun)
< 5 tahun (1)
[ ]
> 5 tahun (2)
10. Tinggi badan = .... cm ; Berat badan ( .......kg)
BMI ( ....... kg/m2)
Tidak Obese (1)
[ ]
Obese (2)
11. Kadar HbA1c (........ %)
< 7% (1)
[ ] >7 % (2)
12.
1. Kolesterol total ( … mg/dL)
2. Kadar HDL (….mg/dL)
3. Kadar LDL (.…mg/dL)
4. Trigliserida (.…mg/dL)
Tidak Dislipidemia (1)
[ ]
Dislipidemia (2)
13. Tekanan darah
(Sistolik/diastolik) (…. mmHg)
Tidak Hipertensi (1)
[ ]
Hipertensi (2)
14. Kadar asam urat (…… mg/dL)
AUS normal/rendah (1)
[ ]
AUS tinggi (2)
15. Stadium NDP
Stadium 0
(Tidak neuropati) (0)
[ ]
Stadium 1
(Neuropati ringan) (1)
Stadium 2
(Neuropati Sedang) (2)
Neuropati berat
(Stadium 3) (3)
Lampiran 4
Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS)
1. Pemeriksaan neurologis
Kerusakan Sensoris Skor
Kanan Normal Menurun Tidak ada
1. Vibrasi ibu jari kaki 0 1 2 [ ]
2. Filament 10-g 0 1 2 [ ]
3. Nyeri dorsum manus ibu
jari kaki
Nyeri
0
Tidak nyeri
2
[ ]
Kiri
1. Vibrasi ibu jari kaki 0 1 2 [ ]
2. Filament 10-g 0 1 2 [ ]
3. Nyeri dorsum manus ibu
jari kaki
Nyeri
0
Tidak nyeri
2
[ ]
Tes Kekuatan Otot
Kanan Normal Ringan-
sedang
Berat Tidak
ada
1. Abduksi jari 0 1 2 3 [ ]
2. Ekstensi ibu jari 0 1 2 3 [ ]
3. Dorsofleksi ankle 0 1 2 3 [ ]
Kiri
1. Abduksi jari 0 1 2 3 [ ]
2. Ekstensi ibu jari kaki 0 1 2 3 [ ]
3. Dorsofleksi ankle 0 1 2 3 [ ]
Refleks
Kanan
1. Bisep brakii 0 1 2 [ ]
2. Trisep brakii 0 1 2 [ ]
3. Quadrisep 0 1 2 [ ]
4. Akiles 0 1 2 [ ]
Kiri
1. Bisep brakii 0 1 2 [ ]
2. Trisep brakii 0 1 2 [ ]
3. Quadrisep 0 1 2 [ ]
4. Akiles 0 1 2 [ ]
Total
Keterangan
1. Pemeriksaan sensoris:
a. Rangsang vibrasi. Pemeriksaan menggunakan garputala 128 Hz.
Pemeriksa memegang garpu tala dengan telunjuk dan ibu jari tangan.
Pemeriksaan dengan cara menempatkan garpu tala diatas penonjolan
tulang interphalang distal dorsum jari kaki pertama. Dikerjakan pada
penderita secara bilateral dengan mata tertutup.
Interpretasi setelah penderita tidak merasakan lagi vibrasi :
- Normal (skor 0): bila pemeriksa merasakan vibrasi pada telunjuk
distal kurang dari 10 detik.
- Menurun (skor 1): bila pemeriksa merasakan > 10 detik.
- Tidak ada (skor 2): bila penderita tidak merasakan rangsangan.
b. Pemeriksaan 10-g filament dikerjakan pada dorsum manus jari kaki
pertama, diantara nail fold dan interphalang distal. Penekanan 10-g
filament secara tegak lurus, singkat < 1 detik secara konsisten. Penekanan
10-g terjadi saat alat melengkung. Ditanyakan respon penderita ya/tidak
pada saat mata tertutup. Pemeriksaan dikerjakan secara bilateral sebanyak
10 kali.
Interpretasi :
- Normal (skor 0): bila penderita menunjukkan 8-10 respon “ya”
- Skor 1: 1-7 respon “ya”
- Nilai 2: tidak ada jawaban benar.
c. Pemeriksaan nyeri. diperiksa dengan jarum pentul.
Nyeri : pemeriksaan dengan jarum pentul di dorsum manus ibu jari kaki
pertama.
Interpretasi :
- Nilai 0: respon penderita: ”tidak nyeri”.
- Nilai 2: respon penderita “nyeri”.
2. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan menggunakan palu reflek. Pemeriksaan dilakukan pada
tendon Achilles.
Interpretasi :
- Skor 0: kontraksi otot, dan ada gerakan sendi (normal).
- Skor 1: bila reflek menurun. Hanya kontraksi otot.
- Skor 2: tidak ada reflek.
3. Pemeriksaan kekuatan otot
Interpretasi :
- Nilai 0 (normal) : kekuatan otot normal, mampu
melawan tahanan maksimal
pemeriksa
- Nilai 1 (ringan-sedang) : mempu melawan tahanan ringan
dan sedang pemeriksa
- Nilai 2 (berat) : penderita tidak mampu melawan
gaya berat, tahanan ringan
pemeriksa
- Nilai 3 (tidak ada) : tidak ada kontraksi otot maupun
gerakan sendi.
2. Pemeriksaan studi hantaran saraf/Nerve Conduction Study (NCS)
Pemeriksaan
Latensi distal
mm/s
Amplitudo
mv
KHS
m/s
SNAP
a. Nervus medianus
b. Nervus ulnaris
c. Nervus suralis
CMAP
a. Nervus medianus
b. Nervus peroneus
Keterangan:
1. Pemeriksaan NCS dikerjakan pada ekstremitas non dominan.
2. Dikerjakan pada suhu tubuh 32-33o C
3. Nilai normal pada masing-masing saraf adalah:
a. Nervus medianus
SNAP: latensi distal (2,5-3,18 mm/s), amplitudo (>10 mv), KHS
(>44 m/s).
CMAP: latensi distal (3,15-3,83 mm/s), amplitudo (2,10-6,1 mv),
KHS (53,9-61,5 m/s).
b. Nervus ulnaris
SNAP: latensi distal (2,25-2,83 mm/s), amplitudo (5 mv), KHS
(>44 m/s).
c. Nervus suralis
SNAP: latensi distal (1,73-2,43 mm/s), amplitudo (5 mv), KHS
(>44 m/s).
d. Nervus peroneus
CMAP: latensi distal (3,15-4,39 mm/s), amplitudo (2,8-7,4 mv),
KHS (49,8-56,4 m/s).
Nilai abnormal adalah nilai latensi distal menurun, amplitudo menurun, KHS
menurun diluar nilai normal pada rentang first and 99th percentiles .
Interpretasi Stadium NDP
Stadium 0 : Skor MDNS < 6, dan/ atau gambaran pemeriksaan
hantaran saraf abnormal < 2, atau tidak ada neuropati.
Stadium 1 : Skor MDNS <12, dan/ atau 2 abnormalitas pemeriksaan
hantaran saraf (neuropati ringan).
Stadium 2 : Skor MDNS < 29, dan/ atau 3-4 abnormalitas dari
pemeriksaan hantaran saraf (neuropati sedang).
Stadium 3 : Skor MDNS < 46, dan/ atau 5 atau lebih abnormalitas
hantaran saraf (neuropati berat).
Lampiran 6.
Daftar Subjek Penelitian
No Nama RM Usia
(th) JK Pddk
Peker
jaan
Dislip
idemia HT
Lama
DM
(Th)
BMI
(Kg/
m2)
Kadar
HbA1C
(%)
Kadar
AUS
(mg/dL)
STD
NDP
1 DNI 14019659 60 L SMA Wiras
wasta Tidak Tidak 5.5 25.9 5.74 4.6 2
2 SUW 00933176 51 L SMA PS Ya Ya 12.0 25.0 7.1 7.8 2
3 KA 13006833 45 P SMA PS Tidak Tidak 2.5 24.4 6.6 7.7 3
4 NT 14020365 58 P TS Lain-lain
Ya Ya 2.5 24.0 7.36 7.8 3
5 MSW 13011704 59 P SD Tani Ya Tidak 5.0 30.0 6.6 5.3 2
6 MST 14016633 59 L SMA Lain-
lain Ya Tidak 5.0 32.2 7.36 8.3 2
7 RTN 14023092 59 P SD Wiras
wasta Tidak Ya 10.0 25.0 7.6 3.7 3
8 RDT 00773741 46 L SMA PN Tidak Ya 8.0 29.8 9.45 10.0 2
9 LDR 14036619 49 P SD Lain-
lain Tidak Tidak 2.0 19.5 8.8 4.8 3
10 RTN 14032467 42 P PT PN Tidak Ya 10.0 25.4 11.6 2.9 1
11 SDN 14093881 43 L PT Wiras
wasta Tidak Ya 4.0 22.5 7.8 8.0 3
12 WRN 14038897 65 L SD Wiras
wasta Ya Ya 6.0 25.4 10.29 4.1 2
13 DRM 14035573 45 P SMA Tani Tidak Tidak 1.5 27.0 9.59 3.87 1
14 ASM 14038258 56 L PT Lain-lain
Tidak Ya 15.0 23.5 7.0 7.8 3
15 M SH 14020108 62 L SD Lain-lain
Tidak Ya 4.0 23.9 12.8 8.2 3
16 STM 01301192 51 L SMA Wiraswasta
Tidak Ya 3.0 22.7 8.8 5.8 2
17 WND 00273724 65 L SMA PN Ya Ya 6.0 29.4 7.13 8.0 2
18 WSM 13023363 55 L PT PN Ya Ya 7.0 27.6 8.51 8.8 2
19 SPT 14037490 65 P SMP Wiras
wasta Tidak Ya 3.5 28.0 6.27 7.1 2
20 SKD 13031568 51 L SMA PS Tidak Ya 10.0 25.8 9.99 8.7 2
21 BDH 14031951 44 L SMP Wiraswasta
Tidak Ya 9.0 19.6 10.6 13.1 2
22 SRD 01302335 50 L SMA PS Ya Ya 14.0 35.0 6.12 7.18 3
23 SBR 14039673 53 L SMP Wiras
wasta Ya Ya 2.0 28.0 5.1 7.3 3
24 ANM 01136416 60 L SMA Lain-
lain Tidak Ya 5.0 25.0 6.02 7.0 3
25 SDM 00999546 63 L SMP Tani Tidak Ya 5.0 28.0 7.4 6.0 2
26 SNM 00836844 65 P SMP Lain-
lain Tidak Tidak 16.0 20.8 5.34 6.8 1
27 FTM 14033382 58 P SD Wiras
wasta Tidak Tidak 4.0 24.0 11.11 5.0 1
28 SFl 14012252 59 L SMA Wiras
wasta Ya Ya 13.0 25.1 7.85 9.9 3
29 JNT 14017905 62 P SD Buruh Tidak Ya 8.0 27.7 6.5 9.2 2
30 ST M 01609536 57 P SMA Lain-
lain Tidak Ya 12.0 30.5 5.59 5.8 1
31 SKD 01043754 63 L PT PS Ya Ya 9.0 30.1 6.9 5.6 1
32 SWS 14037597 65 P SD Lain-lain
Tidak Ya 10.0 30.1 8.68 3.3 3
33 KNG 14040367 61 L TS Tani Ya Ya 13.0 24.8 7.5 11.2 3
34 JGR 00021509 61 P TS PN Tidak Ya 15.0 29.6 5.83 7.0 2
35 ANS 14032572 48 L SMA PS Ya Ya 1.5 24.4 6.7 4.4 1
36 RGP 14029984 46 P SMA Wiras
wasta Tidak Tidak 18.0
24.4
8 10.26 10.5 3
37 JYT 14038038 50 L D3 PN Ya Ya 5.0 26.0 8.2 7.1 2
38 UJS 1400751 62 L SMP Lain-
lain Tidak Tidak 5.0
20.2
8 5.92 9.11 2
39 WDY 14001627 33 L PT PN Tidak Tidak 2.5 25.7
3 9.48 8.0 2
40 EDW 01534759 40 P SMA Wiras
wasta Tidak Tidak 5.0 24.0 9.97 7.9 2
41 SWN 01510595 48 P SMA PS Tidak TIdak 3.0 29.4 7.88 7.98 2
42 MLY 14033062 56 P SMP Wiras
wasta Ya Ya 10.0 23.1 6.9 7.1 3
43 TTL 13013503 59 P SMA Wiras
wasta Tidak Ya 20.0 22.2 8.5 8.9 3
44 BBI 1151874 56 L SD Wiras
wasta Tidak Ya 10.0 20.0 10.7 10.4 1
45 SMT 1402622 55 L PT PN Ya Ya 6.0 25.8 9.0 11.67 2
46 MRT 1139027 51 L PT PS Tidak Ya 10.0 24.8 7.0 8.9 2
47 RMD 0945624 65 L SMA Lain-
lain Tidak Ya 10.0 29.4 7.23 6.9 2
48 LND 0771967 51 L SMA PN Tidak Ya 5.0 29.4 8.76 6.5 2
49 SKW 0975109 55 L SD PN Tidak Ya 6.0 26.0 7.23 5.1 1
50 SRW 1461821 64 L PT PN Tidak Ya 3.0 25.3
9 8.1 8.1 2
51 BRW 0911314 57 P PT PN Ya tidak 15.0 30.0 7.53 5.4 3
52 SFY 14040532 55 L SMA PS Tidak Ya 20.0 24.0 8.4 4.0 2
53 BFA 1402214 65 L SMA Lain-
lain Ya Ya 6.0 29.4 8.61 6.0 2
54 SBR 14033942 52 L SD Tani Ya Ya 8.0 25.7 7.0 4.0 0
55 SSN 10038639 39 P SD Lain-
lain Ya Ya 7.0 19.5 9.0 3.0 0
56 KRY 13011932 39 P SMA PS Tidak Tidak 3.0 25.8 6.9 5.6 0
57 NMP 14038916 58 P SMP Wiras
Tidak Tidak 5.0 25.3
10.4 4.3 0
wasta 9
58 WSD 1601728 56 L SMA PS Tidak Tidak 1.5 20.2 5.6 4.9 0
59 DMP 1577331 50 P SMA PN Tidak Tidak 2.0 20.8 5.4 4.7 0
60 RWG 14038438 52 P SD Tani Tidak Tidak 6.0 18.4 6.4 5.8 0
61 WNW 14036112 59 P SMA Wiras
wasta Ya Tidak 3.0 28.0 9.97 3.1 0
62 WMA 14036121 56 L SD Tani Tidak Tidak 2.0 19.7 9.93 4.9 0
63 MLK 14046041 58 P SMP Lain-
lain Ya Tidak 2.5 22.2 7.24 4.0 0
64 KSJ 1400498 65 P SD Wiras
wasta Tidak Ya 6.0 21.9 10.41 4.3 0
65 BDS 14007513 45 L PT PS Ya Tidak 5.0 32.0 8.27 4.36 0
66 SNN 14012394 63 P SD Tani Tidak Ya 10.0 24.0
6 6.98 6.3 0
67 BDS 270279 47 P PT PN Tidak Tidak 5.0 24.6 4.8 4.8 0
68 KJM 14038955 61 L SMA PN Tidak Tidak 2.0 20.2 13.6 5.2 0
69 RSD 1035474 62 L SMA Wiras
wasta Tidak Ya 3.5 24.6 6.74 5.9 0
70 KRM 163749 51 P PT Lain-
lain Ya Tidak 4.0 29.4 9.0 5.2 0
71 WRD 13030552 46 L SMP wiras
wasta Tidak Ya 3.0 23.8 5.57 4.8 0
72 AAS 14875121 55 P SMA PN Tidak Tidak 5.0 26.7 9.64 5.1 0
73 MRJ 14008415 55 L PT PN Tidak Tidak 2.5 19.6 4.48 4.1 0
74 MRT 14215169 61 L TS Lain-lain
Tidak Ya 4.0 22.2 6.7 5.0 0
75 WTN 870269 48 L SMA PS Ya Ya 6.0 28.0 6.05 5.1 0
76 EHD 1621894 63 P SMA PS Tidak Ya 1.5 22.9 7.0 5.0 0
77 SGR 1402235 41 L SMA Wiras Tidak Tidak 2.5 30.0 5.0 3.0 0
78 SNA 1401365 50 P D3 PN Tidak Tidak 5.0 25.7 6.0 4.0 0
79 SAR 1215900 54 L SMA PS Ya Tidak 2.0 30.5 6.0 5.0 0
80 GAN 14028531 47 P SD PS Tidak Tidak 1.6 18.0 6.0 3.0 0
81 AAST 14037583 55 P SMA PN Tidak Tidak 3.0 24.0 9.64 5.1 0
82 ASA 14054267 65 P SMA Lain-
lain Tidak Ya 8.0 23.8 6.05 5.2 0
Lampiran 6
Hasil Analisis SPSS 16.0
5.1 Karakteristik Dasar Subjek
Descriptives
Statistic Std. Error
Umur Sampel Mean 54.59 .840
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 52.91
Upper Bound 56.26
5% Trimmed Mean 54.94
Median 55.50
Variance 57.801
Std. Deviation 7.603
Minimum 33
Maximum 65
Range 32
Interquartile Range 11
Skewness -.519 .266
Kurtosis -.388 .526
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Umur Sampel .107 82 .021 .954 82 .005
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 20-39 th 3 3.7 3.7 3.7
40-59 th 55 67.1 67.1 70.7
lebih 60 th 24 29.3 29.3 100.0
Total 82 100.0 100.0
Jenis kelamin sampel
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 45 54.9 54.9 54.9
Perempuan 37 45.1 45.1 100.0
Total 82 100.0 100.0
Pendidikan sampel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak tamat sekolah 5 6.1 6.1 6.1
Tamat SD 17 20.7 20.7 26.8
Tamat SMP 10 12.2 12.2 39.0
Tamat SMA 34 41.5 41.5 80.5
Tamat Diploma 16 19.5 19.5 100.0
Total 82 100.0 100.0
Pekerjaan Sampel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Pegawai Negeri 19 23.2 23.2 23.2
Pegawai Swasta 16 19.5 19.5 42.7
Wiraswasta 21 25.6 25.6 68.3
Buruh 9 11.0 11.0 79.3
Lain-Lain 17 20.7 20.7 100.0
Total 82 100.0 100.0
Descriptives
Statistic Std. Error
Lama pasien
DM
Mean 6.562 .4978
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 5.572
Upper Bound 7.553
5% Trimmed Mean 6.185
Median 5.000
Variance 20.317
Std. Deviation 4.5075
Minimum 1.5
Maximum 20.0
Range 18.5
Interquartile Range 7.0
Skewness 1.180 .266
Kurtosis .883 .526
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Lama pasien
DM .196 82 .000 .878 82 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi Lama DM
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 5 tahun 31 37.8 37.8 37.8
> 5 tahun 51 62.2 62.2 100.0
Total 82 100.0 100.0
Descriptives
Statistic Std. Error
BMI Mean 25.3260 .39708
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 24.5359
Upper Bound 26.1160
5% Trimmed Mean 25.2930
Median 25.0500
Variance 12.929
Std. Deviation 3.59567
Minimum 18.00
Maximum 35.00
Range 17.00
Interquartile Range 4.95
Skewness .107 .266
Kurtosis -.367 .526
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
BMI .096 82 .057 .978 82 .171
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi BMI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak Obese 38 46.3 46.3 46.3
Obese 44 53.7 53.7 100.0
Total 82 100.0 100.0
Dilipidemia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Dislipidemia 26 31.7 31.7 31.7
Tidak Dislipidemia 56 68.3 68.3 100.0
Total 82 100.0 100.0
Hipertensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Hipertensi 49 59.8 59.8 59.8
Tidak hipertensi 33 40.2 40.2 100.0
Total 82 100.0 100.0
Descriptives
Statistic Std. Error
HbA1C Mean 7.7935 .20779
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 7.3801
Upper Bound 8.2070
5% Trimmed Mean 7.7097
Median 7.3600
Variance 3.540
Std. Deviation 1.88158
Minimum 4.48
Maximum 13.60
Range 9.12
Interquartile Range 2.63
Skewness .678 .266
Kurtosis .215 .526
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
HbA1C .107 82 .021 .962 82 .015
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi HbA1C
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid HbA1C normal
31 37.8 37.8 37.8
BHbA1C tinggi 51 62.2 62.2 100.0
Total 82 100.0 100.0
Klasifikasi NDP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid NDP 53 64.6 64.6 64.6
Tidak NDP 29 35.4 35.4 100.0
Total 82 100.0 100.0
Descriptives
Statistic Std. Error
Asam Urat Serum Mean 6.2972 .24524
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 5.8093
Upper Bound 6.7851
5% Trimmed Mean 6.1877
Median 5.8000
Variance 4.932
Std. Deviation 2.22072
Minimum 2.90
Maximum 13.10
Range 10.20
Interquartile Range 3.14
Skewness .713 .266
Kurtosis .132 .526
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Asam Urat Serum .128 82 .002 .951 82 .003
a. Lilliefors Significance Correction
Klasifikasi AUS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid AUS normal 38 46.3 46.3 46.3
AUS tinggi 44 53.7 53.7 100.0
Total 82 100.0 100.0
5.2 Analisis Korelasi
Klasifikasi AUS * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP
Total NDP Tidak NDP
Klasifikasi
AUS
AUS
normal
Count 13 25 38
% within Klasifikasi AUS 34.2% 65.8% 100.0%
% within Klasifikasi NDP 24.5% 86.2% 46.3%
AUS tinggi Count 40 4 44
% within Klasifikasi AUS 90.9% 9.1% 100.0%
% within Klasifikasi NDP 75.5% 13.8% 53.7%
Total Count 53 29 82
% within Klasifikasi AUS 64.6% 35.4% 100.0%
% within Klasifikasi NDP 100.0% 100.0% 100.0%
Symmetric Measuresa
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .509 .000
N of Valid Cases 82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
5.3 Tabel 5.3 Korelasi Beberapa Variabel Subjek pada NDP
Klasifikasi Umur * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP
Total NDP Tidak NDP
Klasifikasi Umur 20-39 th Count 1 2 3
% within Klasifikasi Umur 33.3% 66.7% 100.0%
40-59 th Count 35 20 55
% within Klasifikasi Umur 63.6% 36.4% 100.0%
lebih 60 th Count 17 7 24
% within Klasifikasi Umur 70.8% 29.2% 100.0%
Total Count 53 29 82
% within Klasifikasi Umur 64.6% 35.4% 100.0%
Symmetric Measuresa
Value Approx. Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .143 .425
N of Valid Cases 82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Jenis kelamin sampel * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP Total
NDP Tidak NDP
Jenis kelamin
sampel
Laki-laki Count 33 12 45
% within Jenis kelamin sampel
73.3% 26.7% 100.0%
Perempuan Count 20 17 37
% within Jenis kelamin sampel 54.1% 45.9% 100.0%
Total Count 53 29 82
% within Jenis kelamin sampel 64.6% 35.4% 100.0%
Symmetric Measuresa
Value Approx. Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency
Coefficient .197 .069
N of Valid Cases 82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Klasifikasi Lama DNM * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP
Total NDP Tidak NDP
Klasifikasi
Lama DM
< 5 tahun Count 14 17 31
% within Klasifikasi
Lama DNM 45.2% 54.8% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 26.4% 58.6% 37.8%
>5 tahun Count 39 12 51
% within Klasifikasi
Lama DNM 76.5% 23.5% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 73.6% 41.4% 62.2%
Total Count 53 29 82
% within Klasifikasi
Lama DNM 64.6% 35.4% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 100.0% 100.0% 100.0%
Symmetric Measuresa
Value Approx. Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency Coefficient .303 .004
N of Valid Cases 82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Klasifikasi BMI * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP
Total NDP Tidak NDP
Klasifikasi
BMI
Tidak Obese Count 22 18 40
% within Klasifikasi
BMI 55.0% 45.0% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 41.5% 62.1% 48.8%
Obese Count 31 11 42
% within Klasifikasi
BMI 73.8% 26.2% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 58.5% 37.9% 51.2%
Total Count 53 29 82
% within Klasifikasi
BMI 64.6% 35.4% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 100.0% 100.0% 100.0%
Symmetric Measuresa
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .193 .075
N of Valid Cases 82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Dilipidemia * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP Total
NDP Tidak NDP
Dilipidemia Dislipidemia Count 18 8 26
% within Dilipidemia 69.2% 30.8% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 34.0% 27.6% 31.7%
Tidak
Dislipidemia
Count 35 21 56
% within Dilipidemia 62.5% 37.5% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 66.0% 72.4% 68.3%
Total Count 53 29 82
% within Dilipidemia 64.6% 35.4% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 100.0% 100.0% 100.0%
Symmetric Measuresa
Value Approx. Sig.
Nominal by
Nominal
Contingency Coefficient .065 .553
N of Valid Cases 82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Hipertensi * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP Total
NDP Tidak NDP
Hipertensi Hipertensi Count 39 10 49
% within Hipertensi 79.6% 20.4% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 73.6% 34.5% 59.8%
Tidak
hipertensi
Count 14 19 33
% within Hipertensi 42.4% 57.6% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 26.4% 65.5% 40.2%
Total Count 53 29 82
% within Hipertensi 64.6% 35.4% 100.0%
% within Klasifikasi
NDP 100.0% 100.0% 100.0%
Symmetric Measuresa
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .356 .001
N of Valid Cases 82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.
Klasifikasi HbA1C * Klasifikasi NDP Crosstabulation
Klasifikasi NDP
Total
NDP
Tidak
NDP
Klasifikasi
HbA1C
HbA1C
normal
Count 15 16 31
% within Klasifikasi
HbA1C 48.4% 51.6% 100.0%
% within Klasifikasi NDP 28.3% 55.2% 37.8%
BHbA1C
tinggi
Count 38 13 51
% within Klasifikasi
HbA1C 74.5% 25.5% 100.0%
% within Klasifikasi NDP 71.7% 44.8% 62.2%
Total Count 53 29 82
% within Klasifikasi
HbA1C 64.6% 35.4% 100.0%
% within Klasifikasi NDP 100.0% 100.0% 100.0%
Symmetric Measuresa
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .256 .016
N of Valid Cases 82
a. Correlation statistics are available for numeric data only.