korelasi positif kadar asam urat serum tinggi dengan

114
TESIS KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR I NYOMAN DARSANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Upload: vutu

Post on 31-Dec-2016

236 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

TESIS

KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM

TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER

PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

I NYOMAN DARSANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

TESIS

KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM

TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER

PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

I NYOMAN DARSANA

NIM 1014068105

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM

TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER

PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I NYOMAN DARSANA

NIM 1014068105

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL: 9 Desember 2014

Pembimbing I,

Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K)

NIP. 195404201982111001

Pembimbing II,

dr. I.G.N. Purna Putra,Sp.S(K)

NIP. 195403301983031001

Mengetahui

Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program

Pascasarjana Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila,Sp.And.FAACS

NIP. 196412131971071001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K)

NIP. 195902151985102001

Page 5: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 9 Desember 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

No. SK: 4162 / UN.14.4 / HK / 2014

Tertanggal: 31 Oktober 2014

Ketua : Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S (K)

Sekretaris : dr. I Gusti Ngurah Purna Putra,Sp.S (K)

Anggota

1. Dr. dr. Dw. Pt. Gde Purwa Samatra, Sp.S (K)

2. dr. Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha, Sp.S (K)

3. dr. I Made Oka Adnyana, SpS (K)

Page 6: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN
Page 7: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha

Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir

sebagai persyaratan mendapatkan tanda keahlian di bidang neurologi.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah berperan sehingga saya dapat menempuh Pendidikan Dokter

Spesialis I sampai tersusunnya karya akhir ini.

Terima kasih kepada kepada dr.A.A.B.N Nuartha, Sp.S(K) selaku Kepala

Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan keahlian.

Kepada dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK Unud selama pendidikan saya, atas

bimbingan dan tuntunan dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.

Dr.dr.A.A.A. Putri Laksmidewi,Sp.S(K) selaku plt. Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis I Neurologi FK Unud atas kesempatan dan fasilitas

yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

dan penyusunan karya akhir ini.

Kepada Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K) dan dr. I.G.N. Purna

Putra,Sp.S (K), selaku pembimbing, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga

atas segala perhatian, bimbingan, didikan, bantuan, dorongan, dan petunjuk yang

diberikan selama pendidikan dan penyusunan karya akhir ini.

Kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Swastika, Sp.PD

(KEMD), dan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Prof.Dr.dr. Ketut Astawa, Sp.OT (K) M.Kes. atas ijin, kesempatan dan fasilitas

yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan

Dokter Spesialis I FK UNUD/RSUP Sanglah.

Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada dr. Anak Ayu

Sarawati,M.Kes. Direktur RSUP Sanglah Denpasar atas ijin yang diberikan

penulis untuk mengikuti pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di RSUP Sanglah

Denpasar.

Kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Neurologi FK Unud/RSUP

Sanglah, Prof. Dr. dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K), Dr.dr.D.P.G. Purwa

Samatra,Sp.S(K), dr. I.G.N Budiarsa, Sp.S, dr.Anna Marita Gelgel,Sp.S(K), dr.

A.A.A. Meidiary,Sp.S, dr.I Komang Arimbawa,Sp.S, dr. I.B. Kusuma Putra,Sp.S,

dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S, dr.Putu Eka Widyadharma,M.Sc,Sp.S(K),

dr. Kumara Tini, Sp.S, FINS, dr. Ketut Widyastuti,Sp.S, dr. Ni Made

Susilawathi,Sp.S, dr. IA.Sri Indrayani,Sp.S, dr. Ni Putu Witari,Sp.S saya

mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan saran selama saya

mengikuti pendidikan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada

Institusi Kepolisian Republik Indonesia khususnya Kedokteran Kepolisian, atas

segala dukungan dan dorongan kepada penulis yang telah memberikan

kesempatan melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Neurologi FK UNUD/RSUP

Sanglah.

Page 8: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr.Sri Yenni Trisnawati,

Sp.S, M.BioMed., dr. I Made Widyantara,Sp.S,Bio Med.,dr. IA.Sri

Wijayanti,Sp.S,Bio Med, dr. Agus Antara, dr. Bhaskoro Adi Nugroho, dr.

Octavianus Damawan khususnya serta teman sejawat lainnya, peserta PPDS I

Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selama

penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Seluruh

tenaga paramedis di bangsal dan poliklinik neurologi RSUP Sanglah Denpasar

dan tenaga administrasi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP

Sanglah atas jalinan kerjasama dan dorongan semangat selama penulis mengikuti

pendidikan ini.

Kepada keluarga besar saya di Tabanan, ayahanda dan ibunda, kakak saya,

terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengertian, semangat dan dorongannya

baik material maupun moral selama penulis mengikuti pendidikan ini, dan

terakhir, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pasien dan

keluargannya atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis mengikuti

pendidikan dan melaksanakan penelitian ini.

Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Ni

Putu Ayu Puspala Dewi,Amd. Kep dan anak-anak tercinta Ni Putu Devi

Maheswari dan I Made Sastra Wicaksana atas segala pengorbanan, pengertian,

kasih sayang, bantuan, dan doanya selama saya menjalani pendidikan.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan karunia-Nya bagi kita semua.

Denpasar, Nopember 2014

Penulis

Page 9: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

ABSTRAK

KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM

TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK PERIFER

PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Neuropati diabetik perifer merupakan komplikasi kronis dari diabetes

melitus tipe 2, yang meningkatkan risiko ulkus kaki dan kesakitan. Hiperglikemia

kronis merupakan faktor etiologi utama. Tetapi terdapat, peningkatan bukti dari

prediktor vaskuler seperti obesitas, hiperlipidemia dan hipertensi, demikian juga

faktor genetik berperanan dalam patogenesis dari neuropati diabetik perifer. Asam

urat merupakan faktor risiko vaskuler. Peningkatan kadar asam urat serum

berhubungan dengan disfungsi endotel, penyakit jantung iskemik stroke, dan

kematian akibat penyakit kardiovaskuler. Hubungan antara kadar asam urat serum

dengan neuropati diabetik perifer belum diteliti luas. Oleh karena itu kami

meneliti hubungan kadar asam urat serum tinggi dengan neuropati diabetik

perifer. Kami juga mempertimbangkan kemungkinan hubungan kadar asam urat

serum tinggi dengan usia, lipid, hipertensi, obesitas dan HbA1C.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik potong lintang.

Pengambilan sampel dengan metode sampling non random jenis consecutive. Data

dianalisis dengan SPSS 16.0 for window. Analisis deskriptif dilakukan untuk

menentukan proporsi kadar AUS tinggi pada penderita NDP, uji coeficient

contigency untuk menentukan korelasi antara kadar AUS tinggi dengan NDP.

Sampel sebanyak 82 orang, periode April sampai Agustus 2014. Ditemukan

proporsi kadar AUS tinggi pada NDP sebesar 53,7% (N=44), NDP berkorelasi

bermakna (p<0,001), sedang (r=0,509) dengan arah korelasi positif terhadap kadar

AUS tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar AUS semakin tinggi

kemungkinan menderita NDP.

Kata kunci: Kadar AUS tinggi, disfungsi endotel, Neuropati Diabetik Perifer

Page 10: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

ABSTRACT

POSITIF CORRELATION OF HIGH SERUM URIC

ACID LEVELS WITH PERIPHERAL DIABETIC

NEUROPATHY IN TYPE 2 DIABETES MELITUS

PATIENTS AT SANGLAH HOSPITAL

Peripheral diabetic neuropathy is a chronic microvascular complication of

type 2 DM, leading to increased risk of foot ulceration and morbidity. Chronic

hyperglycemia is the most important etiological factor. However, there is

increasing evidence that predictors of vascular risk eg, obesity, hyperlipidemia,

and hypertension as well as genetic polymorphisms, play an additional role in the

pathogenesis of T2DM peripheral neuropathy. Uric acid is probably a

cardiovascular disease (CVD) risk predictor. Raised serum uric acid (SUA) levels

have been associated with endothelial dysfunction, ischemic heart disease, stroke,

PAD, and CVD mortality.In T2DM, elevated SUA levels have been linked with

macrovascular disease. To the best of our knowledge, the association between

SUA and peripheral diabetic neuropathy has not been investigated. Therefore, we

assessed SUA levels in T2DM patients with and without peripheral neuropathy.

We also considered the possible correlations between SUA, ages, lipids,

hypertension, obesity and HbA1C.

This is an observational study with cross-sectional design. The study use

consecutive non-random sampling. Data were analyzed with SPSS 16.0 for

windows. Descriptive analysis was performed to determine the correlation

between peripheral diabetic neuropathy and high uric acid serum levels.

Between April to August 2014, 82 patient’s including to this study. The

study reveal proportion of high uric acid levels in peripheral diabetic neuropathy

was 53,7% (N=44), and showing significantly moderate positive correlation

between high uric acid serum levels and peripheral diabetic neuropathy

(p<0,001), moderate (r=0,509).

This study showed that higher of uric acid serum levels the more likely

patient suffering peripheral diabetic neuropathy.

Keyword: high uric acid levels, endothelial dysfunction, peripheral diabetic

neuropathy

Page 11: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ……………………………………………….. i

PRASYARAT GELAR ………………………………………....... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………………….…………………… iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………… iv

KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ………………………………

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………... vi

ABSTRAK ………………………………………………………... viii

ABSTRACT ………………………………………………………. ix

DAFTAR ISI ………………………………………………………. x

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… xii

DAFTAR TABEL …………………………………………………. xiii

DAFTAR SINGKATAN ...………………………………………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… xvi

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………….... 1

1.1 Latar Belakang …….………………………………...……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………. 4

1.3 Tujuan ……………………………………………………….. 4

1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………… 4

1.4.1 Manfaat Ilmiah ………………………..………………. 4

1.4.2 Manfaat Praktis …………………….…………………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………… 6

2.1 Neuropati Diabetik Perifer.…………………………………… 6

2.1.1 Definisi NDP……………………………..…………..... 6

2.1.2 Gejala klinis dan klasifikasi….…………….....………... 6

2.1.3 Diagnosis dan stadium NDP……………….…………... 9

2.1.4 Patofisiologi NDP…………………………..…………... 10

2.2 Asam Urat ……………………………………………………. 20

2.3.1 Peranan asam urat …………………………………..…. 22

2.3.2 Asam urat dan kardiovaskular ……………………….... 24

2.3.3 Asam urat dan sindrom metabolik ……..……………… 26

2.3 Asam Urat dan Neuropati Diabetik ….……………...……. 30

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 32

3.1 Kerangka Berpikir……………………………………………... 32

3.2 Kerangka Konsep …………………………………………...... 33

3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………….. 34

BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………. 35

4.1 Rancangan Penelitian ………………………………………… 35 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………... 36

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………. 36

Page 12: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………… 36

4.4.1 Populasi target………………………………………….. 36

4.4.2 Populasi terjangkau …………………………………… 36

4.4.3 Kriteria sampel ………………………………………… 36

4.4.3.1 Kriteria inklusi sampel ………………………... 36

4.4.3.2 Kriteria eksklusi sampel ………………………. 37

4.4.4 Besar Sampel ………………………………...………... 37

4.4.5 Teknik pengambilan sampel ………………………….... 38

4.5 Variabel Penelitian ……………………………………………. 38

4.6 Definisi Operasional Variabel ………………………………... 38

4.7 Alat Pengumpul Data ………………………………………… 42

4.8 Prosedur Penelitian …………………………………………... 42

4.9 Analisa Data ………………………………………………….. 43

BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………… 45

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ……………………………… 47

5.2 Korelasi Kadar AUS terhadap NDP ………………………….

BAB VI PEMBAHASAN ………………………...……………… 49

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ………………………………. 50 6.2 Korelasi Kadar AUS dengan NDP …………….…………………. 55

6.3 Temuan Penelitian ………………………………………………….. 56

6.4 Kelemahan Penelitian …………………………………………….. 56

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………………………….. 58

7.1 Simpulan …………………………………………………….. 58

7.2 Saran ………………………………………………………... 58

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….. 59

KETERANGAN KELAIKAN ETIK ……………………………. 68

SURAT IJIN ………………………………………………………. 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………….. 70

Page 13: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Jalur Poliol …………………….…………………………………… 12

2.2 Peranan Aldosa reduktase pada cedera iskemik/reperfusi …............. 13

2.3 Reaksi AGE dan RAGE dalam patogenesis neuropati diabetika …… 14

2.4 Mekanisme Pembentukan ROS pada Hiperglikemia ………………. 19

2.5 Patogenesis Neuropati Diabetika …………………………………... 20

2.6 Bagan Metabolisme Purin dan Pembentukan Asam Urat ………….. 21

2.7 Bagan Pengaruh Asam Urat pada Otot Polos Vaskuler ……………. 28

2.8 Hubungan Komponen Sindrom Metabolik, Resistensi Insulin dan

Hiperurisemia …..…………………………………………….……. 30

3.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………… 33

3.2 Bagan Kerangka Konsep…………………………………………….. 34

4.1 Bagan Kerangka Penelitian………………………………………….. 35

4.2 Bagan Alur Penelitian……………………………………………...... 43

Page 14: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Klasifikasi Neuropati Diabetik…………………………………….... 8

2.2 Stadium NDP …….……………………………………………….... 10

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ………………………………….... 46

5.2 Korelasi Kadar AUS pada NDP ……………………………………. 47

5.3 Korelasi Beberapa Variabel Subjek pada NDP ……………………. 48

Page 15: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA

SINGKATAN

AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome

AGE : Advance Glication End product

AUS : Asam Urat Serum

CVD : Cardio Vascular Disease

CAVT : Cardiovascular Autonomic Function Testing

DCCT : Diabetes Control and Complications Trial

DM : Diabetes Melitus

DAG : Diacylglycerol

EDS : Electro-Diagnostic Studies

eNOS : ekstracellular Nitric Oxide Synthase

ENMG : Electroneuromyography

ERK : Ekstraselular-signal Regulator Kinase

GFR : Glomerulo Filtration Rate

GSH : Gluthatione

GGK : Gagal Ginjal Kronis

HDL : High Density Lipoprotein

HIV : Human Immunodefisiency Virus

IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus

IL : Interleukin

IMT : Indek Massa Tubuh

JK : Jenis Kelamin

KHS : Kecepatan Hantar Saraf

LDL : Low Density Lipoprotein

LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

MAP : Mitokondrial Action Potential

MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase

MDNS : Michigan Diabetic Neuropathy Score

MH : Morbus Hansen

NAD : Nicotinamide Adenine Dinucleotide

NADP : Nicotinamide Adenine Dinucleotide

Phosphate

NAD+ : Nicotinamide Adenin Dinukleotide Dioksida

NCEP : National Cholesterol Education Program

NCS : Nerve Conduction Study

ND : Neuropati Diabetik

NDP : Neuropati Diabetik Perifer

NDS : Neuropathy Diabetic Score

NF-kB : Nuclear Factor-kB

NGF : Nerve Growth Factor NGF : Nuclear Growth Factor

NO : Nitric Oxide

NOS : Nitric Oxide Sintase

Page 16: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1

PARP : Poly ADP Ribosa Polymerase

Pddk : xv Pendidikan

PGK : Penyakit Ginjal Kronis

PKC : Protein Kinase C

PT : Perguruan Tinggi

QST : Quantitative Sensory Testing

RAGE : Receptor Advance Glication End Product

RM : Rekam Medis

ROS : Reactive Oxigen Species SDH : Sorbitol Dehydrogenase SOD2 : Super Oxide Dismutase 2

SOD3 : Super Oxide Dismutase 3

SM : Sindrom Metabolik

TGF-β : Tumor Growth Factor-β

TNF-α : Tumor Necrotizing Factor-α

TS : Tidak Sekolah

VEGF : Vascular Endotelial Growth Factor

VSMC : Vascular Smooth Muscle Cell

XO : Xanthine Oxydase

Page 17: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed consent ……………………………………... 70

Lampiran 2 Formulir Persetujuan Tertulis ……………………….. 71

Lampiran 3 Lembaran Pengumpulan Data ……………………….. 72

Lampiran 4 Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS) ……… 74

Lampiran 5 Daftar Subjek Penelitian …………………………….. 78

Lampiran 6 Daftar Analisis Data …………………………………. 83

Page 18: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

semakin meningkat dan menjadi perhatian diseluruh dunia. Tahun 2010 terdapat

kurang lebih 285 juta orang menderita diabetes melitus (DM) di dunia.

Diperkirakan tahun 2030 jumlah penderita DM di dunia mencapai 420 juta orang

(Yan et al.,2010). Di Indonesia, prevalensi DM menurut WHO 1998 diperkirakan

meningkat 250% dari 5 juta penduduk di tahun 1995 menjadi 12 juta pada tahun

2025. Survei Kesehatan Rumah tangga 2001 yang diterbitkan oleh Departemen

Kesehatan RI tahun 2007, menemukan prevalensi DM dikalangan penduduk 25-

64 tahun di Bali sebesar 7,5%. Meningkatnya penderita DM, meningkatkan

prevalensi neuropati penderita diabetes. Neuropati Diabetik Perifer (NDP)

merupakan komplikasi kronis yang paling sering terjadi pada penderita DM.

Hiperglikemia kronis merupakan penyebab utama NDP (Varkonyi et al.,2008).

Terdapat peningkatan bukti sindrom metabolik seperti obesitas, hiperlipidemia,

hipertensi dan merokok sebagai prediktor vaskular terjadinya neuropati (Tesfaye

et al.,2010). Bukti klinis yang menunjukkan terjadi aterosklerosis misalnya

penyakit jantung koroner dan penyakit arteri perifer serta polimorfisme genetik

(Ziegler et al.,2008; Habib and Brannagan, 2010) berperanan dalam mekanisme

patogenesis timbulnya neuropati pada penderita DM.

1

Page 19: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Prevalensi neuropati pada penderita DM selama 25 tahun, lebih dari 40%.

Secara keseluruhan prevalensi neuropati diperkirakan sebesar 28% (Tesfaye et

al.,2010). NDP merupakan komplikasi mikrovaskular kronis yang banyak terjadi

pada penderita DM tipe 2 (Valeria et al.,2010). Timbulnya komplikasi neuropati

meningkatkan angka kesakitan dan risiko amputasi penderita DM (Konsensus

Perkeni, 2011). Pada EURODIAB IDDM complications study, NDP dihubungkan

dengan pengaturan gula darah dan durasi DM. Meskipun 30% prevalensi NDP

berhubungan dengan HbA1C, namun nilainya bervariasi antara 17% sampai 41%

setelah dilakukan penyesuaian terhadap lama DM, dimana HbA1c yang rendah

berhubungan dengan prevalensi yang rendah. Meskipun pengaturan gula darah

yang baik (HbA1C 4,5% sampai 7% pada Diabetes Control and Complications

Trial), masih terjadi penyakit mikrovaskular, diduga terdapat faktor lain yang

terlibat selain kontrol glukosa darah dan lama DM (Tesfaye, 2004).

Kadar Asam Urat Tinggi (AUS) berhubungan dengan kejadian komplikasi

makrovaskular dan mikrovaskular pada penderita DM (Ito et al.,2011). Hubungan

kadar AUS tinggi dengan DM dilaporkan dalam beberapa studi (Nakanishi et al.,

2003; Deghan et al.,2008; Chen et al.,2008; Kramer et al.,2009; Kodoma et

al.,2009). Peningkatan kadar AUS telah dihubungkan dengan disfungsi endotel

(Edwards, 2009), penyakit jantung iskemik, stroke, penyakit arteri perifer (Becker

et al.,2007) dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Fang et al.,2000). Pada

DM tipe 2 peningkatan kadar AUS berhubungan dengan resistensi insulin dan

sindrom metabolik (Li et al.,2013). Pada penderita DM tipe 2, terjadi peningkatan

produksi reactive oxigen species (ROS) akibat hiperglikemia kronis melalui

Page 20: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

berbagai mekanisme. Peningkatan ROS akan mengakibatkan stres oksidatif akibat

gangguan keseimbangan penyokong pembentukan radikal bebas (prooksidan) dan

antioksidan. Penderita DM yang mengalami komplikasi mikroangiopati seperti

NDP, terjadi hipoksia yang menyebabkan mikroangiopati endoneural dan

kematian sel neuron perifer. Kerusakan tersebut secara tidak langsung

merangsang proses inflamasi yang mengakibatkan kerusakan neuron. Stres

oksidatif dapat menginduksi kerusakan jaringan saraf perifer pada penderita

diabetes (Yagihashi et al., 2011).

Asam urat merupakan asam organik lemah, hasil dari degradasi nukleotida

urin yang merupakan antioksidan yang memiliki kemampuan menetralisir radikal

bebas dalam plasma terutama hidroksil, superoksida dan peroksinitrit. Asam urat

memiliki kemampuan melindungi secara fisiologis dengan mencegah peroksidasi

lipid. Pada kondisi iskemia, terjadi peningkatan sintesis ROS dan asam urat

karena peningkatan aktivitas xanthine oxidase (Amar et al.,2008).

Hubungan hiperurisemia dengan NDP masih kontroversi. Hiperurisemia

pada penderita DM tipe 2 berhubungan dengan komplikasi makro maupun

mikroangiopati. Pada penelitian Ito et al.,2011, hiperurisemia merupakan

prediktor bebas komplikasi penyakit jantung koroner dan disfungsi ginjal pada

penderita DM tipe 2. Pada penelitian tersebut, terdapat perbedaan tidak bermakna

proporsi NDP pada hiperurisemia dibandingkan dengan normosemia (75%

berbanding 74%; p=0,19). Penelitian lain menunjukkan bahwa pada penderita

DM tipe 2 yang menderita neuropati, kadar AUS lebih rendah karena kebutuhan

AUS sebagai antioksidan berkurang dengan meningkatnya stres oksidatif pada

Page 21: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

penderita DM tipe 2 dengan neuropati (Mahmoed,2007). Tetapi studi potong

lintang oleh Papanaz et al.(2011) menunjukkan kadar AUS secara signifikan lebih

tinggi (8,1+1,4 vs 5,7+1,3 mg/dL) pada pasien DM tipe 2 dengan neuropati

dibandingkan tanpa neuropati. Pengukuran derajat keparahan dengan Neuropathy

Diabetic Score (NDS) mempunyai korelasi bermakna dengan kadar AUS pada

pasien DM tipe 2 dengan neuropati (rs= 0,934, p< 0,001). Penelitian ini juga

didukung oleh Shoeib (2012) yang menunjukkan hubungan neuropati pada

penderita DM tipe 2 dengan hiperurisemia secara signifikan lebih tinggi (69%

berbanding 31%; p=0,01) dibandingkan tanpa hiperurisemia.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah yaitu adakah korelasi positif

kadar AUS tinggi dengan NDP pada penderita DM tipe 2?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi positif kadar AUS tinggi

dengan NDP pada penderita DM tipe 2.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

Untuk mendapatkan data proporsi NDP dan korelasi kadar AUS tinggi

dengan NDP pada DM tipe 2, sehingga dapat dipakai data dasar untuk

pengembangan penelitian dimasa yang akan datang.

Page 22: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

1.4.2 Manfaat praktis

Dengan mengetahui adanya korelasi kadar AUS tinggi dengan NDP pada

DM tipe 2 diharapkan dapat dilakukan deteksi dini dan penatalaksanaan yang

komprehensif terhadap AUS tinggi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup

penderita.

Page 23: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Neuropati Diabetik Perifer

2.1.1 Definisi NDP

Istilah “neuropati” merupakan terminologi yang sangat luas, dimana saraf

tepi mengalami gangguan fungsi yang disebabkan berbagai faktor antara lain

metabolik, trauma, jebakan, penyakit defisiensi, keracunan, gangguan imunologis

dan genetik. ND adalah keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi

akibat kerusakan seluler maupun molekuler yang etiologinya karena penyakit

DM. Polineuropati diabetik menggambarkan keterlibatan banyak saraf tepi dan

distribusinya umumnya bilateral simetris meliputi gangguan motorik, sensoris,

maupun otonom (Tesfaye,2004).

NDP bersifat chronic, distal symetrical sensory motor length dependent

polyneuropathy, merupakan neuropati yang paling sering pada penderita DM dan

diperkirakan mekanismenya akibat perubahan metabolik dan mikrovaskular

sebagai akibat dari hiperglikemia kronis pada pasien DM (Tesfaye,2004).

2.1.2 Gejala klinis dan klasifikasi NDP

Gambaran NDP dapat asimptomatis atau NDP subklinis dan NDP yang

simptomatis atau menunjukkan gejala klinis. Gangguan sensoris merupakan

gangguan yang sering dirasakan pasien. Gangguan rasa getar pada jari kaki paling

sering terkena. Rasa nyeri, suhu, dan rasa raba hilang sesuai dengan distribusi

kaos kaki dan bila ada gangguan sensoris ekstremitas atas bentuknya sesuai

6

Page 24: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

dengan distribusi sarung tangan (glove and stocking distribution). Berdasarkan

hilangnya modalitas sensoris, neuropati dapat dibagi menjadi tipe saraf besar

(terutama hilangnya rasa getar, rasa raba ringan, dan rasa posisi sendi) dan tipe

saraf kecil (terutama hilangnya nyeri dan suhu). Pada kasus yang lebih berat,

hilangnya sensoris dapat meluas ke dada depan dan dinding abdomen, serta

meluas ke lateral sekitar tubuh (Llewelyn, 2003; Callaghan et al.,2012).

Gejala positif adalah nyeri, parastesia, keluhan rasa panas, kesemutan, rasa

dingin, nyeri seperti ditusuk (lancinating), rasa tebal dan alodinia (Widjaja,

2004). Gejala negatif berupa hilangnya rasa sensoris lebih sering terjadi pada

seluruh perjalanan diabetes. Pasien tidak dapat merasakan, mengenal, atau

menggunakan benda kecil. Penderita secara perlahan mengalami kehilangan

kemampuan untuk menilai suhu, perasaan nyeri atau rangsangan yang

mengancam. Hilangnya inervasi dapat menyebabkan atrofi otot-otot kaki,

deformitas seperti jari-jari kaki palu (hammertoes) yang mengakibatkan timbulnya

kallus dan akhirnya ulserasi (diabetic foot ulcer) (Va´rkonyi et al.,2008). Gejala

klinis neuropati diabetik otonom berupa anhidrosis, keringat berkurang, hipotensi

ortostatik, tekanan darah tidak stabil, gastroparesis atau diare, paresis kandung

kencing dan disritmia kardiak. Kasusnya kurang dari 5% dari penderita diabetes.

Impotensi dan fungsi kardiak otonom adalah manifestasi yang sering dari ND

otonom (Valeria et al.,2010).

Page 25: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Tabel 2.1

Klasifikasi NDP (Tesfaye,2004)

I. Neuropati Subklinis

A. Tes Elektrodiagnostik Abnormal

1. Penurunan kecepatan hantar saraf

2. Penurunan amplitudo bangkitan aksi potensial otot atau saraf

B. Pemeriksaan Neurologi Abnormal

1. Tes rangsang getar dan raba

2. Tes suhu panas dan dingin

3. Lain-lain

C. Tes Fungsi Otonom Abnormal

1. Reflek kardiovaskular abnormal

2. Perubahan reflek kardiovaskular

3. Respon biochemical abnormal terhadap hipoglikemia

II. Neuropati Klinis

A. Neuropati Difus

Sensori motor atau distal simetrikal sensorimotor polineuropati

a. Neuropati primary small-fiber

b. Neuropati primary-large fiber

c. Neuropati campuran

Neuropati Otonom

1. Otonomik kardiovaskular

2. Fungsi pupil abnormal

3. Neuropati otonomik gastrointestinal (gastroparesis, konstipasi, diare

diabetik, inkontinensia anorektal)

4. Disfungsi otonomik genitourinaria

B. Neuropati Fokal

1. Mononeuropati

2. Mononeuropati multiplex

3. Amiotropi

Page 26: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Kelainan neurofisiologis berupa penurunan kecepatan hantar saraf (KHS)

sensoris dan motorik terutama bagian distal. KHS sensoris menunjukkan

amplitudo rendah dan latensi distal memanjang, biasanya lebih jelas daripada

perubahan KHS motorik. Amplitudo respon motorik mungkin normal atau

berkurang bila penyakitnya bertambah parah. KHS setinggi segmen proksimal

sering menurun dan respon F memanjang, keduanya menunjukkan demielinisasi

ringan. Elektromiografi biasanya jarang menunjukkan aktivitas spontan abnormal.

Timbulnya aktivitas spontan abnormal dan amplitudo motor unit bertambah

menunjukkan hilangnya akson dengan inervasi kompensatoris (Widjaja, 2004).

NDP tipikal lebih sering pada penderita DM lama, laki-laki dan berbadan tinggi.

Biasanya berhubungan dengan retinopati dan/atau nefropati (Llewelyn et

al.,2003).

2.1.3 Diagnosis dan Stadium NDP

Untuk menegakkan diagnosis NDP sangat komplek, karena gangguannya

menyebabkan timbulnya variasi serat saraf yang terlibat. Untuk memenuhi

klasifikasi NDP pasien membutuhkan penilaian gejala, tanda klinis, tes kuantitatif

sensoris, fungsi otonom, dan pemeriksaan elektrodiagnostik. Direkomendasikan 1

dari 5 kriteria dibawah ini dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati

diabetik, yakni (1). Symptom scoring; (2). Physical examination scoring; (3).

Quantitative Sensory Testing (QST); (4). Cardiovascular Autonomic Function

Testing (cAFT), dan (5). Electro-diagnostic Studies (EDS) (Concencus Statement

San Antonio,1988). Standar diagnosis NDP adalah biopsi saraf. Karena

keterbatasan dan kesulitan dalam biopsi saraf sebagai standar diagnosis,

Page 27: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

elektrodiagnostik mempunyai nilai akurasi yang lebih tinggi sebagai alternatif

prosedur diagnosis untuk menghindari underdiagnosis NDP (Mete et al.,2013).

Beberapa instrumen dipakai untuk menegakkan diagnosis NDP. NDS

merupakan instrumen dengan skor yang lengkap untuk menilai neuropati DM,

tapi sulit dalam aplikasi klinis. Salah satu modifikasi dari NDS adalah Michigan

Diabetic Neuropathy Score (MDNS). NDP dan stadium NDP ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan fisik kuantitas disertai pemeriksaan KHS. Parameter

klinis yang dipilih dalam MDNS memiliki prediksi yang tinggi terjadinya

neuropati diabetik dan berkorelasi dengan NDS, seperti tes vibrasi, fungsi otonom

dan konduksi saraf (Feldman,1994).

Tabel 2.2

Stadium NDP (Feldman, 1994)

Stadium 0 : Skor MDNS < 6, dan/ atau gambaran pemeriksaan

hantaran saraf abnormal < 2, atau tidak ada neuropati.

Stadium 1 : Skor MDNS <12, dan/ atau 2 abnormalitas pemeriksaan

hantaran saraf (neuropati ringan).

Stadium 2 : Skor MDNS < 29, dan/ atau 3-4 abnormalitas dari

pemeriksaan hantaran saraf (neuropati sedang).

Stadium 3 : Skor MDNS < 46, dan/ atau 5 abnormalitas hantaran

saraf (neuropati berat).

2.1.4 Patofisiologi NDP

Banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang patofisiologi

terjadinya NDP tetapi sampai sekarang belum sepenuhnya dipahami. Faktor-

faktor yang diduga berperanan adalah vaskular, metabolik, neutrofik, imun dan

genetik. Studi terbaru menunjukkan kecendrungan suatu multifaktorial

Page 28: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

patogenesis yang terjadi pada pada neuropati diabetik. Beberapa teori yang dapat

diterima saat ini adalah:

2.1.4.1 Teori vaskular (iskemik-hipoksia)

Pada pasien neuropati diabetik terjadi penurunan aliran darah ke

endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat

hiperglikemia. Biopsi pada nervus suralis pada pasien neuropati diabetik

ditemukan adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasia

endotelial dan pembuluh darah yang semunya dapat menyebabkan iskemia.

Iskemia juga menyebabkan terganggunya transpor aksonal, aktivitas Na+/K

+

ATPase yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.

2.1.4.2 Teori Metabolik

Teori ini menerangkan adanya gangguan metabolik akibat dari

hiperglikemia dan atau defisiensi insulin pada satu atau lebih komponen seluler

pada saraf yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dan struktural.

Gangguan ini akan menyebabkan kerusakan jaringan saraf dan mengakibatkan

defisit neurologi.

a. Teori jalur poliol

Pada keadaan normoglikemia, sebagian besar glukosa intrasel di

fosforilasi ke glukosa 6-fosfat oleh heksokinase, hanya sebagian kecil glukosa

masuk jalur poliol. Pada kondisi hiperglikemia, glukosa akan masuk jalur

poliol karena heksokinase jenuh. Terdapat perbedaan utama ekspresi enzim

pada jalur poliol di epineurial arteri dan jaringan endoneurial. Aldosa

reduktase banyak diekspresikan baik di jaringan endoneurial maupun di arteri

Page 29: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

epineurial sedangkan SDH (sorbitol dehydrogenase) sedikit diekspresikan di

endoneurial tapi banyak di arteri epineuron. Aldosa reduktase merubah

glukosa menjadi sorbitol, yang menyebabkan penurunan glutathion dan NO

akibat penggunaan NADPH. Sorbitol yang meningkat dalam sel,

meningkatkan osmolit dalam sel. Sebagai kompensasi untuk keseimbangan

osmolit, mioinositol menjadi berkurang yang menyebabkan fosfatidilinositol

menurun, yang akan menekan produksi DAG (Diacylglycerol) dan akhirnya

menurunkan PKC (bentuk α). Sebagai hasil akhir akan menurunkan aktivitas

Na+/K

+ ATPase. Menurunnya glutathion dan NO juga meningkatkan

kepekaan sel terhadap proses stres oksidatif. Sebaliknya, jalur poliol yang

diatur oleh SDH diaktifkan di dinding vaskular pada keadaan hiperglikemia.

Akibatnya terjadi perubahan reaksi redok dari NAD/NADH, yang

mengkonversi glyceraldehid 3-phosphate (Glycer-3) menjadi asam fosfatidil.

Peningkatan DAG meningkatkan aktivitas PKC (bentuk β ).

Gambar 2.1

Jalur Poliol

Page 30: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Pada keadaan iskemik/reperfusi, peranan aldosa reduktase seperti gambar

2.2. Saat sel mengalami iskemia, pengambilan glukosa diperkuat sebagai

kompensasi pengurangan energi (1). Karena terjadi kerusakan mitokondria

untuk membentuk ATP akibat penurunan oksigen. Kelebihan glukosa akan

masuk ke jalur sorbitol dan asam fosfatidil. Aktivasi aldosa reduktase ini

akan mengurangi glutasion dan deviasi redok sebagai akibat hiperglikemia

(2). Sebagai akibatnya terjadi cedera radikal bebas dan perangsangan PKC

yang memperburuk cedera iskemik (3). Saat reperfusi mulai terjadi

penumpukan aldehid dari radikal bebas dan juga substrat aldosa reduktase

yang memperkuat kerusakan (4).

Gambar 2.2

Peranan Aldosa reduktase pada cedera iskemik/reperfusi

b. Teori Advance Glycation End Products (AGEs)

Page 31: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Peningkatan glukosa intraseluler meningkatkan pembentukan AGE,

melalui glikosilasi non enzimatik protein seluler. Glikosilasi non enzimatik

ini merupakan hasil interkasi glukosa dengan asam amino protein. Pada

awalnya glikosilasi ini bersifat reversibel, tapi lama-kelamaan akan bersifat

irreversibel. (Singleton et al.,2003; Liewelyn et al.,2003; Tesfaye,2004;

Duby et al.,2004). Pada jaringan saraf, seperti sel Schwann, serat saraf dan

sel endotel dari vasa nervosum, semuanya mengekspresikan RAGE. Ketika

AGE berikatan dengan RAGE, terbentuk reaksi stres oksidatif melalui

aktivasi NADPH oksidase. Komplek ik-β-Nuclear Factor akan berpisah pada

masing-masing fraksi ikβα dan NFkβ kemudian bertranslokasi ke nukleus

sebagai faktor transkripsi untuk mengaktivasi gen yang berhubungan dengan

kematian sel atau kehidupan. Sebagai akibatnya terjadi mikroangiopati dan

disfungsi saraf yang menyebabkan nyeri atau perlambatan konduksi saraf.

Gambar 2.3

Reaksi AGE dan RAGE dalam patogenesis neuropati diabetik

Page 32: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

c. Jalur Protein Kinase C

Peranan Protein Kinase C (PKC) sangat penting dalam fungsi saraf dan

memegang peranan penting dalam patogenesis neuropati. Perubahan dalam

jaringan saraf dan peranannya dalam sistem vaskular endoneurial sangat

komplek. Sebagai enzim mayor dalam jalur kolateral glikosilasi sangat

berbeda pada kedua jaringan tersebut (seperti gambar 2.2). Aktivasi jalur PKC

pada ND diperkirakan melalui pengaruhnya pada aliran pembuluh darah dan

gangguan mikrovaskular dibandingkan pengaruh secara langsung pada sel.

PKC mempunyai beberapa struktur khas yang memperantarai reaksi redok.

Prooksidan bereaksi dengan bagian stimulasi aktivitas PKC. Aktivasi PKC

pada sel non neuron terutama disebabkan jalur lipolisis dan pembentukan

DAG. Sekali teraktivasi, PKC mengaktifkan Mithogen Activated Protein

Kinase (MAPK) yang merupakan faktor transkripsi fosforilasi dan

mempengaruhi keseimbangan ekspresi gen (Tomlinson, 1999).

Aktivitas PKC berefek terhadap :

1) Produksi molekul proangiogenik Vascular Endothelial Growth Factor

(VEGF) yang berimplikasi terhadap neovaskularisasi dan karakteristik

komplikasi diabetes.

2) Peningkatan aktivitas vasokontriktor endotelin-1 dan penurunan aktivitas

vasodilator endotelhelial nitric oksida sinthase (eNOS).

3) Produksi molekul fibrinogenik serupa Tumor Growth Factor- β (TGF-β)

yang akan memicu deposisi matrik ekstraselular dan material membran

basal.

Page 33: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

4) Produksi molekul prokoagulan plasminogen activator inhibitor-1(PAI-1),

memicu penurunan fibrinolisis dan kemungkinan terjadi oklusi vaskuler.

5) Produksi sitokine proinflamasi oleh sel endotel vaskuler.

2.1.4.3 Proses Pronflamasi

Jaringan saraf pada diabetes juga mengalami reaksi proinflamasi yang

menimbulkan gejala dan memperkuat perkembangan ND. Jaringan saraf pada

diabetes baik pada manusia maupun binatang mempunyai makrofag dan limfosit

yang melepaskan Tumor Necrotizing Factor-α (TNF-α) dan Interleukin (IL).

Penghambatan pelepasan sitokin atau migrasi makrofag dihubungkan dengan

perbaikan kecepatan hantar saraf (Yagihashi et al.,2011). Reaksi proinflamasi

sendiri merangsang hiperaktivitas jalur poliol dan peningkatan pembentukan

AGE. Kadar TNF-α dalam plasma telah dibuktikan sebagai faktor risiko

terpenting dan paling konsisten terhadap kejadian nyeri neuropati diabetik

(Purwata, 2010).

2.1.4.4 Peranan Faktor Selular dan Tropik

Kekurangan neutrophin memegang peranan penting dalam patogenesis

NDP. Produksi Neutrophin Growth Factor (NGF) tertekan pada kulit serta

penggantian NGF memperbaiki proses patologi small fiber dan otonom pada

binatang yang menderita diabetes. Penggunaan NGF secara klinis masih belum

sukses dalam perbaikan neuropati. Saat hal ini, faktor seluler yang berasal dari

sumsum tulang ditemukan memproduksi chemeric cell pada saraf binatang yang

merusak saraf dan beberapa faktor sel lain juga diperkirakan berpengaruh.

Page 34: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

2.1.4.5 Peranan radikal bebas

Stres oksidatif didefinisikan sebagai gangguan keseimbangan antara

penyokong pembentukan radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang

mengakibatkan suatu kerusakan. Proses pembentukan oksidan secara alamiah

diantaranya adalah transpor elektron mitokondria, oksidatif beberapa

neurotransmiter seperti norepinefrin dan dopamin, fase awal selama kondisi

hipoksia dan iskemia dapat mengakibatkan pembentukan oksidan yang

selanjutnya dapat merusak jaringan. Beberapa radikal bebas dibentuk tubuh untuk

fungsi yang spesifik. Terdapat 3 radikal bebas dari ROS yang penting bagi proses

fisiologi normal yaitu superoksida, hidrogen peroksida, dan nitrit oksida. Radikal

bebas ini membentuk oksigen tunggal reaktif, radikal hidroksil dan peroksinitrit

yang dapat merusak protein, lipid dan DNA. Kerusakan ini dapat menurunkan

aktivitas biologi sel, hilangnya metabolisme energi, sinyal sel, transporasi dan

beberapa fungsi utama sel. Kumpulan dari kerusakan tersebut dapat menyebabkan

kematian sel melalui mekanisme nekrosis dan apoptosis. Stres oksidatif dapat

dilacak terutama melalui pembentukan superoksida dan nitrit oksida (Warner et

al., 2004).

Hiperglikemia kronis menyebabkan stres oksidatif pada jaringan yang

cendrung menyebabkan pasien DM mengalami komplikasi (Russell et al.,2002).

Mekanisme yang mendasari stres oksidatif pada hiperglikemia kronis dan

perkembangan dari neuropati telah diperiksa pada model binatang. Pada NDP

bukan saja terjadi kerusakan neuron tetapi kemampuan untuk beregenerasi juga

terganggu, khususnya pada small caliber fiber. Mekanisme yang mengawali

Page 35: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

hilangnya regenerasi sel saraf termasuk kerusakan kerja insulin, hilangnya sistem

growth factor dan penurunan bentuk spesifik dari PKC. Sel Schwann penting

dalam proses regenerasi neuron juga mengalami kerusakan pada DM akibat

hiperglikemia, hipoksia dan stres oksidatif. Terdapat bukti single-nucleotida

polymorphism genes dari superoksida dismutase mitokondria (SOD2) dan

superoksida dismutase ekstraseluler (SOD3) berisiko meningkatkan

perkembangan neuropati (Rayas, 2005).

Pemberian antioksidan pada percobaan tikus yang mengalami diabetes

menunjukkan perbaikan penurunan KHS, perbaikan aliran darah dan struktur

saraf. Bersamaan dengan pembentukan radikal bebas selama proses glikolisis,

mitokondria mempunyai peranan penting dalam kematian sel melalui aktivasi

sinyal sel spesifik dan sistem endonuklease. Hiperglikemia menginduksi

perubahan mitokondria termasuk pelepasan sitokrom C, aktivasi caspase 3,

perubahan biogenesis dan fisiion yang menyebabkan program kematian sel.

Hiperglikemia menyebabkan transpor elektron yang berlebihan dan menghasilkan

oksidan yang banyak pada mitokondria. Hal ini mengakibatkan berkurangnya

mitokondrial action potential (MAP) dan energi untuk pembentukan ATP

berkurang. Dukungan neutropik juga mengalami gangguan akibat perubahan

mitokondria yang menyebakan berkurangnya neutrophin-3 dan nerve growth

factor (NGF). Organel sel yang lain seperti apparatus golgi dan retikulum

endoplasma juga berperanan dalam pembentukan radikal bebas, bukan saja

melalui apoptosis tetapi juga kematian akibat autofagi. Stres nitrooksidatif

Page 36: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

bersama aktivasi PARP juga menyebabkan disfungsi dan kematian sel akibat

hiperglikemia (Yagihashi et al.,2011).

Gambar 2.4.

Mekanisme Pembentukan ROS pada Hiperglikemia (Vincent,2004)

Hiperglikemia yang lama menyebabkan hiperaktivitas kaskade metabolik

dari jalur poliol, reaksi AGE/reseptor dan peningkatan ROS. Semua proses

tersebut mengganggu pembuluh darah mikrovaskuler dan jaringan saraf melalui

aktivasi PARP, perubahan PKC, peningkatan MAPK, demikian juga peningkatan

Nuclear Factor-kB (NF-kB), yang menyebabkan perubahan fungsi dan struktur

saraf perifer. Penyimpangan metabolik saraf perifer merangsang reaksi pro-

inflamasi dengan peningkatan pelepasan sitokin, migrasi makrofag, menekan

neurotropin yang merangsang perkembangan kearah neuropati. Sebagai tambahan

iskemia/reperfusi juga merangsang sel saraf termasuk reaksi inflamasi. Faktor lain

Page 37: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

termasuk hipertensi, merokok, resistensi insulin juga berperanan dalam

perkembangan neuropati (Yagihashi et al.,2011).

Gambar 2. 5

Patogenesis Neuropati Diabetik (Yagihashi et al.,2011)

2.2 Asam Urat

Asam urat adalah produk akhir metabolism purin. Purin (adenin dan guanin)

merupakan konstituen asam nukleat. Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi

secara terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA,

sehingga walaupun tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam

jumlah yang subtansial. Asam urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu

reaksi yang dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase (XO).

Metabolisme adenosin triphosfate) (ATP) menyebabkan akumulasi

hypoxanthine. Hypoxanthine dirubah oleh enzim XO menjadi xantin. Pada

jaringan yang non-iskemik, XO yang berada dalam bentuk nicotinamide adenine

dinucleotide (NAD) menurunkan hydrogenase. Selama iskemia, Ca2+

-stimulated

Page 38: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

protease yang menyebabkan pemecahan parsial xanthine dehydrogenase menjadi

XO yang irreversible. XO selanjutnya mengoksidasi xanthine, menghasilkan

asam urat, superoksida dan hidrogen peroksida (Warner et al., 2004).

Gambar 2.6

Reaksi Xanthine Oksidase selama Reperfusion Injury (Becker et al., 1991)

Asam urat (7,9-dihydro-1H-purin-2,6,8(3H)-trione) merupakan asam lemah

yang didistribusikan dalam cairan ekstraseluler sebagai natrium urat. Jumlah asam

urat dalam plasma tergantung pada jumlah makanan atau minuman yang

mengandung purin, biosintesis asam urat dan laju ekskresi urat. Kadar AUS

plasma diatur oleh 4 komponen sistem transpor ginjal yang meliputi proses

filtrasi, reabsorbsi, sekresi dan reabsorbsi paska sekresi. Sejumlah transporer

ginjal turut terlibat dalam pengaturan kadar asam urat dalam plasma seperti urat

transporer 1 (URAT1) yang bertanggung jawab terhadap reabsorbsi urat dan

sejumlah sejumlah transporer ion organik (OAT) seperti OAT1 dan OAT3 dan

ATP-dependent urate export secretion MRP4 yang terlibat dalam sekresi urat.

Pada manusia lebih kurang 90% hasil filtrasi urat dirabsorbsi kembali. Karena

Xanthine

dehydrogenase Xanthine oxydase

ATP ADPAMP Inosine Hypoxanthine Xanthine Uric acid

Adenosin

IMP

Ca influx

Protease

ISCHEMIA REPERFUSION

+2O2 -+2H

+

(H2O2+H+)

+2O2 -+2H

+

(H2O2+H+)

Page 39: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

keterlibatannya yang begitu penting dalam reabsorbsi urat, URAT1 dipercaya

memainkan peranan yang sangat kritis dalam pengaturan kadar AUS (Johnson et

al., 2003; Hediger et al., 2005). Pada diet rendah purin, ekskresi harian adalah

sekitar 0,5 g dan pada diet normal ekskresinya adalah sekitar 1 g per hari.

Produksi tersebut juga meningkat setara dengan perputaran sel akibat penguraian

asam-asam nukleat, seperti pada keganasan. Gagal ginjal menyebabkan asam urat

urea, dan kreatinin terakumulasi. Diuretik tiazid menurunkan ekskresi urat.

Alopurinol, probenesid, kortikosteroid, dan aspirin dosis besar meningkatkan

ekskresi urat. Beberapa faktor yang telah diteliti berpengaruh terhadap kadar AUS

dalam darah adalah umur, jenis kelamin (Liu et al.,2011).

Pada kebanyakan spesies, asam urat akan dimetabolisme menjadi alantoin.

Uricase, suatu enzim hati merubah asam urat menjadi allantoin yang pada

hakekatnya akan menurunkan kadar AUS. Menariknya, pada manusia gen yang

mengatur uricase tidak aktif sehingga mengakibatkan kadar asam urat serum lebih

tinggi dan lebih berfluktuasi dibandingkan dengan mammalia lainnya.

Kebanyakan asam urat diekskresikan lewat urin melalui mekanisme yang

kompleks dengan melibatkan filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus di bagian

awal tubulus convolutus proksimal, sekresi tubulus di bagian akhir reabsorbsi dan

mungkin mengalami reabsorbsi lagi di bagian akhir tubulus proksimal (Hediger et

al., 2005; Capasso et al., 2005).

2.3.1 Peranan asam urat

Asam urat telah diidentifikasi lebih dari 2 abad yang lalu namun beberapa

aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam

Page 40: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

urat merupakan antioksidan cair terbanyak pada manusia, 2/3 dari total

antioksidan yang memiliki kemampuan menetralisir radikal bebas dalam plasma

terutama hidroksil, superoksida dan peroksinitrit dan mungkin memiliki

kemampuan melindungi secara fisiologis dengan mencegah peroksidatif lipid.

Kadar AUS dapat meningkat pada keadaan tertentu seperti diet tinggi purin,

konsumsi alkohol yang berlebihan, perubahan sel atau kematian sel pada

neoplasma atau obat sitotoksik, kelainan metabolisme purin karena faktor genetik,

kelainan fungsi ginjal yang menyebabkan penurunan klirens asam urat, gangguan

ekskresi asam urat yang berhubungan dengan reabsorbsi natrium yang berlebihan

pada beberapa kondisi seperti obesitas, resistensi insulin atau hiperinsulinemia,

hipertensi, diet rendah natrium dan terapi diuretik. Dalam berbagai organ dan

pembuluh darah, konsentrasi lokal asam urat meningkat selama stres oksidatif

akut dan iskemia serta peningkatan konsentrasinya mungkin merupakan

mekanisme kompensasi untuk memberikan efek perlindungan melawan

peningkatan aktivitas radikal bebas.

Berkaitan dengan kondisi iskemik dalam hubungannya dengan kenaikan

kadar AUS perlu dicatat bahwa xanthin oxidoreductase terdapat dalam dua bentuk

yang berbeda. Xanthine dehidrogenase adalah bentuk paling umum yang bekerja

di bawah kondisi fisiologis dan memiliki afinitas yang lebih besar untuk

nicotinamide adenin dinukleotide dioksida (NAD+) dibandingkan dengan oksigen

sebagai akseptor elektron. Dalam kondisi iskemik seiring degradasi ATP menjadi

adenin dan xanthine, terjadi perubahan besar xanthine dehidrogenase menjadi

XO. Proses ini menggunakan molekul oksigen pada tempat NAD+ sebagai

Page 41: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

akseptor elektron dan mengarah pada pembentukan anion superoksida dan

hidrogen peroksida secara paralel dengan kadar AUS seperti yang ditunjukkan

oleh beberapa studi eksperimental. Selama beberapa tahun hiperurisemia telah

diidentifikasi bersama-sama atau dianggap sama dengan gout namun saat ini asam

urat telah diidentifikasi sebagai marker atau petanda untuk sejumlah kelainan

metabolik dan hemodinamik (Waring et al., 2000; Qasi and Lohr, 2005).

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan dan

degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam

urat. Apabila terjadi kelebihan pembentukan asam urat, hambatan pengeluaran

asam urat atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat

darah yang disebut dengan hiperurisemia (Edward, 2009). Angka kejadian

hiperurisemia di masyarakat dan berbagai kepustakaan barat sangat bervariasi,

diperkirakan antara 2,3-17,6%, sedangkan kejadian gout bervariasi antara 0,16-

1,36% (Kelly and Wortmann, 1997). Nan et al.,2006 pada penelitiannya di China

mendapatkan prevalensi hiperurisemia 25,3% dan gout 0,36% pada orang dewasa

usia 20-74 tahun.

2.3.2 Asam urat dan kardiovaskuler

Asam urat merangsang produksi sitokin dari lekosit dan chemokine dari otot

polos pembuluh darah, merangsang perlekatan granulosit pada endotelium, adhesi

platelet dan pelepasan radikal bebas peroksida dan superoksida serta memicu stres

oksidatif (Johnson et al., 2003; Culleton et al., 2006). Dari data-data tersebut

diduga terdapat peranan potensial asam urat atau XO dalam proses terjadinya

disfungsi endotel dan dalam memediasi respon inflamasi sistemik yang berakibat

Page 42: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

pada kejadian kardiovaskular (Johnson et al., 2003). Asam urat diketahui

berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin antioksidan yang paling penting

dalam plasma dengan kontribusi sampai 60% dari seluruh aktivitas pembersihan

radikal bebas dalam serum manusia (Waring et al., 2000; Johnson et al., 2003).

Urat, yakni bentuk asam urat yang larut dalam darah dapat menangkap

superoksida, radikal hidroksil, oksigen tunggal dan juga mempunyai kemampuan

untuk mengikat logam-logam transisi (Johnson et al., 2003). Asam urat dapat

berinteraksi dengan peroxynitrite, suatu produk toksik yang terbentuk dari reaksi

antara anion superoksida dengan NO yang dapat merusak sel melalui proses

nitrosilasi residu protein tirosin (terbentuknya nitrotirosin) dan membentuk donor

NO yang stabil sehingga menyebabkan vasodilatasi dan meminimalkan kerusakan

oksidatif yang diinduksi oleh peroxynitrite (Waring et al., 2000).

Asam urat dapat mencegah degradasi SOD3 yang merupakan enzim penting

dalam mempertahankan fungsi endotel dan vaskular. SOD3 merupakan ensim

ekstraseluler yang mengalkalisasi reaksi anion superokside (O2ˉ) menjadi

hydrogen peroxide (H2O2). Pembuangan anion O2ˉ oleh SOD3 mencegah reaksi

dan inaktivasi anion O2ˉ oleh NO sehingga hal ini membantu mempertahankan

konsentrasi NO dan fungsi endotel dengan baik (Waring et al., 2000; Johnson et

al., 2003). Namun demikian asam urat juga bersifat prooksidatif pada kondisi

tertentu, khususnya bila antioksidan lain berada pada tingkat yang rendah

(Johnson et al., 2003).

Asam urat dapat merangsang oksidatif Low Density Lipoprotein (LDL) in

vitro yang merupakan langkah kunci dalam progresivitas arterosklerosis. Efek

Page 43: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

merusak asam urat pada sel endotel diperkirakan melalui aktivasi leukosit dan

terdapat korelasi yang konsisten antara peningkatan konsentrasi asam urat dengan

marker inflamasi dalam sirkulasi (Culleton et al., 2006). Pengamatan klinis dan

laboratoris memperlihatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah lebih

dari 5,5 mg/dL, dikaitkan dengan disfungsi endotel (Zharikov et al., 2007). Jadi

asam urat mempunyai peranan sebagai antioksidan yang signifikan, baik secara

langsung maupun tidak langsung, asam urat juga dapat menyebabkan kerusakan

vaskuler (Waring et al., 2000).

2.3.3 Asam urat dan sindrom metabolik

Sindrom metabolik (SM) kini menjadi masalah pandemik. Di Amerika

Serikat saat ini prevalensinya 27% dari populasi dan diperkirakan lebih dari 50-75

juta orang dengan SM pada tahun 2010 sejalan dengan semakin meningkatnya

prevalensi obesitas dan perubahan gaya hidup di masyarakat (Nakagawa et al.,

2005). Prevalensi berdasarkan laporan terakhir The Third National Health and

Nutrition Examination Survey (NHANES) dengan memakai definisi SM

berdasarkan kriteria National Cholesterol Education Program (NCEP) yaitu pada

orang dewasa > 20 tahun sebesar 24%, pada umur 50 tahun sebesar > 30% dan

umur 60 tahun ke atas sebesar 40%. Di Asia prevalensinya lebih rendah sekitar 5-

16% (Lebovits, 2001; Lee et al., 2004).

Hiperurisemia sering dijumpai dan berkaitan dengan faktor-faktor yang

berperanan penting pada SM seperti hipertrigliseridemia, obesitas, hipertensi, dan

hiperglikemia (Facchini et al., 1999; Conen et al., 2004). Resistensi insulin

memegang peranan penting pada sebagian besar komponen SM. Hubungan antara

Page 44: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

konsentrasi AUS dengan obesitas abdominal, resistensi insulin, hipertensi dan

dislipidemia bersifat kompleks dan multi direksional (Lee et al., 2004). Lin et al.

(2006) mendapatkan hubungan signifikan antara AUS dengan komponen dari SM.

Konsentrasi AUS secara signifikan lebih tinggi dan meningkat secara linier sesuai

dengan jumlah faktor risiko yang ada pada individu bersangkutan. Hubungan ini

tetap signifikan walaupun telah dilakukan kontrol terhadap faktor-faktor perancu

seperti umur, indek massa tubuh (IMT), kreatinin serum, kolesterol LDL dan

kolesterol total. Hubungan ini juga dijumpai pada studi-studi yang lain (Conen et

al., 2004).

Konsentrasi AUS merupakan marker pengganti SM yang sangat baik (Lakka

et al., 2002). Hiperinsulinemia dan resistensi insulin menyebabkan kenaikan

kadar AUS lewat mekanisme langsung maupun tidak langsung, meningkatkan

produksi asam urat atau menurunkan fungsi ekskresi ginjal yang mungkin

disebabkan oleh efek stimulasi insulin terhadap reabsorbsi urat di tubulus

proksimal (Manzato, 2007). Pemeriksaan asam urat perlu dipertimbangkan

walaupun tanpa ada tanda dan gejala gout oleh karena jika meningkat asam urat

dapat sebagai marker yang murah untuk menduga adanya resistensi insulin

sehingga akibat selanjutnya dapat diantisipasi lebih dini (Johnson et al., 2003)

namun hasil-hasil penelitian tersebut dibantah oleh hasil penelitian Anttila et al.

(1996) yang menemukan bahwa pengukuran kadar AUS tidak memberikan nilai

untuk mengidentifikasi SM pada pasien sindrom polikistik ovarium yang

memiliki risiko tinggi menderita obesitas, penyakit jantung koroner, hipertensi

dan diabetes melitus.

Page 45: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Di masa yang akan datang prevalensi dan insiden SM diperkirakan semakin

meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi dan insiden obesitas dan

perubahan gaya hidup, dimana hal tersebut akan meningkatkan kejadian resistensi

insulin. Juga terdapat hubungan potensial antara hiperurisemia dengan risiko

kardiovaskuler sementara konsentrasi asam urat merupakan faktor risiko yang

dapat dicegah maka dipandang perlu dilakukan penelitian tentang hubungan

antara konsentrasi AUS dengan resistensi insulin sebagai basis dari SM dengan

berbagai konsekuensinya (Manzato, 2007).

Konsep bahwa asam urat mungkin terlibat dalam patogenesis hipertensi

bukanlah sebuah konsep yang baru. Sekalipun secara berturut-turut sudah ada

laporan tentang hubungan antara hipertensi dan kadar AUS sejak tahun 1950an

sampai tahun 1980 namun perhatian ke topik itu masih sedikit oleh karena

kurangnya penjelasan secara mekanistik (Feig et al., 2006).

Gambar 2.7

Bagan Pengaruh Asam Urat pada Otot Polos Vaskuler (VSMC)

(Feig et al., 2006)

A

S

A

M

UR

A

T

VASCULAR SMOOTH MUSCLE CELL

Macrophage

Infiltration

VSMC

Proliferation

Ur

at

↑ Erk

1/2

AP1, NF-B

Transcription

Factors

↑ COX-2

↑ TxA2

↑ PDGF

↑ MCP 1

Page 46: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Studi terbaru saat ini sudah dapat menjelaskan bagaimana asam urat memicu

terjadinya aterosklerosis dan hipertensi. Pada studi laboratorium penambahan

asam urat ke dalam media pertumbuhan menginduksi proliferasi sel-sel otot polos

pembuluh darah. Sel-sel otot polos pembuluh darah manusia mengekspresikan

urate-transpor channel URAT1. Ekskresi urat oleh ginjal manusia diatur oleh

kelompok organic anion transporer superfamily (URAT1). Ekspresi spesifik

URAT1 pada otot polos aorta telah dapat dibuktikan dan inilah yang diduga

menjadi mekanisme bagaimana asam urat masuk ke dalam sel-sel otot polos

pembuluh darah dan menyebabkan penyakit kardiovaskular (Price et al., 2006).

Kultur sel otot polos pembuluh darah menunjukkan ambilan 14

C-urate yang

cepat dibandingkan kontrol. Pada pemeriksaan histologi jaringan ginjal ditemukan

peningkatan dramatis infiltrasi parenkim ginjal oleh makrofag yang menunjukkan

kadar asam urat yang tinggi membuat kondisi menjadi ke keadaan proinflamasi.

Kenaikan kadar asam urat yang ringan sudah dapat memicu inflamasi ginjal,

mengaktivasi sistem rennin-angiotensin dan menurunkan produksi nitric oxide

yang semuanya merupakan jalur penting terjadinya uric-acid-mediated

hypertension (Feig et al., 2006). Kontrol terhadap AUS pada penderita hipertensi

mengurangi risiko terjadi penyakit kardiovaskuler (Alderman, 1999).

Peningkatan AUS merupakan faktor risiko independen pada diabetes

melitus baik pada laki-laki maupun wanita. Pada penelitian tersebut telah

dilakukan penyesuaian terhadap umur, jenis kelamin,ras, pendidikan, merokok,

konsumsi alkohol, IMT, kolesterol serum dan hipertensi. Hubungan timbal balik

antara peningkatan AUS dengan DM diduga melalui penghambatan reabsorpsi

Page 47: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

pada tubulus proksimal pada penderita DM (Bandaru et al.,2011). Suatu

metaanalisis menyatakan AUS yang tinggi sebagai faktor risiko independen

terhadap komponen metabolik DM pada umur pertengahan (Qin et al.,2013).

Secara ringkas hubungan SM digambarkan oleh Li dan kawan-kawan seperti

bagan berikut. Asam urat dihubungkan dengan SM melalui peningkatan resistensi

insulin dan disfungsi dari ginjal. Hiperurisemia menyebabkan disfungsi dan

penghambatan dari bioavailability dari NO yang mengawali hiperinsulinemia.

Demikian juga hiperinsulinemia dan hiperurisemia merupakan hubungan yang

saling mempengaruhi.

Gambar 2.8

Hubungan komponen sindrom metabolik, resistensi insulin dan hiperurisemia

(Li et al.,2013)

Page 48: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

2.3 ` Asam Urat dan Neuropati Diabetik

Asam urat meski sebagai antioksidan utama dalam sirkulasi (Ames,1981),

juga menginduksi stres oksidasi pada beberapa sel termasuk sel otot plos (Corry et

al.,2008) yang menyebabkan progresivitas penyakit termasuk kardiovaskular.

Mekanisme patogenesisnya diduga melalui penurunan bioavaibilitas NO pada sel

otot polos dan sel endotel serta scavenging langsung dari NO oleh asam urat

(Gersch et al.,2008). Penderita DM tipe 2 dengan hiperurisemia, terjadi

peningkatan risiko mengalami komplikasi diabetes khususnya komplikasi

gangguan ginjal (Bo et al.,2001; Rosolowsky et al.,2008) dan gangguan

kardiovaskular (Zoppini et al.,2009). Insiden neuropati pada penderita DM

dengan hiperurisemia lebih tinggi dibandingkan penderita DM tanpa

hiperurisemia (Ito et al.,2011). Beberapa faktor telah diteliti berhubungan dengan

derajat kerusakan neuron dan progresivitas dari neuropati diabetik (Rayas,2005;

Liu et al., 2011). Penelitian Papanaz (2011) menunjukkan kadar AUS secara

signifikan lebih tinggi ( 8,1+1,4 vs 5,7+1,3 mg/dL) pada pasien DM tipe 2 dengan

neuropati dibandingkan tanpa neuropati. Terdapat korelasi bermakna, AUS

dengan NDS baik pada pasien DM tipe 2 dengan neuropati (rs= 0,934; p<0,001).

Peningkatan stadium NDP berhubungan dengan derajat kerusakan dari neuron

yang terlibat. Penelitian Kiani et al. (2014) menunjukkan hubungan kadar AUS

dengan NDP. Terdapat perbedaan rerata kadar AUS (4,7+0,96) pada pasien DM

dengan NDP dan (4,36+0,89) mg/dL pada pasien DM tanpa neuropati (p=0.019).

Diperlukan studi lanjutan untuk mengetahui peranan AUS pada perkembangan

dan progresivitas dari NDP.

Page 49: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Bagan di bawah ini menunjukkan mekanisme yang mungkin terjadi dan

menjadi landasan berpikir mengenai korelasi kadar AUS tinggi dengan neuropati

pada penderita DM tipe 2. NDP terjadi akibat hipoksia yang disebabkan

mikroangiopati endovaskular. Disamping itu akibat aktivasi jalur metabolik yang

merangsang reaksi proinflamasi dan cedera langsung dari hiperglikemia

berperanan terhadap terjadinya NDP. Gangguan vaskular disebabkan oleh faktor

risiko dari sindrom metabolik yang berhubungan secara timbal balik dengan

peningkatan resistensi insulin. Sindrom metabolik meliputi hipertensi,

dislipidemia, obesitas, merokok, intake alkohol, dan keadaan resistensi insulin.

Kadar AUS tinggi berhubungan dengan sindrom metabolik melalui resistensi

insulin. Resistensi insulin akan menyebabkan keadaan hiperglikemia yang

merangsang aktivasi jalur metabolik dan reaksi proinflamasi. Kadar AUS tinggi

juga berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi dan kerusakan endotel

vaskuler melalui peningkatan reaksi stres oksidasi. Progresivitas disfungsi endotel

vaskular dan proses inflamasi akan menimbulkan hipoksia saraf. Kerusakan

struktural dan fisiologis saraf perifer ditandai dengan munculnya tanda klinis

neuropati dan perubahan abnormal elektrofisiologis.

32

Page 50: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

\

Gambar 3.1

Kerangka Berpikir

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah

kerangka konsep penelitian bahwa kadar AUS tinggi pada penderita DM tipe 2

berkorelasi dengan NDP dan peningkatan stadium NDP. Faktor-faktor yang

berkorelasi terhadap NDP adalah usia, jenis kelamin, durasi menderita DM, dan

HbA1C dan sindrom metabolik yang akan ditampilkan sebagai kharakteristik

subjek penelitian. Faktor-faktor lain yang berkorelasi dengan neuropati lainnya

seperti penyakit ginjal dan hati kronis, infeksi HIV/AIDS, Morbus Hansen (MH),

neuropati jebakan, keganasan, obat, paparan toksik, dan pemakaian alkohol

dikendalikan pada tahap rancangan penelitian.

Resistensi

Insulin

ROS Poliol AGE/RAGE

Peningkatan respon

Inflamasi

NDP

Gangguan vaskular

Sindrom

metabolik

AUS tinggi

Hiperglikemia

Page 51: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Gambar 3.2

Bagan Kerangka Konsep

Keterangan :

3.3 Hipotesis Penelitian

Kadar AUS tinggi berkorelasi positif dengan NDP pada penderita DM tipe 2.

NDP

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Lama DM

4. HbA1C

5. Hipertensi

6. Obesitas

7. Dislipidemia

KADAR AUS

TINGGI 1. Penyakit ginjal dan hati

kronis

2. Infeksi HIV/AIDS dan

MH

3. Neuropati jebakan

4. Keganasan

5. Konsumsi obat-obatan

6. Riwayat paparan toksin

peptisida, merkuri,

organofosfat, timbal

dan alkohol.

Faktor yang diukur

Faktor yang dikendalikan pada tahap rancangan penelitian

Faktor yang ditampilkan sebagai karakteristik subjek penelitian

Page 52: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan potong lintang. Subjek

penelitian diambil secara consecutive sampling di bagian poliklinik diabetes dan

ruang rawat inap RSUP Sanglah, Denpasar. Secara lebih jelas dapat digambarkan

dalam diagram berikut:

Gambar 4.1

Bagan Kerangka Penelitian

35

Penderita DM

tipe 2

Kadar AUS

NDP

Tidak NDP

Page 53: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah mulai bulan April 2014 sampai Agustus

2014..

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup korelasi dibidang neurologi

khususnya subdivisi sistem saraf tepi.

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian

4.4.1 Populasi target

Populasi target penelitian ini adalah semua penderita DM tipe 2.

4.4.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 yang menjalani

perawatan di poliklinik diabetes dan di ruang rawat inap RSUP Sanglah

Denpasar.

4.4.3 Kriteria sampel

Semua penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan

sampai jumlah sampel penelitian terpenuhi.

4.4.3.1 Kriteria inklusi sampel

1. Penderita DM tipe 2.

2. Penderita sadar baik dan kooperatif.

3. Umur 20 - 65 tahun.

4. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed-consent

ikut serta dalam penelitian.

Page 54: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

4.4.3.2 Kriteria eksklusi

1. Penderita penyakit ginjal kronis, penyakit hati kronis.

2. Penderita infeksi HIV/AIDS dan Morbus Hansen.

3. Penderita neuropati jebakan

4. Penderita keganasan

5. Riwayat penderita mengalami paparan toksin peptisida, merkuri,

organofosfat, timbal, dan penggunaan alkohol.

6. Penderita mengkonsumsi obat-obatan seperti anti retroviral,

kemoterapi,allupurinol, dan estrogen.

4.4.4 Besar sampel

Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus berikut: (Dahlan, 2005).

dimana :

(Zα)2 PQ = 82 orang

d2

Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 82 orang.

Zα = kesalahan tipe I ditetapkan 5% = 1,96

P = proporsi pasien neuropati pada DM tipe 2 dengan hiperurisemia

sebesar 69 % (Shoeib, 2012).

Q = 1- P = 1- 0,69 = 0,31

n : besar sampel

d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki ditetapkan sebesar

= (1.96)2 x 0,69 x 0,31

(0,1)2

n =

Page 55: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

4.4.5 Teknik pengambilan sampel

Sampel pada penelitian ini diambil secara consecutive sampling yaitu

semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam

penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.5 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : kadar AUS tinggi.

2. Variabel tergantung : NDP

3. Variabel kendali : usia, jenis kelamin, lama DM, dislipidemia, obesitas,

hipertensi, dan HbA1C.

4.6 Definisi Operasional Variabel

1. Definisi DM tipe 2 adalah suatu kelompok penyakit dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan

keluhan poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, dan pemeriksaan

glukosa darah puasa > 126 mg/dL (Konsensus Perkeni, 2011). Data

diperoleh dari rekam medis pasien.

2. NDP ditegakkan dengan pemeriksaan MDNS. Data berskala nominal

yaitu NDP dan tidak NDP. NDP dibagi menjadi stadium 0, stadium 1,

stadium 2, dan stadium 3. NDP memenuhi kriteria stadium 1,2, dan 3.

Tidak NDP memenuhi kriteria stadium 0 (Lampiran 3), (Feldman,1994).

3. Kadar AUS adalah kadar AUS yang diperiksa dengan metode enzymatic

colorimetric dengan alat Synchron CX9 Pro buatan Beckham Coulter,

Amerika Serikat tahun 2000 di laboratorium Patologi Klinik RSUP

Page 56: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Sanglah. Kadar AUS dinilai dalam satuan mg/dL. Data diambil secara

numerik, selanjutnya untuk analisis korelasi digunakan data berskala

nominal dikotomi yaitu AUS rendah/normal dan AUS tinggi. Kadar

AUS rendah/normal bila kadar AUS < 5,5 mg/dL dan tinggi >5,5 mg/dL.

Sesuai dengan penelitian Zharikov et al. (2007), kadar AUS >5,5 mg/dL

dapat menyebabkan gangguan fungsi endotel.

4. Usia: ditentukan dari tanggal atau tahun lahir sampai saat pemeriksaan

berdasarkan kartu tanda penduduk (KTP) atau keterangan keluarga

sesuai rekam medis. Usia yang memenuhi kriteria inklusi 20-65 tahun

dengan pertimbangan sebagian besar pasien DM tipe 2 berusia > 20

tahun dan menghindari sampel pasien DM tipe 1 yang biasanya berusia

<20 tahun. Sedangkan bila usia lebih 65 tahun kemungkinan pasien

menderita beberapa penyakit yang lain berperan sebagai perancu. Data

disajikan dalam bentuk katagorikal. Usia 20-39, 40-59, dan > 60 tahun

(Yang et al., 2010).

5. Jenis kelamin: jenis kelamin penderita sesuai dengan KTP dan

dikelompokkan kedalam skala nominal yaitu laki-laki atau perempuan.

6. Obesitas dihitung berdasarkan indek massa tubuh yang dihitung dengan

rumus: IMT (Indek Massa Tubuh) = Berat Badan (Kilogram)/Tinggi

Badan (meter2) sesuai dengan konsensus perkeni, 2011. Data disajikan

berskala nominal dikotomi. Kriteria untuk obesitas bila IMT > 25,0 dan

tidak obesitas bila IMT < 25,0 (He et al., 2007).

Page 57: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

7. Hipertensi adalah penderita dengan tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dengan dua kali pengukuran

pada posisi berbaring atau penderita dengan riwayat hipertensi dan

sedang minum obat antihipertensi (sesuai dengan Eighth Joint National

Committee Classification/JNC VIII) dan dikelompokkan menjadi

hipertensi dan tidak hipertensi.

8. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai oleh

peningkatan maupun penurunan lipid dalam plasma. Data disajikan

dalam bentuk skala nominal dikotomi, yaitu dislipidemia dan tidak

dislipidemia Dislipidemia bila terdapat kelainan lipid yang utama yaitu

kenaikan kadar kolesterol total > 200 mg/dL dan/ atau kolesterol LDL >

130 mg/dL dan/atau penurunan HDL < 35 mg/dL dan/ atau kenaikan

trigliserida > 200 mg/dL (Konsensus Perkeni, 2011).

9. Lama menderita DM tipe 2 adalah waktu dalam hitungan tahun sejak

penderita didiagnosis menderita DM tipe 2 yang diketahui dari

wawancara kepada pasien, keluarga, dan rekam medis penderita. Data

disajikan berskala nominal dikotomi dibagi menjadi lama DM < 5 tahun

dan > 5 tahun (Wheeler et al.,2007).

10. HbA1C merupakan bentuk glikolisasi dari hemoglobin yang dapat

digunakan sebagai indikator dari toleransi glukosa dan regulasi glukosa

pada penderita DM. Kadar HbA1C disajikan berskala katagori nominal

dikotomi, yaitu HbA1C normal/rendah bila kadar HbA1C<7% dan

tinggi bila HbA1C > 7% (Konsensus Perkeni, 2011).

Page 58: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

11. Penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan sebagai penderita yang

sudah terdiagnosis gagal ginjal kronis (GGK) atau terduga GGK;

mengalami abnormalitas struktural atau fungsional ginjal yang menetap

dalam 3 bulan dan dimanifestasikan oleh kerusakan ginjal yang

terdeteksi sebagai ekskresi albumin urin abnormal atau GFR dibawah 60

ml/menit/1,73m2 (Milner, 2003). Data diperoleh dari wawancara,

pemeriksaan penunjang, dan catatan medis.

12. Penyakit hati kronis didefinisikan sebagai suatu kondisi medis yang

ditandai dengan kerusakan jaringan hati yang bertahap seiring dengan

perjalanan penyakit, yang dapat menyebabkan fibrosis dan sirosis hati.

Data diperoleh berdasarkan catatan rekam medis pasien.

13. Penderita HIV/AIDS adalah penderita dengan gejala klinis infeksi

HIV/AIDS dan hasil pemeriksaan serologis HIV menunjukkan hasil

positif. Data diperoleh dari wawancara, pemeriksaan penunjang, dan

catatan medis.

14. Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

Mycobacterium Leprae, yang menyerang saraf tepi. Data diperoleh dari

catatan rekam medis pasien.

15. Neuropati karena keganasan adalah penderita yang menderita keganasan

berdasarkan catatan rekam medis pasien.

16. Penderita menggunakan obat-obatan seperti, obat kemoterapi, anti

retroviral, alupurinol, dan estrogen dalam 3 bulan terakhir.

Page 59: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

17. Paparan toksin adalah penderita dengan riwayat paparan toksin,

termasuk paparan bahan yang mengandung pestisida, merkuri,

organofosfat, dan timbal. Data diperoleh dari wawancara dan catatan

medis penderita.

18. Riwayat peminum alkohol/zat adiktif lain adalah penderita yang

mempunyai kebiasaan minum alkohol/zat adiktif lain secara reguler

selama lebih dari 1 tahun terakhir.

4.7 Alat Pengumpul Data

Data primer diperoleh dari penderita melalui wawancara menggunakan

kuesioner dan lembar pengumpulan data yang digunakan untuk mencatat data

dasar karakteristik penderita dari catatan medis. Kadar AUS diperiksa di bagian

Patologi Klinik, diperiksa dengan metode enzymatic colorimetric dengan alat

Synchron CX9 Pro buatan Beckham Coulter, Amerika Serikat tahun 2000.

Alat diagnostik yang digunakan untuk menunjang diagnosis suatu NDP

adalah pemeriksaan MDNS dan ENMG. Alat ENMG yang digunakan merek

Dantec keluaran tahun 1992 dengan perangkat lunak ENMG Medtronic di ruang

Poliklinik Saraf Denpasar.

4.8 Prosedur Penelitian

Penderita DM yang dirawat di Instalasi Rawat Inap dan poliklinik diabetes

RSUP Sanglah dan memenuhi kriteria eligibilitas diambil sebagai sampel secara

consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui pemeriksaan

anamnesis kemudian dilakukan pemeriksaan MDNS, serta pemeriksaan hantaran

saraf.

Page 60: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

9.4 Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis dengan

program SPSS 16.0 for windows. Analisis dan penyajian data yang digunakan

adalah sebagai berikut:

Kadar AUS tinggi

NDP

Tidak NDP

Kadar AUS rendah/normal

Populasi Terjangkau: Pasien DM tipe 2 di Poliklinik DM

dan Rawat Inap RSUP Sanglah Denpasar

di RSUP Sanglah, Denpasar

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

di RSUP Sanglah, Denpasar

Kasus

di RSUP Sanglah, Denpasar

Pemeriksaan kadar AUS

ANALISIS DATA

Pemeriksaan NDP

Populasi Target: pasien DM tipe 2

Gambar 4.2

Bagan Alur Penelitian

Page 61: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

1. Analisis deskriptif disajikan untuk melihat sebaran usia, jenis kelamin,

lama DM, obesitas, dislipidemia, hipertensi, dan HbA1C.

2. Korelasi kadar AUS tinggi dengan NDP digunakan uji korelasi

coefficient contingency dengan masing-masing berskala nominal. Uji

korelasi variabel nominal dan ordinal juga digunakan uji coefficient

contingency.

Page 62: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dari periode waktu 1 April sampai 31 Agustus 2014, sebanyak 82 orang

penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi yang diperiksa di Poliklinik

DM dan ruang perawatan RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini menggunakan

rancangan studi potong lintang untuk mengetahui korelasi kadar AUS dengan

NDP. Untuk mengetahui korelasi kadar AUS dengan NDP digunakan uji korelasi

coefficient contingency.

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 5.1 menunjukkan data dasar karakteristik subjek penelitian. Rerata

usia, 55.5(33-65) tahun. Kelompok usia 20-39 tahun 3,7%, 40-59 tahun sebesar

67,1%, dan usia ≥ 60 tahun 29,2%. Jenis kelamin laki-laki 54,9% dari seluruh

subjek penelitian. Pendidikan terbanyak adalah tamatan SMA sebesar 34(41,5%).

Sebagian besar subjek bekerja sebagai wiraswasta 21(25,6%). Rerata lama DM,

5(1-20) tahun. Rerata BMI adalah 25,33+3,59 kg/m2. Setelah dikelompokkan,

subjek yang obese 44(53,7%). Subjek yang menderita dislipidemia sebesar

26(31,7%), hipertensi 49(59,8%). Rerata kadar HbA1C(%), 7,36(4,48-13,6)%.

Setelah dikelompokkan menjadi subjek dengan HbA1C tinggi, sebanyak

51(63,3%), dan kadar HbA1C yang rendah/normal sebanyak 31(36,7%).

45

Page 63: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Tabel. 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel N (Jumlah) Frekuensi (%)

Usia(tahun),median,(min-mak) 55,5(33-65)

20-39 tahun 3 3,7

40-59 tahun 55 67,1

>60 tahun 24 29,2

Pendidikan sampel

Tidak tamat sekolah 5 6,1

Tamat SD 17 20,7

Tamat SMP 10 12,2

Tamat SMA 34 41,5

Tamat Diploma/S1 16 19,5

Pekerjaan Sampel

Pegawai Negeri 19 23,2

Pegawai Swasta 16 19,5

Wiraswasta 21 25,6

Buruh 9 11,0

Lain-lain 17 20,7

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

45

37

54,9

45,1

Lama DM( tahun), median(min-mak) 5(1-20)

< 5 tahun

≥ 5tahun

31

51

37,6

62,4

BMI(kg/m2), mean+SD 25,33+3,59

Tidak obese

Obese

38

44

46,3

53,7

Dislipidemia

Tidak dislipidemia

Dislipidemia

56

26

68,3

31,7

Hipertensi

Tidak hipertensi

Hipertensi

33

49

40,2

59,8

Kadar HbA1C(%), median (min-mak) 7,36(4,48-13,6)

HbA1C tinggi

HbA1C normal/rendah

51

31

63,2

37,8

NDP

Tidak NDP

NDP

29

53

35,4

64,6

Page 64: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Rerata kadar AUS 5,8(2,9-13,1) mg/dL, dengan kadar AUS tinggi sebanyak

44(53,7%), dan kadar AUS rendah/normal 38(46,3%); subjek yang menderita

NDP 53(64,6%) dengan rincian karakteristik stadium NDP adalah stadium 0:

35,4%, stadium 1: 11,0%, stadium 2: 32,9%, stadium 3: 20,7%.

5.2 Korelasi kadar AUS terhadap NDP

Dari tabel 5.2 menunjukkan korelasi bermakna dengan kekuatan korelasi

sedang dan arah korelasi positif (r= 0,509; p<0,001) kadar AUS dengan NDP.

Tabel 5.2

Korelasi kadar AUS dengan NDP

Variabel NDP Tidak NDP r p

Kadar AUS

0,509 <0,001 AUS normal/rendah 13(24,5%) 25(86,2%)

AUS tinggi 40(75,5%) 4 (13,8%)

Uji korelasi coefficient contingency

Pada tabel 5.3 menunjukkan korelasi dan significancy beberapa variabel

subjek penelitian yang lain. Variabel usia menunjukkan korelasi yang tidak

bermakna terhadap kejadian NDP (r=0,143; p=0,425). Tidak terdapat korelasi

bermakna antara variabel jenis kelamin dengan NDP (r=0,197; p=0,069).

Variabel dislipidemia juga menunjukkan korelasi yang tidak bermakna terhadap

NDP (r=0,650; p=0,553). Variabel lama DM menunjukkan korelasi bermakna

dengan kekuatan lemah serta arah korelasi positif dengan NDP (r=0,303;

p=0,004). Variabel obesitas mempunyai korelasi bermakna dengan NDP dengan

kekuatan lemah dan arah korelasi positif (r=0,227; p=0,035); variabel hipertensi

mempunyai korelasi bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif

Page 65: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

terhadap NDP (r=0,356; p=0,001), dan kadar HbA1C mempunyai korelasi

bermakna dan kekuatan korelasi lemah serta arah korelasi positif (r=0,260;

p=0,016).

Tabel 5.3

Korelasi Beberapa Variabel Subjek dengan NDP

Variabel NDP

jumlah (%)

Tidak NDP

jumlah (%) r P

Usia (tahun)

0,143 0,425 20-39 1 (1,9) 2(6,9)

>40-59 35(66,0) 20(69,0)

>60 17(32,1) 7(24,1)

Jenis kelamin

0,197 0,069 Laki-laki 33(73,3) 12(26,7)

Perempuan 20(54,1) 17(45,9)

Lama DM

0,303 0,004* <5 tahun 14(26,4) 17(58,6)

>5 tahun 39(73,6) 12(41,4)

Dislipidemia

0,650 0,553 Tidak dislipidemia 35(66,0) 21(72,4)

Dislipidemia 18(34,0) 8(27,6)

Obesitas

0,227 0,035* Tidak obese 20(37,7) 18(62,1)

Obese 33(37,7) 11(37,9)

Hipertensi

0,356 0,001* Tidak hipertensi 14(26,4) 19(65,5)

Hipertensi 39(73,6) 10(34,5)

HbA1C (%)

0,260 0,016* HbA1C normal 15(28,3) 16(55,2)

HbA1C tinggi 38(71,7) 13(44,8)

*bermakna secara statistik

Page 66: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

BAB VI

PEMBAHASAN

Neuropati diabetik perifer merupakan komplikasi mikrovaskular dari

penyakit DM yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta mempengaruhi

kualitas hidup penderita (Valeria et al.,2010). NDP ini bisa karena disebabkan

oleh resistensi insulin pada keadaan DM ataupun kondisi lain yang meningkatkan

resistensi insulin termasuk hipeurisemia oleh karena gangguan metabolik (Li et

al.,2004).

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian diperoleh dari poliklinik diabetes dan ruang perawatan RS

Sanglah Denpasar dengan pemilihan sampel secara consecutive terhadap seluruh

penderita DM tipe 2 yang berobat sampai jumlah sampel terpenuhi. Didapatkan

82 orang penderita DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi.

Dari hasil penelitian, usia subjek penelitian adalah 55,5(33-65) tahun.

Proporsi pada masing-masing kelompok umur 20-39; 40-59 dan diatas 60 tahun

yaitu 3,7%; 67,1%; dan 29,2%. Proporsi NDP pada masing-masing kelompok

umur yaitu 1,9%; 66%; dan 32,1%. Prevalensi NDP meningkat secara bertahap

sesuai dengan usia dan lama menderita DM (Wheeler et al.,2007). Usia 20-39

tahun meningkat 3,2%, 40-59 tahun 11,5% dan >60 tahun meningkat 20,4%

(Yang et al.,2010). Studi potong lintang oleh Guirrero et al.,2012, rerata usia yang

menderita NDP adalah 56,9+9,6(26-80) tahun. Penelitian prospective, European

49

Page 67: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study tahun 1989-1991 dari

1172 pasien DM tipe 2 didapatkan rerata usia penderita neuropati 32,7+10,2

tahun (Tesfaye et al.,2005). Penelitian prospektif deskriptif di Saudi Arabia

mendapatkan rerata usia penderita NDP yang asimptomatis 49.84±11.85,

sedangkan penderita NDP simptomatis sebesar 52.90+10.21 tahun (Mojaddidi et

al.,2011). Progresivitas dan luasnya mikroangiopati berperanan dalam banyaknya

saraf yang terlibat dalam NDP (Sabanayagam et al.,2009). Peningkatan

prevalensi NDP sesuai dengan usia dan lama DM. Hal ini mungkin berhubungan

dengan karakteristik pembuluh darah dari sistem saraf perifer mempengaruhi

patogenesis terjadinya neuropati. Sistem saraf perifer yang hanya ditutup oleh

perineurium, hanya dapat ditembus oleh beberapa arteriole transperineurial ke

dalam endoneurium, sehingga sangat rentan terhadap iskemia. Ketergantungan

terhadap suplai vaskular, menyebabkan sistem saraf perifer pada pasien diabetes

sangat rentan mengalami gangguan (Yagihashi et al.,2010). Pada penelitian ini

proporsi penderita DM dan NDP pada kelompok usia diatas 60 tahun lebih kecil

dari kelompok umur 40-59 tahun. Hal ini mungkin disebabkan eklsusi kasus usia

lebih dari 65 tahun. Pada usia tua prevalensi neuropati perifer sangat umum

terjadi. Beberapa faktor risiko yang berperan diantaranya rheumatoid artritis,

defisiensi vitamin B12, riwayat hipertensi, sosial ekonomi, pengobatan, dan lain-

lain (Mold et al.,2004).

Subjek laki-laki yang menderita NDP sebesar 64,6%. Tidak terdapat

korelasi bermakna antara jenis kelamin dengan NDP (r=0,285; p=0,069). Hasil

penelitian ini mendukung studi sebelumnya yang dilakukan oleh Fabian et

Page 68: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

al.,2007 yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna prevalensi NDP

pada laki-laki dan perempuan.

Sebagian besar subjek (25,6%) bekerja sebagai wiraswasta. Kemungkinan

hal ini disebabkan oleh sebagian besar berdomisili di daerah perkotaan. Tingkat

pendidikan subjek sebagian besar tamatan SMA. Hal ini mungkin berkaitan

dengan tingkat pendidikan penduduk perkotaan yang memiliki pendidikan

minimal SMA. Pekerjaan dan pendidikan tidak berhubungan secara langsung

dengan dengan kejadian DM maupun NDP, tetapi lebih banyak berkaitan dengan

keberadaan penduduk perkotaan yang sebagian besar adalah penduduk urban yang

dihubungkan dengan pola hidup. Perubahan pola hidup dan pola makan yang

tidak baik meningkatkan risiko timbulnya DM (Shaw et al.,2010).

Rerata lama DM pada subjek penelitian adalah 5 (1-20) tahun. Terdapat

korelasi bermakna dengan kekuatan sedang dan arah korelasi positif (r=0,303;

p=0,004) antara lama DM dengan NDP. Lama DM merupakan faktor risiko

terjadinya NDP pada studi Diabetes Control and Compilcations Trial selain faktor

hiperglikemia (Tesfaye et al.,2005). NDP merupakan komplikasi mikroangiopati

pada penderita DM tipe 2 yang meningkat prevalensinya sejalan dengan lama

DM. Komplikasi NDP dapat terjadi pada penderita DM melalui berbagai

mekanisme. Faktor hiperglikemia yang lama, genetik dan mekanisme lain seperti

imun akan meningkatkan stres oksidatif dan merangsang jalur-jalur lainnya yang

menyebabkan kerusakan saraf, endotel pembuluh darah, glomerulus, mesangial

dan sel retina (Vincent et al., 2004). Lama maupun usia penderita DM tipe 2

berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi DM. Studi Pittsburg tahun 1950-

Page 69: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

1980, dari 567 pasien DM menunjukkan terhadap prevalensi neuropati perifer

meningkat dengan lama dan bertambahnya usia. Korelasi antara usia dan lama

menderita neuropati sangat kuat (r =0.8; p:<0.0001) (Orchad,1990). Rata-rata

lama DM tipe 2 pada studi potong lintang didapatkan 8.5+5.7(1-27) tahun

(Guirrero et al.,2012). Pada penelitian ini, rerata lama DM untuk menimbulkan

NDP lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemeriksaan menggunakan

elektrofisiologi untuk mendeteksi NDP yang dapat menjaring NDP subklinis. Hal

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Nathan (1993) yang

menunjukkan pemeriksaan dengan alat elektrofisiologi dapat menunjukkan NDP

subklinis, yang ditunjukkan dengan penurunan hantaran saraf baik sensoris

maupun motorik pada penderita DM setelah 5-10 tahun.

Rerata BMI adalah 25,33+3,59 kg/m2. Penderita yang obese sebanyak

53,7%. Obesitas mempunyai korelasi bermakna dengan NDP (r=0,227; p=0,035).

Obesitas, tersendiri ataupun kombinasi dengan sindrom metabolik (HbA1C),

tekanan darah sistolik dan diastolik, kolesterol LDL merupakan faktor risiko

komplikasi neuropati (Tomic et al.,2003). Peningkatan prevalensi neuropati

perifer berkorelasi secara signifikan dan independen dengan berat badan (p<0,01).

Obesitas dan trigliserida berhubungan dengan hilangnya akson saraf kecil yang

tidak berselubung mielin. Lebih jauh dikatakan obesitas berhubungan dengan

edema yang mengawali terjadinya fenomena jepitan yang mengganggu barier

sehingga kekurangan nutrisi pada jaringan saraf yang rentan. Obesitas bersama

dengan sindrom metabolik yang lain menyebabkan peningkatan resistensi insulin

(Yagishasi et al.,2011). DM tipe 2 dan obesitas sendiri mempunyai hubungan

Page 70: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

yang komplek. Studi dari Mitrofolous (1992) menyatakan obesitas sebagai

prekursor DM tipe 2 melalui mekanisme resistensi insulin (Hussain et al.,2010).

Subjek yang menderita hipertensi sebesar 59,8%. Terdapat korelasi

bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif (r=0,356; p=0,001)

antara hipertensi dengan NDP. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya bahwa

hipertensi merupakan faktor risiko independent pada penyakit makrovaskular,

retinopati dan nefropati (Tesfaye,2004). Hipertensi merupakan komplikasi

pembuluh darah akibat hiperinsulinemia. Resistensi terhadap insulin

meningkatkan reabsopsi natrium di tubulus proksimal ginjal (Yagihashi et al.,

2011).

Subjek yang menderita dislipidemia sebesar 31,7%. Tidak terdapat korelasi

bermakna dislipidemia dengan NDP (r=0,650; p=0,553). Penelitian dislipidemia

sebagai faktor risiko neuropati masih kontroversi. Terdapat perbedaan yang tidak

signifikan, kadar kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida penderita DM tipe 2

yang menderita neuropati somatik dengan tanpa neuropati (Subbalakhsmi et al.,

2013). Pada studi Steno 2, pasien DM tipe 2, yang diterapi intensif dengan statin

mengurangi risiko neuropati otonom, tetapi tidak pada NDP. Studi yang berbeda

ditemukan bahwa dislipidemia merupakan faktor risiko independen terhadap

penyakit makrovaskular pada penderita DM tipe 2 (Hussain et al., 2010, Veves

and Caselli,2007). Pada studi pendahuluan, penurunan kadar lipid baik dengan

fibrat dan statin dalam waktu 5 tahun mencegah insiden neuropati sensoris baru.

Dengan terapi fibrat (HR)= 0.52; 95%; CI 0.27–0.98 dan penggunaan statin

(HR=0.65; 95% CI 0.46–0.93; p<0.042. Bukti ini konsisten dengan penelitian in

Page 71: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

vitro dan pada binatang yang menunjukkan terapi penurunan kadar lipid

mempunyai efek neuroproteksi melalui perbaikan sel Schwann, jalur poliol, dan

perbaikan aliran darah saraf (Davis,2007).

Pada penelitian ini didapatkan penderita NDP sebesar 64,6%. Prevalensi

NDP pada pasien DM bervariasi dari 10-75%. Nilai ini menggambarkan besarnya

variasi tempat, metode diagnostik, karakteristik populasi dan kualitas kesehatan

antar negara (Lazo,2014). Dyck (2011) melaporkan prevalensi neuropati pada DM

tipe 2 sebesar 45%. Neuropati pada penderita DM merupakan komplikasi yang

umum terjadi dan hampir mengenai 50% penderita diabetes melitus (Modjadidi et

al.,2011). Suatu studi di Meksiko dengan kuisioner Michigan menemukan

prevalensi NDP pada DM tipe 2 sebesar 64% (Ibara et.al.,2012). Pada penelitian

European Diabetes (EURODIAB) Prospective Complications Study tahun 1989-

1991, didapatkan 23,3% penderita mengalami neuropati. Pittsburgh epidemiology

of diabetes complications study prevalensi neuropati subklinis pada penderita DM

tipe 2 sebesar 71%. Secara keseluruhan prevalensi neuropati pada penderita DM

tipe 2 diatas usia 30 tahun sebesar 58% (Wheeler et al.,2007). Beberapa

perbedaan dari proporsi penderita DM tipe 2 yang menderita neuropati ini

disebabkan beberapa teknik pemeriksaan yang dipakai oleh pemeriksa. Diagnostik

neuropati sangat dipengaruhi definisi yang digunakan oleh peneliti untuk

menentukan seseorang menderita neuropati, faktor pemeriksa (bias dari

pemeriksa) dan teknik atau metode yang digunakan (Tesfaye et al.,2005).

Diagnostik neuropati yang dilaporkan oleh Dyck(1991) ditegakkan dengan 2

kriteria yaitu ditemukan 1 atau lebih gangguan hantaran saraf atau tes otonom

Page 72: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

abnormal dan adanya gejala neuropati atau pada pemeriksaan tes quantitative

sensoris terganggu. Diagnostik NDP dengan metode NCV meningkatkan

sensitivitas dalam menjaring penderita DM tipe 2 yang menderita NDP

dibandingkan dengan metoda lain (Mete et al.,2013). Prevalensi NDP dengan

pemeriksaan elektromiografi lebih tinggi (74,5%) dibandingkan dengan MNSI

(32,1%) dan neurothesiometer (46,2%). Prevalensi yang tinggi juga tergantung

dari penderita DM tipe 2 yang menderita DM yang lama, hipertensi dan kadar

glukosa yang tinggi (Wheeler et al.,2007). Dari 64,4% penderita NDP dapat

dibagi menjadi stadium NDP ringan 11 %, sedang 32,9% dan berat 20,7%.

Laporan penelitian Bansal (2014) menunjukkan NDP ringan 8,06%, sedang,

14,55% dan berat 6,63% dari 29,2% penderita yang mengalami NDP.

Rerata kadar HbA1C adalah 7,36(4,48-13,6)%. Kadar HbA1C mempunyai

korelasi bermakna dengan kekuatan lemah dan arah korelasi positif dengan NDP

(r=0,26; p=0,016). Hal ini mungkin disebabkan oleh penilaian terhadap HbA1C

hanya satu titik waktu, sehingga tidak mengetahui penilaian kondisi hiperglikemia

sebelumnya. Penelitian dari Kamran (2010) menujukkan kadar HbA1C

berhubungan dengan neuropati pada penderita DM. Kadar HbA1C lebih dari 10

mg/dL berhubungan dengan neuropati. Kadar HbA1C dihubungkan dengan

komplikasi mikrovaskular (Sabanayagam et al.,2009).

6.2 Korelasi Kadar AUS dengan NDP

Korelasi kadar AUS dengan NDP secara statistik bermakna, dengan

kekuatan korelasi sedang serta arah korelasi positif (r=0,509; p<0,001)). Ini

berarti semakin tinggi kadar AUS kemungkinan mendapatkan NDP semakin

Page 73: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

besar. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang menghubungkan kadar

AUS dengan NDP dan derajat keparahan NDP. Penelitian sebelumnya

menunjukkan adanya korelasi kadar AUS dengan skor NDS (r=0,93; p<0,01)

(Papanaz et al.,2011). Kadar AUS mempunyai hubungan positif dengan

perkembangan dari DM tipe 2 (Kodama et al..,2009). Stadium NDP

menggambarkan derajat keparahan dari NDP (Feldman, 1994). Mekanisme

patogenetik dari NDP kurang begitu dimengerti tetapi peranan metabolik dan

defisiensi vaskular yang disebabkan oleh diabetes memegang peranan penting

(Tesfaye and Selvarajah,2012). Hiperurisemia meskipun terlibat dalam

patogenesis dari NDP tetapi masih perlu dibuktikan (Papanaz et al.,2011).

Hiperinsulinemia dan resistensi insulin akibat SM menyebabkan kenaikan kadar

AUS lewat mekanisme langsung maupun tidak langsung, meningkatkan produksi

asam urat atau menurunkan fungsi ekskresi ginjal yang mungkin disebabkan oleh

efek stimulasi insulin terhadap reabsorbsi urat di tubulus proksimal (Manzato,

2007). Konsentrasi AUS merupakan marker pengganti SM yang sangat baik

(Lakka et al., 2002).

6.3 Temuan Penelitian

Dari penelitian ini ditemukan adanya korelasi yang bermakna dengan

kekuatan korelasi sedang serta arah korelasi yang positif antara kadar AUS

dengan NDP (r= 0,509; p<0,001), yang berarti semakin tinggi kadar AUS maka

kemungkinan penderita DM tipe menderita NDP juga semakin besar. Hasil

penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Page 74: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Papanaz et al.,2011. Pada penelitian ini lebih menekankan kriteria NDP yang

menggunakan elektrodiagnostik untuk menilai variabel NDP.

6.4 Kelemahan Penelitian

Penelitian ini masih merupakan penelitian awal untuk melihat proporsi

NDP, serta menilai apakah ada korelasi antara kadar AUS dengan NDP.

Terbatasnya sampel pada penelitian ini dan penelitian yang berbasis pada satu

pusat kesehatan saja, kurangnya petanda biokimia lain untuk mendeteksi

komplikasi mikroangiopati lain serta tidak adanya kontrol merupakan kelemahan

dari penelitian ini. Hasil dari penelitian ini belum dapat digeneralisir di

masyarakat.

Page 75: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dibuat kesimpulan

sebagai berikut:

1. Proporsi kadar AUS tinggi pada penderita DM tipe 2 sebesar 53,7%.

2. Terdapat korelasi bermakna (p<0,001) dengan kekuatan sedang

(r=0,509) serta arah korelasi positif antara kadar AUS tinggi dengan

NDP, yang berarti semakin tinggi kadar AUS maka semakin besar

kemungkinan untuk menderita NDP.

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan pemeriksaan kadar AUS untuk mendeteksi kemungkinan

komplikasi NDP dan menjaga kadar AUS tetap normal pada penderita

DM tipe 2.

2. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan metode penelitian kasus kontrol

atau kohort untuk menilai apakah kadar AUS tinggi sebagai faktor risiko

terjadinya NDP pada penderita DM tipe 2.

58

Page 76: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

DAFTAR PUSTAKA

Alderman, M.H. 2002. Uric Acid and Cardiovascular Risk. Curr Opin

Pharmacol, 2: 126-130.

Amaro, S., Planas, A.M., Chamorro, A. 2008. Uric Acid administration in

patients with acute stroke; a novel approach to neuroprotection. Expert Rev.

Neurotherapeutics; 8 (2): 259-270.

Ames, B.N., Cathcart, R., Schwiers, E., Hochstein, P. 1981. Uric acid

provides an antioxidant defense in humans against oxidant and radical-caused

aging and cancer= a hypothesis. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A; 78(11): 6858-6862.

Anttila, L., Rouru, J., Penttila, T., Irjala, K. 1996. Normal Serum Uric

Acid Consentrations in Women with Policystic Ovary Syndrome, Human

Reproduction; 11(11): 2405-2407.

Baker, J.F., Schumacher, H.R., Krishnan, E. 2007. Serum uric acid level

and risk for peripheral arterial disease: analysis of data from the multiple risk

factor intervention trial. Angiology; 58(4): 450-457.

Bandaru, P. and Shankar, A. 2011. Association between Serum Uric Acid

Levels and Diabetes Mellitus. International Journal of Endocrinology, 11: 1-6.

Bansal, D., Gudala, K., Muthyala, H., Esam, H.P., Nayakalu, R., Bhansali,

A. 2014. Prevalence and risk factors of development of peripheral diabetic

neuropathy in type 2 diabetes mellitus in a tertiary care setting. Diabetes Invest, 5:

1-8.

Bo, S., Cavalo-Perin, P., Gentile, L., Repetti, E., Pagano, G. 2001.

Hypouricemia and hyperuricemia in type 2 diabetes: two different phenotypes.

Eur. J. Clin. Invest ; 31(4): 318-321.

Calaghan, B.C., Cheng, H.T., Stables, C.L., Smith, A.L., Feldman, E.L.

2012. Diabetic neuropathy: Clinical manifestations and current treatments. Lancet

Neurol, 11: 521–534.

Capasso, G., Jaeger, P., Robertson, W.C., Unwin, R.J. 2005. Uric Acid

and the Kidney: Urate Transport, Stone Disease and Progressive Renal Failure.

Curr Pharm,11: 4153-4159.

Chien, K.L., Chen, M.F. Hsu, et al. 2008. Plasma Uric Acid and The Risk

of type 2 Diabetes in Chinese Community.Clinical chemistry; 54(2): 310-316.

59

Page 77: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Concensus Statement. 1988. Report and Recommendation of The San

Antonio Conference on diabetes neuropathy. American Diabetes Association

American Academy of Neurology. Diabetes care; 11(7): 592-597.

Conen, D., Wietlisbach, V., Bovet, P., Shamlaye, C., et al. 2004.

Prevalence of Hyperuricemia and Relation of Serum Uric Acid with

Cardiovascular Risk Factor in A Developing Country. BMC Public Health, 4: 1-9.

Corry, D.B., Eslami, P., Yamamoto, K., Nyby, M.D., Makino, H., Tuck,

M.L. 2008. Uric acid stimulates vascular smooth muscle cell proliferation and

oxidative stress via the vascular renin-angiotensin system. J. Hypertens; 26(2):

269-275.

Culleton, B.F., Larson, M.G., Kannel, W.B., Levy, D. 2006, Serum Uric

Acid and Risk for Cardiovascular Disease and Death. The Framingham Heart

Study. Ann Intern Med; 131:7-13.

Dahlan, S.M. 2009. Hipotesis Koelatif. Dalam: Dewi, I.J., Editor. Statistik

untuk Kedoktean dan Kesehatan, Edisi ke-4. Jakarta. Salemba Medika. 155-174.

Davis, T.M.E., Yeap, B.B., Davis, W.A., Bruce, D.G. 2008. Lipid

lowering theraphy and peripheral sensory neuropathy in type 2 diabetes: the

Fremantle Diabetes Study. Diabetologia; vol 2. No3: 201-204.

Deghan, A. and Hock, M.V. 2008. High Serum Uric Acid as a novel risk

for type 2 Diabetes. Diabetes Care; vol 31. No.21: 361-362.

Dyck, P.J., Bushek,W., Spring, E.M., Karnes, J., Litch, L.J., O'brien, P.C.,

and Service, F.J. 2011. Diabetic polyneuropathies: update on research definition,

diagnostic criteria and estimation of severity. Diabetes/metabolism research and

reviews. Diabetes Metab Res Rev, 27: 620–628.

Edwards, N.L. 2009. The role of hyperuricemia in vascular disorders. Curr

Opin Rheumatol; 21(2): 132-137.

Fabian,W., Majkowska, L., Stefañski, A., Molêda, P. 2007. Prevalence of

diabetic microangiopathy in patients with type 2 diabetes mellitus managed in the

primary care setting: discrepancies in the opinion of primary care physicians and

diabetologists; Diabetologia Do.wiadczalna i Kliniczna; 7(1): 6-12.

Facchini, F.S., Donascimento, C., Gerald, M.R., Jeannie, W., Yip, X.

1999. Blood Pressure, Sodium Intake, Insulin Resistance, and Urinary Nitrate

Excretion. Hypertension, 33: 1008-1012.

Page 78: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Fang, J., Alderman, M.H. 2000. Serum uric acid and cardiovascular

mortality: The NHANES I epidemiologic follow-up study, 1971–1992. National

health and nutrition examination survey. JAMA; 283(18): 2404-2410.

Feig, D.I., Mazzali, M., Kang, D.H., Nakagawa, T., Price, K., Kannelis,

J., Johnson, R.J. 2006. Serum Uric Acid: A Risk Faktor and a Target for

Treatment?. J Am Soc Nephrol, 17: 69–73.

Feldmen, E.L., Steven, M.J., Thomas, P.K., et al. 1994. A Practical

Two-Step Quantitative Clinical and Electrophysiological Assessment for the

Diagnosis and Staging of Diabetic Neuropathy, Diabetes care; 17(11): 1281-

1289.

Gersch, C., Palii, S.P., Kim, K.M., Angerhofer, A., Johnson, R.J.,

Henderson, G.N. 2008. Inactivation of nitric oxide by uric acid. Nucleosides

Nucleotides Nucleic Acids; 27(8): 967-978.

Guirrero, R.O., Hernandez, B.T., Millan, S.I., Chavez, F.D., Vasquez, C.,

Hoyos,J.C., and Magana, G. 2012. H-Reflex and Clinical Examination in the

Diagnosisof Diabetic polyneuropathy,The Journal of International Medical

Reaserch, 40: 694-700.

Habib, A.A., Brannagan, T.H. 2010. Therapeutic strategies for diabetic

neuropathy. Curr Neurol Neurosci Rep.; 10(2): 92-100.

Hagen, T., Vidal-Puig, A. 2002. Mitochondrial uncoupling proteins in

human physiology and disease. Minerva Med, 93: 41–57.

Hediger, M.A., Johnson, R.J., Miyazaki, H., Endou, H. 2005. Molecular

Physiology of Urate Transport. Physiology, 20: 125–133.

Hinder, L.M., Vincent, A.M., Burant, C.F., Pennathur, S., Feldmen, E.L.

2012. Bioenergetics in diabetic neuropathy: what we need to know. Journal of the

Peripheral Nervous System; 17(Suppl. 2): 10–14.

Hussain, A., Hydrie, M.Z.I., Claussen, B., Asghar, S. 2010. Type 2

Diabetes and obesity. A review Journal of Diabetology; Juni 2:1

http://www.journalofdiabetology.org/

Ibarra, C.T., Rocha, J., Herna´ndez, R.O., Nieves, R.E., Leyva, R.J. 2012.

Prevalence of peripheral neuropathy among primary care type 2 diabetic patients.

Rev Med Chil, 140: 1126–1131.

Ito, H., Abe, M., Mifune, M., et al. 2011. Hyperuricemia Is Independently

Associated with Coronary Heart Disease and Renal Dysfunction in Patients with

Type 2 Diabetes Mellitus. PLosONE 6(11): e27817.

Page 79: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Johnson, R.J., Kang, D.H., Feig, D., Kivlighn, S., Kannelis, J., Watanabe,

S., Tuttle, K.R. 2003. Is there a Pathogenetic Role for Uric Acid in Hypertension

and Cardiovascular and Renal Disease?. Hypertension, 41: 1183-1190.

Kamran, M.A.Z. 2010. Association between High Risk Foot, Retinopathy

and HbA1C Saudi Diabetic Population. Pak J Physiol, 6(2).

Kelly, W.N., and Wortmann, R.L. 1997. Crystal-associated Synovitis:

Gout and Hyperuricemia. In: Kelly, W.N., Harris, E.D., Ruddy, S., Sledge, C.B.,

editors. Textbook of Rheumatology. 5th

. Ed. Philadelphia: WB Saunders. p.1313-

1347.

Kiani, J., Habibi, Z., Tajziehchi, A., et al. 2014. Association between

serum uric acid level and diabetic peripheral neuropathy (A case-control study).

Caspian J Intern Med; 5(1): 17-21.

Kodama, S., Saito,Y., Yachi, et al. 2009. Association between serum uric

acid and development of type 2 diabetes. Diabetes Care; 32(29): 1737-1742.

Kramer, C.K., Muhlen, D.V., Jasral, S.K., Connor, B. 2009. Serum Uric

Acid level improve prediction of incidence type 2 diabetes in individuals with

impaired fasting glucosa. The Rancho Bernando Study. Diabetes Care; 32(7):

1272-1273.

Lakka, H.M., Laaksonen, D.E., Lakka, T.A., Niskanen, L.K., Kumpusalo,

E., Tuomilehto, J. et al. 2002. The Metabolic Syndrome and Total Cardiovascular

Disease Mortality in Middle-aged Men. JAMA, 288: 2709-16.

Lazo, M.A., Antonio, B.O., Pinto, M.E., Ticse, R., Malaga, G., Sacksteder,

K., Miranda, J., Gilman, R.H. 2014. Diabetic Peripheral Neuropathy in

Ambulatory Patients with Type 2 Diabetes in a General Hospital in a Middle

Income Country: A Cross-Sectional Study. PLOS ONE, 9: 1-5.

Lebovits, H.E. 2001. Insulin Resistance: Definition and Consequences.

Exp Clin Endocrinol Diabetes, 2: 135-148.

Lee, W.Y., Park, J.S., Noh, S.Y., Rhee, E.J., Kim, S.W., Zimmet, P.Z.

2004. Prevalence of the Metabolik Syndrome among 40,698 Korean Metropolitan

Subjects. Diabetes Res Clin Pract, 65: 143-149.

Lehto, S., Niskanen, L., Ronnemaa, T., Laakso, M.1998. Serum uric acid

is a strong predictor of stroke in patients with noninsulin-dependent diabetes

mellitus. Stroke; 29(3): 635-639.

Page 80: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Li, Q.,Yang, Z., Lu,B., Wen, J., Ye, Z., Chen, L., et al. 2011. Serum uric

acid level and its association with metabolic syndrome and carotid atherosclerosis

in patients with type 2 diabetes. Cardiovascular Diabetology; 10(7): 1-7.

Li, C., Hsieh, M.C., Chang, S.J. 2013. Metabolik syndrome, diabetes and

hiperuricemia. Current opin rheumatology, 25: 210-216.

Liu, B, Wang, T., Zhao, H.N., Yue, W.W., et al. 2011. The prevalence of

hyperuricemia in China: a meta-analysis; B.et al. BMC Public Health. Available

from: URL:http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/832.

Llewelyn, J.G. 2003. The diabetic neuropathies types, diagnosis and

management. J Neurol Neurosurg Psychiatr; 74 (Suppl. 2): 1115-1119.

Lorenzo, C., Okoloise, M., Williams, K., Stern, M.P., Haffner, S.M. 2003.

The Metabolic Syndrome as Predictor of Type 2 Diabetes. Diabetes Care, 26:

3153–3159.

Mahmoed, I.H. 2007. Serum Uric Acid Concentration in Patient With

Type 2 Diabetes Mellitus During Diet or Glibenclamid Theraphy. Pak J Med Sci;

23(3): 361-365.

Manzato, E. 2007. Uric Acid: An Old Actor for A New Role. Intern

Emerg Med, 2: 1-2.

Mete T., Aydin Y., Saka, M., et al. 2013. Comparison of Efficiencies of

Michigan Neuropathy Screening Instrument, Neurothesiometer, and

Electromyography for Diagnosis of Diabetic Neuropathy. International Journal of

Endocrinology;Volume 2013, Aticle ID 821745, 7 pages. Available fom: URL:

http://dx.doi.org/10.1155/2013/821745.

Milner, Q. 2003. Pathohyisiology of Chronic Renal Failure. British

Journal of Anesthesia. CEPD Review; 3(5): 130-133.

Modjaddidi, M.A., Aboong, M., Nozha, O.M., Alam, A., El-Bab, M.F.

2011. Early Diagnosis of Diabetic Neuropathy in Almadinah Almunawwarah.

Journal of Taibah University Medical Sciences, 6: 121-131.

Mold, J.W., Vesely, S.K., Kely, B.A., et al. 2004. The Prevalence,

Predictor, and Consequences of Peripheral Sensory Neuropathy in Older Patient. J

Arm BoardFam Pract,17: 309-318.

Nan, H., Qiao,Q., Dong, Y., Gao, W., Tang, B., Qian, R., et al. 2006. The Prevalence of Hyperuricemia in a Population of the Coastal City of Qingdao,

China. J Rheumatol, 33: 1346-1350.

Page 81: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Nakagawa, T., Zharikov, S., Tuttle, K.R., Short, R., Glushakova, O.,

Ouyang, X., Feig, D., Block, E.R., Acosta, J., Patel, J.M., Johnson, R.J. 2005. A

Causal Role for Uric Acid in Fructose-induced Metabolik Syndrome. Am J

Physiol Renal Physiol, 10: 1152-1159.

Nakanishi, N., Okanoto, M., et al. 2003. Serum uric acid and risk for

development of hipertension and impaired fasting glucosa of type 2 diabetes in

Javaness male office workers. European Journal of epidemilogy; 18(6): 523-530.

Nathan, D.M. 1993. Long Term Medication of Diabetes Mellitus. The

England Journal of Medicine; 328(23): 1676-1684.

Orchad, T.J., Dorman, J.S., Maser, R.E., Becker, D.J., Drash, A.L., Ellis,

D., Laporte, R.L., and Kuller, L.H. 1990. Prevalence of Complications in IDDM

by Sex and Duration Pittsburgh Epidemiology of Diabetes Complications Study

II. Diabetes, 39: 1116-1124.

Papanaz, N., Papatheodorou, K., Papazoglou, D., Monastiriotis, C.,

Christakidis, D., Maltezos, E. 2011. Peripheral Neuropathy is Associated With

Increased Serum Levels of Uric Acid in Type 2 Diabetes Mellitus Exp.

Angiology; 62(4): 291-295.

Papazafiropoulou, A., Tentolouris, N., Moyssakis, I., Perrea, D.,

Katsilambros, N. 2006. The potential effect of some newer risk factors for

atherosclerosis on aortic distensibility in subjects with and without type 2

diabetes. Diabetes Care; 29(8): 1926-1928.

Price, K.L., Sautin, Y.Y., Long, D.A et al. 2006. Human Vascular Smooth

Muscle Cells Express A Urat Transporter. J Am Soc Nephrol, 17: 791-795.

Purwata, T.E. 2010. “Kadar TNF-α, ekspresi iNOS dan TNF- α yang

tinggi sebagai faktor risiko nyeri neuropati diabetik” (tesis). Denpasar: Universitas

Udayana.

Qasi, Y., and Lohr, J.W. 2005. Hyperuricemia. e-Medicine. [Online],[cited

2013 March 12]. Available from: http:/www.emedicine.com/med/topic1112.htm.

Qin, L.V., Meng, X.F., He, F., et al. 2013. High Serum Uric Acid and

Increased Risk of Type 2 Diabetes: A Systemic Review and Meta-Analysis of

Prospective Cohort Studies. PLOS ONE; Vol. 8(2): p. 1-7.

Rayas, A.M. 2005. Pathophysiologiy of Diabetic Neuropathy. in:

Donnelly, R., Horton, E., editors. Vascular Complications of Diabetes: Current Issues in Pathogenesis and Treatment. 2th. Ed. Blackwell Publishing. pp. 85-90.

Page 82: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Rosolowsky, E.T., Ficociello, L.H., Maselli, N.J., Niewczas, M.A., Binns,

A.L., Roshan, B., et al. 2008. High-normal serum uric acid is associated with

impaired glomerular filtration rate in nonproteinuric patients with type 2 diabetes.

Clin. J. Am. Soc. Nephrol; 3(3): 706-713.

Russell, J.W., Golovoy, D., Vincent, A.M., Mahendru, P., Olzmann, J.A.,

Mentzer, A., Feldman, E.L. 2002. High glucose induced oxidative stress and

mitochondrial dysfunction in neurons. FASEB J, 16: 1738–1748.

Sabanayagam, C., Liew, G., Tai, E.S., Shankar, A., Lim, S.C.,

Subramaniam, T., Wong, T. 2009. Relationship between glycated haemoglobin

and microvascular complications: Is there a natural cut-off point for the diagnosis

of diabetes? Diabetologia, 52:1279–1289.

Shankar, A., Klein, B.E., Nieto, F.J., Klein, R. 2008. Association between

serum uric acid level and peripheral arterial disease. Atherosclerosis; 196(2): 749-

755.

Shaw, J.E., Sicree, R.A., Zimmet, P.Z. 2010. Global estimates of the

prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes research and clinical

practice; 8(7): 4-14.

Shoeib, S., Atti, E.A., Dala, A.G., et al. 2012. Is hyperuricaemia one of

the cardiovascular risk factors clustering in type 2 diabetic patients? Life Science

Journal; 9(3): 657-666.

Subbalakshmi, N.K., Sathyanarayana, R.K.N., Adhikari, P.M.R. &

Sheila, R. P. 2013. Infulence of Dyslipidemia on Somatic Neuropathy in Type 2

Diabetes Mellitus. NUJHS; 3(3): pp.1-6.

Tesfaye, S. 2004. Epidemiology and Etiology of Diabetic Peripheral

Neuropathies. Ad Stud Med, 4: 1-8.

Tesfaye, S., Chaturvedi, N., Eaton, S.E., et al. 2005.Vascular Risk Factors

and Diabetic Neuropathy. N Engl J Med; 352(4): 341-350.

Tesfaye, S., Boulton, A.J., Freeman, R., et al. 2010. Diabetic

Neuropathies: Update on Definitions, Diagnostic Criteria, Estimation of Severity,

and Treatments. Diabetes care; 33(10): 1-12.

Tesfaye, S., Selvarajah, D. 2012. Advances in the epidemiology,

pathogenesis and management of diabetic peripheral neuropathy. Diabetes Metab

Res; 28(Suppl. 1): 8–14.

Page 83: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Tomic, M., Poljicanin, T., Renar, I.P., Metelko, Z. 2003. Obesity- A Risk

Factor for Microvascular and Neuropathic Complications in Diabetes?.

Diabetologia Croatica, 32-42.

Tomlinson, D.R. 1999. Mitogen-activated protein kinases as glucose

transducers for diabetic complications. Diabetologia, 42: 1271–1281.

Tseng, C.H. 2004. Independent association of uric acid levels with

peripheral arterial disease in Taiwanese patients with type 2 diabetes. Diabet

Med.; 21(7): 724-729.

Valéria, P., Sassoli, F., et al. 2010. Diabetic Peripheral Neuropathies: A

Morphometric Overview. Int. J. Morphol; 28(1): 51-64.

Va´rkonyi, T., Kempler, P. 2008. Diabetic neuropathy: new strategies for

treatment. Diabetes Obes Metab.; 10(2): 99-108.

Veves, A., and Caselli, A. 2007. Micro-and Macrovascular Disease in

Diabetic Neuropathy in: Veves, A., and Rayas, A.M., editors. Diabetic

Neuropathy Clinical Management, 2th. Ed. Humana Press Tutuwa: New Jersey.

P. 259-274.

Vincent, A.M., et al. 2004. Oxidative Stress in the Pathogenesis of

Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews; 25(4): 612–628.

Waring, W.S., Webb, D.J., Maxwell, S.R.J. 2000. Uric Acid as a Faktor

for Cardiovascular Disease. Q J Med, 93: 707-713.

Warner, D.S., Sheng, H., Batinic-Haberle, I. 2004. Oxidants, Antioxidant

and the Ischemic Brain, Review. The Journal of Experimental Biology, 207:3221-

3231.

Wautier, M.P., Chappey, O., Corda, S., Stern, D.M., Schmidt, A.M.,

Wautier, J.L. 2001. Activation of NADPH oxidase by AGE links oxidant stress to

altered gene expression via RAGE. Am J Physiol, 280: 685–694.

Wheeler, S., Singh, N., Boyko, E,J. 2007. The Epidemiology of Diabetic

Neuropathy. In: Veves, A., Malik, R.A., editors. Diabetic Neuropathy Clinical

Management. 2th. Ed. Human Press: New Jersey. Pp. 7-30.

Widjaja, D. 2004. Diabetic Neuropathy (An Intensive review). Course and

Workshop on Neurophysiology in clinical Practise. Surabaya 10-11 Desember.

Yagihashi, S., Yamagishi, S., Wada, R. 2007. Pathology and pathogenetic

mechanisms of diabetic neuropathy: correlation with clinical signs and symptoms.

Diabetes Res Clin Pract.; 77(Suppl. 1): 184–189.

Page 84: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Yagihashi, S., Mizukami, H., Sugimoto, K. 2011. Mechanism of diabetic

neuropathy: Where are we now and where to go?. Journal of Diabetes

Investigation; 2(1): 1-13.

Yang, W., Lu, J., Weng, J., et al. 2010. Prevalence of diabetes among men

and women in China. N Engl J Med.; 362(12): 1090-1101.

Zhang, M.L., Gao, A.X., Wang, X., Chang, H., Huang, G.W. 2012. Serum

uric acid and appropriate cutoff value for prediction of metabolic syndrome

among Chinese adults. J. Clin. Biochem. Nut; 52 (1): 38–42.

Zharikov, S., Karina, K., Richard, J., Chris, B., Edward, R. 2007. Uric

Acid Reduces Nitrioxide (NO) Bioavailability in Endotelial Cells by Activating

the L-Arginine/Arginase Pathway, The FASEB Journal; 21: 745-751.

Ziegler, D., Rathmann ,W., Dickhaus, T., Meisinger, C., Mielck, A. 2008.

KORA Study Group. Prevalence of polyneuropathy in prediabetes and diabetes is

associated with abdominal obesity and macroangiopathy. Diabetes Care; 31(3):

464-469.

Zoppini, G., Targher, G., Negri, C., Stoico V., Perrone, F., Muggeo, M.,

Bonora, E. 2009. Elevated serum uric acid concentrations independently predict

cardiovascular mortality in Type 2 diabetic patients. Diabetes Care, 32: 1716-

1720.

Page 85: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Surat Kelaikan Etik

Page 86: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Surat Ijin RSUP Sanglah

Page 87: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Lampiran 1

INFORMED CONSENT

Penulis mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/saudara dalam penelitian

ilmiah yang dilaksanakan oleh dr. I Nyoman Darsana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi positif kadar asam urat

serum tinggi dengan neuropati diabetik perifer pada penderita Diabetes

Mellitus tipe 2 di RSUP Sanglah Denpasar.

Secara keseluruhan, penderita DM RSUP Sanglah Denpasar termasuk

Bapak/Ibu/Saudara akan berperan serta dalam penelitian ini. Dengarkan dengan

seksama informasi ini sebelum Bapak/Ibu/saudara memutuskan apakah

Bapak/Ibu/saudara akan turut berpartisipasi atau tidak. Jangan ragu-ragu untuk

bertanya jika ada hal-hal yang belum dimengerti. Bila Bapak/Ibu/saudara

memutuskan untuk berpartisipasi kami harap Bapak/Ibu/saudara bersedia

dilakukan wawancara, pemeriksaan klinis secara neurologi, pemeriksaan

Elektroneuromiografi (ENMG), serta pemeriksaan laboratorium.

Dalam penelitian ini, peneliti atau petugas yang telah dilatih oleh peneliti

akan mewawancarai dan memeriksa Bapak/Ibu/saudara secara klinis neurologi

terutama menanyakan tentang gejala-gejala neuropati yang Bapak/Ibu/saudara

alami, dan juga mengenai penyakit DM yang Bapak/Ibu/saudara derita. Efek

samping yang mungkin terjadi adalah rasa nyeri yang ringan. Bapak/Ibu/saudara

diharapkan untuk melaporkan kepada dokter peneliti bila terjadi efek samping

yang tidak diharapkan dalam penelitian ini agar mendapatkan penanganan

selanjutnya. Selama penelitian Bapak/ibu/saudara tidak dikenakan biaya.

Data-data dikumpulkan dalam penelitian ini akan disimpan dalam data

komputer tanpa nama Bapak/Ibu/saudara. Hanya peneliti yang mengetahui data-

data Bapak/Ibu/saudara. Hasil penelitian ini mungkin akan dipublikasikan di

forum ilmiah terbatas tanpa menampilkan identitas Bapak/ibu/saudara.

Sehubungan dengan penelitian ini, bila timbul pertanyaan mengenai

penelitian ini harap menghubungi: dr. I Nyoman Darsana, nomor telepon:

081338158164.

Page 88: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Lampiran 2

FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Telah membaca dengan seksama keterangan/ informasi yang berkenaan dengan

penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti dan bersedia untuk

ikut serta dalam penelitian ini.

Nama

Pasien : …………………….

Saksi : ……………………

Peneliti : ……………………

Tanda tangan

………………………….

………………………….

………………………….

Page 89: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Lampiran 3

LEMBAR PENGUMPULAN DATA

KORELASI KADAR AUS TINGGI DENGAN NEUROPATI DIABETIK

PERIFER PADA PENDERITA DM TIPE 2 DI RSUP SANGLAH

DENPASAR

Identitas dan Anamnesis Pasien

No. Tanggal Pemeriksaan

1. Pemeriksa 1.

2.

2. No. Rekam Medik

3. Nama

4. Umur

5. Alamat

6. Jenis Kelamin Laki-laki (1)

[ ] Perempuan (2)

7. Pendidikan

Tidak Sekolah (1)

[ ]

SD (2)

SMP (3)

SMA (4)

Akademi/Diploma/PT (5)

8. Pekerjaan

Pegawai Negeri (1)

[ ]

Pegawai Swasta (2)

Wiraswasta (3)

Buruh/Tani (4)

Lain-lain (5)

Page 90: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

9. Lama menderita DM (..... tahun)

< 5 tahun (1)

[ ]

> 5 tahun (2)

10. Tinggi badan = .... cm ; Berat badan ( .......kg)

BMI ( ....... kg/m2)

Tidak Obese (1)

[ ]

Obese (2)

11. Kadar HbA1c (........ %)

< 7% (1)

[ ] >7 % (2)

12.

1. Kolesterol total ( … mg/dL)

2. Kadar HDL (….mg/dL)

3. Kadar LDL (.…mg/dL)

4. Trigliserida (.…mg/dL)

Tidak Dislipidemia (1)

[ ]

Dislipidemia (2)

13. Tekanan darah

(Sistolik/diastolik) (…. mmHg)

Tidak Hipertensi (1)

[ ]

Hipertensi (2)

14. Kadar asam urat (…… mg/dL)

AUS normal/rendah (1)

[ ]

AUS tinggi (2)

15. Stadium NDP

Stadium 0

(Tidak neuropati) (0)

[ ]

Stadium 1

(Neuropati ringan) (1)

Stadium 2

(Neuropati Sedang) (2)

Neuropati berat

(Stadium 3) (3)

Page 91: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Lampiran 4

Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS)

1. Pemeriksaan neurologis

Kerusakan Sensoris Skor

Kanan Normal Menurun Tidak ada

1. Vibrasi ibu jari kaki 0 1 2 [ ]

2. Filament 10-g 0 1 2 [ ]

3. Nyeri dorsum manus ibu

jari kaki

Nyeri

0

Tidak nyeri

2

[ ]

Kiri

1. Vibrasi ibu jari kaki 0 1 2 [ ]

2. Filament 10-g 0 1 2 [ ]

3. Nyeri dorsum manus ibu

jari kaki

Nyeri

0

Tidak nyeri

2

[ ]

Tes Kekuatan Otot

Kanan Normal Ringan-

sedang

Berat Tidak

ada

1. Abduksi jari 0 1 2 3 [ ]

2. Ekstensi ibu jari 0 1 2 3 [ ]

3. Dorsofleksi ankle 0 1 2 3 [ ]

Kiri

1. Abduksi jari 0 1 2 3 [ ]

2. Ekstensi ibu jari kaki 0 1 2 3 [ ]

3. Dorsofleksi ankle 0 1 2 3 [ ]

Refleks

Kanan

1. Bisep brakii 0 1 2 [ ]

2. Trisep brakii 0 1 2 [ ]

3. Quadrisep 0 1 2 [ ]

4. Akiles 0 1 2 [ ]

Kiri

1. Bisep brakii 0 1 2 [ ]

2. Trisep brakii 0 1 2 [ ]

3. Quadrisep 0 1 2 [ ]

4. Akiles 0 1 2 [ ]

Total

Keterangan

1. Pemeriksaan sensoris:

Page 92: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

a. Rangsang vibrasi. Pemeriksaan menggunakan garputala 128 Hz.

Pemeriksa memegang garpu tala dengan telunjuk dan ibu jari tangan.

Pemeriksaan dengan cara menempatkan garpu tala diatas penonjolan

tulang interphalang distal dorsum jari kaki pertama. Dikerjakan pada

penderita secara bilateral dengan mata tertutup.

Interpretasi setelah penderita tidak merasakan lagi vibrasi :

- Normal (skor 0): bila pemeriksa merasakan vibrasi pada telunjuk

distal kurang dari 10 detik.

- Menurun (skor 1): bila pemeriksa merasakan > 10 detik.

- Tidak ada (skor 2): bila penderita tidak merasakan rangsangan.

b. Pemeriksaan 10-g filament dikerjakan pada dorsum manus jari kaki

pertama, diantara nail fold dan interphalang distal. Penekanan 10-g

filament secara tegak lurus, singkat < 1 detik secara konsisten. Penekanan

10-g terjadi saat alat melengkung. Ditanyakan respon penderita ya/tidak

pada saat mata tertutup. Pemeriksaan dikerjakan secara bilateral sebanyak

10 kali.

Interpretasi :

- Normal (skor 0): bila penderita menunjukkan 8-10 respon “ya”

- Skor 1: 1-7 respon “ya”

- Nilai 2: tidak ada jawaban benar.

c. Pemeriksaan nyeri. diperiksa dengan jarum pentul.

Nyeri : pemeriksaan dengan jarum pentul di dorsum manus ibu jari kaki

pertama.

Interpretasi :

- Nilai 0: respon penderita: ”tidak nyeri”.

- Nilai 2: respon penderita “nyeri”.

2. Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan menggunakan palu reflek. Pemeriksaan dilakukan pada

tendon Achilles.

Interpretasi :

- Skor 0: kontraksi otot, dan ada gerakan sendi (normal).

Page 93: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

- Skor 1: bila reflek menurun. Hanya kontraksi otot.

- Skor 2: tidak ada reflek.

3. Pemeriksaan kekuatan otot

Interpretasi :

- Nilai 0 (normal) : kekuatan otot normal, mampu

melawan tahanan maksimal

pemeriksa

- Nilai 1 (ringan-sedang) : mempu melawan tahanan ringan

dan sedang pemeriksa

- Nilai 2 (berat) : penderita tidak mampu melawan

gaya berat, tahanan ringan

pemeriksa

- Nilai 3 (tidak ada) : tidak ada kontraksi otot maupun

gerakan sendi.

2. Pemeriksaan studi hantaran saraf/Nerve Conduction Study (NCS)

Pemeriksaan

Latensi distal

mm/s

Amplitudo

mv

KHS

m/s

SNAP

a. Nervus medianus

b. Nervus ulnaris

c. Nervus suralis

CMAP

a. Nervus medianus

b. Nervus peroneus

Keterangan:

1. Pemeriksaan NCS dikerjakan pada ekstremitas non dominan.

2. Dikerjakan pada suhu tubuh 32-33o C

3. Nilai normal pada masing-masing saraf adalah:

a. Nervus medianus

Page 94: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

SNAP: latensi distal (2,5-3,18 mm/s), amplitudo (>10 mv), KHS

(>44 m/s).

CMAP: latensi distal (3,15-3,83 mm/s), amplitudo (2,10-6,1 mv),

KHS (53,9-61,5 m/s).

b. Nervus ulnaris

SNAP: latensi distal (2,25-2,83 mm/s), amplitudo (5 mv), KHS

(>44 m/s).

c. Nervus suralis

SNAP: latensi distal (1,73-2,43 mm/s), amplitudo (5 mv), KHS

(>44 m/s).

d. Nervus peroneus

CMAP: latensi distal (3,15-4,39 mm/s), amplitudo (2,8-7,4 mv),

KHS (49,8-56,4 m/s).

Nilai abnormal adalah nilai latensi distal menurun, amplitudo menurun, KHS

menurun diluar nilai normal pada rentang first and 99th percentiles .

Interpretasi Stadium NDP

Stadium 0 : Skor MDNS < 6, dan/ atau gambaran pemeriksaan

hantaran saraf abnormal < 2, atau tidak ada neuropati.

Stadium 1 : Skor MDNS <12, dan/ atau 2 abnormalitas pemeriksaan

hantaran saraf (neuropati ringan).

Stadium 2 : Skor MDNS < 29, dan/ atau 3-4 abnormalitas dari

pemeriksaan hantaran saraf (neuropati sedang).

Stadium 3 : Skor MDNS < 46, dan/ atau 5 atau lebih abnormalitas

hantaran saraf (neuropati berat).

Page 95: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Lampiran 6.

Daftar Subjek Penelitian

No Nama RM Usia

(th) JK Pddk

Peker

jaan

Dislip

idemia HT

Lama

DM

(Th)

BMI

(Kg/

m2)

Kadar

HbA1C

(%)

Kadar

AUS

(mg/dL)

STD

NDP

1 DNI 14019659 60 L SMA Wiras

wasta Tidak Tidak 5.5 25.9 5.74 4.6 2

2 SUW 00933176 51 L SMA PS Ya Ya 12.0 25.0 7.1 7.8 2

3 KA 13006833 45 P SMA PS Tidak Tidak 2.5 24.4 6.6 7.7 3

4 NT 14020365 58 P TS Lain-lain

Ya Ya 2.5 24.0 7.36 7.8 3

5 MSW 13011704 59 P SD Tani Ya Tidak 5.0 30.0 6.6 5.3 2

6 MST 14016633 59 L SMA Lain-

lain Ya Tidak 5.0 32.2 7.36 8.3 2

7 RTN 14023092 59 P SD Wiras

wasta Tidak Ya 10.0 25.0 7.6 3.7 3

8 RDT 00773741 46 L SMA PN Tidak Ya 8.0 29.8 9.45 10.0 2

9 LDR 14036619 49 P SD Lain-

lain Tidak Tidak 2.0 19.5 8.8 4.8 3

10 RTN 14032467 42 P PT PN Tidak Ya 10.0 25.4 11.6 2.9 1

11 SDN 14093881 43 L PT Wiras

wasta Tidak Ya 4.0 22.5 7.8 8.0 3

12 WRN 14038897 65 L SD Wiras

wasta Ya Ya 6.0 25.4 10.29 4.1 2

13 DRM 14035573 45 P SMA Tani Tidak Tidak 1.5 27.0 9.59 3.87 1

14 ASM 14038258 56 L PT Lain-lain

Tidak Ya 15.0 23.5 7.0 7.8 3

15 M SH 14020108 62 L SD Lain-lain

Tidak Ya 4.0 23.9 12.8 8.2 3

16 STM 01301192 51 L SMA Wiraswasta

Tidak Ya 3.0 22.7 8.8 5.8 2

17 WND 00273724 65 L SMA PN Ya Ya 6.0 29.4 7.13 8.0 2

Page 96: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

18 WSM 13023363 55 L PT PN Ya Ya 7.0 27.6 8.51 8.8 2

19 SPT 14037490 65 P SMP Wiras

wasta Tidak Ya 3.5 28.0 6.27 7.1 2

20 SKD 13031568 51 L SMA PS Tidak Ya 10.0 25.8 9.99 8.7 2

21 BDH 14031951 44 L SMP Wiraswasta

Tidak Ya 9.0 19.6 10.6 13.1 2

22 SRD 01302335 50 L SMA PS Ya Ya 14.0 35.0 6.12 7.18 3

23 SBR 14039673 53 L SMP Wiras

wasta Ya Ya 2.0 28.0 5.1 7.3 3

24 ANM 01136416 60 L SMA Lain-

lain Tidak Ya 5.0 25.0 6.02 7.0 3

25 SDM 00999546 63 L SMP Tani Tidak Ya 5.0 28.0 7.4 6.0 2

26 SNM 00836844 65 P SMP Lain-

lain Tidak Tidak 16.0 20.8 5.34 6.8 1

27 FTM 14033382 58 P SD Wiras

wasta Tidak Tidak 4.0 24.0 11.11 5.0 1

28 SFl 14012252 59 L SMA Wiras

wasta Ya Ya 13.0 25.1 7.85 9.9 3

29 JNT 14017905 62 P SD Buruh Tidak Ya 8.0 27.7 6.5 9.2 2

30 ST M 01609536 57 P SMA Lain-

lain Tidak Ya 12.0 30.5 5.59 5.8 1

31 SKD 01043754 63 L PT PS Ya Ya 9.0 30.1 6.9 5.6 1

32 SWS 14037597 65 P SD Lain-lain

Tidak Ya 10.0 30.1 8.68 3.3 3

33 KNG 14040367 61 L TS Tani Ya Ya 13.0 24.8 7.5 11.2 3

34 JGR 00021509 61 P TS PN Tidak Ya 15.0 29.6 5.83 7.0 2

35 ANS 14032572 48 L SMA PS Ya Ya 1.5 24.4 6.7 4.4 1

36 RGP 14029984 46 P SMA Wiras

wasta Tidak Tidak 18.0

24.4

8 10.26 10.5 3

37 JYT 14038038 50 L D3 PN Ya Ya 5.0 26.0 8.2 7.1 2

Page 97: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

38 UJS 1400751 62 L SMP Lain-

lain Tidak Tidak 5.0

20.2

8 5.92 9.11 2

39 WDY 14001627 33 L PT PN Tidak Tidak 2.5 25.7

3 9.48 8.0 2

40 EDW 01534759 40 P SMA Wiras

wasta Tidak Tidak 5.0 24.0 9.97 7.9 2

41 SWN 01510595 48 P SMA PS Tidak TIdak 3.0 29.4 7.88 7.98 2

42 MLY 14033062 56 P SMP Wiras

wasta Ya Ya 10.0 23.1 6.9 7.1 3

43 TTL 13013503 59 P SMA Wiras

wasta Tidak Ya 20.0 22.2 8.5 8.9 3

44 BBI 1151874 56 L SD Wiras

wasta Tidak Ya 10.0 20.0 10.7 10.4 1

45 SMT 1402622 55 L PT PN Ya Ya 6.0 25.8 9.0 11.67 2

46 MRT 1139027 51 L PT PS Tidak Ya 10.0 24.8 7.0 8.9 2

47 RMD 0945624 65 L SMA Lain-

lain Tidak Ya 10.0 29.4 7.23 6.9 2

48 LND 0771967 51 L SMA PN Tidak Ya 5.0 29.4 8.76 6.5 2

49 SKW 0975109 55 L SD PN Tidak Ya 6.0 26.0 7.23 5.1 1

50 SRW 1461821 64 L PT PN Tidak Ya 3.0 25.3

9 8.1 8.1 2

51 BRW 0911314 57 P PT PN Ya tidak 15.0 30.0 7.53 5.4 3

52 SFY 14040532 55 L SMA PS Tidak Ya 20.0 24.0 8.4 4.0 2

53 BFA 1402214 65 L SMA Lain-

lain Ya Ya 6.0 29.4 8.61 6.0 2

54 SBR 14033942 52 L SD Tani Ya Ya 8.0 25.7 7.0 4.0 0

55 SSN 10038639 39 P SD Lain-

lain Ya Ya 7.0 19.5 9.0 3.0 0

56 KRY 13011932 39 P SMA PS Tidak Tidak 3.0 25.8 6.9 5.6 0

57 NMP 14038916 58 P SMP Wiras

Tidak Tidak 5.0 25.3

10.4 4.3 0

Page 98: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

wasta 9

58 WSD 1601728 56 L SMA PS Tidak Tidak 1.5 20.2 5.6 4.9 0

59 DMP 1577331 50 P SMA PN Tidak Tidak 2.0 20.8 5.4 4.7 0

60 RWG 14038438 52 P SD Tani Tidak Tidak 6.0 18.4 6.4 5.8 0

61 WNW 14036112 59 P SMA Wiras

wasta Ya Tidak 3.0 28.0 9.97 3.1 0

62 WMA 14036121 56 L SD Tani Tidak Tidak 2.0 19.7 9.93 4.9 0

63 MLK 14046041 58 P SMP Lain-

lain Ya Tidak 2.5 22.2 7.24 4.0 0

64 KSJ 1400498 65 P SD Wiras

wasta Tidak Ya 6.0 21.9 10.41 4.3 0

65 BDS 14007513 45 L PT PS Ya Tidak 5.0 32.0 8.27 4.36 0

66 SNN 14012394 63 P SD Tani Tidak Ya 10.0 24.0

6 6.98 6.3 0

67 BDS 270279 47 P PT PN Tidak Tidak 5.0 24.6 4.8 4.8 0

68 KJM 14038955 61 L SMA PN Tidak Tidak 2.0 20.2 13.6 5.2 0

69 RSD 1035474 62 L SMA Wiras

wasta Tidak Ya 3.5 24.6 6.74 5.9 0

70 KRM 163749 51 P PT Lain-

lain Ya Tidak 4.0 29.4 9.0 5.2 0

71 WRD 13030552 46 L SMP wiras

wasta Tidak Ya 3.0 23.8 5.57 4.8 0

72 AAS 14875121 55 P SMA PN Tidak Tidak 5.0 26.7 9.64 5.1 0

73 MRJ 14008415 55 L PT PN Tidak Tidak 2.5 19.6 4.48 4.1 0

74 MRT 14215169 61 L TS Lain-lain

Tidak Ya 4.0 22.2 6.7 5.0 0

75 WTN 870269 48 L SMA PS Ya Ya 6.0 28.0 6.05 5.1 0

76 EHD 1621894 63 P SMA PS Tidak Ya 1.5 22.9 7.0 5.0 0

77 SGR 1402235 41 L SMA Wiras Tidak Tidak 2.5 30.0 5.0 3.0 0

Page 99: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

78 SNA 1401365 50 P D3 PN Tidak Tidak 5.0 25.7 6.0 4.0 0

79 SAR 1215900 54 L SMA PS Ya Tidak 2.0 30.5 6.0 5.0 0

80 GAN 14028531 47 P SD PS Tidak Tidak 1.6 18.0 6.0 3.0 0

81 AAST 14037583 55 P SMA PN Tidak Tidak 3.0 24.0 9.64 5.1 0

82 ASA 14054267 65 P SMA Lain-

lain Tidak Ya 8.0 23.8 6.05 5.2 0

Page 100: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Lampiran 6

Hasil Analisis SPSS 16.0

5.1 Karakteristik Dasar Subjek

Descriptives

Statistic Std. Error

Umur Sampel Mean 54.59 .840

95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 52.91

Upper Bound 56.26

5% Trimmed Mean 54.94

Median 55.50

Variance 57.801

Std. Deviation 7.603

Minimum 33

Maximum 65

Range 32

Interquartile Range 11

Skewness -.519 .266

Kurtosis -.388 .526

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur Sampel .107 82 .021 .954 82 .005

a. Lilliefors Significance Correction

Page 101: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Klasifikasi Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 20-39 th 3 3.7 3.7 3.7

40-59 th 55 67.1 67.1 70.7

lebih 60 th 24 29.3 29.3 100.0

Total 82 100.0 100.0

Jenis kelamin sampel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 45 54.9 54.9 54.9

Perempuan 37 45.1 45.1 100.0

Total 82 100.0 100.0

Pendidikan sampel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak tamat sekolah 5 6.1 6.1 6.1

Tamat SD 17 20.7 20.7 26.8

Tamat SMP 10 12.2 12.2 39.0

Tamat SMA 34 41.5 41.5 80.5

Tamat Diploma 16 19.5 19.5 100.0

Total 82 100.0 100.0

Page 102: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Pekerjaan Sampel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Pegawai Negeri 19 23.2 23.2 23.2

Pegawai Swasta 16 19.5 19.5 42.7

Wiraswasta 21 25.6 25.6 68.3

Buruh 9 11.0 11.0 79.3

Lain-Lain 17 20.7 20.7 100.0

Total 82 100.0 100.0

Descriptives

Statistic Std. Error

Lama pasien

DM

Mean 6.562 .4978

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 5.572

Upper Bound 7.553

5% Trimmed Mean 6.185

Median 5.000

Variance 20.317

Std. Deviation 4.5075

Minimum 1.5

Maximum 20.0

Range 18.5

Interquartile Range 7.0

Skewness 1.180 .266

Kurtosis .883 .526

Page 103: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Lama pasien

DM .196 82 .000 .878 82 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Klasifikasi Lama DM

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid < 5 tahun 31 37.8 37.8 37.8

> 5 tahun 51 62.2 62.2 100.0

Total 82 100.0 100.0

Descriptives

Statistic Std. Error

BMI Mean 25.3260 .39708

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 24.5359

Upper Bound 26.1160

5% Trimmed Mean 25.2930

Median 25.0500

Variance 12.929

Std. Deviation 3.59567

Minimum 18.00

Maximum 35.00

Range 17.00

Interquartile Range 4.95

Skewness .107 .266

Kurtosis -.367 .526

Page 104: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

BMI .096 82 .057 .978 82 .171

a. Lilliefors Significance Correction

Klasifikasi BMI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Obese 38 46.3 46.3 46.3

Obese 44 53.7 53.7 100.0

Total 82 100.0 100.0

Dilipidemia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Dislipidemia 26 31.7 31.7 31.7

Tidak Dislipidemia 56 68.3 68.3 100.0

Total 82 100.0 100.0

Hipertensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Hipertensi 49 59.8 59.8 59.8

Tidak hipertensi 33 40.2 40.2 100.0

Total 82 100.0 100.0

Page 105: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Descriptives

Statistic Std. Error

HbA1C Mean 7.7935 .20779

95% Confidence Interval

for Mean

Lower Bound 7.3801

Upper Bound 8.2070

5% Trimmed Mean 7.7097

Median 7.3600

Variance 3.540

Std. Deviation 1.88158

Minimum 4.48

Maximum 13.60

Range 9.12

Interquartile Range 2.63

Skewness .678 .266

Kurtosis .215 .526

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

HbA1C .107 82 .021 .962 82 .015

a. Lilliefors Significance Correction

Klasifikasi HbA1C

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid HbA1C normal

31 37.8 37.8 37.8

BHbA1C tinggi 51 62.2 62.2 100.0

Total 82 100.0 100.0

Page 106: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Klasifikasi NDP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid NDP 53 64.6 64.6 64.6

Tidak NDP 29 35.4 35.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

Descriptives

Statistic Std. Error

Asam Urat Serum Mean 6.2972 .24524

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5.8093

Upper Bound 6.7851

5% Trimmed Mean 6.1877

Median 5.8000

Variance 4.932

Std. Deviation 2.22072

Minimum 2.90

Maximum 13.10

Range 10.20

Interquartile Range 3.14

Skewness .713 .266

Kurtosis .132 .526

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Asam Urat Serum .128 82 .002 .951 82 .003

a. Lilliefors Significance Correction

Page 107: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Klasifikasi AUS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid AUS normal 38 46.3 46.3 46.3

AUS tinggi 44 53.7 53.7 100.0

Total 82 100.0 100.0

5.2 Analisis Korelasi

Klasifikasi AUS * Klasifikasi NDP Crosstabulation

Klasifikasi NDP

Total NDP Tidak NDP

Klasifikasi

AUS

AUS

normal

Count 13 25 38

% within Klasifikasi AUS 34.2% 65.8% 100.0%

% within Klasifikasi NDP 24.5% 86.2% 46.3%

AUS tinggi Count 40 4 44

% within Klasifikasi AUS 90.9% 9.1% 100.0%

% within Klasifikasi NDP 75.5% 13.8% 53.7%

Total Count 53 29 82

% within Klasifikasi AUS 64.6% 35.4% 100.0%

% within Klasifikasi NDP 100.0% 100.0% 100.0%

Symmetric Measuresa

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .509 .000

N of Valid Cases 82

a. Correlation statistics are available for numeric data only.

Page 108: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

5.3 Tabel 5.3 Korelasi Beberapa Variabel Subjek pada NDP

Klasifikasi Umur * Klasifikasi NDP Crosstabulation

Klasifikasi NDP

Total NDP Tidak NDP

Klasifikasi Umur 20-39 th Count 1 2 3

% within Klasifikasi Umur 33.3% 66.7% 100.0%

40-59 th Count 35 20 55

% within Klasifikasi Umur 63.6% 36.4% 100.0%

lebih 60 th Count 17 7 24

% within Klasifikasi Umur 70.8% 29.2% 100.0%

Total Count 53 29 82

% within Klasifikasi Umur 64.6% 35.4% 100.0%

Symmetric Measuresa

Value Approx. Sig.

Nominal by

Nominal

Contingency

Coefficient .143 .425

N of Valid Cases 82

a. Correlation statistics are available for numeric data only.

Page 109: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Jenis kelamin sampel * Klasifikasi NDP Crosstabulation

Klasifikasi NDP Total

NDP Tidak NDP

Jenis kelamin

sampel

Laki-laki Count 33 12 45

% within Jenis kelamin sampel

73.3% 26.7% 100.0%

Perempuan Count 20 17 37

% within Jenis kelamin sampel 54.1% 45.9% 100.0%

Total Count 53 29 82

% within Jenis kelamin sampel 64.6% 35.4% 100.0%

Symmetric Measuresa

Value Approx. Sig.

Nominal by

Nominal

Contingency

Coefficient .197 .069

N of Valid Cases 82

a. Correlation statistics are available for numeric data only.

Page 110: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Klasifikasi Lama DNM * Klasifikasi NDP Crosstabulation

Klasifikasi NDP

Total NDP Tidak NDP

Klasifikasi

Lama DM

< 5 tahun Count 14 17 31

% within Klasifikasi

Lama DNM 45.2% 54.8% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 26.4% 58.6% 37.8%

>5 tahun Count 39 12 51

% within Klasifikasi

Lama DNM 76.5% 23.5% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 73.6% 41.4% 62.2%

Total Count 53 29 82

% within Klasifikasi

Lama DNM 64.6% 35.4% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 100.0% 100.0% 100.0%

Symmetric Measuresa

Value Approx. Sig.

Nominal by

Nominal

Contingency Coefficient .303 .004

N of Valid Cases 82

a. Correlation statistics are available for numeric data only.

Page 111: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Klasifikasi BMI * Klasifikasi NDP Crosstabulation

Klasifikasi NDP

Total NDP Tidak NDP

Klasifikasi

BMI

Tidak Obese Count 22 18 40

% within Klasifikasi

BMI 55.0% 45.0% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 41.5% 62.1% 48.8%

Obese Count 31 11 42

% within Klasifikasi

BMI 73.8% 26.2% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 58.5% 37.9% 51.2%

Total Count 53 29 82

% within Klasifikasi

BMI 64.6% 35.4% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 100.0% 100.0% 100.0%

Symmetric Measuresa

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .193 .075

N of Valid Cases 82

a. Correlation statistics are available for numeric data only.

Page 112: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Dilipidemia * Klasifikasi NDP Crosstabulation

Klasifikasi NDP Total

NDP Tidak NDP

Dilipidemia Dislipidemia Count 18 8 26

% within Dilipidemia 69.2% 30.8% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 34.0% 27.6% 31.7%

Tidak

Dislipidemia

Count 35 21 56

% within Dilipidemia 62.5% 37.5% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 66.0% 72.4% 68.3%

Total Count 53 29 82

% within Dilipidemia 64.6% 35.4% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 100.0% 100.0% 100.0%

Symmetric Measuresa

Value Approx. Sig.

Nominal by

Nominal

Contingency Coefficient .065 .553

N of Valid Cases 82

a. Correlation statistics are available for numeric data only.

Page 113: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Hipertensi * Klasifikasi NDP Crosstabulation

Klasifikasi NDP Total

NDP Tidak NDP

Hipertensi Hipertensi Count 39 10 49

% within Hipertensi 79.6% 20.4% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 73.6% 34.5% 59.8%

Tidak

hipertensi

Count 14 19 33

% within Hipertensi 42.4% 57.6% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 26.4% 65.5% 40.2%

Total Count 53 29 82

% within Hipertensi 64.6% 35.4% 100.0%

% within Klasifikasi

NDP 100.0% 100.0% 100.0%

Symmetric Measuresa

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .356 .001

N of Valid Cases 82

a. Correlation statistics are available for numeric data only.

Page 114: KORELASI POSITIF KADAR ASAM URAT SERUM TINGGI DENGAN

Klasifikasi HbA1C * Klasifikasi NDP Crosstabulation

Klasifikasi NDP

Total

NDP

Tidak

NDP

Klasifikasi

HbA1C

HbA1C

normal

Count 15 16 31

% within Klasifikasi

HbA1C 48.4% 51.6% 100.0%

% within Klasifikasi NDP 28.3% 55.2% 37.8%

BHbA1C

tinggi

Count 38 13 51

% within Klasifikasi

HbA1C 74.5% 25.5% 100.0%

% within Klasifikasi NDP 71.7% 44.8% 62.2%

Total Count 53 29 82

% within Klasifikasi

HbA1C 64.6% 35.4% 100.0%

% within Klasifikasi NDP 100.0% 100.0% 100.0%

Symmetric Measuresa

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .256 .016

N of Valid Cases 82

a. Correlation statistics are available for numeric data only.